bab i pendahuluan 1.1 latar belakang keragaman curah hujan

20
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keragaman curah hujan (rainfall variability) menurut ruang (spatial) dan waktu (temporal) menyebabkan jumlah, waktu dan penyebaran curah hujan berbeda antar wilayah dan antar waktu. Keragaman ini sering kali sulit diprediksi dan diantisipasi akibat dinamika atmosfer, sehingga selalu terjadi ketidaksesuaian antara yang diperlukan dan yang tersedia. Pada musim kemarau, pasokan air sangat terbatas, sementara kebutuhannya relatif tetap, sehingga pasokan air untuk pertanian menjadi terbatas. Pada musim kering dapat menyebabkan terjadinya kegagalan usaha pertanian, perkebunan, peternakan dan lainnya, sementara kondisi sebaliknya pada musim hujan terjadi kelebihan air dan ketika sungai- sungai maupun saluran lainnya tidak mampu mengalirkan air maka terjadilah banjir. Menurut laporan Kajian Kebijakan Penanggulangan Banjir pada Deputi Bidang Sarana dan Prasarana tahun 2010 yang dilakukan oleh Direktorat Pengairan dan Irigasi dinyatakan bahwa di seluruh Indonesia tercatat 5.590 sungai induk dan 600 diantaranya berpotensi menimbulkan banjir. Daerah rawan banjir yang dicakup oleh sungai-sungai induk ini mencapai 1,4 juta hektar. Menurut suripin (2008) dinyatakan bahwa banjir yang terjadi di daerah-daerah rawan pada dasarnya disebabkan oleh kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya Universitas Sumatera Utara

Upload: hathuan

Post on 12-Jan-2017

220 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keragaman curah hujan (rainfall variability) menurut ruang (spatial) dan

waktu (temporal) menyebabkan jumlah, waktu dan penyebaran curah hujan

berbeda antar wilayah dan antar waktu. Keragaman ini sering kali sulit diprediksi

dan diantisipasi akibat dinamika atmosfer, sehingga selalu terjadi ketidaksesuaian

antara yang diperlukan dan yang tersedia. Pada musim kemarau, pasokan air

sangat terbatas, sementara kebutuhannya relatif tetap, sehingga pasokan air untuk

pertanian menjadi terbatas. Pada musim kering dapat menyebabkan terjadinya

kegagalan usaha pertanian, perkebunan, peternakan dan lainnya, sementara

kondisi sebaliknya pada musim hujan terjadi kelebihan air dan ketika sungai-

sungai maupun saluran lainnya tidak mampu mengalirkan air maka terjadilah

banjir.

Menurut laporan Kajian Kebijakan Penanggulangan Banjir pada Deputi

Bidang Sarana dan Prasarana tahun 2010 yang dilakukan oleh Direktorat

Pengairan dan Irigasi dinyatakan bahwa di seluruh Indonesia tercatat 5.590 sungai

induk dan 600 diantaranya berpotensi menimbulkan banjir. Daerah rawan banjir

yang dicakup oleh sungai-sungai induk ini mencapai 1,4 juta hektar. Menurut

suripin (2008) dinyatakan bahwa banjir yang terjadi di daerah-daerah rawan pada

dasarnya disebabkan oleh kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya

Universitas Sumatera Utara

perubahan tata guna lahan dan berdampak pada perubahan alam. Penyebab

lainnya adalah peristiwa alam seperti curah hujan yang sangat tinggi, kenaikan

permukaan air laut, badai, dan sebagainya. Disamping itu banjir juga dapat terjadi

akibat dari degradasi lingkungan seperti hilangnya tumbuhan penutup tanah pada

catchment area, pendangkalan sungai akibat sedimentasi, penyempitan alur

sungai dan sebagainya. Lebih lanjut dilaporkan oleh Deputi Bidang Sarana dan

Prasarana Direktorat Pengairan dan Irigasi bahwa hampir seluruh kegiatan

penanganan masalah banjir yang dilakukan pemerintah melalui berbagai proyek

pembangunan dengan lebih mengandalkan pada upaya yang bersifat fisik atau

struktur (structural approach). Berbagai upaya struktural (infrastruktur) yang

telah dilakukan pada umumnya masih sangat kurang memadai bila dibandingkan

dengan laju peningkatan masalah. Masyarakat baik yang secara langsung

menderita masalah maupun yang tidak langsung menyebabkan terjadinya masalah

masih kurang berperan baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan operasi

serta pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana fisik pengendali banjir maupun

terhadap upaya-upaya nonfisik. Hal ini kemungkinan besar disebabkan adanya

berbagai kendala yang ada dimasyarakat antara lain menyangkut kondisi sosial

ekonomi serta belum adanya kesamaan pemahaman terhadap upaya mengatasi

masalah banjir.

Masalah banjir berdampak sangat luas terhadap berbagai aspek kehidupan

masyarakat, oleh sebab itu upaya untuk mengatasinya harus merupakan bagian

yang tidak terpisahkan dari berbagai kegiatan pembangunan dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perubahan lingkungan yang terjadi

Universitas Sumatera Utara

sebagai dampak dari berbagai kegiatan manusia termasuk perubahan iklim

berkenaan dengan pemanasan global, berpengaruh sangat signifikan terhadap

upaya mengatasi masalah banjir, antara lain dengan terjadinya kenaikan muka air

laut dan peningkatan frekuensi curah hujan yang tinggi.

Pembangunan fisik baik di perkotaan maupun di perdesaan dengan

membudidayakan kawasan yang berupa dataran banjir yang rawan tergenang

banjir masih terus berlangsung, demikian pula perusakan lingkungan di daerah

aliran sungai (DAS), sehingga masalah banjir masih terus meningkat dari waktu

ke waktu. Sehubungan dengan hal tersebut maka upaya mengatasinya perlu lebih

ditingkatkan. Untuk itu diperlukan penyempurnaan atau bahkan perubahan

paradigma, kebijakan, strategi dan kegiatan penanganan masalah banjir ke depan

baik yang menyangkut aspek-aspek teknis maupun nonteknis. Secara visual

genangan dapat terjadi sebagai akibat luapan air dari sungai, akibat hujan

setempat yang kurang lancar masuk ke saluran drainase atau ke sungai sehingga

menimbulkan genangan. Ada kalanya genangan akibat air laut masuk ke daratan

pada saat air pasang yang lazim disebut rob atau gabungan dari keduanya maupun

ketiganya.

Banjir merupakan fenomena alam berupa kelebihan air yang menjadi

limpasan permukaan akibat sungai maupun saluran-saluran yang ada (drainase)

tidak mampu lagi mengalirkan air yang berlebihan tersebut. Selain itu bentuk

sungai yang berliku-liku (meander) juga menyebabkan kecepatan aliran relatif

rendah untuk mengalirkan air yang berlebih sehingga menimbulkan genangan di

kiri kanan sungai. Dari aspek tataguna lahan juga dapat berpengaruh sebagai

Universitas Sumatera Utara

pemicu terjadinya banjir di mana.perubahan atau alih fungsi lahan sebagian hutan

menjadi lahan pertanian, pemukiman atau lainya sesuai kebutuhan pembangunan

daerah mengakibatkan luas daerah resapan air menjadi berkurang sehingga

penyerapan air hujan ke dalam tanah menjadi kecil dan sebaliknya limpasan

permukaan menjadi lebih besar. Intensitas hujan yang tinggi sebagai penyebab

banjir merupakan fenomena alam yang datangnya tidak dapat dihindari sebab hal

ini merupakan gejala alam yang berusaha membuat perimbangan akibat perlakuan

manusia terhadap alam, namun manusia dapat membuat perlakuan teknis terhadap

alam untuk dapat mengendalikan kelebihan air tersebut sehingga mengurangi atau

mengiliminir dampaknya sekecil mungkin dan tidak menimbulkan korban baik

harta maupun nyawa manusia. Akibat tingginya intensitas hujan maka terjadi

limpasan permukaan sehingga ada korelasi antara hujan dan limpasan (kelebihan

air yang dapat menyebabkan banjir) merupakan dua fenomena yang tidak dapat

dipisahkan yang saling terkait satu sama lainnya (Soemarto, 1993).

Hujan merupakan fenomena alam yang tidak dapat diketahui secara pasti

namun dapat dilakukan perkiraan-perkiran berdasarkan data-data hujan terdahulu.

Semakin banyak data hujan maka akan semakin mendekati akurasi perkiraan-

perkiran yang akan dilakukan (Subarkah, 1980). Dalam suatu perencanaan,

kebutuhan akan data yang akurat tidak dapat dihindari sebab jika data yang ada

tidak akurat niscaya hasil dari perencanaanpun tidak seperti yang diharapkan.

Sebagaimana diketahui bahwa ketersediaan data di Indonesia sangat minim dan

tingkat akurasinya juga rendah.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Rencana Aksi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

Pusat tahun 2010 bahwa ditinjau dari karakteristik geografis dan geologis

wilayah Indonesia adalah salah satu kawasan rawan bencana banjir. Sekitar 30%

dari 600 sungai yang ada di Indonesia melintasi wilayah padat penduduk. Kondisi

penduduk sebagian adalah miskin dan tinggal di daerah rawan banjir. Pada

umumnya bencana banjir tersebut terjadi di wilayah Indonesia bagian barat yang

menerima curah hujan lebih tinggi dibandingkan dengan di bagian Timur.

Berdasarkan kondisi morfologis, penyebab banjir adalah karena relief

bentang alam Indonesia yang sangat bervariasi dan banyaknya sungai yang

mengalir diantaranya. Daerah rawan banjir tersebut diperburuk dengan

penggundulan hutan atau perubahan tata-guna lahan yang tidak memperhatikan

daerah resapan air. Perubahan tataguna lahan yang kemudian berakibat

menimbulkan bencana banjir, dapat dibuktikan antara lain di daerah perkotaan

sepanjang pantai terutama yang dialiri oleh sungai. Penebangan hutan secara tidak

terkontrol juga menyebabkan peningkatan aliran permukaan (run off), sehingga

dapat menimbukan banjir bandang dan kerusakan lingkungan di daerah satuan

wilayah sungai.

Berdasarkan Pedoman Penanggulangan Bencana Banjir (2008), dinyatakan

bahwa dampak bencana banjir akan terjadi pada beberapa aspek dengan tingkat

kerusakan berat, Aspek-aspek tersebut meliputi:

1. Aspek penduduk, antara lain berupa korban jiwa/meninggal, hanyut,

tenggelam, luka-luka, korban hilang, pengungsian, berjangkitnya wabah

dan penduduk terisolasi, sekolah terpaksa diliburkan

Universitas Sumatera Utara

2. Aspek pemerintahan, antara lain berupa kerusakan atau hilangnya

dokumen, arsip, peralatan dan perlengkapan kantor dan terganggunya

pelayanan masyarakat.

3. Aspek ekonomi, antara lain berupa hilangnya mata pencaharian, tidak

berfungsinya pasar tradisional, kerusakan atau hilangnya harta benda,

ternak dan terganggunya perekonomian masyarakat.

4. Aspek sarana/prasarana, antara lain berupa kerusakan rumah penduduk,

jembatan, jalan, bangunan gedung perkantoran, fasilitas sosial dan fasilitas

umum, instalasi listrik, air minum dan jaringan komunikasi.

5. Aspek lingkungan, antara lain berupa kerusakan eko sistem, obyek wisata,

persawahan/lahan pertanian, sumber air bersih dan kerusakan

tanggul/jaringan irigasi.

Dari sisi lain kebutuhan air bagi sumber kehidupan manusia merupakan

dilema di mana pada waktu tertentu terjadi kekurangan air sehingga fenomena ini

berbanding terbalik dengan kondisi banjir, untuk itu perlu dilakukan pengelolaan

sumber daya air demi menjamin ketersediaan dan kelestarian sumber daya air.

Terkait dengan pembangunan sumber daya air di daerah, beberapa faktor yang

mempengaruhi:

1. Kondisi daerah setempat, setiap daerah memiliki karakteristik yang

berbeda-beda, baik kondisi geografis, geologis, demografis, dan sosial

budaya. Hal tersebut sangat mempengaruhi pembangunan sumber daya air

di daerah tersebut. Daerah dengan kondisi alam yang menjamin

Universitas Sumatera Utara

ketersediaan air bagi masyarakatnya akan lebih memprioritaskan

pembangunan di bidang lain dari pada pembangunan sumber daya air.

Kondisi sosial masyarakat juga sangat menentukan khususnya dalam

memberikan dukungan dan partisipasi pada pengelolaan dan pembangunan

sumber daya air.

2. Kapasitas dan peran dari lembaga pengelola sumber daya air di daerah

merupakan faktor penting dalam pengelolaan sumber daya air di daerah,

terutama dalam melakukan perencanaan maupun koordinasi dalam

melaksanakan program-program yang telah ditetapkan, serta evaluasi dan

monitoring.

3. Ketersediaan dan keterbatasan sumber dana sering menjadi hambatan bagi

daerah dalam melaksanakan program-program pembangunannya. Untuk

itu perlu ada terobosan-terobosan baru dalam penyediaan dana

pembangunan sumber daya air.

Perencanaan wilayah melalui pembangunan infrastruktur yang berfungsi

untuk pengendalian banjir tidak hanya dikaitkan dengan satu wilayah saja

melainkan berkaitan erat dengan wilayah lainnya karena biasanya sungai-sungai

besar sering melintasi beberapa wilayah administrasi. Pengendalian banjir sangat

diperlukan khususnya untuk melindungi daerah-daerah permukiman dan pertanian

agar aktivitas perekonomian dapat tetap berjalan dan produksi pertanian dapat

mencapai target yang ditetapkan. Berdasarkan hasil pemetaan resiko bencana

banjir yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

Universitas Sumatera Utara

Pusat (2010), dinyatakan bahwa kabupaten Aceh Utara merupakan wilayah yang

mempunyai tingkat resiko bencana banjir yang tinggi dibandingkan kabupaten

lainnya di propinsi Aceh. Wilayah rawan bencana banjir umumnya terjadi pada

daerah pesisir seperti diperlihatkan pada Gambar 1.1.

Pemetaan ini merupakan kondisi faktual di lapangan di mana pada setiap

tahunnya kabupaten Aceh Utara selalu dilanda banjir bahkan yang lebih

memprihatinkan lagi banjir terjadi hampir pada setiap kejadian hujan yang

berdampak sangat luas terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat oleh sebab

itu upaya untuk mengatasinya harus merupakan komponen atau bagian dari

kegiatan pembangunan daerah. Masalah tersebut mengalami peningkatan dari

tahun ke tahun dan sudah menjadi agenda rutin yang harus dihadapi setiap

tahunnya. Peningkatan masalah terutama disebakan oleh pembudidayaan dataran

banjir yang kurang adaptif terhadap kejadian banjir, serta dipacu oleh terjadinya

kerusakan lingkungan akibat pertumbuhan jumlah penduduk, pertumbuhan

ekonomi dan juga terjadinya perubahan iklim, dilain pihak upaya untuk mengatasi

masalah tersebut yang telah dilaksanakan masih jauh tertinggal dibanding dengan

laju pertumbuhan masalah. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

11A/PRT/M/2006 pada lampiran IV dinyatakan bahwa sungai Krueng Keureto

berada pada wilayah sungai lintas kabupaten yaitu “Satuan Wilayah Sungai Pase-

Peusangan” yang terdiri dari sungai Krueng Pase di kabupaten Aceh Utara, sungai

Krueng Peusangan di kabupaten Bireuen, sungai Krueng Peudada di kabupaten

Bireuen, sungai Krueng Keureuto di kabupaten Aceh Utara, sungai Krueng Mane

di kabupaten Bireuen dan sungai Krueng Geukeuh di kota Lhokseumawe

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1.1 Peta Indeks Resiko Bencana Banjir

Sumber: Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Pusat (2010)

Universitas Sumatera Utara

Sungai Krueng Keureuto merupakan salah satu sungai yang melalui kota

Lhoksukon pada kondisi terkini tidak mampu menampung limpasan yang terjadi

di daerah aliran sungai (DAS) sehingga setiap tahunnya terjadi banjir yang

menimbulkan kerugian besar terutama bagi masyarakat sekitar (Badan

Penanggulangan Bencana Daerah Aceh Utara, 2011). Kota Lhoksukon yang

ditetapkan menjadi ibukota kabupaten Aceh Utara melalui Peraturan Pemerintah

Nomor 18 Tahun 2003 dipersiapkan sebagai kawasan pertumbuhan dan

perkembangan pusat pemerintahan kabupaten Aceh Utara serta sebagai pusat

pereokomian yang diperkirakan akan berkembang pesat di mana jumlah

penduduknya juga akan bertambah secara signifikan. Kabupaten Aceh Utara

mempunyai luas wilayah sebesar 329.686 Km2 terdiri dari 27 kecamatan 852 desa

merupakan wilayah rawan banjir. Menurut Rayakonsult (1992), DAS Sungai

Krueng Keureuto luasnya sebesar 931 km2 mempunyai anak sungai terdiri dari

sungai Krueng Peuto dan sungai Krueng Pirak terletak di kabupaten Aceh Utara.

Sungai Krueng Keureuto mengalir dari arah selatan ke utara menuju Selat Malaka

dengan panjang sungai 77,5 km dan lebarnya 60 m serta kemiringan rata-rata (S)

0,02627. Selama ini sungai Krueng Keureuto menimbulkan bencana banjir hampir

di seluruh daerah pengalirannya khususnya pada curah hujan yang tinggi karena

daerah pengaliran sungai krueng Keureto merupakan dataran banjir di wilayah

pesisir pantai utara. Frekwensi banjir yang berakibat buruk bagi masyarakat

terutama terjadi di kecamatan Matangkuli yang terdiri dari 49 desa, kecamatan

Lhoksukon yang terdiri dari 75 desa, kecamatan Baktiya terdiri dari 57 desa,

kecamatan Tanah Pasir terdiri dari 18 desa, dan kecamatan Baktiya Barat terdiri

Universitas Sumatera Utara

dari 26 desa. Lama genangan akibat banjir berkisar 7 hari sampai 15 hari dengan

tinggi genangan 60 cm sampai 100 cm. Menurut laporan Badan Penanggulangan

Bencana Daerah (BPBD) Aceh Utara (2011), dinyatakan bahwa besarnya tingkat

kerugian yang diderita masyarakat secara ekonomi dapat mencapai Rp 60 milar

sampai Rp. 70 miliar per tahun.

Perubahan kondisi hidrologi kawasan di daerah aliran sungai Krueng

Keureuto menyebabkan terjadinya intensitas hujan yang tinggi. Perubahan ini

akibat terjadinya penebangan hutan secara tidak terkendali dan penggunaan lahan

yang tidak pada peruntukannya diduga merupakan salah satu aspek penyebab

terjadinya limpasan permukaan yang besar sehingga terjadi banjir. Disamping itu

perencanaan tata ruang wilayah (RTRW) yang dilakukan oleh pemerintah daerah

yang masih simpang siur dan belum adanya Qanun (Perda) sebagai dasar hukum

pengaturan penggunaan lahan, sehingga perubahan tataguna lahan yang tidak

terencana juga diduga merupakan penyumbang penyebab terjadinya banjir.

Seyogyanya dengan dinyatakannya Kota Lhoksukon sebagai ibukota kabupaten

Aceh Utara harusnya sudah dipersiapkan perencanaan sistem drainase kota yang

memenuhi standar agar dapat mengalirkan air hujan ke laut sehingga banjir dapat

dieliminir, namun kenyataannya sistem drainase yang ada belum tertata dengan

baik. Kondisi tataguna lahan (land use) kabupaten Aceh Utara pada saat ini

berdasarkan laporan dari Bappeda pada Aceh Utara Dalam Angka Tahun 2011

dinyatakan bahwa kondisi lahan terdiri dari sawah 40.905 Ha (12,41%),

pekarangan/bangunan 34.848 Ha (10,57%), tegalan/kebun 37.702 Ha (11,44%),

ladang/huma 21.155 Ha (6,42%), padang rumput 4.497 Ha (1,36%), Lahan yang

Universitas Sumatera Utara

tidak diusahakan 10.395 Ha (3,15%), hutan rakyat 36.552 Ha, hutan negara

46.394 Ha (14,07%), perkebunan 54,764 Ha (16,61%), lahan lain-lain 28.689 Ha

(8,70%), tambak 8.591 Ha (2,61%), kolam/tebat/empang 639 Ha (0,19%), dan

rawa-rawa 4.555 Ha (1,38%). Kondisi tataguna lahan di kabupeten Aceh utara

tahun 2010 seperti diperlihatkan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Tataguna lahan kabupaten Aceh Utara tahun 2010

No Tataguna Lahan (Land Use) 2010 1. Sawah 40.905 2. Pekarangan/Bangunan 34.848 3. Tegalan/Kebun 37.702 4. Ladang/Huma 21.155 5. Padang Rumput 4.497 6. Tidak diusahakan 10.395 7. Hutan Rakyat 36.552 8. Hutan Negara 46.394 9. Perkebunan 54.764

10. Lain - lain 28.689 11. Tambak 8.591 12. Kolam/Tebat/Empang 639 13. Rawa-rawa 4.555

Jumlah/Total 329.686 Sumber: Aceh Utara Dalam Angka (2011)

Besarnya debit kawasan dipengaruhi oleh tataguna lahan melalui variabel

koefisien pengaliran di mana debit banjir dipengaruhi oleh koefisien pengaliran,

intensitas hujan dan luas daerah pengaliran (Chow et al, 1988). Koefisien

pengaliran tergantung dari jenis tataguna lahan atau peruntukan lahan yang

berpengaruh terhadap peresapan air ke dalam tanah khususnya lahan hutan

sebagai penyangga air. Kondisi tataguna lahan di Aceh Utara terjadi perubahan

dari tahun ke tahun seperti diperlihatkan Tabel T.1 pada lampiran, hal ini

Universitas Sumatera Utara

menunjukkan bahwa debit banjir juga akan terjadi perubahan sesuai dengan

penggunaan lahan. Pada penelitian ini ingin menelusuri dan menjawab besarnya

pengaruh perubahan tataguna lahan terhadap debit kawasan yang dapat

menyebabkan terjadinya limpasan permukaan yang akan menjadi bencana banjir

di Aceh Utara.

Partisipasi masyarakat dalam pembiayaan kegiatan operasi dan

pemeliharaan dalam pelaksanaan program pengendalian banjir dapat teratasi

apabila pelaksanaan program pengendalian banjir dapat berjalan secara maksimal

maka akan didapat manfaat atau dampak terhadap pertumbuhan ekonomi (Yudho,

2002). Pada penelitian ini ingin menelusuri dan menjawab besarnya pengaruh

partisipasi masyarakat terhadap debit kawasan yang dapat menyebabkan

terjadinya limpasan permukaan yang akan menjadi bencana banjir di Aceh Utara.

Selain itu juga ingin diketahui seberapa besar pengaruh hubungan perubahan

tataguna lahan dan partisipasi masyarakat terhadap banjir di Aceh Utara.

Pasca bencana tsunami di Provinsi Aceh, berbagai bantuan datang dari

dalam dan luar negeri dan para donatur menyalurkan dananya melalui NGO (Non

Government Organization) dalam bentuk bantuan secara komunitas maupun

perorangan khususnya bantuan langsung membuat masyarakat menjadi manja dan

malas sehingga terjadi perubahan budaya yang berakibat kepada masyarakat

menjadi kurang peduli terhadap nilai kegotongroyongan serta aspek lainnya yang

diperlukan untuk menjaga lingkungan. Disamping itu volume sampah rumah

tangga dan sejumlah pusat pasar yang ada di Aceh Utara mencapai 250 ton/hari.

Tingginya produksi sampah itu membuat penanganan kebersihan di daerah ini

Universitas Sumatera Utara

belum maksimal. Menurut Dinas Kebersihan Pasar dan Pertamanan Aceh Utara,

kurang lebih 5 ton/hari dibuang ke sungai dan saluran, hal ini menunjukkan

bahwa rendahnya partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan sungai dan

saluran drainase sehingga menyebabkan penyempitan aliran dan pada saat

terjadinya hujan air meluap dari sungai dan saluran secara berlebihan. Masalah

banjir dapat dipastikan selalu muncul pada setiap tahun dan selalu menjadi pusat

perhatian masyarakat, namun demikian beberapa istilah, pengertian dan

pemahaman yang menyangkut banjir, masalah banjir dan upaya untuk

mengatasinya yang telah populer dan beredar luas di masyarakat, media masa,

maupun di lingkungan aparatur pemerintah sendiri sampai saat ini tampaknya

masih rancu. Kerancuan dan ketidak seragaman pengertian dan pemahaman

terhadap masalah ini berdampak kurang kondusif terhadap upaya mengatasi

masalah banjir. Dampak tersebut antara lain dapat berupa kesalahan dalam

menetapkan kebijakan, strategi dan upaya yang dilakukan, serta kurangnya

kepedulian dan peran serta masyarakat dalam mengatasi masalah banjir. Sebagian

besar masyarakat pada saat ini masih beranggapan bahwa upaya mengatasi

masalah banjir adalah merupakan kewenangan dan tanggung jawab pemerintah

sepenuhnya, demikian pula dengan adanya pemahaman yang tidak tepat terhadap

kinerja sistem pengendali banjir, yang menganggap bahwa begitu sistem

pengendali banjir selesai dibangun maka masalah banjir pasti atau harus hilang

dan apabila ternyata masih terjadi maka dianggap ada sesuatu yang tidak beres.

Rendahnya partisipasi masyarakat juga disebabkan kurangnya kesempatan yang

Universitas Sumatera Utara

diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat baik secara kelembagaan apalagi

secara individual.

Pada tahun 2011 menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah

(BPBD) Aceh Utara jumlah kejadian bencana sangat tinggi di setiap kecamatan.

Kejadian yang sangat dominan adalah kejadian pada dataran rendah seperti pada

kecamatan Seuneudon 1 kali kejadian, kecamatan baktiya 3 kali kejadian,

kecamatan Lhoksukon 4 kali kejadian, kecamatan Matangkuli 4 kali kejadian,

kecamatan Pirak Timu 1 kali kejadian, kecamatan Paya Bakong 1 kali kejadian,

kecamatan Tanah Luas 1 kali kejadian, kecamatan Tanah Pasir 3 kali kejadian,

kecamatan Simpang Keramat 1 kali kejadian. Jumlah kejadian banjir yang

dominan terjadi pada kecamatan Baktiya, Lhoksukon, Matang Kuli, Tanah Pasir

dan Baktiya Barat. Selama tahun 2012 kondisi sampai bulan Agustus 2012

tercatat sudah 6 kali terjadi kejadian banjir dengan tinggi genangan rata-rata 50

sampai 100 cm. Kecamatan Matangkuli mengalami 4 kali kejadian, kecamatan

Lhoksukon mengalami 3 kali kejadian, kecamatan Baktiya 3 kali kejadian,

kecamatan Baktiya Barat 2 kali kejadian.

Secara teknis, kelebihan air yang mengakibatkan banjir ini diperkirakan

juga penyebabnya adalah kapasitas penampang palung sungai untuk melewatkan

aliran sungai jauh lebih kecil dibandingkan dengan besarnya debit sungai yang

mengalir. Selain itu bentuk sungai Krueng Keureuto yang berliku-liku (meander)

menyebabkan kecepatan aliran relatif rendah untuk mengalirkan debit banjir

sehingga menimbulkan genangan di kiri kanan sungai. Dari sisi penggunaan

tataguna lahan, banjir sungai Krueng Keureuto juga disebabkan karena perubahan

Universitas Sumatera Utara

sebagian hutan pada tataguna lahan menjadi lahan pertanian dan pemukiman

sehingga penyerapan air hujan ke dalam tanah menjadi kecil dan sebaliknya

limpasan menjadi lebih besar. Akibat terjadinya banjir setiap tahun di kota

Lhoksukon yang akan berdampak pada sosial ekonomi masyarakat dan

menimbulkan kerugian yang besar, hal ini juga berdampak kepada aspek ekonomi

secara kabupaten menyeluruh dan perlu penanganan yang tepat dalam mengatasi

banjir di kota Lhoksukon.

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan menggambarkan bahwa

tataguna lahan khususnya hutan dan kebun sangat berpengaruh terhadap

penyangga air dan apabila daya sangga air tersebut kurang maka dapat

mengakibatkan terjadi banjir (Talaohu et al, 2006). Pada sisi lain dinyatakan

bahwa terjadi peningkatan kebutuhan lahan oleh penduduk menyebabkan

perubahan tataguna lahan. Pemerintah telah melakukan upaya mengatasi banjir

dengan pembuatan tanggul, larangan membuang sampah ke sungai dan

sebagainya namun belum mampu mengatasi banjir (Murdiono, 2007).

Penelitian lainya dinyatakan bahwa penanggulangan banjir secara

struktural, hanya bersifat solusi jangka pendek. Upaya struktural harus dibarengi

dengan upaya non struktural yang bersifat jangka panjang, seperti pengelolaan

DAS, penyuluhan masyarakat tentang banjir, upaya penyelamatan diri terhadap

banjir dan sebagainya. (Murdiono,2007). Penyelesaian masalah banjir dengan

membangun infrastruktur yang memadai cenderung membutuhkan anggaran/biaya

yang tidak sedikit, sementara kemampuan pemerintah daerah dalam menyediakan

anggaran sangat terbatas dan minim, hal ini dapat dimaklumi mengingat bahwa

Universitas Sumatera Utara

pemerintah harus membangun berbagai aspek, tidak hanya kebutuhan

infrastruktur pengendali banjir. Untuk itu perlu adanya suatu upaya mereduksi

banjir melalui aspek non struktural dengan penyusunan ruang (spatial) yang

optimal dengan pengaturan tataguna lahan dan melibatkan partisipasi masyarakat

sebagai stake holders. Upaya ini dapat membantu mereduksi banjir dan dampak

akibat banjir tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah kontradiksi antara kebutuhan

lahan untuk pengembangan pembangunan wilayah dengan kebutuhan lahan yang

mampu menjadi penyangga air dalam upaya meminimalkan debit pada saat

intensitas hujan tinggi. Untuk mengatasinya perlu suatu perencanaan optimasi

tataguna lahan agar kedua kebutuhan tersebut dapat terpenuhi namun juga dapat

mereduksi kelebihan air yang akan berakibat banjir. Disamping itu perlu

dilakukan upaya partisipasi masyarakat sebagai salah satu stakeholders dalam

melakukan tindakan preventif terhadap bencana banjir termasuk pelibatan

masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air.

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah untuk menjawab hal-hal

sebagai berikut:

1. Seberapa besar tataguna lahan berpengaruh terhadap terjadinya banjir

2. Seberapa besar partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap terjadinya

banjir

Universitas Sumatera Utara

3. Seberapa besar tataguna lahan dan partisipasi masyarakat berpengaruh

terhadap terjadinya banjir

4. Seberapa besar partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap pengendalian

banjir

5. Seberapa besar partisipasi masyarakat dan pengendalian banjir

berpengaruh terhadap banjir

6. Seberapa besar pengendalian banjir berpengaruh terhadap banjir

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai upaya pengendalian banjir

melalui upaya non structural dengan mengatur tataguna lahan serta meningkatkan

peran aktif masyarakat baik secara individu maupun secara kelompok sehingga

nantinya dapat menjadi rekomendasi bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan

pembangunan wilayah. Berdasarkan perumusan masalah di atas maka dapat

ditentukan tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis dan mengkaji seberapa besar pengaruh tataguna lahan

terhadap terjadinya banjir

2. Untuk menganalisis dan mengkaji seberapa besar pengaruh partisipasi

masyarakat terhadap terjadinya banjir

3. Untuk menganalisis dan mengkaji seberapa besar pengaruh tataguna lahan

dengan partisipasi masyarakat terhadap terjadinya banjir

4. Untuk menganalisis dan mengkaji seberapa besar pengaruh partisipasi

masyarakat terhadap pengendalian banjir

Universitas Sumatera Utara

5. Untuk menganalisis dan mengkaji seberapa besar pengaruh partisipasi

masyarakat dengan pengendalian banjir terhadap terjadinya banjir

6. Untuk menganalisis dan mengkaji seberapa besar pengaruh pengendalian

banjir terhadap terjadinya banjir

1.4 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini nantinya akan memberikan beberapa manfaat

seperti dijelaskan berikut ini:

1. Dengan mengetahui pengaruh perubahan tataguna lahan terhadap

terjadinya banjir sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah

dalam menyusun regulasi terhadap penggunaan lahan atau penyusunan

Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) termasuk dalam mengatur

perizinan penggunaan lahan

2. Dengan mengetahui pengaruh partisipasi masyarakat terhadap terjadinya

banjir sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam

mengakomodir dan memberi ruang bagi masyarakat untuk berperan

sebagai mitra dalam penanganan bencana banjir

3. Dengan mengetahui pengaruh perubahan tataguna lahan dan partisipasi

masyarakat terhadap terjadinya banjir sebagai bahan pertimbangan bagi

pemerintah daerah dalam menyusun perencanaan pembangunan yang lebih

efektif dengan mengkombinasikan upaya struktural dengan non struktural

4. Dengan mengetahui pengaruh partisipasi masyarakat terhadap

pengendalian banjir sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah

Universitas Sumatera Utara

dalam menyusun manajemen pengelolaan banjir dengan melibatkan

masyarakat

5. Dengan mengetahui pengaruh partisipasi masyarakat dan pengendalian

banjir terhadap kejadian banjir sebagai bahan pertimbangan bagi

pemerintah daerah dalam strategi pelibatan masyarakat dalam pengelolaan

infrastruktur banjir

6. Dengan mengetahui pengaruh pengendalian banjir terhadap banjir sebagai

bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam mempersiapkan

strategi pengendalian banjir termasuk dengan strategi kesiagaan dalam

bencana banjir

Universitas Sumatera Utara