bab i pendahuluan 1.1 latar...

39
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia sastra dan seni, kaidah-kaidah linguistik serta kebiasaan- kebiasaan yang telah baku sering dilanggar dan diabaikan, untuk maksud-maksud tertentu. Sastrawan mendapatkan kebebasan dalam mengeksploitasi kemampuan dan imajinasi verbalnya. Senimanpun mendapatkan kebebasan dalam mengekspresikan kreativitasnya. Kebebasan inilah yang sering disebut dengan artistic license (terkadang disebut juga dengan dramatic license, historical license, poetic license, narrative license, licentia poetica, atau secara sederhana disebut license). Manusia adalah mahluk yang cerdas, homo sapiens sekaligus homo ludens ‘mahluk yang senang bermain-main’. Sejak masih bayi sampai tua sekalipun manusia senang bermain-main, namun jenis permainannya disesuaikan dengan usianya. Manusia telah disuguhkan permainan dalam bentuk interaksi antara orang tua dengan anaknya (tidak lama, bahkan mungkin sesaat) setelah lahir, sebelum anak tersebut memiliki kemampuan kognitif yang lebih serius. Permainan tersebut berwujud verbal maupu nonverbal. Permainan verbal berupa vokalisasi-vokalisasi yang mungkin tanpa makna, sementara permainan nonverbal berupa tingkah polah sekedar memancing sang buah hati agar tersenyum, ataupun tertawa.

Upload: hanhi

Post on 06-Mar-2019

236 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam dunia sastra dan seni, kaidah-kaidah linguistik serta kebiasaan-

kebiasaan yang telah baku sering dilanggar dan diabaikan, untuk maksud-maksud

tertentu. Sastrawan mendapatkan kebebasan dalam mengeksploitasi kemampuan dan

imajinasi verbalnya. Senimanpun mendapatkan kebebasan dalam mengekspresikan

kreativitasnya. Kebebasan inilah yang sering disebut dengan artistic license

(terkadang disebut juga dengan dramatic license, historical license, poetic license,

narrative license, licentia poetica, atau secara sederhana disebut license).

Manusia adalah mahluk yang cerdas, homo sapiens sekaligus homo ludens

‘mahluk yang senang bermain-main’. Sejak masih bayi sampai tua sekalipun manusia

senang bermain-main, namun jenis permainannya disesuaikan dengan usianya.

Manusia telah disuguhkan permainan dalam bentuk interaksi antara orang tua dengan

anaknya (tidak lama, bahkan mungkin sesaat) setelah lahir, sebelum anak tersebut

memiliki kemampuan kognitif yang lebih serius. Permainan tersebut berwujud verbal

maupu nonverbal. Permainan verbal berupa vokalisasi-vokalisasi yang mungkin

tanpa makna, sementara permainan nonverbal berupa tingkah polah sekedar

memancing sang buah hati agar tersenyum, ataupun tertawa.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

2

Banyaknya jenis-jenis permainan (bahasa) diapresiasi oleh Wijana (2003:15).

Dalam pidato pengukuhan Guru Besarnya, dikemukakan bahwa permainan bahasa

dapat ditemukan dalam berbagai aktivitas dan hasil aktivitas manusia sepanjang

hayatnya. Plesetan pada baju kaos ala Dagadu yang populer di Jogjakarta merupakan

salah satu contoh hasil (product) permainan bahasa dalam arti yang seluas-luasnya.

Bermain-main dengan kata-kata tidak hanya menjadi sebuah hiburan pelepas

kejenuhan, tetapi bisa juga menyuguhkan hal-hal yang serius, kritik yang membangun

sekaligus mengandung nilai moral yang tinggi yang melekat kuat pada ingatan

manusia. Perhatikan bagaimana permainan dengan singkatan berikut ini membawa

pesan yang kuat pada pendengarnya sekaligus terkesan jenaka. AIDS = Akibat Itunya

Dimasukkan Sembarangan. Kepanjangan yang sebenarnya adalah Aquired Immune

Deficiency Syndrome, namun diplesetkan kedalam bentuk yang lain, tetapi masih

memiliki korelasi yang dekat dengan sasaran. Hal inilah yang menjadikan permainan

dengan kata-kata ini menjadi lebih menarik bahkan lebih populer dibandingkan

dengan kepanjangan aslinya. Kelucuan timbul karena pendengar ataupun pembaca

telah menyadari ada suatu pertentangan dalam imajinasinya tentang kepanjangan

AIDS sebagaimana yang telah didengar dalam pengalaman hidupnya. Bagi orang

yang tidak pernah mengenal kata AIDS, ini mungkin terdengar sebagai singkatan

biasa yang tidak mempunyai nilai humor sama sekali.

Dalam tuturan yang serius tidak jarang diselipkan dengan permainan kata-kata

yang membawa imajinasi pendengar pada sesuatu yang bertentangan dengan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

3

kenyataan atau ide awalnya, dan akan membawa kesan humor setelah disadari bahwa

ada kaedah linguistik yang dilanggar oleh penutur. Perhatikan bagaimana seorang

dalang melanggar kaedah linguistik pada dialog antara dua punakawan yang

diperankannya berikut:

(1) A: “Apa minum ne”? ‘apa minumnya?

B: ”Kedis petingan poleng!” ‘burung petingan (sejenis pipit) belang

belang’

A: “Apa to?” apa itu (maksudnya)?”

B: “Semprit” (sebutan untuk burung pipit) (WCB.1)

Ketentuan yang telah baku adalah setiap yang diminum selalu berupa benda

cair. Belum pernah dijumpai ada orang yang meminum burung pipit apalagi dengan

bulunya yang belang-belang. Pada beberapa daerah di Bali burung pipit yang

berwarna merah bercampur hitam disebut dengan burung semprit. Sang dalang

memplesetkannya untuk kata yang ia maksud adalah Sprite, yaitu minuman bersoda

yang sudah cukup populer di Indonesia. Setelah disadari adanya perbedaan imajinasi

awal antara penonton dan maksud sang dalang yang mengucapkan tuturan tersebut,

gelak tawa penontonpun menjadi riuh.

Seorang dalang, pelawak, penyair, ilmuwan, politikus, pengusaha serta

berbagai profesi lainnya nampak dari bahasa yang mereka gunakan. Karena itulah

agar bisa menghasilkan lawakan yang bagus seorang pelawak akan berusaha

mengeksploitasi kemampuan verbalnya. Pedalang, penyair, ilmuwan, politikus,

pengusaha dan yang lainnya juga melakukan hal sama agar mencerminkan

identitasnya tersebut. Apa yang mereka lakukan terhadap bahasa tersebut, tidak lain

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

4

adalah mengeksploitasi serta memanfaatkan potensi-potensi sistem perlambangan

bunyi; yang walaupun bersifat arbitrer tetapi tetap berdasarkan konvensi masyarakat

bahasa tertentu yang tidak hanya unik, tetapi juga bersifat universal, sekaligus

menjadi identitas bagi penuturnya. Hal ini sejalan dengan hakikat bahasa seperti yang

diungkapkan Chaer, (2012:33-56)

Lambang-lambang bunyi yang jumlahnya terbatas memiliki potensi

pemakaian yang tidak terbatas. Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal: /i/, /e/,

/ǝ/, /a/, /o/ dan /u/; 18 fonem konsonan: /p/, /b/, /m/, /w/, /t/, /d/, /n/, /s/, /l/, /r/, /c/, /j/,

/n/, /k/, /g/, /ŋ/, /y/ dan /h/ namun tidak memiliki fonem diftong (lihat Bawa 1981:

11). Keterbatasan jumlah ini banyak menghasilkan leksem-leksem yang memiliki

pasangan minimal (minimal pairs). Potensi ini banyak dimanfaatkan dan dieksploitasi

untuk tujuan-tujuan tertentu. Perhatikan bagaimana nilai estetika muncul dalam

pemanfaatan pasangan minimal sayang dan wayang dalam tuturan berikut:

(2) “Kudiang man, ba kadung blulang maukir!” ‘bagaimana lagi, sudah

terlanjur kulit diukir!’ (blulang maukir ‘kulit diukir’ = wayang > sayang)

(TLT.4).

Perhatikan juga nilai humoris bisa muncul pada plesetan dalam bahasa Indonesia

yang memanfaatkan pertalian bunyi berikut: “Sekarang sudah tidak *muksinnya

lagi….” (“muksinnya” semestinya “musimnya” diplesetkan dari nama seorang artis di

era 90-an Muksin Alatas).

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

5

Potensi yang terkandung dalam sebuah bahasa dimanfaatkan untuk tujuan-

tujuan tertentu, misalnya untuk memperlihatkan nilai etika, estetika serta untuk

mencapai efektifitas yang diinginkan. Tidak jarang sebuah fonem diliuk-liukan,

dipanjangkan atau dipendekkan, dipasangkan atau dikontraskan untuk sebuah

maksud. Pemanfaatan potensi ini oleh Sudaryanto (1989) diuraikan sebagai berikut:

1) Pemanfaatan perubahan-perubahan fonem khususnya bahasa Jawa untuk

pengungkapan berbagai makna yang diinginkan misalnya untuk memperlihatkan

nilai etika halus pada masyarakat Jawa; 2) kata afektif berusaha menunjukan

betapa bunyi diliuk-liukan, dikontraskan, atau sebaliknya diselaraskan demi muatan rasa sang pembicara; 3) Aneka bentuk ikonik berusaha menunjukan betapa

pengucapan suatu lingual bahasa Jawa itu tersiapsediakan untuk menghadirkan

secara konkret informasi pada saat proses berbahasa dilakukan; 4) Pemanfaatan keikonikan dan bentuk ikonik merupakan upaya canggih dan kreatif para individu,

menghadirkan kekayaan jiwanya dengan bahasa yang digunakan.

(Sudaryanto, 1989:39)

Pada contoh (2) belulang maukir, memperlihatkan adanya fonem-fonem atau

suku kata pada dua leksem yang berbeda yang dikontraskan namun masih

mempunyai pertalian bunyi (wayang vs sayang). Pengontrasan fonem-fonem ini

hanya bisa dipahami setelah mengetahui hubungan antara makna frase belulang

maukir ‘kulit diukir’(wayang) dengan maksud sebenarnya yaitu untuk menggantikan

kata sayang. Formula semacam inilah (contoh 1 dan 2 di atas) yang kemudian

disebut dengan wangsalan .

Wangsalan merupakan salah-satu bentuk ikonik yang dimiliki oleh suatu

bahasa. Yang dimaksud dengan ikon di sini adalah sesuatu yang bila didengar atau

dilihat maka pada saat itu juga kita akan teringat pada suatu hal atau benda yang

ditandai tersebut. Misalnya ketika melihat Monas kita langsung teringat akan Jakarta,

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

6

ketika mendengar gudeg, kita langsung teringat dengan Jogjakarta, ketika mendengar

seruling merdu yang khas kita langsung teringat Bandung. Demikian juga ketika

orang Jawa mendengar wangsalan “njanur gunung” ia akan langsung membayangkan

pohon dari jenis palm yang tumbuh pada dataran tinggi yang disebut dengan aren,

yang kemudian mengaitkannya dengan kata kadingaren ‘tumben’ karena adanya

persamaan bunyi. Pada awalnya mungkin orang Jawa akan bertanya-tanya “apa arti

njanur gunung?” tetapi setelah sekali tau tentang maksud sebenarnya dari wangsalan

tersebut dan memahami bagaimana maksud tersebut disimpulkan, selanjutnya dia

akan selalu ingat maksud sebenarnya dari wangsalan itu, karena bisa dilacak dari

Jawaban atas teka-teki tersebut.

Bahasa Bali sebagai bahasa yang berkerabat dengan bahasa Jawa, kaya akan

gaya berbahasa yang mirip dengan wangsalan Jawa di atas. Hanya saja gaya bahasa

semacam itu di Bali disebut dengan Bladbadan. Keberadaan sebuah wangsalan

bukan hanya terdapat dalam sastra-sastra kono, tetapi juga dalam lagu-lagu pop,

pegelaran seni tari dan drama (arja), pegelaran wayang, serta dalam buku-buku

pelajaran Bahasa Bali. Namun ekistentsi wangsalan tersebut telah menunjukan

gejala-gejala kepunahan. Tidak banyak generasi muda yang mengenal istilah

“wangsalan”. Kebutuhan akan pemahaman bahasa asing, membuat tidak banyak

orang yang tertarik untuk mempelajari bahasa Bali secara mendalam, apalagi

mengembangkan bentuk-bentuk wangsalan yang baru. Banyak anak muda zaman

sekarang yang tidak mengerti apa maksud wangsalan di bawah ini:

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

7

(3) majempong bebek ‘seperti jengger bebek’ (TLT.46).

Ketidakmengertian mereka disebabkan karena tidak tau apa arti jempong ‘jengger’.

Majempong bebek adalah contoh wangsalan dalam bahasa Bali yang maksud

sebenarnya adalah ngambul ‘merajuk’. Kata ngambul direalisasikan dari adanya

pertalian bunyi dari /ambul/ pada kata ngambul dengan /ambul/ pada kata jambul

yang merupakan arti dari frase majempong bebek.

Gaya bahasa dalam wangsalan menunjukan kreativitas individu yang tidak

dimiliki oleh bahasa asing khususnya bahasa Inggris serta beberapa bahasa daerah di

Indonesia. Keunikan ini merupakan upaya canggih dari individu yang mencerminkan

kekayaan jiwa yang tersirat dari bahasa yang digunakan. Sebagai bentuk kebudayaan

immaterial, kebudayaan dalam bentuk bahasa berupa karya sastra tradisional baik

yang berbentuk tradisi lisan dan tertulis merupakan warisan budaya yang tidak

ternilai harganya. Bentuk sastra tradisional lainnya yang tidak banyak dikenal dan

memiliki pertalian dengan wangsalan adalah parikan serta cangkriman. Dalam

bahasa Bali ada juga sejenis teka-teki yang disebut dengan cecimpedan. Pertalian itu

bisa dilihat dari gaya penyampaian gagasannya yang khas, yang memanfaatkan

keselarasan bunyi.

Sebagai bentuk kebudayaan wangsalan bisa jadi merupakan reaksi seseorang

terhadap lingkungan disekitarnya yang dituangkan dalam bentuk bahasa. Persepsi

sesorang terhadap apa yang dialaminya ini, bisa menjadi sebuah krtitik sosial, atau

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

8

sebagai bentuk apresiasi terhadap realitas budaya yang terjadi, sehingga menjadi

refleksi rekaman budaya yang berlaku pada masa itu, termasuk perubahan yang

begitu pesat, misalnya pariwisata. Pertumbuhan dan perkembangan pariwisata di Bali

yang begitu pesat mendorong pola pikir yang praktis sehingga bentuk-bentuk

simbolis dan filosofis yang menjadi suatu ikon mudah dilupakan dan diabaikan orang.

Jika disepakati bahwa wangsalan adalah salah satu bentuk ikonik seperti

yang digagas oleh Sudaryanto (1989: 146) (“…keikonikan metalingual itu cukup

bermacam-macam. Setidak-tidaknya hal itu nampak pada wangsalan, sengkalan, dan

sandiastama…”) maka sudah sepatutnya hal tersebut menjadi perhatian kita dalam

pelestariannya. Salah satu pelestarian yang bisa kita lakukan sebagai bagian dari

masyarakat bahasa tersebut adalah dengan memberikan apresiasi melalui

inventarisasi, mengkaji, meneliti, serta mempublikasikannya kepada masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

Sehubungan dengan latar belakang yang dikemukakan di atas, masalah pokok

yang hendak diJawab dalam penelitian yang berkaitan dengan wangsalan dalam

bahasa Bali ini adalah:

1) Bagaimana bentuk wangsalan dalam bahasa Bali ditinjau dari sudut pandang

satuan bahasa?

2) Bagaimana kaedah proses pembentukan wangsalan dengan melihat hubungan

antara makna denotasi dengan maksud sebenarnya sebuah wangsalan?

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

9

3) Apa jenis-jenis wangsalan berdasarkan pemakaiannya dan berdasarkan

masa/periode kemunculannya?

4) Apa fungsi komunikatif wangsalan dan referen apa saja yang ditemukan

dalam wangsalan Bali yang dapat dijadikan indeks tentang kebudayaan Bali?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang ingin diJawab dalam penelitian ini, maka

penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan bentuk-bentuk wangsalan Bali berdasarkan satuan-satuan

kebahasaan yang telah dikenal secara umum.

2. Menjelaskan proses pembentukan wangsalan, serta menemukan kaedah atau

formula yang menggambarkan hubungan antara arti sebenarnya sebuah

kerangka wangsalan dengan maksud yang ingin disampaikan oleh penutur.

3. Mendeskripsikan jenis-jenis wangsalan berdasarkan pemakaiannya maupun

berdasarkan periode/era munculnya sebuah wangsalan.

4. Mendeskripsikan fungsi-fungsi komunikatif wangsalan dan mengidentifikasi

kata-kata atau objek apa saja yang dijadikan referen.

Secara tidak langsung penelitian ini juga bertujuan untuk mendokumentasikan

wangsalan-wangsalan yang diciptakan dari hasil kreativitas penutur bahasa Bali yang

belum tercatat secara lengkap dalam buku ataupun dokumen lainnya. Karena bahasa

merupakan bagian dari sebuah budaya, maka tujuan meneliti bahasa juga merupakan

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

10

penelitian budaya penuturnya. Penelitian budaya ini diharapkan dapat menemukan

gambaran pola pikir kehidupan masyarakat Bali yang berhubungan dengan collective

mind masyarakat setempat terhadap perkembangan dan perubahan lingkungan

sekitarnya.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian tentang wangsalan bukan hanya menjadi sesuatu yang penting,

tetapi juga sudah menjadi sesuatu yang mendesak untuk segera dilakukan. Hal ini

dikarenakan, dari penelusuran literatur yang telah dilakukan di beberapa sumber

pustaka, kajian tentang tema ini sangat minim keberadaannya, walaupun ada, itupun

merupakan sebuah kajian yang belum terpublikasikan secara luas. Secara garis besar,

penelitian ini memenuhi dua jenis manfaat sebagaimana penelitian-penelitian yang

diharapkan, sehingga tema yang diangkat merupakan pilihan yang tepat dan relevan

pada masa ini. Manfaat yang akan dicapai tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu:

manfaat praktis dan manfaat teoritis.

1.4.1 Manfaat Praktis

Bagi penutur bahasa Bali, manfaat praktis yang bisa diperoleh dari hasil

penelitian ini adalah sarana untuk memperkaya pengetahuan kosa-kata bahasa Bali.

Hal ini dirasakan karena dalam wangsalan ada frase-frase yang belum dikenal secara

luas di masyarakat. Dengan menginventarisasi wangsalan yang ada dan dipakai

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

11

dalam masyarakat Bali, akan menjadi sumber informasi dan menambah wawasan

bagi masyarakat. Pengetahuan ini akan memperkaya dan menambah kemampuan

eksploitasi dan gaya bahasa untuk mendapatkan efek berbahasa yang diinginkan.

Secara praktis penelitian ini juga dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan

keputusan tentang pengembangan materi pelajaran bahasa Bali di sekolah-sekolah.

Pertimbangan untuk memberikan porsi lebih pada tema wangsalan, dalam kurikulum

pendidikan bahasa Bali dirasa penting, karena telah terdeteksi bahwa keberadaan

wangsalan telah menunjukan gejala-gejala kepunahan. Di lain sisi wangsalan adalah

genre sastra yang sangat menarik. Bagi penutur di luar bahasa Bali penelitian ini juga

bermanfaat sebagai perbandingan dan menjadikan bukti bahwa wangsalan juga

dikenal di Bali selain di Jawa.

1.4.2 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis tentunya akan didapatkan dari berbagai literatur yang dikaji

dalam tinjauan pustaka dan temuan-temuan dari hasil analisis data, di samping dari

kaedah kebahasaan yang disimpulkan. Teori-teori ini sangat bermanfaat sebagai

rujukan penelitian lebih lanjut agar didapatkan generlisasi dan keuniversalan bahasa.

Misalnya pendefinisian tentang istilah “wangsalan” yang berbeda antara di Jawa dan

Bali. Perbedaan terminologi ini mesti disadari agar nantinya diperoleh pemahaman

bahasa yang bersifat universal, tidak bersifat kedaerahan. Teori-toeri linguistik

maupun stilistika yang teraplikasi dalam sebuah karya sastra bisa menjadi sumbangan

pemikiran terhadap perkembangan ilmu dan bahasa. Dilihat dari hubungan persamaan

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

12

bunyi yang ditunjukan dalam wangsalan dengan maksud yang sesungguhnya,

beberapa wangsalan memperlihatkan pasangan minimal (minimal pairs) sehingga

bermanfaat juga dalam mengidentifikasi fonem dalam bahasa Bali yang dapat

diajarkan kepada para siswa secara lebih menarik dan kreatif.

1.5 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan hasil penelusuran pustaka, karya tulis tentang Wangsalan Bali

belum pernah dilakukan sebelumnya oleh mahasiswa UGM baik dalam bentuk

skripsi, tesis maupun desertasi. Akan tetapi wangsalan Jawa pernah dikaji dalam

bentuk skripsi sarjana muda oleh Trisari (1985) dengan judul Analisis Fonetis-

Semantis “wangsalan lampah”. Penelitian ini membahas mengenai sejauh mana

kaitan bunyi dengan pembentukan jawaban wangsalan serta kaitan semantis yang

terdapat pada wangsalan dengan tebakannya. Pendekatan secara fonetis dilakukan

dengan melihat begaimana bunyi dalam wangsalan secara fonetis mempunyai kaitan

dengan bentuk kata yang terdapat pada tebakan wangsalan itu. Sedangkan

pendekatan secara semantis dilakukan dengan melihat kaitan makna dengan kata

yang terdapat pada wangsalan itu. Trisari (1980) secara khusus menulis tentang

wangsalan bersambung atau lampah, yang kemudian dikelompokan berdasarkan

bagian lidah yang bergerak dan berdasarkan bentuk bibir saat mengucapkan bunyi-

bunyi yang mengandung wangsalan lampah. Salah satu contoh wangsalan lampah,

adalah sebagi berikut:

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

13

Carang wreksa, wreksa wilis tanpa patra

Nora gampang, wong urip neng ngalam donya.

Baris pertama contoh di atas mengandung tebakan yang wangsul atau

jawabanya ada pada baris kedua. Jawaban wangsalan terbentuk dari tebakannya.

Salah satu bunyi suku kata dalam tebakannya mempunyai keselarasan fonetis dengan

salah salah satu kata pada jawaban wangsalan. Bunyi suku kata /paŋ/ pada kata epang

‘cabang’ dan /rip/ pada urip ‘hidup’dipakai sebagai tumpuan pembentukan untuk

memilih kosa kata yang memiliki kemiripan bunyi, sehingga terbentuklah jawaban

wangsalan tersebut: nora gampang wong urip neng ngalam donya ‘tidak mudah

orang hidup dialam dunia ini’ (lihat Trisari; 1985:3).

Trisari (1985) menemukan empat kelompok wangsalan lampah berdasarkan

bentuk lidah dan bibir saat mengucapkan wangsalan tersebut yaitu: 1) kelompok

belakang bulat, belakang bulat; 2) kelompok belakang bulat depan tak bulat; 3)

kelompok depan tak bulat, depan tak bulat; dan 4) kelompok depan tak bulat,

belakang bulat. Ia juga menyimpulkan bahwa dari segi fonetis ada kaitan bunyi antara

jawaban wangsalan lampah dengan tebakannya. Dari segi semantik; ada kaitan

makna antara wangsalan lampah dengan tebakannya. Penggantian dengan kata lain

dapat dilakukan jika tebakannya disesuaikan dengan isi dan jawaban wangsalan

lampah tersebut.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

14

Selanjutnya, Harjanti (2005) juga meneliti wangsalan Jawa dalam skipsinya

dengan judul Wangsalan Dalam Serat Centhini Jilid V: Analisis Stilistika. Wangsalan

yang terdapat dalam serat Centini berupa tembang macapat jenis sinom, disusun

dengan beberapa aturan. Aturan tersebut adalah terikat oleh guru wilangan ‘aturan

jumlah suku kata pada setiap baris’, guru lagu/dhong-dhing ‘pola jatuhnya bunyi

suku akhir baris’ dan guru gatra ‘jumlah baris dalam satu bait’ sesuai dengan aturan

tembang macapat sinom. Disebutkan pula bahwa wangsalan adalah kata-kata yang

mengandung Jawaban atau wangsulan. Hal-hal yang menjadi referen dalam

wangsalan yang terdapat dalam Serat Centhini jilid V meliputi nama-nama hewan,

bunga, buah/biji serta berbagai nama tumbuhan.Wangsalan pada serat Centhini jilid

V mempunyai dua bagian yaitu bagian teka-teki dan bagian Jawaban. Pada bagian

teka-teki terdapat penanda dengan bagian kedua yang mempunyai kesamaan: bunyi,

suku kata, serta makna. Homonim dan sinonim menjadi kaidah dalam wangsalan

serat Centhini jilid V, ada yang berhomonim sempurna dan ada pula yang

berhomonim setengah sempurna. Disebutkan juga bahwa wangsalan dapat ditemui

dalam berbagai karya sastra Jawa yang lain diantaranya: Serat Rama, Pranacitra,

Centhini dan Rengganis.

Penelitian yang sejenis pernah dilakukan oleh Cokorda Istri Sukrawati (1987)

yang berjudul ”Aspek Blabadan dalam Geguritan Kasmaran: Analisis Struktur

dan Fungsi”. Dalam penelitian ini Sukrawati menggunakan istilah “blabadan”

untuk menyebut “wangsalan”. Geguritan Kasmaran yang merupakan tembang

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

15

macapat dengan irama pupuh sinom dijadikan satu-satunya sumber data. Geguritan

tersebut memang menggunakan gaya bahasa yang berbeda dengan geguritan pada

umumnya. Geguritan adalah jenis tembang tradisional Bali; pada umumnya dibangun

dalam bentuk lagu yang mengandung cerita narasi, namun dalam geguritan

Kasmaran narasi cerita kurang ditonjolkan tetapi memunculkan beragam wangsalan

dan menjadi ciri khas geguritan ini. Sukrawati menganalisis wangsalan mulai dari

aspek pembentukan sampai pada aspek isi yang meliputi, tema dan amanat.

wangsalan dalam penelitian ini dikaji dari dua dimensi yaitu: dimensi bentuk dan

dimensi makna (semantik). Pada dimensi bentuk wangsalan dipandang sebagai

permainan bunyi. Sedangkan pada dimensi makna wangsalan dipandang sebagai

metapora. Penelitian Sukrawati ini kemudian disarikan lagi dalam Jurnal Aksara no. 9

tahun V Hal. 238-251. Sukrawati(1995) menemukan 6 proses pembentukan

Bladbadan yaitu: 1)modifikasi kata dasar; 2) Mengganti fonem awal sebuah kata

dasar; 3) Menghilangkan fonem awal sebuah kata dasar; 4) Menghilangkan fonem

awal kata dasar dan disertai pengulangan; 5) Mengganti suku pertama kata dasar; 6)

Menghilangkan suku pertama kata dasar.

Penelitian tentang Bladbadan tersebut ditinjau ulang oleh Nengah Arnawa

(2005) dalam karyanya yang berjudul: “Kajian Ulang Bladbadan Bahasa Bali”.

Penelitian ini menggunakan dua sumber data yaitu geguritan Kasmaran dan

geguritan Sampik (cerita Sampek Eng Tay). Menurutnya bladbadan adalah salah satu

repotorium yang didalamnya terjadi transposisi makna dengan menggunakan

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

16

perangkat emotif. Perangkat emotif tersebut adala: fonetik, leksikal dan sintaksis

yang didukung oleh kaidah-kaidah pembentukan kata dalam bahasa Bali. Bladbadan

bukan permainan bunyi semata, bukan pula sebagai metafora, karena antara giing

‘kerangka’ dengan kata sasaran tidak memiliki hubungan semantik.

Belum tersentuhnya ranah budaya dalam kedua penelitian tentang wangsalan

tersebut, disikapi oleh I Wayan Suteja (2011) dalam tesisnya yang berjudul:

Geguritan Kasmaran: Analisis Teks dan Konteks. Suteja berhasil mengangkat sisi

filosofis teks geguritan Kasmaran yang ditijau dari filosofi agama khususnya agama

Hindu dengan mengaitkannya pada konteks kekinian. Dari sisi filosofis geguritan

Kasmaran mengandung pesan kama (dalam arti yang seluas-luasnya). Kama bisa

diartikan sebagi keinginan Sang Maha Kawi (pengarang) untuk menyatu, manunggal

(mekaronan) dengan Sanghyang pemberi inspirasi dalam bahasa Jawa dikenal dengan

manunggal kawulaing gusti. Sosok inspirator ini diibaratkan sebagai gadis cantik

yang diidamkan banyak pemuda. Kama yang juga diartikan sebagai senggama sama

dengan yoga yang dipandangnya sebagai estetika semesta.(Suteja, 2011: 134)

Dari sisi linguistik, bladbadan (baca: wangsalan) dalam geguritan Kasmaran

memiliki beberapa fungsi. Tanpa memberikan penjelasan yang rinci Suteja (2011: 93)

mengatakan bahwa bladbadan memiliki fungsi sosial untuk menyindir secara halus,

fungsi etika, fungsi budaya, dan fungsi pendidikan. Yang patut diberikan apresiai

dalam analisis yang ia lakukan adalah tiap-tiap bait yang mengandung wangsalan

yang terdapat dalam geguritan Kasmaran, telah di rekonstruksi berdasarkan frase-

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

17

frase yang berupa wangsalan serta dianalisis Jawabannya berupa kata yang muncul

pada kata ataupun baris berikutnya. Analisis ini sangat membantu dalam

mengidentifikasi antara makna bladbadan dan maksud sejati yang ingin diutarakan

oleh pengarang.

Selanjutnya ada sebuah karya tulis yang dihasilkan oleh Wijana (2013). Karya

tulis berbentuk makalah ini walaupun tanpa meninjau penelitian sebelumnya, berhasil

memaparkan tentang wangsalan dalam bahasa Jawa ditinjau dari segi bentuk, jenis,

fungsi, serta referen yang digunakannya. Kajian tentang wangsalan dalam bahasa

Jawa sebelumnya juga sudah dipublikasikan dalam buku karya Subroto, et.al (2000)

oleh Departemen Pendidikan Nasional. Namun, belum adanya cetak ulang dari karya

ini mengakibatkan langkanya buku tersebut di pasaran maupun pada lembaga-

lembaga pendidikan bahasa. (Dengan usaha pencarian yang cukup panjang akhirnya

penulis berhasil menemukan buku tersebut). Dari segi bentuk, wangsalan Jawa

menurut Wijana (2013) hanya memiliki satu bentuk yaitu berupa frase nomina

atributif yang selanjutnya dibedakan lagi menjadi: frase nomina dengan atribut

pembatas dan frase nomina dengan atribut penjelas. Jenis-jenis wangsalan dibedakan

berdasarkan unsur pembentuknya, cara pemaknaannya, dan situasi pemakaiannya.

Berdasarkan unsur pembentuknya, wangsalan dibedakan atas wangsalan tunggal dan

wangsalan rangkep. Berdasarkan cara pemaknaannya, ada wangsalan lamba dan ada

wangsalan memet. Akhirnya berdasarkan kreteria situasi pemakaiannya debedakan

atas wangsalan biasa dan wangsalan literer.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

18

Ditinjau dari fungsinya wangsalan digunakan untuk mengungkapkan berbagai

fungsi komunikatif yaitu: fungsi representatif untuk menginformasikan atau

menyatakan sesuatu, ekspresif untuk mengungkapkan perasaan, direktif untuk

menyuruh seseorang melakukan atau tidak melakukan sesuatu, poetik untuk

mengungkapkan keindahan, dan fungsi fatis untuk memelihara, memulai,

mempertahankan dan mengakhiri hubungan (Wijana 2013:7). Sehubungan dengan

pola masyarakat Jawa yang bersifat agraris ditemukan beberapa objek yang dijadikan

referensi dalam wangsalan yaitu: tumbuh-tumbuhan, hewan, pakaian, makanan dan

tokoh pewayangan. Model penelitian yang dilakukan oleh Wijana ini banyak

dijadikan acuan dalam penelitian ini. Perbedaan yang paling mendasar dengan kajian

pada tesis ini adalah objkek penelitiannya yang berupa bahasa Bali.

1.6 Kerangka Teori

Ada beberapa teori linguistik yang diaplikasikan dalam kajian wangsalan ini.

Teori-teori itu meliputi teori tentang satuan lingua seperti: fonem, morfem, kata,

frase, klausa, kalimat, maupun wacana. Teori pragmatik tentang hubungan antara

makna dan maksud sebuah tuturan juga fungsi-fungsi komunikatif bahasa seperti

yang dikemukakan oleh Jakobson (1960), Leech (1983), serta Holmes (1995) juga

teraplikasi dalam penelitian ini. Namun di Balik semua itu teori-teori yang dijadikan

dasar acuan adalah teori tentang wangsalan itu sendiri, baik wangsalan Jawa maupun

wangsalan Bali. Beberapa batasan tentang wangsalan sangat penting dijadikan

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

19

pedoman agar diperoleh gambaran yang jelas antara perbedaan wangsalan dengan

karya sastra yang lain seperti parikan, cangkriman, pantun serta cecimpedan.

1.6.1 Wangsalan Vs Bladbadan

Pemahaman yang paling penting dalam penelitian ini adalah batasan tentang

istilah Wangsalan dan Bladbadan. Kedua istilah itu (di samping masih banyak ragam

paribasa yang lain) disebut sebagai Basita paribasa Bali oleh Simpen (1982). Untuk

diketahui karya sastra yang disebut wangsalan pada konteks masyarakat Jawa, di Bali

justru disebut dengan Bladbadan. Bagaiman para ahli mendefinisikan tentang kedua

istilah tersbut dapat dilihat pada paparan berikut:

Ada beberapa pendapat dari para ahli mengenai arti wangsalan:

a. Menurut W.J.S Poerwodarminta (1939:656)Wangsalan kn.: “tetemboengan ing

oekara sing disamoen saemper tjangkriman, dJawabe (batangane) kaseboet

ing oekara tjandake moeng ditjangking wandane bae, oep.roning mlinjo(=s0)

sampoen sajah njoewoen ngaso (=nga-so)”. Diterjemahkan menjadi:

wangsalan ialah kata-kata yang disamarkan dalam kalimat, mirip dengan teka-

teki, dan Jawabannya telah terdapat dalam kalimat berikutnya, tetapi hanya

merupakan suku kata yang terbawa di dalamnya, bahkan kadang hanya bagian

dari suku katanya saja.

Penerjemahan terhadap contoh yang disertakan di atas menjadi tidak relevan

karena justru menghilangkan persamaan fonem yang dimaksud. (Misalnya:

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

20

roning mlinjo, sampoen sajah njoewoen ngaso; jika diterjemahkan menjadi

daun melinjo, sudah capek mohon istirahat maka tidak terlihat kemiripan

fonem antara /daun melinjo/ dengan /istirahat/). Dengan demikian hanya

penutur yang mengerti bahasa tersebut yang dapat memahami dan merasakan

fenomena persamaan fonem ini.

b. Sasrasumarta (1958:3) memahami wangsalan sebagai kata-kata yang

mengandung Jawaban atau wangsulan yang disamarkan dalam bentuk teka-teki

atau cangkriman bisa muncul dalam kalimat umumnya atau juga dalam bentuk

sinden.

c. Prawiroatmojo (1981:309) mengartikan wangsalan sebagai susunan kalimat

sebagai teka-teki; tetapi terkaannya tercantum pula dalam kalimat tersebut.

Contohnya: roning mlinjo = so, sampun sayah nyuwun ngaso.

d. Sudaryanto (1989:146) menjelaskan wangsalan adalah tuturan yang mirip teka-

teki dengan menyatakan Jawabannya secara tersamar, yaitu tidak dinyatakan

secar jelas-lugas akan tetapi hanya dinyatakan dalam satu atau dua suku kata,

yang tersusun sekaligus dalam kalimat.

e. Wijana (2013:1) mendefinisikan wangsalan sebagai formula-formula singkat

yang makna dan maksud pengutaraannya dipertalikan oleh kesamaan bunyi.

Dari kelima definisi tersebut dapat ditarik sebuah benang merah yang menjadi

persamaan diantara semuanya yaitu bentuk tuturan yang mirip dengan teka-teki.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

21

Definisi wangsalan (a-d) di atas nampaknya lebih tepat ditujukan untuk jenis

wangsalan yang jawabannya dinyatakan secara tersamar terdapat pada kalimat

tersebut atau dalam kalimat berikutnya. Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan

banyak juga wangsalan yang tidak menyertakan jawabannya, sehingga definisis (e)

yang dikemukanan oleh Wijana di atas sepertinya lebih mewakili karena bersifat

umum, dapat digunakan untuk menjelaskan wangsalan Jawa maupun Bali. Yang

perlu diketahui adalah formula-formula seperti apa yang dimaksudkan serta apa

batasan dari pertalian kesamaan bunyi tersebut? Contoh-contoh yang mereka

sertakan sangat membantu dalam memahami seperti apa gaya bahasa dalam

wangsalan. Sepertinya para linguis tersebut diatas mengacu pada suatu bentuk gaya

behasa yang terdapat dalam karya sastra tradisional Jawa, seperti serat Centini, serat

Rama, serat Rengganis, dan lain sebagainya. Sedangkan di Bali, gaya bahasa seperti

ini, selain dipakai dalam komunikasi sehari-hari banyak juga ditemukan dalam sastra

tradisional berupa geguritan misalnya geguritan Kasmaran dan geguritan Sampik

yang sering dinyanyikan dengan tembang macapat beriramakan pupuh sinom.

Definisi dan contoh-contoh yang disertakan oleh bebarapa linguis di atas tentang

wangsalan sangat sesuai dengan model tuturan yang ada di Bali, yang disebut dengan

bladbadan.

Perbedaan terminoligi ini menunjukan ada sedikit kerancuan dalam

penyebutan wangsalan yang berkembang di Bali. Menurut panitia penyusun kamus

Bali-Indonesia yang diketuai oleh Warna (1978:641) wangsalan adalah pribahasa

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

22

yang isinya tersembunyi pada kalimat yang diucapkan misalnya; sengauk agrobag

(tujuan isinya yang harus diterka ialah “mauk bin bobab” artinya ‘bohong lagi dusta’.

Bentuknya seperti pantun dua seuntai. Sedangkan contoh-contoh pada data 1, 2, dan 3

di atas (kedis petingan poleng, blulang maukir, dan majempong bebek) disebut

bladbadan bukan wangsalan. Sebagaimana Warna (1978: 94) mengartikan

bladbadan sebagai pribahasa yang terdiri dari kalimat-kalimat yang dipanjangkan

sehingga dapat melukiskan apa yang dimaksud oleh pembicara misalnya; madamar

dilangit (bulan) maksudnya ‘berbulan-bulan’. Pemberian istilah ini kemudian

dipertegas lagi oleh Tim Peneliti Balai Penelitian Bahasa kota Singaraja Pada tahun

1980. Tim ini sepakat bahwa contoh-contoh seperti di atas diistilahkan dengan

beblabadan. Dikatakan bahwa beblabadan tersebut merupakan gaya berbahasa yang

disampaikan dalam pemakaiannya lewat permainan kata-kata yang terselubung.

Digunakannya istilah beblabadan atas pertimbangan bahwa seseorang yang

meblabadan atau mengucapkan blabadan, sebenarnya “memanjang-manjangkan”

ungkapan (dengan cara yang khas) yang digunakan untuk menyampaikan suatu

maksud yang terselubung dalam sejenis teka-teki.

Mengulu-ulur atau memanjang-manjangkan sesuatu dalam bahasa Bali

disebut dengan mabad. Misalnya mabad benang berarti ‘mengulur benang’. Kata

kerja mabad menjadi beblabadan, pertama-tama mengalami derivasi menjadi nomina

babad, kemudian mendapat sisipan (infik) -el- sehingga menjadi belabad atau

blabad, kemudian mendapat akhiran -an, menjadi blabadan. Setelah itu kata

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

23

blabadan mengalami proses reduplikasi partial yang regresif sehingga menjadi

beblabadan, yang berarti kata-kata dalam bahasa kias dan mengandung persamaan

bunyi atau bersajak (lihat Simpen, 1982:39).

Dalam lingkup penelitian ini, peneliti lebih memilih menggunakan istilah

wangsalan sebagaimana yang dikenal di Jawa pada umumnya, untuk merujuk pada

cara penyampaian gagasan berupa teka-teki ini. Walaupun apa yang dimaksud dengan

wangsalan di sini, tidak sama dengan apa yang dimaksud dengan wangsalan di Bali.

Berikut ini adalah contoh frase yang juga dikategorikan sebagai wangsalan:

(4) ongol-ongol China malakar kedele ‘ongol-ongol China berbahan kedelai’

(TLT.91).

Makna frase yang bergaris bawah di atas adalah tahu, dan merealisasikan maksud

sebenarnya yaitu tahunan (bertahun-tahun). Contoh yang lain (5) makunyit di alas

(TLT.52) artinya ‘temu’ mengacu pada maksud sebenarnya yaitu bertemu.

Wangsalan tersebut digunakan seperti dalam kalimat rayuan berikut: Ongol-ongol

China malakar kadele, taunan iraga mapisah, nyak ke adi makunyit dialas di sisin

pasih Sanure? ‘(kue) ongol-ongol (dari) China berbahan kedelai, bertahun-tahun kita

berpisah, bersediakah adik bertemu di tepi pantai Sanur’. Terlihat bahwa, untuk

tujuan tertentu kalimat tersebut sengaja dipanjang-panjangkan (dengan menambahkan

frase ongol-ongol China malakar kadele), dan ada kata yang diganti menjadi frase

(matemu ‘bertemu’ > makunyit di alas). Padahal maksud dari kalimat tersebut adalah

‘bertahun-tahun kita telah berpisah, bersedia kah adik bertemu di tepi pantai Sanur?’.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

24

Maksud ini bisa kita pahami sekalipun wangsalan yang mengawali kalimat tersebut

dihilangkan.

1.6.2 Parikan

Istilah parikan di Bali disebut juga peparikan. Istilah inilah yang

mengaburkan pengertian wangsalan di Bali. Perhatikan bagaimana Simpen (1982)

mendefinisikan parikan:

Peparikan pateh sakadi Wewangsalan, kewanten binanipun wangsalan punika

wantah kalih palet (carik), yening peparikan kawangun antuk petang palet dados

apada (satu bait), taler mawirama miwah mapurwakanti. Peparikan puniki pateh

sakadi "madah" ring kasusastran Indonesia. Yening sihang ipun minab sakadi "Pantun", antuk "ri", punika sering masilur dados "ntun", sakadi; sari, dados =

santun. Peparikan, kruna lingganipun "parik", artinipun; awi (karang), polih

pangiring "an" dados parikan, kadwipurwayang dados: peparikan, artinipun: awi-awian utwai reragragan.

Artinya: Peperikan sama seperti wangsalan, tetapi perbedaannya wangsalan itu hanya dua baris,

kalau peperikan dibangun atas empat baris menjadi satu bait, juga memiliki irama atau

purwakanti. Peparikan itu sama seperti ‘madah’ dalam kesusastraan Indonesia. Kalau

dipadankan mungkin seperti “Pantun”, mengenai hal ini sering tertukar menjadi ‘ntun’, menjadi sari ‘pemberian’ menjadi = santun. Peparikan kata dasarnya “parik” artinya

kawi (karang), mendapatkan akhiran –an menjadi parikan mengalami reduplikasi

menjadi peparikan artinya kawi-kawian atau karya (karangan).

Jadi di Bali, contoh karya sastra yang disebut wangsalan adalah sejenis

pantun dua baris atau parikan. Sebagaimana yang kita ketahui ada pantun dua baris

dan ada juga pantun empat baris. Pantun yang dua baris inilah di Bali dikenalkan

sebagai wangsalan dan pantun yang empat baris diistilahkan dengan

parikan/peparikan. misalnya:

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

25

a) Buangit tali gangsa. ‘Buangit (sejenis rumput) tali gamelan’

Megae lengit, ngamah gasa. ‘Bekerja malas, makan rakus’

b) Delem Sangut Merdah Tuwalen. ‘Delam, Sangut, Merdah, Tuwalen’1

Medem bangun ngamah dogen. ‘Tidur bangun makan saja’

Contoh pantun dua baris (a) dan (b) itulah yang di Bali disebut wangsalan. Hal ini

menunjukan ada persepsi yang berbeda antara wangsalan Bali dengan wangsalan

Jawa. Pada pantu dua baris memperlihatkan persamaan bunyi pada suku kata akhir

tiap barisnya, tetapi tidak demikian dengan wangsalan. Berikut ini adalah contoh

pantun empat baris, di Bali pantun jenis ini disebut dengan peparikan:

c) Meli gabus duang kranjang, ‘Beli gabus dua keranjang’

lamben bodag sing ngenyakin. ‘mulut bodag tidak ada yang mau’.

Diapin bagus mata kranjang, ‘Walaupun ganteng mata keranjang’

nyen kodag mangenyakin. ‘siapa yang mau’.

d) Doyan liang ngandong kanji ‘Suka senang menggendong kanji’

Depang tiang ngandong pitu ‘biarkan saya menggendong tujuh’

Yaning tiang ngelong janji, ‘kalau saya mengingkari janji’

apang tiang kena tantu. ‘biar saya yang kena akibatny’.

1 Nama Punakawan dalam pegelaran wayang kulit khas Bali.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

26

1.6.3 Pantun, Cangkriman dan Cecimpedan.

Pantun dan cangkriman serta cecimpedan adalah karya sastra yang memiliki

pertalian dengan wangsalan. Pantun pada intinya memanfaatkan pertalian bunyi

antara dua leksem atau lebih. Pertalian bunyi ini biasanya terletak antara bagian yang

disebut sampiran dengan bagian yang disebut Jawaban. Misalnya pantun yang sering

diucapkan oleh group lawak dalam Opera Van Java yang ditayangkan oleh salah satu

stasiun TV swasta:

Di sini gunung di sana gunung,

di tengah-tengah pulau Jawa.

Penontonnya bingung la dalangnya juga bingung.

e.. yang penting bisa ketawa.

Di lain sisi cangkriman juga dikenal dalam bahasa Bali. Bentuk tuturan

sejenis teka-teki yang sering berbentuk humor ini dalam bahasa Bali biasanya berupa

lagu atau tembang, umumnya tembang madya atau pupuh seperti pupuh pucung,

contohnya:

Berag landung, ‘Kurus tinggi’

Ngelah panak cenik liu, ‘Punya anak kecil banyak’

Memene slelegang, ‘Ibu nya disandarkan’

Panak ne jekjek enjekin, ‘Anak nya injak-injak’

Menek tuun, ‘Turun naik’

Memene gelut gisiang. ‘Ibu nya peluk (dan) pegang’.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

27

Jawaban atau maksud dari cangkriman tersebut adalah “tangga” yang

biasanya berupa dua buah tiang yang dihubungkan oleh beberapa bilah kayu/logam

horizontal yang disandarkan dengan kemiringan tertentu pada objek yang vartikal.

Agar menarik dan terkesan jenaka cangkriman tersebut menggunakan kalimat-

kalimat yang terkesan porno walaupun maksud sebenarnya tidaklah demikian, seperti

pada kalimat: memene slelegang dan menek tuun serta gelut gisiang. Jadi cangkriman

adalah cecipedan (teka-teki) yang berbentuk lagu.

Hampir sama dengan cangkriman, cecimpedan dapat diartikan sebagi sebuah

teka-teki yang dituturkan untuk bersenda-gurau, agar menimbulkan tawa, yang pada

akhirnya menambah semangat ditengah-tengah kelelahan atau kejenuhan karena

melakukan kerja yang menoton. Lain halnya dengan cangkriman, cecimpedan ini

bentuknya berupa kalimat tanya yang diawali oleh kata tanya apa(ke) ‘apakah’

kemudian dilanjutkan dengan pendeskripsian singkat tentang objek yang ditanyakan.

Misalnya:

1) Apa di cerikne mapusung, di kelihne magambahan? ‘Apa saat kecil

(rambutnya) diikat, setelah besar dibiarkan terurai?’

2) Apake anak cerik matapel? ‘Apa anak kecil memakai topeng?’

3) Apa anak cerik maid enceh? ‘Apa anak kecil menarik air kencing?’

4) Apa cekuk baongne, godot basangne pesu gending? ‘Apa cekik lehernya,

sayat perutnya keluar lagu?’

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

28

Jawaban cecimpedan (teka-teki) tersebut diatas berturut-turut adalah: padi,

capung, jarum, dan biola. Kata-kata yang digunakan dalam teka-teki tersebut

memperlihatkan kata-kata yang berbentuk metaforis. Dipilihnya kata-kata tersebut

karena memiliki sifat atau prilaku yang hampir sama dengan makna kata yang

sebenarnya. Seperti pada contoh (3) cecimpedan di atas, Jawabannya adalah “jarum”;

diibaratkan seperti anak kecil yang sedang kencing. Tentu saja jarum yang dimaksud

adalah jarum jahit dengan benangnya yang menjuntai diibaratkan seperti air kencing

yang sedang keluar.

Dari beberapa uraian di atas dapat ditegaskan bahwa adanya semacam teka-

teki serta adanya pemanfaatan pertalian bunyi yang sama secara bersamaan

ditemukan dalam wangsalan, bladbadan, parikan, pantun, cangkriman dan

cecimpedan, namun polanya memiliki perbedaan satu sama lain. Dalam beberapa hal

wangsalan Jawa memiliki kemiripan dengan wangsalan Bali khususnya formulanya

yang mirip teka-teki. Beberapa kalimat yang mengandung wangsalan, menyertakan

jawabannya pada klausa berikutnya, namun ada juga tanpa disertai jawaban. Hal ini

mungkin karena wangsalan tersebut telah umum didengar, dan mitratutur dianggap

telah mengerti apa yang dimaksud oleh penuturnya. Wangsalan yang tidak disertai

jawaban disebut wangsalan tunggal, misalnya dalam bahasa Jawa: klambi cendak

‘kotang’ > ora ketang ‘walaupun’; dalam bahasa Bali: baju tanpa lima ‘baju tanpa

lengan’ (BB: baju kutang) > kutang ‘(bisa juga berarti) buang’. Sedangkan yang

disertai jawabannya disebut dengan wangsalan rangkep. Misalnya pada wangsalan

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

29

dalam bahasa Jawa: carang wreksa, wreksa kang rineka janma, nora gampang, golek

kawruh mring kaonang. ‘ranting kayu (pang > gampang), kayu yang dibuat patung

(golek = BI: boneka/patung; mencari), tidak mudah mencari pengetahuan untuk

tenar’. Adanya rangkaian kata-kata indah pada wangsalan tersebut seperti terdapat

dalam karya sastra, maka wangsalan ini disebut juga wangsalan edi-peni; Contoh

dalam bahasa Bali: (6) Sampun ngetep tegil siap, manegesang matur ring gusti

‘Sudah memotong jalu ayam, menegaskan berkata kepada dinda’(GK.28.a). Ngetep

tegil siap = neges > negesang ‘menegaskan’ (bandingkan Nugroho: 1986:4, Wijana:

2013:5).

Terlepas dari permasalahan terminomologi, dari segi bentuk wangsalan Bali

yang disebut dengan bladbadan (oleh: Warna:1979, Simpen: 1982, Sukrawati:1987,

1985, Arnawa: 2005, 2007 dan Suteja: 2011), terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama

disebut dengan bantang/giing berupa frase yang terdiri dari dua atau tiga kata.

Sedangkan bagian kedua disebut dengan arti sujati yaitu arti sebenarnya dari frase

bagian pertama tadi, dan yang ketiga adalah arti paribasa yaitu maksud yang

terkandung dalam wangsalan tersebut. Contohnya:

1. Bantang (giing) :(7) mapanak tivi ‘anak tivi’ (TLT.56).

2. Arti sujati : remot (kontrol).

3. Arti paribasa : ngerimut ‘marah/jengkel’ (terealisasi dari persamaan bunyi).

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

30

Wangsalan tersebut misalnya digunakan dalam kalimat: Raos adine ngae

basang beline mapanak tivi ‘Perkataan adik membuat perut kakak seperti anaknya

televisi, maksudnya adalal remot kontrol’. “Remot” memiliki pertalian fonem dengan

kata “ngerimut’ (ngerimut: semacam perasaan kesal atau marah). Jadi maksud

sebenarnya dari kalimat yang mengandung wangsalan diatas adalah: ‘Perkataan adik

membuat perut kakak ngerimut’ (marah). Hal ini menunjukan bahwa wangsalan tidak

hanya ditemukan dalam bentuk karya sastra, tetapi ada juga jenis wangsalan yang

dipakai dalam pergaulan sehari-hari, misalnya untuk menyindir seseorang secara

halus, menasehati, bahkan untuk memberikan perintah.

1.6.4 Stilistika

Stilistika adalah teori tentang penggunaan sistem tanda dalam kegiatan

komunikasi dengan berbagai kemungkinan efek yang ditimbulkannya sesuai dengan

jenis tuturan dan motif penuturnya (Aminudin, 1995:309). Kridalaksana (2001:202)

mendefinisikan stilistika adalah ilmu yang menyelidiki bahasa yang digunakan dalam

karya sastra; 1) Ilmu interdesipliner antara linguistik dan kesusastraan. 2) penerepan

linguistik pada penelitian gaya bahasa. Dalam stilistika dibahas mengenai berbagai

gaya yang digunakan oleh pengarang untuk menyampaikan idenya secara bebas tanpa

dibatasi oleh kaedah-kaedah linguistik; bentuk ekspresi, dan bentuk simbolik. Bentuk

bahasa kias dalam karya sastra dan aspek bunyi yang sering digunakan merupakan

unsur yang membentuk nilai estetika.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

31

Gaya merupakan cara yang digunakan pengarang dalam memaparkan

gagasan sesuai dengan tujuan dan efek yang ingin dicapainya. Dalam kreasi

penulisan sastra, efek tersebut terkait dengan upaya memperkaya makna,

penggambaran objek dan peristiwa secara imajinatif, maupun pemberian efek emotif tertentu bagi pembacanya. Wahana yang digunakan untuk memaparkan gagasan

dengan berbagai efek yang diinginkan tersebut bukan hanya mengacu pada lambang

kebahasaan melainkan juga pada berbagai macam bentuk sistem tanda yang secara potensial dapat digunakan untuk menggambarkan gagasan dengan berbagai

kemungkinan efek estetis yang ditimbulkan.

(Aminudin. 1995: v)

Cara penyampaian gagasan dalam wangsalan yang tidak lugas dan cukup

unik memerlukan pengetahuan yang cukup untuk memahaminya. Cara ini bisa

disebut “penyampaian gagasan dalam komunikasi sastra”. Dalam komunikasi sastra,

gagasan itu diupayakan tertampil secara kaya sehingga mampu membuahkan efek

emotif tertentu. Efek emotif yang dimaksud adalah kemampuan paparan sastra dalam

membangkitkan citraan, suasana, maupun emosi tertentu bagi penanggapnya

(Aminudin, 1995: 43).

Penyampaian gagasan melalui wangsalan sebenarnya merupakan bentuk

komunikasi yang efektif, yang sanggup memberikan efek seperti yang diinginkan

walaupun terkesan kurang efesien dalam segi penggunaan kata. Apa yang dimaksud

dengan komunikasi? Mulyana (2008:3) menguraiakan bahwa komunikasi adalah

proses berbagi makna melalui prilaku verbal dan nonverbal. Segala prilaku bisa

disebut komunikasi jika melibatkan dua orang atau lebih. Budaya dan komunikasi

berinteraksi secara erat dan dinamis. Inti budaya adalah komunikasi karena budaya

muncul melalui komunikasi. Bahasa sebagai salah satu wujud kebudayan akan

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

32

mempengaruhi pikiran seseorang, dan sebaliknya, pikiran akan menentukan wujud

kebahasaan yang diujarkan seseorang (Wijana, 1985: 2).

Gaya penyampaian gagasan yang memanfaatkan potensi-potensi bunyi yang

dimiliki oleh sebuah sistem bahasa, merupakan wujud kecanggihan kreativitas dan

imajinasi pengarangnya. Sudaryanto (1989: 146 - 150) mengapresiasinya sebagai

bentuk-bentuk ikonik atau yang lebih tepatnya keikonikan yang meta lingual. Prihal

keikonikan telah diperhatikan oleh beberapa ahli dari disiplin semiotik maupun

filologi. Hanya saja penyebutannya berbeda. Ahli semiotik memakai istilah

Symbolism (sound symbolism, phonetic symbolism) dan ahli filologi tradisional

menggunakan istilah anomatopoeia. Sudaryanto sendiri memandangnya sebagai

perubahan bunyi. Wangsalan, baik yang ditemukan dalam karya sastra maupun dalam

kehidupan sehari-hari dapat dianalisis dengan pendekatan stilistika, karena

mengandung gaya penyampaian gagasan yang berisi penyimpangan kaedah-kaedah

linguistik, tetapi sarat dengan makna.

1.7 Metode Penelitian

Penelitian ini mengacu kepada penelitian deskriptif kualitatif, yaitu suatu

strategi penelitian yang menghasilkan data atau keterangan yang dapat

mendeskripsikan realita sosial dan peristiwa-peristiwa yang terkait dalam

kehidupan masyarakat. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan fakta-

fakta penggunaan bahasa apa adanya secara sinkronik karena penelitian ini dilakukan

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

33

pada waktu tertentu dan bukan secara historis dari waktu ke waktu (Alwasilah, 2005:

51-52). Istilah deskriptif juga menyarankan bahwa penelitian yang dilakukan semata-

mata hanya berdasarkan kepada fakta yang ada, atau fenomena yang memang secara

empiris hidup pada penutur-penuturnya sehingga dihasilkan perian bahasa yang

seperti potret atau berupa paparan apa adanya (Sudaryanto, 1986: 62). Penelitian

jenis kualitatif dimaksudkan sebagai penelitian yang temuan-temuanya tidak

diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya, tetapi

menggunakan prosedur yang menghasilkan temuan yang diperoleh dari data-data

yang dikumpulkan dengan menggunakan beragam sarana. Sarana itu meliputi

pengamatan, wawancara, namun bisa juga mencakup dokumen, buku, kaset

video, dan sebagainya. Ciri penting penelitian ini adalah: memberikan perhatian

utama pada makna dan pesan, sesuai dengan hakikat objek, yaitu sebagai studi

kultural. Penelitian kualitatif ditunjang oleh metode analisis isi (conten analysis).

Isi dalam metode analisis ini terdiri atas dua macam, yaitu isi tersurat dan isi

tersirat. Isi tersurat adalah isi yang terkandung dalam dokumen dan naskah,

sedangkan isi tersirat adalah pesan yang terkandung sebagai akibat

dimanfaatkannya simbol-simbol bunyi yang terkait dengan kondisi di sekitarnya.

1.7.1 Metode Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini adalah obyek penelitian berupa wangsalan itu sendiri

dalam bahasa Bali serta berbagai konteks yang ada di sekitarnya. Konteks ini bisa

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

34

berupa kalimat ataupun teks yang mengambarkan segala aspek kehidupan masyarakat

penuturnya. konteks yang dimaksud bisa juga berupa informasi dan keterangan dari

masyarakat pengguna maupun pemerhati wangsalan. Untuk mendapatkan informasi

tentang penggunaan wangsalan pada masyarakat, baik lingkungan pelajar maupun

masyarakat biasa, penelitian ini juga melibatkan informan yang dianggap kompeten

dalam bidang bahasa serta segala sesuatu yang memiliki keterkaitan dengan topik

penelitian.

Wangsalan sebagai objek penelitian dikumpulkan dari beberapa sumber:

a. Geguritan Kasmaran; (Data dari sumber ini diberi kode (GK.1.a dan

seterusnya) angka 1-39 merupakan identitas bait, sedangkan huruf (a-g

merupakan nomor wangsalan pada bait tersebut. Misalnya data dengan kode

GK.28.c artinya data tersebut bersumber dari geguritan Kasmaran bait 28

wangsalan ketiga). Naskah Geguritan Kasmaran diperoleh dari lampiran

penelitian Suteja (2011). Naskah geguritan tersebut sebenarnya merupakan

karya seorang Perbekel (kepala desa) Selat, Kabupaten Karangasem Bali,

yang bernama Ketut Rumiasta ditulis dalam sebuah buku sekitar tahun 1940-

an dalam aksara Bali. Karya tersebut telah disalin kedalam bentuk lontar yang

berjumlah 6 lembar dengan ukuran 50 x 3,8 cm disimpan di Gdong Kirtya

Kabupaten Singaraja Bali dalam kropak dengan nomor iv d 2196/16. Lontar

ini juga telah ditranslasikan kedalam aksara latin oleh Ketut Ginarsa dengan

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

35

judul Geguritan Kasmaran, Teks dan Terjemahan. (Sukrawati, 1987:31 dalam

Suteja, 2011:24).

b. Geguritan Sampik; (data dari sumber ini diberi kode GS.1 dan seterusnya).

Penulis tidak berhasil menemukan teks lengkap dari geguritan ini, hanya

beberapa baitnya saja yang bisa ditelusuri di internet dan dijadikan data dalam

penelitian ini. Menurut Wayan Simpen A.B. geguritan Sampik ditulis pada

tanggal 15 Januari 1916 oleh Ida Ketut Sari dari Sanur, Namun populer

setahun kemudian lewat pertunjukan seni drama dan tari yang di Bali disebut

dengan arja.

c. Tuturan lisan maupun tertulis; (data dari sumber ini diberi kode TLT.1 dan

seterusnya). Sumber data ini merupakan hasil wawancara penulis dengan

penutur asli bahasa Bali. Data dalam sumber ini ada yang disampaikan secara

lisan ada juga dalam bentuk tulisan. Sebagian dari data terbut hanya berupa

objek penelitian berupa contoh wangsalan tanpa disertai dengan konteks. Oleh

karena itu, peneliti berusaha menemukan beberapa konteks dari objek tersebut

dalam beberapa situasi pemakaian. Harus diakui dengan jujur bahwa

beberapa kalimat yang dijadikan sampel merupakan hasil introspeksi penulis

sebagai penutur asli bahasa Bali, namun demikian validitas data yang berupa

objek penelitian bukanlah rekaan tetapi data yang objektif dan dapat

dipertanggungjawabkan.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

36

d. Tayangan dalam VCD Wayang Ceng-Blonk (Data dengan kode WCB.1 dan

seterusnya). Seorang dalang muda yang bernama I Wayan Nardayana berasal

dari Tabanan Bali telah berhasil menarik penonton dalam pementasan

wayangnya kulitnya. Wayang Ceng-Blonk merupakan sebutan pementasan

wayang ala Nardayana yang dulunya bernama wayang Gitaloka. Namun,

seiring dengan perkembangannya masyarakat banyak menyebut wayang ini

dengan wayang Ceng-Blonk karena pada setiap pertunjukannya Nardayana

selalu menampilkan tokoh Nang Klenceng dan Nang Eblong (yang akrab

dengan panggilan Cenk dan Blonk) di samping empat punakawan baku dalam

wayang kulit Bali: Tualen, Merdah, Sangut, dan Delem. Pemasangan dua

karakter kuat Cenk dan Blonk inilah salah satu hal yang menyebabkan wayang

Ceng-Blonk berbeda dari pertunjukan-pertunjukan wayang tradisional Bali

lainnya yang biasanya hanya menggunakan empat tokoh punakawan baku.

Dalam pegelaran wayang yang juga diproduksi berupa kaset VCD ini, kita

bisa menemukan berbagai permainan bahasa yang salah satunya berupa

wangsalan.

Selain dari hasil sumber-sumber yang telah disebutkan di atas, penulis juga

melakukan penelusuran blog-blog di internet tentang wangsalan, Data-data dari

sumber tersebut dikumpulkan dengan teknik simak disertai pencatatan. Tidak semua

data-data yang ditemukan terikat dengan suatu konteks, tetapi sebagian hanya berupa

objek wangsalan saja, sehingga penulis berusaha menambahkannya dengan konteks

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

37

yang diambil dari tuturan yang lain maupun hasil introspeksi penulis sebagai penutur

asli bahasa Bali.

1.7.2 Metode Analisis Data

Data yang dikumpulkan dari hasil penelitian dianalisis dan dikelompokan

kedalam beberapa kategori menggunakan pendekatan deskripsi kualitatif. Kegiatan

analisis yang bertujuan untuk menemukan maksud sebuah wangsalan merupakan

kegiatan yang paling menarik, karena penulis merasa menemukan Jawaban dari

sesuatu yang sebelumnya merupakan teka-teki. Langkah-langkah yang digunakan

dalam analisis ini adalah sebagai berikut:

a. Menemukan makna sebuah wangsalan.

Memutuskan sebuah satuan lingua termasuk wangsalan atau bukan sangat

penting dilakukan guna mengidentifikasi objek penelitian. Identifikasi ini

tidaklah terlalu sulit, karena bahasa yang diteliti merupakan bahasa yang

dipahami oleh penulis. Kesulitan karena keterbatasan kosa kata dapat diatasi

dengan referensi-referensi yang telah dibaca. Setelah objek ditentukan, barulah

dilakukan penelusuran tentang makna denotasi kemudian menemukan makna

asosiatifnya yang didaftar dalam tabel data lampiran penelitian ini.

b. Penomeran data; hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui dari mana data

tersebut berasal dengan demikian penulis akan dengan mudah mengetahui

bagaimana objek yang sedang dianalisis, digunakan dalam bentuk tuturan yang

lebih luas.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

38

c. Reduksi data adalah sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar, yang diperoleh

dari berbagai catatan-catatan tertulis di lapangan. Jadi, reduksi data

merupakan suatu bentuk analisis yang mempertajam, menggolongkan,

mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan

cara sedemikian rupa, sehingga diharapkan sampai pada kesimpulan yang

valid.

d. Penyajian data merupakan bagian dari analisis untuk merangkai atau

menyusun informasi yang memberi kemungkinan adanya penarikan

kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah berbentuk tabel data yang dilengkapi dengan kode data

untuk mengetahui sumbernya.

e. Menarik kesimpulan; Dari permulaan pengumpulan data sudah mulai

dilakukan pencatatan tentang keteraturan, pola-pola, penjelasan alur sebab akibat

dan proporsi-proporsi. Setelah mencermati hasil analisis, akhirnya kegiatan

penelitian ini ditutup dengan menarik kesimpulan akhir yang bersifat utuh.

1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Penyajian hasil analisis merupakan tahap akhir kegiatan penelitian yang

dilakukan secara informal, berupa uraian kata-kata, kalimat, atau narasi.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71252/potongan/S2-2014... · Bahasa Bali hanya memiliki 6 fonem vocal ... gaya berbahasa yang mirip dengan

39

Namun, jika dibutuhkan penggunaan data kuantitatif yang disertai oleh teknik

formal berupa bagan, grafik atau tabel sebagai pelengkap narasi.

1.8 Sistematika Penyajian

Keseluruhan hasil penelitian disajikan dalam enam bab sebagai berikut:

a. Bab I Pendahuluan, meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, dan metode

penelitian.

b. Bab II Pembahasan untuk menJawab permasalahan pertama, berisi tentang

bentuk-bentuk wangsalan Bali berdasarkan satuan lingua.

c. Bab III berisi uraian tentang proses pembentukan wangsalan dan formula-

formula yang memperlihatkan hubungan antra makna dan maksud wangsalan.

d. Bab IV berusaha menJawab permasalahan yang ke 3 yaitu mengandung beberapa

uraian tentang jenis-jenis wangsalan.

e. Bab V berisi uraian tentang fungsi komunikatif dan referen-referen dalam

wangsalan Bali.

f. Bab VI merupakan penutup yang berisi kesimpulan atas semua permasalahan

yang diuraikan kembali secara singkat sesuai dengan poin-poin pada bab II

sampai bab V.