bab i pendahuluansakip.pertanian.go.id/admin/data2/lakin ditlin 2014.pdf · - laporan triwulan,...
TRANSCRIPT
1
BAB I PENDAHULUAN
Perlindungan tanaman merupakan bagian integral penting dari sistem
agribisnis hasil pertanian, terutama dalam mempertahankan produksi hortikultura
mantap pada taraf tinggi baik kualitas maupun kuantitas, menguntungkan petani,
menjamin kesehatan manusia, dan mempertahankan kelestarian lingkungan hidup.
Upaya tersebut diimplementasikan melalui optimalisasi fungsi berbagai unsur
dalam sistem perlindungan dalam rangka meminimalkan kehilangan hasil akibat
dampak perubahan iklim (DPI) seperti tanaman terkena banjir, kekeringan dan
serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT).
Landasan hukum dan dasar pertimbangan pelaksanaan kegiatan perlindungan
hortikultura adalah Undang-Undang No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura,
Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan
Pemerintah No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, dan Keputusan
Menteri Pertanian No. 887/Kpts/OT/9/1997 tentang Pedoman pengendalian OPT.
Di samping itu, dalam era otonomi daerah, pelaksanaan tugas, fungsi, dan
kewenangannya mengacu kepada Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Landasan hukum dan ketentuan-ketentuan peraturan
tersebut diwujudkan dalam kebijakan penerapan sistem Pengendalian Hama
Terpadu (PHT) dalam rangka pengelolaan budidaya tanaman sehat sesuai prinsip-
prinsip “Good Agricultural Practices (GAP)“ (Permentan No.48/OT.140/10/2009
tentang pedoman budidaya buah dan sayur yang baik).
Untuk mengemban amanah memelihara keseimbangan alam tersebut,
Direktorat Perlindungan Hortikultura melakukan perumusan kebijaksanaan
pengendalian OPT berdasarkan sistem PHT, yang pelaksanaan pada TA 2014
dioperasionalkan dalam 5 (lima) indikator utama (IKU) meliputi, 1) Peningkatan
Pengelolaan dan Pengendalian OPT, 2). Adaptasi dan mitigasi iklim,
3). Peningkatan kapasitas kelembagaan perlindungan tanaman hortikultura,
4). Peningkatan pemenuhan persyaratan teknis SPS mendukung ekspor produk
hortikultura, dan 5). Pengembangan SLPHT. Hasil pelaksanaan kegiatan utama
2
tersebut diharapkan mampu menurunkan proporsi luas serangan OPT terhadap
total luas panen hortikultura maksimal 5 %.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 299/Kpts/OT.140/ 7/2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian dan Keputusan Menteri
Pertanian No.341/Kpts/OT.140/9/2005 tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Pertanian, Direktorat Perlindungan Hortikultura melaksanakan
tugas dan menyelenggarakan fungsi.
Tugas Direktorat Perlindungan Hortikultura: 1. Melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang perlindungan hortikultura.
Fungsi Direktorat Perlindungan Hortikultura:
1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang perlindungan tanaman buah,
sayuran dan obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan
teknis.
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan tanaman buah, sayuran dan
obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan teknis.
3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perlindungan
tanaman buah, sayuran dan obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim dan
persyaratan teknis.
4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perlindungan tanaman
buah, sayuran dan obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim dan
persyaratan teknis.
5. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Perlindungan Hortikultura.
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi tersebut, Direktorat
Perlindungan Hortikultura, terdiri atas Subdirektorat Dampak Iklim dan Persyaratan
Teknis, Subdirektorat Perlindungan Tanaman Buah, Subdirektorat Perlindungan
Tanaman Sayuran dan Tanaman Obat, Subdirektorat Perlindungan Tanaman
Florikultura, 9 unit Eselon IV dan 1 Sub Bagian Tata Usaha.
3
Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura, diukur dari indikator kinerja
input, output, outcome, yang didasarkan pada pedoman yang disusun oleh
Lembaga Administrasi Negara sesuai dengan Keputusan Kepala Administrasi
Negara No. 239/IX/6/8/2003, tentang perbaikan pedoman penyusunan pelaporan
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, dan Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 53 Tahun 2014, tentang petunjuk teknis
perjanjian kinerja, pelaporan kinerja dan tata cara review atas kinerja instansi
pemerintah.
Pelaksanaan pembangunan hortikultura tahun 2014 merupakan tahun kelima
dari periode Rencana Strategis 2010-2014. Oleh karena itu pada tahun 2014
Direktorat Perlindungan Hortikultura telah merumuskan kebijakan dan paradigma
baru yang dilaksanakan dalam 5 kegiatan strategis yang merupakan IKU program
perlindungan hortikultura, guna mendukung pengembangan hortikultura periode
2010-2014 terutama dalam mengawal budidaya tanaman hortikultura sesuai
prinsip-prinsip “Good Agricultural Practices (GAP)“ yang didasari pada penerapan
prinsip-prinsip PHT, peningkatan produksi dan mutu hasil hortikultura dan
terpenuhinya persyaratan Sanitary and Phytosanitary (SPS) yang ditetapkan
organisasi perdagangan dunia, World Trade Organization (WTO).
Untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan kegiatan perlindungan TA 2010-
2014 dan menciptakan transparansi publik terhadap pemanfaatan fasilitasi
anggaran pemerintah, maka disusunlah Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan
Hortikultura Tahun 2014.
4
BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KERJA
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) merupakan salah
satu alat manajemen dalam rangka penyelenggaraan pemerintah terdesentralisasi
yang diharapkan mampu memperbaiki kinerja pemerintah yang terukur dan
transparan kepada publik terhadap kegiatan yang difasilitasi pemerintah. Melalui
Keppres No. 7/1999 pemerintah mewajibkan setiap instansi pemerintah pusat
maupun daerah sampai eselon II untuk menerapkan SAKIP.
SAKIP tersusun atas beberapa komponen yang merupakan satu kesatuan.
Komponen – komponen tersebut antara lain: Perencanaan Kinerja. Komponen
perencanaan kinerja meliput: a) Indikator Kinerja Utama (IKU), b) Rencana
Strategis (Renstra), c) Rencana Kinerja Tahunan (RKT), dan Penetapan Kinerja
(PK) atau juga sering disebut perjanjian kinerja.
2.1. Perencaaan kinerja 2.1.1 Indikator Kinerja Utama (IKU)
Indikator Kinerja Utama Direktorat Jenderal Hortikultura tahun 2010 telah
ditetapkan dengan keputusan Menteri Pertanian Nomor:
1185/Kpts/OT.140/3/2010 (terlampir)
Indikator Kinerja Utama (IKU) Direktorat Jenderal Hortikultura terkait
Perlindungan Hortikultura disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 1. Indikator Kinerja Utama (IKU) Direktorat Perlindungan Hortikultura
No Sasaran Indikator Kinerja Utama
Sumber Data
1 Terkelolanya serangan OPT dalam pengamanan produksi hortikultura dan terpenuhinya persyaratan teknis yang terkait dengan perlindungan tanaman dalam mendukung ekspor hortikultura
1. Fasilitas Pengelolaan OPT
- Laporan dari BPTPH dan Dinas Pertanian Provinsi
2. Rekomendasi dampak perubahan Iklim
- Laporan dari BPTPH dan BMKG
5
3. Lembaga perlindungan tanaman hortikultura
- Laporan dari BPTPH
4. Draft Pest List persyaratan teknis SPS
- Laporan dari BPTPH, Lembaga penelitian dan perguruan tinggi
5. Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT)
- Laporan BPTPH
2.1.2 Renstra
Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Perlindungan Hortikultura
dirancang sebagai acuan untuk menyusun kebijakan, strategis, program
dan kegiatan pengembangan sistem perlindungan hortikultura.
Dokumen Renstra tersebut berisi visi, misi, dan tujuan Direktorat
Perlindungan Hortikultura yang selanjutnya dijabarkan dalam kegiatan
Sub Direktorat lingkup Direktorat Perlindungan Hortikultura. Sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Perlindungan Hortikultura
dan berpedoman pada PP RI No. 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010 –
2014 serta Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010– 2014, maka
telah disusun Renstra Direktorat Perlindungan Hortikultura tahun
2010 – 2014, yang mencakup:
2.1.2.1 Visi dan Misi Visi perlindungan hortikultura adalah “Terwujudnya
Kemandirian Petani dan Pemasyarakatan Pertanian Lain dalam
Penerapan PHT dalam Sistem Pertanian Berkelanjutan dan
Berwawasan Agribisnis“.
Untuk mewujudkan visi tersebut, perlindungan hortikultura
mempunyai misi:
a. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan petani tentang PHT.
6
b. Menciptakan kondisi yang kondusif untuk terbinanya
kemandirian petani dalam pengelolaan DPI dan OPT.
c. Melindungi petani dan konsumen hasil pertanian dari
akibat samping penggunaan bahan kimia.
d. Meminimalkan pencemaran lingkungan dan melestarikan
keanekaragaman hayati di ekosistem pertanian.
e. Melindungi dan mengatur hak dan kewajiban petani
maupun masyarakat lainnya yang terkait dalam
pengelolaan DPI dan OPT.
f. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dari
usahataninya.
2.1.2.2. Tujuan, Target dan Sasaran Strategis Tujuan perlindungan tanaman pada dasarnya adalah
memperkecil resiko DPI dan serangan OPT sehingga produksi
hortikultura mantap pada taraf tinggi baik kualitas maupun
kuantitas, menguntungkan petani, menjamin kesehatan
manusia, dan mempertahankan kelestarian lingkungan hidup,
melalui upaya-upaya:
a. Pengendalian serangan OPT utama melalui upaya
penurunan luas serangan dan kehilangan hasil karena DPI
dan serangan OPT serta peningkatan mutu hasil hortikultura
(buah, sayuran dan obat, dan florikultura);
b. Perwujudan keberhasilan usahatani melalui pengelolaan
usahatani yang efektif dan efisien dalam menerapkan
teknologi dan prinsip PHT;
c. Perwujudan produk hortikultura yang bebas dari
cemaran/residu pestisida dan kelestarian lingkungan hidup
melalui upaya apresiasi/sosialisasi dan pemasyarakatan
penggunaan pestisida yang baik dan benar dengan residu
7
minimum serta terpenuhinya standar perdagangan dunia
(SPS-WTO);
d. Perwujudan pelayanan informasi publik dan peningkatan
kepuasan dan tanggungjawab di bidang perlindungan
tanaman.
Selama lima tahun (2010-2014) program perlindungan baik yang
sudah dan akan dilaksanakan, Direktorat Perlindungan
Hortikultura mencanangkan target melalui 5 kegiatan yang
merupakan indikator kegiatan utama (IKU) yaitu :
1. SLPHT
2. Adaptasi dan mitigasi iklim
3. Pengelolaan dan pengendalian OPT
4. Sinergisme sistem perlindungan hortikultura dalam pemenuhan
SPS-WTO
5. Pengembangan Laboratorium PHP/Lab. Agens Hayati/Lab.
Pestisida
Untuk mewujudkan tujuan pengembangan sistem perlindungan
hortikultura maka sasaran strategis tahun 2010-2014 adalah
meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu produk tanaman
hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan
berkelanjutan, dengan Indikator dari sasaran strategis bidang
perlindungan dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 2. Indikator Sasaran Strategis Pembangunan Hortikultura Tahun 2014
No Indikator Strategis
Komoditas
Buah Sayur Tan. Obat dan Jamur
Florikultura
1 Proporsi luas serangan OPT hortikultura terhadap total luas panen (%)
5,0 5,0 5,0 5,0
8
Keterangan: *) maksimal 5,0 %
Sedangkan sasaran strategis perlindungan hortikultura yang
diharapkan meliputi:
a. Terkendalinya serangan atau gangguan OPT maksimum
5,0% dari luas panen, pemantauan dampak anomali iklim
(kebanjiran, kekeringan, perubahan status OPT, dominasi
spesies, dsb) mempertahankan potensi produksi hortikultura
baik jumlah maupun mutu; serta meningkatnya pendapatan
dan kesejahteraan petani dan pelaku agribisnis lainnya;
dengan tetap terjaganya kesehatan manusia dan kelestarian
lingkungan hidup.
b. Terbangunnya sinergisme kegiatan perlindungan hortikultura
yang merupakan bagian dari sistem dan usaha agribisnis
yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan, dan
terdesentralisasi.
c. Tercapainya koordinasi dan sinkronisasi instansi pemerintah,
swasta dan masyarakat terkait dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendalian pembangunan perlindungan
hortikultura.
d. Terwujudnya sinkronisasi program dan kegiatan perlindungan
hortikultura antar berbagai instansi atau organisasi di tingkat
pusat, antar instansi tingkat pusat dengan perwakilan di luar
negeri.
2.1.2.3 Arah Kebijakan, Strategi dan Program
Arah kebijakan pengembangan sistem perlindungan hortikultura
terkait dengan sasaran strategis tahun 2010 – 2014 adalah
“meningkatkan produksi, produktifias dan mutu produk tanaman
hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan
9
berkelanjutan”, yang dilaksanakan melalui kegiatan utama dan
kegiatan pendukung sebagai berikut:
1. Pengelolaan dan Pengendalian OPT
- Koordinasi
- Pembinaan pengelolaan dan pengendalian OPT
hortikultura
- Penyebarluasan informasi perlindungan hortikultura
- Pengelolaan dan pengendalian OPT hortikultura
(Kerjasama ACIAR)
- Monitoring, evaluasi dan laporan OPT
2. Pengelolaan Dampak Perubah an Iklim - Inventarisasi data dan informasi
- Koordinasi penanganan dampak perubahan iklim
- Analisa dampak perubahan iklim
- Pengembangan peramalan OPT hortikultura
3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Perlindungan Hortikultura a. Pengembangan Laboratorium PHP/Lab. Agens
Hayati/Lab. Pestisida/Klinik PHT-PPAH - Koordinasi
- Fasilitasi sarana prasarana lab. PHP/Lab. Agens
hayati/Lab. Pestisida
- Fasilitasi pengembangan klinik PHT-PPAH
- Pembinaan/Monitoring/Evaluasi
b. Dukungan Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura - Laporan triwulan, tahunan, keuangan
- Koordinasi, konsultasi dan penyelesaian pekerjaan
mendesak
- Sarana kantor
- Alat pengolah data
10
4. Peningkatan Pemenuhan Persyaratan Teknis SPS Mendukung Ekspor Produk Hortikultura - Koordinasi
- Pembinaan surveillans dan pengembangan daerah
ALPP/PFPS
- Pembinaan/pengawalan/monitoring dan pelaporan
sinergisme sistem perlindungan hortikultura dalam
pemenuhan SPS-WTO.
5. Sekolah Lapang PHT
- Persiapan dan koordinasi
- Sekolah Lapang Pengendali Hama Terpadu
- Monitoring dan evaluasi
6. Laporan OPT
- Koordinasi Surveillance/Pengamatan OPT
- Pembinaan Surveillance/Pengamatan OPT
- Analisis data pengamatan/Surveillance
- Pembinaan dan peningkatan kemampuan teknis petugas
POPT
- Pelaporan
- Fasilitasi sarana prasarana surveillance/pengamatan
7. Pedoman-pedoman
- Pengumpulan data/koordinasi
- Penyusunan/penggandaan
- Sosialisasi/distribusi
Strategi yang diterapkan dalam melaksanakan kebijakan dan program di
atas pada dasarnya adalah penguatan atau pemantapan subsistem-
subsistem dalam sistem perlindungan tanaman, seperti diuraikan berikut
ini:
11
1. Sekolah Lapang PHT
SLPHT merupakan metode pemberdayaan dalam bidang
perlindungan tanaman untuk mengimplementasikan Pengendalian
Hama Terpadu (PHT) OPT yang ramah lingkungan akhir-akhir ini
menjadi wacana dalam usaha tani. Hal ini sesuai dengan kebijakan
pemerintah dalam Undang-undang No. 12/1992 dan PP No. 6/1995
yang mengisyaratkan bahwa perlindungan tanaman dilakukan sesuai
sistem PHT.
Persyaratan sekolah lapangan yaitu: (i) mempunyai peserta dan
pemandu lapangan, (ii) peserta mempraktekkan/menerapkan secara
langsung apa yang dipelajari di lapangan, (iii) mempunyai kurikulum,
evaluasi dan sertifikat tanda lulus, (iv) melaksanakan tahapan
pembukaan, pelaksanaan, kunjungan lapangan/study tour dan
diakhiri dengan temu lapangan.
Pelaksanaan SLPHT dilakukan dengan pengembangan dan penerapan
teknologi pengendalian OPT ramah lingkungan seperti penggunaan
agens hayati dan pestisida nabati. Dalam pelaksanaan di lapangan
kegiatan SLPHT masih mengalami berbagai hambatan diantaranya:
1) mutu pelaksanaan SLPHT bervariasi (pelaksanaan tidak sesuai
dengan petunjuk lapang, dan modifikasi keperluan pelaksanaan
SLPHT); 2) Pengembangan pengetahuan PHT tidak lancar;
3) perubahan perilaku alumni SLPHT.
Keberhasilan penerapan PHT dilakukan melalui pola penyelenggaraan
SLPHT yang menekankan kepada partisipasi petani secara kelompok
dalam menerapkan PHT di lahan usahataninya (belajar dari
pengalaman), melalui 4 prinsip dasar yaitu; penerapan budidaya
tanaman sehat, pelestarian musuh alami, pemantauan/pengamatan
ekosistem secara berkala, dan petani memiliki kemampuan/ahli
dalam PHT.
12
2. Adaptasi dan Mitigasi Iklim
Usaha peningkatan produksi pertanian khususnya tanaman
hortikultura sangat dipengaruhi oleh faktor iklim. Indonesia sangat
rentan terhadap dampak perubahan iklim karena Indonesia sebagai
Negara kepulauan dan kegiatan ekonomi masyarakat bertumpu pada
sumber daya alam.
Perubahan iklim menyebabkan adanya iklim ekstrim yang
berpengaruh terhadap iklim, curah hujan, cuaca, dan suhu udara.
Iklim dan cuaca merupakan sumberdaya alam, yang hingga saat ini
masih relatif belum mampu mengendalikannya. Oleh karena itu,
tindakan yang paling tepat untuk memanfaatkan sumberdaya iklim
dan mengurangi dampak dari sifat ekstrimnya adalah penyesuaian
kegiatan pertanian dengan perilaku iklim pada masing-masing
wilayah.
Dampak perubahan iklim terhadap hortikultura telah banyak
menimbulkan kerugian akibat frekuensi kejadian iklim ekstrim
meningkat seperti banjir, kekeringan, angin kencang dan serangan
OPT. Untuk meminimalkan kerugian akibat DPI pada hortikultura
perlu upaya peningkatan pengelolaannya, antara lain melalui
kegiatan koordinasi, sosialisasi, dan pembinaan serta sekolah lapang
tentang pemanfaatan informasi iklim kepada pelaku agribisnis
hortikultura dan masyarakat lainnya, sehingga bermanfaat untuk
melakukan antisipasi terhadap DPI melalui upaya mitigasi dan
adaptasi pada usahataninya. Selain itu memfasilitasi pengadaan
sarana POPT (kondisi saat ini di 32 UPTD BPTPH kurang memadai)
guna mempermudah mengakses database DPI dan OPT, seperti alat
pencatat unsur iklim (SMPK/AWS), dan alat komunikasi via internet.
13
3. Peningkatan Pengelolaan dan Pengendalian OPT
Salah satu dukungan perlindungan hortikultura dalam pengamanan
produksi hortikultura melalui pengembangan sistem perlindungan
tanaman hortikultura adalah dengan kegiatan pengelolaan dan
pengendalian OPT hortikultura. Kegiatan tersebut dilaksanakan
oleh:(1) Direktorat Perlindungan Hortikultura; (2) UPTD Balai
Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) di 32 propinsi;
(3) fungsi perlindungan tanaman hortikultura pada Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Kepulauan Riau;
(4) Balai Besar Peramalan OPT Jatisari dan; (5) Dinas Pertanian
Kabupaten/Kota di 68 kabupaten/kota di 21 propinsi.
Kenaikan suhu udara akibat DPI telah memicu peningkatan
populasi dan serangan OPT hortikultura yang menimbulkan
kerugian bagi petani. Untuk peningkatan pengelolaan OPT
diperlukan bimbingan teknis, apresiasi dan gerakan pengendalian
OPT sesuai PHT dengan penggunaan agens hayati dan
biopestisida. Pengamatan diarahkan untuk mengetahui dengan
cepat, lengkap, dan akurat tentang jenis OPT hortikultura,
komoditas yang diserang, dimana, dan kapan yang mencakup
intensitas, luas, dan kerugian yang ditimbulkan OPT dan DPI, serta
faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Hasil pengamatan
digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan pengendalian
dan tindakan lain yang diperlukan.
Peramalan diarahkan untuk memperkirakan perkembangan DPI
dan OPT hortikultura, baik jangka pendek maupun jangka panjang,
sehingga dapat diambil tindakan antisipatif yang tepat, terutama
apabila didukung ketersediaan sarana pengamatan dan pelaporan
yang memadai, seperti adanya sistem informasi managemen (SIM)
perlindungan yang handal, dimana arus informasi segera dapat
diakses melalui peringatan dini (early warning system).
14
Fasilitasi pengelolaan dan pengendalian OPT hortikultura:
- Pembinaan teknis dan pemantauan pengelolaan dan
pengendalian OPT ramah lingkungan sesuai dengan konsep
Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
- Workshop dan sosialisasi penerapan pengendalian OPT ramah
lingkungan bagi petugas dan petani di kawasan pengembangan
hortikultura.
- Magang petani/kelompok tani dalam pengembangan dan
perbanyakan bahan pengendalian OPT ramah lingkungan di
bawah binaan laboratorium agens hayati / LPHP UPTD BPTPH.
- Demplot dan model gerakan pengendalian OPT dengan
menerapkan teknik/cara pengendalian ramah lingkungan di
daerah-daerah pengembangan hortikultura yang akan menjadi
daerah percontohan bagi lokasi-lokasi lainnya dalam
menanggulangi OPT tanaman hortikultura.
- Gerakan pengendalian OPT skala luas dilaksanakan dengan
pemanfaatan bahan pengendalian OPT yang ramah lingkungan.
Kegiatan tersebut dilaksanakan pada komoditas prioritas melalui
gerakan pengendalian OPT skala kawasan yang melibatkan
petani/kelompok tani/PPAH dan klinik PHT secara langsung.
Tujuan kegiatan ini adalah mendukung upaya pengelolaan OPT
agar tidak menimbulkan kerugian secara nyata, menjamin
keamanan produk, mutu produk, keselamatan dan kesehatan
pelaku pertanian, serta meminimalkan cemaran pestisida dan
bahan berbahaya lain pada produk hortikultura dan memenuhi
persyaratan keamanan pangan.
- Menyediakan sarana /alat laboratorium dan klinik PHT (antara
lain oven, autoclave, kulkas, serta peralatan laboratorium
lainnya). Sarana tersebut untuk mendukung perbanyakan bahan
pengendalian OPT ramah lingkungan berupa agens hayati,
15
pestisida nabati. Gerakan pengendalian OPT ramah lingkungan
dilaksanakan oleh UPTD BPTPH Provinsi (Dana Dekonsentrasi)
dan Dinas Pertanian Kabupaten/Kota (Dana Tugas
Pembantuan).
- Melaksanakan pengujian mutu hasil eksplorasi agens hayati
(bahan pengendalian OPT) dan pengujian viabilitas produk
perbanyakkannya untuk menjaga keefektifan pengendalian OPT
di lapang.
- Dalam keadaan eksplosi, dilaksanakan gerakan missal
pengendalian OPT yang dimulai dari koordinasi, pencanangan
gerakan pengendalian sampai dengan memberikan bantuan
sarana dan bahan pengendalian OPT yang diperlukan serta
kegiatan pendukung lainnya.
- Koordinasi persiapan pengendalian OPT, bimbingan teknis dan
pelaksanaan pengendalian OPT itu sendiri, kegiatan yang
berkaitan dengan kerjasama luar negeri dalam pengelolaan
hortikultura, monitoring dan evaluasi hasil-hasil pengendalian
OPT.
- Pengelolaan dan pengendalian OPT tanaman hortikultura
(dalam rangka kerjasama ACIAR).
4. Laporan OPT
Salah satu kendala yang cukup penting adalah dalam upaya
pengamanan dan peningkatan produksi hortikultura adalah serangan
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) yang timbul sebagai akibat
dari interaksi antara faktor-faktor OPT, tanaman dan lingkungan.
Kerugian yang ditimbulkannya secara ekonomi cukup berarti,
sehingga diperlukan upaya pengendalian untuk menekan kerugian itu
yang diawali dengan kegiatan surveillans/pengamatan OPT agar
timbul kewaspadaan terhadap serangan OPT.
16
Agar upaya pengendalian OPT dapat dilaksanakan secara efektif dan
efisien, maka diperlukan kegiatan surveillans/pengamatan OPT yang
memberikan kewaspadaan timbulnya serangan OPT. Faktor-faktor
fisik dan biologis secara lingkungan yang mempengaruhi
perkembangan populasi dan serangan OPT di sentra
produksi/kawasan hortikultura juga perlu dihimpun, diidentifikasi,
dianalisis dan dilaporkan secara benar, tepat dan akurat serta
dilaksanakannya pembinaan-pembinaan dan pemberdayaan petugas
lapang untuk memahami tugas pokok dan fungsinya dalam
pengelolaan OPT.
5. Sinergisme Sistem Perlindungan Hortikultura dengan SPS-WTO
Dengan berlakunya ketentuan SPS-WTO yang mengikat dalam
perdagangan global produk pertanian, maka setiap Negara
anggotanya diminta untuk memenuhi tuntutan yang dipersyaratkan
oleh pasar internasional. Perdagangan internasional akan menuntut
tersedianya produk-produk hortikultura bermutu yang diyakini tidak
terinfestasi atau bebas dari kandungan OPT. Peran perlindungan
tanaman akan semakin penting, tidak semata-mata dalam
pengamanan produksi. Sistem pengamanan produksi penting untuk
memperkuat ketahanan pangan nasional, sementara sistem yang
berorientasi ekspor dalam pasar perdagangan dunia, menuntut
dipenuhinya berbagai standar yang berlaku.
SPS-WTO merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk
memasuki negara tujuan ekspor, dimana daftar OPT dan residu
pestisida harus dilampirkan dalam surat perjanjian ekspor. Ditolaknya
beberapa komoditas hortikultura Indonesia oleh negara impor karena
pemahaman para eksportir terhadap persyaratan SPS-WTO masih
parsial atau belum utuh.
17
Untuk mendukung tujuan tersebut telah dilakukan kegiatan
surveillance OPT hortikultura untuk pest list, identifikasi, pembuatan
koleksi, penyusunan laporan, Pest Risk Management, penerapan
ALPP di 14 provinsi, penerapan AWM pada tanaman mangga Gedong
di Indramayu.
6. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Perlindungan Hortikultura a. Pengembangan Laboratorium PHP/Lab. Agens
Hayati/Lab. Pestisida
Dalam mendukung sistem produksi, strategi perlindungan
hortikultura dilakukan melalui berbagai upaya kegiatan, antara
lain melalui sub-sistem pengamatan/peramalan, sub-sistem
pengendalian, sub-sistem penerapan teknologi pengendalian,
sub-sistem penyediaan sarana perlindungan dan sub-sistem
pemberdayaan pelaku pengendalian. Dalam upaya
pengendalian OPT yang sesuai dengan prinsip-prinsip PHT,
maka teknologi pengendalian ramah lingkungan dengan
memanfaatkan agens hayati dan biopestisida dalam usaha
budidaya tanaman perlu dikembangkan. Pengembangan
laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit, penerapan
teknologi pengembangan agens hayati dan biopestisida dalam
usaha budidaya tanaman sangat diperlukan. Teknologi
pengendalian OPT telah banyak dihasilkan melalui beberapa
kegiatan teknis yang dilakukan oleh Laboratorium Pengamatan
Hama dan Penyakit (LPHP), perguruan tinggi dan lembaga
penelitian. Pengembangan dan pemasyarakatan agens hayati
dan biopestisida memerlukan usaha dan keinginan yang kuat.
Untuk menampung usaha dan keinginan di atas, baik
kelembagaan pemerintah di tingkat provinsi dan kabupaten,
yaitu Laboratorium PHP/Laboratorium Agens Hayati dan
18
Laboratorium Pestisida maupun kelembagaan tanaman di
tingkat petani/kelompok tani berupa klinik PHT dan PPAH yang
berbasis kelompok tani yang dibina oleh BPTPH dan LPHP.
Dalam upaya pengendalian OPT sesuai dengan prinsip-prinsip
PHT, perlu dilakukan inisiasi pengembangan fasilitasi
koordinasi dan konsultasi berbagai upaya pengendalian OPT di
tingkat lapangan dengan melibatkan partisipasi para petani
maju dan petugas melalui inisiasi pengembangan klinik PHT.
Fasilitasi yang dilakukan melalui kegiatan ini berupa forum
koordinasi dan konsultasi bagi kelompok tani maju dalam
mengantisipasi terjadinya serangan OPT di luar kebiasaan.
Pengendali agens hayati dan biopestisida merupakan salah
satu komponen PHT yang penting dikembangkan dan
disosialisasikan secara berkesinambungan kepada petugas,
petani dan stakeholder hortikultura, sehingga pengendali
ramah lingkungan ini ke depan menjadi pilihan utama
menggantikan aplikasi pestisida kimia dalam pengendalian OPT
hortikultura yang menimbulkan efek buruk yaitu selain
mencemari lingkungan juga harganya mahal sehingga
menambah biaya produksi usahatani. Kelebihan pengendali
ramah lingkungan antara lain: bahan baku mudah diperoleh,
biaya produksi rendah, juga produknya minim dari investasi
OPT dan cemaran residu pestisida, sehingga hasilnya
diharapkan mempunyai nilai saing tinggi di pasar lokal,
domestik dan pasar ekspor.
Pengadaan sarana pendukung di pusat dan daerah antara lain
berupa alat pengolah data pendukung pengembangan Sistem
Informasi Manajemen (SIM), sarana pendukung kegiatan
sinergisme sistem perlindungan hortikultura dengan SPS–WTO,
analisis dan mitigasi perubahan iklim.
19
Tersedianya sarana dan prasarana kerja yang memadai sangat
berpengaruh terhadap kinerja perlindungan hortikultura baik di
pusat maupun di daerah.
Hasil kegiatan penting lainnya yang dilaksanakan, antara lain
Pest list pada 14 provinsi yaitu mangga, manggis, paprika,
salak, obat, buah naga, papaya, anggrek, jeruk, sayuran daun,
pisang, nenas, cabai, kentang, dan kubis, meningkatnya
pemahaman petugas perlindungan hortikultura tentang
standar teknis perdagangan sesuai SPS-WTO, dan tersedianya
peralatan Laboratorium mutu dan Laboratorium PHP untuk
mendukung pelaksanaan sinergisme sistem perlindungan
hortikultura dalam pemenuhan persyaratan teknis SPS–WTO
terutama dalam identifikasi OPT hasil surveillance. Selain itu
terimplementasinya teknologi thermal treatment dalam
pengelolaan lalat buah pada mangga di laboratorium VHT
BBPOPT Jatisari.
b. Inisiasi Klinik Komoditas Hortikultura dan Dukungan Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura
Klinik PHT dan PPAH merupakan kegiatan yang dilaksanakan di
daerah, dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan
petugas perlindungan maupun petani dalam mengidentifikasi dan
mengelola OPT hortikultura, serta memberikan pelayanan dalam
penyediaan bahan pengendalian OPT ramah lingkungan kepada
petani lainnya dan diharapkan dapat memecahkan permasalahan
perlindungan tanaman hortikultura di lapang. Fasilitasi sarana
prasarana untuk pengembangan klinik PHT/PPAH perlu diberikan
berupa peralatan (oven, kompor gas, autoclave/dandang, kulkas,
dsb) untuk mendukung perbanyakan bahan pengendali OPT
ramah lingkungan, forum koordinasi dan konsultasi bagi
20
kelompok tani maju dalam berkoordinasi/berkomunikasi untuk
memecahkan permasalahan dan mengantisipasi terjadinya
serangan OPT di luar kebiasaan.
DPI telah merubah status OPT yang sebelumnya kurang penting
menjadi OPT utama yang menimbulkan kerugian bagi petani
hortikultura. Oleh karena itu tersedianya klinik perlindungan
lapangan diharapkan menjadi wadah bagi petani untuk
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya dalam
pemanfaatan informasi iklim, pengenalan dan pengendalian OPT
terutama OPT baru yang informasinya masih sangat terbatas,
seperti penyakit Erwinia carotovora subsp. atroseptica pada
tanaman Kentang (ECA), Ring Spot Virus pada papaya (RSVP)
serta meningkatkan penggunaan pengendali agens hayati dan
biopestisida untuk mengurangi residu pestisida kimia pada
produk hortikultura. Kegiatan teknis perlindungan akan berjalan
baik sesuai rencana apabila didukung oleh kegiatan non teknis,
seperti tersedianya alat pengolah data, peralatan kantor,
kendaraan untuk mobilitas pekerjaan tata usaha, bimbingan
administrasi, konsultasi dan pengendalian kegiatan lapang.
2.1.3 Rencana Kinerja Tahunan (RKT)
Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Direktorat Perlindungan Hortikultura
pada Tahun 2014 telah disusun, dan sasaran strategis yang akan
dicapai pada Tahun 2014 telah sejalan dengan IKU dan disesuaikan
dengan sasaran strategis pada Rencana Strategis 2010-2014, yang telah
disepakati di tingkat Kementerian Pertanian. Dalam rencana kinerja
tahunan telah ditetapkan target-target yang akan dijadikan ukuran
tingkat keberhasilan/kegagalan pencapaiannya. Adapun target Rencana
Kinerja Tahunan 2014 dapat dilihat pada Tabel 3.
21
Tabel 3. Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Direktorat Perlindungan Hortikultura Tahun 2014
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target
Terkelolanya serangan OPT
dalam pengamanan produksi
hortikultura dan terpenuhinya
persyaratan teknis yang
terkait dengan perlindungan
tanaman dalam mendukung
ekspor hortikultura
Proporsi luas serangan
OPT hortikultura
terhadap total luas
panen (%)
%
5,0
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura
2.2. Perjanjian Kinerja
Perjanjian kinerja merupakan dokumen kesepakatan antara pimpinan unit
tertinggi beserta jajarannya (Tabel 4). Dokumen perjanjian kinerja lebih
dikenal dengan Penetapan Kinerja (PK).
Tabel 4. Tabel Penetapan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura
No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target
A Terkelolanya serangan
OPT dalam pengamanan
produksi hortikultura dan
terpenuhinya persyaratan
teknis yang terkait dengan
perlindungan tanaman
dalam mendukung ekspor
hortikultura
1 Peningkatan Pengelolaan dan
Pengendalian OPT (kali)
1.669
2 Adaptasi dan mitigasi iklim
(rekomendasi) 77
3 Fasilitasi peralatan dan bahan
pengendalian OPT ramah
lingkungan dalam rangka
pengembangan LPHP/Lab
1.136
22
Agens Hayati/ Lab Pestisida/
Klinik PHT-PPAH)
4 Peningkatan pemenuhan
persyaratan teknis SPS
mendukung ekspor produk
hortikultura (Draft Pest List)
16
5 Pengembangan SLPHT (Klp) 660
6 Maksimal luas serangan
terhadap total luas panen (%) 5,0
23
BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA
Untuk melihat realisasi pencapaian kinerja perlindungan hortikultura yang telah
difasilitasi melalui dana APBN, harus dilakukan pengukuran target yang telah
ditetapkan dibandingkan dengan pencapaian realisasi targetnya. Secara rinci
realisasi pencapaian target Penetapan Kinerja perlindungan hortikultura Tahun
2014 dapat dilihat pada Tabel 5 berikut:
Tabel 5. Pengukuran Kinerja Direktorat Perlindungan Tahun 2014
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi*) %
(1) (2) (3) (4) (5)
Terkelolanya serangan OPT
dalam pengamanan produksi
hortikultura dan
terpenuhinya persyaratan
teknis yang terkait dengan
perlindungan tanaman
dalam mendukung ekspor
hortikultura
1 Peningkatan Pengelolaan dan
Pengendalian OPT (kali)
1.669
1.282 76.81
2 Adaptasi dan mitigasi iklim
(rekomendasi)
77
71 92.21
3 Peningkatan kapasitas
kelembagaan perlindungan
hortikultura
1.136
913
80.37
4 Peningkatan pemenuhan
persyaratan teknis SPS
mendukung ekspor produk
hortikultura (Draft Pest List)
16
16 100,00
24
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi*) %
(1) (2) (3) (4) (5)
5 Pengembangan SLPHT (Klp)
660
629 95.30
6 Proporsi luas serangan OPT
utama hortikultura terhadap
total luas panen
- Maksimal luas serangan
terhadap luas panen (%)
5,0 1,94 257,70
Keterangan: * Realisasi indikator sasaran merupakan angka laporan periode II
(31 Desember 2014)
3.1 Analisis Pencapaian Kinerja
Pada Tahun 2014 berdasarkan dokumen PK besarnya anggaran yang telah
disahkan untuk program perlindungan hortikultura sebesar
Rp.95.281.302.000,- dan terdapat output cadangan atau penghematan
kegiatan sebesar Rp. 24.942.324.000,- sehingga alokasi anggaran Direktorat
Perlindungan Hortikultura menjadi Rp.70.338.978.000,-. Dalam upaya
pengelolaan DPI yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, sehingga
kehilangan hasil hortikultura akibat bencana banjir, kekeringan dan serangan
OPT dapat ditekan hingga tidak menimbulkan kerugian secara ekonomi, dan
produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan SPS-WTO, aman dikonsumsi
dan berdaya saing tinggi di pasar-pasar baik lokal, regional maupun global.
Sasaran strategi proporsi luas serangan OPT utama terhadap total luas panen
hortikultura maksimal 5,0% merupakan target rasional yang dimungkinkan
dapat dicapai berdasarkan kemampuan penganggaran, SDM dan peningkatan
koordinasi antar instansi terkait. Hasil analisa data yang masuk hingga periode
laporan Desember II Tahun 2014 (16-31 Desember 2014) bahwa proporsi luas
serangan yang terealisasi justru melebihi target yang ditetapkan, yaitu luas
serangan OPT hanya terjadi 1,94% dari 5% luas serangan yang ditetapkan,
25
hal ini berarti total luas serangan OPT hortikultura pada Tahun 2014 dapat
ditekan serendah-rendahnya dengan capaian 257,70 %. Dengan demikian
program perlindungan hortikultura pada TA 2014 mempunyai peran yang
besar atau menunjukkan prestasi yang baik dalamn mendukung pencapaian
produksi dan mutu hortikultura pada taraf tinggi.
Hasil pengukuran pencapaian masing-masing sasaran di atas secara umum
menunjukkan bahwa pencapaian kegiatan Direktorat Perlindungan Hortikultura
Tahun 2014 rata-rata 88,94% relatif lebih rendah dibandingkan dengan rata-
rata pencapaian Tahun 2013 sebesar 93,32% . Analisis capaian kinerja yang
dilaksanakan Direktorat Perlindungan Hortikultura pada Tahun 2014, baik yang
dilaksanakan di Pusat maupun Daerah sebagai berikut:
1. Pengelolaan dan Pengendalian OPT Hortikultura
Untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil hortikultura yang aman
dikonsumsi dan ramah lingkungan, telah dilakukan upaya pengendalain
OPT sesuai PHT sebanyak 1.669 kali di 33 provinsi dan pusat, yang
dilaksanakan melalui kegiatan pendukung antara lain koordinasi
pengendalian OPT hortikultura, bimbingan teknis pelaksanaan
pengendalian OPT hortikultura, gerakan pengendalian OPT hortikultura
di daerah endemis serangan OPT hortikultura, kegiatan model gerakan
pengendalian OPT hortikultura skala kawasan oleh UPTD BPTPH pada
komoditas unggulan di beberapa propinsi, penyebarluasan informasi
perlindungan hortikultura melalui PF2N dan pameran lainnya,
pengembangan SIM OPT hortikultura, dan informasi residu yang
mencerminkan mutu produk hortikultura aman konsumsi. Pada tahun
2014 mencapai 76,81%, sedangkan tahun 2011 mencapai 94%, pada
tahun 2012 mencapai 77,84%, dan tahun 2013 mencapai 87,70%. Pada
tahun 2014 rendah karena di beberapa propinsi terkena penghematan
(Kalimantan Tengah 40 kali, Sulawesi Tenggara 62 kali).
Hasil pengendalian OPT hortikultura berdasarkan PHT pada tahun 2014
mampu menekan luas serangan OPT hortikultura, yaitu proporsi luas
26
serangan terhadap luas panen Tahun 2014 mencapai 1,94% atau lebih
tinggi dari target maksimal penurunan luas serangan 5% yang
ditetapkan. Rincian proporsi luas serangan OPT terhadap luas panen
pada tanaman buah, sayuran, florikultura dan obat dapat dilihat pada
Lampiran 5.
Pengendalian OPT terutama pada komoditas hortikultura, petani masih
mengandalkan pestisida kimia sebagai bahan pengendali OPT, oleh
karena itu perlu terus mengembangkan pengendalian ramah lingkungan
untuk mengurangi penggunaan pestisida kimia. Beberapa pengendali
OPT yang terus dikembangkan antara lain PGPR, Corynebacterium sp.,
Trichoderma sp., Metharhizium sp., Beauveria bassiana, dan MOL
(Mikroorganisme Lokal).
Dalam meningkatkan mutu produk buah potensial ekspor, kelengkapan
dan persyaratan SPS yang harus dipenuhi sesuai permintaan pasar luar
negara penerima, dilakukan serangkaian kegiatan surveillans,
identifikasi, koleksi OPT (khususnya lalat buah), dan kajian
pengembangan pengelolaan OPT terpadu (Area Wide Management) di
kawasan buah.
Dalam mewujudkan kerjasama internasional, dilakukan kerjasama
dengan pemerintah Australia/Australia Centre for International
Agricultural Research (ACIAR) di bidang pengelolaan lalat buah skala
luas pada tanaman mangga, melalui penerapan PHT skala luas (AWM,
Area Wide Management). Berbagai kegiatan dilakukan, misalnya
penerapan pengendalian lalat buah dengan menerapkan teknologi
umpan protein, ME blok, survei/monitoring populasi lalat buah, analisa
kehilangan hasil, pemasyarakatan pengelolaan lalat buah dan lain-lain.
Pemantauan dan analisis terhadap residu pestisida terhadap produk
hortikultura telah dilakukan untuk mengantisipasi berbagai dampak
negatif dari penggunaan pestisida di lapangan terhadap produk yang
27
dihasilkan. Hasil analisa residu pestisida kimia pada hortikultura Tahun
2014 umumnya masih di bawah BMR.
Residu pestisida buah impor yang terdeteksi di bawah BMR 2 (6,67%),
tidak terdeteksi 28 (93,33%). Residu formalin tidak ada yang terdeteksi.
Residu pestisida buah ekspor yang tidak terdeteksi 4 (25%), belum
ditetapkan 1 (6,25%), dan terdeteksi di bawah BMR 11 (68,75%).
2. Antisipasi dan Mitigasi Perubahan Iklim Kegiatan ini menghasilkan 77 rekomendasi untuk upaya antisipasi dan
mitigasi perubahan iklim dalam rangka menekan kehilangan hasil
hortikultura akibat DPI berupa bencana banjir, kekeringan dan serangan
OPT di 32 provinsi, yang dilaksanakan melalui kegiatan pendukung,
yaitu inventarisasi data dan informasi tentang iklim, koordinasi
penanganan dampak perubahan iklim, dan analisa dampak perubahan
iklim terhadap tanaman hortikultura.
Kegiatan koordinasi penanganan dampak perubahan iklim dilaksanakan
dalam bentuk pertemuan peningkatan kapasitas petugas dalam
penanganan dampak perubahan iklim yang melibatkan UPTD BPTPH
dan pakar iklim, untuk meningkatkan pengetahuan petugas dalam
penanganan dampak perubahan iklim. Selain itu, dilakukan perjalanan
survey ketersediaan air di musim kemarau di daerah sentra hortikultura,
dan pengawalan, monitoring dan evaluasi bahan mitigasi dampak
lingkungan dan iklim.
Analisa dampak perubahan iklim dilakukan untuk mengetahui faktor
perubahan iklim dan serangan OPT terhadap kehilangan hasil tanaman
hortikultura. Selain itu dilakukan analisis residu pestisida dalam tanah
dan air terkait kelestarian lingkungan, serta pengukuran penuruna emisi
Gas Rumah Kaca (GRK), analisa kehilangan hasil pada tanaman
hortikultura, model penerapan teknologi adaptasi/mitigasi iklim pada
tanaman hortikultura.
28
Pengembangan peramalan OPT hortikultura di BBPOPT Jatisari meliputi
kegiatan penyediaan bahan berupa bahan operasional VHT,
pengembangan teknologi dalam pengelolaan & pengendalian OPT
hortikultura, peta citra satelit dalam rangka pengembangan pemetaan
OPT Tanaman hortikultura di kawasan pengembangan,
pelatihan/magang analisa DPI, bahan operasional laboratorium PCR,
workshop peramalan OPT hortikultura, bulletin/leaflet. Selain itu
dilakukan perjalanan pengamatan, menghadiri pertemuan nasional,
pameran nasional, konsultasi ke instansi terkait, pengumpulan data, dan
pembinaan terkait evaluasi pelaporan, analisa DPI, dan pengelolaan
OPT hortikultura.
Capaian yang diperoleh adalah 92,21%. Rendahnya capaian tersebut
karena kemampuan untuk analisis korelasi antara unsur iklim terhadap
OPT masih kurang. Tahun 2014 menghasilkan 77 rekomendasi dengan
capaian capaian 77,90%, sedangkan pada tahun 2010 menghasilkan
32 rekomendasi dengan capaian 100%, tahun 2011 menghasilkan
62 rekomendasi dengan capaian 100%, tahun 2012 menghasilkan
65 rekomendasi dengan capaian 98,50%, tahun 2013 menghasilkan
78 rekomendasi dengan capaian 91,10 %.
Hasil penting kegiatan adaptasi dan mitigasi iklim antara lain,
mengembangkan kegiatan perlindungan terutama gerakan
pengendalian OPT hortikultura yang ramah lingkungan, sehingga
menguntungkan secara ekonomi, ekologi dan mendorong penurunan
emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Analisa dampak perubahan iklim
dilakukan untuk mengetahui faktor perubahan iklim dan serangan OPT
terhadap kehilangan hasil tanaman hortikultura. Selain itu dilakukan
analisis residu pestisida dalam tanah dan air terkait kelestarian
lingkungan, serta pengukuran penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK),
analisa kehilangan hasil pada tanaman hortikultura, model penerapan
teknologi adaptasi/mitigasi iklim pada tanaman hortikultura.
29
4. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Laboratorium Perlindungan Hortikultura Klinik PHT dan PPAH merupakan kegiatan yang dilaksanakan di daerah,
dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan petugas perlindungan
maupun petani dalam mengidentifikasi dan mengelola OPT hortikultura,
serta memberikan pelayanan dalam penyediaan bahan pengendalian OPT
ramah lingkungan kepada petani lainnya dan diharapkan dapat
memecahkan permasalahan perlindungan tanaman hortikultura di lapang.
Pada tahun 2014 capaiannya 80,37%, sedangkan tahun 2010 capaiannya
100%, tahun 2011 capaian 100%, tahun 2012 capaian 66,46%, dan tahun
2013 capaian 91,60%. Rendahnya capaian akibat terjadinya pemotongan
anggaran.
a. Pengembangan Laboratorium PHP/lab. Agens Hayati/Lab.
Pestisida
Kegiatan LPHP/Lab. AH/ Lab. Pestisida bertujuan untuk mendukung
pelaksanaan pengembangan kelembagaan perlindungan hortikultura
guna menghasilkan produk teknologi pengendalian OPT ramah
lingkungan, untuk itu perlu disediakan sarana dan alat laboratorium
yang memadai (seperti oven, autoclave, kulkas, dsb peralatan
laboratorium lainnya) untuk pembuatan starter agens hayati
sehingga perbanyakan produk bahan pengendalian OPT ramah
lingkungan dapat mudah disediakan (dieksplorasi, dikembangkan,
dan diterapkan) untuk pemasyarakatannya dan diaplikasikan di
tingkat lapang.
Untuk meningkatkan penerapan pengendalian ramah lingkungan
pada tanaman hortikultura, sehingga produk yang dihasilkan aman
dikonsumsi dan berdaya saing dalam memasuki pasar domestik dan
pasar ekspor, maka telah dilaksanakan pembinaan dan pemantauan
pengembangan penerapan agens hayati dan biopestisida pada
Laboratorium PHP, pembinaan teknis dalam pengelolaan OPT pada
30
tanaman hortikultura, serta pengembangan dan perbanyakan
agens hayati dan biopestisida.
Dalam pengelolaan OPT pada tanaman hortikultura, maka
peningkatan pengetahuan dan keterampilan petugas LPHP dan
kelompok tani sebagai pengelola Klinik PHT serta PPAH perlu
senantiasa ditingkatkan termasuk dalam hal perbanyakan dan
pemanfaatan bahan pengendali OPT yang ramah lingkungan. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut maka perlu dilakukan kegiatan
pembekalan/workshop/ koordinasi/konsultasi.
a. Inisiasi Klinik Komoditas Hortikultura
Untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas dan
petani terhadap pengenalan dan pengendalian OPT hortikultura,
telah dilaksanakan kegiatan pembinaan dan pemantauan Klinik PHT,
serta forum koordinasi dan konsultasi di 32 provinsi, yang hasilnya
diharapkan mendorong pemasyarakatan penerapan PHT pada
tanaman hortikultura dan meningkatkan ketersediaan produknya
yang aman konsumsi. Untuk meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan petugas dan petani terhadap pengenalan dan
pengendalian OPT hortikultura, telah dilaksanakan kegiatan
pembinaan dan pemantauan Klinik PHT, serta forum koordinasi dan
konsultasi.
Pengembangan LPHP /Lab.Agens Hayati /Lab.Pestisida dilaksanakan
melalui koordinasi rencana pelaksanaan kegiatan, pembekalan klinik
PHT-PPAH, pengadaan bahan standar perbanyakan agens hayati
dan biopestisida serta bahan dan peralatan pendukung laboratorium
dan klinik PHT lainnya, sosialisasi aplikasi agens hayati dan
biopestisida, supervisi dan bimbingan teknis aplikasi agens hayati
dan biopestisida di lapang.
31
c. Sinergisme Sistem Perlindungan Hortikultura dengan SPS – WTO
SPS – WTO merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk
memasuki negara tujuan ekspor, dimana daftar OPT dan residu pestisida
harus dilampirkan dalam surat perjanjian ekspor. Untuk mendukung
tujuan tersebut telah dilakukan kegiatan surveillance OPT hortikultura
untuk pest list, identifikasi, pembuatan koleksi, penyusunan laporan, Pest
Risk Management, penerapan ALPP di 14 provinsi, penerapan AWM pada
tanaman mangga Gedong di Indramayu. pada tahun 2014 diperoleh 16
draft pest list hortikultura atau capaian 100%, sedangkan pada tahun
2011 capaiannya 100%, tahun 2012 capaiannya 100%, dan tahun 2013
capaiannya 100%.
14 propinsi pendukung pelaksanaan sinergisme yaitu UPTD-BPTPH
Sumatera Barat, Suamtera Utara, Riau, Lampung, DKI Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara
Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara.
d. Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT)
SLPHT merupakan kegiatan unggulan untuk meningkatkan pengetahuan,
kemampuan dan keterampilan bagi petugas, petani dan kelompok tani
dalam rangka memasyarakatkan perlindungan tanaman hortikultura
sesuai prinsip PHT, yang dilaksanakan melalui sekolah lapang pola
pendidikan orang dewasa yang berbasis responsif gender dengan
memberikan kesempatan, peran dan peluang yang sama bagi laki-laki
dan perempuan di 32 provinsi. Kelompok tani yang mengikuti SLPHT
pada tahun 2014 sebanyak 660 kelompok yang dilaksanakan pada ± 26
komoditas hortikultura meliputi cabai, bawang merah, kentang,
semangka, pisang, jambu air, krisan, manggis, raphis, Anthorium, duku,
wortel, kubis, mangga, melati, anggrek, sedap malam, leatherleaf,
mawar, melon, tomat, papaya, markisa, durian, kol, dan kacang panjang.
32
Pada tahun 2014 realisasi SLPHT adalah 613 kelompok SLPHT dengan
capaian 95,30% dari target 660 kelompok SLPHT, sedangkan pada tahun
2011 capaiannya 100%, tahun 2012 capaiannya 96,85%, tahun 2013
capaiannya 96,20%,.
e. Pengamatan dan Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan pada Komoditas Hortikultura
Pengamatan OPT hortikultura merupakan bagian penting dalam PHT,
karena itu sangat penting pula untuk dilaksanakan di lapangan, agar
populasi OPT hortikultura dapat diketahui secara dini, sehingga
pengendalian OPT dapat dilakukan secara efektif dan efisien serta
minimal penggunaan pestisida kimia.
Untuk mendukung kegiatan tersebut telah dilaksanakan kegiatan
penerapan metode pengamatan OPT hortikultura, pengamatan, analisis
dan manajemen data OPT, peningkatan kemampuan teknis POPT dan
petugas Laboratorium PHP, dan pemetaan wilayah sebar serangan OPT
hortikultura di 33 provinsi. Pada tahun 2014 capaiannya 90,10%.
Rendahnya capaian tersebut terutama disebabkan pelaporan OPT dan
bencana alam belum optimal, antara lain antara lain karena sebagian
besar pelaporan masih melalui pos. Penyampaian laporan oleh UPTD
BPTPH rata-rata terlambat 2 bulan (Lampiran 6), sedangkan tahun 2011
capaiannya 91,67%, tahun 2012 capaiannya 95,13%, dan tahun 2013
capaiannya 87,13%.
Hasil penting pengamatan dan peramalan OPT hortikultura lainnya pada
Tahun 2014 sebagai berikut:
1. Workshop diselenggarakan di Bandung, 25 – 27 Agustus 2014 oleh
Direktorat Perlindungan Hortikultura, dan diikuti oleh 24 peserta terdiri
atas koordinator POPT dari 22 UPTD BPTPH Pemerintah Aceh, Provinsi
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Riau, Lampung, Bangka
Belitung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa
33
Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan
Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Barat, Maluku, dan Gorontalo. Dua peserta mewakili Fungsi
Perlindungan Dinas Pertanian Kepulauan Riau, dan BBPOPT Jatisari.
2. Tujuan workshop adalah untuk memperoleh masukan berupa
rekomendasi dari koordinator/petugas POPT mengenai metode
pengamatan dan pelaporan OPT hortikultura di daerah. Rekomendasi
diusulkan kepada Direktorat Perlindungan Hortikultura dan UPTD BPTPH
Provinsi.
3. Rekomendasi yang dihasilkan dari diskusi umum adalah sebagai berikut:
a. Pengamatan dan pelaporan OPT hortikultura tetap mengacu pada
Metode Pengamatan OPT Hortikultura yang diterbitkan oleh
Direktorat Perlindungan Hortikultura.
b. Penetapan jumlah petak pengamatan tetap pada tanaman
hortikultura hendaknya disesuaikan dengan memperhatikan
penetapan petak tetap pada tanaman pangan, agar tidak terjadi
tumpang tindih dalam kegiatan pengamatan. Hal ini akan
dikomunikasikan dengan Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan.
c. Pengamatan OPT pada tanaman buah dilaksanakan dengan
membagi tajuk pohon objek contoh menjadi 4 (empat) bagian.
d. Pengamatan OPT pada tanaman sayuran menggunakan teknik
pengambilan contoh U shape.
e. Peserta mengharapkan agar Direktorat Perlindungan Hortikultura
dapat menyediakan contoh blanko pengamatan harian untuk OPT
hortikultura bagi petugas POPT/PHP, dengan mengacu pada usulan
contoh blanko pengamatan dari peserta.
f. Tidak semua petugas POPT/PHP memiliki buku metode pengamatan
dan pelaporan OPT hortikultura (tanaman buah, tanaman sayuran,
tanaman hias/florikultura, dan tanaman biofarmaka). Untuk itu,
diharapkan pendistribusiannya sampai ke seluruh petugas POPT.
34
g. Petugas mengharapkan agar pertemuan serupa bagi
koordinator/petugas POPT seluruh Indonesia dapat dilaksanakan
setiap tahun, untuk menjamin agar informasi terkait tetap up to
date.
f. Dukungan Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura
Mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan sistem perlindungan
tanaman, maka dibutuhkan kelengkapan kerja pendukung dan fasilitas
yang memadai agar penyelenggaraan kegiatan dapat berjalan dengan
baik. Tersedianya sarana dan prasarana kerja yang memadai sangat
berpengaruh terhadap kinerja perlindungan hortikultura baik di pusat
maupun di daerah antara lain sarana pendukung kegiatan sinergisme
sistem perlindungan hortikultura dengan SPS-WTO, analisis dan mitigasi
perubahan iklim.
Kegiatan perlindungan hortikultura difokuskan pada penyelesaian OPT di
lapangan melalui kegiatan Pengelolaan dan Pengendalian OPT
Hortikultura, yang salah satu komponen kegiatannya yaitu Fasilitasi
peralatan dan bahan pengendalian OPT ramah lingkungan dalam rangka
pengembangan LPHP/ Lab Agens Hayati/ Lab Pestisida/ klinik PHT-PPAH
sebagai berikut: DKI Jakarta (2 unit); Jawa Barat (113 unit); Jawa
Tengah (205 unit); DI Yogyakarta (34 unit); Jawa Timur (128 unit); Aceh
(34 unit); Sumatera Utara (57 unit); Sumatera Barat (55 unit); Riau (134
unit); Jambi (19 unit); Sumatera Selatan (10 unit); Lampung (4 unit);
Kalimantan Barat (15 unit); Kalimantan Tengah (5 unit); Kalimantan
Selatan (26 unit); Kalimantan Timur (24 unit); Sulawesi Utara (29 unit);
Sulawesi Tengah (198 unit); Sulawesi Selatan (50 unit); Sulawesi
Tenggara (5 unit); Maluku (6 unit); Bali (6 unit); NTB (7 unit); NTT
(3 unit); Papua (16 unit); Bengkulu (49 unit); Maluku Utara (13 unit);
Banten (26 unit); Bangka Belitung (19 unit); Gorontalo (5 unit); Papua
Barat (2 unit), dan Sulawesi Barat (1 unit).
35
Pengadaan barang non lelang pada tahun 2014 terdiri dari 2 unit
komponen telemetri AWS (upgrade AWS menjadi Telemetri) di Jateng
dan Jatim, peralatan treatment penanganan OPT dan DPI (Makasar),
sayuran dan Florikultura Ramah Lingkungan (Makasar), Mulsa plastik
(Aceh dan Sulsel), Feromon Sex untuk pengendalian ulat bawang
(Sulteng, Sumsel, NTB, dan, Bali), fasilitasi bahan kimia /bahan analisa
residu pestisida pada lab. Pestisida Jabar, fasilitasi bahan kimia /bahan
analisa residu pestisida pada lab. pestisida Provinsi Bali, bahan
pengendali pada Jeruk Garut, dan bahan pengendali OPT buah
(Makasar). Pelaksanaan kegiatan perlindungan di Makassar dalam rangka
mensukseskan kegiatan PF2N.
Pedoman-pedoman pengendalian dan pengamatan hortikultura sangat
penting untuk mengelola dan mengendalikan serangan OPT hortikultura
dan menurunkan potensi serangan sehingga berdampak pada
peningkatan kualitas produksi dan pascapanen hortikultura. Output
kegiatan ini ditargetkan sebanyak 6 judul dan terealisasi seluruhnya
(100%).
Layanan perkantoran dilaksanakan di 33 provinsi dengan target selama
12 bulan layanan dan terealisasi seluruhnya (100%).
3.2 Analisis Pencapaian Keuangan
Analisis pencapaian keuangan dilakukan untuk melihat sejauh mana
pencapaian sasaran strategis yang telah tergambar di PK dapat dicapai dengan
sumber keuangan yang ada. Pelaksanaan pengembangan agribisnis
hortikultura Tahun 2014, menuntut adanya suatu sistem pengelolaan program,
kegiatan dan anggaran yang dilakukan berbasis kinerja.
36
Tabel 6. Realisasi Anggaran Satuan Kerja Pusat dan Daerah Menurut
Kegiatan Utama
No Kegiatan Pagu ( 000 ) Realisasi s/d 30 Desember 2014
Rp ( 000) % fisik
1 Terkelolanya serangan OPT dalam pengamanan produksi hortikultura dan terpenuhinya persyaratan teknis yang terkait dengan perlindungan tanaman dalam mendukung ekspor hortikultura a. Pusat b. Daerah (Dekon+TP)
70.338.978.000 8.457.683.000 61.881.295.000
64.242.231.000
7.444.951.000 56.797.281.000
91,33
88,03 91,78
91,13
93,32
88,94
Program Peningkatan Ketahanan Pangan Tahun 2014, Direktorat Perlindungan
Hortikultura semula mengelola dana APBN untuk Pusat sebesar Rp.
8.457.683.000,- dan APBN untuk Daerah sebesar Rp. 61.881.295.000,- Total
sebesar Rp. 70.338.978.000,- Dengan realisasi Pusat Rp. 7.444.951.000,-
(88,03%) dan Daerah Rp 56.797.281.000,- (91,78%) dari Total
Rp 61.881.295.000,- atau sebesar 91.78%. Rendahnya capaian realisasi
anggaran di Satker daerah terjadi setelah satker UPTD-BPTPH berada atau
dikelola oleh Satker Diperta Propinsi.
Nilai capaian rata-rata kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura Tahun 2014
sebesar 91,33% sudah baik, namun masih perlu ditingkatkan melalui kerja
keras petugas dan stakeholder selaras dengan Sistem Pengendalian Intern
yang memadai, sehingga Direktorat Perlindungan Hortikultura dapat mencapai
kinerja yang efektif, efisien, ekonomis dan tertib aturan dalam penanganan
OPT dan DPI ramah lingkungan untuk mendukung pengembangan agribisnis
hortikultura yang memenuhi persyaratan SPS-WTO, yaitu produk minimal
residu pestisida kimia, aman dikonsumsi dan berdaya saing di pasar global.
3.3. Permasalahan Secara Umum Berbagai keberhasilan dan manfaat telah dicapai dalam pelaksanaan
pembangunan program perlindungan hortikultura Tahun 2014, namun
37
demikian dalam pelaksanaannya masih mengalami, berbagai permasalahan
dan hambatan, baik dari aspek teknis maupun aspek manajemen. Beberapa
permasalahan dan hambatan yang ditemui terkait pengembangan program
perlindungan hortikultura selama ini sebagai berikut:
1) Rendahnya capaian serapan anggaran kegiatan perlindungan
hortikultura tersebut antara lain disebabkan keterlambatan administrasi
pada proses pencairan dana sesuai kebutuhan, setelah satker berada di
dinas pertanian, penetapan PPK dan perangkatnya memerlukan waktu
lebih lama, dan adanya kegiatan lapang menyesuaikan dengan kondisi
iklim (SLPHT).
2) Laporan daerah yang disampaikan belum menggambarkan potret
realisasi 5 kegiatan IKU perlindungan hortikultura, tetapi umumnya
melaporkan realisasi kegiatan gerakan pengendalian OPT dan SLPHT.
Akibatnya, menyulitkan untuk mengetahui kendala teknis masing-
masing kegiatan yang terjadi di lapangan, sehingga solusi konkrit yang
diberikan untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan ke depan kurang
efektif.
3) Masih rendahnya tingkat pemahaman dan pengetahuan petani terhadap
identifikasi OPT, penggunaan bahan kimia masih merupakan alternatif
pertama dalam sistem pengelolaan OPT hortikultura oleh petani, bahan
pengendalian OPT Hortikultura belum tersedia pada tingkat lapang yang
bersifat ramah lingkungan (agens hayati ataupun biopestisida).
4) Masih terdapat beberapa wilayah kerja POPT (kecamatan) yang kosong
sehingga pengawalan tanaman hortikultura masih lemah dan berakibat
pengawasan dan laporan OPT hortikultura kurang tertangani, dan
sasaran (obyek) komoditas tanaman yang dikawal oleh seorang POPT
terlalu banyak (pangan dan hortikultura) yang berakibat pada kurang
intensifnya pengamatan OPT.
5) Sumber Daya Manusia (SDM), luas lahan pertanian semakin
berkurang/menyempit, dan penggabungan Satuan Kerja.
38
6) Untuk mengamankan produksi hortikultura dari serangan OPT dan
menghadapi perubahan iklim antara lain perlu digalakkan kembali
sistem peringatan dini/bahaya, SL Iklim, dan sistem pelaporan
perlindungan hortikultura yang baik.
7) Belum adanya sistem pelaporan yang terintegrasi dalam rangka
pelaksanaan pelaporan OPT hortikultura sehingga dalam pengolahan
data membutuhkan rentang waktu yang panjang.
8) Untuk mendukung kegiatan teknis perlindungan, umumnya di daerah
antara lain kekurangan Sumber Daya Manusia baik dari segi kuantitas
maupun kualitasnya dan sarana prasarana yang tersedia terbatas,
sehingga cukup menyulitkan para petugas POPT–PHP dalam mengcover
wilayah kerja yang umumnya lebih dari 2 kecamatan untuk
melaksanakan tupoksinya.
9) Minimnya sarana untuk menunjang pelaksanaan kegiatan POPT antara
lain, buku pedoman perlindungan bergambar, alat pengolah data,
identifikasi OPT, komputer SIM dan perekam data cuaca/iklim.
Sedangkan prasarana yang belum memadai antara lain ruangan
laboratorium untuk pengembangan agens hayati dan biopestisida, serta
dukungan pemerintah dan pemerintah daerah terhadap pelaksanaan UU
N0. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, antara lain gerakan
pengelolaan OPT dan DPI yang ramah lingkungan.
10) Standar Biaya Khusus (SBK) yang telah ditetapkan Kementerian
Pertanian untuk kegiatan SLPHT hortikultura dalam implementasinya
ada sedikit kendala mengingat komoditas hortikultura yang beragam
sehingga kebutuhan bahannya berbeda.
11) Bahan starter yang diperlukan untuk pengembangan agens hayati masih
relatif sulit untuk diperoleh, Sumber Daya Manusia dalam hal ini petani
yang belum sepenuhnya terampil dalam perbanyakan agens hayati,
sarana untuk pengembangan agens hayati di tingkat kelompok tani
39
kurang memadai, dan tidak semua petugas POPT di lapangan handal
dalam teknik pengembangan agens hayati di tingkat lapangan.
3.4 Tindak Lanjut
Beberapa upaya tindak lanjut yang telah dan akan dilakukan oleh Direktorat
Perlindungan Hortikultura untuk perbaikan tersebut, antara lain sebagai
berikut:
1) Meningkatkan koordinasi dengan Satker Diperta provinsi supaya realisasi
capaian kegiatan perlindungan baik keuangan maupun fisik menjadi lebih
baik dibandingkan sebelumnya.
2) Pada TA 2014, sebaiknya Satker dinas menunjuk petugas UPTD menjadi
verifikator kegiatan masing – masing, supaya proses penyiapan
administrasi cepat dan pencairan dana untuk kegiatan dapat dipenuhi
dalam jangka waktu 2 – 3 hari.
3) Revitalisasi SLPHT hortikultura mendesak dilakukan dengan melibatkan
pakar dan stakeholder, agar pelaksanaannya di lapangan sesuai pedum,
sehingga pengendalian OPT ramah lingkungan dan tersedianya mutu
produk aman konsumsi makin meningkat dari tahun ke tahun.
4) Laporan evaluasi perlindungan yang disampaikan harus memotret realisasi
5 IKU perlindungan, atau minimal menyajikan secara ringkas dalam bentuk
matrik dan permasalahan serta progres penyelesaiannya dijelaskan secara
lisan, sehingga kendala yang timbul di lapangan dapat dicarikan solusi
penanganan yang lebih efektif guna meningkatkan capaian kegiatan pada
tahun mendatang.
5) Upaya pemecahan masalah dalam kegiatan perlindungan hortikultura
tahun 2014 yaitu meningkatkan kegiatan fasilitasi pelaksanaan SLPHT,
Klinik tanaman/PPAH, dan gerakan pengendalian OPT hortikulttura ramah
lingkungan oleh kelompok tani, sehingga mendorong penumbuhan
keyakinan kepada petani terhadap upaya alternatif pengendalian yang
berwawasan/ramah lingkungan, yang apabila dilaksanakan dengan baik
40
dan benar mampu menekan serangan OPT dan meningkatkan kwalitas
hasil.
6) Melakukan forum koordinasi pada tingkat lapang terhadap pengenalan dan
perbanyakan dan pemanfaatan Agens Hayati dan Biopestisida pada petani
dan petugas lapang.
7) Memberikan bimbingan dan pembinaan serta peningkatan
kemampuan/ketrampilan petani dan petugas dalam upaya pengelolaan
OPT berdasarkan sistem PHT, pemberdayaan petani melalui kegiatan SLI
dan SLPHT perlu ditingkatkan THL POPT perlu dimaksimalkan dan
diusulkan menjadi PNS.
8) Peningkatan kapasitas tenaga LPHP/BPTPH ke arah profesionalisme
melalui kegiatan pemberdayaan, antara lain jenjang pendidikan, pelatihan,
dan magang.
9) Tersedianya peta rawan banjir dan kekeringan untuk daerah kawasan dan
pengembangan hortikultura, sehingga di musim kemarau khususnya
tanaman mengalami gagal panen atau produktifitas rendah akibat
cekaman kekeringan. Bahkan untuk kegiatan Bansos sering menjadi
temuan rendahnya capaian fisik karena penanaman tertunda akibat
sumber air dilokasi kegiatan mengalami kekeringan.
10) Pengadaan alat dan bahan untuk kegiatan perlindungan dalam rangka
kesejahteraan petani, diperlukan perencanaan dan koordinasi yang baik
antara satker, ULP dan tim teknis kegiatan, sehingga ouput yang
dihasilkan tersedianya sarana perlindungan sesuai rencana, efektif, efisien,
ekonomis dan tertib aturan (3 E + 1 T).
41
BAB IV. PENUTUP
Perlindungan tanaman hortikultura sebagai suatu subsistem produksi,
diharapkan berperan luas dalam mempertahankan upaya peningkatan produksi
dan mutu produk yang berdaya saing, dan akses pasar yang lebih baik. Peran
tersebut akan tercapai apabila kinerjanya terukur baik, yaitu antara lain
menurunnya luas kerusakan lahan dan kehilangan hasil akibat DPI dan serangan
OPT, terwujudnya keberhasilan usahatani melalui upaya pengelolaannya yang
efektif dan efisien dengan penerapan teknologi sesuai prinsip PHT, terwujudnya
produk hortikultura yang bebas dari cemaran/residu pestisida dan kelestarian
lingkungan hidup, serta terpenuhinya persyaratan perdagangan global/SPS – WTO.
Harapan – harapan tersebut merupakan sasaran pelaksanaan program dan
kegiatan perlindungan tanaman, yaitu membangun sistem perlindungan tanaman
yang efektif dan efisien serta tertib aturan.
Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura 2014 ini adalah salah satu
media pertanggungjawaban Direktorat Perlindungan Hortikultura dalam
melaksanakan mandat Tupoksi, Misi dan Visi, serta pertanggungjawaban dalam
mengelola anggaran yang difasilitasi pemerintah, sebagai umpan balik, introspeksi
terhadap apa yang selama ini telah dilaksanakan, apa saja yang belum
dilaksanakan, dan perbaikan apa saja yang perlu dilakukan dalam rangka
meningkatkan kinerja institusi dan kesejahteraan keluarga petani. Spirit
disusunnya laporan ini diharapkan mampu membenahi diri dan meningkatkan
prestasi kerja dan kinerja dengan meningkatkan berbagai koordinasi, sinergisme
dan kerjasama antar institusi dan swasta (petani dan pelaku usaha) sehingga
dapat dicapai hasil yang lebih optimal.
Beberapa langkah yang perlu ditingkatkan untuk mencapai kinerja Direktorat
Perlindungan Hortikultura yang baik, efektif dan efisien, antara lain sebagai
berikut:
42
a. Hal-hal yang mendapat perhatian untuk dievaluasi di bidang perlindungan,
antara lain yang terkait dengan teknis pengendalian, sudahkah tersedia
teknologi pengendalian OPT ramah lingkungan yang efektif di musim hujan
untuk mengatasi serangan pathogen penyakit sehingga tidak menimbulkan
kerugian bagi petani.
b. Evaluasi dibidang non teknis yaitu menyangkut manajemen kesatkeran,
bagaimana langkah penyelesaian proses administrasi yang efektif dan efisien
sehingga capaian realisasi keuangan terhadap kegiatan yang dilaksanakan
minimal mendekati target triwulan yang ditetapkan.
c. Peningkatan kemampuan SDM pelaku perlindungan hortikultura terutama
petugas dan petani dalam pengelolaan OPT hortikultura
(pengenalan/identifikasi, pengamatan, analisis dan pengambilan keputusan
pengendalian). Kegiatan-kegiatan seperti koordinasi, sosialisasi,
pemasyarakatan terkait pengamatan, pengendalian, penerapan teknologi
ramah lingkungan (agens hayati dan biopestisida), dan penerapan PHT melalui
SLPHT, telah menjadi kegiatan penting jajaran UPTD BPTPH, sehingga perlu
dijadikan ciri khusus pelaksanaan perlindungan tanaman. Dalam memenuhi
jumlah petugas/PHP sesuai dengan wilayah pengamatannya, telah diupayakan
pengangkatan PHP/POPT/Tenaga Harian Lepas (THL) dan biaya
operasionalnya bersumber dari Program Peningkatan Ketahanan Pangan.
d. Koordinasi apresiasi penerapan teknologi pengendalian OPT dengan lembaga
penelitian dan perguruan tinggi perlu ditingkatkan, sehingga hasil-hasil
pengembangan teknologi dari institusi perlindungan tanaman, Laboratorium
Pengamatan Hama dan Penyakit (LPHP), memperoleh dukungan keilmiahan,
sehingga teknologi tersebut mudah diterima, diterapkan dan dimasyarakatkan
oleh petani.
e. Penyediaan sarana, alat dan bahan pengamatan dan pengendalian OPT dalam
rangka memperkuat institusi/kelembagaan perlindungan tanaman di lapangan
dan mobilitas petugas melakukan pengamatan dan pengendalian OPT, serta
kegiatan dasar mendukung pemenuhan persyaratan SPS perlu ditingkatkan.
43
f. Penyediaan dana yang memadai, baik yang bersumber dari APBN, APBD I,
APBD II, maupun masyarakat petani untuk mendukung kegiatan perlindungan
tanaman, terus diupayakan dan didorong ketersediaannya oleh semua pihak.
g. PPK selektif memilih pemenang tender barang supaya kualitas dan waktu
penyaluran alat dan bahan sesuai aturan yang ditetapkan bersama dan
memenuhi kaedah SPI, yaitu efektif, efisien, ekonomis dan tertib aturan.
Semoga laporan Kinerja Tahun 2014 ini dapat bermanfaat bagi pengambilan
kebijakan di bidang perlindungan untuk masa – masa yang akan datang.
44
Lampiran 1.
IKU DIREKTORAT PERLINDUNGAN HORTIKULTURA TA 2011-2014
1. Tugas
Melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang perlindungan hortikultura.
2. Fungsi
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang perlindungan tanaman buah, sayuran
dan obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan teknis;
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan tanaman buah, sayuran dan
obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan teknis;
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perlindungan
tanaman buah, sayuran dan obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim dan
persyaratan teknis;
d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perlindungan tanaman
buah, sayuran dan obat, florikultura, pengelolaan dampak iklim dan persyaratan
teknis; dan
e. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Perlindungan Hortikultura.
3. Sasaran dan Indikator Kinerja Utama
No. Sasaran Indikator Kinerja Utama
Sumber Data
1. Terkelolanya serangan OPT dalam pengamanan produksi hortikultura dan terpenuhinya persyaratan teknis yang terkait dengan perlindungan tanaman dalam mendukung ekspor hortikultura
1. Fasilitas pengelolaan OPT
Laporan dari BPTPH dan Dinas Pertanian Propinsi.
2. Rekomendasi dampak perubahan iklim
Laporan dari BPTPH dan BMKG
3. Lembaga perlindungan tanaman hortikultura
Laporan dari Balai Proteksi tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH)
4. Draft Pest List persyaratan teknis SPS
Laporan dari Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura
45
(BPTPH), lembaga penelitian dan perguruan tinggi.
5. Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT)
Laporan dari Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH)
46
Lampiran 2. RENCANA KINERJA TAHUNAN
Direktorat Perlindungan Hortikultura TA 2011
No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target
A Terkelolanya
serangan OPT dalam
pengamanan
produksi hortikultura
dan terpenuhinya
persyaratan teknis
yang terkait dengan
perlindungan
tanaman dalam
mendukung ekspor
hortikultura
1 Peningkatan Pengelolaan OPT ( kali )
1.216
2 Pengelolaan dampak perubahan iklim
(rekomendasi) 62
3 Peningkatan kapasitas kelembagaan
perlindungan tanaman hortikultura (unit) 368
4 Peningkatan kapasitas laboratorium
perlindungan tanaman hortikultura
(laboratorium)
70
5 Peningkatan pemenuhan persyaratan teknis
SPS mendukung ekspor produk hortikultura
(Draft Pest List)
13
6 Peningkatan klinik PHT (Klinik) 98
7 Pengembangan SLPHT (Klp) 362
8 Peningkatan mutu pembinaan untuk
pengembangan kegiatan sistem perlindungan
tanaman hortikultura
47
c. Layanan Perkantoran (bulan)
d. Laporan OPT (Laporan)
e. Pemasyarakatan/promosi (Kali)
f. Pertemuan/Sosialisasi/Identifikasi/Pembina
an / Workshop (kali)
g. Peningkatan Kapabilitas Petugas/Petani
(orang)
h. Pedoman-pedoman (buku)
i. Kendaraan (unit)
j. Alat Pengolah Data (unit)
k. Sarana Kantor (unit)
12
408
112
34
10.275
10
3
15
15
9 Maksimal luas serangan terhadap luas panen
(%)
4,5
48
UNIT ORGANISASI ESELON II : (a) DIREKTORAT PERLINDUNGAN HORTIKULTURA
TAHUN ANGGARAN : (b) 2012
Kegiatan Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target
(1) (2) (3) (4) (5)
Pengembangan Sistem Perlindungan Tanaman Hortikultura (Prioritas Nasional dan Bidang)
Terkelolanya serangan OPT dalam pengamanan produksi hortikultura dan terpenuhinya persyaratan teknis yang terkait dengan perlindungan tanaman dalam mendukung ekspor hortikultura
1 Peningkatan Pengelolaan OPT (kali)
1.074
2 Pengelolaan dampak perubahan iklim (rekomendasi)
65
3 Peningkatan kapasitas kelembagaan perlindungan tanaman hortikultura (unit)
169
4 Peningkatan pemenuhan persyaratan teknis SPS mendukung ekspor produk hortikultura (Draft Pest List)
13
5 Pengembangan SLPHT (Klp)
540
6 Maksimal luas serangan terhadap luas panen (%)
5,0
49
UNIT ORGANISASI ESELON II :(a) DIREKTORAT PERLINDUNGAN HORTIKULTURA
TAHUN ANGGARAN :(b) 2013
Kegiatan Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target
(1) (2) (3) (4) (5)
Pengembangan Sistem Perlindungan Tanaman Hortikultura (Prioritas Nasional dan Bidang)
Terkelolanya serangan OPT dalam pengamanan produksi hortikultura dan terpenuhinya persyaratan teknis yang terkait dengan perlindungan tanaman dalam mendukung ekspor hortikultura
1 Peningkatan Pengelolaan OPT (kali)
1.239
2 Pengelolaan dampak perubahan iklim (rekomendasi)
78
3 Peningkatan kapasitas kelembagaan perlindungan tanaman hortikultura (unit)
250
4 Peningkatan pemenuhan persyaratan teknis SPS mendukung ekspor produk hortikultura (Draft Pest List)
16
5 Pengembangan SLPHT (Klp)
651
6 Maksimal luas serangan terhadap luas panen (%)
5,0
50
UNIT ORGANISASI ESELON II :(a) DIREKTORAT PERLINDUNGAN HORTIKULTURA
TAHUN ANGGARAN :(b) 2014
Kegiatan Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target
(1) (2) (3) (4) (5)
Pengembangan Sistem Perlindungan Tanaman Hortikultura (Prioritas Nasional dan Bidang)
Terkelolanya serangan OPT dalam pengamanan produksi hortikultura dan terpenuhinya persyaratan teknis yang terkait dengan perlindungan tanaman dalam mendukung ekspor hortikultura
1 Peningkatan Pengelolaan
dan Pengendalian OPT
(kali)
1.669
2 Adaptasi dan mitigasi iklim
(rekomendasi) 77
3 Peningkatan kapasitas
kelembagaan
perlindungan hortikultura
1.136
4 Peningkatan pemenuhan
persyaratan teknis SPS
mendukung ekspor produk
hortikultura (Draft Pest
List)
16
5 Pengembangan SLPHT
(Klp) 660
6 Proporsi luas serangan OPT
utama hortikultura
terhadap total luas panen
Maksimal luas serangan
terhadap luas panen (%)
5,0
51
Lampiran 3. Tabel Penetapan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura Tahun 2010-2014
Pengukuran Kinerja Kegiatan Tahun 2010
Program
Persentase pencapaian
rencana tingkat capaian (target)
Keterangan Uraian Indikator Kinerja Satuan
Rencana Tingkat Capaian (Target)
Realisasi
Program peningkatan ketahanan pangan
Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) penyakit hewan karantina dan peningkatan keamanan pangan
Masukan (Input)
- Dana - SDM
Rata-rata
Keluaran (output)
Pusat:
- Pertemuan teknis, penyusunan program dan pemantapan program perlindungan hortikultura
- Pertemuan Komisi Perlindungan Tanaman (KPT)
- Koordinasi Kelompok Kerja (Pokja) Nasional Virus Kuning
- Koordinasi, evaluasi dan pelaporan perlindungan hortikultura
Rumusan
Rumusan
Rumusan
Rumusan
57.714.190.000
7989
3
2
1
1
55.629.989.000
7989
3
2
1
1
96,39
100
98,19
100
100
100
100
52
Program
Persentase pencapaian
rencana tingkat capaian (target)
Keterangan Uraian Indikator Kinerja Satuan
Rencana Tingkat Capaian (Target)
Realisasi
- Penerapan Thermal Treatment-IJEPA Rehabilitasi Lab Koordinasi Joint
Coordination Committee (JCC)
Analisis residu pestisida dan kualitas air
- Pengamatan, peramalan organism pengganggu tanaman dan fenomena iklim Buku saku
pengamatan OPT hortikultura
Kaji ulang metode pengamatan dan pelaporan OPT hortikultura
- Pertemuan koordinasi peramalan dan identifikasi OPT hortikultura dampak fenomena iklim
- Koordinasi dengan instansi terkait iklim
M2
Rumusan
sampel
buku
draft
petugas
Rumusan petugas
Rumusan petugas
Rumusan petugas
106
1
33
2000
1
22
1
24
3
1
40
1
106
1
11
2000
1
22
1
24
0
1
40
1
100
100
33,33
100
100
100
100
100
0
100
100
100
53
Program
Persentase pencapaian
rencana tingkat capaian (target)
Keterangan Uraian Indikator Kinerja Satuan
Rencana Tingkat Capaian (Target)
Realisasi
- Pertemuan analisis dan mitigasi dampak fenomena iklim terhadap hortikultura
- Kaji ulang pangkalan data PHT di LPHP
- Kompilasi data kegiatan PHT di lab
- Koordinasi Pemantauan SPI
- Pembuatan buku juklak dan juknis Tersusunnya
pedoman pengenalan dan pengendalian OPT pada tanaman hortikultura (raphis excels, leather leaf, polycias, cabai, mangga, bawang merah).
Tersusunnya lembar teknologi pengendalian OPT hortikultura
Rumusan petugas
Rumusan petugas
Rumusan petugas
Buku
Lembar
33
1
12
1
29
8050
48000
33
1
12
1
29
8050
48000
100
100
100
100
100
100
100
54
Program
Persentase pencapaian
rencana tingkat capaian (target)
Keterangan Uraian Indikator Kinerja Satuan
Rencana Tingkat Capaian (Target)
Realisasi
- Pengembangan kelembagaan perlindungan tanaman hortikultura (BBPOPT Jatisari) Pengembangan
jaringan referensi koleksi OPT hortikultura (inventarisasi, identifikasi dan koleksi)
Surveillance dalam rangka penyusunan pestlist OPT hortikultura
Pengembangan penerapan teknologi thermal treatment dalam pengelolaan lalat buah pada buah naga
Pengembangan pengendalian NSK skala luas
- Pemasyarakatan perlindungan hortikultura
Komoditi
Lokasi
Kali
Lokasi
Lokasi
Kali
5
3
1
5
1
3
5
3
1
5
1
3
100
100
100
100
100
100
55
Program
Persentase pencapaian
rencana tingkat capaian (target)
Keterangan Uraian Indikator Kinerja Satuan
Rencana Tingkat Capaian (Target)
Realisasi
Penyediaan informasi perlindungan melalui media massa
Pengembangan SIM perlindungan tanaman
Pembinaan tugas fungsional POPT dalam pengamatan
Perjalanan KLN Gelar teknologi
pengendalian OPT Hortikultura
- Pengendalian OPT Hortikultura Pembinaan
penanggulangan OPT endemis pada tanaman hortikultura
Pembinaan penanggulangan OPT baru tanaman hortikultura
Data residu produk hortikultura
Pembinaan
Kali
Petugas
Petugas
Workshop pameran
Propinsi
Lokasi
Sampel
Lokasi
Rumusan petugas
2
14
15
1
2
17
10
169
22
1
2
10
14
1
2
17
6
85
16
1
100
100
93,33
100
100
100
60
50,30
72,73
100
56
Program
Persentase pencapaian
rencana tingkat capaian (target)
Keterangan Uraian Indikator Kinerja Satuan
Rencana Tingkat Capaian (Target)
Realisasi
penerapan penggunaan pestisida secara baik dan benar dengan residu minimum dalam usahatani
Workshop tehnik sampling
Pembinaan penerapan penggunaan agens hayati dan biopestisida pada tanaman hortikultura
Pembinaan penanggulangan OPT utama hortikultura
Pengelolaan hama lalat buah (ACIAR)
Dukungan kerjasama ACIAR dalam pengelolaan OPT mangga, manggis dan pisang.
Workshop identifikasi OPT
Lokasi
Rumusan petugas
Lokasi
Propinsi
Lokasi
Lokasi
Workshop propinsi
Petugas rumusan
33
14
17
12
9
1
15
29
1
33
13
11
6
6
1
15
29
0
100
92,86
64,71
50,00
66,67
100
100
100
0
57
Program
Persentase pencapaian
rencana tingkat capaian (target)
Keterangan Uraian Indikator Kinerja Satuan
Rencana Tingkat Capaian (Target)
Realisasi
pasca panen Tinjauan
pemanfaatan pestisida
- Sinergisme sistem perlindungan hortikultura dengan standar SPS-WTO Sosialisasi
pemantapan kegiatan sinergisme sistem perlindungan tanaman hortikultura dalam pemenuhan persyaratan SPS-WTO.
Workshop TOT sinergisme sistem perlindungan tanaman hortikultura dalam pemenuhan persyaratan SPS-WTO.
- APBN-P Peralatan
laboratorium mutu produk dan laboratorium
Petugas
Kali
Petugas
Lab. Mutu
Lab. PHP
BBPOPT
Kali
12
4
115
6
17
1
1
12
4
115
6
17
1
1
100
100
100
100
100
100
100
58
Program
Persentase pencapaian
rencana tingkat capaian (target)
Keterangan Uraian Indikator Kinerja Satuan
Rencana Tingkat Capaian (Target)
Realisasi
pengamatan hama dan penyakit
Sosialisasi dan koordinasi pemanfaatan peralatan laboratorium mutu produk dan LPHP
Pembinaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan
Rerata Pusat
Daerah:
Dana Dekonsentrasi
Dinas Pertanian Provinsi
- Pengendalian OPT
UPT BPTPH
- Administrasi - Penyusunan program
dan rencana kerja teknis perlindungan hortikultura
- Pengamatan, peramalan OPT dan
Lab.
Propinsi
Propinsi
Propinsi
Propinsi
Propinsi
Unit
Propinsi
Propinsi
Propinsi
24
15
32
32
32
32
266
29
31
32
24
15
32
32
32
32
266
29
31
32
100
90,44
59
Program
Persentase pencapaian
rencana tingkat capaian (target)
Keterangan Uraian Indikator Kinerja Satuan
Rencana Tingkat Capaian (Target)
Realisasi
fenomena iklim - SLPHT hortikultura - Pengembangan
kelembagaan perlindungan hortikultura
- Pemasyarakatan perlindungan hortikultura
- Pengendalian OPT hortikultura
- Sinergisme sistem perlindungan hortikultura dalam pemenuhan standar SPS WTO
Rata-rata Daerah
Rerata output, Perlindungan Tanaman
Propinsi
12
12
100
95,22
60
Penetapan Kinerja Tahun 2011
61
62
Penetapan Kinerja Tahun 2012
63
64
Penetapan Kinerja Tahun 2013
65
66
Penetapan Kinerja Tahun 2014
67
68
Lampiran 4. PENGUKURAN KINERJA TAHUN 2011-2014 DIREKTORAT PERLINDUNGAN HORTIKULTURA
TAHUN 2011
No Sasaran Strategis Indikator
Kinerja
Target Realisasi*) %
1 Terkelolanya
serangan OPT dalam
pengamanan
produksi hortikultura
dan terpenuhinya
persyaratan teknis
yang terkait dengan
perlindungan
tanaman dalam
mendukung ekspor
hortikultura
1 Peningkatan
pengelolaan OPT
(kali)
1.216 1.143 94
2 Pengelolaan
dampak
perubahan iklim
(rekomendasi)
62 62 100
3 Peningkatan
kapasitas
kelembagaan
perlindungan
hortikultura (unit)
368 368 100
4 Peningkatan
kapasitas
laboratorium
perlindungan
tanaman
hortikultura
(unit)
70 70 100
5 Peningkatan
pemenuhan
persyaratan teknis
13 13 100
69
No Sasaran Strategis Indikator
Kinerja
Target Realisasi*) %
SPS mendukung
ekspor produk
hortikultura (Draft
Pest List)
6 Pengembangan
Klinik PHT (Klinik)
98 98 100
7 Pengembangan
SLPHT (Klp)
362 362 100
8 Peningkatan mutu
pembinaan untuk
pengembangan
kegiatan sistem
perlindungan
tanaman
hortikultura
96
9 Proporsi luas
serangan OPT
utama hortikultura
terhadap total
luas panen
- Maksimal luas
serangan
terhadap luas
panen ( % )
4,5 1,58 185
70
TAHUN 2012
No Sasaran Strategis Indikator
Kinerja
Target Realisasi*) %
1 Terkelolanya serangan
OPT dalam
pengamanan produksi
hortikultura dan
terpenuhinya
persyaratan teknis
yang terkait dengan
perlindungan tanaman
dalam mendukung
ekspor hortikultura
1 Peningkatan
pengelolaan OPT
(kali)
1.074 901 83,89
2 Pengelolaan
dampak
perubahan iklim
(rekomendasi)
65 64 98,50
3 Peningkatan
kapasitas
kelembagaan
perlindungan
hortikultura (unit)
169 164 97,10
4 Peningkatan
pemenuhan
persyaratan teknis
SPS mendukung
ekspor produk
hortikultura (Draft
Pest List)
13 13 100,00
5 Pengembangan
SLPHT (Klp)
540 531 98,40
6 Proporsi luas
serangan OPT
utama hortikultura
71
No Sasaran Strategis Indikator
Kinerja
Target Realisasi*) %
terhadap total luas
panen
- Maksimal luas
serangan terhadap
luas panen (%)
5,0 2,28 119,3
72
TAHUN 2013
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi %
(1) (2) (3) (4) (5)
Terkelolanya serangan OPT
dalam pengamanan produksi
hortikultura dan terpenuhinya
persyaratan teknis yang
terkait dengan perlindungan
tanaman dalam mendukung
ekspor hortikultura
1 Peningkatan
pengelolaan OPT (kali)
1.239 1.086 87,70
2 Pengelolaan dampak
perubahan iklim
(rekomendasi)
78 71 91,10
3 Peningkatan kapasitas
kelembagaan
perlindungan
hortikultura (unit)
250 229 91,60
4 Peningkatan
pemenuhan
persyaratan teknis SPS
mendukung ekspor
produk hortikultura
(Draft Pest List)
16 16 100
5 Pengembangan SLPHT
(Klp)
651 626 96,20
6 Proporsi luas serangan
OPT utama hortikultura
terhadap total luas
panen
- Maksimal luas
serangan terhadap
luas panen (%)
5,0 1,83 173,22
73
TAHUN 2014
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi*) %
(1) (2) (3) (4) (5)
Terkelolanya serangan OPT dalam pengamanan produksi hortikultura dan terpenuhinya persyaratan teknis yang terkait dengan perlindungan tanaman dalam mendukung ekspor hortikultura
1 Peningkatan
Pengelolaan dan
Pengendalian OPT
(kali)
1.669
1.282
76,81
2 Adaptasi dan mitigasi
iklim (rekomendasi)
77
71
92,21
3 Peningkatan
kapasitas
kelembagaan
perlindungan
hortikultura
1.136
913
80,37
4 Peningkatan
pemenuhan
persyaratan teknis
SPS mendukung
ekspor produk
hortikultura (Draft
Pest List)
16
16
100,00
5 Pengembangan
SLPHT (Klp)
660
629 95,30
6 Proporsi luas
serangan OPT utama
hortikultura terhadap
total luas panen
- Maksimal luas 5,0 1,94 257,70
74
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi*) %
(1) (2) (3) (4) (5)
serangan terhadap
luas panen (%)
75
Lampiran 5. Perkembangan Luas Serangan OPT Dibandingkan Luas Panen Hortikultura Tahun 2010-2014
No. Uraian
Nilai LS/LP *) (+/-),
2014 -
2013 2010 2011 2012 2013 2014
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Buah-buahan
Luas panen, LP (ha)
Luas serangan OPT,
LS (ha)
Porsi LS/LP (%)
601.786,6
111.687
1,9
191.440
1.970,73
1,03
189.755,8
4.598,07
2,5
110.654,80
2.567,05
2,3
100.793,67
3.147,54
3,12
0,82
2. Sayuran
Luas panen, LP (ha)
Luas serangan OPT,
LS (ha)
Porsi LS/LP (%)
1.057.046
,9
31.246,7
2,96
587.747
27.117
4,61
511.672
24.862,5
4,9
460.000
20.568,20
4,5
519.806,3
20.901,1
4,00
(0,5)
3. Florikultura
Luas panen, LP (ha)
Luas serangan OPT,
LS (ha)
Porsi LS/LP (%)
3.973,1
5,45
0,14
24.829.454
62.945
0,25
4.418.765,5
62.976,7
1,5
2.800.000
6.600
0,24
1.110.518
3.918
0,35
0,11
4. Tanaman Obat
Luas panen, LP (ha)
Luas serangan OPT,
LS (ha)
Porsi LS/LP (%)
24.720,7
2.941,8
11,9
138.190.953
607.000
0,44
34.971,2
48,20
0,2
32.000
92,6
0,28
26.930
82.4
0.30
0,02
Rerata 4,23 1,59 2,28 1,83 1,94 0,11
Keterangan : Nilai LS / LP, proporsi luas serangan terhadap luas panen
Capaian Proporsi Luas Serangan OPT Terhadap Luas Panen, sampai
dengan 21 November 2014, rata-rata adalah 1,94 % dengan kisaran antara
0,30 % - 4,00 %, meliputi OPT buah 3,12 %, OPT Sayuran 4,00 %, OPT
Florikultura 0,35 % dan OPT tanaman obat 0,30 %. Proporsi luas serangan
OPT hortikultura TA 2014 naik 0,11 % dibandingkan dengan luas serangan TA
2013 (1,83 %). Luas serangan OPT hortikultura TA 2014 sebesar 1,94% dan
telah mencapai di atas target sebesar 257,77% bila dibandingkan dengan
target Penetapan Kinerja (PK) 5 % per tahun. Perbandingan proporsi luas
76
serangan OPT terhadap luas panen hortikultura 5 tahun terakhir (2010 –
2014*) sebagai berikut.
Proporsi Luas Serangan OPT Hortikultura Terhadap Keseluruhan Luas
Panen
No Komoditas Proporsi Luas serangan dibandingkan
Luas Panen (%) 2010 2011 2012 2013 2014
1 Buah-buahan 1,90 1,03 2,50 2,30 3,12 2 Sayuran 2,96 4,61 4,90 4,50 4,00 3 Florikultura 0,14 0,25 1,50 0,24 0,35 4 Tanaman Obat 11,49 0,44 0,20 0,28 0,30 Rata-rata 4,23 1,59 2,28 1,83 1,94
Target 5,0 4,5 5,0 5,0 5,0
Sumber : Direktorat Perlindungan Hortikultura
Grafik Proporsi Luas Serangan OPT Hortikultura Terhadap Keseluruhan Luas Panen (2010-2014)
- Proporsi luas serangan OPT terhadap luas panen untuk komoditas
hortikultura 5 tahun terakhir (2010 – 2014*) umumnya telah mencapai di
atas target, yaitu sebesar antara 1,59-4,23% atau 118,20-283,00%
terhadap target yang ditetapkan dengan luas serangan maksimal antara
4,5-5%.
2010 2011 2012 2013 2014*
Buah-buahan 1,9 1,03 2,5 2,3 3,12
Sayuran 2,96 4,61 4,9 4,5 4
Florikultura 0,14 0,25 1,5 0,24 0,35
Tanaman Obat 11,49 0,44 0,2 0,28 0,3
0
2
4
6
8
10
12
14
LS/L
P
Grafik Proporsi Luas Serangan OPT Hortikultura Terhadap Keseluruhan Luas Panen (2010-2014*)
77
Dalam rangka menunjang kegiatan sistem perlindungan tanaman maka
dibutuhkan kelengkapan kerja pendukung dan fasilitas yang memadai agar
penyelenggaraan kegiatan dapat berjalan dengan baik. Tersedianya sarana dan
prasarana kerja yang memadai sangat berpengaruh terhadap kinerja
perlindungan hortikultura baik di pusat maupun di daerah.
78
Lampiran 6. Daftar Laporan OPT dan Bencana Alam Hortikultura Tahun 2014
No Provinsi Bulan %
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. NAD √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
2. Sumut √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
3. Sumbar √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
4. Riau √ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 66,60
5. Jambi √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 91,60
6. Sumsel √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
7. Bengkulu √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
8. Lampung √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
9. DKI Jakarta √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
10. Jabar √√ √√ √√ √√ √√ √ √ √√ √√ √ 70,80
11. Jateng √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
12. DIY √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
13. Jatim √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
14. Bali √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
15. NTB √ √ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 87,50
16. NTT √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
17. Kalbar √√ √√ √√ √√ √ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 91,60
18. Kalteng √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 83,30
19. Kalsel √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
20. Kaltim √√ √√ √√ √√ √√ √√ 50,00
21. Sulut √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
22. Sulteng √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 91,60
23. Sulsel √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
24. Sultra √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 75,00
25. Sulbar √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 91,60
26. Maluku √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
27. Malut 0
28. Papua √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 83,30
29. Papua Barat √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
30. Banten √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
31. Gorontalo √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
32. Babel √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100
Rata-rata 90,10
79
Lampiran 7. Daftar Lokasi Kegiatan Sinergisme Sistem Perlindungan Hortikultura dengan Sistem SPS-WTO di 14 Provinsi Tahun 2014
No. UPTD BPTPH Komoditas
1. Jawa Barat Mangga, manggis, paprika
2. Jawa Tengah Mangga, salak, obat
3. DI Yogyakarta Salak, Buah Naga
4. Jawa Timur Mangga, Paprika, Pepaya
5. DKI Jakarta Anggrek
6. Sumatera Utara Jeruk
7. Sumatera Barat Manggis, Raphis excelsa
8. Riau Manggis, sayuran daun
9. Lampung Pisang
10. Bali Mangga
11. NTB Mangga, Manggis
12. Kalimantan Barat Nenas
13. Sulawesi Selatan Cabai
14. Sulawesi Utara Kentang, Kubis