bab i pendahuluan 1.1. latar belakang masalaheprints.perbanas.ac.id/6744/3/bab i .pdfbesar di...

13
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pajak memegang peranan dan kendali yang penting dalam sistem perekonomian negara. Pajak menjadi sumber pendapatan negara yang paling utama yang berasal dari iuran wajib rakyat, dimana ketentuan pungutannya diatur dalam undang-undang seperti yang dinyatakan dalam pasal 23 A Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen III. Pasal 23A UUD 1945 berbunyi “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.” Pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh wajib pajak tersebut akan disalurkan kembali oleh pemerintah untuk kepentingan masyarakat secara umum melalui pengembangan dan pembangunan negara. Sumber pendapatan negara dalam grafik berikut : Sumber : www.kemenkeu.go.id/APBN2019 Gambar 1.1

Upload: others

Post on 20-Oct-2020

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Masalah

    Pajak memegang peranan dan kendali yang penting dalam sistem

    perekonomian negara. Pajak menjadi sumber pendapatan negara yang paling utama

    yang berasal dari iuran wajib rakyat, dimana ketentuan pungutannya diatur dalam

    undang-undang seperti yang dinyatakan dalam pasal 23 A Undang-Undang Dasar

    1945 Amandemen III. Pasal 23A UUD 1945 berbunyi “pajak dan pungutan lain yang

    bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.” Pembayaran

    pajak yang telah dilakukan oleh wajib pajak tersebut akan disalurkan kembali oleh

    pemerintah untuk kepentingan masyarakat secara umum melalui pengembangan dan

    pembangunan negara. Sumber pendapatan negara dalam grafik berikut :

    Sumber : www.kemenkeu.go.id/APBN2019

    Gambar 1.1

  • 2

    Pendapatan Negara 2015-2019

    Penerimaan pajak periode 2015-2018, mencapai pertumbuhan berkisar 76,

    6% dari periode 2015 memperoleh Rp 1.240,4 triliun menjadi Rp 1,618,1 triliun tahun

    2018 dengan target tahun 2019 mencapai Rp 1.786,4 triliun. Pemerintah cukup berhasil

    meningkatkan penerimaan pajak dalam kurun waktu tersebut. Oleh sebab itu,

    pemerintah berupaya mengoptimalkan penerimaan pajak guna meningkatkan

    pendapatan negara. Dalam upaya mengoptimalkan penerimaan pajak tidak terlepas dari

    beberapa kendala, terlebih lagi sistem pemungutan perpajakan di Indonesia menganut

    sistem self assessment yang berarti bahwa sistem pemungutan pajak yang memberikan

    tanggung jawab kepada para wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan

    melaporkan sendiri jumlah pajaknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan

    perpajakan.

    Terlebih pajak merupakan pungutan yang diwajibkan oleh undang-undang,

    bukan kontribusi yang sifatnya sukarela (taxes are enforced extractions, not voluntary

    contributions), dan tanpa adanya imbalan langsung dari pemerintah. Efisiensi beban

    pajak dilakukan oleh perusahaan untuk memaksimalkan laba perusahaan (Maharani,

    2015). Upaya yang dilakukan perusahaan untuk memaksimalkan laba perusahaan salah

    satunya adalah upaya untuk menurunkan beban pajak perusahaan. Akibat dari usaha

    tersebut muncul imbas aktivitas manajerial dalam perusahaan, utamanya aktivitas

    manajerial yang direncanakan untuk meminimalisir beban pajak perusahaan. Tindakan

    manajerial dengan tujuan meminimalkan bahkan menhilangkan kewajiban pajak

    perusahaan sering disebut dengan agresivitas pajak. Slemrod (2004) menyatakan

  • 3

    bahwa agresivitas pajak adalah kegiataan khusus yang telah dirancang meliputi

    transakasi dengan tujuan meminimalisir beban pajak perusahaa b ,oln. Jadi dapat

    diartikan bahwa agresivitas pajak sebagai kegiatan manajemen perusahaan dalam

    menekan dan meminimalisir beban pajak yang harus dibayar oleh perusahaan

    (Aryudanto, 2016). Strategi manajerial untuk meminimalkan pajak melalui tindakan

    agresivitas pajak menjadi fitur yang umum dari lanskap perusahaan di seluruh dunia

    (Lanis & Richardson, 2012).

    Berdasarkan berita Finance Detik.com yang termuat dalam

    www.finance.detik.com tanggal 05 Juli 2019, muncul kasus mengenai tindakan

    penghindaran pajak (tax avoidance) yang dilakukan oleh perusahaan petambangan

    besar di Indonesia yakni PT. Adaro Energy Tbk. PT. Adaro Energy Tbk telah dituding

    telah melakukan tindakan penghidaran pajak (tax avoidance) oleh Global Witness

    dengan cara melakukan transfer pricing melalui anak perusahaan yang berada di

    Singapura, Coaltrade Services International. Tindakan tersebut telah dilakukan sejak

    tahun 2017 hingga 2019. Penghindaran pajak yang dilakukan oleh PT Adaro Energy

    Tbk dengan cara melakukan tax planning dengan sedemikan rupa sehingga hanya

    membayar pajak US$ 125 juta atau apabila dirupiahkan hanya berkisar Rp 1,75 triliun

    (Kurs=Rp 14.000) nilai tersebut lebih rendah daripada yang seharusnya dibayarkan ke

    DJP (Direktorat Jenderal Pajak) di Indonesia. Berdasarkan laporan detik.com, tindakan

    tersebut dianggap sebagai penghindaran pajak yang legal atau tax avoidance. Meskipun

    dianggap legal, namun tindakan tersebut dipandang tidak etis karena bertentang dengan

    http://www.finance.detik.com/

  • 4

    tujuan pembuatan undang-undang perpajakan yaitu pajak seharusnya dibayar di negara

    tempat penghasilan diperoleh. Selain itu, pernyataan mantan Menteri Keuangan Agus

    Matrowardojo, beliau mengatakan bahwa ada ribuan perusahaan multinasional yang

    tidak menjalankan kewajibannya kepada negara. Agus Matro menyebut hampir 400

    perusahaaan tidak membayar pajaknya selama tujuh tahun (Agusti, 2013).

    Fenomena ini juga terjadi pada perusahaan yang bergerak pada sektor

    perkebunan yaitu minyak sawit. Berdasarkan riset berjudul “Mengungkap Aliran

    Keuangan Gelap di Indonesia : Besaran dan Potensi Penerimaan Pajak yang Hilang di

    Enam Komoditas Ekspor Unggulan,” mengungkapkan, mengenai nilai keuangan gelap

    keluar dan masuk (illicit financial outflow and inflows) dari Indonesia. Potensi

    penerimaan pajak yang hilang dari aliran keuangan gelap ekspor komoditas yakni

    sebesar US$11,1 miliar. Indonesia sendiri ditaksir mengalami lebih banyak aliran

    keuangan gelap yang masuk atau sekitar US$101,49 miliar dibandingkan dana keluar

    yakni sebesar US$40,58 miliar pada keenam komoditas ekspor unggulan, dengan nilai

    mencapai lebih dari US$60 miliar. Sejak 1989-2017, komoditas minyak sawit dan

    batubara memiliki pertumbuhan nilai ekspor yang paling tinggi per tahun dibandingkan

    komoditas lain, yakni hanya sevsar 2,782% dan 1,081%.

    Pada waktu yang sama, aliran keuangan gelap masuk ke Indonesia pun

    ditemukan pada komoditi minyak sawit (paling tinggi) dengan cara over-invoicing

    sampai US$40,47 miliar atau 35,62% dari total US$ 101,49 miliar dari keenam

    komoditas ekspor unggulan. Under-invoicing ekspor, biasa untuk mengurangi

    pembayaran pajak dan royalty dalam negeri, dengan mencatat ekspor lebih rendah dari

  • 5

    yang sebenarnya tercatat di negara tujuan. Sedangkan, over-invoicing bertujuan untuk

    mengurangi pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak ekspor. Langkah pemerintah

    disini memberikan stimulus ekspor berupa tidak dikenakan PPN terhadap barang-

    barang beorientasi ekspor maupun pengurangan bea impor. Aliran keuangan gelap

    merupakan bentuk perpindahan uang atau modal baik dalam bentuk perolehan,

    pengiriman, ataupun pembelanjaan illegal. Praktik-praktik ini menjadi salah satu

    penyebab kelambatan kemajuan pembangunan di negara-negara berkembang

    dikarenakan kehilangan potensi penerimaan negara yang bersumber dari pajak.

    Organization for Economic Co-operation and Development (OECD)

    mendeskripsikan tax avoidance adalah usaha wajib pajak mengurangi pajak terutang,

    meskipun upaya ini bisa jadi tidak melanggar hukum (the letter of the law), namun

    sebenarnya bertentangan dengan tujuan dibuatnya peraturan perundang-undangan

    perpajakan (the spirit of the law). Justice Reddy (dalam kasus McDowell & Co Versus

    CTO di Amerika Serikat) merumuskan tax avoidance sebagai seni menghindari pajak

    tanpa melanggar hukum (Prastowo, 2016). Walaupun secara literal tidak ada hukum

    yang dilanggar, semua pihak sepakat bahwa agresivitas pajak atau penghindaran pajak

    merupakan sesuatu yang secara praktik tidak dapat diterima. Hal ini dikarenakan

    penghindaran pajak secara langsung berdampak pada tergerusnya basis pajak, yang

    mengakibatkan berkurangnya penerimaan pajak yang dibutuhkan oleh negara. Menurut

    Lanis (2013) pandangan masyarakat mengenai perusahaan yang melakukan tindakan

    agresivitas pajak dianggap telah membentuk suatu kegiatan yang tidak bertanggung

    jawab secara sosial dan tidak sah. Dalam Undang-Undanga RI No. 40 tahun 2007 pasal

  • 6

    74 mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan, tertulis bahwa “Perseroan yang

    menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan sumberdaya alam

    wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan”.

    Tanggung jawab sosial tidak akan terjadi jika tidak ada pemahaman yang

    sama antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat (Friedman, 1979). Tanggung

    jawab sosial diungkapkan secara sukarela oleh pihak perusahaan (voluntary

    disclosure). Kurangnya pemahaman dan pengetahuan mengenai pengungkapan

    tanggung jawab sosial ini akan menimbulkan mekanisme politik, berupa tindakan

    penghindaran pajak yang tidak dapat dihindarkan. Menurut Carroll (2014) konsep awal

    CSR terdiri dari empat unsur yaitu : (1) Economic responsibility, dimana perusahaan

    bertanggung jawab untuk menjual barang dan jsa yang diinginkan masyarakat dengan

    memperoleh profit; (2) Legal responsibility, dimana masyarakat berharap perusahaan

    memenuhi economic responsibility dalam ruang lingkup hukum dan regulasi yang

    berlaku di tempat perusahaan beroperasi; (3) Ethical responsibility, dimana masyarakat

    mengharapkan perusahaan melakukan perilaku dan aktivitas yang dikategorikan etis;

    (4) Voluntary responsibility, dimana perusahaan berpatisipasi dalam kegiatan sosial,

    yang tidak diwajibkan oleh hukum, aturan, atau tidak terkait dengan tindakan etis/non-

    etis.

    Berdasarkan berita yang termuat dalam www.tribunnews.com tanggal 20

    November 2017, menyatakan bahwa berdasarkan laporan yang dibuat bersama Ernesto

    Crivelly, penyidik dari IMF tahun 2016, berdasarkan seurvei, kemudian dianalisa

    http://www.tribunnews.com/

  • 7

    kembali oleh Universitas PBB menggunkan database International Center for Policy

    and Research (ICTD), dan International Center for Taxation and Development (ICTD)

    ditemukannya data penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan di 30 negara.

    Dari 30 negara tersebut, Indoensia menempati peringkat 11 dengan nilai perkiraan US$

    6,48 miliar pajak perusahaan tidak dibayarkan oleh perusahaan ke pemerintah.

    Menurut Suryawijaya (1998) sebagai suatu instrumen ekonomi, perusahaan

    tidak lepas dari berbagai pengaruh lingkungan, terutama lingkungan ekonomi dan

    lingkungan politik. Seiring dengan meningkatnya kesadaran dan kepekaan dari

    stakeholders perusahaan, maka konsep tanggung jawab sosial muncul dan menjadi

    bagian yang tidak terpisahkan dengan kelangsungan hidup perusahaan di masa yang

    akan datang. Stakeholders yang dimaksud diantaranya adalah para stakeholders, yakni

    karyawan (buruh), pelanggan, komunitas lokal, pemerintah, lembaga swadaya

    masyarakat (LSM), dan lain sebagainya (Lusa, 2007).

    Pertanggungjawaban sosial perusahaan atau Corporate Social

    Responsibility (CSR) adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela

    mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan

    interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang

    hukum (Darwin, 2004). Pengungkapan kinerja lingkungan, sosial, dan ekonomi di

    dalam laporan tahunan atau laporan terpisah adalah untuk mencerminkan tingkat

    akuntabilitas, responsibilitas, dan transparansi perusahaan kepada investor dan

    stakeholders lainnya (Djakman, 2008).

  • 8

    Informasi mengenai aktivitas Corporate Social Responsibility terdapat

    dalam laporan keberlanjutan (Sustainability Report). Sustainability report kini menjadi

    tren dan kebutuhan bagi perusahaan progresif untuk menginformasikan perihal kinerja

    ekonomi, sosial dan lingkungannya sekaligus kepada seluruh pemangku kepentingan

    (stakeholders) perusahaan (Chariri & Nugroho, 2009). Sustainability Reporting

    memuat tidak saja informasi kinerja keuangan tetapi juga informasi non keuangan yang

    terdiri dari informasi aktivitas sosial dan lingkungan yang memungkinkan perusahaan

    bisa bertumbuh secara berkesinambungan (sustainable performance). Sustainability

    (keberlanjutan) adalah keseimbangan antara people-planet-profit, yang dikenal dengan

    konsep Triple Bottom Line (TBL). Sustainability terletak pada pertemuan antara tiga

    aspek, people-social; planet-enviroment; dan profit-economic. Menurut Elikngton,

    perusahaan harus bertanggung-jawab atas dampak positif maupun negatif yang

    ditimbulkan terkait dengan pengungkapan laporan keberlanjtan terhadap aspek

    ekonomi, sosial dan lingkungan-hidup.

    Mekanisme pelaporan keberlanjutan memiliki fungsi yang beragam. Bagi

    perusahaan, laporan keberlanjutan dapat berfungsi sebagai alat ukur pencapaian target

    kerja dalam isu TBL. Bagi investor, laporan keberlanjutan berfungsi sebagai alat

    kontrol atas capaian kinerja perusahaan sekaligus sebagai media pertimbangan investor

    dalam mengalokasikan sumberdaya finansialnya terutama dalam lingkup sustainable

    and responsible investment (SRI). Sementara bagi pemangku kepentingan lainnya

    (media, ornop, pemerintah, konsumen, akademis, dan lain-lain) laporan keberlanjutan

    menjadi tolak ukur menilai kesungguhan komitmen perusahaan terhadap pembangunan

  • 9

    berkelanjutan. Menurut Chariri (2009) pengungkapan sosial dan lingkungan dalam

    annual report telah meningkat dari waktu ke waktu, baik dalam jumlah perusahaan

    yang membuat pengungkapan dan dalam jumlah informasi yang dilaporkan.. Beberapa

    perusahaan mulai mengungkapkan praktik SR dalam laporan keuangannya maupun

    berdiri sendiri sebagai laporan yang terpisah, walaupun sifat dari pengungkapan SR itu

    sendiri masih sukarela (voluntary disclosure).

    Pengungkapan CSR berbeda dengan pengungkapan SR, meskipun

    keduanya merupakan pengungkapan sosial perusahaan. Pengertian dari CSR itu sendiri

    ialah sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial di

    dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksi dengan stakeholder berdasarkan

    prinsip kemitraan dan kesukarelaan (Nuryana, 2005). Sedangkan SR memuat informasi

    kinerja keuangan dan informasi non keuangan yang terdiri dari informasi aktivitas

    sosial dan lingkungan yang lebih menekankan pada prinsip dan standar pengungkapan

    yang mampu mencerminkan tingkat aktivitas perusahaan secara menyeluruh sehingga

    memungkinkan tingkat aktivitas perusahaan secara menyeluruh sehingga

    memungkinkan perusahaan bisa tumbuh secara berkesinambungan (sustainable

    performance).

    Sutainability Report menurut World Business Council for Sustainable

    Development (WBCSD) bisa didefinisikan sebagai laporan publik dimana perusahaan

    memberikan gambaran posisi dan aktivitas perusahaan pada aspek ekonomi,

    lingkungan dan sosial kepada stakeholder internal dan eksternalnya (WBCSD 2002;7).

    Dengan demikian, SR idealnya mengintegrasikan tiga bentuk laporan sebelumnya

  • 10

    (keuangan, sosial dan lingkungan). SR di Indonesia telah dipraktikkan sejak tahun 2000

    dan pedoman GRI telah digunakan sebagai referensi bagi laporan perusahaan.

    Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh (Liana & Sari, 2017),

    (Suprasto & Suprimarini, 2017), dan (Khairunisa, Hapsari, & Aminah, 2017)

    menunjukkan bahwa Corporate Social Responsibility (CSR) berpengaruh terhadap

    penghindaran pajak (tax avoidance), Namun, dalam penelitian yang telah dilakukan

    oleh (Wardani & Purwaningrum, 2018), (Mahanani, Titisari, & Nurlaela, 2017), dan

    (Ienaco et al., 2016) menyatakan bahwa Corporate Social Responsibility (CSR) tidak

    berpengaruh terhadap penghindaran pajak (tax avoidance).

    Penelitian ini dilandasi oleh teori legitimasi, teori stakeholder, dan agensi.

    Teori legitimasi adalah pengorganisasian perusahaan yang fokus utamanya yakni

    memihak kepada masyarakat, pemerintah dan individu (Gray, et al. 1996). Dasar teori

    legitimasi adalah “kontrak sosial” yang terjadi antara perusahaan dengan masyarakat

    dimana perusahaan beroperasi. Ketika terdapat ketidakselasaran antara kedua sistem

    tersebut, maka akan muncul ancaman terhadap legitimasi perusahaan. Teori

    stakeholder berpendapat operasi perusahaan tidak hanya mementingkan keuntungan

    perusahaan, namun juga bermanfaat bagi stakeholder perusahaan itu sendiri (Ghozali

    & Chariri, 2007). Teori stakeholder menyatakan bahwa perusahaan harus bertanggung

    jawab terhadap semua pihak yang terkena dampak dari kegiataan yang telah

    diselenggarakan oleh perusahaan. Stakeholder pada dasarnya dapat mengendalikan

    atau memiliki kemampuan untuk mempengaruhi pemakaian sumber-sumber ekonomi

    yang digunakan oleh perusahaan.

  • 11

    Penelitian ini berusaha untuk meneliti penghindaran pajak pada seluruh

    sektor perusahaan yang terdaftar di (BEI) Busa Efek Indonesia. Perbedaan hasil

    penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu dan fenomena yang terjadi

    tersebut mendorong untuk dilakukannya pengujuian kembali konsistensi hasil

    penelitian terdahulu tersebut dalam penelitian ini dengan judul “Analisis Pengaruh

    Sustainability Reporting terhadap Tax Avoidance”.

    1.2. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka dapat

    diperoleh rumusan masalah sebagai berikut :

    1. Apakah sustainability reporting berpengaruh terhadap tax avoidance ?

    2. Apakah leverage berpengaruh terhadap tax avoidance ?

    3. Apakah size berpengaruh terhadap tax avoidance ?

    4. Apakah growth berpengaruh terhadap tax avoidance ?

    5. Apakah capital intensity berpengaruh terhadap tax avoidance ?

    6. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap tax avoidance ?

    1.3. Tujuan Penelitian

    Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1. Untuk menguji apakah sustainability reporting berpengaruh terhadap tax

    avoidance.

    2. Untuk menguji apakah leverage berpengaruh terhadap tax avoidance.

  • 12

    3. Untuk menguji apakah size berpengaruh terhadap tax avoidance

    4. Untuk menguji apakah growth berpengaruh terhadap tax avoidance

    5. Untuk menguji apakah capital intensity berpengaruh terhadap tax avoidance

    6. Untuk menguji apakah Return On Assets (ROA) berpengaruh terhadap tax

    avoidance

    1.4. Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

    1. Bagi akademisi

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi

    pembaca mengenai faktor yang mempengaruhi penghindaran pajak perusahaan.

    2. Bagi pemerintah

    Penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pemerintah sebagai informasi

    dalam bidang perpajakan khususnya dalam pembuatan kebijakan perpajakan

    tentang penghindaran pajak.

    3. Bagi peneliti selanjutnya

    Hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan dan masukan bagi peneliti

    selanjutnya dalam melakukan penelitian yang sejenis.

    1.5. Sistematika Penulisan

    Memperoleh gambaran mengenai penelitian, maka gambaran sistematika penulisan

    skripsi adalah sebagai berikut :

  • 13

    BAB I : PENDAHULUAN

    Bab ini berisi uraian mengenai Latar Belakang Masalah, Perumusan

    Masalah Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Sistematika Penulisan

    Proposal.

    BAB II : TELAAH PUSTAKA

    Dalam bab ini dijelaskan mengenai Penelitian Terdahulu, Landasan Teori,

    Kerangka Pemikiran, dan Hipotesis Penelitian.

    BAB III : METODE PENELITIAN

    Dalam bab ini diuraikan mengenai Rancangan Penelitian, Batasan

    Penelitian, Identifikasi Variabel, Definisi Operasional dan Pengukuran

    Variabel, Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel, Data dan

    Metode Pengumpulan Data, dan Teknik Analisis Data.

    BAB IV : GAMBARAN SUBYEK PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

    Bab ini meliputi uraian tentang garis besar populasi dan sampel yang

    akan dianalisis meliputi analisis deskriptif, hasil pengujian hipotesis, serta

    pembahasan.

    BAB V : PENUTUP

    Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan penelitian yang merupakan

    jawaban dari rumusan masalah dan pembuktian hipotesis. Bab ini juga

    menjelaskan keterbatasan penelitian serta saran yang tepat dapat

    digunkaan untuk penelitian selanjutnya