bab i pendahuluan 1. latar belakang masalah · 2013. 7. 10. · 7 mampu, kelas menengah ke bawah,...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Manusia pada dasarnya disebut sebagai makhluk sosial. Makhluk yang memiliki
kecenderungan tetap untuk berorientasi terhadap sesama yang mengambil bentuk dan
menciptakan pranata sosial. Manusia sebagai makhluk sosial menunjuk kepada kenyataan bahwa
manusia adalah tidak sendirian dan selalu dalam keterhubungan dengan orang lain dan
berorientasi kepada sesama.1 Dengan demikian manusia hidup dalam sebuah masyarakat.
Masyarakat memberi pengaruh yang besar dalam keberlangsungan hidup seseorang.
Pengaruh tersebut dapat berupa hal yang positif maupun negatif. Contoh pengaruh yang kuat
dalam masyarakat adalah adat-istiadat yang sering disebut sebagai kebudayaan dan agama.
Menurut Tylor, ”kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya
terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-
kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat”.2 Williams berpendapat
”budaya sebagai perkembangan intelektual, spiritual, kesenian, yang menggambarkan
keseluruhan cara hidup, berkegiatan, keyakinan-keyakinan, dan adat kebiasaan suatu
masyarakat”.3
Budaya sangat mempengaruhi tingkah laku, kebiasaan dan kehidupan dalam masyarakat
tertentu. Budaya yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi tentunya akan
mengakar pada pribadi seseorang. Budaya yang sudah mengakar inilah dapat menyebabkan
1 Daniel Nuhamara dkk, Pendidikan Agama Kristen di Perguruan Tinggi, (Bandung: Bina Media
Informasi, 2007), 57-61. 2 http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya. Diunduh 08 Februari, 2008.
3 Mudji Sutrisno & Hendar Putranto, Teori-Teori Kebudayaan, (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 8.
2
pikiran menjadi sempit dan berdampak pada penolakan budaya baru (asing). Demikian halnya
dengan agama, diturunkan dari generasi ke generasi tentunya sudah mempengaruhi dan
mengakar kuat pada diri seseorang.
Dalam masyarakat Bali budaya dan agama sudah menyatu dan memiliki ikatan yang erat.
Dampaknya adalah pikiran eksklusif yang dapat menyebabkan fanatisme sempit yang terlihat
pada sikap anti budaya dan agama baru. Masyarakat Bali adalah masyarakat yang kaya dengan
budaya dan identik dengan agama Hindu.
Menurut Alwi (Aryadharma, 2011:8) “masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti
seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama”. Aryadharma
mengungkapkan “masyarakat Bali adalah sejumlah manusia yang terikat oleh kebudayaan dan
tinggal dalam suatu wilayah yang sama yakni Propinsi Bali.”4 Bali merupakan tempat penelitian
yang akan penulis lakukan, tepatnya di Dusun Bukitsari.
Pulau Bali dikenal sebagai Pulau Dewata, Pulau Seribu Pura, tempat wisata yang terkenal
sampai ke mancanegara, namun Bali juga menjadi perhatian khusus bagi pendatang dari luar
daerah atau luar pulau. Menurut asumsi penulis, banyak motivasi bagi para pendatang ketika ke
Bali, misalnya: untuk mencari pekerjaan, mencari jodoh, bertempat tinggal, bahkan sampai
memperkenalkan agama baru. Kedatangan tamu atau pendatang baik dari dalam maupun luar
negeri sedikit banyak pasti akan mempengaruhi kehidupan masyarakat setempat. Tidak menutup
kemungkinan bahwa perjumpaan antara penduduk lokal dari desa yang berbedapun akan saling
memberi pengaruh yang merujuk pada sebuah perubahan, misalnya dalam gaya hidup, pola pikir,
ekonomi, bahkan dalam hal kepercayaan (agama).
Dalam hal ini penulis akan memberi perhatian pada pengaruh agama sebagai fokus
penelitian. Maksudnya adalah melihat perjumpaan antara orang-orang Hindu Bali dengan
4 Ni Kadek Surpi Aryadharma, Membedah Kasus Konversi Agama di Bali, (Surabaya: Paramita, 2011), 9.
3
kekristenan (orang-orang Kristen) yang kemudian membawa sebuah pengaruh, dan berdampak
pada terjadinya konversi agama. Kemudian fokusnya adalah pada beberapa Kepala Keluarga
Dusun Bukitsari Bali yang melakukan konversi agama dari Hindu ke Kristen Protestan, ketika
mengalami perjumpaan dengan orang Kristen di desa Katung. Yang diteliti adalah faktor-faktor
penyebab yang membuat mereka melakukan konversi agama tersebut, dan apa dampak sosialnya
pasca konversi agama tersebut terjadi.
Apa itu konversi agama? Hendropuspito mengungkapkan bahwa konversi dalam bahasa
Latin “conversio” yang artinya “masuk agama” dan “berpindah agama”. Dalam bahasa inggris
“conversion” yang juga memilki arti yang sama. Yang jelas ialah bahwa kata “convercio
maupun conversion” mempunyai arti yang luas: berbalik, bertobat, berubah. Menurut Heirich
(Hendropuspito, 1983) konversi agama adalah suatu tindakan dengan mana seseorang atau
kelompok masuk untuk berpindah ke suatu sistem kepercayaan atau perilaku yang berlawanan
dengan kepercayaan sebelumnya.5 Menurut hemat penulis dari pengertian tersebut dapat
dipahami bahwa konversi agama adalah suatu sikap baik tindakan dan ucapan seseorang atau
kelompok yang melakukan pindah agama, dari satu agama ke agama yang lain atau satu
kepercayaan ke kepercayaan yang lain.
Jalaludin (Aryadharma, 2011) mengungkapkan “konversi agama secara umum dapat
diartikan dengan berubahnya agama atau masuk agama. Pengertian konversi agama menurut
etimologi, konversi berasal dari kata conversion yang berarti tobat, pindah dan berubah agama.
Dalam bahasa inggris berarti conversion berarti berubah dari satu keadaan atau dari satu agama
ke agama lain”. Aryadharma mengungkapkan “konversi agama adalah suatu keadaan dimana
seseorang atau kelompok orang beralih keyakinan atau berubah dari agama lama dan masuk
5 D. Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1983), 78-79.
4
menjadi penganut agama baru”.6 Dalam penelitian ini yang dimaksudkan dengan konversi adalah
perpindahan agama dari yang sebelumnya anggota masyarakat agama Hindu di Bali akhirnya
berubah menjadi memeluk agama Kristen Protestan.
Kata “tobat” inilah yang dimaksud Hadiwijono dalam memahami konteks kata pindah
agama sama dengan kata pertobatan. Pertobatan adalah mengubah pikiran atau berganti pikiran,
membelakangi yang semula disembah lalu menghadap Tuhan atau berbalik dari berhala-hala
kepada Allah.7 Pandangan ini ditinjau dari persfektif iman Kristen dalam memahami kata
konversi agama.
Pemahaman tentang arti pertobatan juga didefinisikan oleh ahli Psikologi Agama yaitu
Dister bahwa: pertobatan secara psikologis dapat dipandang sebagai runtuhnya suatu sintesis
mental tertentu, lantas sintesis yang telah runtuh tersebut diganti dengan sebuah sintesis yang
baru.8 Dalam hal ini terjadi sebuah peralihan terhadap sebuah konsep yang baru dan
meninggalkan yang lama.
Lewis dalam salah satu pandangannya mendefinisikan konversi agama sebagai “perubahan
sederhana dari adanya sistem keyakinan terhadap suatu komitmen iman atau keyakinan; dari
hubungan ikatan anggota keagamaan dengan sistem keyakinan yang satu ke sistem keyakinan
yang lainnya; atau dari orientasi yang satu ke orientasi yang lain pada suatu sistem keyakinan
tunggal.”9
Kasus konversi agama tidaklah terjadi begitu saja tanpa ada alasan yang
melatarbelakanginya. Oleh karena itu, tentu ada faktor-faktor penyebab seseorang atau kelompok
6 Ibid., Ni Kadek Surpi Aryadharm, 8-9.
7 Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 401.
8 Nico S. Dister, Psikologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1994), 109.
9 Rambo R. Lewis, Understanding Religius Conversion, (London: Yale Univercity Press, 1993) 2-3.
5
tertentu hingga berani mengambil keputusan untuk melakukan konversi agama atau pindah
agama.
Menurut informasi sementara yang didapat dari salah satu jemaat yang melakukan konversi
awal-awal di daerah tersebut, telah terjadi kasus konversi agama di Bali yaitu tepatnya di Dusun
Bukitsari. Beberapa Kepala Keluarga (KK) di telah melakukan konversi agama dari Hindu ke
Kristen Protestan.10
Ketika mereka melakukan konversi agama dari Hindu ke Kristen Protestan,
seiring berjalannya waktu ada beberapa KK yang berbalik kembali ke agama semula karena
adanya sanksi adat yang mereka rasakan memberatkan. Sebagai contoh sanksi yang diterima
pelaku konversi agama dari Hindu ke Kristen adalah mereka diperlakukan tidak adil dan
didiskriminasi. Misalnya ketika ada bantuan dari pemerintah soal pembagian beras, oleh
masyarakat adat setempat bantuan tersebut tidak diberikan kepada orang yang beragama Kristen
walaupun sama-sama tinggal di dusun yang sama.11
Menurut informasi masih ada beberapa
sanksi lain yang mereka terima dari masyarakat adat setempat. Untuk mengetahui dan menguji
kebenaran tersebut serta mendapatkan data yang valid maka dibutuhkan penelitian yang lebih
mendalam serta terjun ke lapangan langsung.
Kasus berbasis sosial-budaya dan agama yang berdampak bagi kehidupan sosial beberapa
KK di Dusun Bukitsari bukanlah satu-satunya kasus yang ada di daerah Bali. Dengan sanksi adat
yang begitu memberatkan pelaku konversi agama membuat orang merasa dialienasikan,
didiskriminasikan, dan diperlakukan tidak adil. Namun yang menarik adalah kekristenan di Bali
hingga sekarang tetap ada dan bertahan.
10
Hasil wawancara dengan Arjuna (nama samaran) pelaku konversi mula-mula di Dusun Bukitsari.
Bukitsari, 10 November 2011. 11
Hasil wawancara dengan Sinta (nama samara) salah seorang anak dari pelaku konversi agama di Dusun
Denpasar. Denpasar, 08 November 2011.
6
2. Pertanyaan Penelitian
Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka munculah pertanyaan sebagai
berikut:
2.1 Apa faktor-faktor penyebab beberapa Kepala Keluarga (KK) di Dusun Bukitsari, Bali
melakukan konversi agama dari Hindu ke Kristen Protestan?
2.2 Apa saja dampak sosialnya pasca konversi agama yang terjadi?
3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
3.1 Mendeskripsikan faktor-faktor yang menyebabkan beberapa Kepala Keluarga (KK) di
Dusun Bukitsari, Bali melakukan konversi agama dari Hindu ke Kristen Protestan.
3.2 Mendeskripsikan dampak sosial dari konversi agama tersebut.
4. Sumbangan Hasil Penelitian
1. Kepada masyarakat umum: untuk mengantisipasi sejak dini terhadap kemungkinan
terjadinya konversi agama dan dampak sosialnya. Misalnya mencegah konflik fisik
terhadap pelaku konversi agama dengan masyarakat sekitar, perlidungan HAM pelaku
konversi agama, memberikan keadilan bagi pelaku konversi agama, dan toleransi.
2. Kepada Sinode GKPB: Untuk memberikan pelayanan dan pendampingan kepada jemaat
Bukitsari baik dalam bimbingan spiritualitas dan penguatan iman, di tengah-tengah
keadaan yang kurang kondusif. Kemudian memberi pelayanan dalam pengembangan
SDM jemaat Bukitsari mengingat perekonomian mereka tergolong keluarga tidak
7
mampu, kelas menengah ke bawah, dan mengingat sulitnya bercocok tanam. Karena
bertani merupakan mata pencaharian mereka untuk bertahan hidup.
3. Kepada Fakultas Teologi Magister Sosiologi Agama: mengusulkan teori konversi agama
dimasukan dalam kurikulum salah satu mata kuliah di program studi pasca sarjana MSA.
Mislanya dalam mata kuliah “Sosiologi Agama” mengingat konversi agama adalah
fenomena yang riil dalam kehidupan sosial sebuah masyarakat Indonesia yang notabene
plural. Kemudian juga mengingat dampak yang ditimbulkan pasca konversi agama pun
menjadi keprihatinan karena banyak perlakuan tidak adil, diskriminasi bahkan tidak
memanusiakan manusia terjadi disana terhadap pelaku konversi. Sekaligus menarik
karena konversi agama merupakan fenomena yang ingin menunjukan bahwa Negara
Indonesia memberikan masyarakatnya kebebasan dalam memilih agama dan
kepercayaannya masing-masing, dan kebebasan beribadah menurut agama dan
kepercayaannya masing-masing.
5. Metode Penelitian
5.1 Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Jenis penelitian deskriptif adalah untuk
meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun
suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi,
gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
8
hubungan antar fenomena yang diselidiki.12
Penelitian deskriptif bermaksud mendiskripsikan
sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti.13
Metode penelitian yang digunakan adalah Kualitatif yaitu berusaha memahami dan
menafsirkan makna suatu peristiwa, interaksi, dan tingkah laku manusia dalam situasi tertentu
menurut perpektif peneliti.14
Metode penelitian kualitatif menyajikan data bukan dalam bentuk
angka-angka melainkan dalam bentuk kalimat-kalimat untuk memperjelas maksud dari apa yang
diteliti.15
5.2 Teknik Pengambilan Data
Pertama, Observasi: merupakan sumber bagi berbagai hipotesa tentang perilaku dan dapat
juga menjadi langkah pertama menemukan mengapa seseorang berperilaku dengan cara
tertentu.16
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala
yang muncul dalam penelitian. Observasi merupakan sebuah proses penelitian yang melibatkan
dua unsur, yaitu unsur biologis dan psikologis. Peneliti menyaksikan peristiwa-peristiwa yang
terjadi dengan melihat, mendengar dan merasakan, kemudian dicatat secara obyektif.17
Kedua, Wawancara mendalam: merupakan salah satu cara pengambilan data yang dilakukan
melalui kegiatan komunikasi lisan dengan tatap muka, dalam bentuk tidak terstruktur. Dalam
wawancara tidak terstruktur, peneliti hanya berfokus pada pusat-pusat permasalahan tanpa diikat
format-format tertentu.18
Wawancara dilakukan oleh peneliti beserta tim dalam bentuk
12
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), 63. 13
David Samiyono, Metode Penelitian Sosial, (Fakultas Teologi UKSW: Diktat Perkuliahan MPS,2008), 4. 14 Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 79. 15
Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Karya, 1989), 2. 16
Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto (penterj.), Metode Penelitian Psikologi,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 109. 17
W. Gulo, Metode Penelitian, (Jakarta: Gramedia Widiarsana Indonesia, 2002), 116. 18 Maryaeni, Metode Penelitian Kebudayaan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005), 70.
9
wawancara individual dilaksanakan dalam suatu kesempatan pengambilan sample atas
responden yang dipilih dengan segaja untuk memperoleh informasi yang representatif.19
Dalam
hal ini, penulis akan mengadakan wawancara kepada beberapa KK anggota Jemaat GKPB
MrikiJe di Dusun Bukitsari yang dulunya melakukan konversi agama.
Dalam wawancara akan ada beberapa tambahan metode yang digunakan menurut Saifudin
yaitu: Pertama, Penanyaan Langsung (direct questioning). Dalam penanyaan langsung,
menerangkan bahwa untuk mengetahui sikap seseorang adalah dengan menanyakan langsung
kepada yang bersangkutan. Dengan sebuah asumsi bahwa individu merupakan orang yang paling
tahu mengenai dirinya sendiri. Kedua, Pengungkapan Langsung (direct assessment). Suatu versi
metode penanyaan langsung adalah pengungkapan langsung, dimana dapat dilakukan secara
tertulis dengan menggunakan item tunggal. Maksudnya adalah responden diminta untuk
menjawab langsung.20
Ketiga, Studi pustaka: merupakan cara untuk mengumpulkan data yang dilakukan dengan
kategori dan klasifikasi bahan-bahan tertulis, dimana cara ini berfungsi untuk membangun
landasan teori yang akan digunakan dalam penelitian.21
Landasan teoritis yang akan menjadi
tolak ukur untuk menganalisa hasil penelitian dari lapangan guna menjawab persoalan pada
pertanyaan dan tujuan penelitian serta penyusunan kerangka teoritik untuk menyusun hipotesis
dan membuktikan hipotesa masalah yang diteliti.
Keempat, Dokumentasi: Untuk mempermudah tehnik pengumpulan data, penulis juga akan
menggunakan alat bantu berupa alat perekam guna merekam suara ketika wawancara,
19
Matheos Nale (penterj.), Metode Penelitian Partisipatoris Dan Upaya-upaya Pemberdayaan, (Jakarta:
Obor Indonesia, 2003), 129. 20
Saifudin Azwar, “Sikap Manusia”, ( Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009), 87-101. 21
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial cet. 4, (Yogyakarta: Gajah Mada Press University,
1990), 95.
10
menggunakan foto digital guna dokumentasi di lapangan, alat tulis dan buku untuk mencatat, dan
sebagainya sesuai kebutuhan.
5.3 Informan Kunci
Guna mendapat data yang valid, maka penulis akan mencari informan kunci yang dapat
mendukung penelitian ini. Adapun informan kunci yang menurut penulis tepat untuk mendapat
data yang valid adalah: Pertama, pendeta jemaat sekarang yang melayani gereja tersebut. Kedua,
majelis jemaat gereja tersebut. Ketiga, orang yang melakukan konversi agama. Keempat, para
tokoh yang saat itu melayani jemaat mula-mula guna menguatkan atau mendukung serta menguji
informasi yang diperoleh dari pelaku konversi agama.
5.4 Analisis Data
Data yang telah diperoleh dari lapangan melalui sebuah penelitian kualitatif akan diolah
secara sistematis berdasarkan kategori sesuai dengan tujuan penelitian. Hal tersebut dilakukan
untuk menghindari kesalahan dalam pengemlompokan hasil penelitian.
5.5 Unit Amatan dan Unit Analisis
Unit amatan adalah penduduk Dusun Bukitsari yang mayoritas beragama Hindu dan unit
analisa adalah beberapa kepala keluarga (KK) yang melakukan konversi agama yaitu Jemaat
Mrikije GKPB di Dusun Bukitsari.
11
5.6 Lokasi penelitian
Penelitian dilakukan di Jemaat Mrikije GKPB di Dusun Bukitsari. Jl. Dusun Bukitsari, Desa
Songan B, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Timur Laut Bali. Karena menurut
informasi, bahwa di tempat tersebut terdapat beberapa Kepala Keluarga (KK) yang melakukan
konversi agama dari Hindu ke Kristen Protestan.
6. Sistematika Penulisan
BAB I: Pendahuluan.
Penulis akan menjelaskan secara sistimatis mengenai latar belakang masalah, pertanyaan
penelitian, tujuan penelitian, sumbangan hasil penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II: Kajian Teori Tentang Konversi Agama.
Penulis akan memaparkan beberapa teori tentang konversi agama dari beberapa para ahli guna
memahami konversi. Fungsi dari kajian teori tersebut adalah sebagai ”pisau bedah” dalam
menganalisis persoalan-persoalan yang ditemukan dari lapangan pada Bab III, tentang konversi
agama.
BAB III: Hasil Penelitian.
Bab ini akan memaparkan hasil penelitian yang telah dilakukan. Hasil penelitian merupakan
hasil dari pengumpulan data dengan cara observasi dan wawancara yang bertujuan untuk
mendeskripsikan tentang konversi agama (definisi, faktor penyebab, dan dampak sosial).
12
BAB IV: Analisa.
Bagian ini berisi tentang pembahasan dan analisa hasil penelitian dalam Bab III. Caranya dengan
menghadapkan hasil penelitian dengan teori di Bab II, sehingga dapat dilihat kesesuaian atau
ketidaksesuaiannya. Dalam analisa ini penulis menggunakan satu teori dari Rambo R. Lewis
sebagai ”Grand Theory”.
BAB V: Penutup.
Memuat sebuah kesimpulan dan saran kepada Sinode GKPB pada khususnya, gereja pada
umumnya, dan Fakultas Teologi Program Pasca Sarjana MSA beserta dunia akademis UKSW.