bab i pendahuluan 1.1. latar belakang...

18
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam penyelenggaraan pemerintahan tentunya tidak selalu berjalan sebagaimana mestinya dan banyak menemui kendala yang membuat laju pemerintahan menjadi tertunda. Dengan banyaknya kendala hal ini tentunya akan sangat banyak menyebabkan kerugian baik material atupun spiritual baik pada masyarakat dan pemerintah itu sendiri. Kecenderungan itu terjadi karena masyarakat masih diposisikan sebagai pihak yang melayani bukan yang dilayani dan seharusnya pelayanan publik diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik 1 . Selama ini, pemerintah sebenarnya juga selalu mengumandangkan bahwa aparatur pemerintah adalah merupakan abdi masyarakat. Sebagai abdi masyarakat, sudah jelas bahwa tugas utama dari aparatur pemerintah yaitu memberikan kualitas pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Dalam rangka untuk memberikan kualitas pelayanan yang terbaik dari aparatur pemerintah, maka pemerintah menerbitkan Undang Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Terwujudnya pelayanan publik yang 1 Agus Kurnian, Transformasi Pelayanan Publik, Yogyakarta:Pembaharuan, 2005, hal. 10

Upload: phungphuc

Post on 17-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam penyelenggaraan pemerintahan tentunya tidak selalu berjalan

sebagaimana mestinya dan banyak menemui kendala yang membuat laju

pemerintahan menjadi tertunda. Dengan banyaknya kendala hal ini tentunya

akan sangat banyak menyebabkan kerugian baik material atupun spiritual

baik pada masyarakat dan pemerintah itu sendiri. Kecenderungan itu terjadi

karena masyarakat masih diposisikan sebagai pihak yang melayani bukan

yang dilayani dan seharusnya pelayanan publik diartikan sebagai setiap

kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang

memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau

kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada

suatu produk secara fisik1 .

Selama ini, pemerintah sebenarnya juga selalu mengumandangkan

bahwa aparatur pemerintah adalah merupakan abdi masyarakat. Sebagai abdi

masyarakat, sudah jelas bahwa tugas utama dari aparatur pemerintah yaitu

memberikan kualitas pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Dalam

rangka untuk memberikan kualitas pelayanan yang terbaik dari aparatur

pemerintah, maka pemerintah menerbitkan Undang Undang No. 25 Tahun

2009 tentang Pelayanan Publik. Terwujudnya pelayanan publik yang

1 Agus Kurnian, Transformasi Pelayanan Publik, Yogyakarta:Pembaharuan, 2005, hal. 10

berkualitas merupakan salah satu ciri dari pemerintah yang baik (Good

Governance) sebagai tujuan dari pendayagunaan aparatur negara.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 mengenai pelayanan publik

mengatur tentang prinsip-prinsip pemerintahan yang baik yang merupakan

efektifitas fungsi-fungsi pemerintahan itu sendiri. Pelayanan publik yang

dilakukan oleh pemerintahan atau koporasi yang efektif dapat memperkuat

demokrasi dan hak asasi manusia, mempromosikan kemakmuran ekonomi,

kohesi sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan

lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam, memperdalam

kepercayaan pada pemerintahan dan administrasi publik2.

Ada banyak penjelasan yang bisa digunakan untuk memahami mengapa

pemerintah dan birokrasinya gagal mengembangkan kinerja pelayanan yang

baik. Dengan menggunakan metafora biologi, Osborn dan Plastrik (1998)

menjelaskan lima DNA, kode genetika, dalam tubuh birokrasi dan pemerintah

yang mempengaruhi kapasitas dan perilakunya. Sikap dan perilaku dari suatu

birokrasi dan pemerintah dalam menyelengarakan pelayanan publik akan

sangat ditentukan oleh bagaimana kelima DNA dari birokrasi itu dikelola,

yaitu misi (purpose), akuntabilitas, konsekuensi, kekuasaan dan budaya.

Kelima sistem DNA ini akan saling mempengaruhi satu sama lainnya dalam

membentuk perilaku birokrasi publik. Pengelolaan dari kelima sistem

kehidupan birokrasi ini akan menentukan kualitas sistem pelayanan publik3.

2 Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik3 Osborn dan Plastrik, Lima DNA, Kode Genetika, dalamTubuh Birokrasi dan Pemerintah yangMempengaruhi Kapasitas dan Perilakunya, 1998, hal. 5

Pelayanan publik dikembangkan berdasarkan client yaitu mendudukan

diri bahwa warga negaralah yang membutuhkan pelayanan, membutuhkan

bantuan birokrasi. Sehingga pelayanan yang dikembangkan adalah pelayanan

yang independen dan menciptakan dependensi bagi warga negara dalam

urusannya sebagai warga negara. Warga negara atau masyarakat dianggap

sebagai follower dalam setiap kebijakan, program atau pelayanan publik.

Masyarakat dianggap sebagai makhluk yang “manut“, selalu menerima setiap

aktivitas birokrasi, padahal terkadang pemerintah melakukan aktivitas yang

“tidak selalu menguntungkan bagi masyarakat“4.

Satu hal yang hingga saat ini seringkali masih menjadi masalah dalam

kaitannya dalam hubungan antar rakyat dan pemerintah di daerah adalah

dalam bidang public service (pelayanan umum), terutama dalam hal kualitas

atau mutu pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat. Pemerintah

sebagai service provider (penyedia jasa) bagi masyarakat dituntut untuk

memberikan pelayanan yang semakin berkualitas. Apalagi dalam menghadapi

kompetisi di era globalisasi, kualitas dan pelayanan aparatur pemerintah akan

semakin ditantang untuk semakin optimal dan mampu menjawab tuntutan

yang semakin tinggi dari masyarakat, baik dari segi kualitas maupun dari segi

kuantitas pelayanan.

Aparat birokrasi memang sangat diharapkan memiliki jiwa pengabdian

dan pelayanan kepada masyarakat. Dan yang diandalkan mampu mengubah

4 Duiyanto, Agus , Melakukan Good Coorporate Governance Melalui Pelayanan Publik, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press

citra "minta dilayani", menjadi "melayani"5. Penilaian terhadap kualitas

pelayanan bukan didasarkan atas pengakuan atau penilaian dari pemberi

pelayanan, tetapi diberikan oleh pelanggan atau pihak yang menerima

pelayanan. Salahsatu indikator kualitas pelayanan adalah client satisfaction

and perceptions, misalnya ditunjukkan dengan ada tidaknya keluhan dari

pengguna jasa pelayanan. Hasil dari pengukuran kualitas akan menjadi

landasan dalam membuat kebijakan perbaikan kualitas secara keseluruhan.

Tugas pokok Pemerintah pada hakekatnya adalah memberikan

pelayanan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

masyarakat. Demikian juga dengan Pemerintahan Kecamatan yang

merupakan ujung tombak pertama dalam pemberian pelayanan kepada

masyarakat. Dalam melayani masyarakat, Pemerintah Kecamatan juga tidak

terlepas dari permasalahan yang berkenaan dengan kondisi pelayanan yang

relatif belum memuaskan. Hal ini terutama berkaitan dengan baik buruknya

sumber daya aparatur pemerintah yang professional.

Salah satu kerja birokrasi dapat dilihat dari bagaimana birokrasi

tersebut dalam hal ini Kecamatan bekerja sama dengan Kelurahan

melaksanakan tugasnya dalam mengeluarkan Kartu Tanda Penduduk (KTP)

bagi masyarakat. Dalam hal ini Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan

Sipil Kota Salatiga birokrasi yang memiliki tugas kewenangan dibidang

pelayanan publik antara lain registrasi KTP dan Kartu Keluarga (KK). KTP

merupakan suatu hal yang dekat dengan masyarakat dan dapat dikatakan

5 Mulyadi, 2007, Studi tentang Pelayanan Pembuatan KTP Elektronik di Kantor Kecamatan

pembuatan KTP ini pelayanan dasar pemerintah kepada masyarakatnya, KTP

meski kelihatannya sepele tetapi merupakan unsur penting dalam administrasi

kependudukan. Alasannya adalah karena menyangkut masalah legitimasi

seseorang dalam eksistensinya sebagai penduduk dalam suatu wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan sesuai dengan UU Nomor 23

Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan pasal 63 ayat (1) yang

berbunyi penduduk WNI dan orang asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap

yang telah berumur 17 tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib

memiliki KTP6.

Dari data yang diperoleh dari kantor Dinas Kependudukan dan Catatan

Sipil Kota Salatiga tata cara pembuatan atau perpanjangan KTP adalah harus

membawa pengantar RT mengetahui RW setempat yang diajukan ke

desa/kelurahan, persyaratan surat pengantar dari Kelurahan dan pas photo,

pengesahan dari kelurahan, pengesahan dari kecamatan kemudian ke Catatan

Sipil (apabila Kecamatan mengalami kendala dalam penerbitan KTP)7.

Melalui prosedur dan persyaratan seseorang berhak memiliki KTP,

namun kenyataannya masih banyak yang telah memenuhi syarat tetapi belum

mempunyai KTP dari data kependudukan yang diperoleh dari Kantor

Kecamatan Grobogan. Adapun jumlah perbedaan tersebut, kemungkinan

disebabkan oleh lambannya aparatur serta berbelit-belitnya proses yang

dilalui dalam pengurusan KTP tersebut, serta kurangnya informasi yang

6 Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan7 Hasil Wawancara dengan Ibu Afif Zufroningdyah, SH., MH. selaku Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Salatiga

diberikan kepada masyarakat mengenai besarnya biaya dalam pengurusan

KTP, ataupun kalau biaya dalam pembuatan KTP tadi sudah ditetapkan

dalam pengumuman Perda, namun dalam realisasinya biaya pembuatan KTP

sering berbeda dengan apa yang tercantum dalam peraturan. Hal ini bisa saja

disebabkan karena kesalahan faktor minimnya dukungan fasilitas pengadaan

atau fasilitas kerja pemerintah. Akibat hal-hal tersebut diatas harus diakui

secara perlahan-lahan akan mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat

terhadap kemampuan dan kinerja pemerintah. Untuk menghempang hal

tersebut, maka pemerintah harus lebih responsive dan akuntabel guna

memberikan pelayanan yang prima dan dapat memuaskan masyarakat.

Skripsi yang penulis susun berjudul “Implementasi Pelayanan Publik

pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Salatiga dalam Pembuatan

e-KTP“. Dalam skripsi ini permasalahan utama yang akan dibahas adalah

pelayanan publik apa saja yang diberikan oleh pemerintah Kota Salatiga

kepada masyarakat dan kendala – kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan

program pembuatan e-KTP.

Program e–KTP merupakan program Nasional dimana dalam

pelaksanaannya pemerintah pusat menugaskan secara penuh kepada

pemerintahan daerah. Seperti halnya implementasi kebijakan publik pada

umumnya diserahkan kepada lembaga lembaga pemerintahan dalam berbagai

jenjangnya hingga jenjang pemerintahan yang terendah. Di samping itu,

setiap pelaksanaan kebijaksanaan publik masih memerlukan pembentukan

kebijaksanaan dalam wujud peraturan perundang undangan. Hal ini tentunya

dilandasi dengan Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah pasal 1 ayat 9 yang berbunyi : Tugas Pembantuan

adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan atau desa dari

pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari

pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu8.

Sehingga pelayanan publik yang belum terlayani tersebut merupakan suatu

hal yang belum sesuai dengan Undang – Undang No. 25 tahun 2009 tentang

pelayanan publik. Secara tertulis dan sah pelayanan publik sudah diatur dalam

Undang – Undang No. 25 Tahun 2009.

Dalam pelaksanaan pelayanan publik untuk program pembuatan E-

KTP penulis dapat menjadikan Undang – Undang No. 25 Th. 2009 tentang

Pelayanan Publik sebagai acuan untuk menganalisa keberhasilan program

pemerintah dalam pembuatan E-KTP. Sesuai pengertian di atas, maka

pelayanan publik dalam pelaksanaan Program E-KTP di Salatiga harus sesuai

dengan peraturan yang telah diatur oleh UU No. 23 Tahun 2006 tentang

Administrasi Kependudukan9. Keppres No. 67 Tahun 2009 tentang Penerapan

Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan secara

Nasional10; Perpres No. 26 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Keppres No.

67 Tahun 2009 tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor

8 Undang Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah9 UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan10 Keppres No. 67 Tahun 2009 tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan secara Nasional

Induk Kependudukan secara Nasional11 dan Perpres No. 67 Tahun 2011

tentang Perubahan Kedua atas Keppres No. 67 Tahun 2009 tentang Penerapan

Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan secara

Nasional12.

Sesuai dengan peraturan perundang-undangan tersebut pemerintah

pusat bertanggung jawab memastikan ketersediaan data administrasi

kependudukan yang diwujudkan dalam bentuk penerbitan dokumen Kartu

Tanda Penduduk. Terkait dengan itu pemerintah pusat mencanangkan satu

kebijakan tentang Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk

Kependudukan secara Nasional yang lebih dikenal dengan sebutan E-KTP

(dokumen kependudukan yang memuat sistem keamanan atau pengendalian

baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada

database kependudukan secara nasional). Dalam rangka keberhasilan

pelaksanaan kebijakan ini maka pemerintah daerah melaksanakan perekaman

data dalam rangka E-KTP.

Dalam penelitian ini penulis tertarik untuk membahas permasalahan

yang lebih spesifik tentang bentuk – bentuk pelayanan apa saja yang

diberikan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil kepada masyarakat

dan kendala–kendala yang dihadapi dalam program pembuatan E-KTP, di

mana mengingat di Indonesia ada Hukum Administrasi Negara, hukum yang

menguji Hubungan Hukum Istimewa (antara yang diperintah yaitu warga

11 Perpres No. 26 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Keppres No. 67 Tahun 2009 tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan secara Nasional12 Perpres No. 67 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Keppres No. 67 Tahun 2009 tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan secara Nasional

Negara dengan yang memerintah yaitu Administrasi Negara atau Aparatur

Pemerintah) yang memungkinkan para pejabat melakukan tugas khususnya.

Dalam kaitan dengan hal tersebut, penulis akan menganalisanya

dengan dasar hukum layanan publik yaitu Undang – Undang No. 25 Tahun

2009 tentang Pelayanan Publik, apakah pelayanan publik yang diberikan

kepada masyarakat sudah sesuai atau menyimpang dari Undang – Undang

yang mengatur pelayanan publik tersebut13. Terkait dengan itu maka

selanjutnya penulis akan memaparkan permasalahan yang timbul dalam

pelaksanaan Program e-KTP di Salatiga yang penulis kualifikasikan sebagai

pencapaian pelayanan publik. Salatiga merupakan salah satu dari delapan

kota dan kabupaten di Jawa Tengah yang menjadi percontohan awal

penerapan e-KTP.

Pada hari selasa tanggal 13 Juni 2011 yaitu Dinas Kependudukan dan

Catatan Sipil pemerintah Kota Salatiga telah melaksanakan Sosialisasi

pertama untuk pelaksanaan program e- KTP di ruang sidang II Komplek

Balai Kota Salatiga dan diikuti oleh satuan kerja perangkat daerah.

Sosialisasi tersebut kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan sosialisasi di

tingkat kelurahan yang telah melibatkan perangkat RT dan RW diseluruh

wilayah kelurahan tersebut, yang nantinya dilanjutkan untuk disosialisasikan

di wilayah RT dan RW masing - masing. Dengan pelaksanaan sosialisasi

sebagai tahap awal program e-KTP diharapkan dapat meningkatkan

pengetahuan warga mengenai pelaksanaan program e-KTP dan nantinya

13 Undang Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

dapat disebarluaskan kepada masyarakat mengenai program e-KTP

tersebut14.

Dengan berbagai persiapan dari mulai pendataan dan pembuatan

undangan bagi warga masyarakat telah dilaksanakan oleh pemerintah Kota

Salatiga maka pada hari Selasa tanggal 13 September 2011 pelaksanaan

program e-KTP dimulai untuk pertama kalinya. Pelaksanaan program e-KTP

ini dimulai dengan mengundang warga masyarakat untuk pertama kalinya

melaksanakan rekap data yang dimulai dengan memuat rekam sidik jari, iris

mata dan tanda tangan penduduk bagi setiap warga dan tahap awal dimulai

dari warga atau penduduk yang menetap dan tinggal berdekatan dengan

Kantor Kecamatan.

Dengan datangnya masyarakat ke program pemerintah tersebut maka

masyarakat telah memenuhi kewajiban publik, dimana Kewajiban Publik

adalah yang berkorelasi dengan hak hak publik, seperti kewajiban untuk

mematuhi Hukum Pidana. Akan tetapi dalam pelaksanaan tahap pertama,

rekam data penduduk tidak dapat dilaksanakan secara keseluruhan tetapi

dilaksanakan secara bertahap, hal ini juga mengingat staf yang memberi

palayanan rekam data dan alat rekam datanya sangat terbatas.

Karena menghadapi beberapa kendala yang diantaranya adalah

keterbatasan alat dan tenaga rekam dan juga kerusakan alat maka pelaksanaan

rekam data yang dilaksanakan tahap pertama tidak dapat terselesaikan secara

tuntas 100% hingga akhir tahun 2011. Dari 4 (empat) kecamatan hanya

14 Hasil Wawancara dengan Ibu Afif Zufroningdyah, SH., MH. selaku Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Salatiga, Rabu, 21 Juni 2013.

kecamatan Sidomukti yang dapat melaksanakan bisa sampai selesai

100%, tetapi secara rata – rata pelaksanaan tahap pertama rekam data

penduduk untuk program e-KTP di Kota Salatiga hanya dapat terselesaikan

sekitar 70 % saja. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Salatiga pada

akhir Desember 2011 telah melakukan pengecekan di Kementrian Dalam

Negeri untuk mengklarifikasi hal itu, karena pemerintah pusat akan

memberlakukan secara nasional penggunaan e-KTP pada awal tahun 2012.

Berdasarkan instruksi dari pemerintah pusat yang telah memutuskan

akan memberlakukan penggunaan e-KTP secara nasional pada awal tahun

2012, tentunya membuat Dinas Kependudukan segera menyelesaikan

pekerjaannya dalam merekam data e-KTP. Pada kenyataannya pada bulan

Juli 2012 tepatnya tanggal 6 Juli 2012, Disdukcapil Kota Salatiga baru selesai

menyerahkan e-KTP kepada warga Kota Salatiga, dengan target pemenuhan

pendistribusian dilakukan secara bertahap dan diharapkan dalam waktu satu

bulan dapat terselesaikan.

Dengan berbagai kendala yang dihadapi pemerintah masih ditemukan

kesalahan dalam cetak kepingan e-KTP adalah sekitar 1.502 keping yang

masih harus revisi, dan revisi tersebut kebanyakan karena adanya kesalahan

penulisan nama, tanggal lahir dan masih banyak hal. Berdasarkan uraian di

atas maka penulis dalam penelitian ini berpendapat bahwa tindakan pelayanan

publik dalam rangka pelaksanaan program e- KTP harus dilakukan sesuai

hukum. Implementasi pelayanan publik didasari dengan Undang–Undang No.

25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Tentunya undang–undang tersebut disusun untuk memberikan

kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan penyelenggaraan

dalam pelayanan publik. Kepastian Hukum adalah terjaminnya hak dan

kewajiban dalam pelayanan publik. Dalam penerapan Undang–Undang No.25

Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik tentunya harus berdasarkan asas – asas

yang berlaku dalam undang–undang tersebut, yaitu : asas kepentingan umum,

kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban,

keprofesionalan, parsitisipatif, persamaan perlakuan, keterbukaan,

akuntabilitas, fasilitas / perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan

waktu, kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan. .

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,

maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana implementasi Pelayanan Publik dari Dinas Kependudukan dan

Catatan Sipil Kota Salatiga terhadap masyarakat dalam pelaksanaan

program e-KTP?

2. Apa saja kendala – kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program e-

KTP apabila dikaitkan dengan Undang – Undang No. 25 Tahun 2009

tentang pelayanan publik?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka

tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui implementasi pelayanan publik dari Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Salatiga terhadap masyarakat

dalam pelaksanaan program e-KTP.

2. Untuk mengetahui kendala – kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan

program e-KTP apabila dikaitkan dengan Undang – Undang No. 25

Tahun 2009 tentang pelayanan publik

1.4. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini, diharapkan dapat memberikan kegunaan dan

manfaat sebagai berikut :

1. Kegunaan teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada

masyarakat tentang Hukum Pelayanan Publik yang tertuang pada Undang

– Undang No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, sehingga terwujud

sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas–

asas pemerintahan dan korporasi yang baik yaitu dalam program

pembuatan e-KTP.

2. Kegunaan praktis

a. Memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi

masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik sebagai

implementasi palayanan publik dalam pelaksanaan program pemerintah

untuk pembuatan e-KTP oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

Kota Salatiga.

b. Memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat untuk lebih

dapat mengerti dan memahami hak–hak, tanggung jawab dan kewajiban

masyarakat dalam rangka pelaksanaan program pemerintah untuk

pembuatan e-KTP.

1.5. Metode Penelitian

a. Jenis Pendekatan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis.

Penelitian yuridis sosiologis adalah jenis penelitian berupa studi–studi

empiris untuk menemukan teori–teori mengenai proses terjadinya dan

mengenai proses bekerjanya hukum di Indonesia15. Dalam penelitian ini,

penelitian yuridis sosiologis digunakan untuk menjelaskan mengenai

bagaimana penerapan pembuatan e–KTP di Kantor Dukcapil Salatiga.

b. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, berangkat dari rumusan masalah dan disesuaikan

dengan tujuan yang ingin dicapai, maka jenis penelitian ini menggunakan

jenis atau metode penelitian kualitatif. Model penelitian kualitatif ini

biasanya digunakan dalam pengamatan dan penelitian sosial. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian sosial

yang berusaha mendekati kenyataan sosial secara empirik dari dalam

sebagai rangkaian proses sosial yang saling membentuk kenyataan dengan

menghasilkan data-data deskriptif berupa kata-kata, gambaran dan catatan

dalam tampilan yang apa adanya.

15 Arikunto, 2007, Metodologi Penelitian, Jakarta Rineka Cipta

c. Sumber Data

Data merupakan bagian yang sangat penting bagi penelitian karena

ketepatan memilih dan menentukan sumber data akan menunjukkan

ketepatan dan kekayaan data dan informasi yang diperoleh. Data atau

informasi yang paling penting untuk dikumpulkan dan dikaji dalam

penelitian ini berupa data kualitatif yang dapat digolongkan menurut asal

sumbernya, yaitu:

1. Data Primer

Menurut Arikunto, data primer adalah data yang langsung diperoleh

dari data pertama di lokasi penelitian atau obyek penelitian16. Untuk

memperoleh data tersebut, penulis melakukan wawancara, yaitu tanya

jawab secara langsung dengan pihak terkait. Dalam hal ini wawancara

dilakukan dengan pihak Dukcapil Kota Salatiga. Sumber data juga

diperoleh dari kuesioner yang disebarkan kepada masyarakat Salatiga

sebagai penerima pelayanan yang dapat merasakan kelebihan dan

kekurangan dari pelayanan Dukcapil Kota Salatiga.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan untuk mendukung

dan melengkapi data primer yang berkenaan dengan penelitian. Data

sekunder diperoleh melalui pemanfaatan sumber data yang tersedia

seperti dokumen, arsip, dan buku pedoman serta literatur yang terkait

dengan penelitian ini. Data sekunder yang diperoleh dari penelitian ini

16 Arikunto, 2007, Metodologi Penelitian, Jakarta Rineka Cipta

adalah data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota

Salatiga berupa Renstra Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

Kota Salatiga tahun 2011-201617, Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia No.96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang

No.25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik18 dan Undang-Undang

No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah19 serta data-data yang

berasal dari artikel-artikel dan karya ilmiah yang dipublikasikan di

internet maupun di Perpustakaan UKSW serta berbagai literatur yang

berkaitan dengan kinerja Pelayanan Publik dalam pembuatan e-KTP.

d. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan bentuk penelitian dan jenis datayang digunakan maka

pengumpulan data dilakukan dengan teknik interaktif melalui proses

wawancara dan teknik non interaktif yang dilakukan dengan mencatat

dokumen/arsip.

1. Wawancara

Wawancara adalah suatu kegiatan pengumpulan data dengan cara

melakukan tanya jawab dengan narasumber. Wawancara biasanya

dilakukan secara mendalam, agar informasi yang diperoleh lebih

terinci. Adapun wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah

dengan pegawai di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota

17 Renstra Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Salatiga tahun 2011-201618 Peratuan Pemerintah Republik Indonesia No. 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik19 Undang Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Salatiga dan masyarakat yang secara terperinci telah dijelaskan dalam

data primer tersebut di atas.

2. Observasi

Observasi adalah melakukan pengamatan secara langsung ke objek

penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan. Data yang

didapat melalui observasi berupa kegiatan, perilaku, tindakan orang-

orang serta juga keseluruhan kemungkinan interaksi interpersonal, dan

proses penataan yang merupakan bagian dari pengalaman manusia

yang dapat diamati.

Dalam observasi ini, peneliti melakukan pengamatan yang

dilaksanakan secara langsung bersamaan dengan dilakukannya

wawancara. Observasi dilakukan untuk mengetahui bagaimana kinerja

dari pegawai dalam menerbitkan dokumen kependudukan. Kegiatan

tersebut dilakukan untuk memberi gambaran mengenai

karakteristiknya secara keseluruhan dan mengenai perilaku atau

ekspresi yang terjadi pada saat suatu pertanyaan tertentu ditanyakan,

dan bahkan untuk menyatakan gaya narasumber dalam menanggapi

pertanyaan tersebut.

3. Telaah Dokumen

Telaah dokumen adalah teknik pengumpulan data dengan cara

menelaah dan mempelajari buku-buku, dokumen-dokumen resmi, dan

arsip-arsip dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota

Salatiga yang berkaitan dengan pelaksanaan penerbitan dokumen.

Teknik pengumpulan data ini digunakan untuk mendukung dan

melengkapi data yang telah terkumpul dari beberapa teknik penggalian

data sebelumnya.