bab i hukum an konsumen

37
PROGRAM PENARIKAN KEMBALI (RECALL) HONDA CITY TAHUN PRODUKSI 2007-2008 SEBAGAI BENTUK TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA PT. MANDALATAMA ARMADA MOTOR Tugas ini disusun untuk memenuhi mata kuliah Hukum Perlindungan Konsumen Dosen Pengampu : Joko Purwoko. S.H., M.Hum. NAMA KELOMPOK : 1. Wisnhu Adidharma 1. Wisnhu Adidharma (08.20.0013) (08.20.0013)

Upload: inoe-tak-bertuan

Post on 25-Jun-2015

160 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I Hukum an Konsumen

PROGRAM PENARIKAN KEMBALI (RECALL) HONDA CITY

TAHUN PRODUKSI 2007-2008 SEBAGAI BENTUK TANGGUNG

JAWAB PELAKU USAHA PT. MANDALATAMA ARMADA

MOTOR

Tugas ini disusun untuk memenuhi mata kuliah Hukum Perlindungan Konsumen

Dosen Pengampu : Joko Purwoko. S.H., M.Hum.

NAMA KELOMPOK :

1. Wisnhu Adidharma1. Wisnhu Adidharma (08.20.0013)(08.20.0013)

2. T.L. Awang Asandi2. T.L. Awang Asandi (08.20.0031)(08.20.0031)

3. Bernard Yoel Masengi 3. Bernard Yoel Masengi (08.20.0037)(08.20.0037)

4. Denny Nugroho H.T4. Denny Nugroho H.T (08.20.0040)(08.20.0040)

Page 2: BAB I Hukum an Konsumen

5. Wisnu Ardhi S.P.5. Wisnu Ardhi S.P. (08.20.0053)(08.20.0053)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG 2010

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan ekonomi yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan

variasi dari masing – masing jenis barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi.

Barang dan/atau jasa tersebut pada umumnya merupakan barang dan/atau jasa yang

sejenis maupun yang bersifat komplementer satu terhadap yang lainya. Dengan

“diverifikasi” produk yang sedemikian luasnya dan dengan dukungan kemajuan

teknologi telekomunikasi dan informatika, di mana terjadi perluasan ruang gerak arus

transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas – batas suatu Negara, konsumen pada

akhirnya dihadapkan pada berbagai jenis barang dan/atau jasa yang ditawarkan secara

variatif, baik yang berasal dari produk domestik dimana konsumen berkediaman

maupun yang berasal dari luar negeri.

Kondisi seperti ini, pada suatu sisi memberikan manfaat bagi konsumen

karena kebutuhan akan barang dan/jasa yang diinginkan dapat terpenuhi, serta

semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang

dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen. Namun kondisi

dan fenomena tersebut, pada sisi lainnya dapat mengakibatkan kedudukan pelaku

usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang, di mana konsumen berada di posisi

lemah. Konsumen menjadi obyek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang

sebesar besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta

1

Page 3: BAB I Hukum an Konsumen

penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen. Hal tersebut bukanlah

masalah regional saja, tetapi menjadi permasalahan yang mengglobal dan melanda

seluruh konsumen di dunia. Timbulnya kesadaran konsumen ini telah melahirkan

salah satu cabang baru ilmu hukum, yaitu perlindungan konsumen atau yang kadang

kala dikenal sebagai hukum konsumen.

Hukum perlindungan konsumen merupakan suatu hal yang “cukup baru”

dalam dunia peraturan perundang – undangan di Indonesia, meskipun “dengungan”

mengenai perlunya peraturan perundang – undangan yang komprehensif bagi

konsumen tersebut sudah digaungkan sejak lama. Praktek monopoli dan tidak ada

perlindungan konsumen telah meletakkan “posisi” konsumen dalam tingkat yang

terrendah dalam menghadapi pelaku usaha. Tidak ada alternatif yang dapat diambil

konsumen telah menjadi suatu “rahasia umum” dalam dunia atau industri atau usaha

di Indonesia.

Ketidakberdayaan konsumen dalam menghadapi pelaku usaha ini jelas sangat

merugikan kepentingan masyarakat. Pada umunya para pelaku usaha berlindung di

balik Standard Contract atau Perjanjian Baku yang telah ditandatangani oleh kedua

belah pihak (antara pelaku usaha dan konsumen), ataupun melalui berbagai informasi

“semu” yang diberikan oleh pelaku usaha kepada konsumen.1

Dan sebagaimana diketahui bahwa dalam dunia usaha tujuan utamanya adalah

untuk mencari keuntungan, maka banyak sekali industri yang kurang memahami arti

penting hubungan antara pengusaha, konsumen dan masyarakat akan berperilaku

“profit oriented” semata tanpa memperhatikan aspek-aspek yang lain tetapi lebih

mementingkan kepentingan sendiri tanpa menghiraukan kepentingan pihak-pihak

yang lain dan yang lebih mendorong mereka untuk melakukan hal tersebut adalah

tersedianya konsumen yang menggunakan produk mereka. Sehingga banyak

1 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani.“Hukum Tentang Perlindungan Konsumen”.Jakarta;PT

Gramedia Pustaka Utama,2001. Hal 1.

2

Page 4: BAB I Hukum an Konsumen

konsumen yang dirugikan akibat tujuan produsen yang mencari keuntungan. Dalam

hal ini seharusnya produsen harus bertanggung jawab penuh terhadap barang yang

mereka perdagangka.

Dengan terbentuknya Undang – Undang perlindungan di Indonesia di

harapkan tindakan yang merugikan konsumen di Indonesia berkurang. Dan dalam

penjelasan Undang – Undang tentang Perlindungan Kosumen disebutkan bahwa

piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan

usaha para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya, sebab perlindungan konsumen

dapat mendorong iklim berusaha yang sehat, serta lahirnya perusahaan yang tangguh

dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang

berkualitas. Undang – undang perlindungan konsumen ini mengacu pada filosofi

pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum

yang memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka

membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berlandasaskan pada falsafah

kenegaraan Republik Indonesia, yaitu dasar Negara Pancasila dan konstitusa Negara

Undang – undang Dasar 1945.

Dalam industri otomotif di Indonesia, masyarakat dihadapkan pada berbagai pilihan

transportasi khususnya mobil. Dimana alat transportasi mobil merupakan salah satu

alat transportasi yang digemari oleh masyrakat Indonesia dalam berkendara, Sehingga

muncul berbagai ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merk) lahir dan berkembang

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan transportasi. Salah satu ATPM yang

terkenal di kota semarang adalah PT. Mandalatama Armada Motor selaku main

dealer mobil honda. PT. Mandalatama Armada Motor bergerak dalam bidang

penjualan, perbaikan, dan komplain mengenai produk mobil honda apabila terjadi

kesalahan dalam produksi, dll. Pada umumnya kerusakan dalam produksi itu sangat

merugikan konsumen sebagai pengguna mobil Honda yang di akibatkan oleh

kesalahan produsen. konsumen produk mobil honda umumnya adalah masyarakat

luas yang meliputi tingkatan sosial masyarakat menengah dan masyarakat atas.

Untuk menciptakan kenyamanan dan keamanan setiap konsumen produk Honda

3

Page 5: BAB I Hukum an Konsumen

maka, PT Mandalatama Armada Motor bertanggung jawab terhadap kesalahan

produksi yang telah dilakukannya, Agar tercipta suatu iklim yang sehat bagi pelaku

usaha dan masyarakat umum sebagai konsumen, maka sudah seharusnya semua pihak

melaksanakan apa yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing sesuai dengan

peraturan yang berlaku. Hak dan kewajiban tersebut merupakan suatu tindakan yang

dilakukan konsumen maupun produsen dalam etika nperdagangan untuk menciptakan

persaingan yang sehat antar konsumen dan hubungan harmonis antara konsumen dan

produsen dalam melakukan transaksi perdagangan. Berdasarkan latar belakang yang

telah diuraikan diatas. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul :

PROGRAM PENARIKAN KEMBALI (RECALL) HONDA CITY

TAHUN PRODUKSI 2007-2008 SEBAGAI BENTUK TANGGUNG

JAWAB PELAKU USAHA PT. MANDALATAMA ARMADA

MOTOR

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan

diambil dalam penelitian ini adalah :

1. Apa saja masalah pada Honda City tahun produksi 2008 sehingga mengalami

program penarikan kembali (recall)?

2. Bagaimana tanggung jawab PT. Mandalatama Armada Motor dalam

menangani kasus Honda City yang mengalami program penarikan kembali

(recall)?

4

Page 6: BAB I Hukum an Konsumen

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Perlindungan Konsumen

1. Pengertian Konsumen

Istilah konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris-

Amerika), atau consument(Belanda). Secara harafiah arti kata consumer

adalah setiap orang yang menggunakan barang2.

Di Indonesia sudah banyak diselenggarakan studi, baik yang bersifat

akademis maupun untuk tujuan mempersiapkan dasar-dasar penerbitan

suatu peraturan perundang-undangan tentang perlindungan konsumen.

Dari naskah-naskah akademik itu yang patut mendapat perhatian, antara

lain:3

a. Badan Pembinaan Hukum Nasional – Departemen Kehakiman

(BPHN), menyusun batasan-batasan tentang konsumen akhir, yaitu

pemakai akhir dari barang, digunakan untuk keperluan sendiri atau

orang lain, dan tidak untuk diperjualbelikan.

b. Batasan konsumen dari yayasan lembaga konsumen Indonesia:

Pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat bagi

kepentingan diri sendiri, keluarga atau orang lain dan tidak untuk

diperdagangkan kembali.

2 Celina T.S. Kristiyanti, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, Malang:Sinar Grafika, hal. 22

3 Az. Nasution, 2001, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta: Diadit Media, hal.9-10

5

Page 7: BAB I Hukum an Konsumen

c. Sedang dalam naskah akademis yang dipersiapkan fakultas hukum

Universitas Indonesia bekerjasama dengan departemen perdagangan

RI berbunyi: konsumen adalah setiap orang atau keluarga yang

mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan.

Sedangkan dalam undang-undang nomor 5 tahun 1999 tentang larangan

praktek monopoli dan persaingan tidak sehat memuat definisi mengenai

konsumen, yaitu konsumen sebagai pemakai dan/atau pengguna barang

dan/atau jasa, baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan orang

lain. Dalam pasal 1 ayat 2 undang-undang no 8 tahun 1999 tantang

perlindungan konsumen, yang dimaksud dengan pengertian konsumen

yaitu setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,

maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Berdasarkan pendapat para ahli yang telah diuraikan diatas, dapat penulis

simpulkan bahwa yang dimaksud dengan istilah konsumen adalah setiap

pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik yang

digunakan untuk kepentingan berssama maupun yang digunakan untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan tidak untuk diperdagangkan.

2. Hak dan Kewajiban Konsumen

Secara umum dikenal ada empat hak dasar konsumen, yaitu:4

a. Hak untuk mendapatkan keamaanan (the right to safety)

b. Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed)

c. Hak untuk memilih ( the right to choose)

d. Hak untuk didengar (the right to be heard)

Empat hak ini diakui secara internasional. Dalam perkembangannya,

organisasi-organisasi konsumen yang tergabung dalam The International

Organization of Consumer Union (IOCU) menambahkan lagi beberapa

hak, seperti hak mendapatkan pendidikan konsumen, hak mendapatkan

4 Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Grasindo, hlm. 16-27

6

Page 8: BAB I Hukum an Konsumen

ganti kerugian, dan hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik

dan sehat. Hak konsumen untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik

dan sehat tidak dimasukkan dalam UUPK ini, karena UUPK secara

khusus mengecualikan hak-hak atas kekayaan intelektual (HAKI) dan

dibidang pengelolaan lingkungan. Langkah untuk meningkatkan martabat

dan kesadaran konsumen harus diawali dengan upaya untuk memahami

hak-hak pokok konsumen yang dapat dijadikan sebagai landasan

perjuangan untuk mewujudkan hak-hak tersebut. Hak konsumen

sebagaimana tertuang dalam pasal 4 UU No.8 than 1999 adalah sebagai

berikut

a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta

jaminan yang dijanjikan;

c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa;

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa

yang digunakan;

e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;

h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,

apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan

perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan

lainnya.

7

Page 9: BAB I Hukum an Konsumen

Sedangkan empat kewajiban konsumen menurut pasal 5 UU perlindungan

konsumen adalah sebagai berikut:

a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian

atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan

keselamatan;

b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau

jasa;

c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan

konsumen secara patut.

3. Perlindungan Konsumen

Menurut pasal 1 ayat 1 Undang-undang perlindungan konsumen adalah

segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk member

perlindungan terhadap konsumen. Pasal 2 UU perlindungan konsumen

mengatur tentang asas perlindungan konsumen yaitu asas manfaat,

keadilan, keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen serta

kepastian hukum.

Tujuan dari perlindungan konsumen diatur dalam pasal 3 UU

perlindungan konsumen yaitu:

a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen

untuk melindungi diri;

b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan

dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk

mendapatkan informasi;

8

Page 10: BAB I Hukum an Konsumen

e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggung jawab dalam berusaha;

f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin

kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,

kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

B. Pelaku Usaha

1. Pengertian Pelaku Usaha.

Dalam pasal 1 ayat 3 UU perlindungan konsumen memuat tentang

pengertian pelaku usaha yaitu setiap orang perseorangan atau badan usaha,

baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang

didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah

hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersamasama

melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai

bidang ekonomi ditinjau dari Undang – Undang Nomer 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen.

2. Hak dan Kewajiban

Dalam pasal 6 UU perlindungan konsumen disebutkan bahwa hak

pelaku usaha adalah:

a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan

mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen

yang beritikad tidak baik;

c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam

penyelesaian hukum sengketa konsumen;

d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa

kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

9

Page 11: BAB I Hukum an Konsumen

e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan

lainnya.

Kewajiban pelaku usaha diatur dalam pasal 7 UU perlindungan

konsumen, kewajiban tersebut adalah:

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan

penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;

d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau

jasa yang berlaku;

e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau

mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau

garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian

akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa

yang diperdagangkan;

g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang

dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan

perjanjian.

3. Tanggung Jawab Pelaku Usaha

Menurut Padmo Wahjono yang dimaksud dengan tanggung jawab adalah

kesanggupan seseorang menyeleesaikan pekerjaan yang diserahkan

kepadanya, dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani

memikul resiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang

dilakukannya5.

5 Padmo Wahjono, 1987, Kamus Tata Hukum Indonesia, Jakarta: IND.HILL-CO, Hal. 271

10

Page 12: BAB I Hukum an Konsumen

Dalam hal pertanggung jawaban terhadap tindakan pelaku usaha yang

merugikan konsumen akan mendapatkan konsekuensi hukum dari

pelanggaran yang telah diberikan oleh Undang – undang tentang Perlindungan

Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, dan sifat perdata dari hubungan hukum

antara pelaku usaha dan konsumen, maka demi hukum, setiap pelanggaran

yang dilakukan oleh pelaku usaha ynag merugikan konsumen memberikan

hak kepada konsumen yang dirugikan tersebut untuk meminta pertanggung

jawaban dari pelaku usaha yang merugikannya, serta untuk menuntut ganti

rugi atas kerugian yang diderita oleh konsumen tersebut.

Prinsip-prinsip Tanggung Jawab

Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan

sebagai berikut6:

a. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan

Adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan

perdata, Dalam kitab Undang-undang Hukum perdata, khususnya pasal 1365,

1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini menyatakan,

seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika

ada kesalahannya yang dilakukannya. Pasal 1365 KUHP perdata, yang lazim

dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan

terpenuhinya empat unsure pokok,yaitu:a, Adanya perbuatan,b, Adanya unsur

kesalahan,c, Adanya kerugian yang diderita,d, Adanya hubungan kausalitas

antara kesalahan dengan kerugian. Latar belakang penerapan prinsip ini

adalah konsumen hanya melihat semua di balik dinding suatu korporasi itu

sebagai suatu kesayuan. Ia tidak dapat membedakan mana yang berhubungan

secara organik dengan korporasi dan mana yang tidak. Doktrin yang terakhir

ini disebut ostensible agency, Maksudnya jika suatu korporasi(misalnya

rumah sakit) member kesan kepada masyarakat(pasien), orang yang bekerja

disitu(dokter, perawat dan lain-lain) adalah karyawan yang tunduk di bawah

6 Celina T.S. Kristiyanti, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, Malang: Sinar Grafika, Hal. 92-98.

11

Page 13: BAB I Hukum an Konsumen

perintah/koordinasi korporasi tersebut, maka sudah cukup syarat bagi

korporasi itu untuk wajib bertanggung jawab secara Vicarious terhadap

konsumennya.

b. Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab

Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab

sampai ia dapat membuktikan ia tidak bersalah. Jadi. Beban pembuktian ada

pada si tergugat. Berkaitan dengan prinsip tanggung jawab ini, dalam doktrin

hukum pengangkitan khususnya, dikenal empat variasi:

1) Pengangkutan dapat membebaskan diri dari tanggung jawab kalau ia dapat

membuktikan, kerugian ditimbulkan oleh hal-hal di luar kekuasaannya.

2) Pengankut dapat membebaskan didri dari tanggung jawab jika ia dapat

membuktikan, ia mengambil sesuatu tindakan yang diperlukan untuk

menghindari timbulnya kerugian.

3) Penganghkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab jika ia dapat

membuktikan, kerugiannya yang timbul bukan karena kesalahaanya.

4) Pengangkut tidak bertanggung jawab jika kerugian itu ditimbulkan oleh

kesalahan/kelalaian penumpang atau karena kualitas/mutu barang yang

diangkut tidak baik.

c. Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab

Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip kedua, Prinsip praduga untuk

tidak selalu bertanggung jawab hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen

yang sangat terbatas, dan pembatasan demikian biasanya secara common sense

dapat dibenarkan. Contoh dalam penerapan prinsip ini adalah dalam hukum

pengangkutan kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabin , yang biasanya

dibawa dan diawasi oleh si penumpang(konsumen) adalah tanggung jawab dari

penumpang, Dalam hal ini pengangkut(pelaku usaha) tidak dapat diminta

pertanggung jawabannya.

d. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak

12

Page 14: BAB I Hukum an Konsumen

Tanggung Jawab mutlak sering diidentifikasikan dengan prinsip tanggung

jawab absolute. Kendati demikian adapula para ahli yang membedakan

trimonologi diatas. Prinsip tanggung jawab mutlak dalam hukum

perlindungan konsumen secara umum digunakan untuk menjerat pelaku usaha

khususnya produsen barang yang memasarkan produknya yang merugikan

konsumen. Asas tanggung jawab itu dikenal dengan nama product liability.

Menurut asas ini produsen wajib bertanggung jawab atas kerugian yang

diderita konsumen atas penggunaan produk yang dipasarkannya.

e. Prinsip Tanggung Jawab Dengan Pembatasan

Prinsip Tanggung Jawab dengan Pembatasan sangat disenangi oleh pelaku

usaha untuk dicantumkan sebagai klausal eksonerasi dalam perjanjian standar

yang dibuatnya dalam perjanjian cuci cetak film misalnya, ditentukan bila

film yang ingin dicuci atau dicetak itu hilang atau rusak, maka konsumen

hanya dibatasi ganti rugi sebesar sepuluh kali harga satu rol baru. Prinsip

tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen bila ditetapkan secara

sepihak oleh pelaku usaha dalam UU no 8 tahun 1999 seharusnya pelaku tidak

boleh menentukan klausal yang merugikan konsumen termasuk memebatasi

maksimal tanggung jawabnya, jika ada pembatasan mutlak harus berdasarkan

pada peraturan perundang-undangan yang jelas

Pertanggung jawaban pengusaha yang telah telah merugikan para konsumen

juga dapat dilihat dalam pasal 19 Undang – undang Perlindungan Konsumen,

yaitu :

1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,

pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang

dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa

pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis

atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian

13

Page 15: BAB I Hukum an Konsumen

santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari

setelah tanggal transaksi.

4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan

pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku

apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut

merupakan kesalahan konsumen.

Pasal 23 Undang-undang perlindungan konsumen mengemukakan bahwa :

Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak

memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dapat digugat melalui badan

penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di

tempat kedudukan konsumen.

Menurut pasal 27 Undang-undang perlindungan konsumen, Pelaku usaha

yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian

yang diderita konsumen, apabila :

a. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan

untuk diedarkan;

b. cacat barang timbul pada kemudian hari;

c. cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;

d. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;

e. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau

lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan.

BAB III

PEMBAHASAN

14

Page 16: BAB I Hukum an Konsumen

Alat transportasi pribadi baik berupa kendaraan roda empat(4) atau mobil dan

kendaraan roda dua(2) atau motor sangat dibutuhkan masyarakat baik di perkotaan

maupun pedesaan. Setiap manusia membutuhkan kendaraan untuk mobilisasinya dari

satu tempat ke tempat tujuannya. Pada perkembangannya, kendaraan pribadi tak

hanya berguna untuk pengangkutan barang ataupun orang, tetapi juga untuk

menunjukkan tingkat sosial orang tersebut yang dapat dilihat dari kendaraannya.

Mobil bukan lagi dianggap sebagai barang mewah, setiap orang dapat memilikinya

karena kemudahan yang diberikan pelaku usaha dalam hal ini ATPM (Agen Tunggal

Pemegang Merk) melalui fasilitas kredit. Konsumen dituntut berhati-hati dalam setiap

memilih mobil yang akan dibelinya, bahkan konsumen dituntut untuk berani

mengajukan tuntutan ganti rugi apabila produk yang dibeli tersebut kualitasnya tidak

sesuai seperti yang ditawarkan atau bahkan terdapat cacat produksi yang bukan

disebabkan karena kesalahan konsumen itu. Bila terdapat cacat produksi yang

semata-mata disebabkan kesalahan pelaku usaha, tentunya akan sangat merugikan

konsumen pemakai barang tersebut. Apalagi cacat produksi itu sewaktu-waktu bisa

membahayakan keselamatan konsumen.

Jakarta - PT Honda Prospect Motor, sebagai pemegang merek Honda di

Indonesia menyatakan semua tahun keluaran Honda Jazz aman dari recall. Akan

tetapi, sepertinya nasib tersebut tidak sama dengan Honda City. Honda berencana

untuk melakukan penarikan kembali (recall) Honda City yang terdapat di pasar

Indonesia, karena terjadi masalah yang sama (switch power window) seperti Honda

Jazz di pasar global.Hal tersebut diutarakan langsung Marketing and After Sales

Service Director PT HPM, Jonfis Fandy. Ia mengungkapkan, ada kemungkinan sedan

kelas menengah Honda itu akan direcall di Indonesia untuk mengantisipasi kejadian

yang sama. "Kalau Jazz aman semua, tapi kemungkinan kita justru akan merecall

Honda City di Indonesia," ujarnya kepada detikOto, Senin (1/2/2010). Penarikan

15

Page 17: BAB I Hukum an Konsumen

kembali Honda City di pasar Indonesia, karena ternyata sedan entry level Honda

tersebut menggunakan desain master switch power window yang sama dengan yang

digunakan Honda Jazz yang terkena recall di pasar global. Sampai sekarang, Honda

Prospect Motor masih terus melakukan pengecekan berapa banyak City yang akan

direcall terutama terhadap Honda City keluaran tahun 2007 sampai 2008, yang

diimpor langsung dari Thailand. Sebelumnya Honda akan merecall sekitar 646.000

unit Honda Jazz dan City di pasar global menyusul insiden kebakaran di Afsel. Meski

belum mengetahui penyebabnya, Honda menarik City dan Jazz karena switch power

window yang bermasalah. Jika terkena air, switch ini akan mengalami korslet.7

Kejadian seperti diatas sangat membahayakan masyarakat pemilik honda city

karena kesalahan produksi itu. masyarakat pemilik honda city khawatir kasus

kebakaran seperti di Afrika Selatan itu terjadi pada mobilnya.

A. Hasil Wawancara

Dari hasil wawancara dengan Bp. Asharyanto selaku Manajer Service

Regional / Regional Service Manager,didapati bahwa Honda City produksi

tahun 2007 sampai dengan 2008 yang menggunakan power window master

switch yang diproduksi OMRON mudah terjadi konslet (hubungan arus

pendek). Hal itu mengakibatkan terjadinya penarikan Honda City (recall). Dari

hasil wawancara tersebut ternyata kami mendapatkan bahwa penyebanya

terjadinya recall pada Honda City adalah Komponen Power Window Master Switch

terkena air dalam jumlah yang banyak dan waktu yang lama. Menurutnya hal ini lah

yang memungkinkan terjadi hubungan listrik arus pendek.

7 http://oto.detik.com/read/2010/02/01/154138/1290416/648/honda-akan-recall-city-di-indonesia.

16

Page 18: BAB I Hukum an Konsumen

Hubungan listrik arus pendek di dalam komponen tersebut dapat menyebabkan

kerusakan pada power window atau membuat komponen tersebut meleleh dan

mengeluarkan asap. Dan dari wawancara tersebut kami mendapatkan bahwa

tidak hanya Honda City saja yang mengalami masalah ini tetapi ini juga tedapat

di Honda Jazz, tetapi tidak direcall oleh pihak Honda karena di luar negeri

belum ada kasus serupa yang terjadi pada Honda City. Program penarikan

kembali (recall) tersebut dilakukan pada tanggal 1 Maret 2010 sampai 30

September 2010. Pihak Honda Semarang Center selaku ATPM resmi di

Semarang menerima dan memperbaiki semua pemilik Honda City tahun

produksi 2007-2008 yang akan memperbaiki mobilnya tanpa dipungut biaya

sepeserpun alias gratis. Karena kerusakan pada komponen power window

tersebut sepenuhnya merupakan tanggung jawab PT. Honda.

B. Hasil Penelitian

1. Kesalahan produksi pada Honda city tahun produksi 2007-2008.

Dari hasil penelitian yang kami lakukan pada PT. Mandalatama Armada

Motor, Honda City tahun produksi 2007-2008 mengalami cacat produksi

pada bagian power window yang sewaktu-waktu bisa membahayakan

keselamatan pengendara mobil tersebut karena teridentifikasi menyebabkan

konsleting (arus pendek) yang dapat menyebabkan kebakaran. Pada kasus

ini kami berpendapat bahwa pihak PT. Honda melanggar ketentuan pasal 7

UU perlindungan konsumen tentang kewajiban pelaku usaha yang

berbunyi : ‘’pelaku usaha berkewajiban menjamin mutu barang dan/atau

17

Page 19: BAB I Hukum an Konsumen

jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan

standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku”. Kami menilai recall

menunjukkan adanya kelemahan dalam pengawasan kualitas produk.

Seharusnya jika proses produksi dilakukan dengan baik dan melalui tahapan

yang ketat, cacat produksi tidak perlu terjadi. Uji kelaikan produk sebelum

dilepas ke pasar harus dilakukan secara ketat. Apalagi untuk sebuah

produksi massal seperti mobil yang banyak digunakan oleh masyarakat.

Apalagi kecacatan pada power window ini berdampak pada keselamatan

konsumen pengendara Honda City. Jaminan mutu barang tidak bias ditawar-

tawar, mutu barang yang baik dan berkualitas sudah seharusnya didapatkan

konsumen sesuai dengan janji pelaku usaha pada saat menawarkan

produknya di media massa

.

2. Tanggung Jawab PT. Mandalatama Armada Motor dalam menangani

recall Honda City tahun produksi 2007-2008.

Tanggung jawab merupakan hal paling utama dalam hukum perlindungan

konsumen, tanggung jawab pelaku usaha diatur dalam undang-undang

perlindungan konsumen pasal 19 yang menyebutkan bahwa pelaku usaha

bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,

dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsusmi barang dan/ atau jasa

yang dihasilkan atau diperdanggangkan. ganti rugi tersebut dapat berupa

pengembalian uang atau penggantian barang dan/ atau jasa yang sejenis atau

setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/ atau pemberian santunnan

yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Dengan adanya aturan mengenai tanggung jawab pelaku usaha tersebut

seharusnya hak-hak konsumen lebih terlindungi karena pelaku usaha

bertanggung jawab terhadap kerugian konsumen yang memakai produk,

selama kerugian tersebut bukan kesalahan konsumen itu sendiri. Terkai

dengan penjelasan mengenai pelaku uasaha maka penulis dalam

18

Page 20: BAB I Hukum an Konsumen

pembahasan lebih lanjut mengenai bentuk-bentuk tanggung jawab yang

diberikan pelaku usaha terhadap kosumen.

PT Mandalatama armada motor sebagai main dealer honda Jawa tengah

mempunyai satu bagian yang bernama departemen Coorporate

Comunication (Public Relation) mempunyai tugas Untuk menangani

komplain-komplain konsumen mobil honda serta tanggung jawab dan

hubungan masyarakat. Adapun bentuk tanggug jawab yang dilakukan oleh

PT mandalatama armada motor menurut penuturan Bp. Asharyanto selaku

Manajer Service Regional / Regional Service Manager adalah menhubungi

konsumen Honda city tahun produksi 2007-2008 baik melalui telepon

ataupun sms untuk memberitahukan prihal recall honda city yang

dimilikinya. Pihak konsumen yang memiliki honda city produksi tahun

2007-2008 juga dapat menghubungi PT mandalatama armada motor untuk

mengkonfirmasi apakah mobilnya terkena recall atau tidak, di nomor

telepon 024-7498777 atau melalui fax 024-7470555. Pemilik honda city

tahun produksi 2007-2008 yang terkena program recall dapat membawa

mobilnya langsung ke honda semarang center untuk mendapatkan perbaikan

pada bagian power window mobil tersebut.

Komponen power window seperti gambar diatas yang teridentifikasi produk

buatan OMRON akan diperbaiki sehingga tidak lagi beresiko menimbulkan

19

Page 21: BAB I Hukum an Konsumen

konslet. Prinsip tanggung jawab merupakan hal yang penting dalam hukum

perlindungan konsumen, dimana tanggung jawab pelaku usaha ada lima

golongan yaitu Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan,

Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab, Prinsip Praduga Untuk

Tidak Selalu Bertanggung Jawab, Prinsip Tanggung Jawab Mutlak, dan

Prinsip Tanggung Jawab Dengan Pembatasan. Dalam hal ini PT Mandalatama

Armada Motor seharusnya menganut prinsip tanggung jawab berdasarkan

unsur kesalahan sebagaimana yang dikemukakan oleh . Pelaku usaha

bertanggung jawab karena kesalahannya mengganti kerugian kepada

konsumen.

Tanggung jawab yang diberikan oleh PT Mandalatama Armada Motor sudah

sesuai dengan tanggung jawab yang diatur dalam ketentuan pasal 19 ayat 1

UU Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999 yang berbunyi : “Pelaku

usaha bertyanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,

pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang

dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”. Dalam pemenuhan

tanggung jawabnya PT. Mandalatama Armada Motor sudah bersedia

melakukan perbaikan komponen power window yang bermasalah itu secara

gratis atau dengan kata lain tanpa di pungut biaya sepeserpun.

BAB IV

PENUTUP

20

Page 22: BAB I Hukum an Konsumen

A. Kesimpulan

1. Pada kasus diatas, kami berpendapat bahwa ATPM Honda sudah melakukan

pelanggaran UU Perlindungan Konsumen pasal 7 huruf b yang

menyebutkan bahwa pelaku usaha berkewajiban menjamin mutu barang

dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan standar

mutu barang/dan atau jasa yang berlaku. Dalam kasus penarikan kembali

(recall) Honda city tahun produksi 2007-2008 tersebut, didapati bahwa

pihak Honda selaku ATPM lemah dalam pengawasan kelaikan uji barang

yang diproduksi. Pihak Honda tidak melakukan pengecekan kualitas barang

secara menyeluruh terutama pada komponen-komponen mobil sehingga

terjadi masalah yang bisa berakibat fatal bagi pengguna mobil city yang

diproduksinya tersebut.

2. Pada kasus diatas, kami berpendapat bahwa PT. Mandalatama Armada

Motor sudah melakukan prinsip tanggung jawab mutlak sebagaimana yang

dibebankan pada ketentuan pasal 19 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen

yang menyebutkan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan

ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat

mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

PT. Mandalatama Armada Motor sudah melakukan tanggung jawab yang

dibebankan kepadanya dengan bersedia memberikan pebaikan tanpa

dipungut biaya sepeserpun terhadap komponen switch power window yang

teridentifikasi bermasalah tersebut.

B. Saran

21

Page 23: BAB I Hukum an Konsumen

1. Kepada pelaku usaha semestinya dalam menciptakan sebuah produk lebih

diteliti dan melakukan pengujian produk sebelum produk tersebut di

pasarkan kepada konsumen, sehingga tidak mengecewakan konsumen

sebagai pemakai/pengguna.

2. Kepada pelaku usaha apabila terjadi kegagalan produksi harus bertanggung

jawab penuh terhadap produk yang mereka ciptakan untuk membuat

konsumen sebagai pemakai/pengguna produk tersebut bangga atas

palayanan yang di berikan oleh produsen.

3. Kepadada konsumen seharusnya berhati – hati dalam melakukan pemilihan

produk yang mereka gunakan/pakai sehingga dapat mendapat produk yang

baik.

4. Kepada konsumen apabila terjadi kerugian yang disebabkan oleh produsen

sebaiknya mereka berani mengajukan gugatan kepada produsen yang telah

merugikan mereka sebagai pengguna/ pemakai produk.s

Daftar Pustaka

22

Page 24: BAB I Hukum an Konsumen

Ahmad Miru dn Sutarman Yodo.”Hukum Perlindungan Konsumen”.Jakarta;PT Raja Grafindo Persada,2004

Az. Nasution, ”Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Penganta”, Jakarta: Diadit Media,2001.

Celina T.S. Kristiyanti, “Hukum Perlindungan Konsumen”, Malang: Sinar Grafika,2008.

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani.“Hukum tentang perlindungan konsumen”.Jakarta;PT Gramedia Pustaka Utama,2001.

Padmo Wahjono, “Kamus Tata Hukum Indonesia”, Jakarta: IND.HILL-CO,1987.

Shidarta, “Hukum Perlindungan Konsumen”, Jakarta: Grasindo,2000.

Sinar Grafika “Undang – Undang Nomor 2 Tentang Perlindungan Konsumen”

Sumber Internet

http://oto.detik.com/read/2010/02/01/154138/1290416/648/honda-akan-recall-city-di-

indonesia.

23