bab i lidia

83
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah merupakan keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan dengan suatu sanksi. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal dan damai, tetapi dapat juga terjadi karena pelanggaran hukum maka hukum harus ditegakkan. 1 Pembangunan dan pembinaan hukum di Indonesia didasarkan atas Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang diarahkan agar dapat menciptakan kondisi yang lebih mantap, sehingga masyarakat dapat menikmati suasana tertib dan adanya kepastian hukum yang berintikan keadilan. Dalam rangka pembangunan di bidang hukum ini, GBHN mengamanatkan, antara lain: 1 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta : Liberty, 1986, hlm. 37. 1

Upload: nataonya

Post on 30-Jul-2015

82 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I lidia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum adalah merupakan keseluruhan peraturan tingkah laku yang

berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan dengan suatu

sanksi. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal dan damai, tetapi

dapat juga terjadi karena pelanggaran hukum maka hukum harus ditegakkan.1

Pembangunan dan pembinaan hukum di Indonesia didasarkan atas

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

yang diarahkan agar dapat menciptakan kondisi yang lebih mantap, sehingga

masyarakat dapat menikmati suasana tertib dan adanya kepastian hukum yang

berintikan keadilan.

Dalam rangka pembangunan di bidang hukum ini, GBHN

mengamanatkan, antara lain:

a. Pembangunan hukum sebagai upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran, dan ketertiban dalam negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, diarahkan untuk meningkatkan kesadaran hukum, menjamin penegakan, pelayanan, dan kepastian hukum, serta mewujudkan tata hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan nasional.

b. Dalam rangka pembangunan hukum perlu lebih ditingkatkan upaya pembaharuan hukum secara terarah dan terpadu, antara lain melalui kodifikasi dan unifikasi bidang-bidang hukum tertentu, serta penyusunan perundang-undangan baru yang sangat dibutuhkan untuk mendukung pembangunan dalam berbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan, serta tingkat kesadaran hukum dan dinamika yang berkembang dalam masyarakat.

1 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta : Liberty, 1986, hlm. 37.

1

Page 2: BAB I lidia

Peraturan pokok hukum pidana yang sampai sekarang masih berlaku di

Indonesia adalah Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang diberlakukan

berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 junto Undang-Undang

Nomor 73 Tahun 1958 tentang pemberlakuan KUHP untuk seluruh Indonesia.

Dalam penerapan hukum pidana hakim terikat pada asas legalitas yang

dicantumkan pada Pasal 1 Ayat (1) KUHP yang menyatakan: ”Tiada suatu

perbuatan dapat dipidana kecuali atas ketentuan aturan pidana dalam

perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan.”2

Menurut E. Utrecht, Pasal 1 Ayat (1) KUHP mengandung pengertian

bahwa : hanya perbuatan yang disebut tegas oleh peraturan perundangan

sebagai kejahatan atau pelanggaran, dapat dikenai hukuman (pidana). Apabila

terlebih dahulu tidak diadakan peraturan perundangan yang memuat hukuman

yang dapat dijatuhkan atas penjahat atau pelanggar, maka perbuatan yang

bersangkutan bukan perbuatan yang dapat dikenai hukuman.

Hukum Pidana dengan sanksi yang keras dikatakan mempunyai fungsi

yang subsider artinya apabila fungsi hukum lainnya kurang maka baru

dipergunakan Hukum Pidana, sering juga dikatakan bahwa Hukum Pidana itu

merupakan ultimum remedium atau obat terakhir. Persoalan Hukum Pidana

dalam konteks ultimum remedium perlu dikaji lebih lanjut, yaitu mengenai

penerapannya dalam penjatuhan sanksi pidana oleh hakim serta

perkembangannya saat ini. 

2 Moeljatno, KUHP : Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Jakarta : Bumi Aksara, 2003, hlm. 3

2

Page 3: BAB I lidia

Van Bemmelen berpendapat bahwa yang membedakan antara Hukum

Pidana dengan bidang hukum lain ialah sanksi Hukum Pidana merupakan

pemberian ancaman penderitaan dengan sengaja dan sering juga pengenaan

penderitaan, hal mana dilakukan juga sekalipun tidak ada korban kejahatan.

Perbedaan demikian menjadi alasan untuk menganggap Hukum Pidana itu

sebagai ultimum remedium, yaitu usaha terakhir guna memperbaiki tingkah

laku manusia, terutama penjahat, serta memberikan tekanan psikologis agar

orang lain tidak melakukan kejahatan. Oleh karena sanksinya bersifat

penderitaan istimewa, maka penerapan hukum pidana sedapat mungkin

dibatasi dengan kata lain penggunaannya dilakukan jika sanksi-sanksi hukum

lain tidak memadai lagi.

Hukum Pidana dalam konteks ultimum remedium ini dapat diartikan

bahwa keberadaan pengaturan sanksi pidana diletakkan atau diposisikan

sebagai sanksi terakhir. Artinya, dalam suatu undang-undang yang pertama

kali diatur adalah sanksi administratif atau sanksi perdata, kemudian baru

diatur tentang sanksi pidana. Jadi  apabila sanksi administrasi dan sanksi

perdata belum mencukupi untuk mencapai tujuan memulihkan kembali

keseimbangan di dalam masyarakat, maka baru diadakan juga sanksi pidana

sebagai senjata terakhir atau ultimum remedium.

Penerapan ultimum remedium ini dapat mengakomodasi kepentingan

pelaku tindak pidana, mengingat sanksi pidana itu keras dan tajam jadi selalu

diusahakan menjadi pilihan terakhir setelah sanksi lain dirasakan kurang.

Namun memang dalam perkembangannya penerapan ultimum remedium ini

3

Page 4: BAB I lidia

mengalami kendala – kendala karena apabila suatu perbuatan sudah dianggap

benar – benar merugikan kepentingan negara maupun rakyat baik menurut

Undang-Undang yang berlaku maupun menurut perasaan sosiologis

masyarakat, maka justru sanksi pidanalah yang menjadi pilihan utama

(premium remedium).

Untuk dapat menegakan hukum pidana materil, diperlukan hukum acara

pidana yang disebut dengan hukum pidana formil. Hukum formil merupakan

ketentuan yang mengatur bagaimana cara agar hukum materil itu terwujud,

atau dapat diterapkan atau dilaksanakan terhadap subyek yang memenuhi

perbuatannya. Tanpa hukum formil maka tidaklah adagunanya hukum materil.

Hukum formil berisi ketentuan bagaimana alat-alat Negara penegak hukum

mencari kebenaran untuk selanjutnya melalui persidangan dipengadilan

memperoleh putusan hakim dan bagaimana mewujudkan keputusan hakim

tersebut.3

Proses penyelesaian suatu perkara pidana dilakukan dalam sebuah sistem

yang disebut dengan sistem peradilan pidana4yang terdiri dari empat

3 Sumitro, Inti Hukum Acara Pidana, Sebelas Maret Press, Surakarta, 1994, hlm. 30.4 Sistem peradilan pidana untuk pertama kali diperkenalkan oleh pakar hukum pidana dan

ahli dalam Criminal Justice System di Amerika Serikat sejalan dengan ketidakpuasan terhadap mekanisme kerja aparatur penegak hukum dan institusi penegak hukum. Ketidakpuasan ini terbukti dari meningkatnya kriminalitas di Amerika Serikat pada tahun 1960-an. Pada masa itu pendekatan yang dipergunakan dalam penegakan hukum adalah ”hukum dan ketertiban” (law and order approach) dan penegakan hukum dalam konteks pendekatan tersebut dikenal dengan istilah ”law enforcement”. Menurut Indriyanto Seno Adji, sistem peradilan pidana di Indonesia merupakan terjemahan sekaligus penjelmaan dari Criminal Justice System, yang merupakan suatu sistem yang dikembangkan di Amerika Serikat yang dipelopori oleh praktisi hukum (law enforcement officers). Dengan kata lain sistem peradilan pidana merupakan istilah yang digunakan sebagai padanan dari Criminal Justice System. (Sumber: http://id.shvoong.com/law-and-politics/criminal-law/2027069-pengertian-sistem-peradilan-pidana/#ixzz1dgjtllRG, diakses pada tanggal 14 November 2011, pada pukul 21.03)

4

Page 5: BAB I lidia

subsistem: kepolisian, kejaksaaan, pengadilan dan pemasyarakatan. Masing-

masing subsistem mempunyai tugas dan wewenang masing-masing namun

memiliki tujuan akhir yang sama yaitu penanggulangan tindak pidana. Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai pedoman utama

dalam penyelasaian perkara pidana telah mendesain proses penyelesaian

perkara pidana dengan sedimikian rupa. Menurut KUHAP penyelesaian

perkara pidana bermula dari penyelidikan dan penyidikan oleh Kepolisian,

penuntutan oleh Jaksa Penunutut Umum, persidangan di Pengadilan, sampai

upaya hukum bila para pihak tidak menerima putusan yang dijatuhi hakim.

KUHAP bahkan juga mengatur bahwa putusan hakim harus dilaksanakan oleh

jaksa selaku eksekutor dan bahwa pelaksanaan putusan tersebut harus diawali

oleh hakim pengawas dan pengamat.

Hakim dalam membuat putusan harus memperhatikan segala aspek di

dalamnya, mulai dari perlunya kehati-hatian, dihindari sekecil mungkin

ketidakcermatan, baik yang bersifat formal maupun materiil sampai dengan

adanya kecakapan teknik membuatnya.5 Oleh karena itu hakim tidak berarti

dapat berbuat sesuka hatinya, melainkan hakim juga harus mempertanggung

jawabkan putusannya. Dalam memberikan putusan terhadap suatu perkara

pidana, seharusnya putusan hakim tersebut berisi alasan-alasan dan

pertimbangan-pertimbangan yang bisa memberikan rasa keadilan bagi

terdakwa. Dimana dalam pertimbangan – pertimbangan itu dapat dibaca

5 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum Progresif, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm. 94.

5

Page 6: BAB I lidia

motivasi yang jelas dari tujuan putusan diambil, yaitu untuk menegakkan

hukum (kepastian hukum) dan memberikan keadilan.6

Dalam memberikan pertimbangan untuk memutuskan suatu perkara

pidana diharapkan hakim tidak menilai dari satu pihak saja sehingga dengan

demikian ada hal-hal yang patut dalam penjatuhan putusan hakim apakah

pertimbangan tersebut memberatkan ataupun meringankan pidana, yang

melandasi pemikiran hakim, sehingga hakim sampai pada putusannya.

Pertimbangan hakim sebenarnya tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan

bagian amar putusan hakim dan justru bagian pertimbangan itulah yang

menjadi roh dari seluruh materi isi putusan, bahkan putusan yang tidak

memuat pertimbangan yang cukup dapat menjadi alasan untuk diajukannya

suatu upaya hukum baik itu banding maupun kasasi, yang dapat menimbulkan

potensi putusan tersebut akan dapat dibatalkan oleh pengadilan yang lebih

tinggi.

Dalam penjatuhan pidana oleh hakim terhadap pelaku tindak pidana,

pada dasarnya haruslah mempertimbangkan segala aspek tujuan, yaitu sebagai

berikut7:

1. Sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari ancaman suatu kejahatan yang dilakukan oleh pelakunya;

2. Sebagai upaya represif agar penjatuhan pidana membuat pelakunya jera dan tidak akan melakukan tindak pidana dikemudian hari;

3. Sebagai upaya preventif agar masyarakat luas tidak melakukan tindak pidana sebagaimana yang dilakukan oleh pelakunya;

4. Mempersiapkan mental masyarakat dalam menyikapi suatu kejahatan dan pelaku kejahatan tersebut, sehingga pada saatnya nanti pelaku tindak pidana dapat diterima dalam pergaulan masyarakat.

6 Nanda Agung Dewantara, Masalah Kebebasan Hakim Dalam Menangani Suatu Masalah Perkara Pidana, Jakarta: Aksara Persada Indonesia, 1987, hlm. 50.

7 Ahmad Rifai, Op Cit, hlm 111.

6

Page 7: BAB I lidia

Dalam proses penjatuhan putusan tersebut, seorang hakim harus

meyakini apakah seorang terdakwa melakukan tindak pidana ataukah tidak,

dengan tetap berpedoman pada pembuktian untuk menentukan kesalahan dari

perbuatan yang dilakukan oleh pelaku pidana. Setelah menerima dan

memeriksa suatu perkara, selanjutnya hakim akan menjatuhkan keputusan,

yang dinamakan dengan putusan hakim, pernyataan hakim yang merupakan

sebagai pernyataan pejabat negara yang diberi wewenang untuk putusan itu.

Jadi putusan hakim bukanlah semata-mata didasarkan pada ketentuan yuridis

saja, melainkan juga didasarkan pada hati nurani.8

Untuk melihat bagaimana bentuk pertimbangan hakim dalam

memutuskan suatu perkara maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

terhadap bagiamana pertimbangan hakim terhadap putusan perkara

Nomor:192/PID.B/2011.PN.PDG di Pengadilan Negeri Padang.

Dari uraian diatas, menarik bagi penulis untuk membahasnya lebih jauh

dalam bentuk skripsi dengan judul “Tinjauan Yuridis Pertimbangan

Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Tindak Pidana Penipuan

Dan Penggelapan Yang Dilakukan Oleh Warga Negara Asing di

Pengadilan Negeri Kls I A Padang ”.

B. Perumusan Masalah

8 Bambang Sutiyoso,. Reformasi Keadilan dan Penegakan Hukum Di Indonesia, Yogyakarta: UII Press, 2010, hlm 95

7

Page 8: BAB I lidia

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, yang menjadi

pokok permasalahan dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:

1. Apa saja dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap

tindak pidana penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh warga

negara asing?

2. Kendala – kendala apa yang dihadapi hakim dalam menjatuhkan putusan

terhadap tindak pidana penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh

warga negara asing?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis dasar pertimbangan hakim dalam

menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana penipuan dan

penggelapan yang dilakukan oleh warga negara asing.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis kendala – kendala yang dihadapi

hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana penipuan

dan penggelapan yang dilakukan oleh warga negara asing.

D. Manfaat Penelitian

8

Page 9: BAB I lidia

Manfaat penelitian yang akan penulis lakukan adalah :

1. Manfaat secara teoritis

a. Untuk menambah ilmu pengetahuan, memperluas cakrawala

berpikir penulis serta melatih kemampuan dalam melakukan

penelitian secara ilmiah dan merumuskan hasil penelitian dalam

bentuk tulisan.

b. Untuk memperkaya kasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam

bidang hukum itu sendiri maupun penegakan hukum pada

umumnya, serta dapat menerapkan ilmu yang selama ini telah

didapat dalam perkuliahan dan dapat berlatih dalam melakukan

penelitian yang baik.

c. Penelitian ini secara khusus bermanfaat bagi penulis yaitu dalam

rangka menganalisa dan menjawab keingintahuan penulis

terhadap perumusan masalah dalam penelitian. Selain itu,

penelitian ini juga bermanfaat dalam memberikan kontribusi

pemikiran dalam menunjang perkembangan ilmu hukum

khususnya hukum pidana.

2. Manfaat secara praktis

Memberikan kontribusi serta manfaat bagi individu, masyarakat

maupun pihak-pihak yang berkepentingan dalam menambah

pengetahuan yang berhubungan dengan pertimbangan dalam putusan

hakim.

E. Metode Penelitian

9

Page 10: BAB I lidia

Metode yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan data

dan informasi yang diperlukan mencakup:

1. Sifat Penelitian

Penelitian ini adalah suatu penelitian yang bersifat deskripif yaitu suatu

penelitian yang menggambarkan tentang pertimbangan hakim dalam

menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana penipuan dan penggelapan

yang dilakukan oleh warga negara asing.

2. Metode Pendekatan

Pendekatan masalah yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis

normatif sebagai pendekatan utama dan di dukung dengan pendekatan

yuridis empiris yaitu pendekatan masalah melalui penelitian hukum

dengan melihat norma hukum yang berlaku dan menghubungkan dengan

fakta yang ada dalam masyarakat sehubungan dengan permasalahan

yang ditemui dalam penelitian.9

3. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder

a. Data Primer

Data Primer adalah data yang belum diolah dan diperoleh langsung

dari kegiatan penelitian yang dilakukan. Data primer yang

dikumpulkan adalah data yang berkenaan dengan dasar

pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak

pidana penipuan dan penggelapan serta apa saja faktor-faktor yang

9 Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm.133.

10

Page 11: BAB I lidia

mempengaruhi putusan hakim terhadap tindak pidana penipuan dan

penggelapan yang dilakukan oleh warga negara asing.

b. Data Sekunder

Data yang sudah diolah dan diperoleh dari penelitian kepustakaan

yang berupa buku – buku, jurnal – jurnal hukum, dan peraturan

perundang- undangan.

Data sekunder terdiri atas :

1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan – bahan yang isinya

mengikat, mempunyai kekuatan hukum serta dikeluarkan atau

dirumuskan oleh legislator, pemerintah dan lainnya yang

berwenang untuk itu. Bahan hukum primer ini terdiri dari :

a) Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan

Hukum Pidana

b) Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang – Undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP )

c) Undang – Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman

d) Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Peradilan

Umum

2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan – bahan yang menjelaskan

bahan hukum primer, bahan hukum yang meliputi buku – buku,

literatur – literatur, yang menunjang bahan hukum primer.

11

Page 12: BAB I lidia

3) Bahan Hukum Tersier, terdiri dari kamus hukum dan

ensiklopedi.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan 2 ( dua ) cara yaitu :

1) Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian kepustakaan (Library research) artinya data yang

diperoleh dalam penelitian ini didapat dengan cara membaca karya –

karya ilmiah yang terkait dengan persoalan yang akan dikaji.

Kemudian mencatat bagian yang memuat kajian tentang penelitian.10

2) Penelitian Lapangan (Field Research)

Pada penelitian ini peneliti memperoleh data dengan cara melihat

kenyataan tentang dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan

putusan terhadap tindak pidana penipuan dan penggelapan serta apa

saja kendala – kendala yang dihadapi hakim dalam menjatuhkan

putusan terhadap tindak pidana penipuan dan penggelapan yang

dilakukan oleh warga negara asing. Penelitian lapangan ini

dilakukan dengan teknik wawancara dengan pihak yang terkait

dengan judul penelitian yaitu hakim di Pengadilan Negeri Klas I A

Padang.

10 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2007, hlm. 3.

12

Page 13: BAB I lidia

5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

a. Pengolahan Data

Pengolahan data adalah kegiatan merapikan hasil pengumpulan data

di lapangan sehingga siap untuk dianalisis.11 Data yang dibutuhkan

terkait objek yang diteliti dikumpulkan dan diklasifikasikan.12

Setelah dikumpulkan seluruh data dengan lengkap dari lapangan,

kemudian dianalisis terhadap dokumen – dokumen, catatan – catatan,

berkas – berkas, informasi dikumpulkan yang diharapkan akan dapat

meningkatkan mutu kehandalan data yang hendak dianalisis.13

b. Analisis Data

Sebagai tindak lanjut proses pengolahan data, untuk dapat

memecahkan dan menguraikan masalah yang akan diteliti

berdasarkan bahan hukum yang diperoleh, maka diperlukan adanya

teknik analisa bahan hukum. Setelah didapatkan data – data yang

diperlukan, maka penulis melakukan analisis secara kualitatif yakni

dengan menganalisis data yang ada untuk menjawab permasalahan

berdasarkan teori – teori peraturan perundang – undangan dan logika

sehingga dapat ditarik kesimpulan.

F. Sistematika Penulisan

11 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, 1999, hlm. 72.12 Bambang Sunggono, Op Cit. hlm.126.13 Amirudin dan Zainal Asikin, Op Cit. hlm. 168-169.

13

Page 14: BAB I lidia

Bab I Pendahuluan, berisikan antara lain Latar Belakang Masalah,

Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode

Penelitian, Sistematika Penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka, yang terdiri dari Tinjauan Umum Tentang

Tindak Pidana dan Pemidanaan, yang meliputi Pengertian Tindak Pidana,

Unsur – Unsur Tindak Pidana, Pengertian Pidana dan Pemidanaan, Jenis –

Jenis Pidana, serta Teori – Teori Pemidanaan. Tinjauan Tentang Tindak

Pidana Penipuan dan Penggelapan, yang meliputi Unsur – Unsur Tindak

Pidana Penipuan dan Unsur – Unsur Tindak Pidana Penggelapan. Serta

Tinjauan Tentang Putusan Hakim yang terdiri dari Pengertian Putusan Hakim,

Macam – Macam Putusan Hakim dan Hal – Hal yang dipertimbangkan oleh

Hakim dalam Mengambil Suatu Putusan Pada Perkara Pidana

Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan, yang meliputi Dasar

Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Tindak Pidana

Penipuan dan Penggelapan yang dilakukan oleh Warga Negara Asing, serta

Kendala – Kendala yang dihadapi Hakim dalam Menjatuhkan Putusan

terhadap Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan yang dilakukan oleh

Warga Negara Asing.

Bab IV Penutup, yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran.

BAB II

14

Page 15: BAB I lidia

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana dan

Pemidanaan

1. Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam

hukum pidana Belanda yaitu “strafbaar feit”. Walaupun istilah ini

terdapat dalam WvS Belanda dengan demikian juga WvS Hindia Belanda

( KUHP ), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud

dengan strafbaar feit itu. Karena itu para ahli hukum berusaha untuk

memberikan arti dan isi dari istilah itu. Sayangnya sampai kini belum ada

keseragaman pendapat14.

Pengertian tindak pidana menurut para ahli :

1. Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana, yang

didefenisikan beliau sebagai “ perbuatan yang dilarang oleh suatu

aturan hukum larangan mana disertai ancaman ( sanksi ) yang

berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan

tersebut “. Adapun istilah perbuatan pidana lebih tepat, alasannya

adalah :

a) Bahwa yang dilarang itu adalah perbuatannya ( perbuatan

manusia, yaitu suatu kejadian atau keadaan yang ditimbulkan

oleh kelakuan orang ), artinya larangan itu ditujukan pada

14 Drs. Adami Chazawi, S.H., Pelajaran Hukum Pidana, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 67.

15

Page 16: BAB I lidia

perbuatannya. Sedangkan ancaman pidananya itu ditujukan

pada orangnya.

b) Antara larangan ( yang ditujukan pada perbuatan ) dengan

ancaman pidana ( yang ditujukan pada orangnya ) ada

hubungan yang erat, dan oleh karena itu perbuatan ( yang

berupa keadaan atau kejadian yang ditimbulkan orang tadi,

melanggar larangan ) dengan orang yang menimbulkan

perbuatan tadi ada hubungan erat pula.

c) Untuk menyatakan adanya hubungan yang erat itulah maka

lebih tepat digunakan istilah perbuatan pidana, suatu pengertian

abstrak yang menunjuk pada dua keadaan kongkrit yaitu :

pertama adanya kejadian tertentu ( perbuatan ) dan kedua

adanya orang yang berbuat atau yang menimbulkan kejadian

itu15.

2. E. Mezger mengemukakan “Die straftat ist der inbegriff der

voraussetzungender strafe” (tindak pidana adalah keseluruhan

syarat untuk adanya pidana).

3. J. Baumann mengemukakan Verbrechen im weiteren, allgemeinen

sinne adalah “die tatbestandmaszige rechwidrige und schuld-hafte

handlung” (perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat

melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan).

15 Ibid, hlm. 71.

16

Page 17: BAB I lidia

4. Karni mengemukakan delik itu perbuatan yang mengandung

perlawanan hak, yang dilakukan dengan salah dosa, oleh orang

yang sempurna akal budinya dan kepada siapa perbuatan patut

dipertanggungjawabkan.

5. Wirjono Prodjodikoro mengemukakan definisi pendek tentang

tindak pidana, yakni tindak pidana berarti suatu perbuatan yang

pelakunya dapat dikenakan pidana.

6. Sedangkan menurut Simorangkir, tindak pidana sama dengan

delik, ialah perbuatan yang melanggar peraturan - peraturan

pidana, diancam dengan hukuman oleh undang - undang dan

dilakukan oleh seseorang dengan bersalah, orang mana harus

dipertanggungjawabkan.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa tindak

pidana dapat dipahami sebagai suatu perbuatan yang dilakukan oleh

seseorang yang dapat menimbulkan akibat dilakukannya tindakan

hukuman atau pemberian sanksi terhadap perbuatan tersebut16.

2. Unsur – Unsur Tindak Pidana

Membicarakan mengenai unsur – unsur tindak pidana, dapat dibedakan

setidak –tidaknya dari dua sudut pandang, yakni dari sudut teoritis dan dari

sudut undang – undang. Maksud teoritis ialah berdasarkan pendapat para

ahli hukum, yang tercermin pada bunyi rumusannya. Sedangkan sudut

undang – undang adalah bagaimana kenyataan tindak pidana itu

16http://zona-prasko.blogspot.com/2011/05/pengertian-tindak-pidana-menurut- para.html, diakses pada tanggal 03 Desember 2011, pada pukul 21.14.

17

Page 18: BAB I lidia

dirumuskan menjadi tindak pidana tertentu dalam pasal – pasal peraturan

perundang – undangan yang ada17.

a. Unsur Tindak Pidana Menurut Beberapa Teoritis

1. Menurut Moeljatno, unsur – unsur tindak pidana adalah :

- Perbuatan

- Yang dilarang ( oleh aturan hukum )

- Ancaman pidana ( bagi yang melanggar larangan )

Perbutaan manusia saja yang boleh dilarang, yang melarang adalah

aturan hukum. Berdasarkan kata mejemuk perbuatan pidana, maka

pokok pengertian ada pada perbuatan itu, tapi tidak dipisahkan

dengan orangnya. Ancaman (diancam) dengan pidana

menggambarkan bahwa tidak mesti perbuatan itu dalam kenyataan

benar-benar dipidana. Pengertian diancam pidana adalah

pengertian umum, yang artinya pada umumnya dijatuhi pidana18.

2. D. Simons mengemukakan, unsur – unsur tindak pidana adalah :

- Perbutaan manusia

- Diancam dengan pidana ( stratbaar gesteld )

- Melawan hukum ( onrechtmatig )

- Dilakukan dengan kesalahan ( met schuld in verband stand )

- Oleh orang yang mampu bertanggungjawab (

toerekeningsvatbaar persoon )

17 Drs. Adami Chazawi, S.H., Pelajaran Hukum Pidana, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 78.

18 Ibid, hlm. 79.

18

Page 19: BAB I lidia

3. Van Hamel mendefinisikan unsur – unsur tindak pidana :

- Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang

- Melawan hukum

- Dilakukan dengan kesalahan

- Patut dipidana

4. Menurut E. Mezger unsur – unsur tindak pidana adalah :

- Perbuatan dalam arti yang luas dari manusia

- Sifat melawan hukum

- Dapat dipertanggungjawabkan kepada seseorang

- Diancam dengan pidana19

b. Unsur Rumusan Tindak Pidana dalam Undang – Undang

Buku II KUHP memuat rumusan-rumusan perihal tindak pidana

tertentu yang masuk dalam kelompok kejahatan, dan Buku III adalah

pelanggaran. Dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam

KUHP itu, maka dapat diketahui adanya 8 unsur tindak pidana, yaitu :

1. Unsur tingkah laku

Tindak pidana adalah mengenai larangan berbuat, oleh karena

itu, perbuatan atau tingkah laku harus disebutkan dalam rumusan.

Tingkah laku adalah unsur mutlak tindak pidana. Tingkah laku

dalam tindak pidana terdiri dari tingkah laku aktif atau positif (

handelen ), juga dapat disebut perbuatan materiil ( materiel feit )

dan tingkah laku pasif atau negatif ( nalaten ).

19 http://zona-prasko.blogspot.com/2011/05/pengertian-tindak-pidana-menurut-para.html, diakses pada tanggal 03 Desember 2011, pada pukul 22.06.

19

Page 20: BAB I lidia

Tingkah laku aktif adalah suatu bentuk tingkah laku yang untuk

mewujudkannya atau melakukannya diperlukan wujud gerakan

atau gerakan-gerakan dari tubuh atau bagian dari tubuh. Sedangkan

tingkah laku pasif adalah berupa tingkah laku membiarkan (

nalaten ), suatu bentuk tingkah laku yang tidak melakukan

aktivitas tertentu tubuh atau bagian tubuh, yang seharusnya

seseorang itu dalam keadaan-keadaan tertentu harus melakukan

perbuatan aktif, dan dengan tidak berbuat demikian seseorang itu

disalahkan karena tidak melaksanakan kewajiban hukumnya.

2. Unsur melawan hukum

Melawan hukum adalah suatu sifat tercelanya atau terlarangnya

dari suatu perbuatan, yang sifat tercela mana dapat bersumber pada

undang-undang ( melawan hukum formil ) dan dapat bersumber

pada masyarakat ( melawan hukum materil ). Karena bersumber

pada masyarakat, yang sering juga disebut dengan bertentangan

dengan asas-asas hukum masyarakat, maka sifat tercela tersebut

tidak tertulis.

3. Unsur kesalahan

Kesalahan ( schuld ) adalah unsur mengenai keadaan atau

gambaran batin orang sebelum atau pada saat memulai perbuatan,

karena itu unsur ini selalu melekat pada diri pelaku dan bersifat

subyektif. Dalam hal ini berbeda dengan unsur melawan hukum

yang dapat bersifat obyektif dan dapat bersifat subyektif,

20

Page 21: BAB I lidia

bergantung pada redaksi rumusan dan sudut pandang terhadap

rumusan tindak pidana tersebut.

4. Unsur akibat konstitutif

Unsur akibat konstitutif ini terdapat pada :

a) Tindak pidana materil atau tindak pidana dimana akibat

menjadi syarat selesainya tindak pidana

b) Tindak pidana yang mengandung unsur akibat sebagai

syarat pemberat pidana

c) Tindak pidana dimana akibat merupakan syarat

dipidananya pembuat perbedaan lain ialah, unsur akibat

konstitutif pada tindak pidana materil adalah berupa unsur

pokok tindak pidana, artinya jika unsur ini tidak timbul,

maka tindak pidananya tidak terjadi, yang terjadi hanyalah

percobaannya.

5. Unsur keadaan yang menyertai

Unsur keadaan yang menyertai adalah unsur tindak pidana

yang berupa semua keadaan yang ada dan berlaku dalam mana

perbuatan dilakukan.

Unsur keadaan yang menyertai ini dalam kenyataan rumusan

tindak pidana dapat :

a) Mengenai cara melakukan perbuatan

b) Mengenai cara untuk dapatnya dilakukan perbuatan

21

Page 22: BAB I lidia

c) Mengenai obyek tindak pidana

d) Mengenai subyek tindak pidana

e) Mengenai tempat dilakukannya tindak pidana

f) Mengenai waktu dilakukannya tindak pidana

6. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana

Unsur ini hanya terdapat pada tindak pidana aduan. Tindak

pidana aduan adalah tindak pidana yang hanya dapat dituntut

pidana jika adanya pengaduan dari yang berhak mengadu.

Pengaduan substansinya adalah sama dengan laporan, ialah berupa

keterangan atau informasi mengenai telah terjadinya tindak pidana

yang disampaikan kepada pejabat penyelidik atau penyidik yakni

kepolisian, atau dalam hal tindak pidana khusus ke kantor

Kejaksaan Negeri setempat.

7. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana

Unsur ini adalah berupa alasan untuk diperberatnya pidana, dan

bukan unsur syarat selesainya tindak pidana sebagaimana pada

tindak pidana materil. Untuk syarat tambahan untuk memperberat

pidana bukan merupakan unsur pokok tindak pidana yang

bersangkutan, artinya tindak pidana tersebut dapat terjadi tanpa

adanya unsur ini.

8. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana

22

Page 23: BAB I lidia

Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana adalah berupa

unsur keadaan-keadaan tertentu yang timbul setelah perbuatan

dilakukan, yang menentukan untuk dapat dipidananya perbuatan.

Artinya bila setelah perbuatan dilakukan keadaan ini tidak timbul,

maka terhadap perbuatan itu tidak bersifat melawan hukum dan

karenanya si pembuat tidak dapat dipidana20.

3. Pengertian Pidana dan Pemidanaan

Kebanyakan kalangan menerjemahkan Pidana sebagai hukuman,

padahal hukuman bukan hanya ada dalam Hukum Pidana, tetapi hampir

setiap bidang hukum juga mengenakan hukuman kepada pelanggar

normanya. Lebih janggal kalau pidana diartikan sebagai hukuman, maka

Hukum Pidana diterjemahkan sebagai Hukum Hukuman. Pidana dalam

Hukum Pidana tidak memiliki arti yang konvensional seperti yang

dikemukakan diatas, akan tetapi memiliki pengertian khusus yang tidak

sama dengan hukuman pada lapangan / bidang hukum lain diluar Hukum

Pidana.

Selain Pidana, dikenal pula Pemidanaan, atau yang dimaksud sebagai

pengenaan / pemberian / penjatuhan pidana. Pemidanaan lebih berkonotasi

pada proses penjatuhan pidana dan proses menjalankan pidana, sehingga

ada dalam ruang lingkup Hukum Panitensier.

Kedua persoalan itu ( pidana dan pemidanaan ) sangatlah penting dikaji,

selain memiliki makna sentral sebagai bagian integral dari substansi

20 Drs. Adami Chazawi, S.H., Pelajaran Hukum Pidana, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 111.

23

Page 24: BAB I lidia

Hukum Pidana, sekaligus memberi gambaran luas tentang karakteristik

Hukum Pidana21.

4. Jenis – Jenis Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) telah menetapkan

jenis-jenis pidana yang termaktub dalam Pasal 10. Diatur dua pidana yaitu

pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok terdiri atas empat jenis

pidana, dan pidana tambahan terdiri atas tiga jenis pidana.

Jenis-jenis pidana menurut Pasal 10 KUHP ialah sebagai berikut :

a. Pidana Pokok meliputi

1. Pidana Mati

Menarik untuk dipahami adalah jenis pidana mati, yang

dalam Rancangan KUHP baru disebut bersifat khusus.

Penerapan pidana mati dalam praktek sering menimbulkan

perdebatan diantara yang setuju dan yang tidak setuju.

Bagaimanapun pendapat yang tidak setuju adanya pidana mati,

namun kenyataan yuridis formal pidana mati memang

dibenarkan. Ada beberapa pasal di dalam KUHP yang berisi

ancaman pidana mati, seperti makar pembunuhan terhadap

Presiden ( Pasal 104 ), pembunuhan berencana ( Pasal 340 ),

dan sebagainya. Bahkan beberapa pasal KUHP mengatur

tindak pidana yang diancam pidana mati ( R. Soesilo, 1974 : 31

), misalnya :

21 http://budi399.wordpress.com/2010/06/12/pidana-dan-pemidanaan, diakses pada tanggal 04 Desember 2011, pada pukul 13.06

24

Page 25: BAB I lidia

a. Makar membunuh kepala negara, Pasal 104

b. Mengajak negara asing guna menyerang Indonesia, Pasal

111 Ayat (2)

c. Memberi pertolongan kepada musuh waktu Indonesia

dalam perang, Pasal 124 Ayat (3)

d. Membunuh kepala negara sahabat, Pasal 140 Ayat (1)

e. Pembunuhan dengan direncanakan lebih dahulu, Pasal 140

Ayat (3) dan Pasal 340

f. Pencurian dengan kekerasan oleh dua orang atau lebih

berkawan, pada waktu malam atau dengan jalan

membongkar dan sebagainya, yang menjadikan ada orang

berluka atau mati, Pasal 365 Ayat (4)

g. Pembajakan di laut, di pesisir, di pantai, dan di kali

sehingga ada orang mati, Pasal 444

h. Dalam waktu perang menganjurkan huru-hara,

pemberontakan, dan sebagainya antara pekerja-pekerja

dalam perusahaan pertahanan negara, Pasal 124 bis

i. Dalam waktu perang menipu waktu menyampaikan

keperluan angkatan perang, Pasal 127 dan 129

j. Pemerasan dengan pemberatan, Pasal 268 Ayat (2)

Membahas pidana mati akan lebih afdol apabila kita juga

menyimak ketentuan Naskah Rancangan KUHP baru sebagai

25

Page 26: BAB I lidia

jus constituendum. Hal-hal yang perlu diketahui antara lain

sebagai berikut :

a. Pidana mati dilaksanakan oleh regu tembak dengan

menembak terpidana sampai mati.

b. Pelaksanaan pidana mati tidak dilakukan di muka umum.

c. Pidana mati tidak dapat dijatuhkan kepada anak di bawah

umur delapan belas tahun.

d. Pelaksanaan pidana mati terhadap wanita hamil atau orang

sakit jiwa ditunda sampai wanita tersebut melahirkan atau

orang yang sakit jiwa tersebut sembuh.

e. Pidana mati baru dapat dilaksanakan setelah ada

persetujuan Presiden atau penolakan grasi oleh Presiden.

f. Pelaksanaan pidana mati dapat ditunda dengan masa

percobaan selama sepuluh tahun, jika :

a) Reaksi masyarakat terhadap terpidana tidak terlalu

besar

b) Terpidana menunjukkan rasa menyesal dan ada harapan

untuk memperbaikinya

c) Kedudukan terpidana dalam penyertaan tindak pidana

tidak terlalu penting

d) Ada alasan yang meringankan.

g. Jika terpidana selama masa percobaan menunjukkan sikap

dan perbuatan yang terpuji, maka pidana mati dapat diubah

26

Page 27: BAB I lidia

menjadi pidana seumur hidup atau pidana penjara paling

lama dua puluh tahun dengan keputusan Menteri

Kehakiman.

h. Jika terpidana selama masa percobaan tidak menunjukkan

sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan

untuk memperbaiki maka pidana mati dapat dilaksanakan

atas perintah Jaksa Agung.

i. Jika setelah permohonan grasi ditolak, pelaksanaan pidana

mati tidak dilaksanakan selama sepuluh tahun bukan karena

terpidana melarikan diri maka pidana mati tersebut dapat

diubah menjadi pidana seumur hidup dengan Keputusan

Menteri Kehakiman22.

2. Pidana Penjara

Dalam pasal 10 KUHP ada 2 ( dua ) jenis pidana hilang

kemerdekaan bergerak, yakni pidana penjara dan pidana

kurungan. Dari sifatnya menghilangkan dan atau membatasi

kemerdekaan bergerak, dalam arti menempatkan terpidana

dalam suatu tempat ( Lembaga Permasyarakatan ) dimana

terpidana tidak bebas untuk keluar masuk dan di dalamnya

wajib untuk tunduk, mentaati dan menjalankan semua

peraturan tata tertib yang berlaku, maka kedua jenis pidana itu

22 Bambang Waluyo, S.H., Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hlm.10.

27

Page 28: BAB I lidia

tampaknya sama. Akan tetapi dua jenis pidana itu

sesungguhnya berbeda jauh.

3. Pidana Kurungan

Dalam beberapa hal pidana kurungan adalah sama dengan

pidana penjara, yaitu :

a) Sama, berupa pidana hilang kemerdekaan bergerak.

b) Mengenal maksimum umum, maksimum khusus dan

minimum umum, dan tidak mengenal minimum khusus.

Maksimum umum pidana penjara 15 tahun yang karena

alasan-alasan tertentu dapat diperpanjang menjadi

maksimum 20 tahun, dan pidana kurungan 1 tahun yang

dapat diperpanjang maksimum 1 tahun 4 bulan. Minimum

umum pidana penjara maupun pidana kurungan selama 1

hari. Sedangkan maksimum khusus disebutkan pada setiap

rumusan tindak pidana tertentu sendiri-sendiri, yang tidak

sama bagi setiap tindak pidana, bergantung dari

pertimbangan berat ringannya tindak pidana yang

bersangkutan.

c) Orang yang dipidana kurungan dan pidana penjara

diwajibkan untuk menjalankan (bekerja) pekerjaan tertentu,

walaupun untuk narapidana kurungan adalah lebih ringan

daripada narapidana penjara.

28

Page 29: BAB I lidia

d) Tempat menjalani pidana penjara adalah sama dengan

tempat menjalani pidana kurungan, walaupun ada sedikit

perbedaan, yaitu harus dipisah ( Pasal 28 ).

e) Pidana kurungan dan pidana penjara mulai berlaku, apabila

terpidana tidak ditahan, yaitu pada hari putusan hakim

( setelah mempunyai kekuatan tetap ) dijalankan /

dieksekusi, yaitu pada saat pejabat kejaksaan mengeksekusi

dengan cara melakukan tindakan paksa memasukkan

terpidana ke dalam Lembaga Permasyarakatan.

4. Pidana Denda

Ada beberapa keistimewaan tertentu dari pidana denda, jika

dibandingkan dengan jenis-jenis lain dalam kelompok pidana

pokok. Keistimewaan itu adalah :

a) Dalam hal pelaksanaan pidana denda tidak menutup

kemungkinan dilakukan atau dibayar oleh orang lain, yang

dalam hal pelaksanaan pidana lainnya kemungkinan seperti

ini tidak bisa terjadi. Jadi dalam hal ini pelaksanaan pidana

denda dapat melanggar prinsip dasar dari pemidanaan

sebagai akibat yang harus dipikul / diderita oleh pelaku

sebagai orang yang harus bertanggung jawab atas perbuatan

( tindak pidana ) yang dilakukannya.

b) Pelaksanaan pidana denda boleh diganti dengan menjalani

pidana kurungan ( kurungan pengganti denda, Pasal 30

29

Page 30: BAB I lidia

Ayat (2) ). Dalam putusan hakim yang menjatuhkan pidana

denda, dijatuhkan juga pidana kurungan pengganti denda

sebagai alternatif pelaksanaannya, dalam arti jika denda

tidak dibayar terpidana wajib menjalani pidana kurungan

pengganti denda itu. Dalam hal ini terpidana bebas

memilihnya. Lama pidana kurungan pengganti denda ini

minimal umum 1 hari dan maksimal umum 6 bulan.

c) Dalam hal pidana denda tidak terdapat maksimum

umumnya, yang ada hanyalah minimum umum yang

menurut Pasal 30 Ayat (1) adalah tiga rupiah tujuh puluh

lima sen. Sedangkan maksimum khususnya ditentukan pada

masing-masing rumusan tindak pidana yang bersangkutan,

yang dalam hal ini sama dengan jenis lain dari kelompok

pidana pokok23.

b. Pidana Tambahan meliputi

1. Pencabutan Beberapa Hak-Hak Tertentu

Menurut hukum, pencabutan seluruh hak yang dimiliki

seseorang yang dapat mengakibatkan kematian perdata (

burgerlijke daad ) tidak diperkenankan ( Pasal 3 BW ).

Undang-undang hanya memberikan kepada Negara wewenang

( melalui alat / lembaganya ) untuk melakukan pencabutan hak

23 Drs. Adami Chazawi, S.H., Pelajaran Hukum Pidana, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 32.

30

Page 31: BAB I lidia

tertentu saja, yang menurut pasal 35Ayat (1) KUHP, hak-hak

yang dapat dicabut tersebut adalah :

a) Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang

tertentu ;

b) Hak menjalankan jabatan dalam Angkatan Bersenjata /

TNI;

c) Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan

berdasarkan aturan-aturan umum;

d) Hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas

penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas,

pengampu atau pengampu pengawas aras anak yang bukan

anak sendiri;

e) Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian

atau pengampuan atas anak sendiri;

f) Hak menjalankan mata pencaharian.

Hak-hak tertentu yang dapat dicabut oleh hakim, sifatnya

tidak untuk selama-lamanya melainkan dalam waktu tertentu

saja, kecuali bila yang bersangkutan dijatuhi pidana penjara

seumur hidup atau pidana mati.

Pasal 38 menentukan tentang lamanya waktu bila hakim

menjatuhkan juga pidana pencabutan hak-hak tertentu, yaitu :

a) Bila pidana pokok yang dijatuhkan hakim pada yang

bersangkutan yaitu berupa pidana mati atau pidana penjara

31

Page 32: BAB I lidia

seumur hidup, maka lamanya pencabutan hak-hak tertentu

itu berlaku seumur hidup.

b) Jika pidana pokok yang dijatuhkan adalah berupa pidana

penjara sementara atau kurungan, maka lamanya

pencabutan hak-hak tertentu itu maksimum 5 tahun dan

minimum 2 tahun lebih lama daripada pidana pokoknya.

c) Jika pidana pokok yang dijatuhkan adalah berupa pidana

denda, maka pidana pencabutan hak-hak tertentu adalah

paling sedikit 2 tahun dan paling lama 5 tahun.

2. Perampasan Barang-Barang Tertentu

Perampasan barang sebagai suatu pidana hanya

diperkenankan atas barang-barang tertentu saja, tidak

diperkenankan untuk semua barang. Undang-undang tidak

mengenal perampasan untuk semua kekayaan.

Barang yang dapat dirampas melalui putusan hakim pidana,

ada 2 jenis ( Pasal 39 ), yaitu :

a) Barang-barang yang berasal / diperoleh dari suatu kejahatan

( bukan dari pelanggaran ), yang disebut dengan corpora

delictie, misalnya uang palsu dari kejahatan pemalsuan

uang, surat cek palsudari kejahatan pemalsuan surat;

b) Barang-barang yang digunakan dalam melakukan

kejahatan, yang disebut dengan instrumenta delictie,

misalnya pisau yang digunakan dalam kejahatan

32

Page 33: BAB I lidia

pembunuhan atau penganiayaan, anak kunci palsu yang

digunakan dalam pencurian, dan lain sebagainya.

Ada 3 prinsip dari pidana perampasan barang tertentu,

ialah:

a) Hanya diancamkan dan dapat dijatuhkan terhadap 2 jenis

barang tersebut dalam Pasal 39 itu saja;

b) Hanya diancamkan dan dapat dijatuhkan oleh hakim pada

kejahatan saja, dan tidak pada pelanggaran, kecuali pada

beberapa tindak pidana pelanggaran, misalnya pasal: 502,

519, 549, ( jenis pelanggaran );

c) Hanya diancamkan dan dapat dijatuhkan oleh hakim atas

barang-barang milik terpidana saja. Kecuali ada beberapa

ketentuan :

- yang menyatakan secara tegas terhadap barang yang

bukan milik terpidana ( pasal 250 bis )

- tidak secara tegas menyebutkan terhadap baik barang

milik terpidana atau bukan ( misalnya pasal : 275, 205,

519 ).

3. Pengumuman Putusan Hakim

Setiap putusan hakim, memang harus diucapkan dalam

persidangan yang terbuka untuk umum ( pasal 195 KUHAP,

dulu pasal 317 HIR ), yang bila tidak maka putusan itu batal

demi hukum. Pidana pengumuman putusan hakim ini adalah

33

Page 34: BAB I lidia

suatu publikasi ekstra dari suatu putusan pemidanaan seseorang

dari pengadilan pidana.

Dalam pidana pengumuman putusan hakim ini, hakim

bebas menentukan perihal cara melaksanakan pengumuman itu,

dapat melalui surat kabar, plakat yang ditempelkan pada papan

pengumuman, melalui media radio maupun televisi, yang

pembiayaannya dibebankan pada terpidana.

Maksud dari pengumuman putusan hakim yang demikian

ini, adalah ditujukan sebagai usaha preventif, mencegah bagi

orang-orang tertentu agar tidak melakukan tindak pidana yang

sering dilakukan orang. Maksud yang lain, adalah

memberitahukan kepada masyarakat umum agar berhati-hati

bergaul dan berhubungan dengan orang-orang yang dapat

disangka tidak jujur, agar tidak menjadi korban dari kejahatan (

tindak pidana )24.

5. Teori – Teori Pemidanaan

Ada berbagai macam pendapat mengenai teori pemidanaan ini, namun

yang banyak itu dapat dikelompokkan ke dalam 3 golongan besar, yaitu :

a) Teori Absolut atau Pembalasan ( Retributive )

Pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan

suatu kejahatan atau tindak pidana ( quia peccatum est ).

Penganut teori ini adalah :

24 Ibid, hlm. 44.

34

Page 35: BAB I lidia

1) Immanuel Kant ( Philosophy of Law )

Seseorang harus dipidana oleh Hakim karena ia telah

melakukan kejahatan ( Kategorische Imperiatief ).

2) Hegel

Pidana merupakan keharusan logis sebagai konsekuensi

dari adanya kejahatan. Kejahatan adalah pengingkaran terhadap

ketertiban hukum negara yang merupakan perwujudan dari

cita-susila, maka pidana merupakan Negation der Negation

(pengingkaran terhadap pengingkaran). 

Teori Hegel ini dikenal sebagai quasi mahte-matics, yaitu :

- wrong being (crime) is the negation of right

- punishment is the negation of that negation

Menurut Nigel Walker, penganut teori retributif dibagi

dalam beberapa golongan :

- Penganut teori retributif murni (the pure retributivist),

Artinya pidana harus sepadan dengan kesalahan.

- Penganut teori retributif tidak murni, dapat dibagi :

Penganut teori retributif yang terbatas (the limiting

retributivist)

Pidana tidak harus sepadan dengan kesalahan,

namun tidak melebihi batas kesepadanan dengan

kesalahan terdakwa. Kebanyakan KUHP disusun

sesuai dengan teori ini yaitu dengan menetapkan

35

Page 36: BAB I lidia

pidana maksimum sebagai batas atas tanpa

mewajibkan pengadilan untuk mengenakan batas

maksimum tersebut.

Penganut teori retributif yang distributif

Pidana jangan dikenakan pada orang yang tidak

bersalah, tetapi tidak harus sepadan dan dibatasi

oleh kesalahan ( strict liability ).

b) Teori Relatif atau Tujuan (Utilitarian)

Penjatuhan pidana tidak untuk memuaskan tuntutan absolut

(pembalasan) dari keadilan, tetapi pembalasan itu sebagai sarana untuk

melindungi kepentingan masyarakat, teori itu disebut :

1) Teori perlindungan masyarakat (the theory of social defence) ; atau

2) Teori reduktif (untuk mengurangi frekuensi kejahatan) ;atau

3) Teori tujuan (utilitarian theory), pengimbalan mempunyai tujuan

tertentu yang bermanfaat.

Pidana dijatuhkan bukan quia peccatum est (orang berbuat

kejahatan) melainkan ne peccetur (agar orang tidak melakukan

kejahatan).

Seneca

Nemo prudens punit quia peccatum est, sed ne peccetur (No

reasonable man punishes because there has been a wrong doing, but

in order that there should be no wrong doing : Tidak seorang pun

36

Page 37: BAB I lidia

layak dipidana karena telah melakukan suatu perbuatan jahat, tetapi ia

dipidana agar tidak ada perbuatan jahat).

Tujuan Pidana untuk pencegahan kejahatan :

1) Prevensi spesial / pencegahan spesial (special deterrence)

Pengaruh pidana terhadap terpidana (Bedakan : tersangka,

terdakwa, terpidana, narapidana)

2) Prevensi general / pencegahan umum (general deterrence)

Pengaruh pidana / pemidanaan terhadap masyarakat pada

umumnya

c) Teori Gabungan

Pembalasan sebagai asas pidana dan beratnya pidana tidak boleh

melampaui pembalasan yang adil. Dalam ajaran ini diperhitungkan

adanya pembalasan, prevensi general, serta perbaikan sebagai tujuan

pidana. Penganut teori ini : Pellegrino Rossi, Binding, Merkel, Kohler,

Richard Schmid dan Beling.

Tujuan Pidana (Pemidanaan) :

1) To prevent recidivism (mencegah terjadinya pengulangan

tindak pidana)

2) To deter other from the performance of similar acts (mencegah

orang lain melakukan perbuatan yang sama seperti yang

dilakukan si terpidana)

37

Page 38: BAB I lidia

3) To provide a channel for the expression of retaliatory motives

(menyediakan saluran untuk mewujudkan motif-motif balas

dendam)

4) To avoidance of blood feuds (untuk menghindari balas dendam)

5) The educational effect (adanya pengaruh yang bersifat

mendidik)

6) The peace-keeping function (mempunyai fungsi memelihara

perdamaian)

7) To create a possibility for the release of emotions that are

aroused by the crime (menciptakan kemungkinan bagi

pelepasan emosi-emosi yang ditimbulkan atau diguncang-

guncangkan adanya kejahatan)

8) A ceremonial reaffirmation of the societal values that are

violated and challenged by the crime (penegasan kembali nilai-

nilai kemasyarakatan yang telah dilanggar dan dirubah oleh

adanya kejahatan)

9) To reinforcing social values (memperkuat kembali nilai-nilai

social)

10) To allaying public fear of crime (menentramkan rasa takut

masyarakat terhadap kejahatan)

11) To conflict resolution (penyelesaian konflik)

12) To influencing offenders and possibility other than offenders

toward more or less Law-conforming behavior (mempengaruhi

38

Page 39: BAB I lidia

para pelanggar dan orang lain ke arah perbuatan yang kurang

lebih sesuai dengan hukum)25.

B. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan

1. Unsur – Unsur Tindak Pidana Penipuan

2. Unsur – Unsur Tindak Pidana Penggelapan

Tindak Pidana Penggelapan diatur pada Bab XXIV (buku II) KUHP, terdiri

dari 5 pasal (372 s/d 376). Salah satunya yakni Pasal 372 KUHP, merupakan

tindak pidana penggelapan dalam bentuk pokok yang rumusannya berbunyi:

"Barang siapa dengan sengaja menguasai secara melawan hukum sesuatu benda

yang seharusnya atau sebagian merupakan kepunyaan oranglain yang berada

padanya bukan karena kejahatan, karena bersalah melakukan penggelapan,

dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun atau dengan

pidana denda setinggi-tingginya 900 (sembilan ratus) rupiah."

Tidak Pidana Penggelapan ini dalam mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :

1. unsur subjektif : dengan sengaja;

2. unsur objektif   : 1. barangsiapa; 2. menguasai secara melawan hukum; 3.

suatu benda; 4, sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain; 5. berada

padanya bukan karena kejahatan.

Bentuk pokok pembentuk undang-undang telah mencantumkan unsur

kesengajaan atau opzettelijk sebagai salah satu unsur dalam tindak pidana

25http://donxsaturniev.blogspot.com/2010/08/teori-teori-pemidanaan.html , diakses pada tanggal 04 Desember 2011, pada pukul 20.40

39

Page 40: BAB I lidia

penggelapan. Unsur dengan sengaja merupakan satu-satunya unsur subjektif

didalam tindak pidana penggelapan, yakni unsur yang melekat pada subjek tindak

pidana ataupun yang melekat pada pribadi pelakunya. Dan dengan sendirinya

unsur opzettelijk harus didakwakan didalam surat dakwaan, dan karena unsur

tersebut didakwaan terhadap seorang terdakwa, dengan sendirinya juga harus

dibuktikan di sidang pengadilan yang memeriksa perkara terdakwa.

Pengertian yuridis mengenai penggelapan dimuat dalam pasal 372

sebagaimana yang telah dirumuskan sebelumnya diatas, disebut atau diberi

kualifikasi penggelapan. Rumusan di atas tidak memberi arti sebagai membuat

sesuatu menjadi gelap atau tidak terang, seperti arti kata yang sebenarnya.

Perkataan verduistering yang ke dalam bahasa kita diterjemahkan secara harfiah

dengan penggelapan itu, bagi masyarakat Belanda diberikan arti secara luas

(figurlijk), bukan diartikan seperti arti kata yang sebenarnya sebagai yang

membuat sesuatu menjadi tidak terang atau gelap

C. Tinjauan Tentang Putusan Hakim

1. Pengertian Putusan Hakim

Setelah pemeriksaan perkara yang meliputi proses mengajukan

gugatan penggugat, jawaban tergugat, replik penggugat, duplik tergugat,

pembuktian dan kesimpulan yang diajukan baik oleh penggugat maupu

oleh tergugat selesai dan pihak-pihak yang berperkara sudah tidak ada lagi

yang ingin dikemukakan, maka hakim akan menjatuhkan putusan terhadap

perkara tersebut. Putusan pengadilan merupakan suatu yang sangat

diinginkan atau dinanti-nanti oleh pihak-pihak yang berperkara untuk

40

Page 41: BAB I lidia

menyelesaikan sengketa mereka dengan sebaik-baiknya. Sebab dengan

putusan pengadilan tersebut pihak-pihak yang bersengketa mengharapkan

adanya kepastian hukum-hukum keadilan dalam perkara yang mereka

hadapi. Untuk memberikan putusan pengadilan yang benar-benar

menciptakan kepastian dan mencerminkan keadilan hakim sebagai

aparatur negara dan sebagai wakil Tuhan yang melaksanakan peradilan

harus mengetahui duduk perkara yang sebenarnya dan peraturan hukum

yang akan ditetapkan baik peraturan hukum tertulis dalam perundang-

undangan maupun peraturan hukum tidak tertulis atau hukum adat.

Arti putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim sebagai

pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu diucapkan dipersidangan

dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau

sengketa antara pihak. Bukan hanya yang diucapkan saja tetapi juga

pernyataan yang dituangkan dalam bentuk tulisan dan diucapkan oleh

hakim di muka sidang karena jabatan ketika bermusyawarah hakim wajib

mencukupkan semua alasan-alasan hukum yang tidak dikemukakan oleh

kedua belah pihak. Hakim wajib mengadili semua bagian gugatan. Hakim

menjatuhkan putusan atas ha-hal yang tidak diminta atau mengabulkan

lebih dari yang digugat.

Bentuk penyelesaian perkara dibedakan atas 2 yaitu:

a) Putusan / vonis

b) Penetapan / beschikking

41

Page 42: BAB I lidia

Suatu putusan diambil untuk suatu perselisihan atau sengketa

sedangkan suatu penetapan diambil berhubungan dengan suatu

permohonan yaitu dalam rangka yang dinamakan yuridiksi voluntain26.

2. Macam – Macam Putusan Hakim

Putusan hakim dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:

a) Putusan sela (tussen vonnis)

Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan sebelum putusan

akhir yang diadakan dengan tujuan untuk memungkinkan atau

mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara.

Dalam hukum acara dikenal macam putusan sela yaitu:

Putusan preparatuir

Yaitu putusan persiapan mengenai jalannya pemeriksaan untuk

melancarkan segala sesuatu guna mengadakan putusan akhir.

Putusan inferlocutoin

Yaitu putusan yang isinya memerintahkan pembuktian karena

putusan ini menyangkut pembuktian maka putusan ini akan

mempengaruhi putusan akhir.

Putusan lucidentiel

Yaitu putusan yang berhubungan dengan insiden yaitu

peristiwa yang menghentikan prosedur peradilan biasa.

Putusan provisional

26http://ikhsanu.blogspot.com/2009/06/makalah-hukum-acara-perdata-putusan.html , diakses pada tanggal 06 Desember 2011, pada pukul 11.45

42

Page 43: BAB I lidia

Yaitu putusan yang menjawab tuntutan provisi yaitu

permintaan pihak yang berperkara agar diadakan tindakan

pendahulu guna kepentingan salah satu pihak sebelum putusan

akhir dijatuhkan.

b) Putusan akhir

Putusan akhir adalah putusan yang mengakhiri perkara pada

tingkat pemeriksaan pengadilan, meliputi pengadilan tingkat

pertama, pengadilan tinggi dan MA.

Macam-macam putusan akhir antara lain:

Putusan condemnatior

Yaitu putusan yang bersifat menghukum pihak yang kalah

untuk memenuhi prestasi.

Putusan declarator

Yaitu putusan yang amarnya menyatakan suatu keadaan

sebagai keadaan yang sah menurut hukum.

Putusan konstitutif

Yaitu putusan yang amarnya menciptakan suatu keadaan baru.

Dari ketiga sifat putusan diatas maka putusan yang

memerlukan pelaksanaan (eksekusi) hanya yang bersifat

condemnatior27.

27http://ikhsanu.blogspot.com/2009/06/makalah-hukum-acara-perdata-putusan.html , diakses pada tanggal 06 Desember 2011, pada pukul 12.05

43

Page 44: BAB I lidia

3. Hal – Hal yang dipertimbangkan oleh Hakim

dalam Mengambil Suatu Putusan Pada Perkara Pidana

BAB III

44

Page 45: BAB I lidia

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Pengadilan Negeri Padang

Bikin Tentang Kedudukan Dan Struktur Dari Pengadilan Negeri Padang,

mulai dari Ketua hingga jajaran terendah.

B. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan

Putusan Terhadap Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan yang

Dilakukan Oleh Warga Negara Asing

Tindak Pidana Penggelapan diatur dalam pasal 372 KUHP. Yang termasuk

penggelapan adalah perbuatan mengambil barang milik orang lain sebagian atau

seluruhnya) di mana penguasaan atas barang itu sudah ada pada pelaku, tapi

penguasaan itu terjadi secara sah. Misalnya, penguasaan suatu barang oleh pelaku

terjadi karena pemiliknya menitipkan barang tersebut. Atau penguasaan barang

oleh pelaku terjadi karena tugas atau jabatannya, misalnya petugas penitipan

barang. Tujuan dari penggelapan adalah memiliki barang atau uang yang ada

dalam penguasannya yang mana barang/ uang tersebut pada dasarnya adalah milik

orang lain.

Sementara itu Tindak Pidana penipuan diatur dalam pasal 378 KUHP. Yaitu

dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan

hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat,

ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan

barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan

piutang. Dilihat dari obyek dan tujuannya, penipuan lebih luas dari penggelapan.

45

Page 46: BAB I lidia

Jika penggelapan terbatas pada barang atau uang, penipuan termasuk juga untuk

memberikan hutang maupun menghapus piutang.

 Di bawah ini kami pengaturan penggelapan dan penipuan dalam KUHP.

Tabel 3.1Pengaturan Penggelapan, dan Penipuan dalam KUHP

 Perbuatan KUHP RumusanPenggelapan pasal 372 Barang siapa dengan

sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Penipuan pasal 378 Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

 Gambaran Terhadap Kasus :

46

Page 47: BAB I lidia

Paparkan secara jelas, dan ringkas alur dari kasus dan fakta yang ditemukan dalam persidangan

Berdasarkan Putusan No:192/PID.B/2011.PN.PDG. ditemukan dasar

pertimbangan Hakim adalah sebagai berikut :

1. Bahwa perbuatan hukum antara terdakwa adalah perbuatan dalam

lapangan hukum keperdataan, dimana permasalahan-permasalahan

diantara mereka haruslah diselesaikan melalui ranah hukum perdata,

sedangkan penyelesaian melalui jalur hukum pidana dapat dilakukan

apabila penyelesaian melalui ranah keperdataan tidak dapat diselesaikan.

Hal ini bersesuaikan dengan sifat hukum pidana yang merupakan upaya

terakhir (Asas Ultimum Remedium)

2. Dalam hal unsur-unsur tindak pidana terpenuhi tetapi perbuatan itu

bukanlah merupakan suatu tindak pidana, maka sesuai dengan ketentuan

pasal 191 ayat (2) Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP) terdakwa harus diputus

lepas dari segala tuntutan hukum ( Ontslag Van Alle Rechtsvervolging )

3. Karena terdakwa dilepas dari segala tuntutan hukum maka hak terdakwa

adalah kemampuan, kedudukan, dan harkat dan martabatnya harus di

pulihkan serta biaya perkara ini dibebankan kepada Negara.

4. Terdakwa dalam perkara ini ditahan maka sesuai dengan ketentuan pasal

191 ayat (3) KUHAP terdakwa haruslah diperintahkan untuk segera

dikeluarakan dari tahanan

5. Barang bukti dalam perkara ini akan di pertimbangkan kemudian dalam

amar putusan ini

47

Page 48: BAB I lidia

6. Dalam pasal 191 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang nomor 8 tahun

1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP) dan

ketentuan hukum yang bersangkutan

Berdasarkan pertimbangan hakim diatas dapat terdapat beberapa hal yang

harus dianalisa secara yuridis, yaitu :

1. Perbuatan Hukum dalam Lapangan Hukum.

Untuk mengetahui suatu perbuatan hukum apakah berada dalam

lapangan hukum dapat dilahat berdasarkan peristiwa hukum yang terjadi.

Berdasarkan kasus Tindak Pidana Penipuan Dan Penggelapan Yang

Dilakukan Oleh Warga Negara Asing di Pengadilan Negeri Kls I A

Padang dimana terdakwa di didakwa berdasarkan pasal 372 KUHP yang

unsur-unsurnya sebagai berikut :

a. Barang siapa

Barang siapa adalah setiap pelaku (dader) baik perorangan

(persoon) maupun badang hukum (rechts persoon) yang dapat

mempertanggung jawabkan perbuatanya, maka setiap orang ini

juga disebut sebagai subyek hukum yang mana dalam perkara ini

yang dimaksudkan dengan setiap orang adalah terdakwa Chandler

Russel Howard panggilan Russel. Bahwa penuntut umum telah

menghadapkan terdakawa Chandler Russel Howard panggilan

Russel kemukakan persidangan, yang berdasarkan keterangan

saksi-saksi serta keterangan terdakawa sendiri, dapat disimpulkan

bahwa orang yang dihadapkan dipersidangan benar-benar

48

Page 49: BAB I lidia

terdakwalah orang yang dimaksud penuntut umu sesuai dengan

identitasnya yang tercamtum dalam surat dakwaan, dan ternyata

sehat jasmani dan rohaninya, telah dewasa dan cakap hukum

hingga menurut majelis hakim mampu mempertanggung

jawabkan segala perbuatannya di depan hukum. Bahwa dengan

demikian unsur “ barang siapa” telah terbukti dan terpenuhi.

b. Melawan Hukum untuk memiliki suatu

barang

Melawan Hukum untuk memiliki suatu barang memiliki arti

bahwa seseorang mempunyai maksud yang tidak baik untuk

memiliki barang orang lain yang bukan merupakan haknya.

Menimbang dari fakta yang terungkap dipersidangan benar antara

terdakwa Chandler Russel Howard panggilan Russel, Delvinus

Sabolak dan saksi Garry Edward Scott panggilan Scottie

mengadakan perjanjian investasi saham di PT Mentawai Surfaris

Indotama yang dituangkan dalam Agrement atau Surat perjanjian,

tertanggal 18 April 2010 yang telah ditanda tangani mereka

bertiga di jalan Sultan Syahrir Gang Bambu Kecamatan Padang

Selatan Kota Padang dan setelah perjanjian tersebut ditanda

tangani, Scottie mengirimkan uang kepada Russel sebesar 30.000

dollar Australia, karena Scottie investasi sahamnya bertambah

sebesar 5% dengan menambah uang 10.000 dolar Australia lagi,

sehingga menjadi 15% dengan dana investasi sebesar 30.000

49

Page 50: BAB I lidia

dollar Australia yang dikirim ke rekening bank Mandiri atas nama

Russel. Investasi kepemilikan saham Scottie di PT Mentawai

Surfaris Indotama tidak terlaksana karena terdakwa PT Mentawai

Surfaris Indotama belum membawa Scottie kehadapan notaris

agar dibuat kata kepemilikan sahamnya karena menurut aturan di

notaris Scottie hanya memiliki visa holiday atau visa kunjungan

maka sebelum diterbitkanya Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS)

diterbitkan pihak imigrasi maka Scottie belum bisa bekerja atau

sebagai pemegang saham di PT Mentawai Surfaris Indotama.

Sedangkan dalam fakta persidangan KITAS Scottie baru berlaku

sejak tanggal 15 September 2010 s/d Agustus 2011. Sebelum

Scottie dicatat sebagai pemilik saham pada PT Mentawai Surfaris

Indotama terdapat uang yang telah dikirimkan Scottie kedalam

rekening bank atas nama Russel sebesar 30.000 dollar Australia

dan tanpa ada izin dari Scottie oleh Russel dipergunakan untuk

biaya operasional perusahaan PT Mentawai Surfaris Indotama.

Bahwa dengan demikian unsur “Melawan Hukum untuk

memiliki suatu barang” telah terbukti dan terpenuhi

c. Yang seluruhnya atau kepunyaan orang

lain

Yang seluruhnya atau kepunyaan orang lain mempunyai arti

bahwa ada suatu barang atau benda yang seluruhnya atau

sebahagian itu merupakan milik orang lain diluar dirinya sendiri.

50

Page 51: BAB I lidia

Bahwa dalam fakta yang terungkap benar antara Russel dengan

Scottie mengadakan perjanjian investasi saham di PT Mentawai

Surfaris Indotama yang dituangkan dalam agreement atau Surat

perjanjian, tertanggal 18 April 2010 yang telah ditanda tangani

mereka bertiga di jalan Sultan Syahrir Gang Bambu Kecamatan

Padang Selatan Kota Padang dan setelah perjanjian tersebut

ditanda tangani, Scottie mengirimkan uang kepada Russel sebesar

30.000 dollar Australia, karena Scottie investasi sahamnya

bertambah sebesar 5% dengan menambah uang 10.000 dolar

Australia lagi, sehingga menjadi 15% dengan dana investasi

sebesar 30.000 dollar Australia yang dikirim ke rekening bank

Mandiri atas nama Russel. Investasi kepemilikan saham Scottie di

PT Mentawai Surfaris Indotama tidak terlaksana karena terdakwa

PT Mentawai Surfaris Indotama belum membawa Scottie

kehadapan notaris agar dibuat kata kepemilikan sahamnya karena

menurut aturan di notaris Scottie hanya memiliki visa holiday

atau visa kunjungan maka sebelum diterbitkanya Kartu Izin

Tinggal Terbatas (KITAS) diterbitkan pihak imigrasi maka

Scottie belum bisa bekerja atau sebagai pemegang saham di PT

Mentawai Surfaris Indotama. Sedangkan dalam fakta persidangan

KITAS Scottie baru berlaku sejak tanggal 15 September 2010 s/d

Agustus 2011. Sebelum Scottie dicatat sebagai pemilik saham

pada PT Mentawai Surfaris Indotama terdapat uang yang telah

51

Page 52: BAB I lidia

dikirimkan Scottie kedalam rekening bank atas nama Russel

sebesar 30.000 dollar Australia dan tanpa ada izin dari Scottie

oleh Russel dipergunakan untuk biaya operasional perusahaan PT

Mentawai Surfaris Indotama. Bahwa dengan demikian unsur

“Yang seluruhnya atau kepunyaan orang lain” telah terbukti

dan terpenuhi

d. Yang ada dalam kekuasaannya bukan

karena kejahatan

Yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan

berdasarkan fakta persidangan uang sebesar 30.000 dollar

Australia yang dikuasai oleh Russel adalah uang dari Scottie

berdasarkan perrjanjian investas saham sebesar 15% yang dibuat

dan ditanda tangani pada tanggal 18 April 2010 namun dalam

realisasinya Scottie tidak dibawa kehadapan notaris untuk

dibuatkan akta kepemilikan saham di PT Mentawai Surfaris

Indotama dikarenakan pada waktu akan ke kantor notaris Scottie

belum memiliki KITAS dari Imigrasi. Bahwa dengan demikian

unsur “Yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan”

terbukti dan terpenuhi.

Berdasarkan Unsur yang terdapat dalam surat dakwaan secara

meyakinkan dan jelas seluruh unsure terpenuhi dan terbukti. Namun hakim

berpendapat bahwa perbuatan terdakwa bukanlah suatu tindak pidana walau

52

Page 53: BAB I lidia

seluruh unsur tindak pidannya telah terbukti dan terpenuhi. Hakim berpendapat

bahwa perbuatan terdakwa termasuk kedalam lapangan hukum perdata.

2. Putusan ( Ontslag Van Alle Rechtsvervolging)

3. Hak-hak terdakwa terhadap putusan Ontslag Van Alle

Rechtsvervolging

4. Dasar Hukum Putusan

C. Kendala – Kendala yang Dihadapi Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan

Terhadap Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan yang Dilakukan

Oleh Warga Negara Asing

53

Page 54: BAB I lidia

BAB IV

PENUTUP

B. Kesimpulan

C. Saran

54