bab i pendahuluan 1.1. latar belakang masalaheprints.unisnu.ac.id/402/2/skripsi 1-3.pdf · manusia...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kebutuhan manusia semakin hari semakin bertambah, oleh sebab
itu manusia memiliki kebutuhan hidup yang beragam, seperti kebutuhan
akan sandang, pangan dan papan, serta ada kebutuhan akan hubungan antar
pribadi, rasa aman, status. Kebutuhan inilah yang menyebabkan manusia
dituntut untuk bekerja dan mendapatkan penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan yang ada. Manusia bekerja membutuhkan motivasi kerja untuk
menghasilkan suatu karya yang dapat membangun organisasi atau instansi
dan akan memiliki efek positif pada dirinya sendiri sehingga tujuan bersama
tercapai. Adanya pemimpin yang dapat memotivasi karyawan dalam suatu
organisasi atau instansi dan memberikan suatu perubahan yang
menguntungkan banyak pihak. Dalam memotivasi karyawan, dibutuhkan
pemimpin yang demokratis yang dapat membawa perubahan yang baik,
mengetahui kebutuhan bawahannya sehingga akan menumbuhkan
kedisiplinan kerja dalam organisasi atau instansi pada karyawan.
Suatu kepemimpinan akan dapat mempengaruhi prilaku
pegawainya termasuk kedisiplinan. Masing-masing manajer memiliki
kepemimpinan yang berbeda-beda yang diterapkan pada bawahannya.
Kepemimpinan ini tergantung dari diri pribadi masing-masing manajer dan
juga situasi. Para pemimpin dapat menggunakan kepemimpinan otokratis
1
2
sebagai gaya yang didasarkan atas kekuatan posisi dan penggunaan otoritas
maupun kepemimpinan demokratis yang dikaitkan dengan kekuatan
personal dan keikutsertaan para pengikut dalam proses pemecahan masalah
dan pengambilan keputusan. Dengan demikian kepemimpinan mempunyai
peran sentral dalam kehidupan suatu organisasi, dimana terjadi interaksi
antara pemimpin dengan karyawan dalam mencapai tujuan organisasi.
Interaksi antara pemimpin dengan pegawai perlu dikoordinasikan supaya
suatu sistem kerja dapat berfungsi dengan lancar. Para manajer
mengkoordinasikan pekerjaan staf dengan memberikan pengarahan dan
kepemimpinan.
Disiplin merupakan salah satu kriteria yang dapat dijadikan
sebagai landasan atau dasar bagi kelancaran proses pembentukan,
pemberdayaan dan pengembangan sumber daya manusia dalam hal ini
karyawan. Disiplin sangat diperlukan karena dapat memaksakan individu
untuk mematuhi peraturan serta prosedur kerja yang telah ditentukan lebih
dulu. Oleh karena itu pegawai sebagai salah satu sebagai anggota dalam
sebuah organisasi harus mendapat perhatian dari instansi agar dapat bekerja
seperti yang diharapkan. Salah satu dalam memberi perhatian tersebut
adalah dengan adanya pucuk pimpinan yang mau mengerti tentang
bawahan, dan mendukung segala kegiatan karyawan sehingga disiplin kerja
pegawai dapat meningkat.
Di sisi lain adanya indikasi bahwa disiplin kerja pegawai di
SAMSAT Kabupaten Jepara nampaknya belum optimal. Sehingga muncul
3
asumsi dari peneliti bahwa ada permasalahan mengenai kedisiplinan pada
Sistem Administrasi Manunggal dibawah Satu Atap (SAMSAT) Kabupaten
Jepara. Jadi apa yang diharapkan tersebut belum menampakkan hasil seperti
apa yang diinginkan. Kondisi inilah yang menjadi alasan penelitian ini guna
untuk membuktikan pengaruh kepemimpinan dan motivasi terhadap
disiplin kerja pegawai. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik
untuk mengetahui dan meneliti lebih lanjut. Adapun judul yang peneliti kaji
adalah “PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI
TERHADAP DISIPLIN KERJA PEGAWAI DI SAMSAT
KABUPATEN JEPARA”.
1.2. Ruang Lingkup Masalah
Dalam pembatasan nantinya supaya tidak terlalu luas, maka
diperlukan batasan-batasan yang jelas. Sehingga permasalahan tidak keluar
dari jalur yang diinginkan. Ruang lingkup penelitian dalam penelitian ini
yaitu obyek penelitian ini difokuskan pada pegawai di SAMSAT Kabupaten
Jepara.
1.3. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dilakukan guna memudahkan pelaksanaan
penelitian agar tidak menyimpang dari permasalahan. Berdasarkan
pemaparan latar belakang masalah di atas, maka dalam penelitian ini dapat
dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut :
4
1. Apakah gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap disiplin kerja pegawai
di SAMSAT Kabupaten Jepara?
2. Apakah motivasi kerja berpengaruh terhadap disiplin kerja pegawai di
SAMSAT Kabupaten Jepara?
3. Apakah gaya kepemimpinan dan motivasi secara bersama-sama
berpengaruh terhadap disiplin kerja pegawai di SAMSAT Kabupaten
Jepara?
1.4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk menguji pengaruh gaya kepemimpinan terhadap disiplin kerja
pegawai di SAMSAT Kabupaten Jepara.
2. Untuk menguji pengaruh motivasi terhadap disiplin kerja pegawai di
SAMSAT Kabupaten Jepara.
3. Untuk menguji pengaruh gaya kepemimpinan dan motivasi secara
bersama-sama terhadap disiplin kerja pegawai di SAMSAT Kabupaten
Jepara.
1.5. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut:
5
1.5.1. Bagi Penulis
Merupakan kesempatan untuk berlatih bagi penerapan
berbagai teori yang telah diperoleh dan selanjutnya menambah
pengetahuan serta pengalaman dengan membandingkan antara teori
dan kenyataan.
1.5.2. Bagi Instansi
Hasil penelitian ini dapat membantu pimpinan perusahaan
dalam meningkatkan disiplin kerja pegawai dan berguna sebagai
masukan dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang tepat bagi
kemajuan instansi serta pengambilan keputusan yang sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
1.5.3. Bagi Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini berguna sebagai sarana pengembangan
ilmu pengetahuan dan tambahan informasi bagi penelitian
selanjutnya.
1.6. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan
Dalam bab ini memuat latar belakang masalah, pembatasan
masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian, dan sistematika penulisan.
6
BAB II : Tinjauan Pustaka
Berisi mengenai landasan teori, penelitian terdahulu, kerangka
pemikiran, dan hipotesis.
BAB III : Metode Penelitian
Bab ini mencakup variabel dan definisi operasional, populasi dan
sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data,
metode pengolahan data, dan metode analisis data.
BAB IV : Hasil Dan Pembahasan
Bab ini mencakup gambaran umum obyek penelitian, analisis
data yang ada dengan melakukan pengujian-pengujian terhadap
dua variabel penelitian yang mengenai analisis pengaruh gaya
kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap disiplin kerja
pegawai.
BAB V : Penutup
Merupakan akhir dari penulisan, berisi kesimpulan dan analisis
data serta saran-saran bagi instansi yang sekiranya dapat
memberikan manfaat bagi instansi di masa yang akan datang.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Kepemimpinan
1. Hakekat Kepemimpinan
Sebutan pemimpin atau manajer tak perlu
dicampuradukkan, sebab kepemimpinan (leadership) adalah
bagian tersendiri dari manajemen. Manajer melaksanakan fungsi-
fungsi perencanaan, pengorganisasian, memotivasi, komunikasi,
dan pengendalian. Termasuk dalam fungsi itu adalah memimpin
dan mengarahkan. (Sukanto Reksohadiprojo dan T. Hani
Handoko, 2001 : 285)
Menurut esensinya konsep kepemimpinan lebih luas dari
konsep manajemen. Manajemen dipandang sebagai jenis khusus
kepemimpinan di mana yang terpenting adalah pencapaian tujuan
organisasi. Perbedaan pokok kedua konsep itu terletak pada
istilah organisasi. Kepemimpinan terjadi pada saat seseorang
berusaha mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok orang
apapun alasannya. Hal itu boleh jadi demi tujuannya sendiri atau
tujuan orang lain dan mungkin sejalan atau tidak sejalan dengan
tujuan organisasi. (Hersey dan Blanchart, 2005 : 4)
7
8
Kesimpulan yang dapat ditarik dari dua pendapat tersebut
yaitu bahwa dalam lingkup yang lebih sempit atau organisasi
kepemimpinan sebagai bagian dari proses manajemen dalam
mencapai tujuan. Sedangkan dalam lingkup yang lebih luas
manajemen merupakan bagian dari kepemimpinan.
Kepemimpinan yang efektif harus memberikan
pengarahan kepada semua pekerja dalam mencapai tujuan-tujuan
organisasi. Tanpa kepemimpinan, suatu organisasi adalah
kumpulan orang-orang dan mesin-mesin yang tidak teratur (kacau
balau). Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mengatasi atau
mempengaruhi perilaku sekelompok orang untuk mencapai tujuan
dengan antusias. Ini merupakan faktor manusiawi yang mengikat
sebagai suatu kelompok bersama dan memotivasi mereka dalam
mencapai tujuan.
Seperti halnya pendapat yang dikemukakan Sukanto
Reksohadiprojo dan T. Hani Handoko (2004 : 286), bahwa
“Kegiatan manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian dan
pengambilan keputusan merupakan sebuah kepompong yang tidur
(tidak efektif) sampai pemimpin cepat bertindak untuk
menghidupkan motivasi dalam setiap orang dan mengarahkan
mereka mencapai tujuan kepemimpinan merubah sesuatu yang
potensial menjadi suatu kenyataan. Ini adalah kegiatan pokok
9
yang memberikan sukses bagi semua hal yang potensial, yaitu
sesuatu organisasi dan anggota-anggotanya”.
2. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan (style leadership), merupakan salah
satu cara seorang pemimpin atau manajer menjalankan tugasnya.
Pendekatan dalam memahami gaya kepemimpinan secara khas
dilihat dari sudut pandang atau persepsi bawahannya, yaitu
bagaimana seorang pemimpin mengarahkan bawahannya.
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang
digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba
mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat (Miftah
Thoha, 2003 : 51).
Soekanto Reksohadiprodjo dan T. Hani Handoko,
memberi pengertian gaya kepemimpinan adalah bagaimana
seorang pemimpin mempengaruhi bawahannya”.
Berdasarkan beberapa pengertian kepemimpinan dari
beberapa ahli di atas, dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pada dasarnya gaya kepemimpinan merupakan teknik atau cara
memotivasi bawahannya. Pemilihan gaya kepemimpinan yang
tepat dan disertai dengan motivasi eksternal yang tepat dapat
mengarahkan tujuan perseorangan dan tujuan organisasi. Gaya
kepemimpinan yang tidak tepat menghasilkan perilaku pemimpin
yang tidak efektif dalam mempengaruhi bawahannya.
10
3. Tipe Kepemimpinan
Dalam menggolongkan bentuk tipe kepemimpinan ini
banyak pendapat yang dikemukakan para sarjana, namun masing-
masing pendapat banyak perbedaannya. Oleh sebab itu perlu
untuk mengetahuinya.
Menurut Y.W. Sunindhia dan Ninik Widiyanti (2003 : 29)
penggolongan tipe kepemimpinan dilihat dari cara seorang
pemimpin melakukan kepemimpinannya dapat dibagi dalam
kepemimpinan otokratis, militeristis, paternalistik, karismatis,
bebas dan demokratis.
a. Kepemimpinan Otokratis
Kepemimpinan otokratis adalah suatu kepemimpinan yang
pimpinannya menganggap organisasi sebagai milik sendiri,
pemimpin bertindak diktator terhadap anggotanya. Anggota
dianggap sebagai alat untuk mencapai tujuan, jadi penghargaan
terhadap inisiatif anggota kurang. Dari sikap pemimpin yang
otoriter itu muncul sikap dan perilaku bawahan yang menurut
atau patuh dan menjalankan perintah-perintah pimpinan secara
apa adanya tidak boleh membantah.
b. Kepemimpinan Militeristis
Kepemimpinan militeristis adalah suatu kepemimpinan yang
memiliki sifat-sifat :
11
1) Untuk menggerakkan bawahannya ia menggunakan
perintah yang biasa digunakan dalam ketentaraan.
2) Gerak geriknya senantiasa tergantung kepada pangkat dan
jabatannya.
3) Senang akan formalitas yang berlebih-lebihan.
4) Menuntut disiplin keras dan kaku dari bawahannya.
5) Senang akan upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
6) Tidak menerima kritik dari bawahannya dan lain
sebagainya.
Jadi dalam kepemimpinan militeristis yang dimaksud, tidak
berupa pelaksanaan tindakan memimpin militer seperti
ketentaraan yang sewajarnya.
c. Kepemimpinan Paternalistik
Kepemimpinan paternalistik adalah suatu kepemimpinan yang
pemimpinnya bersifat kebapakan. Pemimpin beranggapan
bahwa anggota yang dipimpinnya sebagai anak atau orang
yang belum dewasa. Akibatnya sering memberikan
perlindungan yang berlebihan.
d. Kepemimpinan Karismatis
Kepemimpinan karismatis adalah kepemimpinan yang
pemimpinnya mempunyai daya tarik besar karena adanya
kepercayaan anggotanya.
12
e. Kepemimpinan laissez faire atau Bebas
Kepemimpinan laissez faire atau bebas yaitu kepemimpinan
yang pimpinannya membiarkan anak buahnya atau anggotanya
untuk berbuat sekehendak hati atau ada kebebasan yang luas.
Dalam kepemimpinan ini, pemimpin sangat kurang dalam
memberi petunjuk-petunjuk, pengawasan dan kontrol kepada
anggota.
f. Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan demokrasi adalah suatu kepemimpinan yang
didalamnya terdapat perilaku pemimpin yang bersifat
kerakyatan dan persaudaraan, mengharap kerjasama dengan
anggotanya yang tidak dipandang sebagai alat. Jadi dalam
aktivitasnya terdapat hubungan yang harmonis dan saling
melengkapi, serta tetap membuka kesempatan untuk menerima
kritik dan saran dari angggota.
2.1.2. Motivasi
1. Pengertian Motivasi
Dalam pemahaman kita sehubungan dengan istilah
motivasi kerja yang terkait dengan pemahaman terhadap apa itu
motif. “Motif diartikan sebagai dorongan atau tenaga yang
menggerakkan jiwa dan jasmani untuk berbuat sesuatu. Jadi motif
merupakan pendorong (driving force) yang menggerakkan
13
manusia untuk bertingkah laku yang di dalam perbuatan tersebut
terdapat tujuan-tujuan tertentu”. (Moch As’ad, 2005 : 44).
Sedangkan menurut Wexley dan Yulk, seperti dikutip
Moh. As’ad (2005 : 44) motivasi didefinisikan sebagai “the
process by which behavior is energized and directed”, yang
artinya bahwa motivasi adalah merupakan proses dengan nama
perilaku digerakkan atau diarahkan.
Dari batasan di atas dapat disimpulkan bahwa motif
adalah yang melatar belakangi individu dalam berbuat untuk
mencapai tujuan tertentu atau dapat dikatakan bahwa motif
merupakan pendorong dalam mencapai suatu tujuan tertentu dan
motivasi adalah sesuatu yang menimbulkan motif. Jadi motivasi
kerja adalah sesuatu yang memberikan semangat atau dorongan
seseorang untuk bekerja. Kuat lemahnya motivasi kerja seseorang
akan ikut menentukan besar kecil prestasi kerjanya.
2. Ciri-ciri motivasi
Sebagai upaya menimbulkan motivasi kerja bagi
karyawan atau bawahannya tentunya seorang manajer atau
pemimpin perlu alam memahami motif itu sendiri. Tentunya
pemahaman motif tersebut akan membawa dampak positif dalam
usaha memotifkan karyawan, maka seorang manajer perlu untuk
mengetahui cir-ciri dari motif tersebut.
14
Moch. As’ad memberikan ciri-ciri motif sebagai berikut :
a. Motif adalah majemuk
Pendorong dan tujuan karyawan untuk bertindak tidak hanya
satu, tetapi beberapa pendorong dan tujuannya berlangsung
secara bersama-sama.
b. Motif dapat berubah-ubah
Motif bagi seseorang seringkali mengalami perubahan, ini
disebabkan keinginan manusia sering berubah-ubah pula.
c. Motif Berbeda-beda bagi individu
Karyawan dari pekerja yang sama bisa memiliki motif yang
berbeda.
d. Beberapa motif tidak disadari oleh ndividu
Banyak tingkah laku karyawan yang tidak dipahami oleh
pelakunya sendiri.
3. Faktor-faktor Motivasi
Faktor-faktor yang menjadi motivasi seperti yang
dikemukakan Maslow terdiri dari sebagai berikut:
a. Gaji atau Upah
Gaji atau upah merupakan imbalan yang diberikan kepada
karyawan dalam bentuk yang mempunyai kecenderungan
diberikan secara tetap. Heidjrachman Ranupandojo dan Suad
Husnan (2001 : 137) berpendapat bahwa gaji atau upah
merupakan suatu pemberian sebagai suatu imbalan dari
15
pemberi kerja kepada penerima kerja untuk suatu pekerjaan
atau masa yang telah atau yang akan dilakukan, yang berfungsi
sebagai jaminan hidup yang layak bagi kemanusiaan dan
produksi, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang
ditetapkan menurut perjanjian, undang-undang dan dibayarkan
atas dasar waktu perjanjian kerja antara pemberi kerja dan
penerima kerja.
Dari pengertian di atas, walaupun redaksinya namun jelas
bahwa maksudnya sama yaitu merupakan penggantian jasa
yang diserahkan oleh pemberi kerja kepada pihak lain untuk
penerima kerja dalam periode tertentu.
b. Kebutuhan keamanan dan keselamatan kerja
Kebutuhan keamanan dan keselamatan kerja adalah kebutuhan
akan rasa aman tentram yang ada pada diri pekerja, bebas dari
rasa ketakutan dan penghidupannya di masa yang akan datang,
jaminan akan pekerjaan, jika terjadi sesuatu atas dirinya,
karena milik yang paling berharga bagi manusia adalah
keamanan diri yaitu keamanan terhadap keselamatan diri.
Keselamatan dan keamanan kerja adalah suatu kondisi di mana
para pekerja dalam menjalankan kegiatannya merasa aman
baik secara fisik maupun mental.
Alex S. Nitisemito (2004 : 231) menyatakan bahwa sebaiknya
setiap perusahaan berusaha agar usahanya stabil, dengan
16
kestabilan, maka masa depan perusahaan akan terjamin.
Perusahaan yang usahanya tidak stabil akan menimbulkan
kekecewaan atau kekhawatiran para karyawannya. Mereka
mungkin khawatir memikirkan tentang apa kapan saatnya
mendapatkan giliran yang dipecat.
c. Kebutuhan sosial
Perilaku seseorang seringkali dipengaruhi oleh faktor-faktor
sosial seperti kelompok referensi, keluarga, status dan peranan
sosial mereka. Secara formal adalah kegiatan-kegiatan yang
disponsori oleh perusahaan atau pun acara peringatan-
peringatan hari bersejarah. Heidjrachman Ranupandojo dan
Suad Husnan (2001 : 187), mengatakan bahwa manusia
sebagai makhluk sosial membutuhkan persahabatan, untuk itu
maka ia akan melakukan hubungan dengan teman-temannya.
Menurut Megginson dalam bukunya T. Hani Handoko (2004 :
258) antara lain menyatakan bahwa hubungan sosial secara
teori adalah kebutuhan akan cinta persahabatan, perasaan
memiliki dan diterima kelompok, keluarga, asosiasi.
Sedangkan secara terapan adalah kelompok-kelompok formal
dan kegiatan-kegiatan yang diadakan perusahaan.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa manusia
adalah makhluk sosial, membutuhkan adanya persahabatan dan
tidak dapat hidup sendiri dalam jangka waktu yang lama.
17
d. Kebutuhan Penghargaan
Penghargaan merupakan salah satu kebutuhan manusia, hal ini
merupakan kebutuhan untuk dihargai oleh orang lain.
Penghargaan ini dapat berupa reward atau hadiah, pujian
ataupun pengakuan atas prestasi yang telah dicapai.
Alex S. Nitisemito (2004 : 229) mengatakan bahwa setiap
perusahaan hendaknya memberikan kesempatan dan
penghargaan kepada para pegawai atau karyawan yang
berprestasi. Penghargaan itu dapat berupa hadiah, kenaikan
gaji, kenaikan pangkat, piagam dan sebagainya.
Penghargaan sesuai dengan yang dimaksudkan untuk
menghargai terhadap jasa atau prestasi seseorang dari segi
manusiawi, misalnya insentif diberikan kepada seseorang
bukan karena jasa atau prestasi, tetapi ditujukan agar orang
bersangkutan dapat lebih berprestasi atau jasa lebih baik dari
yang sebelumnya. Jadi penghargaan mengandung unsur masa
lalu, sedangkan insentif mengandung unsur masa depan.
e. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan dari
perwujudan ingin menggunakan potensi diri untuk mencpai
yang diinginkan. Sukanto Reksohadiprojo dan T. Hani
Handoko (2004 : 265), memberikan penjelasan bahwa
kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan pemenuhan diri,
18
untuk mempergunakan potensi diri, pengembangan diri, dan
melakukan apa yang paling cocok, serta menyelesaikan
pekerjaannya sendiri. Moh. As’ad ( 2005 : 50 ) menyatakan
bahwa manusia ingin mengembangkan kapasitas mental dan
kapasitas kerjanya melalui pengembangan pribadinya. Oleh
sebab itu pada tingkatan ini orang cenderung untuk selalu
mengembangkan diri dan berbuat yang paling baik. Gauzali
Saydam ( 2005 : 243 ) mengemukakan bahwa kebutuhan untuk
mewujudkan diri merupakan tingkat kebutuhan yang paling
tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan puncak ini biasanya
seseorang bertindak bukan atas dorongan orang lain, tetapi
karena kesadaran dan keinginan diri sendiri.
Aktualisasi diri merupakan kebutuhan untuk mewujudkan
kemampuan serta mengembangkan diri dari pekerja yang
bersangkutan di tempat dia bekerja dan selama dia bekerja.
2.1.3. Disiplin Kerja
1. Pengertian Disiplin kerja
Salah satu syarat perjanjian kerja antara perusahaan dengan
karyawan adalah disiplin. Disini dikemukakan beberapa
pengertian mengenai disiplin, sebagai berikut yaitu:
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006 : 511),
disiplin kerja adalah bentuk pelatihan yang menjalankan
19
peraturan-peraturan organisasional. Siagian (2003 : 305)
mengartikan disiplin sebagai tindakan manajemen untuk
mendorong para anggota organisasi memilih tuntutan berbagai
ketentuan tersebut. Menurut Handoko (2004 : 208), disiplin
merupakan kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-
standar organisasional. Sedangkan dari sudut pandang Veithzal
Rival (2003 : 444), disiplin kerja adalah suatu alat yang
digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan
agar mereka bersedia untuk mengubah suatu upaya untuk
meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua
peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.
Menurut Nitisemito dalam Ahmad Tohardi (2002 : 393)
mengungkapkan arti disiplin sebagai sikap, tingkah laku dan
perbuatan yang sesuai dengan peraturan dan perusahaan baik
yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat diambil kesimpulan
bahwa disiplin merupakan sikap atau perilaku ketaatan seseorang
atau sekelompok orang yang sesuai prosedur serta terhadap
peraturan baik secara tertulis maupun tidak tertulis, yang
tercermin dalam bentuk tingkah laku dan perbuatan. Dengan
ditetapkannya peraturan tertulis maupun tidak tertulis diharapkan
agar para karyawan memiliki sikap disiplin yang tinggi dalam
bekerja, sehingga produktivitas kerja meningkat.
20
2. Aspek-aspek Disiplin Kerja
Amriany, dkk dalam Dewi Anggraeni (2008 : 19-20)
menyebutkan aspek-aspek disiplin kerja yaitu :
a. Kehadiran
Seseorang dijadwalkan untuk bekerja harus hadir tepat pada
waktunya tanpa alasan apapun.
b. Waktu kerja
Waktu kerja merupakan jangka waktu saat pekerja yang
bersangkutan harus hadir untuk memulai pekerjaan, waktu
istirahat, dan akhir pekerjaan. Mencetak jam kerja pada kartu
hadir merupakan sumber data untuk mengetahui tingkat
disiplin waktu karyawan.
c. Kepatuhan terhadap perintah
Kepatuhan yaitu jika seseorang melakukan apa yang dikatakan
kepadanya.
d. Kepatuhan terhadap aturan
Serangkaian aturan yang dimilki perusahaan merupakan
tuntutan bagi karyawan agar patuh, sehingga dapat membentuk
perilaku yang memenuhi standar perusahaan.
e. Pemakaian seragam
Sikap karyawan terutama lingkungan organisasi menerima
seragam kerja setiap dua tahun sekali.
21
3. Pendisiplinan
Dalam setiap organisasi atau perusahaan yang diinginkan
adalah jenis disiplin yang timbul dari dalam diri sendiri atas dasar
kerelaan dan kesadaran. Akan tetapi dalam kenyataannya disiplin
itu lebih banyak disebabkan adanya paksaan dari luar. Untuk
dapat menjaga agar disiplin tetap terpelihara, maka organisasi
atau perusahaan perlu melaksanakan pendisiplinan. Seperti yang
dikemukakan T. Hani Handoko (2004 : 208) adapun kegiatan-
kegiatan pendisiplinan itu terdiri dari :
a. Disiplin Preventif
Merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para
karyawan agar mengikuti berbagai standard dan aturan,
sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah. Lebih
utama dalam hal ini adalah dapat ditumbuhkan disiplin diri
(self-discipline) pada setiap karyawan tanpa terkecuali untuk
memungkinkan iklim yang penuh disiplin tanpa paksaan
tersebut perlu kiranya standar itu sendiri bagi setiap karyawan,
dengan demikian dapat dicegah kemungkinan-kemungkinan
timbulnya pelanggaran atau penyimpangan dari standar yang
telah ditentukan.
b. Disiplin Korektif
Merupakan kegiatan yang diambil untuk menangani
pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk
22
menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan
korektif ini dapat berupa satu hukuman atau tindakan
pendisiplinan yang wujudnya dapat berupa peringatan-
peringatan atau berupa schorsing.
4. Prinsip-Prinsip Disiplin Kerja
Untuk mengkondisikan karyawan perusahaan agar
senantiasa bersikap disiplin, maka terdapat beberapa prinsip
pendisiplinan sebagai berikut : (Heidjrhman dan Suad husnan,
2001 : 241)
a. Pendisiplinan dilakukan secara pribadi.
b. Pendisiplinan harus bersifat membangun.
c. Pendisiplinan haruslah dilakukan oleh atasan langsung dengan
segera.
d. Keadilan dalam pendisiplinan sangat diperlukan.
e. Pimpinan hendaknya tidak seharusnya memberikan
pendisiplinan pada waktu bawahan sedang absen.
f. Setelah pendisiplinan sikap dari pimpinan haruslah wajar
kembali.
Semua kegiatan pendisiplinan tersebut tentulah harus
bersifat positif dan tidak mematahkan semangat kerja para
karyawan juga harus bersifat mendidik dan mengoreksi
kekeliruan agar di masa datang tidak terulang kembali kesalahan-
kesalahan yang sama.
23
5. Indikator-indikator Kedisiplinan
Pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi
tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi, di antaranya :
a. Tujuan dan Kemampuan
Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara
ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal
ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada
karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan
bersangkutan, agar dia bekerja sungguh-sumgguh dan disiplin
dalam mengerjakannya.
b. Teladan Pimpinan
Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan
kedisiplinan karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan
panutan oleh para bawahannya. Dengan teladan pimpinan yang
baik, kedisiplinan bawahan pun akan ikut baik. Jika teladan
pimpinan kurang baik (kurang berdisiplin), para bawahan pun
akan kurang disiplin.
c. Balas Jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi
kedisiplinan karyawan karena balas jasa akan memberikan
kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan atau
pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap
pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula.
24
d. Keadilan
Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian
balas jasa (pengakuan) atau hukuman akan merangsang
terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik.
e. Pengawasan Melekat (Waskat)
Pengawasan melekat adalah tindakan nyata dan paling efektif
dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan.
Dengan waskat berarti atasan harus aktif dan langsung
mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi
kerja bawahannya.
f. Sanksi Hukuman
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara
kedisiplinan karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin
berat, karyawan akan semakin takut melanggar peraturan-
peraturan perusahaan, sikap dan perilaku interdisipliner
karyawan akan berkurang.
g. Ketegasan
Ketegasan pimpinan menegur dan menghukum setiap
karyawan yang interdisipliner akan mewujudkan kedisiplinan
yang baik pada perusahaan tersebut.
h. Hubungan Kemanusiaan
Terciptanya human relationship yang serasi akan mewujudkan
lingkungan dan suasana kerja yang nyaman. Hal ini akan
25
memotivasi kedisiplinan yang baik pada perusahaan. Jadi,
kedisiplinan karyawan akan tercipta apabila hubungan
kemanusiaan dalam organisasi tersebut baik (Hasibuan, 2000 :
192).
2.1.4. Hubungan Gaya Kepemimpinan, Motivasi dengan Disiplin
Kerja
Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang
menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang
berlaku. Pada dasarnya banyak faktor yang mempengaruhi tingkat
kedisplinan, seperti kepemimpinan dan motivasi (Malayu Hasibuan,
2007 : 194). Gaya kepemimpinan sangat berperan dalam
menentukan kedisiplinan karyawan, karena pimpinan dijadikan
teladan dan panutan oleh para bawahannya. Dengan gaya
kepemimpinan yang baik, kedisiplinan bawahan juga akan ikut baik,
dan begitu sebaliknya.
Motivasi kerja yang diharapkan karyawan adalah balas jasa
(gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan
karena motivasi karyawan untuk mendapatkan balas jasa akan
memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan
atau pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap
pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula (Malayu
Hasibuan, 2007 : 194).
26
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini merujuk pada beberapa penelitian hasil para peneliti
terdahulu yang dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Teknik Analisis
Data Hasil
1 Prima Hendar P.M (2009)
Pengaruh Motivasi Kerja Dan Disiplin Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Bagian Produksi pada PT. Simongan Plastic Factory Semarang
Regresi berganda
Ada pengaruh positif antara motivasi kerja dan disiplin kerja terhadap produktivitas kerja karyawan, dibuktikan dengan persamaan regresi Y = 16,009 + 0,326X1 + 0,259X2
2 Joko Suswanto (2008)
Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Komunikasi dan Motivasi Menurut Persepsi Karyawan Terhadap Kinerja (Studi Kasus Karyawan Pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Jepara)
Regresi berganda
Gaya kepemimpinan, komunikasi, dan motivasi mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja pegawai, dibuktikan dengan besarnya koefisien regresi masing-masing variabel pada persamaan Y = 0,0132 + 0,212X1 + 0,609X2 + 0,125X3.
3 Dwi Kusumawarni (2007)
Pengaruh Semangat Dan Disiplin Kerja Terhadap Produktivitas Karyawan Pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Kudus
Regresi berganda
Semangat kerja dan disiplin kerja mempengaruhi produktivitas kerja karyawan di PDAM Kabupaten Kudus, dibuktikan dengan persamaan Y = 0,126 + 0,277X1 + 0,208X2.
27
Berdasarkan penelitin terdahulu tersebut, dapat diketahui perbedaan
dan kesamaan dari penelitian sekarang. Perbedaan penelitian yang dilakukan
oleh Prima Hendar yaitu penelitian dilakukan pada perusahaan manufaktur
PT. Simongan Plastic Factory Semarang, sedangkan peneliti melakukan
penelitian pada Sistem Administrasi Manunggal dibawah Satu Atap
(SAMSAT) Kabupaten Jepara yang bergerak dalam pelayanan jasa dengan
permasalahan. Untuk persamaannya yaitu terdapat variabel motivasi dan
disiplin kerja.
Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Joko Suswanto yaitu
penelitian dilakukan pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Jepara,
sedangkan peneliti melakukan penelitian pada SAMSAT Kabupaten Jepara.
Untuk persamaannya yaitu jenis obyek penelitian sama-sama bergerak
dalam pelayanan masyarakat dan terdapat variabel kepemimpinan dan
motivasi.
Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Dwi Kusumawarni yaitu
penelitian dilakukan pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Kabupaten Kudus, sedangkan peneliti melakukan penelitian pada SAMSAT
Kabupaten Jepara. Untuk persamaannya yaitu terdapat variabel disiplin
kerja.
2.3. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan tinjauan pustaka dan hasil penelitian terdahulu, maka
dapat dibuat kerangka pemikiran seperti pada Gambar 2.1.
28
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
H1 H3
H2
Sumber : T. Hani Handoko (2001) dan Moch As’ad (2005).
Keterangan :
H1 : Adanya pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Disiplin kerja
pegawai.
H2 : Adanya pengaruh Motivasi terhadap Disiplin kerja pegawai.
H3 : Adanya pengaruh Gaya Kepemimpinan dan motivasi terhadap
Disiplin kerja pegawai.
2.4. Pengajuan Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap pernyataan yang
dikemukakan dalam perumusan masalah yang akan diuji kebenarannya dan
dipakai sebagai petunjuk dalam pengumpulan data yang diperlukan. Dalam
skripsi ini, hipotesis peneliti ajukan adalah :
H1 : Ada pengaruh positif antara gaya kepemimpinan terhadap disiplin
kerja pegawai di SAMSAT Kabupaten Jepara.
H2 : Ada pengaruh positif antara motivasi terhadap disiplin kerja pegawai
di SAMSAT Kabupaten Jepara.
Disiplin Kerja Pegawai (Y)
Gaya Kepemimpinan (X1)
Motivasi Kerja (X2)
29
H3 : Ada pengaruh positif antara gaya kepemimpinan dan motivasi secara
bersama-sama terhadap disiplin kerja pegawai di SAMSAT
Kabupaten Jepara.
30
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Variabel dan Definisi Operasional
Yang dimaksud variabel independen di sini adalah Gaya
Kepemipinan (X1) dan Motivasi (X2). Variabel dependen dalam penelitian
ini adalah Disiplin Kerja Pegawai (Y).
3.1.1. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah bagaimana sikap seorang
pemimpin mempengaruhi bawahannya (Soekanto Reksohadiprodjo
dan T. Hani Handoko, 2001 : 49). Yang termasuk indikator dalam
gaya kepemimpinan meliputi : (Fuad Masud, 2004)
1. Mengajukan tujuan yang ingin dicapai.
2. Menekankan kepentingan tugas.
3. Menekankan untuk menyelesaikan tugas.
4. Menyarankan untuk menjalin hubungan.
5. Berdiskusi dengan bawahan.
6. Menekankan pentingnya menjalin hubungan.
3.1.2. Motivasi
Motivasi adalah suatu tindakan yang mendorong keinginan
atau perilaku orang lain untuk bekerja dengan maksimal untuk
memenuhi kebutuhan yang menjadi tujuannya. Indikator motivasi
meliputi : (Fuad Masud, 2004)
30
31
1. Kebutuhan berprestasi
2. Kebutuhan kekuasaan
3. Kebutuhan afiliasi
3.1.3. Disiplin Kerja Pegawai
Disiplin kerja pegawai adalah sikap atau perilaku ketaatan
seseorang atau sekelompok orang yang sesuai prosedur serta
peraturan baik secara tertulis maupun tidak tertulis, yang tercermin
dalam bentuk tingkah laku dan perbuatan. Yang termasuk indikator
dalam disiplin kerja pegawai meliputi : (Hasibuan, 2000 : 192)
1. Ketepatan waktu.
2. Kepatuhan pada peraturan.
3. Ketepatan dalam menggunakan alat produksi.
4. Ketepatan dalam memanfaatkan bahan-bahan produksi.
3.2. Populasi dan Sampel
Menurut Suharsimi Arikunto (2002 : 108), populasi adalah
keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
pegawai pada SAMSAT Jepara, yaitu sebanyak 50 orang.
Sampel menurut Moh. Nazir (2003 : 271) adalah bagian dari
populasi. Menurut Suharsimi Arikunto (2006 : 134), apabila subjeknya
kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya
merupakan penelitian populasi. Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini
adalah sebanyak 50 pegawai pada SAMSAT Jepara. Untuk pengambilan
32
sampel dilakukan secara sensus, yaitu penelitian yang melibatkan seluruh
populasi sebagai obyek penelitian.
3.3. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer. Data primer, yaitu data
yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau perorangan yang
dilakukan oleh peneliti (Umar, 2004). Data primer yang diperoleh langsung
dari responden berupa karakteristik identitas responden dan jawaban
terhadap kuesioner penelitian.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan :
3.4.1. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu dengan mencatat data-data yang telah
tersedia berkaitan dengan masalah yang berkaitan dengan dengan
penelitian, yaitu berupa struktur organisasi, jumlah pegawai.
3.4.2. Kuesioner
Kuesioner yaitu merupakan usaha mengumpulkan informasi
dengan menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis, untuk dijawab
secara tertulis pula oleh responden, berupa karakteristik responden
dan pertanyaan variabel penelitian.
33
3.5. Metode Pengolahan Data
Dalam penelitian ini tahap pengolahan data antara lain :
3.5.1. Pengeditan (Editing)
Pengeditan adalah proses yang bertujuan agar data yang
dikumpulkan memberikan kejelasan, dapat dibaca, konsisten, dan
komplit. Pengeditan data agar lebih jelas dan terbaca akan membuat
data dapat dengan mudah dimengerti.
3.5.2. Pemberian kode (Koding)
Pemberian kode yaitu pemberian kode tertentu terhadap
macam jawaban dari kuesioner untuk dikelompokkan pada kategori
yang sama. Pengkodean ini berarti menterjemahkan data ke dalam
kode, biasanya kode angka yang bertujuan untuk memindahkan data
ke dalam media penyimpanan data analisis komputer lebih lanjut.
3.5.3. Pemberian skor (Scoring)
Scoring yaitu pemberian nilai yang berupa angka pada
jawaban untuk memperoleh data kuantitatif yang diperlukan dalam
pengujian hipotesis. Skala pengukuran yang digunakan adalah
menggunakan skala likert yaitu suatu pernyataan yang menunjukkan
tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan responden (Philip Kotler,
2004 : 106).
1. Untuk jawaban sangat setuju (SS) mendapat skor 5.
2. Untuk jawaban setuju (S) mendapat skor 4.
3. Untuk jawaban netral (N) mendapat skor 3.
34
4. Untuk jawaban tidak setuju (TS) mendapat skor 2.
5. Untuk jawaban sangat tidak setuju (STS) mendapat skor 1.
3.5.4. Tabulasi (Tabulation)
Tabulasi yaitu mengelompokkan data atas jawaban yang
diteliti ke dalam bentuk tabel. Dengan tabulasi dapat diketahui
jumlah individu yang menjawab pertanyaan tertentu dan untuk
menciptakan statistik deskriptif mengenai variabel-variabel yang
digunakan.
3.6. Metode Analisis Data
3.6.1. Uji Validitas dan Reliabilitas
3.6.1.1. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengetahui sah atau tidaknya
suatu kuesioner. Suatu kuesioner dinyatakan valid jika
pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu
yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2006).
Tingkat validitas dapat diukur dengan cara membandingkan
nilai rhitung terhadap nilai rtabel dengan α = 0,05. Jika rhitung
lebih besar dari rtabel dan nilainya positif maka butir atau
pertanyaan tersebut dikatakan valid.
3.6.1.2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner
yang merupakan indikator dari suatu variabel. Suatu
35
kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban
seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil
dari waktu ke waktu (Ghozali, 2006). Suatu variabel
dikatakan reliabel apabila memiliki nilai Cronbach alpha
lebih besar dari 0,60.
3.6.2. Uji Asumsi Klasik
3.6.2.1. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah adanya suatu hubungan linear yang
sempurna (mendekati sempurna) antara beberapa atau
semua variabel bebas. Hal ini merupakan masalah yang
sering muncul dalam ekonomi, model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi multikolinearitas. Cara mendeteksi
ada tidaknya multikolinearitas adalah :
1. Jika hasil perhitungan nilai tolerance menunjukan ada
variabel bebas yang memiliki nilai tolerance kurang dari
10%, berarti ada korelasi antar variabel bebas yang
nilainya lebih dari 95%.
2. Jika hasil perhitungan nilai variance inflation faktor
(VIF) menunjukan ada variabel bebas yang memiliki
nilai VIF lebih dari 10, berarti ada multikolinearitas antar
variabel bebas dalam model regresi.
36
3.6.2.2. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah
dalam sebuah model terdapat ketidaksamaan varians dari
residual suatu pengamatan ke suatu pengamatan yang lain.
Cara untuk mendeteksinya adalah dengan melihat grafik
Scater Plot antara nilai prediksi variabel terikat (z prediksi),
dengan residualnya (s residualnya).
1. Jika ada pola tertentu yang teratur (bergelombang,
melebar, kemudian menyempit), maka mengindikasikan
telah terjadi Heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titiknya
menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y,
maka tidak terjadi Heteroskedastisitas.
3.6.2.3. Uji normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam
model regresi variabel terikat dan variabel bebas
terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik
adalah memiliki data normal atau mendekati normal. Untuk
menguji apakah distribusi data normal atau tidak, dilakukan
dengan cara melihat normal probability plot yang
membandingkan distribusi komulatif dari distribusi normal.
Distribusi normal akan membentuk suatu garis lurus
diagonal, dan ploting data akan dibandingkan dengan garis
37
diagonal. Jika distribusi data normal, maka garis yang
menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis
diagonalnya.
3.6.3. Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi berganda merupakan analisis untuk
mengukur pengaruh variabel independen (Gaya kepemimpinan dan
motivasi ) terhadap variabel Disiplin kerja pegawai. Bentuk umum
persamaan regresi linier berganda sebagai berikut : (Burhan Bungin,
2006 : 222)
Y = a + b1X1 + b2X2
Dimana :
Y = variabel Disiplin kerja pegawai
X1 = variabel Gaya kepemimpinan
X2 = variabel Motivasi
a = konstanta
b1, b2 = koefisien regresi
3.6.4. Adjusted R Square
Nilai adjusted R square digunakan untuk mengetahui
prosentase perubahan variabel independen secara simultan atau
berganda dapat mempengaruhi variabel dependen. Berdasarkan nilai
adjusted R Square ini dapat diketahui besarnya pengaruh variabel
lain di luar model regresi.
38
Rumus untuk menghitung adjusted R square yaitu sebagai
berikut :
1n/)(y1 -k -n / )y -(y 1
2
21
y SquareAdjusted R
Keterangan :
y = variabel dependen
y1 = nilai variabel dependen yang diprediksi
y = nilai rata-rata variabel dependen
n = ukuran sampel
k = jumlah variabel independen
3.6.5. Pengujian Hipotesis
3.6.5.1. Uji t
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh
variabel independen yaitu gaya kepemimpinan (X1) dan
motivasi (X2) secara individual terhadap variabel dependen
(Y) yaitu Disiplin kerja pegawai. Adapun pengujian
hipotesis dengan uji t dilakukan dengan kriteria sebagai
berikut :
1. Menentukan taraf kesalahan atau α = 0,05.
2. Menentukan derajat kebebasan di mana df = n – k – 1.
3. Menentukan hipotesis :
a. Ho : β = 0, artinya variabel independen (X1 atau X2)
tidak berpengaruh terhadap variabel dependen (Y).
39
b. Ha : β > 0, artinya variabel independen (X1 atau X2)
berpengaruh terhadap variabel dependen (Y).
4. Pengambilan keputusan :
a. Jika thitung > ttabel, sig < 0,05 berarti H0 ditolak dan Ha
diterima.
b. Jika thitung < ttabel, sig > 0,05 berarti H0 diterima dan Ha
ditolak.
3.6.5.2. Uji F
Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen secara bersama-
sama. Caranya dengan membandingkan antara nilai Fhitung
dengan Ftabel. Dengan kriteria pengujian sebagai berikut :
1. Menentukan taraf kesalahan atau α = 0,05.
2. Menentukan derajat kebebasan di mana df = n – k – 1.
3. Menentukan hipotesis :
a. Jika Ho : β1, β2 = 0, artinya secara bersama-sama
variabel gaya kepemimpinan (X1) dan motivasi kerja
(X2) tidak berpengaruh terhadap kinerja Pegawai (Y).
b. Jika Ha : β1, β2 > 0, artinya secara bersama-sama
variabel gaya kepemimpinan (X1) dan motivasi kerja
(X2) berpengaruh terhadap disiplin kerja pegawai (Y).