bab i drainase kota

Upload: qqluvanto-duasembilan

Post on 19-Jul-2015

292 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar belakang Dengan semakin pesatnya pertumbuhan penduduk, sumber daya air di dunia telah menjadi salah satu kebutuhan yang sangat vital. Air merupakan hal pokok bagi konsumsi dan sanitasi umat manusia, untuk produksi berbagai bahan industri. Selain itu air juga merupakan sumber tenaga dan merupakan sarana pengangkutan dan alat transportasi yang mempunyai fungsi penting. Sumber daya yang berharga sekalipun, dapat pula menjadi bahaya. Demikian pula halnya dengan air yang berlebihan. Jumlah air hujan atau bentuk presipitasi lainnya yang berlebihan, dapat mengakibatkan banjir sehingga dapat menimbulkan bahaya kerusakan berat dan korban jiwa yang banyak jumlahnya. Sumber daya air di bumi ini harus dikelola dengan tepat agar dapat memenuhi kebutuhan manusia dan juga agar tidak menimbulkan kerugian-kerugian. Pengelolaan yang tepat sangat dibutuhkan agar kebutuhan air untuk berbagai kebutuhan di bumi ini dapat terpenuhi dengan baik. Dengan perencanaan yang baik jumlah air berlebih dari sisa presipitasi dapat diperhitungkan sehingga tidak menimbulkan limpasan yang berlebihan sehingga dapat menimbulkan banjir di permukaan. 1.2 Identifikasi Masalah Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan

perkembangan suatu kota, akan bertambah maju pula sarana dan pra sarana yang mendukungnya. Sarana untuk menyediakan air semakin bertambah, misalnya penyediaan sarana air bersih, air minum, penggunaan air tanah untuk kebutuhan sehari-hari, dan lain-lain. Selain sarana penyediaan kebutuhan air, diperlukan juga sarana pembuangan

air yang memadai. Air berlebih dan tidak terpakai di daerah perkotaan berasal dari : 0 Air hujan / bentuk presipitasi yang lainnya yang tidak terinfiltrasi ke dalam tanah, sehingga mengakibatkan limpasan berlebih di permukaan. Kecilnya infiltrasi ini disebabkan semakin luasnya permukaan yang dapat menginfiltrasi, karena banyaknya perubahan tata guna lahan menjadi daerah industri, perumahan, jalan dan lainlain. Sebab lainnya adalah intensitas hujan yang tinggi, sehingga kapasitas saluran yang telah ada tidak mampu mengalirkan air hujan yang berlebih tersebut. 0 Kondisi topografi daerah yang datar, atau tidak rata sehingga menyebabkan sedimentasi pada saluran pembuang yang akan menyebabkan berkurangnya kapasitas saluran tersebut. 0 Limbah (rumah tangga, industri dan lain-lain) Kelebihan air di perkotaan tersebut harus segera dibuang sehingga tidak menyebabkan genangan air yang mengganggu aktivitas manusia dan juga kurang baik bagi sanitasi. Drainasi merupakan istilah yang dipergunakan sistem-sistem yang digunakan untuk menangani air yang berlebih. Banyak hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan sistem drainasi bagi daerah perkotaan. Sistem dan kapasitas pembuangan harus memadai untuk membuang habis kelebihan air yang ada di permukaan sehingga tidak terjadi genangan air yang mengganggu aktivitas manusia dan juga kurang baik bagi sanitasi Kebanyakan kota-kota besar mempunyai sistem drainasi tertentu dengan biaya yang besar. Bahkan investasi keseluruhan di bidang drainasi pemukiman jauh lebih besar dibandingkan dengan investasi di bidang pengurangan banjir atau irigasi. Menurut perhitungan, hampir seperempat biaya pembangunan jalan raya dibelanjakan untuk sarana drainasi jalannya. Karena itu perencanaan sistem drainasi harus mempertimbangkan masalah ekonomi. Saluran dan sistem drainasi memerlukan pemeliharaan yang baik dan rutin. Setiap beberapa tahun sekali harus dievaluasi agar dapat

dianalisa apakah perubahan-perubahan yang terjadi telah mengubah kondisi sistem saluran. 1.3 0 0 Batasan Masalah Masalah yang akan dibicarakan dalam laporan ini adalah sebatas : Perhitungan debit air yang akan didrainasi berkaitan dengan curah hujannya. Perhitungan debit air yang akan didrainasi berkaitan dengan luas tiap tata guna lahan daerah, dan dengan pertimbangan proyeksi perkembangan penduduk di perkotaan tersebut. 0 Perencanaan sistem jaringan drainasi pada daerah perkotaan dan perhitungan dimensi salurannya. 1.4 Rumusan Masalah 1. Bagaimana mendapatkan curah hujan rancangan dengan kala ulang tertentu, dengan menggunakan metode Gumbel, Hasper, Weduwen, Iwai, dan Log Person III? 2. Mencarikan Rata-rata Hujan dengan kelima metode tersebut yaitu metode Gumbel, Hasper, Weduwen, Iwai, dan Log Person III. 3. Bagaiman Menentukan Intensitas Curah Hujan berdasarkan Curah hujan maximum yang didapat dari kelima metode tersebut yaitu metode Gumbel, Hasper, Weduwen, Iwai, dan Log Person III? 4. Bagaimana mendapatkan debit limbah rumah tangga dengan memproyeksikan jumlah penduduk ini dengan prosentase pertumbuhan-pertumbuhan kebutuhan air tiap penduduk ? 5. Bagaimana merencanakan sistem jaringan drainase dengan mempertimbangkan topografi daerah sesuai dengan soal tugas yang diberikan? 1.5 Maksud dan Tujuan yang dihubungkan dengan

Maksud pemberian tugas ini adalah untuk pengenalan salah satu penerapan dari teori yang telah diterima mahasiswa dari mata kuliah Rancangan Drainasi, sehingga mahasiswa dapat mengetahui sebagian kondisi dan jenis pekerjaan suatu proyek drainasi di wilayah perkotaan. Sedangkan tujuan pemberian tugas ini adalah : 0 Untuk mengetahui jumlah debit yang tersisa di permukaan akibat hujan dan limbah rumah tangga serta industri pada suatu daerah dengan luas dan tata guna lahan tertentu berdasarkan data yang tersedia sesuai dengan soal tugas yang diberikan. 0 Untuk bisa merencanakan jaringan saluran drainase sesuai dengan kemiringan dan luas areal daerah tersebut sesuai dengan tugas yang diberikan.

1.6

Sistematika Pembahasan Adapun sistematika pembahasan pada tugas Rancangan Drainasi

ini antara lain :

MULAI

PET A R MAX. DAERAH TAHUNAN

JUMLAH PENDUDU K TATA GUNA LAHAN Q AIR KOTOR

INDUSTR I

AIR LIMBAH

R. RANCANGAN DENGAN KALA ULANG

MENGHITUNG L, S, A, C

DEBIT AIR HUJAN

Q AIR KOTOR TOTAL

Ya

Q RANCANGAN

PERHITUNGAN DIMENSI SALURAN

TidakPERHITUNGAN GALIAN DAN TIMBUNAN

BIAYA

SELESAI

BAB II KONDISI DAERAH STUDI 2.1. Tinjauan Umum Untuk perencanaan suatu jaringan drainasi diperlukan peta topografi yang memenuhi syarat. Penyelidikan topografi ini diperlukan untuk mendapatkan penentuan bentuk permukaan tanah (surface cinfiguration) termasuk juga kemiringan permukaan (surface slope), arah dari drainasi alamiah serta daerah pengeluaran (outlet). Untuk perencanaan biasanya diperlukan peta topografi yang mempunyai perbandingan skala antasa 1 : 10000 sampai 1 : 25000 dengan interval garis kontur 1,00-2,00 meter. Sedangkan untuk detailnya mempunyai perbandingan skala 1:500 sampai 1:2500 dengan interval garis kontur 0,20-0,50 meter. Hal ini tergantung dari keadaan lapangan, yaitu datar atau curamnya keadaan medan. Dengan hasil penyelidikan keadaan topografi ini, dapat memberikan gambaran macam dari sistem drainasi yang diperlukan.

2.2. Kondisi Fisik 2.2.1. Kondisi Topografi Keadaan topografi Keadaan topografi wilayah perkotaan diperlukan untuk merancang sistem jaringan saluran drainase daerah tersebut. dapat dilihat di peta topografi atau peta kontur. Selain elevasi tempat berbagai di daerah tersebut, dari peta topografi dapat pula didapat informasi mengenai batas-batas alam maupun administratif wilayah, daerah pengaliran sungai dan tata guna lahan beserta luasnya. Di samping itu melalui peta topografitersebut kita dapat melihat atau mengetahui hal-hal yang akan dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas, misalnya : 0 0 0 Batas-batas wilayah Ketinggian Daerah pengaliran sungai dan sebagainya Sesuai dengan kondisi topografi daerah yang diberikan

berdasarkan Soal tugas, yaitung tergolong daerah perbukitan. Wilayah bagian barat merupakan daerah perbukitan atau wilayah yang lebih tinggi, sedang wilayah bagian timur merupakan daerah yang datar. perpaduan antara daerah perbukitan dan daerah datar. 2.2.2. Kondisi Geologi

Data kondisi geologi dibutuhkan untuk mengetahui jenis tanah dan sifat-sifatnya. Data sifat tanah (stabilitas, daya dukung, tegangan, porositas, derajat kejenuhan, konsolidasi, kepadatan, kandungan mineral, dan lain-lain) diperlukan untuk menentukan dimensi saluran, material penyusunnya serta stabilitas saluran. Pada daerah studi yang kami lakukan, sebagian dari tanah-tanah dataran rendah terdiri dari lapisan tanah alluvial yang terjadi baik oleh endapan sungai maupun oleh endapan pantai yang secara geologi merupakan tanah liat atau unit-unit pasir. Daerah perbukitan di sebelah barat pada umumnya mengandung kadar kapur yang tinggi, sedangkan di daerah selatan mempunyai potensial yang subur. Pada tanah alluvial ini terbentuknya terbatas pada lembah-lembah sungai dan dataran-

dataran pantai serta bekas lanau yang kesemuanya itu mempunyai rilief datar atau sebagai cekungan. Tanah alluvial ini hanya meliputi tanah yang masih sering terkena banjir sehingga dianggap tanah yang masih muda dan belum ada differensiasi horizon. Suatu hal yang mencirikan pada pembentukan alluvial adalah bahwa bagian terbesar bahan kasar akan diendapkan tidak jauh dari sumbernya. Jadi tekstur bahan yang diendapkan pad waktu dan tempat yang sama akan lebih seragam dan makin jauh dari sumbernya, serta makin halus butir-butir yang tersangkut. Pada umumnya tanah alluvial ini berwarna kelabu kecoklatan yang merupakan tanah yang cukup subur. 2.2.3. Kondisi Alam Data iklim ini

Kondisi alam khususnya data keadaan iklim setempat diperlukan untuk menentukan debit air yang akan didrainase. meliputi curah hujan rancangan dengan kala ulang tertentu, data limpasan permukaan, data infiltrasi dan perkolasi, evaporasi dan evapotranspirasi dan lain-lain. Data klimatologi telah diberikan dan ditetapkan dalan soal tugas yang diberikan oleh pihak Fakultas. Seperti halnya daerah-daerah di Indonesia, mempunyai iklim tropis yang terdiri dari dua musim, yaitu musim penghujan (bulan Nopember- bulan April) dan musim kemarau (bulan Mei- bulan Oktober), dengan temperatur bulanan rata-rata 24C (min) - 27C (maks). Kelembaban rata-rata bulanannya 78%, sedangkan curah hujan ratarata tahunan 1420 mm dimana 90% jatuh pada musim penghujan. 2.3. Arah Perkembangan Kota Arah perkembangan kota perlu dianalisa dalam merancang sistem drainasi suatu wilayah perkotaan. Misalnya apakah daerah itu cepat atau lambat mengalami perkembangan, cenderung untuk berkembang kearah kota perindustrian, arah kota pertanian, pemukiman atau yang lainnya. Dengan proyeksi perkembangan kota ini dapat direncanakan sistem drainasi yang sesuai. Kecenderungan perkembangan penduduk

di suatu kota adalah menuju ke daerah pusat kota dan sekitarnya, karena kegiatan ekonomi dan kesibukan lainnya sebagian besar berada di pusat kota. Misalnya untuk kota yang cenderung cepat berkembang tentu akan cepat mengalami perubahan tata guna lahan, sehingga kala ulang pemeriksaannya lebih kecil. Untuk keperluan ini yang diperlukan adalah data jumlah penduduk dan perkembangan penduduk. Yang utama perencaan ini harus disesuaikan dengan tata kota yang terdapat di Rencana Tata Ruang Kota (RURTK). Data ini dapat diperoleh di dinas meteorologi kota. Tata Guna Lahan Perbedaan tata guna lahan mempengaruhi koefisien tata guna lahan, yang akan digunakan untuk menghitung debit air yang akan didrainasi dengan menggunakan rumus rasional. Karena itu diperlukan data tata guna lahan wilayah perkotaan tersebut (jasa, pemukiman, tegalan, tanah kosong atau yang lainnya). Perubahan tata guna lahan tentu akan mengubaha debit air yang akan didrainasi. Karena itu perlu diperkirakan arah perubahan tata guna lahan di wilayah tersebut. Yang diperlukan adalah RURTK yang menggambarkan kebijaksanaan dasar tata ruang kota dan langkahlangkah umum pelaksanaan yang berkaitan dengan sistem sosial, ekonomi, dan fisik guna tercapainya tata guna lahan yang direncanakan. Kebijaksanaan ini dipertegas dengan rencana detail tata ruang kota di tiap-tiap kecamatan. Yang perlu diperhatikan adalah perubahan tata guna lahan yang banyak terjadi di daerah pinggiran yang sedang mengalami perkembangan.

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN 3.1. Umum Metodologi yang digunakan pada studi ini mengacu pada pendekatan deduksi, yaitu perumusan-perumusan yang digunakan dianggap benar sejak awal. Studi ini bersifat perencanaan, sehingga data pendukung yang digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari beberapa sumber.

Berdasarkan penjelasan pada bab satu dan dua serta pendekatan studi sebagaimana tersebut di atas, langkah-langkah untuk merencanakan sistem jaringan drainasi perkotaan adalah sebagai berikut : 1. Pengumpulan data-data a. b. c. d. e. f. Peta dan data topografi Peta tata guna lahan daerah studi Proyeksi jumlah penduduk Kebutuhan air penduduk Tugas yang diberikan) Luas daerah perkotaan Air buangan industri Curah hujan harian, diambil 5 hari selama setahun, selama 11 tahun (dari tahun 1985 sampau dengan tahun 2004) yang diukur dari Enam stasiun hujan di daerah sekitar daerah studi yaitu Stasiun A,B,C,D,E. 2. Pengolahan data yang meliputi : a. Perhitungan Gumbel Hasper Weduwen IWAI Log Pearson III. jaringan saluran drainasi, dengan curah hujan rancangan dalam periode ulang (dapat dilihat pada Soal

2,5,10,15 tahun dengan metode ;

b. Perencanaan

mempertimbangkan faktor topografi daerah. c. Mengukur panjang tiap saluran untuk menentukan debit. d. Perhitungan intensitas hujan.

e. Perhitungan luas areal panjang lahan dan panjang saluran dengan kemiringannya. 3. Perencanaan saluran drainasi, yang terdiri dari : a. Penentuan debit rancangan yang akan dibuang dari debit limpasan permukaan dan debit air buangan rumah tangga dan industri. b. Perencanaan dimensi saluran agar dapat menampung debit rancangan untuk beberapa kemiringan berdasarkan kecepatan ijinnya. c. Perhitungan biaya yang diperlukan untuk pembuatan jaringan drainasi. 4. Perhitungan curah hujan rancangan Yang dimaksud dengan curah hujan rancangan adalah curah hujan terbesar yang mungkin terjadi dalam suatu daerah dengan kala ulang atau periode tertentu, yang dipakai sebagai dasar untuk perhitungan perencanaan ukuran suatu bangunan (Dirjen Pengairan, DPU) Pemilihan kala ulang ditentukan berdasarkan pertimbanganpertimbangan hidro-ekonomis, yaitu didasrkan terutama pada : a. Besarnya kerugian yang akan diderita jika terjadi pengrusakan bangunan-bangunan oleh banjir atau limpasan (akibat hujan) dan sering tidaknya pengrusakan itu terjadi. b. Umur ekonomis bangunan. c. Biaya pembangunan. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, pada umumnya perencanaan jaringan drainasi perkotaan untuk salurannya dipakai hujan rencana dengan kala ulang 5 tahun, artinya harga dari curah hujan terbesar akan terjadi rata-rata, baik disamai atau dilampaui sekali setiap 5 tahun. Dengan kata lain bahwa kemungkinan terjadinya hujan dengan intensitas tersebut setiap tahun adalah sepersepuluh atau 20% atau peluang kegagalannya setiap tahun 80%.

Bangunan-bangunan drainasi utama didesain untuk mampu menanggulangi banjir akibat curah hujan dengan kala ulang 10 sampai 20 tahun. 3.2 Analisa Hidrologi 3.2.1 Hujan Rerata Daerah Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata diseluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan daerah yang dinyatakan dalam milimeter (Sosrodarsono, 1987:27). Terdapat tiga cara yang digunakan untuk menghitung curah hujan daerah (Sri Harto, 1987:13), yaitu : 1. Cara rata-rata hitung 2. Cara poligon Thiessen 3. Cara garis-garis Isohyet Dengan mempertimbangkan sebaran Enam stasiun penakar hujan yang tidak merata, cara poligon Thiessen akan memberikan hasil yang lebih baik. Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut : 1. Stasiun-stasiun hujan terdekat dihubungkan sehingga satu sama lain terbentuk beberapa segitiga. 2. Dari setiap segitiga ditarik sumbu yang tepat di tengah sisinya dan memotong tegak lurus. 3. Daerah pengaruh hujan masing-masing stasiun hujan dibatasi sumbu segitiga yang membentuk segi banyak. poligon Thiessen. 4. Tiap-tiap banyak thiessen tersebut dihitung luasnya sehingga terdapat luas daerah pengaruh tiap-tiap stasiun. 5. Prosentase luas pengaruh tiap stasiun total didapat dari luas daerah stasiun tersebut dibagi luas total DAS. 6. Curah hujan maksimum daerah tahunan tiap stasiun didapat dari hasil perkalian prosentase luas daerah dengan curah hujan. d = P1.d1 + P2.d2 + +Pn.dn Segi banyak ini disebut

Pn = An A Dengan : An Pn A dn = daerah yang diwakili stasiun-stasiun pengukuran = koefisien Thiessen = Luas daerah keseluruhan = tinggi hujan yang diukur di stasiun-stasiun pengukuran

Untuk mendapatkan curah hujan harian maksimum daerah pada suatu daerah aliran adalah sebagai berikut : a. Menjumlahkan curah hujan yang didapat dari metode poligon Thiessen pada hari yang sama untuk semua stasiun pengamatan. b. Dari hasil penjumlahan curah hujan maksimum daerah tahunan tersebut pilih yang tertinggi untuk setiap tahunnya. Curah hujan ini merupakan curah hujan maksimum tahunan untuk 11 tahun. 3.2.2 Hujan Rancangan Maksimum Hujan rancangan maksimum adalah curah hujan terbesar tahunan mungkin terjadi di suatu daerah dengan kala ulang tertentu. Berbagai metode yang dapat dipakai dalam menganalisa curah hujan rancangan antara lain distribusi Gumbel, Log Normal, Log Pearson Type III dan lain-lain. Untuk menentukan macam analisa frekuensi, perlu dihitung parameter-parameter statistik seperti koefisien Cs, Cv, Ck. Syarat untuk distribusi : - E.J Gumbel - Log Normal : Ck = 5,4 dan Cs = 1,14 : Ck = 3,0 dan Cs = 0,0

- Log Pearson III : Ck dan Cs tidak ditentukan Dalam studi ini dipilih cara Log Pearson III dengan pertimbangan bahwa cara ini lebih fleksibel dan dapat dipakai untuk semua sebaran data (Pilgrim, 1991:207). Tahapan untuk menghitung hujan rancangan maksimum dengan metode Log Pearson III adalah sebagai berikut : 1. Hujan harian maksimum diubah dalam bentuk logaritma. 2. Menghitung harga logaritma rata-rata dengan rumus :

Logx =

Logx i n

3. Menghitung harga simpangan baku dengan rumus : Si = ( Logx i Logx ) n 1 2

4. Menghitung harga koefisien kemiringan dengan rumus : Cs = n Logxi Logx ( n1)( n2) Si3

(

)

5. Menghitung logaritma hujan rancangan dengan kala ulang tertentu dengan rumus : LogR t = Logx + G.Si 6. Menghitung antilog Rt untuk mendapatkan curah hujan rancangan dengan kala ulang tertentu atau dengan membaca grafik pengeplotan Rt lawan peluang di kertas logaritma. 3.2.3 Uji Kesesuaian Frekuensi Pemeriksaan uji kesesuaian distribusi bertujuan untuk mengetahui kesesuaian data yang tersedia dengan distribusi yang dipakai. Uji yang dipakai ada dua macam, yaitu : 1. Uji Smirnov-Kolmogorov (horisontal) Dari hasil pembacaan grafik pengeplotan data curah hujan pada kertas probabilitas logaritma, diadapat perbedaan antara distribusi teoritis dan empirisnya pada sumbu horisontal yang merupakan data probabilitas. Selisih ini dicari yang maksimum yang disebut maks. Uji Smirnov-Kolmogorov ini akan membandingkan harga maks dengan suatu harga kritis yang ditentukan berdasarkan jumlah data dan batas nilai simpangan data. tersebut dapat diterima. 2. Uji Chi Square Dari hasil pembacaan grafik pengeplotan data curah hujan pada kertas probabilitas logaritma, didapat perbedaan antara distribusi teoritis dan empirisnya pada sumbu vertikal yang merupakan data curah hujan rancangan. Langkah-langkahnya adalah : Bila maks < kritis, hipotesa

a. b.

Menghitung selisih data curah hujan hasil perhitungan Selisih tersebut dikuadratkan lalu dibagi nilai tiap

(Xt) dengan nilai data curah hujan hasil pengamatan (Xe). tahunnya kemudian dijumlahkan untuk beberapa tahun. Nilai ini disebut X2 hit. c. Harga X2hit dibandingkan dengan harga X2Cr dari tabel Chi Kuadrat dengan dan jumlah data (n) tertentu. Apabila X2hit < X2Cr maka hipotesa distribusi dapat diterima. 3.2.4 Debit Rancangan Untuk mendapatkan kapasitas saluran drainasi, terlebih dahulu harus dihitung jumlah air hujan dan jumlah air kotor atau buangan yang kan dibuang melalui saluran drainasi tersebut. Debit rancangan adalah debit air hujan ditambah debit air kotor. Debit Akibat Curah Hujan Untuk menghitung debit air hujan dalam mendimensi saluran drainasi digunakan metode rasional (Subarkah, 1980 :49) Q = 0,278. C. I. A Dengan : Q C I A = debit banjir maksimum (m3/det) = koefisien pengaliran = intensitas hujan rerata selama waktu tiba banjir = luas daerah pengaliran (km2)

3.2.4.1 Koefisien Pengaliran Koefisien pengaliran adalah perbandingan antara jumlah air yang mengalir di permukaan akibat hujan (limpasan) pada suatu daerah dengan jumlah curah hujan yang turun di daerah tersebut. koefisien pengaliran dipengaruhi oleh : a. Kemiringan tanah Semakin besar kemiringan tanah, semakin cepat aliran limpasan, berarti semakin sedikit air yang meresap atau terinfiltrasi. Walaupun jenis tanahnya sama, angka pengaliran dapat berbeda-beda. b. Jenis tanah bagian permukaan yang dialui air hujan. Yang membedakan adalah : Besarnya

c. Iklim

Tanah biasa atau pasir Rumah-rumah dengan atap genting atau seng Jalan aspal atau tanah

Pada permulaan musim hujan yang panjang angka pengaliran lebih kecil daripada akhir musim hujan, karena tanah terlalu jenuh. 3.2.4.2 Intensitas Hujan

Intensitas hujan didefinisikan sebagai tinggi curah hujan persatuan waktu. Untuk mendapatkan intensitas hujan selama waktu konsentrasi digunakan rumus Mononobe (Imam Subarkah, 1980:20), sebagai berikut : R 24 I = 24 24 Tc dengan : I R24 Tc = intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam) = curah hujan maksimum harian alam 24 jam (mm) = waktu konsentrasi2/3

Waktu konsentrasi dihitung dengan teoritis, tetapi karena daerah pertanian yang diukur secara langsung tidak terlalu besar, maka besarnya waktu konsentrasi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Ls Tc = 0,0195 s Dengan : L S 3.2.4.3 = panjang saluran (m) = kemiringan rerata saluran Daerah Pengaliran Biasanya ditentukan berdasarkan0 , 77

menit

Daerah pengaliran (cacthment area) adalah daerah tempat curah hujan mengalir menuju saluran. perkiraan dengan pedoman garis kontur. Luas daerah dihitung di atas

peta topografi dengan menggunakan planimeter.

Jika tersedia foto

udara, penentuan luas daerah aliran akan lebih mudah dan teliti. 3.2.5 Perhitungan Pertumbuhan Jumlah Penduduk Jumlah penduduk pada daerah studi pada tahun saat perencanaan dimulai dan pada tahun-tahun yang akan datang harus diperhitungkan untuk menghitung kebutuhan air tiap penduduk. Dari kebutuhan air tiap penduduk dapat diketahui jumlah air kotor (buangan) akibat rumah tangga. Untuk memproyeksikan jumlah penduduk pada tahun-tahun yang akan datang digunakan cara perhitungan laju pertumbuhan geometri (Geometric Rate of Growth) dan pertumbuhan eksponensial (Exponential Rate of Growth), (Rusli, Said, 1985:13). a. Pertumbuhan Geometri Cara ini mengasumsikan besarnya laju pertumbuhan yang menggunakan dasar bunga berbunga (bunga majemuk) dimana angka pertumbuhannya adalah sama untuk setiap tahun. pertumbuhan Geometris adalah sebagai berikut : Pn Pn Po r n = Po (1 + n)n = jumlah penduduk pada tahun ke n = jumlah penduduk pada awal tahun = angka pertumbuhan penduduk = interval waktu (tahun) Dengan : Ramalan laju

b. Pertumbuhan Eksponensial Pertumbuhan ini mengasumsikan pertumbuhan penduduk secara terus-menerus pertumbuhan Pn Pn setiap jumlah hari dengan angka pertumbuhan konstan. Pengukuran penduduk ini lebih tepat, karena dalam kenyataannya penduduk juga berlangsung terus-menerus. Ramalan pertambahan penduduknya adalah : = Po. em = jumlah penduduk pada tahun ke n Dengan :

Po m e

= jumlah penduduk pada awal tahun = interval waktu = bilangan logaritma

3.2.6 Perhitungan Debit Buangan Penduduk Debit air kotor berasal dari air buangan hasil aktivitas penduduk yang berasal dari lingkungan rumah tangga atau bangunan-bangunan atau tang lainnya. Untuk memperkirakan jumlah air harus diketahui kebutuhan air rata-rata dan jumlah penduduk kota. Dalam tugas ini debit air kotor berasal dari perhitungan air kotor per penduduk dan air kotor sisa industri. Perhitungan air buangan tiap penduduk didapat dari : Qak = Dimana : Qak Pn A q = debit air kotor (l/dt/km2) = jumlah penduduk = luas daerah (km2) = jumlah air buangan (l/orang/hari) Jumlah air buangan didapat dari prosentase air terbuang dari kebutuhan air tiap penduduk. 3.2.7 Perhitungan Debit Buangan Industri Perusahaan-perusahaan industri baik industri besar maupun industri kecil pasti menghasilkan air kotor ( air sisa industri). menghitung debit buangan industri digunakan rumus : Qak = Dengan : Qak Pn A = debit air kotor (l/dt/km2) = jumlah penduduk = luas daerah (km2) P n.q A Untuk P n.q A

q 3.3

= jumlah air buangan (l/orang/hari) Perhitungan Dimensi Saluran Besar kapasitas saluran drainasi dihitung menggunakan rumus

Manning (Ven.Te Chow, 1985) Q=V.A V = 1/n . R2/3 . S1/2 Dengan : Q V A n R S = debit air (m3/dt) = kecepatan aliran (m/dt) = luas penampang basah (m2) = koefisien kekasaran Manning = jari-jari hidrolis (m) = Kemiringan dasar saluran

Rumus ini merupakan bentuk yang sederhana namun memberikan hasil yang tepat, sehingga penggunaan rumus ini sangat luas dalam aliran seragam untuk perhitungan dimensi saluran. Koefisien kekasaran Manning dapat diperoleh dari tabel dengan memperhatikan faktor bahan pembentuk saluran. Hal penting yang harus diperhatikan adalah kecepatan aliran yang diijinkan. Kecepatan harus diantara batas tertentu (maksimum dan minimum) dimana dengan kecepatan tersebut tidak akan terjadi pengendapan dan pertumbuhan tanaman air, serta tidak juga terjadi pengikisan. Kecepatan minimum merupakan kecepatan terkecil yang tidak menimbulkan pengendapan dan tidak merangsang tumbuhnya tanaman air serta lumut dalam saluran. Besarnya kecepatan aliran yang diijinkan dalam saluran tergantung pada bahan saluran, kondisi fisik dan sifat-sifat alirannya. Besarnya kecepatan minimum yang diijinkan berkisar antara 0,6 0,9 m/dt (Suhardjono, 1984:25). Tabel Kecepatan Ijin Berdasarkan Material

Jenis Bahan

Kec. Ijin Minimum (m/dt) 0,75 1,1 1,2 1,5 1,5 1,5 1,5

Kec. Ijin Maksimum (m/dt) 0,75 1,1 1,2 1,5 1,5 1,5 1,5

Lempung kokoh Lempung padat Kerikil kasar Batu besar Pasangan batu Beton Beton bertulang

Dengan menghubungkan rumus Q = V . A dan besaran A dan P yang data mengandung debit, lebar dasar saluran dan dan tinggi air, dapat saluran. diperhitungkan dimensi saluran yang akan direncanakan berdasarkan koefisien Manning kemiringan dasar Perhitungan selengkapnya adalah sebagai berikut : Saluran Trapesium Untuk merencanakan penampang trapesium yang paling efisien digunakan rumus-rumus (Rangga Raju, 1986:86) : 0 0 0 Jari-jari luas saluran Keliling basah Jari-jari hidrolis A = ( B + z.h ) h P = B + 2h (z2 + 1)1/2 R=A/P

Saluran Setengah Lingkaran 0 Luas saluran

A = 0,5. . r2 0 0 Untuk Keliling saluran Jari-jari hidrolis menentukan kecepatan aliran digunakan persamaan P= .R R = 0,5 . r Manning (Rangga Raju, 1986:45) V = 1/n . R2/3. S1/2 Dari menggabungkan persamaan Manning diatas, maka akan didapatkan kapasitas angkut dari suatu saluran dengan persamaan (Rangga Raju, 1986:45) Q=V.A Dengan : B h z V A n R r S Q = lebar saluran (m) = tinggi aliran (m) = kemiringan talud = kecepatan aliran (m/dt) = luas penampang basah (m2) = angka kekasaran Manning = jari-jari hidrolis (m) = jari-jari lingkaran (m) = kemiringan saluran = debit air yang mengalir (m3/dt) harga koefisien kekasaran Manning, didapat

Sedangkan

berdasarkan lapisan bahan permukaan saluran yang diinginkan dan lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel Nilai Koefisien Kekasaran Manning Tipe Saluran A. saluran tertutup terisi sebagian n

1. Gorong-gorong dari beton lurus dan bebas kikisan 2. Gorong-gorong dengan belokan dan sambungan 3. Saluran pembuang lurus dari beton 4. Pasangan bata dilapisi dengan semen 5. Pasangan batu kali disemen B. Saluran dilapis atau disemen 1. Pasangan bata disemen 2. Beton dipoles 3. Pasangan batu kali disemen 4. Pasangan batu kosong

0,010 0,013 0,011 0,014 0,013 0,017 0,011 0,014 0,015 0,017

0,012 0,018 1,013 0,016 0,017 0,030 0,023 0,035