bab i pendahuluan 1.1. latar belakang masalaheprints.unisnu.ac.id/402/2/skripsi 1-3.pdf · manusia...

40
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia semakin hari semakin bertambah, oleh sebab itu manusia memiliki kebutuhan hidup yang beragam, seperti kebutuhan akan sandang, pangan dan papan, serta ada kebutuhan akan hubungan antar pribadi, rasa aman, status. Kebutuhan inilah yang menyebabkan manusia dituntut untuk bekerja dan mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Manusia bekerja membutuhkan motivasi kerja untuk menghasilkan suatu karya yang dapat membangun organisasi atau instansi dan akan memiliki efek positif pada dirinya sendiri sehingga tujuan bersama tercapai. Adanya pemimpin yang dapat memotivasi karyawan dalam suatu organisasi atau instansi dan memberikan suatu perubahan yang menguntungkan banyak pihak. Dalam memotivasi karyawan, dibutuhkan pemimpin yang demokratis yang dapat membawa perubahan yang baik, mengetahui kebutuhan bawahannya sehingga akan menumbuhkan kedisiplinan kerja dalam organisasi atau instansi pada karyawan. Suatu kepemimpinan akan dapat mempengaruhi prilaku pegawainya termasuk kedisiplinan. Masing-masing manajer memiliki kepemimpinan yang berbeda-beda yang diterapkan pada bawahannya. Kepemimpinan ini tergantung dari diri pribadi masing-masing manajer dan juga situasi. Para pemimpin dapat menggunakan kepemimpinan otokratis 1

Upload: truongdiep

Post on 09-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kebutuhan manusia semakin hari semakin bertambah, oleh sebab

itu manusia memiliki kebutuhan hidup yang beragam, seperti kebutuhan

akan sandang, pangan dan papan, serta ada kebutuhan akan hubungan antar

pribadi, rasa aman, status. Kebutuhan inilah yang menyebabkan manusia

dituntut untuk bekerja dan mendapatkan penghasilan untuk memenuhi

kebutuhan yang ada. Manusia bekerja membutuhkan motivasi kerja untuk

menghasilkan suatu karya yang dapat membangun organisasi atau instansi

dan akan memiliki efek positif pada dirinya sendiri sehingga tujuan bersama

tercapai. Adanya pemimpin yang dapat memotivasi karyawan dalam suatu

organisasi atau instansi dan memberikan suatu perubahan yang

menguntungkan banyak pihak. Dalam memotivasi karyawan, dibutuhkan

pemimpin yang demokratis yang dapat membawa perubahan yang baik,

mengetahui kebutuhan bawahannya sehingga akan menumbuhkan

kedisiplinan kerja dalam organisasi atau instansi pada karyawan.

Suatu kepemimpinan akan dapat mempengaruhi prilaku

pegawainya termasuk kedisiplinan. Masing-masing manajer memiliki

kepemimpinan yang berbeda-beda yang diterapkan pada bawahannya.

Kepemimpinan ini tergantung dari diri pribadi masing-masing manajer dan

juga situasi. Para pemimpin dapat menggunakan kepemimpinan otokratis

1

2

sebagai gaya yang didasarkan atas kekuatan posisi dan penggunaan otoritas

maupun kepemimpinan demokratis yang dikaitkan dengan kekuatan

personal dan keikutsertaan para pengikut dalam proses pemecahan masalah

dan pengambilan keputusan. Dengan demikian kepemimpinan mempunyai

peran sentral dalam kehidupan suatu organisasi, dimana terjadi interaksi

antara pemimpin dengan karyawan dalam mencapai tujuan organisasi.

Interaksi antara pemimpin dengan pegawai perlu dikoordinasikan supaya

suatu sistem kerja dapat berfungsi dengan lancar. Para manajer

mengkoordinasikan pekerjaan staf dengan memberikan pengarahan dan

kepemimpinan.

Disiplin merupakan salah satu kriteria yang dapat dijadikan

sebagai landasan atau dasar bagi kelancaran proses pembentukan,

pemberdayaan dan pengembangan sumber daya manusia dalam hal ini

karyawan. Disiplin sangat diperlukan karena dapat memaksakan individu

untuk mematuhi peraturan serta prosedur kerja yang telah ditentukan lebih

dulu. Oleh karena itu pegawai sebagai salah satu sebagai anggota dalam

sebuah organisasi harus mendapat perhatian dari instansi agar dapat bekerja

seperti yang diharapkan. Salah satu dalam memberi perhatian tersebut

adalah dengan adanya pucuk pimpinan yang mau mengerti tentang

bawahan, dan mendukung segala kegiatan karyawan sehingga disiplin kerja

pegawai dapat meningkat.

Di sisi lain adanya indikasi bahwa disiplin kerja pegawai di

SAMSAT Kabupaten Jepara nampaknya belum optimal. Sehingga muncul

3

asumsi dari peneliti bahwa ada permasalahan mengenai kedisiplinan pada

Sistem Administrasi Manunggal dibawah Satu Atap (SAMSAT) Kabupaten

Jepara. Jadi apa yang diharapkan tersebut belum menampakkan hasil seperti

apa yang diinginkan. Kondisi inilah yang menjadi alasan penelitian ini guna

untuk membuktikan pengaruh kepemimpinan dan motivasi terhadap

disiplin kerja pegawai. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik

untuk mengetahui dan meneliti lebih lanjut. Adapun judul yang peneliti kaji

adalah “PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI

TERHADAP DISIPLIN KERJA PEGAWAI DI SAMSAT

KABUPATEN JEPARA”.

1.2. Ruang Lingkup Masalah

Dalam pembatasan nantinya supaya tidak terlalu luas, maka

diperlukan batasan-batasan yang jelas. Sehingga permasalahan tidak keluar

dari jalur yang diinginkan. Ruang lingkup penelitian dalam penelitian ini

yaitu obyek penelitian ini difokuskan pada pegawai di SAMSAT Kabupaten

Jepara.

1.3. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dilakukan guna memudahkan pelaksanaan

penelitian agar tidak menyimpang dari permasalahan. Berdasarkan

pemaparan latar belakang masalah di atas, maka dalam penelitian ini dapat

dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut :

4

1. Apakah gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap disiplin kerja pegawai

di SAMSAT Kabupaten Jepara?

2. Apakah motivasi kerja berpengaruh terhadap disiplin kerja pegawai di

SAMSAT Kabupaten Jepara?

3. Apakah gaya kepemimpinan dan motivasi secara bersama-sama

berpengaruh terhadap disiplin kerja pegawai di SAMSAT Kabupaten

Jepara?

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Untuk menguji pengaruh gaya kepemimpinan terhadap disiplin kerja

pegawai di SAMSAT Kabupaten Jepara.

2. Untuk menguji pengaruh motivasi terhadap disiplin kerja pegawai di

SAMSAT Kabupaten Jepara.

3. Untuk menguji pengaruh gaya kepemimpinan dan motivasi secara

bersama-sama terhadap disiplin kerja pegawai di SAMSAT Kabupaten

Jepara.

1.5. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan

manfaat sebagai berikut:

5

1.5.1. Bagi Penulis

Merupakan kesempatan untuk berlatih bagi penerapan

berbagai teori yang telah diperoleh dan selanjutnya menambah

pengetahuan serta pengalaman dengan membandingkan antara teori

dan kenyataan.

1.5.2. Bagi Instansi

Hasil penelitian ini dapat membantu pimpinan perusahaan

dalam meningkatkan disiplin kerja pegawai dan berguna sebagai

masukan dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang tepat bagi

kemajuan instansi serta pengambilan keputusan yang sesuai dengan

tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

1.5.3. Bagi Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini berguna sebagai sarana pengembangan

ilmu pengetahuan dan tambahan informasi bagi penelitian

selanjutnya.

1.6. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan

Dalam bab ini memuat latar belakang masalah, pembatasan

masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

penelitian, dan sistematika penulisan.

6

BAB II : Tinjauan Pustaka

Berisi mengenai landasan teori, penelitian terdahulu, kerangka

pemikiran, dan hipotesis.

BAB III : Metode Penelitian

Bab ini mencakup variabel dan definisi operasional, populasi dan

sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data,

metode pengolahan data, dan metode analisis data.

BAB IV : Hasil Dan Pembahasan

Bab ini mencakup gambaran umum obyek penelitian, analisis

data yang ada dengan melakukan pengujian-pengujian terhadap

dua variabel penelitian yang mengenai analisis pengaruh gaya

kepemimpinan dan motivasi kerja terhadap disiplin kerja

pegawai.

BAB V : Penutup

Merupakan akhir dari penulisan, berisi kesimpulan dan analisis

data serta saran-saran bagi instansi yang sekiranya dapat

memberikan manfaat bagi instansi di masa yang akan datang.

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Kepemimpinan

1. Hakekat Kepemimpinan

Sebutan pemimpin atau manajer tak perlu

dicampuradukkan, sebab kepemimpinan (leadership) adalah

bagian tersendiri dari manajemen. Manajer melaksanakan fungsi-

fungsi perencanaan, pengorganisasian, memotivasi, komunikasi,

dan pengendalian. Termasuk dalam fungsi itu adalah memimpin

dan mengarahkan. (Sukanto Reksohadiprojo dan T. Hani

Handoko, 2001 : 285)

Menurut esensinya konsep kepemimpinan lebih luas dari

konsep manajemen. Manajemen dipandang sebagai jenis khusus

kepemimpinan di mana yang terpenting adalah pencapaian tujuan

organisasi. Perbedaan pokok kedua konsep itu terletak pada

istilah organisasi. Kepemimpinan terjadi pada saat seseorang

berusaha mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok orang

apapun alasannya. Hal itu boleh jadi demi tujuannya sendiri atau

tujuan orang lain dan mungkin sejalan atau tidak sejalan dengan

tujuan organisasi. (Hersey dan Blanchart, 2005 : 4)

7

8

Kesimpulan yang dapat ditarik dari dua pendapat tersebut

yaitu bahwa dalam lingkup yang lebih sempit atau organisasi

kepemimpinan sebagai bagian dari proses manajemen dalam

mencapai tujuan. Sedangkan dalam lingkup yang lebih luas

manajemen merupakan bagian dari kepemimpinan.

Kepemimpinan yang efektif harus memberikan

pengarahan kepada semua pekerja dalam mencapai tujuan-tujuan

organisasi. Tanpa kepemimpinan, suatu organisasi adalah

kumpulan orang-orang dan mesin-mesin yang tidak teratur (kacau

balau). Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mengatasi atau

mempengaruhi perilaku sekelompok orang untuk mencapai tujuan

dengan antusias. Ini merupakan faktor manusiawi yang mengikat

sebagai suatu kelompok bersama dan memotivasi mereka dalam

mencapai tujuan.

Seperti halnya pendapat yang dikemukakan Sukanto

Reksohadiprojo dan T. Hani Handoko (2004 : 286), bahwa

“Kegiatan manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian dan

pengambilan keputusan merupakan sebuah kepompong yang tidur

(tidak efektif) sampai pemimpin cepat bertindak untuk

menghidupkan motivasi dalam setiap orang dan mengarahkan

mereka mencapai tujuan kepemimpinan merubah sesuatu yang

potensial menjadi suatu kenyataan. Ini adalah kegiatan pokok

9

yang memberikan sukses bagi semua hal yang potensial, yaitu

sesuatu organisasi dan anggota-anggotanya”.

2. Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan (style leadership), merupakan salah

satu cara seorang pemimpin atau manajer menjalankan tugasnya.

Pendekatan dalam memahami gaya kepemimpinan secara khas

dilihat dari sudut pandang atau persepsi bawahannya, yaitu

bagaimana seorang pemimpin mengarahkan bawahannya.

Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang

digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba

mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat (Miftah

Thoha, 2003 : 51).

Soekanto Reksohadiprodjo dan T. Hani Handoko,

memberi pengertian gaya kepemimpinan adalah bagaimana

seorang pemimpin mempengaruhi bawahannya”.

Berdasarkan beberapa pengertian kepemimpinan dari

beberapa ahli di atas, dengan demikian dapat dikatakan bahwa

pada dasarnya gaya kepemimpinan merupakan teknik atau cara

memotivasi bawahannya. Pemilihan gaya kepemimpinan yang

tepat dan disertai dengan motivasi eksternal yang tepat dapat

mengarahkan tujuan perseorangan dan tujuan organisasi. Gaya

kepemimpinan yang tidak tepat menghasilkan perilaku pemimpin

yang tidak efektif dalam mempengaruhi bawahannya.

10

3. Tipe Kepemimpinan

Dalam menggolongkan bentuk tipe kepemimpinan ini

banyak pendapat yang dikemukakan para sarjana, namun masing-

masing pendapat banyak perbedaannya. Oleh sebab itu perlu

untuk mengetahuinya.

Menurut Y.W. Sunindhia dan Ninik Widiyanti (2003 : 29)

penggolongan tipe kepemimpinan dilihat dari cara seorang

pemimpin melakukan kepemimpinannya dapat dibagi dalam

kepemimpinan otokratis, militeristis, paternalistik, karismatis,

bebas dan demokratis.

a. Kepemimpinan Otokratis

Kepemimpinan otokratis adalah suatu kepemimpinan yang

pimpinannya menganggap organisasi sebagai milik sendiri,

pemimpin bertindak diktator terhadap anggotanya. Anggota

dianggap sebagai alat untuk mencapai tujuan, jadi penghargaan

terhadap inisiatif anggota kurang. Dari sikap pemimpin yang

otoriter itu muncul sikap dan perilaku bawahan yang menurut

atau patuh dan menjalankan perintah-perintah pimpinan secara

apa adanya tidak boleh membantah.

b. Kepemimpinan Militeristis

Kepemimpinan militeristis adalah suatu kepemimpinan yang

memiliki sifat-sifat :

11

1) Untuk menggerakkan bawahannya ia menggunakan

perintah yang biasa digunakan dalam ketentaraan.

2) Gerak geriknya senantiasa tergantung kepada pangkat dan

jabatannya.

3) Senang akan formalitas yang berlebih-lebihan.

4) Menuntut disiplin keras dan kaku dari bawahannya.

5) Senang akan upacara-upacara untuk berbagai keadaan.

6) Tidak menerima kritik dari bawahannya dan lain

sebagainya.

Jadi dalam kepemimpinan militeristis yang dimaksud, tidak

berupa pelaksanaan tindakan memimpin militer seperti

ketentaraan yang sewajarnya.

c. Kepemimpinan Paternalistik

Kepemimpinan paternalistik adalah suatu kepemimpinan yang

pemimpinnya bersifat kebapakan. Pemimpin beranggapan

bahwa anggota yang dipimpinnya sebagai anak atau orang

yang belum dewasa. Akibatnya sering memberikan

perlindungan yang berlebihan.

d. Kepemimpinan Karismatis

Kepemimpinan karismatis adalah kepemimpinan yang

pemimpinnya mempunyai daya tarik besar karena adanya

kepercayaan anggotanya.

12

e. Kepemimpinan laissez faire atau Bebas

Kepemimpinan laissez faire atau bebas yaitu kepemimpinan

yang pimpinannya membiarkan anak buahnya atau anggotanya

untuk berbuat sekehendak hati atau ada kebebasan yang luas.

Dalam kepemimpinan ini, pemimpin sangat kurang dalam

memberi petunjuk-petunjuk, pengawasan dan kontrol kepada

anggota.

f. Kepemimpinan Demokratis

Kepemimpinan demokrasi adalah suatu kepemimpinan yang

didalamnya terdapat perilaku pemimpin yang bersifat

kerakyatan dan persaudaraan, mengharap kerjasama dengan

anggotanya yang tidak dipandang sebagai alat. Jadi dalam

aktivitasnya terdapat hubungan yang harmonis dan saling

melengkapi, serta tetap membuka kesempatan untuk menerima

kritik dan saran dari angggota.

2.1.2. Motivasi

1. Pengertian Motivasi

Dalam pemahaman kita sehubungan dengan istilah

motivasi kerja yang terkait dengan pemahaman terhadap apa itu

motif. “Motif diartikan sebagai dorongan atau tenaga yang

menggerakkan jiwa dan jasmani untuk berbuat sesuatu. Jadi motif

merupakan pendorong (driving force) yang menggerakkan

13

manusia untuk bertingkah laku yang di dalam perbuatan tersebut

terdapat tujuan-tujuan tertentu”. (Moch As’ad, 2005 : 44).

Sedangkan menurut Wexley dan Yulk, seperti dikutip

Moh. As’ad (2005 : 44) motivasi didefinisikan sebagai “the

process by which behavior is energized and directed”, yang

artinya bahwa motivasi adalah merupakan proses dengan nama

perilaku digerakkan atau diarahkan.

Dari batasan di atas dapat disimpulkan bahwa motif

adalah yang melatar belakangi individu dalam berbuat untuk

mencapai tujuan tertentu atau dapat dikatakan bahwa motif

merupakan pendorong dalam mencapai suatu tujuan tertentu dan

motivasi adalah sesuatu yang menimbulkan motif. Jadi motivasi

kerja adalah sesuatu yang memberikan semangat atau dorongan

seseorang untuk bekerja. Kuat lemahnya motivasi kerja seseorang

akan ikut menentukan besar kecil prestasi kerjanya.

2. Ciri-ciri motivasi

Sebagai upaya menimbulkan motivasi kerja bagi

karyawan atau bawahannya tentunya seorang manajer atau

pemimpin perlu alam memahami motif itu sendiri. Tentunya

pemahaman motif tersebut akan membawa dampak positif dalam

usaha memotifkan karyawan, maka seorang manajer perlu untuk

mengetahui cir-ciri dari motif tersebut.

14

Moch. As’ad memberikan ciri-ciri motif sebagai berikut :

a. Motif adalah majemuk

Pendorong dan tujuan karyawan untuk bertindak tidak hanya

satu, tetapi beberapa pendorong dan tujuannya berlangsung

secara bersama-sama.

b. Motif dapat berubah-ubah

Motif bagi seseorang seringkali mengalami perubahan, ini

disebabkan keinginan manusia sering berubah-ubah pula.

c. Motif Berbeda-beda bagi individu

Karyawan dari pekerja yang sama bisa memiliki motif yang

berbeda.

d. Beberapa motif tidak disadari oleh ndividu

Banyak tingkah laku karyawan yang tidak dipahami oleh

pelakunya sendiri.

3. Faktor-faktor Motivasi

Faktor-faktor yang menjadi motivasi seperti yang

dikemukakan Maslow terdiri dari sebagai berikut:

a. Gaji atau Upah

Gaji atau upah merupakan imbalan yang diberikan kepada

karyawan dalam bentuk yang mempunyai kecenderungan

diberikan secara tetap. Heidjrachman Ranupandojo dan Suad

Husnan (2001 : 137) berpendapat bahwa gaji atau upah

merupakan suatu pemberian sebagai suatu imbalan dari

15

pemberi kerja kepada penerima kerja untuk suatu pekerjaan

atau masa yang telah atau yang akan dilakukan, yang berfungsi

sebagai jaminan hidup yang layak bagi kemanusiaan dan

produksi, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang

ditetapkan menurut perjanjian, undang-undang dan dibayarkan

atas dasar waktu perjanjian kerja antara pemberi kerja dan

penerima kerja.

Dari pengertian di atas, walaupun redaksinya namun jelas

bahwa maksudnya sama yaitu merupakan penggantian jasa

yang diserahkan oleh pemberi kerja kepada pihak lain untuk

penerima kerja dalam periode tertentu.

b. Kebutuhan keamanan dan keselamatan kerja

Kebutuhan keamanan dan keselamatan kerja adalah kebutuhan

akan rasa aman tentram yang ada pada diri pekerja, bebas dari

rasa ketakutan dan penghidupannya di masa yang akan datang,

jaminan akan pekerjaan, jika terjadi sesuatu atas dirinya,

karena milik yang paling berharga bagi manusia adalah

keamanan diri yaitu keamanan terhadap keselamatan diri.

Keselamatan dan keamanan kerja adalah suatu kondisi di mana

para pekerja dalam menjalankan kegiatannya merasa aman

baik secara fisik maupun mental.

Alex S. Nitisemito (2004 : 231) menyatakan bahwa sebaiknya

setiap perusahaan berusaha agar usahanya stabil, dengan

16

kestabilan, maka masa depan perusahaan akan terjamin.

Perusahaan yang usahanya tidak stabil akan menimbulkan

kekecewaan atau kekhawatiran para karyawannya. Mereka

mungkin khawatir memikirkan tentang apa kapan saatnya

mendapatkan giliran yang dipecat.

c. Kebutuhan sosial

Perilaku seseorang seringkali dipengaruhi oleh faktor-faktor

sosial seperti kelompok referensi, keluarga, status dan peranan

sosial mereka. Secara formal adalah kegiatan-kegiatan yang

disponsori oleh perusahaan atau pun acara peringatan-

peringatan hari bersejarah. Heidjrachman Ranupandojo dan

Suad Husnan (2001 : 187), mengatakan bahwa manusia

sebagai makhluk sosial membutuhkan persahabatan, untuk itu

maka ia akan melakukan hubungan dengan teman-temannya.

Menurut Megginson dalam bukunya T. Hani Handoko (2004 :

258) antara lain menyatakan bahwa hubungan sosial secara

teori adalah kebutuhan akan cinta persahabatan, perasaan

memiliki dan diterima kelompok, keluarga, asosiasi.

Sedangkan secara terapan adalah kelompok-kelompok formal

dan kegiatan-kegiatan yang diadakan perusahaan.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa manusia

adalah makhluk sosial, membutuhkan adanya persahabatan dan

tidak dapat hidup sendiri dalam jangka waktu yang lama.

17

d. Kebutuhan Penghargaan

Penghargaan merupakan salah satu kebutuhan manusia, hal ini

merupakan kebutuhan untuk dihargai oleh orang lain.

Penghargaan ini dapat berupa reward atau hadiah, pujian

ataupun pengakuan atas prestasi yang telah dicapai.

Alex S. Nitisemito (2004 : 229) mengatakan bahwa setiap

perusahaan hendaknya memberikan kesempatan dan

penghargaan kepada para pegawai atau karyawan yang

berprestasi. Penghargaan itu dapat berupa hadiah, kenaikan

gaji, kenaikan pangkat, piagam dan sebagainya.

Penghargaan sesuai dengan yang dimaksudkan untuk

menghargai terhadap jasa atau prestasi seseorang dari segi

manusiawi, misalnya insentif diberikan kepada seseorang

bukan karena jasa atau prestasi, tetapi ditujukan agar orang

bersangkutan dapat lebih berprestasi atau jasa lebih baik dari

yang sebelumnya. Jadi penghargaan mengandung unsur masa

lalu, sedangkan insentif mengandung unsur masa depan.

e. Kebutuhan Aktualisasi Diri

Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan dari

perwujudan ingin menggunakan potensi diri untuk mencpai

yang diinginkan. Sukanto Reksohadiprojo dan T. Hani

Handoko (2004 : 265), memberikan penjelasan bahwa

kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan pemenuhan diri,

18

untuk mempergunakan potensi diri, pengembangan diri, dan

melakukan apa yang paling cocok, serta menyelesaikan

pekerjaannya sendiri. Moh. As’ad ( 2005 : 50 ) menyatakan

bahwa manusia ingin mengembangkan kapasitas mental dan

kapasitas kerjanya melalui pengembangan pribadinya. Oleh

sebab itu pada tingkatan ini orang cenderung untuk selalu

mengembangkan diri dan berbuat yang paling baik. Gauzali

Saydam ( 2005 : 243 ) mengemukakan bahwa kebutuhan untuk

mewujudkan diri merupakan tingkat kebutuhan yang paling

tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan puncak ini biasanya

seseorang bertindak bukan atas dorongan orang lain, tetapi

karena kesadaran dan keinginan diri sendiri.

Aktualisasi diri merupakan kebutuhan untuk mewujudkan

kemampuan serta mengembangkan diri dari pekerja yang

bersangkutan di tempat dia bekerja dan selama dia bekerja.

2.1.3. Disiplin Kerja

1. Pengertian Disiplin kerja

Salah satu syarat perjanjian kerja antara perusahaan dengan

karyawan adalah disiplin. Disini dikemukakan beberapa

pengertian mengenai disiplin, sebagai berikut yaitu:

Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006 : 511),

disiplin kerja adalah bentuk pelatihan yang menjalankan

19

peraturan-peraturan organisasional. Siagian (2003 : 305)

mengartikan disiplin sebagai tindakan manajemen untuk

mendorong para anggota organisasi memilih tuntutan berbagai

ketentuan tersebut. Menurut Handoko (2004 : 208), disiplin

merupakan kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-

standar organisasional. Sedangkan dari sudut pandang Veithzal

Rival (2003 : 444), disiplin kerja adalah suatu alat yang

digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan

agar mereka bersedia untuk mengubah suatu upaya untuk

meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua

peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.

Menurut Nitisemito dalam Ahmad Tohardi (2002 : 393)

mengungkapkan arti disiplin sebagai sikap, tingkah laku dan

perbuatan yang sesuai dengan peraturan dan perusahaan baik

yang tertulis maupun yang tidak tertulis.

Dari beberapa pendapat tersebut, dapat diambil kesimpulan

bahwa disiplin merupakan sikap atau perilaku ketaatan seseorang

atau sekelompok orang yang sesuai prosedur serta terhadap

peraturan baik secara tertulis maupun tidak tertulis, yang

tercermin dalam bentuk tingkah laku dan perbuatan. Dengan

ditetapkannya peraturan tertulis maupun tidak tertulis diharapkan

agar para karyawan memiliki sikap disiplin yang tinggi dalam

bekerja, sehingga produktivitas kerja meningkat.

20

2. Aspek-aspek Disiplin Kerja

Amriany, dkk dalam Dewi Anggraeni (2008 : 19-20)

menyebutkan aspek-aspek disiplin kerja yaitu :

a. Kehadiran

Seseorang dijadwalkan untuk bekerja harus hadir tepat pada

waktunya tanpa alasan apapun.

b. Waktu kerja

Waktu kerja merupakan jangka waktu saat pekerja yang

bersangkutan harus hadir untuk memulai pekerjaan, waktu

istirahat, dan akhir pekerjaan. Mencetak jam kerja pada kartu

hadir merupakan sumber data untuk mengetahui tingkat

disiplin waktu karyawan.

c. Kepatuhan terhadap perintah

Kepatuhan yaitu jika seseorang melakukan apa yang dikatakan

kepadanya.

d. Kepatuhan terhadap aturan

Serangkaian aturan yang dimilki perusahaan merupakan

tuntutan bagi karyawan agar patuh, sehingga dapat membentuk

perilaku yang memenuhi standar perusahaan.

e. Pemakaian seragam

Sikap karyawan terutama lingkungan organisasi menerima

seragam kerja setiap dua tahun sekali.

21

3. Pendisiplinan

Dalam setiap organisasi atau perusahaan yang diinginkan

adalah jenis disiplin yang timbul dari dalam diri sendiri atas dasar

kerelaan dan kesadaran. Akan tetapi dalam kenyataannya disiplin

itu lebih banyak disebabkan adanya paksaan dari luar. Untuk

dapat menjaga agar disiplin tetap terpelihara, maka organisasi

atau perusahaan perlu melaksanakan pendisiplinan. Seperti yang

dikemukakan T. Hani Handoko (2004 : 208) adapun kegiatan-

kegiatan pendisiplinan itu terdiri dari :

a. Disiplin Preventif

Merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para

karyawan agar mengikuti berbagai standard dan aturan,

sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah. Lebih

utama dalam hal ini adalah dapat ditumbuhkan disiplin diri

(self-discipline) pada setiap karyawan tanpa terkecuali untuk

memungkinkan iklim yang penuh disiplin tanpa paksaan

tersebut perlu kiranya standar itu sendiri bagi setiap karyawan,

dengan demikian dapat dicegah kemungkinan-kemungkinan

timbulnya pelanggaran atau penyimpangan dari standar yang

telah ditentukan.

b. Disiplin Korektif

Merupakan kegiatan yang diambil untuk menangani

pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk

22

menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan

korektif ini dapat berupa satu hukuman atau tindakan

pendisiplinan yang wujudnya dapat berupa peringatan-

peringatan atau berupa schorsing.

4. Prinsip-Prinsip Disiplin Kerja

Untuk mengkondisikan karyawan perusahaan agar

senantiasa bersikap disiplin, maka terdapat beberapa prinsip

pendisiplinan sebagai berikut : (Heidjrhman dan Suad husnan,

2001 : 241)

a. Pendisiplinan dilakukan secara pribadi.

b. Pendisiplinan harus bersifat membangun.

c. Pendisiplinan haruslah dilakukan oleh atasan langsung dengan

segera.

d. Keadilan dalam pendisiplinan sangat diperlukan.

e. Pimpinan hendaknya tidak seharusnya memberikan

pendisiplinan pada waktu bawahan sedang absen.

f. Setelah pendisiplinan sikap dari pimpinan haruslah wajar

kembali.

Semua kegiatan pendisiplinan tersebut tentulah harus

bersifat positif dan tidak mematahkan semangat kerja para

karyawan juga harus bersifat mendidik dan mengoreksi

kekeliruan agar di masa datang tidak terulang kembali kesalahan-

kesalahan yang sama.

23

5. Indikator-indikator Kedisiplinan

Pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi

tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi, di antaranya :

a. Tujuan dan Kemampuan

Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara

ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal

ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada

karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan

bersangkutan, agar dia bekerja sungguh-sumgguh dan disiplin

dalam mengerjakannya.

b. Teladan Pimpinan

Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan

kedisiplinan karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan

panutan oleh para bawahannya. Dengan teladan pimpinan yang

baik, kedisiplinan bawahan pun akan ikut baik. Jika teladan

pimpinan kurang baik (kurang berdisiplin), para bawahan pun

akan kurang disiplin.

c. Balas Jasa

Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi

kedisiplinan karyawan karena balas jasa akan memberikan

kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan atau

pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap

pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula.

24

d. Keadilan

Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian

balas jasa (pengakuan) atau hukuman akan merangsang

terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik.

e. Pengawasan Melekat (Waskat)

Pengawasan melekat adalah tindakan nyata dan paling efektif

dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan.

Dengan waskat berarti atasan harus aktif dan langsung

mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi

kerja bawahannya.

f. Sanksi Hukuman

Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara

kedisiplinan karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin

berat, karyawan akan semakin takut melanggar peraturan-

peraturan perusahaan, sikap dan perilaku interdisipliner

karyawan akan berkurang.

g. Ketegasan

Ketegasan pimpinan menegur dan menghukum setiap

karyawan yang interdisipliner akan mewujudkan kedisiplinan

yang baik pada perusahaan tersebut.

h. Hubungan Kemanusiaan

Terciptanya human relationship yang serasi akan mewujudkan

lingkungan dan suasana kerja yang nyaman. Hal ini akan

25

memotivasi kedisiplinan yang baik pada perusahaan. Jadi,

kedisiplinan karyawan akan tercipta apabila hubungan

kemanusiaan dalam organisasi tersebut baik (Hasibuan, 2000 :

192).

2.1.4. Hubungan Gaya Kepemimpinan, Motivasi dengan Disiplin

Kerja

Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang

menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang

berlaku. Pada dasarnya banyak faktor yang mempengaruhi tingkat

kedisplinan, seperti kepemimpinan dan motivasi (Malayu Hasibuan,

2007 : 194). Gaya kepemimpinan sangat berperan dalam

menentukan kedisiplinan karyawan, karena pimpinan dijadikan

teladan dan panutan oleh para bawahannya. Dengan gaya

kepemimpinan yang baik, kedisiplinan bawahan juga akan ikut baik,

dan begitu sebaliknya.

Motivasi kerja yang diharapkan karyawan adalah balas jasa

(gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan

karena motivasi karyawan untuk mendapatkan balas jasa akan

memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan

atau pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap

pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula (Malayu

Hasibuan, 2007 : 194).

26

2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini merujuk pada beberapa penelitian hasil para peneliti

terdahulu yang dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Teknik Analisis

Data Hasil

1 Prima Hendar P.M (2009)

Pengaruh Motivasi Kerja Dan Disiplin Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Bagian Produksi pada PT. Simongan Plastic Factory Semarang

Regresi berganda

Ada pengaruh positif antara motivasi kerja dan disiplin kerja terhadap produktivitas kerja karyawan, dibuktikan dengan persamaan regresi Y = 16,009 + 0,326X1 + 0,259X2

2 Joko Suswanto (2008)

Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Komunikasi dan Motivasi Menurut Persepsi Karyawan Terhadap Kinerja (Studi Kasus Karyawan Pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Jepara)

Regresi berganda

Gaya kepemimpinan, komunikasi, dan motivasi mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja pegawai, dibuktikan dengan besarnya koefisien regresi masing-masing variabel pada persamaan Y = 0,0132 + 0,212X1 + 0,609X2 + 0,125X3.

3 Dwi Kusumawarni (2007)

Pengaruh Semangat Dan Disiplin Kerja Terhadap Produktivitas Karyawan Pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Kudus

Regresi berganda

Semangat kerja dan disiplin kerja mempengaruhi produktivitas kerja karyawan di PDAM Kabupaten Kudus, dibuktikan dengan persamaan Y = 0,126 + 0,277X1 + 0,208X2.

27

Berdasarkan penelitin terdahulu tersebut, dapat diketahui perbedaan

dan kesamaan dari penelitian sekarang. Perbedaan penelitian yang dilakukan

oleh Prima Hendar yaitu penelitian dilakukan pada perusahaan manufaktur

PT. Simongan Plastic Factory Semarang, sedangkan peneliti melakukan

penelitian pada Sistem Administrasi Manunggal dibawah Satu Atap

(SAMSAT) Kabupaten Jepara yang bergerak dalam pelayanan jasa dengan

permasalahan. Untuk persamaannya yaitu terdapat variabel motivasi dan

disiplin kerja.

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Joko Suswanto yaitu

penelitian dilakukan pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Jepara,

sedangkan peneliti melakukan penelitian pada SAMSAT Kabupaten Jepara.

Untuk persamaannya yaitu jenis obyek penelitian sama-sama bergerak

dalam pelayanan masyarakat dan terdapat variabel kepemimpinan dan

motivasi.

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Dwi Kusumawarni yaitu

penelitian dilakukan pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)

Kabupaten Kudus, sedangkan peneliti melakukan penelitian pada SAMSAT

Kabupaten Jepara. Untuk persamaannya yaitu terdapat variabel disiplin

kerja.

2.3. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan tinjauan pustaka dan hasil penelitian terdahulu, maka

dapat dibuat kerangka pemikiran seperti pada Gambar 2.1.

28

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

H1 H3

H2

Sumber : T. Hani Handoko (2001) dan Moch As’ad (2005).

Keterangan :

H1 : Adanya pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Disiplin kerja

pegawai.

H2 : Adanya pengaruh Motivasi terhadap Disiplin kerja pegawai.

H3 : Adanya pengaruh Gaya Kepemimpinan dan motivasi terhadap

Disiplin kerja pegawai.

2.4. Pengajuan Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap pernyataan yang

dikemukakan dalam perumusan masalah yang akan diuji kebenarannya dan

dipakai sebagai petunjuk dalam pengumpulan data yang diperlukan. Dalam

skripsi ini, hipotesis peneliti ajukan adalah :

H1 : Ada pengaruh positif antara gaya kepemimpinan terhadap disiplin

kerja pegawai di SAMSAT Kabupaten Jepara.

H2 : Ada pengaruh positif antara motivasi terhadap disiplin kerja pegawai

di SAMSAT Kabupaten Jepara.

Disiplin Kerja Pegawai (Y)

Gaya Kepemimpinan (X1)

Motivasi Kerja (X2)

29

H3 : Ada pengaruh positif antara gaya kepemimpinan dan motivasi secara

bersama-sama terhadap disiplin kerja pegawai di SAMSAT

Kabupaten Jepara.

30

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Variabel dan Definisi Operasional

Yang dimaksud variabel independen di sini adalah Gaya

Kepemipinan (X1) dan Motivasi (X2). Variabel dependen dalam penelitian

ini adalah Disiplin Kerja Pegawai (Y).

3.1.1. Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan adalah bagaimana sikap seorang

pemimpin mempengaruhi bawahannya (Soekanto Reksohadiprodjo

dan T. Hani Handoko, 2001 : 49). Yang termasuk indikator dalam

gaya kepemimpinan meliputi : (Fuad Masud, 2004)

1. Mengajukan tujuan yang ingin dicapai.

2. Menekankan kepentingan tugas.

3. Menekankan untuk menyelesaikan tugas.

4. Menyarankan untuk menjalin hubungan.

5. Berdiskusi dengan bawahan.

6. Menekankan pentingnya menjalin hubungan.

3.1.2. Motivasi

Motivasi adalah suatu tindakan yang mendorong keinginan

atau perilaku orang lain untuk bekerja dengan maksimal untuk

memenuhi kebutuhan yang menjadi tujuannya. Indikator motivasi

meliputi : (Fuad Masud, 2004)

30

31

1. Kebutuhan berprestasi

2. Kebutuhan kekuasaan

3. Kebutuhan afiliasi

3.1.3. Disiplin Kerja Pegawai

Disiplin kerja pegawai adalah sikap atau perilaku ketaatan

seseorang atau sekelompok orang yang sesuai prosedur serta

peraturan baik secara tertulis maupun tidak tertulis, yang tercermin

dalam bentuk tingkah laku dan perbuatan. Yang termasuk indikator

dalam disiplin kerja pegawai meliputi : (Hasibuan, 2000 : 192)

1. Ketepatan waktu.

2. Kepatuhan pada peraturan.

3. Ketepatan dalam menggunakan alat produksi.

4. Ketepatan dalam memanfaatkan bahan-bahan produksi.

3.2. Populasi dan Sampel

Menurut Suharsimi Arikunto (2002 : 108), populasi adalah

keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

pegawai pada SAMSAT Jepara, yaitu sebanyak 50 orang.

Sampel menurut Moh. Nazir (2003 : 271) adalah bagian dari

populasi. Menurut Suharsimi Arikunto (2006 : 134), apabila subjeknya

kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya

merupakan penelitian populasi. Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini

adalah sebanyak 50 pegawai pada SAMSAT Jepara. Untuk pengambilan

32

sampel dilakukan secara sensus, yaitu penelitian yang melibatkan seluruh

populasi sebagai obyek penelitian.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer. Data primer, yaitu data

yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau perorangan yang

dilakukan oleh peneliti (Umar, 2004). Data primer yang diperoleh langsung

dari responden berupa karakteristik identitas responden dan jawaban

terhadap kuesioner penelitian.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan :

3.4.1. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu dengan mencatat data-data yang telah

tersedia berkaitan dengan masalah yang berkaitan dengan dengan

penelitian, yaitu berupa struktur organisasi, jumlah pegawai.

3.4.2. Kuesioner

Kuesioner yaitu merupakan usaha mengumpulkan informasi

dengan menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis, untuk dijawab

secara tertulis pula oleh responden, berupa karakteristik responden

dan pertanyaan variabel penelitian.

33

3.5. Metode Pengolahan Data

Dalam penelitian ini tahap pengolahan data antara lain :

3.5.1. Pengeditan (Editing)

Pengeditan adalah proses yang bertujuan agar data yang

dikumpulkan memberikan kejelasan, dapat dibaca, konsisten, dan

komplit. Pengeditan data agar lebih jelas dan terbaca akan membuat

data dapat dengan mudah dimengerti.

3.5.2. Pemberian kode (Koding)

Pemberian kode yaitu pemberian kode tertentu terhadap

macam jawaban dari kuesioner untuk dikelompokkan pada kategori

yang sama. Pengkodean ini berarti menterjemahkan data ke dalam

kode, biasanya kode angka yang bertujuan untuk memindahkan data

ke dalam media penyimpanan data analisis komputer lebih lanjut.

3.5.3. Pemberian skor (Scoring)

Scoring yaitu pemberian nilai yang berupa angka pada

jawaban untuk memperoleh data kuantitatif yang diperlukan dalam

pengujian hipotesis. Skala pengukuran yang digunakan adalah

menggunakan skala likert yaitu suatu pernyataan yang menunjukkan

tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan responden (Philip Kotler,

2004 : 106).

1. Untuk jawaban sangat setuju (SS) mendapat skor 5.

2. Untuk jawaban setuju (S) mendapat skor 4.

3. Untuk jawaban netral (N) mendapat skor 3.

34

4. Untuk jawaban tidak setuju (TS) mendapat skor 2.

5. Untuk jawaban sangat tidak setuju (STS) mendapat skor 1.

3.5.4. Tabulasi (Tabulation)

Tabulasi yaitu mengelompokkan data atas jawaban yang

diteliti ke dalam bentuk tabel. Dengan tabulasi dapat diketahui

jumlah individu yang menjawab pertanyaan tertentu dan untuk

menciptakan statistik deskriptif mengenai variabel-variabel yang

digunakan.

3.6. Metode Analisis Data

3.6.1. Uji Validitas dan Reliabilitas

3.6.1.1. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengetahui sah atau tidaknya

suatu kuesioner. Suatu kuesioner dinyatakan valid jika

pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu

yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2006).

Tingkat validitas dapat diukur dengan cara membandingkan

nilai rhitung terhadap nilai rtabel dengan α = 0,05. Jika rhitung

lebih besar dari rtabel dan nilainya positif maka butir atau

pertanyaan tersebut dikatakan valid.

3.6.1.2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner

yang merupakan indikator dari suatu variabel. Suatu

35

kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban

seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil

dari waktu ke waktu (Ghozali, 2006). Suatu variabel

dikatakan reliabel apabila memiliki nilai Cronbach alpha

lebih besar dari 0,60.

3.6.2. Uji Asumsi Klasik

3.6.2.1. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah adanya suatu hubungan linear yang

sempurna (mendekati sempurna) antara beberapa atau

semua variabel bebas. Hal ini merupakan masalah yang

sering muncul dalam ekonomi, model regresi yang baik

seharusnya tidak terjadi multikolinearitas. Cara mendeteksi

ada tidaknya multikolinearitas adalah :

1. Jika hasil perhitungan nilai tolerance menunjukan ada

variabel bebas yang memiliki nilai tolerance kurang dari

10%, berarti ada korelasi antar variabel bebas yang

nilainya lebih dari 95%.

2. Jika hasil perhitungan nilai variance inflation faktor

(VIF) menunjukan ada variabel bebas yang memiliki

nilai VIF lebih dari 10, berarti ada multikolinearitas antar

variabel bebas dalam model regresi.

36

3.6.2.2. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah

dalam sebuah model terdapat ketidaksamaan varians dari

residual suatu pengamatan ke suatu pengamatan yang lain.

Cara untuk mendeteksinya adalah dengan melihat grafik

Scater Plot antara nilai prediksi variabel terikat (z prediksi),

dengan residualnya (s residualnya).

1. Jika ada pola tertentu yang teratur (bergelombang,

melebar, kemudian menyempit), maka mengindikasikan

telah terjadi Heteroskedastisitas.

2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titiknya

menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y,

maka tidak terjadi Heteroskedastisitas.

3.6.2.3. Uji normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam

model regresi variabel terikat dan variabel bebas

terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik

adalah memiliki data normal atau mendekati normal. Untuk

menguji apakah distribusi data normal atau tidak, dilakukan

dengan cara melihat normal probability plot yang

membandingkan distribusi komulatif dari distribusi normal.

Distribusi normal akan membentuk suatu garis lurus

diagonal, dan ploting data akan dibandingkan dengan garis

37

diagonal. Jika distribusi data normal, maka garis yang

menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis

diagonalnya.

3.6.3. Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi berganda merupakan analisis untuk

mengukur pengaruh variabel independen (Gaya kepemimpinan dan

motivasi ) terhadap variabel Disiplin kerja pegawai. Bentuk umum

persamaan regresi linier berganda sebagai berikut : (Burhan Bungin,

2006 : 222)

Y = a + b1X1 + b2X2

Dimana :

Y = variabel Disiplin kerja pegawai

X1 = variabel Gaya kepemimpinan

X2 = variabel Motivasi

a = konstanta

b1, b2 = koefisien regresi

3.6.4. Adjusted R Square

Nilai adjusted R square digunakan untuk mengetahui

prosentase perubahan variabel independen secara simultan atau

berganda dapat mempengaruhi variabel dependen. Berdasarkan nilai

adjusted R Square ini dapat diketahui besarnya pengaruh variabel

lain di luar model regresi.

38

Rumus untuk menghitung adjusted R square yaitu sebagai

berikut :

1n/)(y1 -k -n / )y -(y 1

2

21

y SquareAdjusted R

Keterangan :

y = variabel dependen

y1 = nilai variabel dependen yang diprediksi

y = nilai rata-rata variabel dependen

n = ukuran sampel

k = jumlah variabel independen

3.6.5. Pengujian Hipotesis

3.6.5.1. Uji t

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh

variabel independen yaitu gaya kepemimpinan (X1) dan

motivasi (X2) secara individual terhadap variabel dependen

(Y) yaitu Disiplin kerja pegawai. Adapun pengujian

hipotesis dengan uji t dilakukan dengan kriteria sebagai

berikut :

1. Menentukan taraf kesalahan atau α = 0,05.

2. Menentukan derajat kebebasan di mana df = n – k – 1.

3. Menentukan hipotesis :

a. Ho : β = 0, artinya variabel independen (X1 atau X2)

tidak berpengaruh terhadap variabel dependen (Y).

39

b. Ha : β > 0, artinya variabel independen (X1 atau X2)

berpengaruh terhadap variabel dependen (Y).

4. Pengambilan keputusan :

a. Jika thitung > ttabel, sig < 0,05 berarti H0 ditolak dan Ha

diterima.

b. Jika thitung < ttabel, sig > 0,05 berarti H0 diterima dan Ha

ditolak.

3.6.5.2. Uji F

Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen secara bersama-

sama. Caranya dengan membandingkan antara nilai Fhitung

dengan Ftabel. Dengan kriteria pengujian sebagai berikut :

1. Menentukan taraf kesalahan atau α = 0,05.

2. Menentukan derajat kebebasan di mana df = n – k – 1.

3. Menentukan hipotesis :

a. Jika Ho : β1, β2 = 0, artinya secara bersama-sama

variabel gaya kepemimpinan (X1) dan motivasi kerja

(X2) tidak berpengaruh terhadap kinerja Pegawai (Y).

b. Jika Ha : β1, β2 > 0, artinya secara bersama-sama

variabel gaya kepemimpinan (X1) dan motivasi kerja

(X2) berpengaruh terhadap disiplin kerja pegawai (Y).

40

4. Pengambilan keputusan :

a. Jika Fhitung > Ftabel, sig < 0,05 berarti H0 ditolak dan Ha

diterima.

b. Apabila Fhitung < Ftabel, sig > 0,05 berarti H0 diterima

dan Ha ditolak.