bab i pendahuluanrepository.ub.ac.id/142661/2/bab_1.pdf · 2018. 11. 28. · weaving diolah menjadi...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam melaksanakan penelitian diperlukan hal-hal penting yang digunakan sebagai
dasar dalam pelaksanaannya. Bab ini akan menjelaskan mengenai latar belakang
mengapa permasalahan ini diangkat, identifikasi masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, pembatasan masalah, dan manfaat penelitian yang dilakukan.
1.1 Latar Belakang
Tekstil merupakan salah satu industri yang cukup signifikan dalam perolehan
devisa ekspor dan penyerapan tenaga kerja serta memiliki peranan yang cukup strategis
dalam proses industrialisasi. Untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan target
penjualan yang maksimal, perusahaan tekstil sudah seharusnya memiliki hasil produksi
dengan mutu dan kualitas yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Semakin
meningkatnya persaingan bisnis dan tingginya tuntutan kualitas dari pelanggan
membuat perusahaan harus dapat mengelola proses produksi menjadi lebih efektif dan
efisien (Pujawan, 2003).
PT Mermaid Textile Industry Indonesia (PT Mertex Indonesia) merupakan salah
satu produsen tekstil di Indonesia dengan produk yang dihasilkan adalah benang dan
kain. Pada proses produksinya PT Mertex Indonesia membagi prosesnya ke dalam tiga
departemen yaitu Departemen Spinning, Departemen Weaving dan Departemen
Finishing. Pada Departemen Finishing, material berupa kain mentah dari Departemen
Weaving diolah menjadi produk kain jadi siap pakai. Proses-proses yang terjadi dalam
Departemen Finishing antara lain: pembakaran bulu kain mentah (gas singeing
process), penghilangan material pengotor, penetralan, chloride bleaching, pengaturan
lebar kain, pewarnaan, penguatan warna dan proses lain hingga pelabelan kain jadi.
Dalam Departemen Finishing, terdapat pembagian kelas pada produk kain yaitu
kain jenis Ekspor Kelas A, Lokal Kelas AL, Lokal Kelas A, Lokal Kelas C dan Lokal
Uptan. Jenis kain yang memiliki kelas paling unggul adalah kain jenis Ekspor Kelas A.
Jenis kain tersebut mengalami proses inspeksi bahan baku yang ketat sehingga ketika
bahan baku yang berasal dari Departemen Weaving tidak sesuai dengan standar pada
saat inspeksi, maka bahan baku tersebut akan diturunkan menjadi bahan baku bagi
kategori jenis kain dengan kelas di bawahnya yaitu kain jenis Lokal Kelas AL dan
Lokal Kelas A. Sehingga pihak perusahaan menyarankan produk kain jenis Ekspor
2
Kelas A sebagai obyek penelitian karena produk kain jenis Ekspor Kelas A merupakan
produk dengan kualitas paling tinggi di Departemen Finishing. Oleh karena itu, maka
penelitian ini hanya akan dikhususkan pada kain jenis Ekspor Kelas A.
Dalam menjalankan produksinya saat ini, Departemen Finishing masih mengalami
kendala yaitu adanya pemborosan (waste). Pemborosan (waste) yang terdapat pada
Departemen Finishing antara lain adalah adanya produk yang cacat (defect). Defect
yang timbul pada kain antara lain adalah terdapat bintik hitam, terdapat lipatan dan
kotoran karat yang dapat dilihat pada Gambar 1.1a. Pemborosan lain juga terjadi dengan
adanya scrap dari kualitas kain yang buruk akibat adanya kesalahan penanganan atau
inappropriate processing yang dapat dilihat pada Gambar 1.1b. Oleh karena itu,
Departemen Finishing masih memerlukan perbaikan untuk mengurangi pemborosan
(waste) yang terjadi.
Defect dan scrap merupakan kategori waste yang dapat menyebabkan internal
failure cost (Gaspersz, 2006). Internal failure cost merupakan salah satu kategori cost of
poor quality (COPQ) (Feigenbaum (1991) (dalam Thomasson dan Wallin, 2013). Tabel
1.1 merupakan data jumlah produksi dan jumlah produk cacat kain jenis Ekspor Kelas
A serta biaya kehilangan yang ditanggung perusahaan akibat adanya salah satu waste
yaitu defect.
(a)
(b) Gambar 1.1 Waste pada Departemen Finishing (a) defect (b) scrap
Sumber : PT Mertex Indonesia
Tabel 1.1 Jumlah Produksi dan Defect Kain Ekspor Kelas A Bulan Juli 2013-Desember 2013
Bulan
(2013)
Product
Quantity
(yards)
Price of
products
(US $)
Defect
(yards)
Presentase Defect
(%)
Cost of Poor
Quality
(COPQ) (US $)
JUL 896.874 2.645.778 56.499 6,299 166.672
AGT 515.552 1.520.878 32.192 6,244 94.966
SEP 811.152 2.392.898 58.681 7,234 173.109
OKT 766.765 2.261.957 58.672 7,652 173.082
NOV 799.201 2.357.643 41.349 5,174 121.980
DES 677.220 1.997.799 46.958 6,933 138.526
∑ = 9.388.988 ∑ = 27.697.515 Avg = 6,113 Avg = 134.253
Sumber : PT Mertex Indonesia.
3
Feigenbaum (1991) (dalam Thomasson dan Wallin, 2013) membagi cost of poor
quality (COPQ) menjadi empat bagian yaitu prevention cost, appraisal cost, internal
dan external failure cost. Dalam penelitian ini aspek cost of poor quality yang
digunakan hanyalah sebatas pada internal failure cost yang disebabkan oleh adanya
pemborosan atau waste. Pada Tabel 1.1 COPQdefect didefinisikan sebagai harga produk
cacat yang tidak memiliki nilai dan terlepas dari penjualan produk pada kelas
dibawahnya atau dari adanya penanganan kembali pada produk yang tidak sesuai
standar (cacat). Definisi tersebut mengacu pada definisi cost of poor quality (COPQ)
oleh Sörqvist (2001) (dalam Thomasson dan Wallin, 2013) yaitu sebagai total kerugian
yang disebabkan oleh produk dan proses yang tidak sempurna dari sebuah perusahaan.
Dari Tabel 1.1 diketahui bahwa jumlah defect rata-rata perbulan adalah 6,113%
atau kemungkinan gagal per satu juta kesempatan adalah 61.130 kesempatan. Selain itu,
cost of poor quality akibat defect per bulan rata-rata adalah sebesar $134.253. Jika
permasalahan ini dibiarkan terus-menerus dan terjadi pada keseluruhan departemen
produksi di PT Mertex Indonesia, maka akan menimbulkan pemborosan biaya yang
cukup besar bagi perusahaan yang secara tidak langsung akan kehilangan keuntungan.
Untuk mengatasi hal tersebut, salah satu metode pengendalian kualitas yang dapat
digunakan dalam pengurangan waste adalah dengan melakukan pendekatan Lean Six
Sigma. Pendekatan Lean bertujuan untuk menghilangkan pemborosan, memperlancar
aliran material, produk dan informasi serta peningkatan terus-menerus. Sedangkan
pendekatan Six Sigma untuk mengurangi variasi proses, pengendalian proses dan
peningkatan terus- menerus. Integrasi antara Lean dan Six Sigma akan meningkatkan
kinerja melalui peningkatan kecepatan dan akurasi (Gazperz, 2006).
Selanjutnya integrasi pendekatan Lean dan Six Sigma akan dikombinasikan dengan
metode FMEA yang dapat digunakan untuk menganalisa potensi kesalahan/kegagalan
dalam sistem. Potensi-potensi yang teridentifikasi tersebut akan diklasifikasikan
menurut besarnya potensi kegagalan dan efeknya terhadap proses. Setelah didapatkan
akar permasalahan dan prioritas perbaikan dari FMEA selanjutnya dilakukan
improvement dengan memberikan beberapa alternatif solusi. Alternatif solusi yang
dipilih nantinya akan didasarkan pada cost of poor quality yang merupakan internal
failure dan bobot performansi yang didasarkan pada pendapat pihak produksi pada
Departemen Finishing. Alternatif solusi tersebut dipilih melalui pendekatan value based
management. Dengan adanya penelitian ini diharapkan terjadi peningkatan
4
produktivitas dengan pengurangan waste yang dapat berdampak pada pengurangan cost
of poor quality pada Departemen Finishing.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Teridentifikasi pemborosan (waste) seperti defect dan inappropriate processing
pada proses produksi kain jenis Ekspor Kelas A.
2. Terdapat biaya kehilangan yang termasuk dalam cost of poor quality yang harus
ditanggung oleh perusahaan karena adanya pemborosan (waste).
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan pada paparan pada latar belakang permasalahan dan identifikasi
masalah diatas maka dapat ditentukan perumusan masalah yaitu :
1. Waste apa saja yang terjadi selama proses produksi kain jenis Ekspor Kelas A pada
Departemen Finishing berdasarkan cost of poor quality?
2. Bagaimana proses produksi kain jenis Ekspor Kelas A dalam Departemen
Finishing saat ini bila dilihat dari nilai sigma?
3. Apa penyebab terjadinya waste yang memiliki pengaruh tinggi pada kain jenis
Ekspor Kelas A?
4. Bagaimana upaya pengurangan waste dan penurunan cost of poor quality yang
terjadi pada Departemen Finishing berdasarkan biaya dan bobot performansi?
1.4 Batasan Masalah
Pembatasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data yang digunakan adalah data produksi pada Departemen Finishing selama bulan
September 2013 – Desember 2013
2. Jenis waste yang diamati dalam penelitian ini adalah tujuh tipe waste yaitu over
production, defect, inventory, inappropriate processing, transportation, waiting,
motion yang mana selanjutnya akan dilakukan perhitungan cost of poor quality pada
tiap-tiap waste yang telah teridentifikasi
3. Cost of poor quality yang digunakan dalam penelitian hanyalah sebatas pada biaya
akibat internal failure dari masing-masing waste dalam Departemen Finishing.
5
1.5 Asumsi
Adapun asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Proses produksi di Departemen Finishing dianggap normal
2. Tidak terjadi perubahan jumlah pekerja, mesin dan peralatan produksi.
1.6 Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini, yaitu mengurangi pemborosan (waste) dan
menghilangkan kegiatan yang tidak memiliki nilai tambah (non-value added) pada
proses produksi di Departemen Finishing PT Mertex Indonesia dengan pendekatan
Lean Six Sigma. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi waste yang terjadi pada proses produksi kain jenis Ekspor Kelas A
di Departemen Finishing berdasarkan cost of poor quality
2. Menentukan level sigma untuk menggambarkan kinerja proses produksi di
Departemen Finishing
3. Menganalisis penyebab terjadinya waste pada proses produksi kain jenis Ekspor
Kelas A di Departemen Finishing
4. Memberikan usulan perbaikan dengan menggunakan pendekatan Lean Six Sigma dan
FMEA serta memilih alternatif solusi perbaikan berdasarkan biaya perbaikan dan
bobot performansi untuk menurunkan cost of poor quality.
1.7 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini, yaitu:
1. Memberi masukan dalam mengurangi pemborosan (waste) dengan berdasarkan pada
bobot kriteria performansi dan biaya perbaikan pada Departemen Finishing
khususnya pada proses produksi kain jenis Ekspor Kelas A melalui pendekatan Lean
Six Sigma
2. Mengaplikasikan teori yang diperoleh selama kuliah di lapangan kerja, serta
menambah keterampilan dan pengalaman dalam memecahkan masalah sebelum
terjun ke dunia kerja
3. Menjadi tambahan literatur yang dapat dijadikan referensi bagi semua pihak yang
ingin mengetahui aplikasi dari pengendalian mutu (quality control) dengan
pendekatan Lean Six Sigma.