bab i pendahulan 1.1 latar belakang - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/16467/2/bab_i.pdf · 1.1...

27
1 BAB I PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan longsor lahan sering terjadi di Indonesia dan banyak menimbulkan korban jiwa manusia dan kerugian harta benda. Secara alami Indonesia memang rentan terhadap bencana longsoran, karena terletak pada daerah yang aktif tektonik, aktif vulkanis dan beriklim tropis basah. Bencana alam yang diakibatkan longsor lahan selalu terjadi dari waktu ke waktu dan bahkan akhir-akhir ini semakin tinggi intensitasnya karena semakin meluasnya pemanfaatan lahan yang mempunyai tingkat kerawanan tinggi terhadap bencana alam untuk kegiatan penduduk. Aktifitas penduduk dalam memanfaatkan lahan untuk kepentingan hidupnya sering memicu terjadinya bencana alam akibat longsor lahan. Usaha penanggulangan bencana alam akibat longsor lahan perlu dilakukan untuk mengurangi seminimal mungkin (kalau mungkin meniadakan) korban jiwa, kerugian harta benda, serta sarana dan prasarana. Kejadian bencana longsor lahan di Jember, Kulonprogo, Banjarnegara, dan berbagai tempat lainnya menunjukkan bahwa tutupan vegetasi yang jarang/terbuka justru diperkirakan menjadi pemicu terjadinya proses longsoran. Longsor lahan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gerakan massa tanah, massa batuan, dan campuran massa tanah dan batuan menuruni lereng sebagai akibat pengaruh gaya berat/gravitasi. Longsoran disini juga mencakup tipe rayapan (creep), longsoran (landslide), nendatan (slump) , dan jatuhan (rocks/soils fall). Berbagai tipe proses longsoran tersebut mempunyai karakteristik fisik lahan yang berbeda. Dengan demikian menjadi penting untuk mempelajari karakteristik lahan yang menyebabkan terjadinya proses longsor lahan tersebut dan saran alternatif konservasi yang harus dilakukan. Geomorfologi sebagai salah satu bagian dari ilmu kebumian yang mempelajari konfigurasi permukaan bumi dan proses-proses yang membentuk Click to buy NOW! P D F - X C H A N G E w w w . d o c u - t r a c k . c o m Click to buy NOW! P D F - X C H A N G E w w w . d o c u - t r a c k . c o m

Upload: vuongthien

Post on 08-Mar-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan longsor lahan sering terjadi di Indonesia dan banyak

menimbulkan korban jiwa manusia dan kerugian harta benda. Secara alami

Indonesia memang rentan terhadap bencana longsoran, karena terletak pada

daerah yang aktif tektonik, aktif vulkanis dan beriklim tropis basah. Bencana

alam yang diakibatkan longsor lahan selalu terjadi dari waktu ke waktu dan

bahkan akhir-akhir ini semakin tinggi intensitasnya karena semakin meluasnya

pemanfaatan lahan yang mempunyai tingkat kerawanan tinggi terhadap

bencana alam untuk kegiatan penduduk. Aktifitas penduduk dalam

memanfaatkan lahan untuk kepentingan hidupnya sering memicu terjadinya

bencana alam akibat longsor lahan. Usaha penanggulangan bencana alam

akibat longsor lahan perlu dilakukan untuk mengurangi seminimal mungkin

(kalau mungkin meniadakan) korban jiwa, kerugian harta benda, serta sarana

dan prasarana.

Kejadian bencana longsor lahan di Jember, Kulonprogo,

Banjarnegara, dan berbagai tempat lainnya menunjukkan bahwa tutupan

vegetasi yang jarang/terbuka justru diperkirakan menjadi pemicu terjadinya

proses longsoran. Longsor lahan yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah gerakan massa tanah, massa batuan, dan campuran massa tanah dan

batuan menuruni lereng sebagai akibat pengaruh gaya berat/gravitasi.

Longsoran disini juga mencakup tipe rayapan (creep), longsoran

(landslide), nendatan (slump), dan jatuhan (rocks/soils fall). Berbagai tipe

proses longsoran tersebut mempunyai karakteristik fisik lahan yang

berbeda. Dengan demikian menjadi penting untuk mempelajari

karakteristik lahan yang menyebabkan terjadinya proses longsor lahan

tersebut dan saran alternatif konservasi yang harus dilakukan.

Geomorfologi sebagai salah satu bagian dari ilmu kebumian yang

mempelajari konfigurasi permukaan bumi dan proses-proses yang membentuk

Click t

o buy NOW!

PDF-XCHANGE

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XCHANGE

www.docu-track.com

2

dan merubahnya telah banyak diaplikasikan bagi kepentingan umat manusia,

salah satu aplikasinya adalah untuk memahami karakter lahan. Verstappen

(1983) menyebutkan bahwa geomorfologi dapat didefinisikan sebagai ilmu

tentang bentuklahan (landform) yang membentuk permukaan bumi, baik di

atas maupun di bawah permukaan laut, genesis dan perkembangannya yang

akan datang, sejalan dengan konteks lingkungannya. Berdasarkan definisi

bentuklahan tersebut dapat diketahui bahwa bentuklahan adalah konfigurasi

permukaan bumi yang mempunyai relief khas, karena pengaruh kuat dari

struktur kulit bumi dan bekerjanya proses alam pada batuan penyusunnya di

dalam ruang dan waktu tertentu.

Kabul Basah Suryolelono (2002), bahwa peristiwa longsor lahan atau

dikenal sebagai gerakan massa tanah, batuan atau kombinasinya, sering terjadi

pada lereng-lereng alami atau buatan, dan sebenarnya merupakan fenomena

alam, yaitu alam mencari keseimbangan baru akibat adanya gangguan atau

faktor yang mempengaruhinya dan menyebabkan terjadinya pengurangan kuat

geser serta peningkatan tegangan geser tanah Pada umumnya di daerah

pegunungan yang ditutupi oleh lapisan tanah penutup yang lunak/gembur, air

hujan dapat dengan mudah merembes pada tanah yang gembur dan batuan

lempung yang berongga atau retak-retak. Air rembesan ini berkumpul antara

tanah penutup dan batuan asal yang segar pada lapisan alas yang kedap air.

Tempat air rembesan ini berkumpul dapat berfungsi sebagai bidang luncur.

Meningkatnya kadar air dalam lapisan tanah atau batuan, terutama pada

lereng-lereng bukit akan mempermudah gerakan bergeser atau tanah longsor.

Cooke dan Doornkamp (1994), menjelaskan konstribusi geomorfologi

terhadap penilaian kejadian gerakan massa, bahwa ada beberapa faktor yang

perlu diketahui untuk menilai kejadian gerakan massa/longsor tanah, yaitu:

lereng, drainase, batuan dasar, tanah, bekas-bekas longsor sebelumnya, iklim

dan pengaruh aktivitas manusia. Mengacu pada berbagai konsep tersebut,

maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan erat antara kondisi

geomorfologi suatu wilayah dengan karakteristik kejadian longsor tanah,

Click t

o buy NOW!

PDF-XCHANGE

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XCHANGE

www.docu-track.com

3

karena faktor-faktor penyusun bentuklahan juga akan berpengaruh terhadap

karakteristik longsor tanah yang dicerminkan dengan berbagai tipe longsoran.

Seiring dengan perkembangan teknologi didapatkan suatu media

identifikasi yang cepat, tepat dan akurat yakni pemanfaatan citra penginderaan

jauh untuk mengidentifikasi proses geomorfologi dan penggunaan lahan yang

ada di daerah penelitian. Geomorfologi yang mengkaji permukaan bumi dan

proses-proses yang bekerja padanya sangat diuntungkan dengan

perkembangan teknik penginderaan jauh. Semua proses geomorfologi akan

meninggalkan ciri morfologis yang spesifik yang mungkin dapat diidentifikasi

melalui citra penginderaan jauh dan atau peta-peta yang dilengkapi dengan

pengujian lapangan secukupnya.

Daerah Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara

merupakan daerah yang rawan proses longsor lahan akibat desakan akan

kebutuhan lahan baik untuk pertanian maupun non pertanian telah memaksa

penduduk memanfaatkan lahan perbukitan dan pegunungan yang rawan

terhadap longsor lahan tersebut. Kurangnya pemahaman atas perwatakan

proses longsor lahan mengakibatkan semakin berkembangnya gejala longsor

lahan di daerah penelitian. Dalam rangka usaha identifikasi kejadian longsor

lahan penelitian ini dilakukan di daerah penelitian dengan judul: “ Analisis

Tingkat Kerawanan Longsor Lahan di Kecamatan Banjarmangu Kabupaten

Banjarnegara”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan sejumlah masalah

sebagai berikut:

a. Bagaimana tingkat kerawanan longsor lahan pada berbagai karakteristik

unit lahan di daerah penelitian?

b. Faktor dominan apakah yang menyebabkan tingkat kerawanan longsor

lahan di daerah penelitian?

c. Bagaimana dampak tingkat kerawanan longsor lahan di daerah penelitian?

Click t

o buy NOW!

PDF-XCHANGE

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XCHANGE

www.docu-track.com

4

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

a. Mengetahui tingkat kerawanan longsor lahan pada berbagai unit lahan

b. Mengetahui faktor dominan penyebab tingkat kerawanan longsor lahan

yang ada.

c. Mengetahui dampak tingkat kerawanan longsor lahan di daerah penelitian.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Penerapan dan pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu

geomorfologi terapan.

b. Menerapkan kegunaan citra penginderaan jauh dan teknik SIG untuk

inventarisasi penggunaan lahan.

c. Sebagai sumbangan pemikiran kepada pemerintah daerah dalam upaya

perencanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan.

1.5 Tinjauan Pustaka dan Penelitian Sebelumnya

a. Telaah Pustaka

Geomorfologi adalah studi yang mendiskripsikan bentuk lahan danproses-proses yang mempengaruhinya, serta menyelidiki hubungan timbalbalik antara bentuklahan dan proses dalam tatanan keruangannya (VanZuidam, 1979). Konsep dan ruang lingkup geomorfologi meliputibentuklahan, sifat alam, asal mula, proses, perkembangannya dankomposisi materialnya.

Verstappen (1983), secara mendasar terdapat 4 aspek subyek kajian

utama dalam geomorfologi, yaitu: (1) static geomorphology, menekankan

pada kajian bentuklahan aktual; (2) dynamic geomorphology, menekankan

pada berbagai proses yang terjadi dalam bentuklahan dan perubahan dalam

jangka pendek; (3) genetic geomorphology, menekankan pada

perkembangan jangka panjang atau evolusi bentuklahan; dan (4)

environmental geomorphology, yang menekankan pada ekologi

bentanglahan (landscape ecological), yaitu kaitan antara geomorfologi

Click t

o buy NOW!

PDF-XCHANGE

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XCHANGE

www.docu-track.com

5

dengan aspek kajian lainnya, atau hubungan antar parameter penyusun

bentanglahan. Konsepsi tersebut menunjukkan bahwa obyek kajian dalam

geomorfologi adalah bentuklahan, yang meliputi: (1) uraian tentang

genesis dan evolusi bentuklahan; (2) uraian tentang kemampuan alami dan

hubungan timbal balik antar variabel penyusun satuan bentuklahan; (3)

deskripsi bentuklahan yang mencakup aspek fisik lahan; dan (4) deskripsi

bentuklahan kaitannya dengan aspek penggunaan lahan, vegetasi, dan

pengaruhnya terhadap kehidupan manusia.

Konsepsi yang telah dikemukakan oleh Verstappen tersebut sejalan

dengan pemikiran yang dinyatakan oleh Zuidam dan Canselado (1985),

bahwa kajian utama geomorfologi adalah bentuklahan yang mencakup 4

aspek utama, yaitu: (1) morfologi, yang mengkaji masalah bentuk atau

seluk-beluk permukaan bumi, baik morfografi yang sifatnya pemerian atau

deskriptif, maupun morfometri yang sifatnya kuantitatif atau ukuran; (2)

morfoproses, yang mengkaji berbagai proses geomorfologi yang

mengakibatkan perubahan bentuklahan dalam waktu pendek maupun

panjang (morfogenesis), baik proses oleh tenaga endogen maupun

eksogen; (3) morfokronologi, yang mengkaji masalah evolusi

pertumbuhan bentuklahan, urutan, dan umur pembentukkannya, dikaitkan

dengan proses yang bekerja padanya; dan (4) morfoarransemen, yang

mengkaji hubungan geomorfologi dengan lingkungannya, yaitu

Analisis komprehensif oleh Rosenfeld (1994, dalam Sutikno, 1996)

menunjukkan bahwa bencana alam akibat longsoran dapat terjadi dalam

waktu yang sangat bervariasi mulai detik hingga tahunan, luasannya dapat

berkisar dari beberapa kilometer hingga ratusan kilometer persegi.

Kerugian harta benda yang ditimbulkan oleh bencana longsoran pada

negara berkembang lebih sedikit berbanding dengan negara belum

berkembang, artinya bahwa usaha konservasi terhadap lahan yang rawan

longsoran telah dilaksanakan secara lebih intensif dan persiapan untuk

menghadapi bencana longsoran lebih mantap.

Click t

o buy NOW!

PDF-XCHANGE

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XCHANGE

www.docu-track.com

6

Sutikno, dkk. (2002) mengatakan bahwa longsor tanah adalah proses

perpindahan massa tanah/batuan dengan arah miring dari kedudukan

semula akibat adanya gaya gravitasi (terpisah dari massa aslinya yang

relatif mantap). Beberapa wilayah di Indonesia mempunyai tingkat

kejadian longsor yang sangat tinggi dibandingkan dengan wilayah-wilayah

negara-negara di Asia Tenggara, dengan upaya pencegahan dan

penanggulangannya yang relatif masih rendah. Tanah longsor merupakan

salah satu jenis gerakan massa tanah/batuan yang mempunyai kecepatan

gerak bervariasi dari lambat hingga sangat cepat. Tanah longsor dengan

gerakan lambat dikenal dengan rayapan (creep), gerakannya sangat lambat

hingga kadang-kadang sulit dikenali, kecuali melalui pengaruh dari

gerakan tanah tersebut terhadap bentukan-bentukan artifisial dan vegetasi

di permukaan. Tanah longsor dengan kecepatan gerak sedang hingga

sangat cepat dibedakan menjadi 3 bagian utama, yaitu jatuhan (fall),

longsoran tanah/batuan (slide), dan nendatan (slump).

Tabel 1.1. Klasifikasi longsor lahan

Rate of movement White lucreasing rock or soil with increasingIce content water content

Imperceptible Solifluction(1 mm/day)

Creep(rock creep,soil creep)

Solifluction

(1 mm/dap)

Flow

Slowtorapid

Debrisavalanche(30 m/hr)

Earth flow

(1 cm/hr)

mud

(1 km/hr)

Debris

Avalanche

(1 ft/see)

Fluv

ial t

rans

port

Slid

e

Slowtorapid

Gra

cal T

rans

port

SlumpDebris slideDebris fallRock slideRock fall(30 m/hr)

Sumber: Sharpe, 1938 dalam Van Zuidam 1983

Click t

o buy NOW!

PDF-XCHANGE

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XCHANGE

www.docu-track.com

7

Gambar 1.1. Gerakan Massa Tipe SlumpSumber: Clark dan Small, 1983

Van Zuidam, et al, 1978

Gambar 1.2. Gerakan Massa Tipe Debris Slides Dan Debris FallSumber : Eckall dan Van Zuidam, et al, 1979

Gambar 1.3. Gerakan Massa Tipe Rock FallSumber: Clark dan Small, 1983

Van Zuidam, et al, 1979

Gambar 1.4. Gerakan Massa Tipe Rock FallSumber: Clark dan Small, 1983

Van Zuidam, et al, 1979

Click t

o buy NOW!

PDF-XCHANGE

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XCHANGE

www.docu-track.com

8

Dwikorita Karnawati (2001), gerakan massa yang terjadi pada

suatu wilayah dipengaruhi oleh karakteristik lingkungan fisik dan

tataguna lahan daerah tersebut. Faktor lingkungan fisik yang

mempengaruhi gerakan massa tanah/batuan antara lain kemiringan

lereng, kondisi geologi (jenis batuan, sesar, kekar, dan tingkat

pelapukan batuan), tekstur dan permeabilitas tanah, indeks plastisitas,

iklim (curah hujan dan suhu), dan tata air. Kecepatan pergerakan tanah

dan batuan pada lereng itu sangat bervariasi yang tergantung pada

besarnya kemiringan lereng dan posisi lereng yang longsor. Secara

umum gerakan tanah pada lereng-lereng dengan kemiringan lebih

curam 30º (kemiringan lebih 60%) berlangsung sangat cepat sehingga

para penghuni lereng tersebut tidak sempat untuk menyelamatkan diri.

Lereng-lereng tersebut umumnya terletak di bagian atas atau bagian

tengah lereng bukit atau gunung. Sedangkan pada lereng dengan

kemiringan 20º (kemiringan lereng 40%) atau lebih landai, umumnya

hanya gerakan yang berupa rayapan. Lereng-lereng ini umumnya

terletak pada bagian bawah atau bagian kaki bukit. Kejadian gerakan

tanah baik yang berlangsung sangat cepat ataupun lambat, selalu

diawali dengan gejala atau tanda-tanda. Gejala awal yang sering

muncul adalah terjadinya retakan-retakan pada tanah berbentuk

lengkung memanjang (biasanya berbentuk tapal kuda) di sepanjang

lereng yang akan longsor, retaknya fondasi, lantai dan tembok

bangunan, miringnya pohon-pohon dan tiang-tiang listrik pada lereng,

dan munculnya rembesan-rembesan air pada lereng setelah hujan.

Pada dasarnya ada dua tipe hujan pemicu terjadinya longsoran,

yaitu hujan deras yang mencapai 70 mm hingga 100 mm per hari dan

hujan kurang deras namun berlangsung terus menerus selama beberapa

jam hingga beberapa hari yang kemudian disusul hujan (Brand, 1964

dalam Dwikorita Karnawati, 2001). Longsoran tidak selalu turun saat

Click t

o buy NOW!

PDF-XCHANGE

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XCHANGE

www.docu-track.com

9

hujan deras saja, namun saat sudah reda (tinggal gerimis) selama

beberapa jam longsoran baru terjadi. Hal tersebut perlu diperhatikan

bagi penduduk dalam upaya evakuasi agar terhindar dari bahaya tanah

longsor.

Lebih lanjut Dwikorita Karnawati (2001) menjelaskan bahwa

penanaman pada lereng juga harus memperhatikan jarak dan pola tanam

yang tepat. Penanaman tanaman budidaya yang berjarak terlalu rapat

dan lebat dapat berakibat menambah pembebanan pada lereng sehingga

menambah gaya penggerak tanah pada lereng. Perlindungan sistem

hidrologi kawasan untuk menghindari air banyak meresap masuk dan

terkumpul pada lereng yang rawan longsor. Upaya penanaman kembali

lereng yang gundul dengan jenis tanaman yang tepat pada daerah hulu

atau daerah resapan juga berperan penting dalam memulihkan sistem

hidrologi yang telah terganggu. Penanaman vegetasi yang tepat sangat

penting dalam mengendalikan laju air yang mengalir ke arah hilir atau

ke arah lereng bawah.

Tanah gembur yang menyusun lereng dengan tipologi pertama

umumnya tebal, dapat mencapai ketebalan lebih dari 4 m, dan mudah

meloloskan air. Tanah ini umumnya merupakan tanah-tanah residual

(tanah hasil pelapukan batuan yang belum tertransport dari tempat

terbentuknya) atau tanah kolovial yang berukuran butir lempungan,

lanauan atau lempung pasiran. Tanah tersebut bersifat lengket apabila

basah tetapi berubah menjadi retak-retak dan getas apabila kering.

Umumnya pada bagian bawah dari lapisan tanah tersebut terdapat

perlapisan tanah atau batuan yang bersifat lebih kompak dan kedap air.

Oleh karena itu saat hujan turun air hujan hanya terakumulasi pada

tanah, karena sulit untuk menembus batuan yang mengalasi tanah

tersebut. Akhirnya tanah pada lereng bergerak dengan bidang luncur

lengkung (nendatan) atau bidang luncur lurus (luncuran), apabila

Click t

o buy NOW!

PDF-XCHANGE

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XCHANGE

www.docu-track.com

10

kekuatan air yang terakumulasi dalam tanah menekan/merenggangkan

ikatan antar butiran-butiran tanah melampaui kemampuan tanah untuk

tetap bertahan stabil pada lereng. Bidang kontak antara batuan yang

lebih kompak dan kedap air dengan tanah residual yang lemah dan

sensitif untuk bergerak apabila ada tekanan air.

Lereng yang tersusun oleh perlapisan batuan yang miring searah

kemiringan lereng umumnya merupakan batuan Miosen yang telah

berumur sekitar dua puluh juta tahun, dapat berupa batulempung,

batulanau, serpih dan tuf. Pada lereng dengan tipologi ini sering terjadi

luncuran batuan atau luncuran bahan rombakan dengan kecepatan

tinggi. Luncuran tersebut terjadi di sepanjang bidang-bidang perlapisan

batuan yang merupakan bidang yang lemah, terutama apabila terjadi

tekanan oleh air yang meresap melalui bidang-bidang tersebut.

Lereng yang tersusun oleh blok-blok batuan banyak terjadi pada

jalur-jalur patahan batuan. Jalur patahan batuan ini dicirikan dengan

adanya tebing curam dan relatif memanjang dan sering muncul mata air

di sepanjang jalur tersebut. Batuan pada tebing jalur patahan ini

umumnya terpotong-potong oleh kekar-kekar (retakan-retakan) yang

berjarak cukup rapat, sehingga membentuk blok-blok batuan. Bidang-

bidang kekar atau retakan batuan yang membentuk blok-blok batuan

tersebut merupakan bidang yang lemah dan sangat rentan untuk

mengalami pergerakan. Apabila hujan atau lereng batuan tersebut

dipotong/digali sehingga sudut lereng lebih curam daripada sudut

gesekan di dalamnya atau lebih curam dari kemiringan bidang-bidang

kekarnya, maka lereng sangat rentan untuk mengalami luncuran dan

jatuhan batuan, yang kadang-kadang diikuti dengan aliran hasil

rombakan batuan apabila lereng sangat jenuh air. Meresapnya air hujan

melalui bidang-bidang retakan batuan pada lereng di daerah tersebut

merupakan pemicu terjadinya gerakan. Air yang mengisi retakan-

Click t

o buy NOW!

PDF-XCHANGE

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XCHANGE

www.docu-track.com

11

retakan batuan bersifat menekan dan semakin melemahkan kekuatan

batuan untuk tetap stabil, akhirnya blok-blok batuan bergerak meluncur

ke bawah lereng.

Penanggulangan bencana (disaster management) merupakan

segala upaya terencana dan terorganisasi yang diwujudkan dalam

rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk meniadakan

(meminimalisasikan) sebagian atau seluruh bahaya atau kerugian dari

akibat bencana, serta menghindari resiko bencana yang mungkin akan

terjadi, agar akibat yang ditimbulkannya dapat dilunakkan, dikurangi,

atau diperkecil, bahkan bila mungkin dihilangkan (Sutikno, dkk.,2001).

Pada prinsipnya penanggulangan bencana meliputi tiga tahapan utama,

yaitu tahap sebelum terjadi bencana (meliputi kegiatan kesiapsiagaan

dan mitigasi), selama terjadi bencana (meliputi kegiatan tanggap

darurat), dan setelah terjadi bencana (rekonstruksi, rehabilitasi, dan

recovery). Dalam konteks perencanaan dan pembangunan wilayah,

mitigasi bencana merupakan salah satu kegiatan untuk mengurangi

resiko bencana (Sutikno, dkk., 2001). Upaya penanggulangan bencana

dan meminimalisasikan dampak negatif bencana dalam hal ini bencana

tanah longsor, memerlukan data dan informasi spasial dan temporal

tentang karakteristik fisik dan sosial ekonomi wilayah rawan longsor,

karakteristik longsoran (meliputi mekanisme kejadian tanah longsor

dan faktor penyebab/pemicu), teknik dan cara-cara penanggulangan

tanah longsor baik secara struktural/kerekayasaan, maupun non-

struktural (peraturan dan perundang-undangan).

b. Penelitian Sebelumnya

Penelitian mengenai longsor lahan telah banyak dilakukan, di

antaranya Sunarto Goenadi dkk. (2003) dengan judul ”Konservasi

Lahan Terpadu Daerah Rawan Bencana Longsoran di Kabupaten

Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta” yang bertujuan untuk

Click t

o buy NOW!

PDF-XCHANGE

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XCHANGE

www.docu-track.com

12

mencari bentuk konservasi yang ideal untuk daerah rawan erosi dan

rawan longsor. Metode yang digunakan dalam penelitian ini mencakup

metode survei lapangan dan metode penilaian tingkat bahaya longsoran

dengan menerapkan teknik dalam sistem informasi geografi. Motode

survei ditujukan untuk mengidentifikasi lokasi dan karakteristik setiap

longsoran yang pernah terjadi di daerah penelitian sedangkan metode

penilaian tingkat bahaya longsoran adalah dengan teknik pemberian

harkat dan bobot pada setiap faktor penyebab dan faktor pemicu

longsoran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa longsoran terjadi pada

setiap satuan lereng yang tidak datar atau kemiringan lereng lebih dari

3%, daerah penelitian memiliki resiko tinggi untuk mengalami

longsoran sebagai akibat dari interaksi yang kompleks antar faktor-

faktor penyebab dan pemicu.

Suprapto Dibyosaputra (1999) dengan judul ”Longsor Lahan di

Daerah Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo, Daerah

Istimewa Yogyakarta” bertujuan mempelajari daerah yang potensial

terjadi longsor lahan dan menyusun peta bahaya longsor lahan, serta

mengevalusi longsor lahan pada setiap unit medan. Data yang

dikumpulkan meliputi curah hujan, kemiringan lereng, jenis batuan,

kedalaman pelapukan batuan, banyaknya dinding terjal, tebal solum

tanah, tekstur dan permeabilitas tanah, penggunaan lahan dan kerapatan

vegetasi penutup. Metode yang dipakai adalah metode survei dengan

teknik pengambilan sampel secara berstrata dengan unit medan sebagai

satuan analisisnya. Hasil penelitian diketahui bahwa daerah penelitian

dapat dikelompokkan dalam 32 unit medan dengan 4 kelas tingkat

bahaya longsor lahan. Kelas bahaya rendah sebanyak 5 unit medan,

tingkat bahaya sedang sebanyak 6 unit medan, tingkat bahaya tinggi

sebanyak 14 unit medan, dan tingkat bahaya sangat tinggi sebanyak 5

unit medan.

Click t

o buy NOW!

PDF-XCHANGE

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XCHANGE

www.docu-track.com

13

Tanwir Bayuni, (1979) mengadakan penelitian dengan judul

“Studi Longsor lahan Daerah Aliran Sungai Cipeles Bagian Hilir Jawa

Barat”. Tujuan penelitian, yiatu invebtarisasi dan analisa morfometri

longsor lahan mendeskripsikan kemantapan lereng relatif lokasi longsor

lahan, mengetahui faktor-faktor penyebab utama terjadinya longsor

lahan, mengetahui usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk

menanggulangi terjadinya longsor lahan.

Metode yang digunakan berupa perhitungan morfometri longsor

lahan meliputi indeklasifikasi, indek pemisahan, indek perpindahan dan

besarnya kemiringan lereng dari kelompok proses yang berbeda dan

analisa mekanika tanah dipahami sebagai cara pendekatan dalam

mengetahui kemantapan lereng relatif dari lokasi longsor lahan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai

rata-rata yang menyakinkan antara masing-masing indek klasifikasi,

indek penipisan, indek perpindahan dan besarnya kemiringan lereng.

Faktor penyebab longsor lahan di daerah penelitian merupakan

perpaduan faktor-faktor alamiah seperti curah hujan, lereng yang terjal,

keadaan stratifigasi dan uthologi yang tidak kompak, serta faktor-faktor

campur tangan manusia seperti pemotongan tebing untuk jalan,

pentirasan dan penggundulan tanaman-tanaman pelindung dari lereng

yang bersangkutan, usaha yang dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan

memperbesar gaya yang diperlukan untuk menahan longsoran atau

memperkecil gaya yang berkerja mendorong terjadinya longsor lahan

baik secara teknis maupun secara non teknis. Untuk lebih jelas

perbedaan penelitian sebelumnya dapat dilihat pada tabel : 1.2. dibawah

ini.

Click t

o buy NOW!

PDF-XCHANGE

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XCHANGE

www.docu-track.com

14

Tabel 1.2 Perbandingan Penelitian Sebelumnya dengan PenelitiPenelitian Judul

Penelitian Tujuan Metode Hasil

Tanwir Bayuni(1979)

Studi LongsorlahanDAS CipelesBagian HilirJawa Barat

ü Inventarisasi dananalisa morfometrilongsor lahan

ü Mendiskripsikemantapan lerengrelatif.

ü Mengetahui faktor-faktor penyebablongsor lahan

ü Metode :-Analisa Statistik

ü Tehnik-Survei danpengukuranmorfometrilongsor lahan

ü Ada perbedaan nilairata-rata dari setiapproses longsor lahan.

ü Faktor penyebab,gabungan dari faktoralamiah dan fkatornon alamiah.

ü Usaha memperkecilgaya/memperbesar.

Suprapto DibyoSaputra(1992)

Longsor lahandi daerahkecamatanKokapKabupatenKulonprogoDIY

ü Klasifikasi danpetaan satuanmedan.

ü Menentukanagihan daerahpotensial longsorlahan.

ü Mengevaluasilongsor lahansetiap satuanmedan

ü Metode :- Survey

ü Teknik :- Inter.F.U- Pengharkatan

ü Daerah penelitiandapatdiklasifikasikan 3bentuk lahan asaldan 30 satuanmedan.

ü Mengetahui agihandaerah longsorlahan.

ü Mengetahuiperubahan tingkatbahaya longsorlahan.

SunartoGeonadi dkk(2003)

Konservasilahan terpadudaerah rawanbencanalongsoran diKabupatenKulonprogoDIY

ü Mengetahuikonservasi yangideal untuk daerahrawan erosi danrawan longsor

ü Metode :- Survey

ü Teknik :- Inter.F.U- Pengharkatan

ü Menunjukkan bahwalongsor lahan terjadipada setiap satuanlereng.

ü Faktor yangmemiliki resikotinggi untukmengalami longsorlahan

ü Mengetahui tingkatpemicu danpenyebab longsorlahan.

Fatmawati(2007)

AnalisisTingkatKerawananLongsor lahandi KecamatanBanjarmanguKabupatenBanjarnegara

ü Mengetahui tingkatkerawanan longsorlahan padaberbagai unit lahan

ü Mengetahui faktordominan penyebabtingkat kerawananlongsor lahan

ü Mengetahuidampak kerawananlongsor lahandaerah penelitian.

ü Metode :-survey

ü Tehnik :-interpretasi citralandsat-pengharkatan

ü Agihan tingkatkerawanan longsorlahan pada berbagaiunit lahan.

ü Faktor dominanpemicu tingkatkerawanan longsorlahan

ü Pengaruh longsorlahan terhadappenduduk setempat

Click t

o buy NOW!

PDF-XCHANGE

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XCHANGE

www.docu-track.com

15

1.6 Kerangka Pemikiran

Longsor lahan merupakan proses geomorfologi yakni prosesbergeraknya tanah dan batuan secara besar-besaran menuruni lereng secaralambat hingga cepat oleh pengaruh langsung grafitasi. Dalam keadaan alamiproses geomorfologi berjalan normal, namun kenyataannya sekarang akibataktivitas manusia dalam menggunakan dan mengelola sumber daya alam tanpamemperhatikan konservasi tanah dan airnya maka menyebabkan prosesgeomorfologi yang dipercepat sehingga menghasilkan proses longsor lahan yanglebih besar dan hal ini berdampak pula pada kerusakan sumber daya alam dankerugian bagi penduduk setempat maupun penduduk sekitar. Klasifikasi longsorlahan yang meliputi: luncuran (slump), runtuhan (debris slides), runtuhan jatuh(debris fall), longsor batuan (rock slide), runtuhan jatuh (rock fall).

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk: a) mengetahui tingkatkerawanan longsor lahan pada berbagai unit lahan, b) mengetahui faktordominan penyebab tingkat kerawanan longsor lahan yang ada, c) mengetahuidampak longsor lahan di daerah penelitian.

Metode yang digunakan melalui beberapa tahapan pengerjaan yangmeliputi: survei lapangan dan mengklasifikasikan daerah penelitian ke dalam unitbentuk lahan yang kemudian dijadikan daftar klasifikasi unit lahan, yaknidilakukan dengan menumpangsusunkan peta bentuk lahan dengan peta tanah,peta lereng dan peta penggunaan lahan dengan citra landsat. Denganmemperhatikan kesamaan sifat dan perwatakan dalam hal ini aspek strukturgeologi/geomorfologi. Proses geomorfologi dan kesan topografi dapat dijadikandasar untuk mengklasifikasikan bentang lahan yang komplek ke dalam unit-unitbentuk lahan. Dari overlay peta bentuk lahan, peta lereng, peta tanah, dan petapengguna lahan dengan menggunakan citra landsat maka tersusunlah peta unitlahan. Dari setiap peta unit lahan ini maka akan diambil tanah untuk analisislaboatorium juga untuk pengharkatan setiap parameter longsor lahan.

Tingkat kerawanan longsor lahan diperoleh dengan caramengharkatkan dan menjumlahkan parameter-parameter dalam longsor lahanyang kemudian dilakukan pengklasifikasian, sehingga akan diperolehkerawanan longsor lahan selanjutnya yang akan disajikan dalam bentuk peta.

Click t

o buy NOW!

PDF-XCHANGE

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XCHANGE

www.docu-track.com

16

1.7 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah survey yang meliputi

kegiatan pengamatan, pencatatan, dan pengukuran di lapangan dan analisis

laboratorium. Unit analisis yang digunakan adalah satuan lahan, analisis

tingkat kerawanan longsor lahan dengan cara skoring dan analisa tabel. Proses

pemetaan dan penyajian akhir dengan bantuan SIG. Selengkapnya uraian

terinci metode penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten

Banjarnegara.

b. Bahan dan Alat Penelitian

Untuk melaksanakan pekerjaan penelitian ini diperlukan dukungan

bahan dan alat, yaitu:

1. Bahan-bahan, meliputi : Peta topografi sebagai peta dasar , peta

geologi, peta penggunaan lahan, hasil penelitian terdahulu sebagai

referensi, bahan-bahan pembuatan peta, dan peta-peta tematik

pendukung.

2. Peralatan yang digunakan antara lain : perangkat komputer sistem

informasi geografis untuk pengolahan data, alat ukur panjang lereng

longsor lahan, abney level dan kompas geologi, kamera, GPS untuk

pemetaan lokasi kejadian tanah longsor, ring permeabilitas tanah, dan

plastik penyimpan sampel tanah.

c. Data dan Variabel Penelitian

Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi :

1. Data kondisi fisik lahan, meliputi: morfometri lereng (bentuk, panjang,

dan kemiringan lereng), morfostruktur lereng (material penyusun dan

struktur perlapisan batuan), serta data drainase tanah, permeabilitas

tanah, tekstur tanah, kedalaman muka air tanah, tingkat pelapukan

batuan, torehan, penggunaan lahan dan kerapatan vegetasi.

2. Data sekunder lain yang diperlukan, berupa: curah hujan, suhu, dan

kronologi kejadian tanahlongsor.

Click t

o buy NOW!

PDF-XCHANGE

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XCHANGE

www.docu-track.com

17

d. Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan melalui tiga tahap, yaitu tahap pra kerja lapang,

tahap kerja lapang, dan tahap pasca kerja lapang.

1. Tahap Pra Kerja Lapangan

Dalam tahap ini merupakan tahap persiapan untuk kerja lapang,

yang rincian kegiatannya adalah sebagai berikut:

a. pengumpulan peta dan data sekunder yang berkaitan dengan daerah

dan obyek penelitian;

b. pemetaan satuan bentuklahan, yaitu memilih kondisi lahan yang

sama yang didasarkan unsur relief/morfologi, litologi,dan proses

geomorfologinya;

c. pembuatan peta satuan lahan untuk pengambilan sampel tanah;

d. penentuan kerangka pengambilan sampel daerah berdasarkan peta

satuan lahan yang dihasilkan dari tumpangsusun peta bentuk lahan,

peta tanah, peta lereng, dan peta penggunaan lahan;

e. persiapan alat-alat yang digunakan untuk kerja lapang; pengurusan

ijin penelitian dan pengurusan akomodasi di daerah penelitian.

2. Tahap Kerja Lapangan

Dalam tahap kerja lapangan ini kegiatan yang dilakukan adalah

sebagai berikut:

a. pemilihan daerah kajian/sampel pada setiap satuan pemetaan

(satuan lahan);

b. pengukuran parameter lereng, kedalaman solum tanah, kedalaman

pelapukan, kedalaman muka air tanah, dan kerapatan torehan;

c. pengamatan penggunaan dan penutup lahan daerah sampel;

d. pengamatan perlapisan tanah dan batuan serta pengambilan

sampel tanah dan batuan pada daerah sampel;

e. wawancara dengan penduduk tentang kronologi kejadian

longsor lahan.

Click t

o buy NOW!

PDF-XCHANGE

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XCHANGE

www.docu-track.com

18

3. Tahap Pasca Kerja Lapangan

Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah mengolah data

mentah yang diperoleh dalam kegiatan lapangan. Rincian kegiatannya

adalah sebagai berikut:

a. penentuan kelas kerentanan longsor lahan pada daerah sampel

dengan prosedur pengharkatan yang terinci pada sub bab

analisis data;

b. analisa laboratoris ukuran butir tanah dan batuan serta

permeabilitas tanah;

c. perhitungan intensitas hujan dan analisis tipologi hujan yang

berlangsung;

d. evaluasi morfometri dan morfostruktur lereng terhadap tingkat

kerawanan tanah longsor serta hasil wawancara tentang

kronologi kejadian longsor lahan;

e. penulisan laporan dan pemetaan hasil penelitian.

e. Cara Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan metode survei yang dilakukan di

lapangan dan analisis data primer dan data sekunder serta penggunaan

citra landsat sebagai analisis untuk peta penggunaan lahan yang dibantu

analisis laboratorium. Untuk memperoleh data lapangan dilakukan dengan

cara pengamatan, pengukuran dan pencatatan terhadap data-data yang

diperlukan sesuai tujuan penelitian. Tanda-tanda sebelum kejadian serta

kronologi kejadian tanah longsor dilakukan dengan wawancara dengan

penduduk sekitar lokasi kejadian. Analisis laboratorium dilakukan untuk

mengetahui karakteristik material penyusun lereng, meliputi analisis besar

butir dan permeabilitas tanah.

f. Cara Analisis Data Tingkat Kerawanan Longsor lahan

Pengolahan data karakteristik masing-masing parameter dilakukan

dengan cara pengharkatan terhadapan proses terjadi longsor lahan, harkat

tiap parameter dimulai dari nilai 1 hingga 5 yang menunjukkan besarnya

pengaruh terhadap proses terjadinya longsor lahan. Proses analisis data

Click t

o buy NOW!

PDF-XCHANGE

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XCHANGE

www.docu-track.com

19

tersebut dilakukan berdasarkan data lapangan dan laboratorium yang

dilakukan pada setiap satuan pemetaan, meliputi 9 parameter yaitu:

kemiringan lereng, tekstur tanah, kedalaman tanah, permeabilitas tanah,

tingkat pelapukan, penggunaan lahan, kerapatan vegetasi, kedalaman muka

airtanah, dan kerapatan torehan. Tingkat kerawanan longsortanah

diklasifikasikan berdasarkan total skor 9 parameter tersebut, dikelompokkan

total skor terkecil (sangat ringan) dan total skor terbesar (sangat berat).

Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui konstribusi morfometri

dan morfostruktur lereng terhadap berbagai tingkat kerawanan tanah longsor.

Dari setiap parameter tersebut dilakukan pengharkatan sebagai berikut:

1) Kemiringan lereng

Kemiringan lereng mempunyai pengaruh besar terhadap kejadian

longsor lahan. Semakin miring lereng suatu tempat maka daerah

tersebut semakin berpotensi terhadap terjadinya longsor lahan. Lereng

diukur kemiringannya dengan menggunakan Abney Level. Kemiringan

lereng umumnya dinyatakan dalam (%) yang merupakan tangen dan

derajat kemiringan tersebut. Selanjutnya mengenai pengharkatan

kemiringan lereng mengacu pada klasifikasi yang dibuat oleh M. Isa

Darmawijaya (1990) yang dapat dilihat pada tabel 1.3. dibawah ini.

Tabel 1.3. Klasifikasi Kemiringan Lereng

KriteriaKlas

Kemiringan lereng Besar lereng (%)Harkat

Sangat baik Datar 0 – 3 1

Baik Landai 4 – 8 2

Sedang Miring 9 – 15 3

Jelek Agak curam 16 – 30 4

Sangat jelek Curam > 30 5

(Sumber: M. Isa Darmawijaya, 1990)

Click t

o buy NOW!

PDF-XCHANGE

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XCHANGE

www.docu-track.com

20

2) Tekstur tanah

Tekstur tanah merupakan perbandingan relatif 3 golongan besar

partikel tanah dalam suatu massa, terutama perbandingan antara fraksi-

fraksi lempung (clay), debu (silt) dan pasir (sand). Semakin harus

tekstur semakin luas permukaan butir tanah, maka semakin banyak

kemampuan menyerap air, sehingga semakin besar peranannya

terhadap kejadian longsor lahan. Tekstur tanah diperoleh dengan

analisis sampel tanah di laboratorium. Untuk menentukan harkat

tekstur tanah di daerah penelitian dalam penelitian ini mengacu pada

klasifikasi yang dibuat oleh M. Isa Darmawijaya (1990) yang dapat

dilihat pada tabel 1.4 di bawah ini.

Tabel 1.4. Klasifikasi Tesktur Tanah

Kriteria Keterangan Harkat

Tanah bertekstur kasar, meliputi: tekstur pasiran dan

pasir geluhan

Tanah bertekstur agak kasar, meliputi: tekstur geluh

pasiran dan geluh pasiran sangat halus.

Tanah bertekstur sedang, meliputi: tekstur geluh

pasiran sangat halus, geluh, gelah debuan, dan abu.

Tanah bertekstur agak halus, meliputi tekstur geluh

lempungan, pasiran, dan geluh lempung debuan.

Tanah bertekstur halus, meliputi: tekstur lempung

berpasir, lempung debu dan lempung

Sangat baik

Baik

Sedang

Jelek

Sangat jelek

1

2

3

4

5

(Sumber: M. Isa Darmawijaya, 1990).

3) Kedalaman efektif tanah

Kedalaman tanah merupakan lapisan dari permukaan sampai

beberapa centimeter di bawah permukaan yang merupakan horison-

horison tanah. Kedalaman tanah diukur dengan menggunakan pita

ukur. Pengukuran dilakukan dari permukaan tanah pada tebing lereng

dan membuat profil tanah. Selanjutnya mengenai harkat kedalaman

efektif tanah dapat dilihat dalam tabel 1.5. dibawah ini.

Click t

o buy NOW!

PDF-XCHANGE

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XCHANGE

www.docu-track.com

21

Tabel 1.5. Klasifikasi Kedalaman Efektif Tanah

Kriteria Kedalaman tanah HarkatSangat dangkal < 50 cm 1

Dangkal 50 – 60 cm 2Sedang 60 – 90 cm 3Dalam 90 – 120 cm 4

Sangat dalam > 120 cm 5(Sumber: Modifikasi Supraptoharjo, 1962 dalam Taryono, 1997)

4) Permeabilitas tanah

Permeabilitas tanah adalah kemampuan tanah untuk meloloskan

air melalui pori-pori dalam keadaan jenuh. Air yang masuk dalam

tanah akan mengurangi gesekan dalam tanah sehingga akan

mempengaruhi tingkat kerentanan longsor lahan. Pengukuran

permeabilitas tanah dilakukan di laboratorium dengan menggunakan

hukum Darcy, sebagai berikut:

aI

IL

tQK ××=

Keterangan:

K = permeabilitas tanah (cm jam)

O = volume air yang mengalir setiap pengukuran (ml)

I = tebal sampel tanah (cm)

t = waktu pengukuran (jam)

h = tinggi muka air permukaan dalam sampel tanah (cm)

a = luas penampang sampel tanah (cm)

Pengharkatan permeabilitas tanah dalam penelitian ini mengacu

kepada klasifikasi yang dibuat oleh Suprapto Dibyosaputro (dalam

Taryono, 1997) yang dapat dilihat pada tabel 1.6. dibawah ini.

Tabel 1.6. Klasifikasi Permeabilitas Tanah

Kriteria Besarnya permeabilitas (cm/jam) HarkatCepat/sangat cepat 12,7 – 35,4 1

Agak cepat 6,35 – 12,7 2Sedang 2,0 – 6,35 3

Agak lambat 0,5 – 2,0 4Lambat/sangat lambat 0,125 – 0,5 5

(Sumber: Modifikasi Supraptoharjo, 1962 dalam Taryono, 1997)

Click t

o buy NOW!

PDF-XCHANGE

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XCHANGE

www.docu-track.com

22

5) Tingkat pelapukan batuan

Pelapukan adalah proses penghancuran bantuan menjadi bahan

rombakan (debris) dan tanah (Van Zuidam, 1979). Mudah tidaknya

batuan terganggu oleh kekuatan dari luar ditunjukkan oleh tingkat

pelapukannya. Bantuan yang cepat mengalami pelapukan adalah bantuan

yang terbuka karena dipengaruhi oleh iklim. Semakin lanjut pelapukan

batuan maka semakin rentan mengalami longsor lahan. untuk

pengharkatan, semakin lapuk batuannya maka harkatnya semakin besar.

Harkat pelapukan batuan dapat dilihat pada tabel 1.7. di bawah ini.

Tabel 1.7. Klasifikasi Pelapukan Batuan

Kriteria Pelapukan Batuan Harkat

Segar/tidak Tidak nampak tanda pelapukan, batuan

sesegar kristasi dan beberapa diskontinuitas

kadang ternoda.

1

Lapuk ringan Pelapukan hanya terjadi pada diskontinuitas

terbuka yang menimbulkan perubahan

warna, dapat mencapai 1 cm dari permukaan

diskontinuitas.

2

Lapuk sedang Sebagian besar batuan tanah warna belum

lapuk (kecuali batuan sedimen),

diskontinuitas ternoda keseluruh pelapukan.

3

Lapuk kuat Pelapukan meluas keseluruh massa lapuk,

batuan tidak mengkip, bahan batuan

berubah, mudah digali dengan palu geologi.

4

Lapuk sempurna Seluruh batuan berubah warna dan lapuk

kenampakan luas seperti tanah.

5

(Sumber: Bieniswski, 1973, dalam Khalifatul Hidayatsyah, 1991 dalam FerryDiana Kesumasari, 2002).

6) Penggunaan lahan

Penggunaan lahan mempunyai pengaruh besar terhadap kondisi

air tanah, hal ini akan mempengaruhi kondisi tanah dan batuan yang

pada akhrinya juga akan mempengaruhi keseimbangan lereng.

Click t

o buy NOW!

PDF-XCHANGE

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XCHANGE

www.docu-track.com

23

Pengaruhnya dapat bersifat memperbesar atau memperkecil kekuatan

geser tanah pembentuk lereng. Selanjutnya mengenai harkat

penggunaan lahan di daerah penelitian mendasarkan pada klasifikasi

penggunaan lahan (Misdiyanto,1992) dengan sedikit modifikasi sesuai

dengan kondisi daerah penelitian. Harkat penggunaan lahan ini dapat

dilihat pada tabel 1.8. dibawah ini.

Tabel 1.8. Klasifikasi Penggunaan Lahan

No Kriteria Harkat

1 Hutan 1

2 Tegalan / belukar 2

3 Perkebunan 3

4 Permukiman 4

5 Sawah 5

(Sumber: Misdiyanto, 1992)

7) Kerapatan Vegetasi

Kerapatan vegetasi merupakan kerapatan penutup lahan dari

terpaan dan hambatan laju limpasan aliran permukaan. Akar

tanaman dapat berfungsi mengikat agregat-agregat tanah agar tidak

mudah lepas. Kerapatan vegetasi dihitung luas vegetasi

dibandingkan dengan luas satuan lahan yang diketahui melalui

peta penggunaan lahan dan cek, lapangan. Pengharkatan kerapatan

vegetasi dapat dilihat pada tabel 1.9. dibawah ini.

Tabel 1.9. Klasifikasi Kerapatan Vegetasi

Kerapatan vegetasi (%) Keterangan Harkat> 75 Sangat lebat / rapat 1

50 – 75 Lebat / rapat 225 – 50 Sedang 310 – 25 Jarang 4

< 10 Lahan terbuka /jarang 5(Sumber: Van Zuidam, 1979)

Click t

o buy NOW!

PDF-XCHANGE

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XCHANGE

www.docu-track.com

24

8) Kedalaman muka air tanah

Penetapan muka airtanah didasarkan atas diketemukannya glei

dan karatan dalam penampang tanah yang disebabkan oleh naik

turunnya permukaan airtanah. Letak batas teratas glei di dalam tanah

menunjukkan muka airtanah paling rendah. Semakin dangkal muka

airtanah kerawanan terhadap longsor lahan semakin besar karena air

yang dikandung pori tanah semakin banyak. Kedalaman muka airtanah

diperoleh dengan pengukuran di lapangan. Mengenai harkat

kedalaman tanah dapat dilihat pada tabel 1.10. dibawah ini.

Tabel 1.10. Klasifikasi Kedalaman Muka Air Tanah

Kedalaman muka air tanah (cm) Keterangan Harkat> 400 Sangat dalam 1

300 – 400 Dalam 2200 – 300 Sedang 3100 – 200 Dangkal 4

< 100 Sangat dangkal 5(Sumber: Van Zuidam, 1979)

9) Torehan

Kerapatan torehan yang terjadi di suatu medan mengakibatkan

medan itu terpotong-potong. Kerapatan yang terbentuk menunjukkan

bahwa daerah tersebut memiliki bantuan yang mudah mengalai erosi

atau materialnya mudah lepas. Semakin rapat torehannya, maka semakin

rentan daerah tersebut untuk terkena longsor lahan. Untuk harkat tingkat

torehan dalam penelitian ini mengacu terhadap klasifikasi dari (Van

Zuidam, 1979) dapat dilihat pada tabel 1.11. di bawah ini.

Tabel 1.11. Klasifikasi Kerapatan Torehan

Kerapatan torehan (cm) Keterangan Harkat 5 Sangat ringan 1

4 – 5 Ringan 22– 3 Sedang 3

0,2 – 1 Kuat 40,2 Sangat kuat 5

(Sumber: Van Zuidam, 1979)

Click t

o buy NOW!

PDF-XCHANGE

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XCHANGE

www.docu-track.com

25

g. Klasifikasi

Klasifikasi data adalah tindakan menggolongkan atau

mengelompokkan atas kriteria tertentu terhadap data penelitian ini data yang

telah dianalisis dikelompokkan untuk tingkat kerawanan longsor lahan.

Perhitungan tingkat masing-masing kelas dalam tingkat kerawanan

longsor lahan ditunjukkan sebagai berikut:

a. Jumlah parameter pendukung longsor lahan : 9

b. Nilai terendah harkat adalah 1 dan nilai tertinggi adalah 5

Dengan demikian maka:

KXr-XtKi =

dengan catatan:

Ki = interval kelas longsor lahan

Xt = jurnal, nilai tertinggi dari harkat (45)

Xr = jumlah nilai terendah dari harkat (9)

K = jumlah kelas kerawanan longsor lahan

Jadi5

9-45Ki = = 7,2 dibulatkan = 7

Dengan kelas interval (7) inilah maka klasifikasi tingkat kerawanan longsor

lahan dapat dilihat pada tabel 1.12. dibawah ini.

Tabel 1.12. Klasifikasi Tingkat Kerawanan Longsor lahan

No Klas Interval Klas Tingkat Kerawanan Longsor lahan

1

2

3

4

5

I

II

III

IV

V

9 – 16

17 – 23

24 – 30

31 – 37

38 – 45

Sangat ringan

Ringan

Sedang

Berat

Sangat berat

Click t

o buy NOW!

PDF-XCHANGE

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XCHANGE

www.docu-track.com

26

Diagram AlirPeta TopografiSkala 1:50:000

Peta GeologiSkala 1:100.000

Peta Bentuk Lahan Tentatif

Cek Lapangan

Peta TanahSkala 1:50.000

Citra Landsat

Peta LerengSkala 1:50.000

Peta Bentuk LahanSkala 1:50.000

Peta Satuan LahanSkala 1:50.000

Penentuan Titik Sampel

Kerja Lapangan

Pengukuran di lapangan :- Kemiringan lereng- Kedalaman tanah- Tingkat pelapukan- Penggunaan lahan- Kerapatan vegetasi- Kedalapan muka air tanah- Kerapatan torehan

Data Sekunder :- Curah hujan- Suhu- Kronologi Kejadian

Data Primer:Laboratorium

- Tekstur Tanah- Permeabilitas tanah

Analisis

Faktor dominan penyebab tingkat kerawananlongsor lahan

Peta tingkat kerawanan longsor lahanSkala 1:50.000

Peta Penggunaan LahanSkala 1:50.000

= Proses

= data

= Hasil

Gambar : 1.5. Diagram Alir PenelitianPenulis (2006)

Click t

o buy NOW!

PDF-XCHANGE

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XCHANGE

www.docu-track.com

27

1.8 Batasan Operasional

Bentuklahan adalah kenampakan medan yang terbentuk oleh proses-proses

alam dan mempunyai komposisi serta serangkaian karakteristik fisik

dan visual dalam julat tertentu dimanapun bentuk lahan tersebut

dijumpai, (Way, 1973 dalam Van Zuidam, et al, 1979).

Geomorfologi adalah studi yang mendeskripsikan bentuk lahan, proses-proses

yang bekerja padanya dan menyelidiki kaitan antar bentuk lahan dan

proses-proses tersebut mengenai tanaman keruangannya, (Van Zuidam,

et al, 1983).

Longsor lahan adalah pergerakan cepat pada batuan yang terpisah dari bagian

dasar yang bergerak pada lereng pada daerah tertentu, (Zaruba dan

Mencl, 1983).

Proses Geomorfologi adalah semua perubahan fisikal dan Khemikal yang

menyebabkan perubahan bentuk permukaan bumi, (Thornbury, 1969).

Penggunaan lahan adalah bentuk-bentuk penggunaan kegiatan manusia

terhadap lahan, termasuk keadaan alamiah yang belum terpengaruh oleh

manusia, (Van Zuidam, et al, 1979).

Satuan lahan adalah satuan bentang lahan yang digambarkan serta dipetakan

atas dasar sifat fisik atau karakteristik lahan tertentu (FAO, 1976).

Kesan topografi adalah konfigurasi permukaan bumi yang dapat menyatakan

apakah dataran, perbukitan, atau pegunungan, (Suprapto Dibyo Saputra,

1995).

Klasifikasi adalah usaha menggolong-nggolongkan berdasarkan karakteristik

tertentu untuk tujuan tertentu (Isa Darmawijaya, 1992).

Ekspresi topografi adalah pernyataan/kenampakan tentang kemiringan lereng,

bentuk lereng, dan panjang lereng (Suprapto Dibyo Saputra, 1995).

Click t

o buy NOW!

PDF-XCHANGE

www.docu-track.com Clic

k to buy N

OW!PDF-XCHANGE

www.docu-track.com