bab i pendahuluan 1.1 latar belakang masalahrepository.radenfatah.ac.id/6913/1/skripsi bab i.pdf ·...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Al-Quran merupakan kitab pedoman bagi umat
muslim. Dalam kitab tersebut berisi tentang petunjuk-
petunjuk dan arahan hidup yang diturunkan Allah untuk
manusia agar hidupnya selamat di dunia maupun di akhirat
kelak. Allah yang menciptakan manusia maka Allah sangat
mengetahui kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh
manusia. Dengan demikian mempelajari dan mengamalkan
isi kandungan Al-Qur’an menjadi hal penting dalam hidup
ini. Dalam suatu hadits menjelaskan bahwa sebaik- baik
umat muslim adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan
mengajarkannya. Adapun keutamaan membaca dan
menghafal Al-Qur’an adalah individu yang
mengamalkannya akan menjadi sebaik-baiknya orang,
dinaikkan derajatnya oleh Allah, Al-Qur’an akan memberi
syafaat kepada orang yang membacanya, Allah
menjanjikan akan memberikan orang tua yang anaknya
menghapal Al-Qur’an sebuah mahkota yang bersinar, hati
orang yang membaca Al-Qur’an akan senantiasa dibentengi
dari siksaan, hati mereka akan menjadi tentram dan
1
2
tenang, serta dijauhkan dari penyakit menua yaitu
kepikunan (Chairani dan Subandi, 2010).
Allah SWT memudahkan Al-Qur’an untuk diingat
oleh seseorang (penghafal Al-Qur’an) dan menjaminnya
selamat dari berbagai perubahan. Allah sendirilah yang
menjamin penjagaan Al-Qur’an, dan Allah SWT juga telah
mempersiapkan kedudukan yang tinggi bagi mereka di
dunia dan akhirat (Az-Zawawi, 2010). Allah SWT berfirman
dalam surah Al-Hijr: 9 sebagai berikut:
كر نزلنا نحن إنا لحافظ ون له وإنا الذ
Artinya: “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan
Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya” (QS. Al-Hijr: 9).
Penghafal Al-Qur’an terbukti mempunyai daya
konsentrasi dan daya ingat yang tinggi. Hal itu dikarenakan
fungsi otaknya distimulus secara terus-menerus. Senada
dengan Hasil penelitian yang dilakukan Lutfiah (2011)
menunjukkan adanya hubungan yang berbanding lurus
antara jumlah hafalan Al-Qur’an dengan prestasi belajar.
Menghafal Al-Qur’an bukan hanya terkait persoalan
kemampuan kognitif, melainkan juga membutuhkan faktor
lain yang berkaitan dengan psikologis penghafal Al-Qur’an,
1
3
seperti motivasi, minat, kemampuan merespon gangguan,
serta faktor pendukung lainnya seperti lingkungan dan
metode menghafal. Faktor psikologis dalam proses
pembelajaran sangat penting karena mempengaruhi
tingkat konsentrasi individu. Faktor psikologis tersebut
berkaitan dengan kemampuan untuk mengelola diri agar
fokus pada tujuan yang ingin dicapai atau dalam istilah
psikologi disebut regulasi diri (Chairani Dan Subandi, 2010).
Kegiatan menghafal Al-Qur’an tentunya menuntut
kemampuan regulasi diri yang baik. Hal ini terkait dengan
syarat menghafal yang berat yaitu harus menjaga
kelurusan niat, memiliki kemampuan kuat, displin dalam
menambah hafalan dan memurojaah (setoran hafalan)
kepada sorang guru serta mampu menjaga hafalan Al-
Qur’an. Kemampuan mengelola emosi di dalam menghafal
juga menjadi pertimbangan penting. Senada dengan Sirjani
dan Khaliq (2007) mengatakan bahwa pada saat menghafal
mengupayakan mengatur durasi waktu artinya tidak terlalu
cepat dan tidak terlalu lambat. Hoyle (2010) menjelaskan
bahwa regulasi diri mengacu pada kemampuan untuk
mengesampingkan atau mengendalikan pikiran, perasaan,
dan perilaku. Individu yang berhasil melakukan regulasi diri
akan mampu dengan mudah untuk menetapkan tujuan,
membuat perencanaan dan memberi respon efektif
4
terhadap stimulus dari luar dirinya, beradaptasi dengan
lingkungan sosialnya secara fleksibel serta tidak merasa
terbebani dengan aturan yang berlaku dalam masyarakat.
Bandura menjelaskan bahwa Regulasi diri
merupakan kemampuan manusia mengatur dirinya sendiri,
mempengaruhi tingkah lakunya dengan cara mengatur
lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, serta
mengadakan konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri. Self
regulation merupakan kemampuan diri untuk mengatur
perilaku dan tindakan, serta sebagai daya penggerak
utama kepribadian manusia. Seseorang harus mampu
mengatur perilaku sendiri guna mencapai tujuan yang
diinginkan. Memanagemen waktu dan mengontrol perilaku
sehingga tujuan yang hendak dicapai dapat dioptimalkan
dengan baik (Musyrifah, 2016)
Cervone dan Pervin (2012) mengatakan bahwa
regulasi diri memiliki peran penting dalam diri seorang
individu untuk membantu perkembangan diri. Keadaan
lingkungan dan emosional yang mempunyai
kecenderungan untuk mengganggu tahap perkembangan
akan dapat dikontrol oleh regulasi diri. Regulasi diri sangat
mempengaruhi seseorang dalam bertingkahlaku. Seif
(Ashlaghi, 2017) juga menyatakan bahwa regulasi diri akan
5
menghasilkan dan mengarahkan pikiran, emosi dan
perilaku individu untuk mencapai tujuan. Regulasi diri
adalah kemampuan individu dalam memotivasi diri untuk
mencapai tujuan dengan cara merencanakan,
mengevaluasi dan memodifikasi perilaku individu sendiri.
Regulasi diri tidak hanya terbentuk untuk mencapai tujuan,
tetapi juga berusaha menghindari gangguan lingkungan
dan rangsangan emosional yang dapat mengganggu
perkembangan individu (Cervone & Pervin, 2012).
Faktor-faktor yang mempengaruhi regulasi diri
menurut Zimmerman dan Pons (Ghufron & Risnawita,
2011) antara lain, pengetahuan, tingkat kemampuan
metakognisi, tujuan, perilaku. kemudian ditambahkan
Bandura (Feist & Feist, 2010) observasi diri, evaluasi diri,
reaksi diri, lingkungan dan penguatan. Menurut
Zimmerman (Ghufron & Risnawita, 2011) regulasi diri
mempunyai 3 aspek. Pertama, metakognitif yang dapat
membimbing individu, mengatur atau menyusun peristiwa
yang akan dihadapi, dan memilih strategi yang sesuai agar
dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya dimasa
mendatang. Schank (Ghufron & Risnawita, 2011)
menambahkan metakognitif meliputi perencanaan,
observasi diri, dan evaluasi terhadap perilaku.
6
Eksistensi atau keberadaan penghapal Qur’an di
Indonesia sendiri semakin mandapat perhatian dari
masyarakat. Dikutip dari kabar (makkah.com13) gerakan
menghafal Al-Qur’an sedang mengalami perkembangan
yang pesat. Hal ini dapat dilihat adanya program yang
menyelenggarakan Tahfidzul Qur’an yang ditayangkan
setiap tahunnya di program tv. Dalam bidang kemiliteran
indonesiapun memprioritaskan penghafal Al-Qur’an. KBRN,
Gorontalo menyatakan ada dua golongan yang
diprioritaskan untuk diterima menjadi prajurit TNI. Kedua
golongan itu, adalah para Hafiz atau penghafal Al-Qur’an
dan anak TNI, sebagaimana ungkapan Danrem dalam
rri.co.id. Hal ini merupakan bentuk perhatian TNI terhadap
para penghafal Al-Qur’an, mereka akan diprioritaskan
diterima prajurit TNI walaupun pada beberapa test
mengalami kekurangan point (Rri. Co.id)
Di Sumatra selatan sendiri Gubernur Sumatra
Selatan (Sumsel) Herman Deru, bertempat di komplek
Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 3 Palembang meresmikan
rumah tahfiz Ash-Sholihin, sebagai upaya mendidik siswa
madrasah agar memiliki keahlian membaca dan menghafal
Al-Quran serta ilmu pengetahuan keislaman, sehingga
terwujud generasi penghafal Quran (Republika.co.id). Saat
ini di sejumlah daerah kota palembang telah bermunculan
7
pondok pesantren Tahfizh Al-Qur’an serta sering di
diadakan lomba menghafal Al-Qur’an seperti Musabaqoh
Tilawatil Qur’an (MTQ) di berbagai tingkatan. Bahkan
beberapa Rumah Tahfidz telah menyediakan jalur khusus
dan memberikan beasiswa kepada para penghafal Al-
Qur’an. Seperti halnya Rumah Tafidz Yatim Dhuafa
Palembang yang bekerja sama dengan UIN Raden Fatah
Palembang untuk memberikan biasiswa kepada Mahasiswa
yang menghapal Al-Qur’an. Ungkap bapak rektor UIN
Raden Fatah Palembang bapak Sirozi dalam kesempatan ini
mengungkapkan (01/06/2009) ”siapa saja yang hafal Al-
Qur’an, dapat kuliah di Institut Islam Negeri (IAIN) Raden
Fatah Palembang Hingga jenjang S2, secara gratis”. Dan
pada tahun 2019 Terdapat 3 mahasiswa yang berhasil
mendapatkan Beasiswa tersebut (Detiknews.com)
Tuntutan menjadi mahasiswa sekaligus santri
penghafal bukanlah suatu hal yang biasa, Mahasiswa di
tuntut agar dapat menyelesaikan tugas-tugas akademisnya.
Senada dengan Misra dan Castillo (2004) menemukan
berbagai tuntutan akademis pada mahasiswa, diantaranya
adalah tuntutan keluarga untuk berprestasi secara
akademik, mengerjakan tugas kuliah, kompetisi dengan
teman untuk mendapatkan penilaian yang baik, dan juga
terkait perubahan sistem pendidikan yang lebih menuntut
8
kemandirian. Disamping tuntutan akademis, mahasiswa
juga dihadapkan dengan tuntutan dalam hubungan sosial,
seperti menjalin hubungan baik dengan teman kuliah,
bekerjasama dalam kelompok, serta mengikuti kegiatan
organisasi kemahasiswaan. Begitu juga halnya tuntutan
menjadi santri penghapal Al- Qur’an yang dituntut agar
mampu menyetorkan hafalan ayat- ayat suci Al-Qur’an
setiap hari.
Pengaturan waktu antara tuntutan akademis dan
juga waktu untuk menghafal menjadi hambatan dalam
proses, sebab dalam dunia akademis Mahasiswa di tuntut
agar menyelesaikan tugas-tugasnya, begitu pula dalam
proses menghapal. Penghapal harus bisa mengulangi serta
menambah hapalan, tentu semua itu berkaitan dengan
waktu. Semakin banyak waktu luang makan penghafal
memiliki kesempatan untuk mengulang dan juga
menambah hafalannya. Hal ini diungkap Subjek yang
berinisial FD mengungkapkan bahwa yang menjadi
hambatan dalam proses menghapal yaitu mengenai waktu
dalam memenuhi tuntutan akademis dan juga tuntutan
yang ada di rumah tahfidz.
“ Yang menjadi hambatan waktu yang pastinyo, soalnyakan kuliah kadangan tu masuk jam 07.00 WIB baru keluar kelas jam 17.00 WIB dan
9
malamnyo itu jugo kadangan ado tugaskan jadi menghapal itu terhambat waktunya, belum lagi nak murojaah, tilawah tapi menghapal harus disempatke…” (wawancara tanggal 01 sepetember 2019).
Selain waktu yang menjadi hambatan, subjek yang
berinisial AG juga menyatakan rasa malas adalah musuh
terbesar dan menjadi penghambat dalam proses
menghafal. Sebagaimana kutipan wawancara sebagai
berikut:
“ ……males, males mbak, males itu susah mbak, males itu jadi musuh terbesar nian” (wawancara tanggal 05 oktober 2019).
Dari kutipan di atas waktu antara akademis dan
menghapal menjadi tuntutan bagi mahasiswa untuk
meregulasikan dirinya dalam menghapal Al- Qur’an. Selain
itu, faktor sosial juga mendukung mendukung terhadap
kelancaran menghapal Qur’an. senada dengan penelitian
yang dilakukan Suadak (2006) mendapati bahwa
permasalahan yang biasa dialami oleh penghafal
bersumber dari beberapa hal yaitu: materi hafalan, kondisi
guru yang membimbing, kondisi penghafal, metode
menghafal dan lingkungan sekitar. Dengan demikian
regulasi diri menjadi yang paling penting dalam proses
menghafal Al-Qur’an.
10
Berdasarkan fenomena di atas peneliti tertarik untuk
meneliti secara mendalam mengenai kemampuan
mahasiswa penghafal Al-Qur’an meregulasikan dirinya agar
tetap bertahan dari segala hambatan dalam mencapai
tujuaanya yaitu menghapal Al-Qur’an.
1.2 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas yang mejadi
pertanyaan peneliti yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana Regulasi Diri Mahasiswa UIN Raden
Fatah Penghafal Al-Qur’an Di Rumah Tahfidz Yatim
Dhuafa Palembang?
2. Apa makna menghapal Al-Qur’an bagi Mahasiswa
UIN Raden Fatah Penghafal Al-Qur’an Di Rumah
Tahfidz Yatim Dhuafa Palembang?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas yang
menjadi Tujuan penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui Regulasi Diri Mahasiswa UIN Raden
Fatah Penghafal Al-Qur’an Di Rumah Tahfidz Yatim
Dhuafa Palembang.
11
2. Memahami makna menghapal Al-Qur’an bagi
Mahasiswa UIN Raden Fatah Penghafal Al-Qur’an Di
Rumah Tahfidz Yatim Dhuafa Palembang.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Upaya pengembangan keilmuwan psikologi
khususnya dalam bidang psikologi pendidikan serta dapat
digunakan sebagai bahan referensi bagi penelitian-
penelitian lain yang tertarik dalam bidang ini.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan
perubahan positif dalam menghapal Al-Qur’an dan
menanamkan pola pikir dan wawasan yang positif, serta
regulasi diri yang baik dalam mencapai tujuan pada
mahasiswa termasuk orang tua, masyarakat, pengajar dan
khusunya santri.
1.5 Keaslian Penelitian
Berdasarkan adanya penelitian terdahulu yang
memiliki kesamaan dengan penelitian ini yaitu yang
pertama, penelitian yang dilakukan oleh Faisal Tanjung,
Lukmawati, Jhon Supriyanto tahun 2017 tentang Al-Qur’an
Itu Menjaga Diri: Peranan Regulasi Diri Penghafal Al-
12
Qur’an. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah
melewati serangkaian tahapan dalam meregulasi dirinya
untuk menyelesaikan hafalan Al-Qur’an 30 juz maka
kedelapan subjek penelitian memperoleh satu makna yang
sama yaitu Al-Qur’an itu menjaga diri, seperti menjaga
image/ kehormatan, menjaga kesucian diri dengan
berwudhu, menjaga pandangan mata, menjaga cara
bersikap/ wibawa, menjaga diri agar tidak termasuk ke
dalam tipe golongan orang-orang yang tidak sesuai antara
perkataan yang diucapkan dengan perbuatan yang
dilakukannya, menjaga akhlak dalam berperilaku, menjaga
adab dalam berpakaian yang menutup aurat secara syar’i
dan menjaga akhlak dalam berbicara dengan orang lain
terutama yang lebih tua (Tanjung, Lukmawati &
Supriyanto, 2017)
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Fitria savira
dan yudi suharsono tahun 2013 tentang Self-regulated
learning (SRL) Dengan prokrastnasi akademik pada siswa
akselerasi. Hasil dari penelitian ini ada hubungan negatif
dan sangat signifikan antara SRL dengan prokrastinasi
akademik dengan koefisien korelasi korena (r)=- 0,73 dan
p= 0,000 (Savira & Suharsono, 2013). Ketiga, penelitian
yang dilakukan oleh Fitria dwi rizanti tahun 2013 tentang
Hubungan Antara Self Regulated Learning Dengan
13
Prokrastinasi Akademik Dalam Menghafal Al-Qur’an Pada
Mahasantri Ma’had ‘Aly Masjid Nasional Al- Akbar Surabaya.
Hasil dari penelitian ini, Nilai r sebesar -0,832 dan p=0,000
(p<0,005), sehingga hipotesis penelitian diterima. Artinya,
ada hubungan yang negatif dan signifikan antara regulated
learning dengan prokrastinasi dalam menghafal Al- Qur’an
pada maha santri ma’had ‘aly masjid nasional al-akbar
Surabaya (Rizanti, 2013)
Penelitian keempat, penelitian yang dilakukan Dwi
Nur Rachmah tahun 2015 tentang Regulasi Diri dalam Belajar
pada Mahasiswa yang Memiliki Peran Banyak. Hasil dari
penelitian ini:
(1) Regulasi diri dalam belajar membuat mahasiswa yang
memiliki peran sosial yang lain yaitu sebagai wanita
karir dan ibu rumah tangga dapat meraih prestasi
akademik yang tinggi.
(2) Bentuk regulasi diri dalam belajar yang ditemukan
adalah regulasi kognitif, regulasi motivasi, regulasi
emosi, regulasi perilaku dan regulasi konteks.
(3) Regulasi diri dalam belajar dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti karakteristik individu atau
kepribadian, ajaran budaya dan agama yang dianut,
motivasi, keyakinan diri dan situasi pencetus yang
14
menyebabkan munculnya proses regulasi (Rachamah,
2015)
Penelitian kelima, penelitian mengenai gambaran
kesejahteraan spiritual mahasiswa penghafal Al-Qur’an
yang dilakukan oleh Widwi Mukhabibah, Retno Hanggarani
Ninin, Poeti Joefiani tahun 2017 tentang Kesejahteraan
Spiritual pada Mahasiswa Penghafal Al-Qur’an. Adapun hasil
dari penelitian ini mengunkapkan Mayoritas responden
dalam penelitian ini memiliki spiritual well-being (SpWB)
yang tinggi. Responden yang memiliki spiritual well-being
(SpWB) yang sedang belum dapat menikmati kehidupannya
karena merasa masih memiliki banyak kekurangan diri.
Responden dengan kategori SpWB tinggi merasakan
adanya hubungan yang bermakna dengan Allah ditandai
dengan selalu dilibatkannya Allah dalam segala aspek
kehidupan mereka. Sedangkan pada responden dengan
kategori SpWB sedang secara kualitatif ditandai dengan
belum dirasakannya hubungan yang bermakna dengan
Allah. Responden yang memiliki skor spiritual well-being
yang tinggi didominasi oleh metode menghafal dengan
mengikuti lembaga tahfizh, memiliki jadwal yang tentatif
(berubah-ubah), serta dorongan untuk menghafal Al-Qur’an
bersumber dari dirinya sendiri. Sedangkan responden yang
memiliki skor spiritual well-being yang sedang didominasi
15
oleh responden yang jadwal menghafalnya tentatif
(berubah-ubah) serta dorongan menghafal yang bersumber
dari orang tua dan penghafal Al-Qur’an yang lain/idolanya.
Fakta tersebut memunculkan kesimpulan hipotetis pada diri
peneliti, bahwa motivasi intrinsik untuk menghafal dan
keikutsertaan dalam lembaga pembimbing hafalan,
merupakan faktor yang memiliki keterkaitan dengan SpWB
(Mukhabibah, Ninin & Joefiani, 2017)
Keenam, penelitian yang dilakukan oleh siri raiyati
tahun 2017 tentang Presentasi diri mahasiswa penghafal Al
Qur’an dari segi performa semua subjek memiliki kekhasan
yang positif, sehingga secara mereka sadari atau tidak
lingkungan menyoroti mereka. Segi penampilan, mereka
berpenampilan memang bervariasi, namun tetap sesuai
dengan yang disyariatkan. Untuk gaya tingkah laku, para
subjek penghafal Al Qur’an ini ramah dan santun, sehingga
membuat orang lain nyaman saat berinteraksi dengan
mereka. Adapun untuk setting ruang mereka, yang penulis
fokuskan kepada kamarnya, kebanyakan mereka hiasi
gambar ulama, lafazh amalan, kata-kata motivasi, piagam
penghargaan yang mereka raih atau hal yang bermanfaat
lainnya. Bagaimanapun juga nilai-nilai Al-Qur’an menjadi
konsep ideal mereka, baik Al Qur’an sebagai sebuah
tanggung jawab hingga Al-Qur’an sebagai pedoman hidup.
16
Seperti prinsip hidup mereka yang mengatakan bahwa
segala hal harus berkesesuaian dengan Al-Qur’an. Sehingga
mereka berusaha menginternalisasikan nilai-nilai Al-Quran
tersebut kedalam kehidupan sehari-hari mereka. Hal
tersebut tergambar dalam presentasi diri mereka melalui
dimensi khuluqiyyah yakni nilai-nilai etika dan dimensi
amaliyah yakni yang berkenaan dengan tingkah laku
sehari-hari (Raiyati, 2017)
Dengan demikian terdapat perbedaan dengan
penelitian sebelumnya yaitu kebanyakan penelitian
sebelumnya menggunakan metode kuantitatif untuk
mengukur regulasi diri penghapal Al-Qur’an, sedangkan
pada penelitian ini mengunakan metode kualitatif dengan
desain fenomenologi sehingga yang menjadi titik fokus
yaitu mengenai pemaknaan hidup subjek. Subjek pada
peneltian sebelumnya hanya memiliki satu peran yaitu
sebagai mahasiswa (pelajar), sedangkan pada penelitian ini
subjek memiliki peran ganda yaitu sebagai santri penghafal
Al-Qur’an 30 juz dan juga Mahasiswa.