bab i pendahuluan 1.1 latar belakang masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/bab i.pdf · baju-baju...

40
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap harinya manusia mengenakan benda berupa kain yang melekat pada tubuh dan berfungsi untuk melindungi serta menutupi tubuh, seperti kaki menggunakan sepatu atau sandal untuk melindungi dari benda tajam dan kotoran, kepala menggunakan topi untuk melindungi dari panas dan sinar matahari, serta baju, celana, atau rok sebagai pelindung tubuh dari panas dan dinginnya cuaca. Serta aksesoris seperti gelang dan jam tangan yang dipakai di pergelangan tangan, atau kalung sebagai penghias yang digunakan di leher. Benda-benda tersebut bisa kita sebut dengan istilah pakaian. Pakaian merupakan salah satu kebutuhan primer yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia disamping kebutuhan lainnya yaitu pangan dan papan. Kebutuhan primer atau kebutuhan pertama adalah kebutuhan yang pemuasannya harus segera dipenuhi agar manusia dapat menjaga kelangsungan hidup dengan baik. Kalau kebutuhan primer tidak segera dipenuhi pemuasannya, kelangsungan hidup manusia bisa terancam 1 . Maka dari itu, kebutuhan primer seseorang menjadi tidak lengkap 1 Deliarnov, Ilmu Pengetahuan Sosial Ekonomi, (Jakarta: Esis, 2006), hlm. 4.

Upload: others

Post on 03-Nov-2020

25 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap harinya manusia mengenakan benda berupa kain yang melekat pada tubuh

dan berfungsi untuk melindungi serta menutupi tubuh, seperti kaki menggunakan

sepatu atau sandal untuk melindungi dari benda tajam dan kotoran, kepala

menggunakan topi untuk melindungi dari panas dan sinar matahari, serta baju, celana,

atau rok sebagai pelindung tubuh dari panas dan dinginnya cuaca. Serta aksesoris

seperti gelang dan jam tangan yang dipakai di pergelangan tangan, atau kalung

sebagai penghias yang digunakan di leher. Benda-benda tersebut bisa kita sebut

dengan istilah pakaian.

Pakaian merupakan salah satu kebutuhan primer yang tidak bisa dilepaskan dari

kehidupan manusia disamping kebutuhan lainnya yaitu pangan dan papan. Kebutuhan

primer atau kebutuhan pertama adalah kebutuhan yang pemuasannya harus segera

dipenuhi agar manusia dapat menjaga kelangsungan hidup dengan baik. Kalau

kebutuhan primer tidak segera dipenuhi pemuasannya, kelangsungan hidup manusia

bisa terancam1. Maka dari itu, kebutuhan primer seseorang menjadi tidak lengkap

1 Deliarnov, Ilmu Pengetahuan Sosial Ekonomi, (Jakarta: Esis, 2006), hlm. 4.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

2

tanpa pakaian. Tanpa pakaian, seseorang mungkin masih dapat hidup, namun tidak

layak.

Dalam dunia pakaian, kita mengenal banyak jenis dari pakaian. Kita dapat

menggolongkannya menjadi tiga bagian. Pertama adalah pakaian baru, pakaian baru

merupakan pakaian yang baru diproduksi dan telah diseleksi kualitasnya kemudian

diperjualbelikan kepada konsumen, sehingga dalam pakaian baru biasanya tidak

terdapat cacat atau kekurangan. Kedua adalah pakaian reject, pakaian reject

merupakan pakaian baru namun terdapat cacat, seperti jahitan yang tidak rapi,

bernoda, salah kancing, atau salah potong. Sedangkan yang ketiga adalah pakaian

bekas. Seperti namanya, pakaian ini adalah pakaian bekas pakai orang lain yang

kemudian diperjualbelikan kembali. Untuk mendapatkan baju dengan kualitas yang

baru, kita bisa mendapatkannya di mall atau department store, karena toko seperti ini

tidak akan menjual pakaian yang tidak baru atau reject. Sedangkan untuk pakaian

reject atau bekas, biasanya didapat dari hasil impor. Kita dapat menemui pakaian

reject atau bekas di pasar-pasar loak. Menurut Damsar2, pasar loak merupakan pasar

yang memperjualbelikan barang-barang loakan, barang bekas, barang rombengan,

atau barang seken.

Seiring dengan kemajuan zaman, berbagai macam model pakaian serta berbagai

cara dalam memakainya berkembang pesat hingga hari ini. Bertambahnya jumlah

penduduk juga menyebabkan kebutuhan akan pakaian ini semakin tinggi, baik dari

2 Damsar, Pengantar Sosiologi Pasar, (Jakarta: Kencana, 2018), hlm. 227.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

3

jumlah maupun dari kualitas pakaian itu sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan

tersebut, maka keberadaan pelaku bisnis pakaian sangat dibutuhkan. Pelaku bisnis

pakaian saat ini sangat banyak sekali jumlahnya dan dapat kita temui dimana saja,

mulai dari kaki lima hingga mall-mall besar. Pakaian yang penjual jajakkan juga

terdiri dari berbagai jenis mulai dari pakaian yang masih baru, pakaian reject hingga

pakaian bekas dengan harga yang murah. Pakaian-pakaian ini dikonsumsi oleh

masyarakat dari berbagai golongan dan tidak menutup kemungkinan jika masyarakat

kelas atas membeli pakaian bekas, dan masyarakat kelas bawah membeli pakaian

yang selalu baru.

Saat ini, banyak menjamur pelaku bisnis baju bekas impor. Sesuai namanya,

baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai

yang kemudian diperjualbelikan kembali dan berasal dari luar negeri atau impor.

Dalam penjualannya baju-baju timbunan ini dikemas dalam karung-karung besar

(bal), baru kemudian dipasarkan, sehingga setiap pembeli dalam partai besar tidak

tahu pasti apa saja isi pakaian didalam bal-bal tersebut, karena dikemas secara acak,

dan tidak dapat dilihat terlebih dahulu. Baju-baju yang dijual di lapak baju bekas

impor juga biasanya berjumlah terbatas atau hanya tersedia sebanyak satu buah saja

sehingga tidak dapat kita temui model-model yang sama.

Ditengah masyarakat yang sangat ingin memiliki barang baru, tren pakaian

terbaru, merk-merk dunia, terdapat segelintir masyarakat yang memilih untuk

mengkonsumsi pakaian bekas, tidak terkecuali masyarakat Indonesia. Hal ini

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

4

dikarenakan pakaian bekas dapat dikatakan merupakan suatu barang simbolis yang

dijadikan solusi bagi para konsumen yang ingin tetap tampil gaya (fashion) dengan

merk terkenal namun harganya murah. Namun, ketika kita mendengar kata pakaian

bekas, pikiran negatif mungkin lebih mendominasi daripada pikiran positif tentang

pakaian bekas. Tidak semua orang mau untuk menggunakan pakaian bekas. Hal ini

tentu ada sebabnya, pakaian bekas diidentikkan dengan pakaian yang tidak layak

pakai, kotor, dan dibuang. Selain itu masyarakat terlanjur beranggapan bahwa hanya

kelas bawah lah yang mengkonsumsi pakaian bekas karena keterbatasan ekonominya.

Oleh karenanya masyarakat kemudian memberi label buruk pada pakaian bekas.

Label yang buruk terhadap pakaian bekas ini tentunya berpengaruh terhadap

pemakainya.

Dalam hal kesehatan misalnya, berdasarkan pengujian yang dilakukan

Kementerian Perdagangan3, pakaian bekas ternyata mengandung beberapa

mikroorganisme yang membahayakan tubuh. Beberapa jenis mikroorganisme yang

dapat bertahan hidup pada pakaian yaitu bakteri Staphylococcus aureus (S.aureus),

bakteri Escherichia coli (E.coli), dan jamur (kapang atau khamir). Berdasarkan hasil

pengujian yang dilakukan, ditemukan sejumlah koloni bakteri dan jamur yang

ditunjukkan oleh parameter pengujian Angka Lempeng Total (ALT) dan kapang pada

semua contoh pakaian bekas yang nilainya cukup tinggi. Kandungan mikroba dan

3 Tim Analisis, Analisis Impor Pakaian Bekas, 2015, Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri,

Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan,

hlm. 25.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

5

jamur ini merupakan bakteri berbahaya yang bisa mengakibatkan gangguan

pencernaan, gatal-gatal, dan infeksi pada saluran kelamin, Dijelaskan pula bahwa

kandungan mikroba pada pakaian bekas memiliki ALT sebesar 216.000 koloni dan

jamur 36.000 koloni. Kandungan mikroba dan jamur ini merupakan bakteri

berbahaya yang bisa mengakibatkan gangguan pencernaan, gatal-gatal, dan infeksi

pada saluran kelamin. Dari pengujian yang dilakukan Kementerian Perdagangan

tersebut dapat diketahui bahwa ternyata dalam pakaian bekas impor terdapat

mikroorganisme yang dapat membahayakan tubuh.

Selain dalam hal kesehatan, terdapat undang-undang yang melarang tentang

impor pakaian bekas. Payung hukum tertinggi tersebut diatur dalam Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan. Dalam UU tersebut, pada Pasal 47 ayat

(1) dan (2) dinyatakan bahwa “Setiap Importir wajib mengimpor Barang dalam

keadaan baru”. “Dalam hal tertentu Menteri dapat menetapkan Barang yang

diimpor dalam keadaan tidak baru”. Namun ternyata pada praktiknya penjualan

pakaian bekas impor ini diperbolehkan dan masih tetap berjalan hingga saat ini.

Salah satu tempat yang saat ini masih melakukan perdagangan pakaian bekas

misalnya adalah Pasar Senen. Pasar yang telah ada sejak zaman kolonial Belanda ini

menyimpan banyak cerita dan sejarah. Pasar yang terletak di Jakarta Pusat (dahulu

Batavia) ini dibangun pada 30 Agustus 1735 oleh tuan tanah yang juga seorang

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

6

arsitek bernama Yustinus Vinck. Kini usianya sudah hampir 3 abad4. Pasar legendaris

ini merupakan pasar tertua di ibukota Jakarta. Sejak dicanangkan pembangunannya

oleh mantan Gubernur Ali Sadikin, Pasar Senen menjadi salah satu pusat

perekonomian di Jakarta. Berbeda dari Tanah Abang, Pasar Senen menjadi salah satu

sentra pakaian bekas di Indonesia. Di pasar ini, barang bekas berupa segala jenis

pakaian sangat melimpah, mulai dari jaket, kaos, kemeja hingga pakaian dalam bekas

tersedia di sini. Para penjualnya umumnya mempunyai trik pemasaran yang unik

mulai dari membuat pantun hingga melabeli pakaian bekas itu pernah digunakan oleh

selebriti. Paling kentara adalah soal merek, pada pedagang di Pasar Senen sudah

mahfum memainkan harga barang branded.

Namun dalam perjalanannya, Pasar Senen berulang kali mengalami perubahan

dan kebakaran. Setidaknya sampai saat ini sudah sembilan kali Pasar Senen

mengalami kebakaran. Kebakaran tersebut menghanguskan sebagian besar kios dan

dagangan mereka yang mengakibatkan para pedagang kehilangan tempat berjualan

dan barang dagangannya. Setelah mengalami beberapa kali kebakaran yang telah

menghanguskan Pasar Senen, sebagian besar pedagang pakaian bekas di Pasar Senen

berusaha mencari tempat lain guna meneruskan usaha mereka. Berbagai

permasalahan pun muncul, mulai dari pedagang yang berjualan di bahu jalan dan

trotoar yang menyalahi aturan sampai kepada turunnya omset yang didapat pedagang

pakaian bekas. Banyaknya pedagang yang berjualan di trotoar berakibat pada

4 Riwayat Pasar Senen dari Masa ke Masa, (https://kumparan.com/kumparannews/riwayat-pasar-

senen-dari-masa-ke-masa, diakses pada 25 Januari 2019).

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

7

kemacetan yang sering terjadi di sekitar tempat mereka berjualan. Selain itu,

keberadaan para pedagang disana membuat kawasan terkesan kumuh. Meski dilarang,

para pedagang yang berjualan di trotoar mengaku sudah sejak awal berjualan disana

dan terbiasa menghindari razia petugas satpol PP.

Dari berbagai permasalahan tersebut, pedagang pakaian bekas dituntut untuk

melakukan berbagai upaya untuk tetap menjaga eksistensi usahanya. Salah satu upaya

yang dapat dilakukan tersebut adalah dengan melakukan jaringan sosial dengan

berbagai pihak. Jaringan sosial yang terjalian baik dengan pihak-pihak yang terlibat

secara langsung oleh pedagang pakaian bekas maupun tidak langsung kemudian

dikembangkan oleh pedagang yang nantinya akan membuat usaha pakaian bekas

tetap bertahan dan pedagang dapat mempertahankan eksistensinya.

Berdasarkan uraian di atas, selanjutnya penulis tertarik untuk mengadakan

penelitian untuk mengetahui bagaimana jaringan sosial berkontribusi dalam

kebertahanan pedagang pakaian bekas. Maka dari itu, penulis melakukan penelitian

yang akan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “JARINGAN SOSIAL

DALAM KEBERTAHANAN PEDAGANG PAKAIAN (Studi Kasus: Pedagang

Pakaian Bekas Impor di Pasar Senen, Jakarta Pusat)”.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

8

1.2 Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, dapat diketahui

bahwa saat ini banyak sekali menjamur lapak-lapak pakaian. Pelaku bisnis pakaian

ini sangat banyak sekali jumlahnya dan dapat kita temui dimana saja, mulai dari kaki

lima hingga mall-mall besar. Pakaian yang penjual jajakkan juga terdiri dari berbagai

jenis mulai dari pakaian yang masih baru, pakaian reject hingga pakaian bekas

dengan harga yang murah. Pakaian-pakaian ini dikonsumsi oleh masyarakat dari

berbagai golongan, mulai dari golongan atas, menengah, dan bawah.

Ditengah masyarakat yang sangat ingin memiliki barang-barang baru dan

pakaian tren terbaru, terdapat segelintir masyarakat yang lebih memilih untuk

mengkonsumsi pakaian bekas. Hal ini menjadikan masih banyaknya lapak-lapak baju

bekas, salah satunya adalah baju bekas impor.

Salah satu tempat yang saat ini masih melakukan perdagangan pakaian bekas

misalnya adalah Pasar Senen. Di pasar ini, barang bekas berupa segala jenis pakaian

sangat melimpah, mulai dari jaket, kaos, kemeja hingga pakaian dalam bekas tersedia

di sini. Meski sudah beberapa kali terkena musibah kebakaran, para pedagang

pakaian bekas disana masih tetap bertahan dengan pekerjaannya dan melakukan

berbagai cara agar tetap bisa berjualan yaitu dengan membangun jaringan sosial.

Berdasarkan beberapa hal yang telah dipaparkan maka masalah yang dibahas ialah

bagaimana jaringan sosial pada pedagang pakaian bekas impor di Pasar Senen,

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

9

Jakarta Pusat serta kontribusi jaringan sosial dalam kebertahanan pedagang pakaian

bekas.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, maka terdapat beberapa pertanyaan penelitian yang

penulis rumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana jaringan sosial pada pedagang pakaian bekas impor di Pasar

Senen, Jakarta Pusat?

2. Bagaimana jaringan sosial dapat berkontribusi dalam kebertahanan

pedagang pakaian bekas di Pasar Senen, Jakarta Pusat?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai penulis melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mendeskripsikan bagaimana jaringan sosial pedagang pakaian

bekas impor di Pasar Senen, Jakarta Pusat.

b. Untuk mendeskripsikan kontribusi jaringan sosial tehadap kebertahanan

pedagang pakaian bekas impor di Pasar Senen, Jakarta Pusat.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

10

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kegunaan, yaitu:

1. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pengembangan dunia

ilmu pengetahuan terutama di bidang kajian sosiologi ekonomi sehingga

dapat mengetahui jaringan sosial yang terdapat pada pedagang dan

kontribusi jaringan sosial tehadap kebertahanan pedagang pakaian bekas

impor.

2. Secara praktis

Bagi mahasiswa dan masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi

bahan referensi atau acuan bagi penelitian sejenis. Lebih jauh, penelitian

ini dapat digunakan untuk memperkaya wawasan bagi para pembaca

mengenai pembahasan tentang jaringan sosial dalam perspektif sosiologi.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

11

1.6 Tinjauan Pustaka

Sebagai acuan untuk penelitian ini, penulis mengkaji beberapa penelitian sejenis

yang sesuai dengan penelitian. Bahan kajian penelitian sejenis berasal dari beberapa

penelitian seperti jurnal dan tesis. Tujuan dari pengkajian penelitian ini adalah

sebagai upaya menghindari adanya tindak plagiat atau kesamaan penelitian. Selain

itu, pengkajian penelitian sejenis ini juga dilakukan untuk melihat kekurangan pada

penelitian sebelumnya. Sehingga diharapkan dengan penelitian ini dapat menutupi

kekurangan penelitian sebelumnya dan menambah penelitian sejenis. Untuk itu,

berikut adalah tinjauan pustaka dari beberapa jurnal dan tesis yang telah dikaji

peneliti sebagai acuan dalam penelitian ini.

Pertama, jurnal yang berjudul Motivasi Masyarakat Membeli Pakaian Bekas di

Pasar Senapelan Pekanbaru5 yang ditulis oleh Nisa ul Karimah. Penelitian ini adalah

penelitian yang menggunakan metode kualitatif. Sedangkan konsep yang digunakan

adalah konsep pilihan rasional dan kelas sosial.

Hasil penelitian pada jurnal ini adalah masyarakat membeli pakaian bekas

disebabkan beberapa faktor, seperti faktor ekonomi (dikarenakan harga pada pakaian

bekas ini yang murah dan dapat dimiliki ortleh setiap kalangan dan biaya yang

dikeluarkan untuk membeli pakaian bekas pun tidak terlalu banyak), faktor gaya

hidup (dahulu masyarakat masih malu untuk membeli pakaian bekas dan

5 Nisa ul Karimah, Motivasi Masyarakat Membeli Pakaian Bekas di Pasar Senapelan Pekanbaru,

Jurnal Online Mahasiswa, Vol. 1, No. 1, 2014.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

12

menganggap bahwa hanya orang-orang menengah kebawah saja yang membelinya,

namun sekarang mulai digemari masyarakat Pekanbaru), dan faktor lingkungan

(teman sebaya, keluarga, dll). Rasionalitas yang dapat dilihat dan dilakukan oleh

pembeli adalah berdasarkan merk, harga murah dan juga kualitas yang diberikan oleh

pakaian bekas sehingga pembeli melakukan pembelian secara terus-menerus untuk

memenuhi keinginan pembeli yang mencari merk dan berburu harga murah dengan

kualitas yang baik. Kualitas, harga murah, dan bermerk menjadi pilihan utama bagi

para pembeli pakaian bekas namun tidak menutup kemungkinan bahwa pembeli yang

berkunjung ke pasar pakaian bekas hanya sekedar melihat-lihat dan tidak membeli.

Relevansi dalam jurnal ini dengan penelitian penulis yaitu alasan mengapa

pakaian bekas masih diminati oleh masyarakat. Sedangkan perbedaan dari penelitian

ini adalah membahas kelas atau status sosial masyarakat yang membeli pakaian

bekas.

Kedua, jurnal yang berjudul Kendala-Kendala Pencegahan Perdagangan

Pakaian Bekas Impor di Kota Malang6 yang ditulis oleh Risma Nur Arifah. Penelitian

ini adalah penelitian yang menggunakan metode yuridis kualitatif. Sedangkan konsep

yang digunakan adalah konsep Undang-undang Perlindungan Konsumen dan UU No

7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan.

6 Risma Nur Arifah, Kendala-Kendala Pencegahan Perdagangan Pakaian Bekas Impor di Kota Malang,

de Jure, Jurnal Syariah dan Hukum, Volume 7 Nomor 1, Juni 2015, hlm. 89-100.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

13

Hasil penelitian pada jurnal ini adalah terdapat beberapa kendala Dinas

Perindustrian dan Perdagangan Kota Malang dalam menangani pencegahan pakaian

impor bekas, yaitu: (1) Upaya dilakukan hanya dalam taraf sosialisasi terhadap para

pedagang pakaian impor bekas tanpa adanya tindak lanjut. Upaya pencegahan

Disperindag Kota Malang terhadap perdagangan pakaian impor bekas baru sebatas

sosialisasi dalam bentuk pendataan dan himbauan, belum melewati tahap penyitaan

dan pemberian sanksi. (2) Peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan oleh

pemerintah pusat sebagai upaya pencegahan terhadap perdagangan pakaian impor

bekas masih belum terealisasi dalam bentuk Peraturan Daerah. (3) Perdagangan

pakaian impor bekas menjadi salah satu sumber utama mata pencaharian pedagang.

Sulitnya lapangan pekerjaan menjadi motivasi tersendiri bagi para pedagang untuk

melakukan perdagangan pakaian impor bekas dengan mudah. Tidak sedikit para

pedagang pakaian bekas di Kota Malang menolak adanya larangan ini. Para pedagang

menganggap kebijakan pemerintah tidak masuk akal dan terlalu mengada-ngada.

Relevansi jurnal ini dengan penelitian yaitu jurnal ini membahas akibat yang

ditimbulkan jika perdagangan pakaian bekas impor dilarang atau diberhentikan.

Selain itu jurnal ini membahas alasan pedagang tetap bertahan dengan pekerjaannya.

Sedangkan perbedaan jurnal ini dengan penelitian yaitu jurnal ini mengambil studi

kasus di Malang.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

14

Ketiga, jurnal yang berjudul The Increasing Phenomenon of Second-Hand

Clothes Purchase: Insights from the Literature7 yang ditulis oleh Halimin Herjanto,

Jean Scheller Sampson, & Elisabeth Erickson. Penelitian ini adalah penelitian yang

menggunakan metodologi analisis konten. Penelitian ini berfokus pada perilaku

konsumsi, perilaku pembuangan pakaian bekas, dan perdagangan pakaian bekas.

Hasil penelitian pada jurnal ini menemukan bahwa motivasi untuk

mengkonsumsi pakaian bekas dapat diklasifikasikan ke dalam faktor ekonomi (dalam

situasi kesulitan ekonomi, pendapatan dapat menjadi penentu terkuat individu).

Faktor psikologis (faktor intrinsik pakaian bekas termasuk moral, nilai, materialisme,

dan nostalgia, sedangkan faktor ekstrinsik meliputi keunikan, sensitivitas dan

orisinalitas, dan tekanan teman sebaya). Perilaku pakai pakaian bekas terjadi ketika

pemilik asli pakaian tidak lagi ingin menyimpan pakaiannya. Terdapat beberapa cara

untuk menyingkirkan pakaian yang tidak diinginkan; pembersihan, daur ulang,

menyumbang, berbagi, dan dijual kembali. Selain itu, perilaku pembuangan pakaian

bekas juga dimotivasi oleh tiga faktor penting lainnya: personal (mengacu pada

karakteristik mental dan kualitas pribadi yang mengatur cara hidup seseorang),

situasional (merujuk pada interaksi khusus antara pemilik pakaian asli dan kondisi

ekonomi mereka), dan karakteristik produk.

7 Halimin Herjanto, Jean Scheller Sampson, & Elisabeth Erickson, The Increasing Phenomenon of

Second-Hand Clothes Purchase: Insights from the Literature, Journal of Management

Entrepreneurship, Vol. 18 No. 1, March 2013.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

15

Relevansi dalam jurnal ini dengan penelitian yaitu membahas seputar

perdagangan pakaian bekas dan alasan mengapa pakaian bekas masih bertahan,

sedangkan perbedaannya adalah jurnal ini membahas mengapa masyarakat

membuang pakaian mereka.

Keempat, jurnal yang berjudul Pengawasan Pakaian Bekas di Kabupaten

Indragiri Hilir8 ini ditulis oleh Indra Wahyudi. Penelitian ini adalah penelitian yang

menggunakan metode yuridis kualitatif, dimana pengambilan data menggunakan

teknik snowball sampling kepada informan kunci. Konsep yang digunakan dalam

jurnal ini adalah manajemen dan pengawasan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakuakan peneliti tentang pengawasan

pakaian bekas di Kabupaten Indragiri Hilir Kota Tembilahan, maka terdapat

pengawasan pakaian bekas di Kabupaten Indragiri Hilir kota Tembilahan meliputi:

menetapkan standar tugas pengawasan pakaian bekas di Kabupaten Indragiri Hilir

Kota Tembilahan dilaksanakan melalui pembinaan atau penyuluhan, melakukan

tindakan penilaian yang dilakukan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten

Indragiri Hilir Kota Tembilahan belum mencapai optimal dimana masih ditemukan

nya pedagang yang menjual pakaian bekas dibeberapa pasar di Tembilahan, tetapi

dari pihak dinas sendiri mengatakan dalam hal melakukan pengawasan terhadap

pakaian bekas tersebut sudah banyak dilakukan ke lapangan terutama berasal dari

8 Indra Wahyudi, Pengawasan Pakaian Bekas di Kabupaten Indragiri Hilir, Jurnal Online Mahasiswa

(JOM) Bidang Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 6: Edisi I Januari - Juni 2019.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

16

dalam organisasi itu sendiri, kemudian melakukan tindakan perbaikan dengan

menerapkan sanksi bagi pedagang yang menjual pakaian bekas sudah tegas dimana

sanksi yang diterapkan berupa sanksi administrasi berupa peringatan dan penyitaan,

disertai tindakan pembongkaran atau pencabutan izin usaha.

Adapun faktor yang mempengaruhi pengawasan oleh Dinas Perindustrian dan

Perdagangan Kabupaten Indragiri Hilir di Kota Tembilahan antara lain (1)

Kemampuan dan sikap pelaksana pengawas yang belum melaksanakan pengawasan

pada setiap tempat pedagangan yang berjualan pakaian bekas. Kemampuan dan sikap

pelaksana pengawasan dilapangan pada tempat pedagangan berjualan petugas sering

tidak turun kelapangan, (2) Sarana dan prasarana pengawasan yang belum memadai

atau mendukung untuk melakukan pengawasan seperti, belum tersedianya pos

pengawasan di pasar-pasar tradisional tembilahan kota, (3) Koordinasi yang

dilakukan antar instansi terkait yang belum melakukan komunikasi dalam mendukung

larangan pakaian bekas ini menjadi kurang efektif, dan koordinsi di antara instansi

hanya bersifat insidential (mendadak) apabila dilakukan operasi bersama.

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kendala-kendala dalam

pengawasan pakaian bekas di Kabupaten Indragiri Hilir terjadi justru karena masalah

internal dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Indragiri Hilir itu

sendiri, seperti petugas yang sering tidak turun ke lapangan, sarana dan prasarana

yang kurang, dan lain-lain.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

17

Relevansi jurnal ini dengan penelitian yaitu jurnal ini membahas bagaimana

kendala dalam pelarangan pakaian bekas dan masih banyaknya pedagang pakaian

bekas. Sedangkan perbedaan jurnal ini dengan penelitian yaitu jurnal ini

menggunakan studi kasus di Kabupaten Indragiri Hilir.

Kelima, jurnal yang berjudul Pedagang Kaki Lima (Pkl) dan Jaringan Sosial:

Suatu Analisis Sosiologi9 yang ditulis oleh Bukhari. Penelitian ini adalah penelitian

yang menggunakan metode kualitatif dimana pengambilan data dari informan

menggunakan teknik pengamatan dan wawancara. Sedangkan teori yang digunakan

adalah teori jaringan dari Mark Granovetter.

Hasil penelitian dalam jurnal ini adalah hubungan yang terjadi antar titik yang

menentukan sistem ekonomi Peunayong memperlihatkan bagaimana pelaku PKL di

Peunayong tidak hanya sebagai aktor atau pelaku ekonomi yang bersifat atomistik.

Mereka merupakan unit “nano Unit” yang menciptakan proses jual beli yang bersifat

microcosm informal yang banyak bertebaran dalam masyarakat. Jaringan microcosms

dapat membantu kita dalam memahami cara PKL mengoperasikan fungsinya dan

bagaimana informality terbentuk. Argumentasi tersebut menjadi lebih kuat ketika

dikaitkan dengan kontek kompetisi tidak sempurna dan peran identitas individu di

pasar. Identitas individu aktor (pelaku pasar) adalah penyebab sekaligus akibat dari

afiliasi kepada kelompok, jaringan sosial dan perilaku moral yang melekat dengan

9 Bukhari, Pedagang Kaki Lima (Pkl) dan Jaringan Sosial: Suatu Analisis Sosiologi, Jurnal Sosiologi,

Vol. 11, No.1, Juni 2017.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

18

kelompok dan jaringan. Relevansi dalam jurnal ini dengan penelitian yaitu jurnal ini

membahas tentang jaringan sosial. Sedangkan perbedaan dengan penelitian yaitu

jurnal ini melihat dari sisi pedagang kaki lima di Peunayong.

Tabel 1.1

Penelitian Sejenis

No. Sumber Metodologi dan

Konsep Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan

1.

Nisa ul Karimah

“Motivasi

Masyarakat Membeli

Pakaian Bekas di

Pasar Senapelan

Pekanbaru”

Jurnal Nasional

(Jurnal Online

Mahasiswa, Vol. 1,

No 1, 2014)

Metode yang

digunakan adalah

kualitatif,

sedangkan teori

yang digunakan

adalah pilihan

rasional dan kelas

sosial.

Masyarakat membeli

pakaian bekas

disebabkan beberapa

faktor, seperti faktor

ekonomi (dikarenakan

harga pada pakaian

bekas yang murah dan

dapat dimiliki oleh

setiap kalangan, faktor

gaya hidup (dahulu

masyarakat masih malu

untuk membeli pakaian

bekas, namun sekarang

mulai digemari

masyarakat Pekanbaru),

dan faktor lingkungan

(teman sebaya, keluarga,

dll).

Relevansi

dalam jurnal

ini dengan

penelitian

peneliti

yaitu alasan

mengapa

pakaian

bekas masih

diminati

oleh

masyarakat.

Perbedaan

dari

penelitian ini

adalah

membahas

kelas atau

status sosial

masyarakat

yang

membeli

pakaian

bekas.

2.

Risma Nur Arifah

“Kendala-Kendala

Pencegahan

Perdagangan Pakaian

Bekas Impor di Kota

Malang”

Jurnal Nasional

(de Jure, Jurnal

Syariah dan Hukum,

Volume 7 Nomor 1,

Juni 2015, hlm. 89-

100)

Metode yang

digunakan adalah

yuridis kualitatif,

sedangkan

konsep yang

digunakan adalah

Undang-undang

Perlindungan

Konsumen dan

UU No 7 Tahun

2014 Tentang

Perdagangan.

Terdapat beberapa

kendala Dinas

Perindustrian dan

Perdagangan Kota

Malang dalam

menangani pencegahan

pakaian impor bekas,

yaitu: (1) Upaya

dilakukan hanya dalam

taraf sosialisasi terhadap

para pedagang pakaian

impor bekas, (2)

Peraturan-peraturan

yang telah dikeluarkan

oleh pemerintah pusat

belum terealisasi dalam

bentuk Peraturan

Daerah. (3) Perdagangan

Relevansi

dalam jurnal

ini dengan

penelitian

peneliti

yaitu

membahas

akibat yang

ditimbulkan

jika

perdaganga

n pakaian

bekas impor

dilarang

atau

diberhentika

n. Selain itu

jurnal ini

Perbedaan

dari

penelitian ini

adalah

penelitian ini

mengambil

kasus di

Malang.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

19

pakaian impor bekas

menjadi salah satu

sumber utama mata

pencaharian pedagang.

membahas

alasan

pedagang

tetap

bertahan

dengan

pekerjaanny

a

3.

Halimin Herjanto,

Jean Scheller

Sampson, &

Elisabeth Erickson

“The Increasing

Phenomenon of

Second-Hand Clothes

Purchase: Insights

from the Literature”

Jurnal Internasional

(Journal of

Management

Entrepreneurship

Vol. 18 No. 1 March

2013)

Metode yang

digunakan adalah

analisis konten.

Motivasi untuk

mengkonsumsi pakaian

bekas dapat

diklasifikasikan ke

dalam faktor ekonomi

(dalam situasi kesulitan

ekonomi, pendapatan

dapat menjadi penentu

terkuat individu). Faktor

psikologis (faktor

intrinsik pakaian bekas

termasuk moral, nilai,

materialisme, dan

nostalgia, sedangkan

faktor ekstrinsik

meliputi keunikan,

sensitivitas dan

orisinalitas, dan tekanan

teman sebaya).

Relevansi

dalam jurnal

ini dengan

penelitian

peneliti

yaitu

penelitian

ini sama-

sama

membahas

seputar

perdaganga

n pakaian

bekas dan

alasan

mengapa

pakaian

bekas masih

bertahan.

Perbedaan

dari

penelitian ini

adalah

penelitian ini

membahas

mengapa

masyarakat

membuang

pakaian

mereka.

4.

Indra Wahyudi

“Pengawasan Pakaian

Bekas di Kabupaten

Indragiri Hilir”

Jurnal Nasional

(Jurnal Online

Mahasiswa FISIP.

Vol. 6: Edisi I

Januari-Juni 2019)

Metode yang

digunakan adalah

kualitatif,

sedangkan

konsep yang

digunakan adalah

manajemen dan

pengawasan.

Tindakan pengawasan

pakaian bekas di

Kabupaten Indragiri

Hilir Kota Tembilahan,

meliputi menetapkan

standar tugas

pengawasan melalui

pembinaan atau

penyuluhan, melakukan

tindakan penilaian yang

dilakukan Dinas

Perindustrian dan

Perdagangan Kabupaten

Indragiri Hilir Kota

Tembilahan, dan

melakukan tindakan

perbaikan dengan

menerapkan sanksi bagi

pedagang yang menjual

pakaian bekas.

Relevansi

dalam jurnal

ini dengan

penelitian

peneliti

yaitu jurnal

ini

membahas

bagaimana

kendala

dalam

pelarangan

pakaian

bekas dan

masih

banyaknya

pedagang

pakaian

bekas.

Perbedaan

dari

penelitian ini

adalah

penelitian ini

melihat dari

sisi

pengawasan.

5.

Bukhari

“Pedagang Kaki

Lima (Pkl) dan

Metode yang

Terdapat sembilan titik

kunci yang mencirikan

ekonomi PKL di

Peunayong. Kesembilan

Relevansi

dalam jurnal

ini dengan

Perbedaan

dari

penelitian ini

adalah jurnal

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

20

Jaringan

Sosial: Suatu Analisis

Sosiologi”

Jurnal Nasional

(Jurnal Sosiologi

USK

Volume 11, Nomor 1,

Juni 2017)

digunakan adalah

kualitatif,

sedangkan teori

yang digunakan

adalah jaringan

sosial

Granovetter.

titik kunci tersebut

adalah

konsumen, keluarga,

kawan sejawat,

pedangang grosir,

pensuplai

barang, pemerintah/

polisi pamong praja,

bank/lembaga keuangan

dan peminjam

uang/modal.

penelitian

peneliti

yaitu jurnal

ini

membahas

mengenai

jaringan

sosial.

ini melihat

dari sisi

pedagang

Aceh.

Sumber: Analisis Penulis, 2020.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

21

1.7 Kerangka Konsep

1.7.1 Kebertahanan

Kebertahanan dalam hal ini adalah kegiatan yang dilakukan dalam

menghadapi ancaman, gangguan, dan tantangan yang datang baik dari luar

maupun dari dalam yang dapat mengancam keberadaan individu ataupun

komunitas. Menurut Muller10, kebertahanan adalah kemampuan sistem,

komunitas atau masyarakat terkena terhadap bahaya untuk menahan, menyerap,

mengakomodasi dan memulihkan dari efek bahaya secara tepat waktu dan cara

efisien, termasuk melalui cara pelestarian dan pemulihan yang penting pada dasar

struktur dan fungsi.

Kebertahanan dalam pedagang pakaian bekas merupakan hal yang penting

untuk dimiliki para pedagang dalam usaha mempertahankan usaha nya ditengah

banyaknya permasalahan yang terjadi dan situasi persaingan usaha. Kelly

Robins11 menjelaskan kebertahanan ini dalam istilah business endurance.

Endurance (kebertahanan) ialah kualitas penting dalam setiap orang untuk

memulai bisnis baru dan yang ingin meraih tujuan besar. Kebertahanan adalah

kekuatan berkompetisi, kemampuan untuk bertahan dalam waktu yang lama.

10 Mike Muller, Adapting to Climate Change: Water Management for Urban Resilience, Journal of

Environment & Urbanization, Vol 19(1): 99–113, 2007. 11 Kelly Robins, How to Build the Endurance You Need to Achieve Your Business Goals, The

Business Journal, May 13, 2016.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

22

Pedagang pakaian bekas dalam hal ini memiliki berbagai macam tujuan yang

ingin dicapai. Perdagangan pakaian bekas tak pernah luput dari masalah, salah

satunya perdagangan pakaian bekas di Pasar Senen. Permasalahan kadang

muncul baik dari internal maupun eksternal. Terkait permasalahan tersebut, maka

pedagang pakaian bekas harus melakukan upaya-upaya untuk mencapai tujuan

tersebut.

1.7.2 Jaringan Sosial

Jaringan sosial adalah salah satu dimensi yang terkandung dalam modal sosial

bersama kepercayaan (trust) dan norma. Fokus jaringan dalam modal sosial

adalah ikatan diantara simpul-simpul berupa aktor atau kelompok organisasi.

Hubungan dalam jaringan diikat oleh adanya kepercayaan dan dipertahankan

oleh norma. Dasar terbentuknya jaringan sosial adalah efisiensi dan efektivitas

kegiatan yang dimungkinkan karena adanya hubungan dengan orang atau

kelompok organisasi lain. Bentuknya yang paling sederhana adalah ikatan sosial

antar individu.12

Menurut Robert Putnam13, modal sosial mengenal 3 aspek penting yang

mengindikasikan adanya nilai-nilai modal sosial bahwa kapital sosial ini dilihat

sebagai institusi sosial yang melibatkan jaringan (networks), norma-norma

12 Robert M.Z. Lawang, Kapital Sosial dalam Perspektif Sosiologik, (Jakarta: FISIP UI Press, 2004),

hlm. 56. 13 Ibid.,

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

23

(norm), kepercayaan sosial (social trust) yang mendorong pada sebuah

kolaborasi sosial (koordinasi dan kooperasi) untuk kepentingan bersama.

Robert M. Z Lawang dalam Damsar14 mengemukakan jaringan merupakan

terjemahan dari network, yang berasal dari dua suku kata yaitu net dan work. Net

diterjemahkan dalam bahasa sebagai jaring, yaitu tenunan seperti jala, terdiri dari

banyak ikatan yang saling terhubung antara satu sama lain. Sedangkan kata work

bermakna sebagai kerja. Gabungan kata net dan work, sehingga menjadi network,

yang penekanannya terletak pada kerja bukan pada jaring, dimengerti sebagai

kerja (bekerja) dalam hubungan antar simpul-simpul seperti halnya jaring (net).

Berdasar cara berpikir seperti itu, maka jaringan (netwok) menurut Lawang

dimengerti sebagai:

1. Ada ikatan antara simpul (orang atau kelompok) yang

dihubungkan dengan media (hubungan sosial). Hubungan-

hubungan sosial ini diikat dengan kepercayaan. Kepercayaan itu

dipertahankan oleh norma yang mengikat kedua belah pihak.

2. Ada kerja antara simpul (orang atau kelompok) yang melalui

media hubungan sosial menjadi satu kerjasama, bukan kerja

bersama-sama.

14 Damsar, Pengantar Sosiologi Ekonomi, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm 157.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

24

3. Seperti halnya sebuah jaring (yang tidak putus) kerja yang terjalin

antara simpul itu pasti kuat menahan beban bersama, dan malah

dapat “menangkap ikan” lebih banyak.

4. Dalam kerja jaringan itu ada ikatan (simpul) yang tidak dapat

berdiri sendiri. Malah kalau satu simpul putus maka keseluruhan

jaring tidak dapat berfungsi lagi, sampai simpul itu diperbaiki.

Semua simpul menjadi satu kesatuan dan ikatan yang kuat. Dalam

hal ini, analogi tidak seluruhnya tepat terutama kalau orang yang

membentuk jaringan itu hanya dua saja.

5. Media (benang atau kawat) dan simpul tidak dapat dipisahkan,

atau antara orangorang dan hubungannya tidak dapat dipisahkan.

6. Ikatan atau pengikat (simpul) adalah norma yang mengatur dan

menjaga bagaimana ikatan dan medianya itu dipelihara dan

dipertahankan.

Berdasarkan status sosial ekonomi individu yang terlibat dalam suatu jaringan

sosial, Wolf15 dan James Scott16 membagi pola jaringan sosial menjadi tiga

bentuk yaitu jaringan vertikal (hirarkis), jaringan horizontal (pertemanan), dan

jaringan diagonal (kakak-adik). Hubungan vertikal (hirarkis) merupakan

hubungan antara dua pihak yang sifatnya tidak seimbang karena hubungan ini

15 Eric R. Wolf, The Social Anthropology of Complex Societies, (London: Tavistock, 1966). 16 James Scott, Patron-Client Politics and Political Change in Southeast Asia, The American Political

Science Review, Vol. 66, No. 1 (Mar., 1972).

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

25

hanya di dominasi oleh satu pihak saja sementara yang lain tidak. Hubungan

horizontal (pertemanan) adalah hubungan dimana kedua belah pihak

menempatkan diri secara sejajar atau sama. Sedangkan hubungan diagonal

(kakak-adik) adalah hubungan yang dimana salah satu pihak hanya memiliki

dominasi yang sedikit dibanding pihak lainnya.

Granovetter menjelaskan jaringan sosial berhubungan dengan keterlekatan

yang digunakan untuk menjelaskan perilaku ekonomi di dalam hubungan sosial.

Menurut Granovetter dalam George Ritzer menjelaskan bahwa “tindakan

ekonomi disituasikan secara sosial dan melekat (embedded) dalam jaringan sosial

personal yang sedang berlangsung diantara aktor.”17 Keterlekatan dalam

pandangan Granovetter dibedakan menjadi beberapa hal, yaitu: Pertama, ikatan

kuat (strong ties) misalnya hubungan antara seseorang dengan temannya dimana

dalam ikatan tersebut terdapat motivasi yang lebih besar untuk saling memberi

bantuan. Ikatan kuat terjadi ketika hubungan yang terjalin antara seseorang

dengan orang lain terjalin dalam waktu yang lama dan bersifat intim. Kedua,

ikatan lemah (weak ties) misalnya hubungan antara seseorang dengan

kenalannya. Tidak sering dan hubungan yang ada di dalamnya bersifat hubungan

biasa. Ikatan ini berfungsi sebagai jembatan antara orang atau kelompok. Tanpa

ikatan lemah, seseorang akan merasa dirinya terisolasi di dalam sebuah

kelompok yang ikatannya lebih kuat dan akan kekurangan informasi tentang apa

17 George Ritzer, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hlm. 383.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

26

yang terjadi. Ketiga, pentingnya “structural holes”, yang dimaksud dengan

structural holes adalah penghubung (jembatan) antara jaringan sosial yang satu

dengan lainnya sehingga jaringan sosial yang tercipta akan lebih luas dan

informasi bisa bergerak dari satu jaringan ke jaringan yang lain. Untuk

mendapatkan hasil yang baik dalam perekonomian, maka ada beberapa prinsip

dalam membentuk jaringan sosial yaitu pertama, adanya norma dan kepadatan

jaringan (norm and density). Norma merupakan sesuatu yang terlihat lebih jelas,

dianut dan dipatuhi oleh banyak orang serta dapat memaksakan sebuah jaringan

sosial agar lebih kuat. Kedua, kekuatan dari ikatan jaringan yang lemah (The

Strength of Weak Ties).18

Menurut Willy van Poucke19, jika ditinjau dari hubungan sosial yang

membentuk jaringan-jaringan sosial yang ada dalam masyarakat, dapat

dibedakan menjadi jaringan kepentingan, jaringan emosi, dan jaringan

kekuasaan.

1. Jaringan Kepentingan (Interest)

Jaringan sosial dimana hubungan sosial yang terbentuk atas dasar

hubungan-hubungan sosial yang bermakna pada tujuan-tujuan tertentu

atau khusus yang ingin dicapai oleh para pelaku. Bila tujuan-tujuan

18 Nithin Nohria and Robert G. Eccles, Network and Organizations: Structure, Form and Action.

“Strength of Strong Ties: The Importance of Philos in Organizations”, (Boston, Massachussetts:

Harvard Business School Press, 1997). 19 Willy van Poucke, Network Constraints on Social Action: Preliminaries for a Network Theory,

Science Direct Social, Networks Volume 2, Issue 2, 1979–1980, Pages 181-190.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

27

tersebut sifatnya spesifik dan konkret seperti memperoleh barang,

pelayanan, pekerjaan dan sejenisnya, maka setelah tujuan-tujuan tersebut

tercapai biasanya hubungan-hubungan tersebut tidak berkelanjutan. Bila

tujuan-tujuan dari hubungan-hubungan sosial yang terwujud spisifik dan

konkret seperti ini, struktur sosial yang lahir dari jaringan sosial tipe ini

juga sebentar dan berubah-ubah. Namun bila tujuan-tujuan tersebut tidak

sekonkret dan spesifik seperti ini atau ada kebutuhan-kebutuhan untuk

rnemperpanjang tujuan (tujuan tarnpak selalu berulang), struktur yang

terbentukpun relatif stabil. Oleh karena itu, tindakan dan interaksi yang

terjadi dalam jaringan kepentingan ini selalu dievaluasi berdasarkan

tujuan-tujuan relasional. Pertukaran (negosiasi) yang terjadi dalam

jaringan kepentingan ini diatur oleh kepentingan-kepentingan para pelaku

yang terlibat didalamnya dan serangkaian norma-norma yang sangat

umum. Dalam mencapai tujuan-tujuannya, para pelaku bisa memanipulasi

hubungan-hubungan power atau hubungan-hubungan emosi.

2. Jaringan Emosi (Sentiment)

Jaringan yang terbentuk atas hubungan-hubungan sosial, dimana

hubungan sosial itu sendiri menjadi tujuan tindakan sosial misalnya dalam

pertemanan, percintaan atau hubungan kerabat dan sejenisnya. Struktur

sosial yang dibentuk oleh hubungan-hubungan emosi ini cenderung lebih

mantap dan permanen. Maka muncul sebagai konsekuensi, suatu

mekanisme yang fungsinya menjamin stabilitas struktur yang ada

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

28

sehingga hubungan-hubungan sosial semacam ini bisa dinilai semacam

norma-norma yang dapat membatasi suatu tindakan sosial yang cenderung

mengganggu kepermanenan struktrur jaringan tersebut, ada sejumlah

kompleks nilai dan norma yang ditegaskan atas struktur hubungan guna

memelihara keberlangsungannya. Hubungan-hubungan sosial yang

terwujud biasanya cenderung menjadi hubungan yang dekat dan menyatu.

diantara para pelaku terdapat kecenderungan menyukai atau tidak

menyukai pelaku-pelaku lain dalam jaringan. Oleh karena itu, muncul

adanya saling kontrol yang relatif kuat antar pelaku dalam jaringan yang

bersangkutan sehingga memudahkan lahimya nilai-nilai dan norma-norma

yang mengembangkan kontinuitas pola-pola jaringan yang relatif stabil

sepanjang waktu. Akibatnya jaringan-jaringan tipe ini menghasilkan suatu

rasa solidaritas, artinya para pelaku cenderung mengurangi kepentingan-

kepentingan pribadinya. Biasanya mereka saling memberi dan menerima

antara pelaku-pelaku lainnya dalam cara-cara yang terpola secara

tradisional berdasarkan saling keterhubungan diantara mereka

(resiprokal).

3. Jaringan Kekuasaan (Power)

Merupakan konfigurasi-konfigurasi saling keterhubungan antarpelaku

didalamnya disengaja atau diatur. Tipe jaringan sosial ini muncul bila

pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditargetkan membutuhkan tindakan

kolektif dan konfigurasi saling keterhubungan antar pelaku biasanya

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

29

dibuat permanen. Hubungan-hubungan power ini biasanya ditujukan pada

penciptaan kondisikondisi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan

yang telah ditetapkan. Unit-unit sosialnya adalah artifisial yang

direncanakan atau distrukturkan secara sengaja oleh power. Jaringan sosial

tipe ini harus mempunyai pusat power, yang secara terus menerus

mengkaji ulang kinerja unit-unit sosialnya dan memolakan kembali

strukturya untuk meningkatkan efisiensinya. Kontrol informal tidak

memadai, masalahnya lebih kompleks dibandingkan jaringan sosial yang

terbentuk secara alami.

Jaringan sosial berperan dan bermanfaat dalam mencapai tujuan tertentu atau

didasari dengan motif tertentu untuk mencapai tujuan. Aktivitas ekonomi tidak

dapat dilepaskan dari peran jaringan sosial. Beberapa faktor yang menyebabkan

peran jaringan sosial dalam aktivitas ekonomi tidak dapat diabaikan, diantaranya:

jaringan memberikan manfaat sebagai sumber informasi khususnya terkait

dengan peluang-peluang bisnis, jaringan akan menghasilkan kepercayaan (trust)

dan mencegah terjadinya penyimpangan oleh aktor ekonomi karena individu

dapat memperoleh informasi lebih mudah dan akurat.20

Berdasarkan uraian yang sudah dijelaskan diatas, penulis menggunakan

jaringan sosial sebagai unit analisis penelitian. Penulis menggunakan

20 John Field, Modal Sosial, (Bantul: Kreasi Wacana, 2010), hlm. 23

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

30

keterlekatan menurut Granovetter, pola jaringan sosial dari Wolf dan James

Scott, dan faktor pembentuk jaringan sosial dari Willy van Poucke.

1.7.3 Pedagang

Secara etimologi, pengertian pedagang menurut Eko Sujatmiko21 adalah orang

yang berdagang atau bisa disebut juga saudagar. Pedagang ialah orang yang

melakukan perdagangan, memperjual belikan produk atau barang yang tidak

diproduksi sendiri untuk memperoleh keuntungan.

Jika dilihat dari penggunaan dan pengolahan pendapatan yang diperoleh dari

hasil perdagangan, pedagang dikelompokkan menjadi:

1. Pedagang profesional, yaitu pedagang yang menggunakan

aktivitas perdagangan sebagai sumber utama pendapatan dan satu-

satunya bagi ekonomi keluarga.

2. Pedagang semi profesional, yaitu pedagang yang melakukan

aktivitas perdagangan untuk memperoleh uang tetapi pendapatan

dari hasil perdagangan tersebut merupakan sumber tambahan bagi

ekonomi keluarga.

3. Pedagang subsistensi, yaitu pedagang yang menjual produk atau

barang dari hasil aktivitas atas subsistensi untuk memenuhi

ekonomi keluarga. Pada daerah pertanian, pedagang ini adalah

seorang petani yang menjual produk pertanian ke pasar desa atau

kecamatan.

21 Eko Sujatmiko, Kamus IPS, (Surakarta: Aksara Sinergi Media, 2014), hlm. 231.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

31

4. Pedagang semu, yaitu orang yang melakukan aktivitas

perdagangan karena hobi atau untuk mendapatkan suasana baru

atau untuk mengisi waktu luang. Pedagang jenis ini tidak

mengharapkan kegiatan perdagangan sebagai sarana untuk

memperoleh pendapatan, melainkan mungkin saja sebaliknya ia

akan memperoleh kerugian dalam berdagang22.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pedagang adalah seseorang

yang memperjualbelikan sesuatu kepada orang lain untuk mendapat keuntungan.

1.7.4 Pakaian Bekas

Pakaian merupakan benda berupa kain yang melekat pada tubuh dan berfungsi

untuk melindungi serta menutupi tubuh, seperti kaki menggunakan sepatu atau

sandal untuk melindungi dari benda tajam dan kotoran, kepala menggunakan

topi, serta baju, celana, atau rok sebagai pelindung tubuh dari panas dan

dinginnya cuaca.

Pakaian adalah salah satu perangkat yang digunakan dalam kelompok

masyarakat untuk saling berkomunikasi, berekspresi, dan sering digunakan untuk

penanda identitas kultural. Pakaian merupakan ekspresi dan refleksi identitas

kelas, bahwa manusia yang anggota kelas sosial dan mengkomunikasikan

keanggotaannya melalui pakaian23.

22 Ibid., hlm. 110. 23 Malcolm Barnard, Fashion sebagai Komunikasi: Cara Mengkomunikasikan Identitas Sosial,

Seksual, Kelas, dan Gender, Terj. Idy Subandy Ibrahim dan Yosal Irianta (Yogyakarta: Penerbit

Jalasutra, Cetakan ke-2, 2009), 145.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

32

Pakaian yang dikenakan manusia memiliki berbagai fungsi di dalamnya.

Menurut Morris24, fungsi pakaian yaitu memberikan kenyamanan, kesopanan,

dan pamer (display). Sedangkan menurut Horn dan Gurel25 menyatakan bahwa

pakaian yang dikenakan oleh manusia memiliki fungsi sebagai pelindung.

Menurut teori ini pakaian dipandang sebagai benteng antara manusia dan

lingkungannya yang melindungi mereka dari unsur-unsur berbahaya baik yang

bersifat fisik maupun psikologis.

Sementara itu, bekas adalah sesuatu yang sudah tidak terpakai atau sisa pakai

yang tidak digunakan lagi oleh pemiliknya, namun belum tentu tidak bisa

digunakan lagi. Jika dilihat dari pengertian diatas, maka pakaian bekas menurut

Rozita Chandradewi26 adalah pakaian yang sudah atau telah dipakai sebelumnya.

Produk pakaian bekas memiliki kode HS tersendiri dalam pengklasifikasian

barang menurut World Custom Organization (WCO) yakni HS 6309 (Worn

clothing and articles) dan 6310 (Rags, scrap twine, cordage, rope)27.

24 Desmond Morris, Peoplewatching: The Desmond Morris Guide to Body Language, (London:

Vintage Books, 2002), hlm. 302. 25 Marilyn J.Horn dan Lois M. Gurel, The Second Skin, (Boston: Houghton Mifflin Company, 1968),

hlm. 33. 26 Rozita Chandradewi, dkk, Analisa Yuridis Tentang Perdagangan Pakaian Bekas Impor Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Yustisia Merdeka: Jurnal Ilmiah Hukum, Vol. 4 No. 1, Maret

2018. 27 Op.Cit., Tim Analisis Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, Badan Pengkajian dan

Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan, 2015, hlm. 6-7.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

33

Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pakaian bekas

adalah sesuatu yang dikenakan oleh manusia yang sudah tidak digunakan lagi

oleh pemiliknya.

1.8 Metodologi Penelitian

1.8.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yakni menekankan

pada pencarian data secara detail dari suatu permasalahan di dalam kehidupan

sehari-hari. Adapun format dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif

kualitatif yang memiliki tujuan untuk mendeskripsikan sesuatu melalui

penggambaran dan ringkasan dari situasi atau berbagai variable yang terdapat di

masyarakat28. Penelitian kualitatif berusaha mendapatkan pencerahan,

pemahaman terhadap suatu fenomena dan ekstrapolasi pada situasi yang sama.

Penelitian kualitatif sangat efektif untuk mendapatkan informasi budaya yang

spesifik seperti nilai-nilai, opini, perilaku dan konteks sosial pada suatu populasi.

Tujuan lain dalam penelitian kualitatif yaitu, memahami suatu situasi sosial,

peristiwa, peran, interaksi, dan kelompok29.

Penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian studi kasus sebagai suatu

pendekatan dengan memusatkan perhatian kepada suatu kasus secara terperinci

28 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial, (Surabaya: Airlangga University Press, 2001), hlm.

26. 29 Hamid Patilima, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2007), hlm. 58.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

34

dan intensif. Untuk lebih memahami permasalahan yang ada bisa terjadi. Adapun

sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer

merupakan data yang didapat secara langsung dari lapangan, melalaui

wawancara mendalam, observasi maupun dokumentasi langsung terhadap objek

penelitian. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh tidak secara

langsung atau data yang di dapat dari berbagai sumber seperti buku, jurnal,

website resmi maupun dokumentasi.

1.8.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah orang-orang yang dapat

memberikan informasi sesuai dengan penelitian yang dilakukan. Penelitian ini

menganalisis data primer hasil wawancara terhadap beberapa informan. Informan

tersebut terdiri dari delapan pedagang pakaian bekas yang terdapat di Pasar

Senen, Jakarta Pusat dan empat konsumen pakaian bekas.

Tabel 1.2

Subjek Penelitian

Nama Informan Umur Status

Amin 28 Tahun Pedagang Pakaian

Mulyana 25 Tahun Pedagang Pakaian

Juan Simanjuntak 27 Tahun Pedagang Pakaian

Rizki 27 Tahun Pedagang Pakaian

Hadi 51 Tahun Pedagang Pakaian

Ana Andriani 50 Tahun Pedagang Pakaian

Suryani 48 Tahun Pedagang Pakaian

Ade Nur 56 Tahun Pedagang Pakaian

Angga 23 Tahun Konsumen

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

35

Dian 22 Tahun Konsumen

Adinda 19 Tahun Konsumen

Anggi 19 Tahun Konsumen Sumber: Olahan Penulis, 2020

1.8.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Pasar Senen, Jakarta Pusat yang beralamat di

Jl. Stasiun Senen, Senen, Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 10410.

Sementara itu, waktu penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2019 hingga bulan

Januari 2020.

1.8.4 Peran Peneliti

Peran penulis dalam penelitian ini adalah mengumpulkan data dan analisa

data. Penulis juga harus ikut berpartisipasi dengan cara turun langsung ke

lapangan untuk melakukan observasi30. Penulis mengamati secara langsung

kegiatan yang berlangsung di lapangan. Penulis ingin mengetahui jaringan sosial

yang terdapat pada pedagang pakaian bekas dan kontribusi jaringan sosial

terhadap kebertahanan pedagang pakaian bekas impor di Pasar Senen, Jakarta

Pusat.

Penulis melakukan survei lapangan untuk melihat secara langsung fakta yang

terdapat di lapangan dan untuk mendapatkan data yang akan dibutuhkan, yang

30 Rulam Ahmadi, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 15.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

36

selanjutnya akan dijadikan instrumen dan menganalisis data yang telah

terkumpul.

1.8.5 Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian dengan pendekatan kualitatif, tejadi proses

pengamatan dan interaksi antara penulis dengan subjek penelitiannya. Dalam

melakukan pengumpulan data, penulis memiliki tujuan yaitu mendapatkan data

yang diperlukan untuk penelitiannya. Teknik pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan beberapa teknik, diantaranya

sebagai berikut:

1. Observasi

Untuk mendapatkan data-data yang diperlukan, maka diperlukan studi

lapangan. Hal ini penting dilakukan untuk turun ke lapangan dan melihat

secara langsung kondisi yang ada. Pengamatan atau observasi digunakan

untuk melihat bagaimana jaringan sosial yang terdapat pada pedagang

pakaian bekas di Pasar Senen, Jakarta Pusat. Pengamatan dilakukan

dengan melihat bagaimana kegiatan perdagangan pedagang pakaian bekas

di Pasar Senen sehingga dapat terlihat bagaimana bentuk jaringan sosial

yang terdapat disana. Pengamatan ini ditujukan untuk mendapatkan data

dari panca indera sehingga mendapatkan gambaran secara umum

mengenai subyek penelitian secara lebih jelas.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

37

2. Wawancara

Dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan penulis, maka dilakukan

teknik wawancara mendalam kepada tokoh atau informan terkait.

Wawancara dilakukan sebagai pengumpulan data primer penelitian.

Dengan melakukan wawancara penulis dapat menggali infromasi yang

lebih luas dan mendalam. Wawancara juga dapat memungkinkan penulis

mengumpulkan data yang beragam, dari para informan dalam berbagai

situasi dan konteks. Adapun pertanyaan akan dibuat dalam beberapa poin

acuan yang dapat diperluas sesuai kondisi pada saat wawancara.

3. Dokumentasi dan Studi Pustaka

Dalam hal ini penulis mencari bahan-bahan referensi dari studi

sebelumnya seperti jurnal, skripsi, tesis, disertasi, maupun buku yang

berhubungan dengan penelitian. Studi pustaka dilakukan untuk

mendapatkan pemahaman mendalam mengenai topik penelitian. Selain

itu untuk mendapatkan gambaran dan perbandingan terhadap penelitian-

penelitian sebelumnya. Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ini

merupakan pengambilan data yang diperoleh melalui foto. Dokumentasi

berperan untuk memperlihatkan aktor yang terdapat di lapangan dan hal-

hal terkait penelitian. Hal ini dilakukan untuk menjadi data pendukung

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

38

laporan penelitian selain hasil wawancara yang didapatkan melalui

informan utama dan informan pendukung.

1.8.6 Teknik Analisis Data

Dalam proses penelitian setelah data yang diperoleh kemudian dikumpulkan,

tahap selanjutnya adalah melakukan analisis. Analisis data pada penelitian ini

adalah data kualitatif. Dalam penelitian ini data yang diperoleh dari informan

baik data yang diperoleh dari melakukan wawancara mendalam dan pengamatan

yang sudah dilakukan dalam catatan lapangan maupun dari dokumentasi yang

sudah ada akan di analisis oleh penulis. Dimana, hasil wawancara dan

pengamatan merupakan data primer yang akan di analisis, sedangkan untuk

mendukung analisis tersebut digunakan data sekunder yang berasal dari berbagai

sumber seperti buku, jurnal, tesis, atau tinjauan pustaka sejenis.

1.8.7 Keterbatasan Penelitian

Selama proses penelitian dilakukan, terdapat beberapa kendala dalam

mengumpulkan data yang menjadi keterbatasan penelitian. Kendala tersebut

diantaranya adalah pada saat penulis datang ke pasar, penulis dianggap sebagai

wartawan. Selain itu, tidak semua penjual bersedia untuk di wawancarai,

sehingga penulis harus mencari informan lainnya. Kendala lain yang ada adalah

situasi pasar yang sangat ramai dan penjual yang sibuk melayani pembeli

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

39

membuat penulis sulit mewawancarai penjual dan membuat wawancara menjadi

tidak kondusif.

1.8.8 Triangulasi Data

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai

pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan

ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya31. Pada dasarnya triangulasi

merupakan teknik yang didasari pola pikir fenomenologi yang bersifat multi

perspektif, artinya guna menarik suatu kesimpulan yang mantap diperlukan

berbagai sudut pandang berbeda. Triangulasi data di dapat dari informan

pendukung seperti misalnya pembeli pakaian bekas. Dengan melakukan

triangulasi, diharapkan penulis akan mendapatkan data yang tepat dan valid.

1.9 Sistematika Penulisan

Laporan penelitian yang berjudul “Jaringan Sosial dalam Kebertahanan

Pedagang Pakaian (Studi Kasus: Pedagang Pakaian Bekas Impor di Pasar Senen,

Jakarta Pusat)” ini disusun secara sistematis ke dalam beberapa bab dan sub bab. Di

sub bab pertanyaan penelitian terdapat masalah yang akan dibahas yaitu: Pertama,

jaringan sosial pedagang pakaian bekas di Pasar Senen, Jakarta Pusat. Kedua,

31 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 330.

Page 40: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id/3694/2/BAB I.pdf · baju-baju tersebut merupakan baju sisa pakai seseorang yang sudah tidak terpakai ... mulai dari

40

kontribusi jaringan sosial dalam kebertahanan pedagang pakaian bekas di Pasar

Senen, Jakarta Pusat.

BAB I: Pada bab ini berisi latar belakang masalah, permasalahan penelitian,

pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka

konseptual, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II: Pada bab ini berisi tentang deskripsi mengenai gambaran umum Pasar

Senen, Jakarta Pusat dan profil informan.

BAB III: Pada bab ini berisi tentang temuan lapangan mengenai jaringan sosial

pedagang pakaian bekas.

BAB IV: Pada bab ini berisi jaringan sosial kebertahanan yang dikaitkan dengan teori

yang ada.

BAB V: Pada bab ini merupakan bab penutup yang terdiri dari beberapa sub bab

yaitu kesimpulan dan saran. Kesimpulan mencakup inti dari keseluruhan isi dan

merupakan jawaban dari pertanyaan penelitian yang penulis rumuskan, sedangkan

saran berisi masukan-masukan.