bab i-jadi_2 lagi

30
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging adalah salah satu bahan pangan yang mempunyai kadar protein yang tinggi. Masalahnya daging mempunyai sifat yang mudah rusak (perishable food) dan tingkat kerusakan sekitar 5-10%(Wahyuni,2005). Oleh karena itu diperlukan penanganan yang tepat dan cepat berupa pengawetan dan pengolahan. Tujuannya adalah untuk memperpanjang waktu penyimpanan, mempertahankan nilai gizi, serta memberi peluang penganekaragaman jenis olahan makanan. Ada beberapa cara pengawetan yaitu: pendinginan, pelayuan, pengasapan, pengeringan, pengalengan dan pembekuan.Usaha pengawetan daging diperlukan untuk memenuhi selera atau kebutuhan konsumen serta mempermudah dalam pengangkutan.Contoh hasil olahan dan pengawetan daging adalah abon, dendeng sayat, dendeng giling, dendeng ragi, daging asap, kornet, sosis dan sebagainya. Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,ayam, ikan laut) yang disuwir-suwir dengan berbentuk serabut atau dipisahkan dari seratnya. Kemudian ditambahkan dengan bumbu-bumbu selanjutnya digoreng.Abon pada umumnya disukai karena karena memiliki warna,rasa dan tekstur yang khas. Kualitas abon juga dipengaruhi oleh bahan baku,bahan tambahan,bumbu,proses perebusan,proses penggorengan,proses pengepresan,pengemasan maupun distribusi. 1

Upload: shabrina-usman

Post on 23-Oct-2015

25 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

ewqewezdadadadadadtrwtrfddca

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I-jadi_2 lagi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daging adalah salah satu bahan pangan yang mempunyai kadar protein yang tinggi.

Masalahnya daging mempunyai sifat yang mudah rusak (perishable food) dan tingkat

kerusakan sekitar 5-10%(Wahyuni,2005). Oleh karena itu diperlukan penanganan yang tepat

dan cepat berupa pengawetan dan pengolahan. Tujuannya adalah untuk memperpanjang

waktu penyimpanan, mempertahankan nilai gizi, serta memberi peluang penganekaragaman

jenis olahan makanan. Ada beberapa cara pengawetan yaitu: pendinginan, pelayuan,

pengasapan, pengeringan, pengalengan dan pembekuan.Usaha pengawetan daging diperlukan

untuk memenuhi selera atau kebutuhan konsumen serta mempermudah dalam

pengangkutan.Contoh hasil olahan dan pengawetan daging adalah abon, dendeng sayat,

dendeng giling, dendeng ragi, daging asap, kornet, sosis dan sebagainya.

Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi,

kerbau,ayam, ikan laut) yang disuwir-suwir dengan berbentuk serabut atau dipisahkan dari

seratnya. Kemudian ditambahkan dengan bumbu-bumbu selanjutnya digoreng.Abon pada

umumnya disukai karena karena memiliki warna,rasa dan tekstur yang khas. Kualitas abon

juga dipengaruhi oleh bahan baku,bahan tambahan,bumbu,proses perebusan,proses

penggorengan,proses pengepresan,pengemasan maupun distribusi.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Adapun permasalahan pada abon yaitu membandingkan kualitas abon yang telah

diberi penambahan keluwih dengan takaran yang berbeda baik dari segi tekstur ,kadar

air,kadar lemak,pH,cooking loss dan organoleptik(warna serta rasa).

1.3 Manfaat

Manfaat dari praktikum pengolahan daging menjadi abon yaitu agar dapat mengetahui

proses pengolahan daging dan perbedaan abon yang telah ditambah keluwih dari segi

tekstur ,kadar air,kadar lemak,pH,cooking loss dan organoleptik(warna serta rasa).

1

Page 2: BAB I-jadi_2 lagi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1   Tinjauan Umum  Daging

Daging ayam tidak jauh berbeda dengan daging dari jenis lain secara struktural

tetapi ciri-ciri atau sifat kekhususannya dapat dibedakan. Daging ayam mempunyai ciri-ciri

khusus antara lain warna pada umumnya keputih-putihan atau merah pucat, mempunyai

serat daging halus dan panjang, konsistensi sedang, diantara serat daging tidak terdapat

depo lemak dan lemak berwarna putih kekuning-kuningan dengan konsistensi lembek.

Sifat lain dari daging ayam adalah mempunyai kekuatan gel yang lebih tinggi dari

pada daging kalkun, babi, sapi atau ikan pada pH 6,0-6,5 dan suhu 70°C. Pembentukan

gel pada protein di bagian urat atau otot membantu tekstur yang diinginkan dan stabilisasi

antara lemak dan air dalam produk olahan daging (Arny,2009)

Daging merupakan salah satu bahan pangan yang mudah rusak (perishable food)

karena daging merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Preservasi

daging mempunyai tujuan antara lain untuk mengamankan daging dari kerusakan atau

pembusukan oleh mikroorganisme dan memperpanjang masa simpan (shelf life daging).

Preservasi berarti menghambat atau membatasi reaksi-reaksi enzimatis, khemis dan

kerusakan fisik daging (Soeparno, 2005)

Komposisi kimia daging adalah air 75% (65-80%); protein 18,5% (16-22%); substansi-

substansi non protein yang larut 3,5%; lemak 3% (1,5-13%) dan sangat bervariasi (Lawrie,

1995)

Komposisi kimia daging ayam rendah lemak adalah air 73,7% ; protein 20-23% ;lemak

4,7% ; abu 1% (Nurwantoro,2003)

2.2 Abon

Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

ikan laut) yang disuwir-suwir dengan berbentuk serabut atau dipisahkan dari seratnya,

Kemudian ditambahkan dengan bumbu-bumbu selanjutnya digoreng. (Anonym.2010)

2.3 Keluwih

Keluwih (Artocarpus communis) dipilih karena mempunyai serat yang hampir

menyerupai daging, sedangkan sukun (Artocarpus altilis) dipilih karena satu bangsa dengan

keluwih meskipun seratnya tidak sama. Keunggulan dari produk abon keluwih adalah berasa

2

Page 3: BAB I-jadi_2 lagi

enak (khas), memiliki tampilan (tekstur) yang sama dengan abon daging murni, dan tahan

disimpan lama. (Wahyuni,2005)

Keluwih dan sukun merupakan buah yang mempunyai karbohidrat yang tinggi serta

merupakan bagian dari karbohidrat kompleks(polisakarida). (Wahyuni,2005)

2.4 Kadar lemak

Kadar lemak berhubungan dengan bahan baku yang digunakan, ada tidaknya

menggunakan minyak goreng dalam penggorengan.(Anonym.2010)

Standar Industri Indonesia untuk Abon No 0368-80,0368-85 Lemak (maksimum)

30% ,Gula (maksimum) 30%,Protein 20%,Air (maksimum)10%,Abu (maksimum)

9%,Aroma, warna dan rasa Khas,Logam berbahaya (Cu, Pb, Mg, Zn dan As) Negatif,Jumlah

bakteri (maksimum)3000/g,Bakteri bentuk koli Negatif,Jamur Negatif (Anonym,2010)

Kadar lemak daging bebek, mentok, burung dara muda dan kalkun ternyata lebih tinggi

dari daging ayam. Lemak unggas terdapat dalam tenunan otot dan lapisan daging di bawah

kulit serta di rongga perut. Bila ayam kebiri maka lemak akan lebih banyak tetapi lebih baik

distribusinya daripada ayam yang tidak dikebiri. Daging yang memiliki kandungan gizi yang

cukup tinggi, yaitu protein 10.2 – 20.2 persen dan lemak 6.2 – 12.6 persen.Kandungan kalori

daging ayam sekitar 151 kal/100 gr daging. Susunan asam amino di dalam protein daging

adalah lengkap dan yang paling menonjol adalah kandungan valin (6.7%) yang tinggi. Valin

sangat dibutuhkan anak-anak di bawah umur 4 tahun, karena sangat baik untuk

perkembangan otak. (Anonym,2010)

Hasil analisis uji produk akhir abon menunjukkan kadar air (7,33), kadar abu

(4,95),kadar lemak(28,35), serat kasar (2,44),kadar protein (20,67), gula sukrosa (30,97).

( Chandrianto, 2011)

Keluwih dan sukun merupakan buah yang mempunyai karbohidrat yang tinggi serta

merupakan bagian dari karbohidrat kompleks (polisakarida). Serat inilah yang menyebabkan

naiknya kadar lemak pada abon dengan level substitusi keluwih yang semakin besar, di mana

serat pangan mempunyai karakteristik mengabsorbsi lemak minyak. (Wahyuni,2005)

2.5 WHC (Water Holding Capacity)

Soeparno (2005) mengatakan bahwa Water Holding Capacity (WHC) adalah

kemampuan daging untuk mengikat airnya sendiri atau air yang ditambahkan selama

mengalami perlakuan di luar seperti pemotongan daging, pemanasan, pendinginan dan

tekanan. WHC mempengaruhi sebagian sifat fisik daging seperti warna, tekstur, kesegaran,

3

Page 4: BAB I-jadi_2 lagi

juiceness dan keempukan. Kemampuan daging untuk mengikat air tergantung jumlah gugus

reaktif protein daging.

Purnomo (1997) dalam Arny Yanti (2009) mengatakan bahwa kemampuan menahan

air (Water Holding Capacity) dari daging merupakan pertimbangan utama yang dapat

mempengaruhi nilai pH seperti pada daging yang akan digunakan dalam industri yang

melibatkan proses penghancuran mikroorganisme. Setiap mikroorganisme mempunyai

kisaran pH di mana pertumbuhan masih memungkinkan dan masing-masing biasanya

mempunyai pH optimum. Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH 6,0

- 8,0 dan pH luaran kisaran 2,0 sampai 10,0 biasanya bersifat merusak. Beberapa

mikrooragisme dalam bahan pangan tertentu seperti khamir dan bakteri asam laktat

tumbuh dengan baik pada kisaran nilai pH 3,0 - 6,0.

Pengukuran daya ikat air menggunakan metode Hamm (1972). Pertama menimbang

sampel sebanyak 0,3 g, dan kemudian sampel dipres dengan dua plat kaca yang telah dilapisi

kertas saring Whatman 42 dengan beban 35 kg selama 5 menit. Kertas saring digambar

dengan kertas grafik, dari gambar tersebut diperoleh area basah setelah dikurangi area yang

tertutup daging (dari total area). Kandungan air pada area basah dihitung dengan

menggunakan rumus:

mgH2O = [(area basah (cm2)/0,0948)] –8,0 = x.

Daya ikat air (Water Holding Capacity) dihitung dengan rumus :

% daya ikat air = % kadar air sampel - % kadar air basah

% kadar area basah = (x/berat sampel) 100%.

(Bintoro et. al.. 2006)

2.6 Cooking loss

Susut masak daging dipengaruhi oleh daya ikat air dan kadar air. Semakin tinggi daya

ikat air, semakin rendah kadar air daging tersebut. Hal ini diikuti oleh turunnya persentase

susut masak daging. Rataan susut masak daging yang didapatkan menurun sebanding dengan

penurunan kadar air. Daging yang mempunyai angka susut masak rendah, memiliki kualitas

yang baik karena kemungkinan keluarnya nutrisi daging selama pemasakan juga rendah. pada

umumnya nilai susut masak daging sapi bervariasi antara 1,5–54,5% dengan kisaran 15–40%.

Daging bersusut masak rendah mempunyai kualitas yang relatif baik dibandingkan dengan

daging bersusut masak besar, karena resiko kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih

sedikit. Susut masak merupakan indikator nilai nutrisi daging yang berhubungan dengan

kadar air daging, yaitu banyaknya air yang terikat didalam dan di antara otot. Daya ikat air

4

Page 5: BAB I-jadi_2 lagi

(WHC) yang rendah akan mengakibatkan nilai susut masak yang tinggi. WHC sangat

dipengaruhi oleh nilai pH daging. Menurut soeparno (2005) apabila nilai pH lebih tinggi atau

lebih rendah dari titik isoelektrik daging (5,0-5,1) maka nilai susut masak daging tersebut

akan rendah (Permadi, 2008)

2.7 Tekstur

Keempukan dan tekstur daging kemungkinan besar merupakan penentu yang paling

penting pada pada kualitas daging. Faktor yang mempengaruhi keempukan daging

digolongkan `menjadi faktor antemortem seperti genetik termasuk bangsa, spesies dan

fisiologi, faktor umur, manajemen, jenis kelamin dan stress. Sedangkan factor postmortem

yang diantaranya meliputi metode chilling, refrigerasi, pelayuan dan pembekuan termasuk

factor lama dan temperature penyimpanan dan metode pengolahan termasuk metode

pemasakan dan penambahan bahan pengempuk. Jadi keempukan bias bervariasi diantaranya

spesies, bangsa, ternak dalam spesies yang sama, potongan karkas dan diantara otot serta

pada otot yang sama(Soeparno,2005).

Tekstur merupakan salah satu parameter mutu yang cukup penting pada saat daging

ayam dikonsumsi. Ketika hewan telah mati, darah akan berhenti bersirkulasi, sehingga tidak

ada supply oksigen dan nutrisi pada otot. Tanpa keduanya, otot akan berusaha memenuhi kebutuhan

energinya dan akan menjadi keras, yang sering disebut dengan rigormortis. Kemudian otot akan

kembali menjadi lunak. Apapun yang mempengaruhi terjadinya rigormortis ataupun

pelunakan kembali tersebut, peristiwa ini akan mempengaruhi keempukan daging. Contohnya

adalah ketika ayam mengalami stress. Otot akan kehilangan energi lebih cepat dan rigor

mortis akan terjadi lebih cepat pula. Hal tersebut akan mengakibatkan daging akan menjadi

lebih keras (liat). Peristiwa ini juga terjadi jika terjadi pre slaughter tunning yang tinggi,

sertawaktu scaling yang lebih lama atau suhunya yang terlalu tinggi(Rindang, 2012).

Tekstur suatu citra berperan penting dalam banyak tugas pada sistem visual seperti

pemeriksaan permukaan, pengelompokan objek, pemeriksaan kualitas, dan lain-lain. Untuk

melakukan tugas-tugas tersebut, diperlukan suatu analisis mengenai tekstur yang dapat

digunakan untuk mengidentifikasikan suatu pola-pola yang berulang-ulang dan teratur, pola-

pola intensitas, dan lain-lain. Salah satu manfaat dari tekstur tersebut adalah untuk

mengelompokkan citra ke dalam kelas tertentu(Resnawati, 2008).

Kesan keempukan secara keseluruhan meliputi tekstur dan melibatkan tiga aspek.

Pertama kemudahan awal penetrasi gigi kedalam daging; kedua, mudahnya daging dikunyah

5

Page 6: BAB I-jadi_2 lagi

menjadi fragmen/potongan-potongan yang lebih kecil dan ketiga, jumlah residu yang

tertinggal setelah pengunyahan(Soeparno,2005).

Tekstur abon dipengaruhi oleh jenis daging dan pemasakan daging. Pemanasan

daging akan mempengaruhi tingkat suiran daging yang berhubungan erat dengan tekstur

abon. Jenis daging yang digunakan harus memiliki sedikit tendon, sebab akan berpengaruh

pada meratanya tingkat suiran. Perebusan akan menghasilkan tekstur daging lebih empuk

daripada yang dikukus dalam hal tingkat keempukan daging masak. Pengukusan

mengakibatkan tekstur daging yang kompak atau padat sehingga mempengaruhi penyuiran

daging menjadi lebih teratur(Widayanto,2002).

Abon keluwih mempunyai tampilan (tekstur)yang hampir menyerupai abon daging

sapi. (Wahyuni,2005)

2.8 Kadar air

Kadar air pada abon yang dihasilkan dipengaruhi oleh proses pengolahan yakni pada

tahap penggorengan, dikarenakan air yang terdapat dalam bahan menguap atau keluar

sewaktu bahan digoreng. Hal ini disebabkan air bebas yang terdapat dalam bahan langsung

diuapkan oleh panas wajan dan minyak sebagai media perantara, sehingga sebagian bebas air

yang terdapat dalam jaringan bahan dapat menguap atau berkurang. Ridayanti (2005)

Menurut Widayanto (2002) Rumus Kadar Air :

Kadar air (%) = x 100%

Ket :

P = berat wadah dan sampel mula-mula

Q = berat wadah dan sampel setelah dikeringkan

Produk akan kehilangan air selama pemanasan pada suhu 50-60°C. Kehilangan air

pada rentang suhu ini dapat mencapai 80%. Penurunan kadar air dapat terjadi selama proses

pembuatan abon. Kadar air abon yang rendah mengakibatkan peningkatan kadar protein

abon.(Riyanto,2006)

Semakin tinggi level keluwih atau sukun, kadar airnya semakin menurun. Hal ini

disebabkan keluwih dan sukun lebih mudah kering selama proses pemanasan dibandingkan

dengan daging sapi, dan juga sifat protein daging sapi yang mampu menahan airnya selama

proses pemanasan berlangsung. Penurunan ini menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda

nyata terhadap kadar air. (Wahyuni,2005)

6

Page 7: BAB I-jadi_2 lagi

2.9 pH

pH daging ayam dengan lama pengukusan selama 2 menit adalah 5,9 setelah

mengalami penyimpanan selama 12 jam. Cepat lambatnya penurunan pH dipengaruhi oleh

spesies, tipe otot, stress sebelum pemotongan dan suhu lingkungan. (Lawrie, 2005)

pH daging akan mengalami perubahan (menurun) sesuai dengan waktu penyimpanan,

semakin lama penyimpanan akan semakin menurun sampai tercapai pH akhir yaitu antara 5,4

– 5,8. (Soeparno, 1992)

Adanya perbedaan pH disebabkan perbedaan laju glikolisis,semakin tinggi kadar

glikogen daging maka semakin cepat proses glikolisis sehingga pH semakin naik. Nilai pH

berpengaruh terhadap daya ikat air dan keempukan daging. (Budiyanto, 2009)

Pengukuran pH dilakukan dengan mencacah 5 gram daging, kemudian dimasukkan ke

dalam gelas piala yang berisi 10 ml air suling. Elektrode gelas dari pH meter dicelupkan ke

dalam gelas piala tersebut dan dibaca nilai pH. (Budiyanto, 2009)

Nilai pH digunakan untuk menunjukkan tingkat keasaman dan kebasaan suatu

substansi. Jaringan otot hewan pada saat hidup mempunyai nilai pH sekitar 5,1 sampai 7,2

dan menurun setelah pemotongan karena mengalami glikolisis dan dihasilkan asam laktat

yang akan mempengaruhi pH. pH ultimat daging tercapai setelah glikolisis otot menjadi habis

atau setelah enzim-enzim glikolitik menjadi tidak aktif pada pH rendah atau glikogen tidak

lagi sensitif terhadap serangan-serangan enzim glikolitik. pH ultimat normal daging

postmortem adalah sekitar 5,5 yang sesuai dengan titik isoelektrik sebagian besar protein

daging termasuk protein myofibril. (Lawrie, 2005)

2.10 Organoleptik

Semakin coklat warna abon biasanya mutunya akan semakin baik. Sebaliknya abon

yang berwarna muda biasanya dalam proses pembuatannya dicampur bahan lain.

(Wahyuni,2005)

Abon keluwih mempunyai rasa yang khas dan penampilan (tekstur) yang sama

dengan abon daging sapi seratus persen. (Wahyuni,2005)

7

Page 8: BAB I-jadi_2 lagi

BAB III

Materi dan Metode

A. Bahan yang digunakan dalam pembuatan abon adalah sebagai berikut:

1. Bawang merah 15 %

2. Bawang putih 10 %

3. Cabe merah 2,5 %

4. Kemiri 2,5 %

5. Ketumbar 2,5 %

6. Jinten 0,1 %

7. Asam 2,5 %

8. Lengkuas 2,5 %

9. Daun salam 2 – 4 lembar untuk 1 kg daging

10. Daun jeruk 3 lembar untuk 1 kg daging

11. Batang sereh 1 – 2 buah untuk 1 kg daging

12. Santan 2 gelas dari ¾ butir kelapa untuk 1 kg daging

13. Keluwih 25 % dan 50 % dari jumlah daging yang digunakan (merupakan perlakuan)

14. Garam 3 %

15. Gula 25 %

Peralatan yang digunakan dalam praktikum dalam pembuatan abon adalah sebagai berikut :

1. Panci

2. Kompor

3. Cobek dan ulegnya

4. Telenan

5. Pisau

6. Alat menggoreng (wajan, sotil, serok)

7. Blender bumbu

8. Pengepres abon/spinner

9. Kain saring

10. Baskom plastik

8

Page 9: BAB I-jadi_2 lagi

B. Cara pembuatan abon :

1. Daging ayam dibersihkan dari lemak, dipisahkan kulitnya dan dicuci kemudian

direbus sampai empuk atau mudah diserat (Lama perebusan daging ayam 10 menit),

kemudian dilakukan penyeratan daging menyerupai benang,

2. Keluwih dikupas, dibagi menjadi 4 - 6 bagian memanjang dan direbus 10 – 15 menit,

kemudian diserati seperti daging

3. Menyiapkan bumbu sesuai prosentase : ketumbar, bawang merah, bawang putih, cabe

merah, kemiri, asam, jinten, lengkuas, sereh, daun salam, daun jeruk purut. Ketumbar,

bawang merah, bawang putih, cabe merah, jinten, lengkuas dan kemiri dihaluskan,

sedang bumbu yang lain tidak, kecuali batang sereh dikeprek, garam dan gula merah

disisir halus,

4. Menyiapkan santan, dari 250 gram kelapa parut dengan 250 ml air

5. Merebus campuran santan dan bumbu sampai kental, kemudian dagingnya

dimasukkan dan dipanaskan sampai asat/kering, catat waktunya!!

6. Menggoreng daging tersebut dengan minyak goreng sampai kering, agar abon

menjadi renyah atau warna abon menjadi coklat. Goreng 250 gram daging No.5

dengan minyak goreng 500 ml selama ± 5 menit, yang penting hanya sampai coklat

tidak boleh gosong, catat waktunya dan suhu penggorengan!!

7. Abon yang sudah digoreng kemudian dikeluarkan minyaknya dengan alat

pengepres/spinner selama 5 menit, sehingga diperoleh abon yang kering dan renyah,

8. Mengemas abon dengan plastik yang cukup tebal dan rapat, agar uap air dalam udara

tidak masuk ke dalam plastik, karena hal ini bisa menyebabkan abon menjadi

lembab, dan mudah tengik sehingga tidak awet.

9. Menganalisa produk abon, yaitu :

a. pH

b. kadar air

c. kadar lemak

d. organoleptik warna dan bau (nilailah dari 1 sampai 9/tidak menyukai sampai sangat

menyukai)

9

Page 10: BAB I-jadi_2 lagi

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Abon

Dengan meluasnya konsumsi daging, sehingga telah banyak bentuk hasil olahan yang

berasal dari daging seperti daging korned, sosis, dendeng, abon dan daging asap dan lain-lain.

Bentuk-bentuk pengolahan ini pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh tingkat ekonomi yang

mengolahnya sehingga hasil olahan tersebut dapat juga merupakan cerminan dari tingkat

ekonomi yang mengkonsumsinya.

Abon daging merupakan makanan kering yang terbuat dari suiran-suiran daging dan

bumbu-bumbu. Pembuatan dengan cara daging direbus atau dikukus, kemudian disuir,

dicampur dengan bumbu dan digoreng sampai matang menjadi bumbu. Abon yang sudah jadi

kemudian dilakukan uji kualitas yang meliputi WHC(Water Holding Capacity), kadar lemak,

pH, tekstur, kadar air dan cooking loss.

1. Kadar lemak

Hasil pengamatan kadar lemak abon adalah kadar lemak paling rendah terdapat pada

daging tanpa perlakuan yaitu sebesar 11,3%,sedangkan kadar lemak paling tinggi terdapat

pada daging abon dengan penambahan keluwih 50% yaitu kadar lemak yang ditunjukkan

sebesar 12,5%. Hasil ini sesuai dengan (anonym,2010)bahwa Standar Industri Indonesia

untuk Abon No 0368-80,0368-85 Lemak (maksimum) 30% ,Gula (maksimum) 30%,Protein

20%,Air (maksimum)10%,Abu (maksimum) 9%,Aroma, warna dan rasa Khas,Logam

berbahaya (Cu, Pb, Mg, Zn dan As) Negatif,Jumlah bakteri (maksimum)3000/g,Bakteri

bentuk koli Negatif,Jamur Negatif. Hasil penelitian ( Chandrianto, 2011) juga menunjukkan

bahwa hasil analisis uji produk akhir abon menunjukkan kadar air (7,33), kadar abu

(4,95),kadar lemak(28,35), serat kasar (2,44),kadar protein (20,67), gula sukrosa (30,97).

Peningkatan kadar lemak abon yang ditambah dengan keluwih diduga karena adanya

penambahan keluwih yang memiliki serat tersebut dapat menyebabkan naiknya kadar lemak,

semakin tinggi level keluwih semakin tinggi pula kadar lemaknya. Hal ini sesuai dengan

pendapat wahyuni( 2005)yang menyatakan bahwa keluwih dan sukun merupakan buah yang

mempunyai karbohidrat yang tinggi serta merupakan bagian dari karbohidrat kompleks

(polisakarida). Serat inilah yang menyebabkan naiknya kadar lemak pada abon dengan level

substitusi keluwih yang semakin besar, di mana serat pangan mempunyai karakteristik

mengabsorbsi lemak minyak.

10

Page 11: BAB I-jadi_2 lagi

2. Daya Ikat Air (Water Holding Capacity)

Hasil pengamatan daya ikat air (water holding capacity) dari daging ayam yang dibuat

abon adalah diperoleh rataan % daya ikat air (WHC) sebesar 29, 42%. Hasil yang diperoleh

ini menunjukkan bahwa nilai daya ikat air dari daging ayam yang akan dibuat abon tergolong

rendah. Hasil ini sesuai dengan kusmajadi (2000) bahwa daya ikat air daging ayam broiler

pada awal pemotongan tinggi yaitu 45,37%, kemudian mengalami penurunan daya ikat air

yang nyata berbeda (P<0,05) dengan semakin lamanya jangka waktu penyimpanan yaitu

pada jangka waktu pemotongan 2 jam daya ikat air sudah mencapai 29,31 %, pada jangka

waktu pemotongan 4 jam daya ikat sebesar 25,57% dan pada jangka waktu pemotongan 12

jam daya ikat air mencapai 17,89%. Hasil penelitian Bintoro et. al. (2006) Rata-rata nilai

daya ikat air daging ayam segar yaitu sebesar 50,562, tidak berbeda secara statistik uji-t

dengan nilai DIA(Daya Ikat Air) daging ayam bangkai yaitu sebesar 52,702. Kesamaan nilai

daya ikat air dari daging ayam segar dan ayam bangkai, diduga karena protein yang

terdapat dalam kedua daging tersebut mempunyai daya yang sama dalam mengikat air.

Daya ikat air daging ayam dari hasil pengamatan rendah diduga karena pengaruh dari

perlakuan penyimpanan pada lemari pendingin selain karena pengaruh dari lama jangka

waktu penyimpanan. Suhu penyimpanan yang terlalu rendah dibawah 00 (beku) akan

menyebabkan banyaknya air terikat yang keluar dari daging pada saat dilakukan thawing atau

pengembalian ke kondisi semula. Menurut Suradi(2000) bahwa perubahan daya ikat air

daging selama penyimpanan diduga karena terjadinya perubahan ion -ion yang diikat

oleh protein daging. Penurunan daya ikat air disebabkan oleh makin banyaknya asam

laktat yang terakumulasi akibatnya banyak protein miofibriler yang rusak, sehingga

diikuti dengan kehilangan kemampuan protein untuk mengikat air. Utami, dkk. (2011)

menyatakan bahwa penurunan kemampuan daging untuk mengikat air juga berkaitan

dengan nilai pH daging. Daya Ikat Air dipengaruhi oleh pH, pada pH yang lebih tinggi dari

pH isolektrik protein daging, sejumlah muatan positif dibebaskan dan terdapat surplus

muatan negatif yang mengakibatkan penolakan dari miofilamen dan memberi lebih banyak

ruang untuk molekul air, semakin banyak molekul air dalam daging Daya Ikat Air daging

akan naik.

Menurut Nurwanto dan Sri Mulyani (2003) WHC atau daya ikat air merupakan

kemampuan daging untuk menahan air yang terdapat dalam jaringan. Besar kecilnya WHC

berpengaruh terhadap terhadap warna, keempukan, kekenyalan, kesan jus, rasa dan tekstur

daging. Salah satu istilah yang terkait dengan WHC adalah drip yaitu kehilangan cairan dari

daging. Drip biasanya terjadi selam pengankutan, pameran dan penyimpanan. Adanya drip

11

Page 12: BAB I-jadi_2 lagi

menyebabkan kerugian seperti penurunan berat daging, berkurangnya kelezatan dan

berkurangnya nilai gizi.

3. Cooking loss

Berdasarkan hasil pengamtan penghitungan cooking loss didapat sebagai berikut :

Berat daging ayam sebelum dimasak : 25,16 gram

Berat daging ayam sesudah dimasak : 23,22 gram

Berat daging ayam sebelum dimasak - Berat daging ayam sesudah dimasak

Cl = x 100%

Berat daging ayam sebelum dimasak

25,16 - 23,22

= x 100%

25,16

= 7,71%

Susut masak dapat digunakan untuk meramalkan jumlah kandungan cairan dalam

daging masak (Soeparno, 1992). Daging yang mempunyai susut masak yang rendah

mempunyai kualitas fisik yang relatif lebih baik daripada daging dengan susut masak yang

lebih besar, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan lebih sedikit. Suradji (2005)

menunjukan bahwa terjadinya penurunan susut masak daging ayam broiler dengan semakin

lamanya jangka waktu setelah pemotongan. Hal ini menunjukan bahwa jangka waktu mati

mempengaruhi susut masak daging ayam broiler, sebagaimana pernyataan Lawrie (1979)

bahwa susut masak dipengaruhi oleh waktu post mati.

Danar (2010) menyatakan jangka waktu pemotongan 10 jam tidak memberikan efek

yang nyata terhadap susut masak daging ayam broiler, demikian pula antara jangka waktu

pemotongan 4 jam sampai dengan 12 jam, namunsusut masak daging ayam broiler antara

jangka waktu pemotongan 0 jam (32,48%)dan 2 jam (32,81%) setelah pemotongan nyata

lebih rendah dibandingkan dengan jangka waktu pemotongan 12 jam (34,76%). Penurunan

susut masak ini disebabkan terjadinya penurunan pH daging post mortem yang

mengakibatkan banyak protein miofibriler yang rusak, sehingga diikuti dengan kehilangan

kemampuan protein untuk mengikat air yang pada akhirnya semakin besarnya susut masak.

12

Page 13: BAB I-jadi_2 lagi

Berdasarkan (Permadi,2008) menyatakan Sampel daging yang tersedia ditimbang

(berat awal) pada timbangan digital sebelum direbus dalam air yang mendidih. Daging

direbus hingga suhu dalam daging mencapai 81˚C. Setelah mencapai suhu tersebut dinginkan

daging dan timbang kembali pada timbang digital (berat akhir). Susut masak daging

didapatkan dari hasil hitung : % Susut masak = Berat sebelum pemasakan –Berat setelah

pemasakan x 100. Berdasarkan hasil penelitian menyatakan Susut masak merupakan

perbedaan (selisih) bobot awal dengan bobot akhir setelah dimasak. Susut masak pada daging

yang diamati adalah 40,31%, 40,21%, dan 42,6%. Soeparno (1994), menyatakan bahwa pada

umumnya nilai susut masak daging sapi bervariasi antara 1,5–54,5% dengan kisaran 15–40%.

Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa susut masak dari daging petama dan daging

kedua, tidak memunjukkan hasil yang jauh berbeda karena berasal dari ternak yang sama.

Rata- rata susut masak dari ketiga daging adalah 41,03%, ini tidak jauh menyimpang dari

standar susut masak daging pada umumnya. Perbedaan antara susut masak daging1, daging2,

dan daging 3 disebabkan oleh panjang serabut otot dari tiap daging yang berbeda. Soeparno,

1994 mengatakan bahwa susut masak dipengaruhi panjang serabut otot. Semakin panjang

serabut otot suatu daging, maka susut masak semakin rendah, demikian sebaliknya, semakin

pendek serabut otot suatu daging, maka susut masak semakin besar. Susut masak juga

dipengaruhi oleh umur dan bangsa ternak.

4. Tekstur

Tekstur daging merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kekerasan dan

keempukan daging. Didukung dengan literature oleh Resnawati(2008) yang menyebutkan

bahwa struktur daging sebagian besar terdiri dari protein muskulus (aktin dan miosin) dan

jaringan pengikat (kolagen dan rekulin). Hasil pengamatan didapat data bahwa prinsip dari

pengukuran tekstur daging ayam adalah melalui penekanan pada sampel dengan diketahui

berat contoh sehingga didapatkan nilai skala dengan waktu 10 detik. Pengamatan pada tekstur

daging tersebut dilakukan dengan menggunakan alat Penetrometer pada sampel daging yang

berukuran 1 cm X 1 cm X 1cm.

Pengamatan pada uji tekstur dilakukan dengan cara pertama – tama daging dipotong

dengan ukuran sekitar (1x1x1) cm dan diletakkan pada tempat sampel yang ada pada alat

penetrometer. Stop kontak pada penetrometer dihubungkan dengan sumber listrik dan

Penetrometer dihidupkan dengan menekan tombol power. Cone dan plunger dipasang dengan

menekan tombol release, kemudian diatur waktu. Jarum skala diputar pada posisi 0 dengan

memutar piringan skala. Pemutar kasar dan halus pada penetrometer diputar sehingga ujung

13

Page 14: BAB I-jadi_2 lagi

cone hampir menyentuh permukaaan sampel. Tombol start pada penetrometer ditekan dan

ditunggu sesuai waktu yang telah diatur (10 detik) dan Skala penetrometer dibaca dengan

menekan tangkai dibelakang piringan skala.

Soeparno (2005) mengemukakan bahwa komponen-komponen yang menentukan ciri-

ciri kualitas dan kuantitas daging adalah lemak,jaringan adipose, tulang, tulang

rawan,jaringan ikat dan tendo. Tekstur daging dipengaruhi oleh umur, aktivitas, jenis kelamin

dan makanan. Tekstur daging menunjukkan ukuran ikatan-ikatan serabut otot yang dibatasi

oleh septum-septum perimiseal jaringan ikat yang membagi otot secara longitudinal. Tekstur

otot dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu tekstur kasar dengan ikatan-ikatan serabut yang

besar dan tekstur halus dengan ikatan-ikatan serabut yang kecil. Tingkat kekasaran tekstur

meningkat dengan bertambahnya umur. Otot ternak jantan mempunyai tekstur yang lebih

besar daripada otot ternak betina. Bangsa ternak juga mempengaruhi tekstur otot.

Keluwih yang dicampurkan dalam pembuatan abon ayam pada saat praktikum

memiliki serat yang hampir sama dengan serat daging ayam,oleh karena itu jika ditambahkan

keluwih dalam pembuatan abon tidak akan berpengaruh besar terhadap tekstur abon itu

sendiri. Hal ini sesuai literatur Wahyuni(2005) yang menyatakan bahwa abon keluwih yang

dihasilkan seperti serat-serat kapas yang hampir mendekati tekstur abon daging. Abon

keluwih mempunyai tampilan (tekstur)yang hampir menyerupai abon daging sapi.

5. Kadar air

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, kadar air dapat ditentukan langsung dengan

menggunakan pengeringan pada oven dengan suhu 1050 C. Sampel sebanyak ± 3 gram

dikeringkan selama 16-24 jam dalam oven sampai beratnya konstan,kemudian didinginkan

diluar, disimpan di dalam eksikator selama 15 menit tetap kering dan ditimbang. Menurut

Widayanto(2002) presentase kadar air dapat dihitung dengan rumus :

Dengan menggunakan rumus diatas didapatkan hasil perhitungan presentase kadar air dalam

daging segar dan daging abon sebagai berikut :

Dari hasil analisa didapatkan kadar air daging segar sebesar 71,74%, dan rata-rata

pada daging abon perlakuan A (100% abon daging ayam) adalah 14,25 %, perlakuan B (75%

abon daging + 25% abon keluwih) adalah 15,52% dan perlakuan C (50% abon daging + 50%

14

Kadar air (%) = x 100%

Ket :P = berat wadah dan sampel mula-mulaQ = berat wadah dan sampel setelah

Page 15: BAB I-jadi_2 lagi

abon keluwih) adalah 25,62%. Menurut Ridayanti (2005) kadar air pada abon yang

dihasilkan dipengaruhi oleh proses pengolahan yakni pada tahap penggorengan, dikarenakan

air yang terdapat dalam bahan menguap atau keluar sewaktu bahan digoreng. Hal ini

disebabkan air bebas yang terdapat dalam bahan langsung diuapkan oleh panas wajan dan

minyak sebagai media perantara, sehingga sebagian bebas air yang terdapat dalam jaringan

bahan dapat menguap atau berkurang.

Selama proses pembuatan abon, daging melalui tahap penggorengan dan pemanasan.

Suhu penggorengan yang digunakan mencapai 150°C selama 10 -15 menit. Riyanto(2006)

menyebutkan bahwa produk akan kehilangan air selama pemanasan dengan suhu 50-60°C.

Kehilangan air pada rentang suhu ini dapat mencapai 80%. Penurunan kadar air dapat terjadi

selama proses pembuatan abon. Kadar air abon yang rendah mengakibatkan peningkatan

kadar protein abon.

Dalam pembuatan abon yang telah dilakukan,kadar air yang dihasilkan masih lebih

dari 10%.Sedangkan menurut standar industri Indonesia untuk abon No 0368-80,0368-

85,kadar air maksimum abon adalah 10%( Anonim,2010). Kadar air yang dihasilkan kurang

sesuai atau terlalu tinggi jika dibandingkan dengan standar abon Indonesia tersebut.

Sedangkan abon dengan penambahan keluwih 50% juga menyebabkan kadar air meningkat

bahkan tertinggi diantara yang lain,hal ini mungkin terjaadi karena adanya kesalahan

pengamatan ataupun dalam penghitungan kadar air karena jika dibandingkan dengan literatur

seharusnya penambahan keluwih justru menurunkan kadar air. (Wahyuni,2005) menyebutkan

bahwa semakin tinggi level keluih atau sukun, kadar airnya semakin menurun. Hal ini

disebabkan keluih dan sukun lebih mudah kering selama proses pemanasan dibandingkan

dengan daging sapi, dan juga sifat protein daging sapi yang mampu menahan airnya selama

proses pemanasan berlangsung. Penurunan ini menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda

nyata terhadap kadar air.

6. pH

pH daging segar 1 = 5,4 pH daging ulangan 2 = 5,5

pH abon ulangan

0% pH = 5,7 pH = 5,7

25% pH = 5,7 pH = 5,7

50% pH = 5,8 pH = 5,7

15

Page 16: BAB I-jadi_2 lagi

Dari hasil pengamatan dibandingkan dengan literatur(Soeparno, 1992)hasilnya sesuai,

yakni pH daging segar tidak mungkin berada pada pH 5,3. Hasil pengukuran saat praktikum

yakni pH daging ayam yang akan digunakan sebagai abon adalah 5,4 dan ph ulangan 5,5.

Hasil pengukuran ini didapat dengan cara menggunakan sampel daging segar seberat 3 gram

dan untuk ulangannya sama, ditamabah air sebanyak 20 ml dan diukur menggunakan pH

meter. Sedanagakan abon dengan perlakuan 0% (daging ayam tanpa perlakuan ) memiliki pH

5,7 dan ulangannya 5,7. Abon dengan perlakuan 25% memiliki pH 5,7 dan ulangannya 5,7.

Pada abon dengan pelkuan 50% memiliki kadar pH 5,8 dan ulangannya 5,7.

Pada abon dengan penambahan keluwih 50% pH-nya menunjukkan angka tertinggi

yang ini kemungkinan terjadi karena adanya penambahan bumbu maupun penambahan

keluwih itu sendiri. Hasil ini sesuai jika dibandingkan dengan literatur Wahyuni(2005)yang

menyebutkan bahwa perubahan pH dapat disebabakn oleh lama simpan daging segar yang

tidak tahu kapan proses pemotongan serta adanya proses pengukusan/ perebusan,pemasakan

dan penambahan bumbu-bumbu masakan dapat menaikkan pH-nya.

7. Organoleptik (Warna serta Rasa)

Mutu organoleptik dapat dijadikan sebagai salah satu parameter untuk menentukan

kualitas abon karena dengan adanya uji organoleptik maka dapat diketahui tingkat kesukaan

panelis terhadap abon. Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan abon dengan penambahan

keluwih lebih disukai karena dari segi rasa memiliki rasa yang khas.Warna yang dihasilkan

juga disukai panelis karena menarik dengan warna coklat tua karena adanaya reaksi

maillard(reaksi pencoklatan).Hal ini sesuai literatur Wahyuni(2005) yang menyebutkan

bahwa abon keluwih mempunyai rasa yang khas dan penampilan (tekstur) yang sama dengan

abon daging sapi seratus persen.

Selain itu,warna abon juga dapat menjadi petunjuk mutu abon. Menurut

Wahyuni(2005)Semakin coklat warna abon biasanya mutunya akan semakin baik. Sebaliknya

abon yang berwarna muda biasanya dalam proses pembuatannya dicampur bahan lain.

16

Page 17: BAB I-jadi_2 lagi

BAB V

PENUTUP

KESIMPULAN

Kualitas daging ayam segar yang digunakan sebagai bahan abon cukup baik

meskipun agak sedikit rendah kualitasnya karena adanya pengaruh

penyimpanan sebelum digunakan.

Penambahan keluwih pada pembuatan abon mempengaruhi peningkatan kadar

lemak,kadar air dan juga pH pada abon,serta meningkatkan kesukaan panelis

terhadap abon tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

17

Page 18: BAB I-jadi_2 lagi

Anonym . 2010. Abon http://digilib.uns.ac.id/index.php

Arny Yanti M. Lay Rihi. 2009. Pengaruh Lama Penyimpanan Pada Suhu Dingin Terhadap

Ph, Water Holding Capacity, Tekstur, Dan Total Plate Count Bakso Ayam

Rumput Laut. Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan

Universitas Brawijaya Malang

Bintoro, V. P., B. Dwiloka dan A. Sofyan. 2006. Perbandingan Daging Ayam Segar Dan

Daging Ayam Bangka Dengan Memakai Uji Fisiko Kimia Dan Mikrobiologi.

J.Indon.Trop.Anim.Agric. 31 [4].

Budiyanto, Agus dan S. Usmiati.2009. Pengaruh Enzim Papain Terhadap Mutu Daging

Kambing slama penyimpanan. Balai Pertanian: Bogor.

Chandrianto , Rosyid Meica.2011. Pengendalian Mutu Proses Pembuatan Abon Lele di IRT

Karmina Judul Seragam. UNS-F. Pertanian Prog. Teknologi Hasil Pertanian

Danar,N.2010. Kualitas Daging Ayam Boiler yang Mendapatkan Tepung Bawang Putih dan

Tepung Temulawak dalam Ransum. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah

Mada.Yogyakarta.

Hasrati, E. dan Rini R.. 2011. KAJIAN PENGGUNAAN DAGING IKAN I'IAS (Cyprinus

Carpio Linn) TERHADAP TEKSTUR DAN CITA RASA BAKSO DAGING

SAPI. Jurnal llmu-ilmu Pertanian Vol 7 No I.

Lawrie. R.A.2005. Ilmu Daging. UI press: Jakarta

Nurwantoro Dan Sri M.. 2003. Buku Ajar Dasar Teknologi Ternak.Fakultas Peternakan

Diponegoro Semarang.

Permadi ,yonif wahyu. 2008. Pengaruh Heat Strees Terhadap Daya Ikat Air Dan Susut

Masak Daging Ayam Broiler. Fakultas kedokteran hewan. Universitas

diponegoro. Semarang

Purwati. 2007. Efektifitas Plastik Polipropilen Rigid Kedap Udara Dalam Menghambat

Perubahan Kualitas Daging Ayam Dan Daging Sapi Selama Penyimpanan Beku.

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Resnawati. Heti.2008. Uji Organoleptik terhadap Daging Paha Ayam Pedaging yang Diberi

Ransum Mengandung berbagai Taraf Cacing Tanah (lumbricus rubellus).Balai

Penelitian Ternak . Bogor

Ridayanti. 2005. Pembuatan Abon Ampas Tahu sebagai Upaya Pemanfaatan Limbah

Produksi Pangan. Teknologi Pangan dan Gizi, Teknologi Pertanian Universitas

Djuanda, Bogor.

18

Page 19: BAB I-jadi_2 lagi

Rindang, 2012. Ilmu Bahan Makanan Unggas. http://www.scribd.com /doc/ 75214641

/unggas. (Diakses 1 Mei 2012)

Riyanto, I.2006. Analisa Kadar, Daya Cerna dan Karakteristik Protein Daging Ayam Kampung dan Hasil Olahannya. Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Soeparno. 2005. Ilmu Dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Suradi, Kusmajadi. 2000. Perubahan Sifat Fisik Daging Ayam Broiler Post Mortem Selama

Penyimpanan Temperatur Ruang. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Utami, D. P., Pudjomartatmo dan Adi M. P. N.. 2011. Manfaat Bromelin dari Ekstrak Buah

Nanas (Ananas comosus L. Merr) dan Waktu Pemasakan untuk Meningkatkan

Kualitas Daging Itik Afkir. Sains Peternakan Vol. 9 (2) : 82-87.

Wahyuni , tri hesti .2005. Perbandingan Antara Substitusi Keluwih (Artocarpus Communis)

dan sukun (Artocarpus Altilis) Terhadap Kualitas Abon Sapi. Departemen

Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

Widayanto,2002. Komposisi Kimia dan Karakteristik Organoleptik Abon Daging Domba dan

Daging Kambing yang Dimasak dengan Metode Pemasakan Berbeda . IPB.

Bogor

19