bab i pendahuluan · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). jarak tanam dengan polatanam...

30
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tanaman wijen yang mempunyai bahasa latin Sesamum indicum L merupakan tanaman perdu atau semacam semak semak. Tanaman wijen mempunyai beberapa keunggulan seperti tahan kering, mutu biji tetap baik walaupun ditanam pada lahan kurus dan dapat dibudidayakan secara ekstensif, mempunyai nilai ekonomi yang relative tinggi dan dapat ditumpangsarikan dengan tanaman lain. Tanaman ini juga merupakan penghasil minyak nabati yang banyak digunakan untuk aneka industri, seperti industri makanan, kosmetik, farmasi danlain-lain. Kebutuhan wijen masih belum dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri,terbukti masih adanya impor biji dan minyak wijen setiap tahun. Untuk tahun 2005 impor biji wijen sebesar 2.804 ton dengan nilai US $ 1,19 juta dan minyak wijen sebesar 545ton dengan nilai US $ 555 ribu. Tahun 2007 impor biji wijen sebesar 2.862 ton dengan nilai US $1,28 juta dan minyak wijen 550 ton dengan nilai US $ 598 ribu. Demikian pula permintaan dunia akan biji wijen meningkat dari tahun ketahun. Daerah sentra produksi tradisional adalah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Disamping itu juga dibudidayakan di Lampung, NTB, Sulawesi Selatan, NTT. Peluang pengembangan wijen masih cukup tinggi karena potensi lahan yang sesuai cukup luas, terutama di Kawasan Indonesia Timur, yang sebagian besar wilayahnya berupa lahan kering beriklim kering. Berdasarkan peluang yang telah dijabarkan di atas, diharapkan pengembangan tentang teknik budidaya wijen di Indonesia dapat mengalami peningkatan. Kita sebagai mahasiswa pertanian juga harus mempunyai kontribusi untuk melakukan penyuluhan tentang keunggulan atau manfaat yang bisa diambil dari tanaman wijen tersebut. Diharapkan dengan begitu, banyak dari petani Indonesia yang mempunyai kesadaran untuk menanam tanaman wijen agar kebutuhan dalam negeri akan tanaman tersebut dapat dipenuhi. 1.2 Tujuan Laporan ini disusun dengan tujuan untuk memberikan informasi tentang teknik budidaya tanaman wijen serta memberikan rekap hasil praktikum mata kuliah Teknologi Hasil Pertanian selama kita menanam tanaman wijen.

Upload: others

Post on 06-May-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Tanaman wijen yang mempunyai bahasa latin Sesamum indicum L merupakan

tanaman perdu atau semacam semak – semak. Tanaman wijen mempunyai beberapa

keunggulan seperti tahan kering, mutu biji tetap baik walaupun ditanam pada lahan kurus dan

dapat dibudidayakan secara ekstensif, mempunyai nilai ekonomi yang relative tinggi dan

dapat ditumpangsarikan dengan tanaman lain. Tanaman ini juga merupakan penghasil

minyak nabati yang banyak digunakan untuk aneka industri, seperti industri makanan,

kosmetik, farmasi danlain-lain.

Kebutuhan wijen masih belum dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri,terbukti

masih adanya impor biji dan minyak wijen setiap tahun. Untuk tahun 2005 impor biji wijen

sebesar 2.804 ton dengan nilai US $ 1,19 juta dan minyak wijen sebesar 545ton dengan nilai

US $ 555 ribu. Tahun 2007 impor biji wijen sebesar 2.862 ton dengan nilai US $1,28 juta dan

minyak wijen 550 ton dengan nilai US $ 598 ribu. Demikian pula permintaan dunia akan biji

wijen meningkat dari tahun ketahun. Daerah sentra produksi tradisional adalah Jawa Tengah

dan Jawa Timur. Disamping itu juga dibudidayakan di Lampung, NTB, Sulawesi Selatan,

NTT. Peluang pengembangan wijen masih cukup tinggi karena potensi lahan yang sesuai

cukup luas, terutama di Kawasan Indonesia Timur, yang sebagian besar wilayahnya berupa

lahan kering beriklim kering.

Berdasarkan peluang yang telah dijabarkan di atas, diharapkan pengembangan tentang

teknik budidaya wijen di Indonesia dapat mengalami peningkatan. Kita sebagai mahasiswa

pertanian juga harus mempunyai kontribusi untuk melakukan penyuluhan tentang keunggulan

atau manfaat yang bisa diambil dari tanaman wijen tersebut. Diharapkan dengan begitu,

banyak dari petani Indonesia yang mempunyai kesadaran untuk menanam tanaman wijen

agar kebutuhan dalam negeri akan tanaman tersebut dapat dipenuhi.

1.2 Tujuan

Laporan ini disusun dengan tujuan untuk memberikan informasi tentang teknik

budidaya tanaman wijen serta memberikan rekap hasil praktikum mata kuliah Teknologi

Hasil Pertanian selama kita menanam tanaman wijen.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi

Klasifikasi tanaman wijen menurut van heenen (1981), wijen termasuk dalam

kingdom Plantae dengan divisi Spermatophyta. Tanaman wijen termasuk Angiospermae

dalam sub divisinya. Untuk class, tanaman ini termasuk Dicotyledoneae dengan ordo

Solanales. Termasuk pula dalam famili Pedaliaceae dengan genus Sesanum. Tanaman ini

termasuk dalam spesies Sesanum indicum L

Tanaman wijen merupakan tanaman setahun yang tumbuh tegak, dengan ketinggian

mencapai 1,5-2,0 m. Tanaman berbentuk semak yang berumur empat bulan sampai satu

tahun. Tanaman ini mampu tumbuh sepanjang tahun. Secara terperinci, bagian-bagian atau

morfologi tanaman wijen dapat dideskripsikan sebagai berikut.

1. Batang

Batang tanaman wijen hampir seperti kayu, namun kelihatannya tidak banyak terbagi

dalam cabang-cabang. Batang berbentuk bulat atausegi empat, tergantung pada jenisnya.

2. Daun

Daun tanaman wijen tersusun berselang-seling, hampir berhadapan. Daun bagian

bawah, tengah, dan atas memiliki bentuk bervariasi: lonjong, menjari, ataupun tidak menjari.

Demikian juga, tipe daun bervariasi: bergerigi dan tidak bergerigi. Daun berwarna hijau muda

sampai hijau tua dan tangkai daun berwarna keunguan. Ukuran panjang daun berkisar antara

30 cm- 17, cm dan lebar 1 cm- 7 cm.

3. Bunga

Bunga tanaman wijen muncul dari ketiak daun, sebanyak 1-3 kuntum per ketiak daun.

Bunga bertangkai pendek, berukuran kecil, dan memiliki lima buah kotak. Bunga tersusun

atas lima daun bunga yang berbentuk seperti corong, berukuran panjang antara 2,5 cm- 3.0

cm dan diameter 0,5 cm-1,0 cm, serta berbau harum yang khas. Benang sari menempel di

dalam mahkota bunga. Warna bunga bervariasi: putih, merah jambu, atau ungu dengan

bintik-bintik kuning atau lembayung di bagian dalam.

4. Buah

Page 3: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

Buah atau polong tanaman wijen berbentuk lonjong, dengan ukuran panjang 2,3 cm-

3,0 cm dan diameter 0,5 cm- 1,0 cm. Buah tersusun berkelompok dalam tangkai yang

berukuran panjang 2 cm dan tebal 5 mm. Dalam setiap polong terdapat 4-8 kotak sebagai

tempat biji. Jika biji telah matang, polong akan terbuka mulai dari bagian atas.

5. Biji

Biji wijen berbentuk gepeng atau sepertir, berada dalam polong denganjumlah sangat

banyak, dan terletak berhadap-hadapan dengan posisi horizontal. Warna biji berbeda-beda,

tergantung jenisnya: putih kuning-kuningan, putih berbintik-bintik hitam, keabu-abuan,

cokelat, atau hitam.

(Juanda dan Bambang. 2005)

2.2 Syarat Tumbuh

Persyaratan tumbuh tanaman wijen adalah sebagai berikut :

Page 4: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

Tumbuh didaerah tropika dan sub tropika antara 35 0 L.U dan 40 0 L.S.

Ketinggian antara 1-1.250 meter diatas permukaan laut. Suhu optimal untuk produksi

tinggi 25–27 0 C.

Curah hujan 400-600 mm. Curah hujan kurang 300 mm atau lebih dari 1.000 mm

akan sangat mengganggu pertumbuhan. Idealnya wijen ditanam pada wilayah kering

dengan bulan basah maksimal 3 bulan.

Jenis tanah berpasir sampai lempung dengan pH tanah optimum pada kisaran 5,5 –

8,0.

( Anonymous. 2012 )

2.3 Teknik Budidaya

Varietas.

Penggunaan varietas perlu disesuaikan dengan kondisi iklim, tanah dan

tujuanpenanaman. Pada pertanaman monokultur dianjurkan menggunakan var. Bercabangdan

pertanaman polikultur, tumpangsari menggunakan varietas. yang tidakbercabang. Pada tahun

1997 telah dilepas 2 (dua) varietas unggul wijen oleh BalaiPenelitian Tembakau dan

Tanaman Serat (Balittas, yaitu var Sumberejo 1 (Sbr1)produktivitas 1-1,6 ton/hektar dan

habitus bercabang banyak dan Sumberejo 2(Sbr2) dengan produktivitas 0,8-1,4 ton/hektar

dan habitus tidak bercabang.

Kebutuhan Benih.

Kebutuhan benih untuk penanaman monokultur 2,5–4 kg/ha dan untuk tumpangsari

1–2 kg/ha. Untuk mencegah kekurangan benih pada saat penanaman (karena bijinyakecil-

kecil), maka benih dicampur terlebih dahulu dengan abu dapur/pasir denganperbandingan

1:1.

Penanaman

Setelah tanah diolah dapat dilakukan penanaman dengan ditugal (apabila tanahsudah

basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25

cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari dapat

disesuaikan dengan jenis tanaman pokoknya. Waktu tanam pada wilayah yang musim

hujannya pendek pada awal musim penghujan dan untuk wilayah berpengairan atau musim

hujannya panjang pada akhir musim penghujan yaitu 1–2 bulan sebelum bulan kering. Umur

tanaman wijen berkisar 75-150 hari.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman wijen yang dilakukan adalah penjarangan,

penyiangan,pengairan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit.

a) Penjarangan dilakukan setelah umur 15-20 hari, tiap lubang tanam disisakan 2

tanaman.

b) Penyiangan/pengendalian gulma dilakukan sejak awal pertumbuhan sampaiumur 45

hari sebanyak 2-3 kali.

c) Pupuk dasar (PdanK) apabila diperlukan dapat diberikan seluruhnya pada saattanam

dan pupuk N diberikan hanya 1/3 dari dosis yang direkomendasikan,sisanya 2/3 dosis

diberikan pada saat tanaman berumur 30-35 hari. Dosis pupukN sebanyak 45

kg/hektar (setara 100 kg Urea), sedang pupuk P dan Kdisesuaikan dengan kesuburan

tanah. Cara pemberian pupuk dapat dilakukandengan cara di tugal 5 cm dari lubang

tanam sedalam 2,5–5 cm.

d) Pengendalian hama dan penyakit

Hama tanaman wijen antara lain: hama keriting daun (Polyphagotarsonemus sp,Aphis

sp.), penggerek daun (Antigastra sp).

Penyakit tanaman wijen antara lain filodi, bercak daun, keriting daun.Pengendalian

dapat dilakukan secara budidaya, mekanis dan kimiawi.Pengendalian secara kimia

dirasa kurang efisien, sehingga umumnya ditempuhdengan penggunaan varietas yang

toleran, pengaturan jarak tanam, pola tanamdan waktu tanam.

Panen dan Pasca panen

Panen yang tepat dilakukan bila 2/3 dari polong buah sudah berwarna hijau

kekuningan.Penguningan dimulai dari polong-polong yang berkedudukan dibawah. Bila

terlambat, polong akan pecah, biji jatuh dan tidak lagi dapat diambil. Panendilakukan dengan

cara batangnya dipotong 10-15 cm dibawah polong buah. Batangyang telah dipotong

dibendel dan diikat dengan garis tengah 15-20 cm, kemudiandijemur dibawah sinar matahari

dengan keadaan berdiri selama 3-5 hari sampai kadarairnya mencapai + 6%. Tempat

penjemuran sebaiknya diberi alas/ tikar untukmenampung biji yang rontok. Jika polong sudah

pecah maka bendelan wijen dibaliksambil dipukul-pukul batangnya agar biji wijen keluar

dari polongnya. Pengeringanyang kurang kering menyebabkan biji wijen mudah rusak dalam

penyimpanan, tetapikalau terlalu kering akan menurunkan kadar minyaknya. Penyimpanan

biji keringsebaiknya dengan pembungkus yang kedap udara.

(Anonymous, 2012 )

Page 6: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

2.4 Hubungan Perlakuan yang Digunakan dengan Komoditas

Ada beberapa perlakuan yang diterapkan dalam penanaman komoditas yang

berjumlah 13 tersebut. Akan tetapi, dalam praktikum Teknologi Produksi Tanaman kali ini,

komoditas kami tidak mendapat perlakuan apa pun. Oleh sebab itu, untuk sub bab ini kami

tidak bisa menjelaskan hubungan perlakuan yang digunakan dengan komoditas yang kami

tanam yaitu wijen.

Untuk komoditas lain semisal semangka, ada perbedaan perlakuan dalam hal

penggunaan mulsa. Mulsa yang digunakan berupa jerami kering dan mulsa plastik hitam

perak. Dari segi hasil, penggunaan mulsa yang berbeda juga akan berpengaruh terhadap hasil

panen tanaman semangka tersebut. Hal itu dikarenakan masing – masing mulsa mmpunyai

kelemahan dan kelebihan masing – masing.

Mulsa menimbulkan berbagai keuntungan, baik dari aspek fisik maupun kimia tanah.

Secara fisik mulsa mampu menjaga suhu tanah lebih stabil dan mampu mempertahankan

kelembaban di sekitar perakaran tanaman. Penggunaan mulsa akan mempengaruhi suhu

tanah. Penggunaan mulsa akan mencegah radiasi langsung matahari (Doring et al., 2006;

Bareisis dan Viselga, 2002). Suhu tanah maksimum di bawah mulsa jerami padakedalaman 5

cm 10ºC lebih rendah dari pada tanpa mulsa, sedangkan suhu minimum 1.9°C lebih tinggi

(Midmore, 1983; Mahmood et al., 2002; Rosniawati dan Hamdani, 2004; Hamdani dan

Simarmata, 2005).

Efek aplikasi mulsa ditentukan oleh jenis bahan mulsa. Bahan yang dapat digunakan

sebagai mulsa di antaranya sisa-sisa tanaman (serasah dan jerami) atau bahan plastik. Doring

et al. (2006) menyatakan bahwa mulsa jerami mempunyai daya pantul lebih

tinggidibandingkan dengan mulsa plastik. Menurut Mahmood et al. (2002) mulsa jerami atau

mulsa yang berasal dari sisa tanaman lainnya mempunyai konduktivitas panas rendah

sehingga panas yang sampai ke permukaan tanah akan lebih sedikit dibandingkan dengan

tanpa mulsa atau mulsa dengan konduktivitas panas yang tinggi seperti plastik. Jadi jenis

mulsa yang berbeda memberikan pengaruh berbeda pula pada pengaturan suhu, kelembaban,

kandungan air tanah, penekanan gulma dan organisme pengganggu.

(Hamdani. 2009)

Page 7: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Praktikum untuk mata kuliah Teknologi Produksi Tanaman ini dilaksanakan pada

Selasa, 25 September 2012 sampai selesai. Tempat pelaksanaannya yaitu di Keun Percobaan

Ngijo, Karangploso Malang.

3.2 Alat dan Bahan + Fungsi

Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini terdiri dari tali ravia yang fungsinya

yaitu untuk membuat batas pada bedengan yang dibuat di lahan. Alat yang lainnya berupa

tongkat kayu setinggi 20 cm yang berguna untuk tempat melilitnya tali ravia saat membuat

bedengan. Untuk memotong tali ravia, kita menggunakan gunting. Dalam mengolah tanah,

alat yang kita gunakan yaitu cangkul. Cangkul disini erguna untuk menggemurkan tanah serta

mempermudah dalam memuat bedengan tersebut. Setelah selesai mengolah lahan, kita

membutuhkan tugal yang fungsinya untuk mempermudah dalam pembuatan lubang tanam

dan pupuk. Dalam proses perawatan dan pengamatan, kita membutuhkan gemor untuk

menyiram dan alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan kita. Selain itu, kita juga

menggunakan penggaris atau meteran untuk mengukur tinggi tanaman yang kita amati.

Sedangkan bahan yang kita gunakan dalam praktikum ini adalah, benih wijen sebagai

bahan tanam, pupuk urea dan KCl sebagai ahan untuk memupuk dan juga air untuk mengairi

tanaman.

3.3 Cara Kerja

Hal pertama yang dilakukan dalam praktikum ini adalah mempersiapkan lahan.

Persiapan lahan ini dimulai dengan mengolah tanah yang ada di lapang. Pengolahan tanah

tidak dilakukan oleh praktikan, melainkan sudah diolah sebelumnya oleh asisten dan petani

setempat. Setelah mengolah lahan, para praktikan ditugaskan membuat bedengan dengan

ukuran 1 cm x 4,5 cm. Pembuatan bedengan ini dengan menggunakan tali ravia agar

memudahkan dalam membuat jarak tanam dan lubang tanam. Setelah bedengan selesai

dibuat, lepas tali rafia dan tongkat kayu pada bedengan tersebut. Pada minggu berikutnya,

buat lubang tanam dengan menggunakan tugal. Setelah itu, masing – masing lubang tanam

diberi 5 benih wijen. Jarak tanam pada tanaman wijen ini yaitu, 50 cm x 25 cm. Untuk

Page 8: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

pemupukan, dilakukan dua minggu setelah tanam. Pupuk yang digunakan adalah pupuk urea

dan KCl. Pada waktu yang sama, dilakukan pula penyulaman pada tanaman yang mati.

Penyulaman tersebut dimaksudkan agar semua lubang dapat memiliki tanaman yang hidup.

Setelah dua minggu setelah dilakukan penyulaman, dilakukan pula penjarangan. Dalam tahap

ini, diperlakukan satu lubang dua tanaman, jadi untuk tanaman yang mempunyai lebih dari

dua harus mencabut tanaman yang selebihnya. Untuk lubang yang hanya mempunyai satu

tanaman, bisa menagmbil tanaman dari lubang yang lebih tadi. Pada minggu kelima, mulai

dilakukan penghitungan tinggi tanaman dan jumlah cabang pada setiap sampel. Pada

perlakuan ini, digunakan lima lubang atau sepuluh sampel. Pengukuran dilakukan setiap

minggu sampai minggu ke kedelapan. Pada setiap minggu dilakukan pula pemeliharaan

berupa penyiraman dan pemangkasan gulma. Pemeliharaan ini dilakukan sampai kita pada

akhirnya bisa panen. Tahap yang terakhir yaitu pemanenan. Namun, dikarenakan lahan yang

digunakan sudah digusur sebelum waktu panen, maka kita tidak sampai pada tahap panen.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel 1. Daftar Tinggi Tanaman, Jumlah Daun dan Jumlah Cabang Tanaman Sampel Q

Letak Tanaman

Nama Tanaman

Tinggi Tanaman Jumlah Daun Jumlah Cabang

Minggu ke Minggu ke Minggu ke

1 2 3 4 1 2 3 4 4

Lubang 8

(lajur kiri)

Tanaman A

Tanaman B

9,5

9

13

11

21

17

40

30

6

6

8

6

10

8

34

16

3

-

Lubang 2

(lajur

kanan)

Tanaman A

Tanaman B

7

4

11

10

20

22

35

40

6

6

6

6

8

8

24

20

2

2

Lubang 4

(lajur

kanan)

Tanaman A

Tanaman B

7

6

9

-

15

-

32

-

7

5

6

-

8

-

16

-

-

-

Lubang 5

(lajur

kanan)

Tanaman A

Tanaman B

5

5

14

12

25

23

50

48

4

5

8

8

18

10

22

24

3

4

Lubang 8

(lajur

kanan)

Tanaman A

Tanaman B

7

6

14

10

18

16

37

31

8

6

8

6

10

8

24

10

4

-

Rata - rata 6,55 11,5 19,6 38,1 5,9 6,8 9,7 21,1 2,8

Page 10: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

Foto Pengamatan Kelas Q

Nama Tanaman Foto Pengamatan

Lubang 8

(lajur kiri)

Gambar 1. Tanaman sampel pada luang 8

Lubang 2

(lajur kanan)

Gambar 2. Tanaman sampel pada lubang 2

Lubang 4

(lajur kanan)

Page 11: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

Gambar 3. Tanaman sampel pada lubang 4

Lubang 5

(lajur kanan)

Gambar 4. Tanaman sampel pada lubang 5

Lubang 8

(lajur kanan)

Gambar 5. Sampel tanaman pada lubang 8

4.1.2 Grafik Pengamatan kelas Q

Page 12: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

A. Grafik tinggi tanaman

B. Grafik Jumlah Daun

C. Grafik Jumlah Cabang

4.1.3 Hasil Perbandingan Dengan Kelas P

0

10

20

30

40

50

60

minggu 5 minggu 6 minggu 7 minggu 8

tanaman 1

tanaman 2

tanaman 3

tanaman 4

tanaman 5

tanaman 6

tanaman 7

tanaman 8

0

5

10

15

20

25

30

35

40

minggu 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4

tanaman 1

tanaman 2

tanaman 3

tanaman 4

tanaman 5

tanaman 6

tanaman 7

tanaman 8

tanaman 9

012345

Jum

lah

Cab

ang

wije

n

kel

as Q

Grafik jumlah cabang pada minggu ke-4

1

2

3

4

5

6

Page 13: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

Letak Tanaman

Nama Tanaman

Tinggi Tanaman Jumlah Daun Jumlah Cabang

Minggu ke Minggu ke Minggu ke

1 2 3 4 1 2 3 4 4

Lajur

Kanan

(Lubang 5)

Tanaman A

Tanaman B

6

4

7

5

14

9.5

29.5

16

9

6

15

7

20

8

56

16

6

-

Lajur

Kanan

(Lubang 6)

Tanaman A

Tanaman B

4

4

6

6.5

12.5

10

27

21

6

6

10

9

15

13

38

24

4

3

Lajur

Kanan

(lubang 8)

Tanaman A

Tanaman B

2

2

5.5

5.5

15

14

32.5

30.5

7

8

15

14

22

21

60

44

8

5

Lajur kiri

(Lubang 4)

Tanaman A

Tanaman B

3

3.5

7

8

16

18

33

39.5

8

8

12

14

15

24

41

62

4

8

Lajur Kiri

(lubang 8)

Tanaman A

Tanaman B

4

3

5.5

5

14

14

25.5

24

7

7

10

14

14

19

33

36

4

4

Rata - rata 3,55 6,1 13,7 27,85 7,2 12 17,1 41 5,1

Tabel 2. Daftar Tinggi Tanaman, Jumlah Daun dan Jumlah Cabang Tanaman Sampel Q

Foto pengamatan

Page 14: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

Nama Tanaman Foto Pengamatan

Lajur Kanan

(Lubang 5)

Tanaman A

Tanaman B

Lajur Kanan

(Lubang 6)

Tanaman A

Tanaman B

Lajur Kanan

(lubang 8)

Tanaman A

Tanaman B

Page 15: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

Lajur kiri

(Lubang 4)

Tanaman A

Tanaman B

Lajur Kiri

(lubang 8)

Tanaman A

Tanaman B

A. Grafik Tinggi Tanaman Contoh

Tin

ggi d

alam

cm

Tinggi Tanaman Contoh Wijen dalam (cm)

Minggu IV

Minggu III

Minggu II

Minggu I

Page 16: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

B. Grafik Jumlah Daun Pada Tanaman

C. Grafik Jumlah Cabang Pada Minggu ke-4

4.1.4 Perbandingan Dengan Kelas H

Tabel 3. Perbandingan Dengan Kelas H

Tanggal 5 Nopember 2012

Kriteria

tanaman

Sample 1 Sample 2 Sample 3

tan 1 tan 2 tan 3 tan 1 tan 2 tan 3 tan 4 tan 1 tan 2

Tinggi (cm) 12 17 8 8 9 11 11 9 10

Jmlcabang - - - - - - - - -

Jmldaun 7 9 6 6 8 6 5 8 9

Axi

s Ti

tle

Grafik Jumlah Daun pada Tanaman contoh (buah)

Minggu IV

Minggu III

Minggu II

Minggu I

Jum

lah

ca

ban

g(b

uah

)

Grafik Jumlah cabang di Minggu ke-4

Tanaman A (Kanan,Lubang 5)

Tanaman B (kanan,lubang 5

Tanaman A (Kanan,Lubang 6)

Tanaman B (kanan,lubang 6)

Tanaman A (Kanan,Lubang 8)

Page 17: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

Kriteria

tanaman

Sample 4 Sample 5 Sample 6

tan 1 tan 2 tan 3 tan 1 tan 2 tan 1 tan 2

Tinggi (cm) 8 7,4 8,4 8,7 9 10 15

Jmlcabang - - - - 2 2 2

Jmldaun 7 8 9 9 10 10 13

Jumlah Tanaman = 16

Rata – rata tinggi = 10,09

Rata – rata jumlah daun = 8,125

Tanggal 12 Nopember 2012

Kriteria

tanaman

Sample 1 Sample 2 Sample 3

tan 1 tan 2 tan 3 tan 1 tan 2 tan 3 tan 4 tan 1 tan 2

Tinggi (cm) 26 31 23 19 23 21 21 18 25

Jmlcabang 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Jmldaun 27 36 17 15 22 16 13 18 29

Kriteriatan

aman

Sample 4 Sample 5 Sample 6

tan 1 tan 2 tan 3 tan 1 tan 2 tan 1 tan 2

Tinggi (cm) 27 35 39 40 44 40 50

Jmlcabang 2 2 2 2 4 4 5

Jmldaun 31 35 33 38 35 29 43

Jumlah Tanaman = 16

Rata – rata tinggi = 30,125

Rata – rata jumlah cabang = 2, 4375

Rata – rata jumlah daun = 27,3125

Page 18: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

Tanggal 19 Nopember 2012

Kriteria

tanaman

Sample 1 Sample 2 Sample 3

tan 1 tan 2 tan 3 tan 1 tan 2 tan 3 tan 4 tan 1 tan 2

Tinggi (cm) 43 45 31 16 32 31 31 39 32

Jmlcabang 4 4 2 4 3 4 4 4 5

Jmldaun 28 36 18 21 28 23 26 22 37

Kriteriatan

aman

Sample 4 Sample 5 Sample 6

tan 1 tan 2 tan 3 tan 1 tan 2 tan 1 tan 2

Tinggi (cm) 34 44 40 47 57 51 64

Jmlcabang 4 6 6 6 8 10 14

Jmldaun 36 42 41 46 51 47 64

Jumlah Tanaman = 16

Rata – rata tinggi = 39,8125

Rata – rata jumlah cabang = 5,5

Rata – rata jumlah daun = 35,375

Tanggal 26 Nopember 2012

Kriteriatan

aman

Sample 1 Sample 2 Sample 3

tan 1 tan 2 tan 3 tan 1 tan 2 tan 3 tan 4 tan 1 tan 2

Tinggi (cm) 52 58 46 47 49 48 32 51 59

Jmlcabang 8 8 4 4 7 7 6 9 6

Jmldaun 29 38 16 36 50 48 32 78 60

Kriteriatan

aman

Sample 4 Sample 5 Sample 6

tan 1 tan 2 tan 3 tan 1 tan 2 tan 1 tan 2

Tinggi (cm) 37 51 45 57 70 56 86

Jmlcabang 8 4 6 4 5 14 21

Jmldaun 39 57 41 53 72 50 91

Page 19: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

Jumlah Tanaman = 16

Rata – rata tinggi = 52,75

Rata – rata jumlah cabang = 7,5625

Rata – rata jumlah daun = 49,375

4.1.5 Grafik Perbandingan 3 Kelas

Grafik 1. Rata - Rata Tinggi Tanaman

Grafik 2. Rata – Rata Jumlah Daun

0

10

20

30

40

50

60

pengamatan 1 pengamatan 2 pengamatan 3 pengamatan 4

kelas H

kelas P

kelas Q

0

10

20

30

40

50

60

pengamatan 1 pengamatan 2 pengamatan 3 pengamatan 4

kelas H

kelas P

kelas Q

Page 20: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

Grafik 3. Rata – Rata Jumlah Cabang

4.2 Pembahasan

Pada bab pembahasan, hal pertama yang akan dibahas adalah tinggi tanaman.

Berdasarkan hasil lapang, perkembangan tinggi tanaman pada setiap tanaman sampel yang

berjumlah sepuluh tanaman mengalami penambahan tinggi atau bertambah tinggi pada setiap

minggunya. Pengamatan ini dilakukan selama empat minggu. Tanaman pertama pada minggu

pertama pengamatan mempunyai tinggi 9,5 cm. Pada minggu kedua pengamatan tingginya

bertambah menjadi 13 cm. Pada minggu ketiga pengamatan bertambah lagi menjadi 21 cm,

dan pada minggu terakhir pengamatan 40 cm. Pada tanaman sampel kedua, pengamatan pada

minggu pertama menunjukkan tinggi 9 cm. Pada pengamatan minggu kedua menunjukkan

penambahan tinggi menjadi 11 cm. Pada minggu ketiga tinggi tanaman bertambah menjadi

17 cm, dan pada minggu keempat pengamatan tinggi menunjukkan angka 30 cm. antara

tanaman sampel satu dan tanaman sampel dua terdapat pada lubang yang sama. Pada sampel

tanaman ketiga di minggu pertama pengamatan menunjukkan hasil yaitu 7 cm. Pada

pangamatan kedua menunjukkan angka 11 cm, sedangkan pada pengamatan ketiga

menunjukkan penambahan 9 cm menjadi 20 cm, dan pada pengamatan minggu keempat

menunjukkan angka 35 cm. Untuk sampel tanaman keempat menunjukkan tinggi tanaman

sebesar 4 cm pada minggu pertama pengamatan. Pada minggu kedua pengamatan

0

1

2

3

4

5

6

7

8

pengamatan 1 pengamatan 2 pengamatan3 pengamatan 4

kelas H

kelas P

kelas Q

Page 21: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

menunjukkan angka 10 cm atau bertambah tinggi 6 cm dari sebelumnya. Pada pengamatan

minggu ketiga menunjukkan angka 22 cm. Dan pada minggu terakhir pengamatan

menunjukkan angka 40 cm. Seperti halnya tanaman satu dan dua, tanaman tiga dan empat

juga terdapat pada satu lubang. Pada tanaman sampel lima yang terdapat pada lubang ketiga

pada awalnya mempunyai tinggi 5 cm, pada minggu kedua pengamatan menunjukkan angka

14 cm, pada minggu ketiga pengamatan menunjukkan tinggi 25 cm, sedangkan pada minggu

terakhir pengamatan menunjukkan tinggi 50 cm. Pada tanaman keenam awalnya

menunjukkan tinggi 5 cm, pada pengamatan kedua menunjukkan angka 12 cm, pada

pengamatan ketiga tingginya beubah menjadi 23 cm, dan pada pengamatan terakhir menjadi

48 cm. Pada tanaman sampel ketujuh minggu pertama menunjukkan angka 5 cm, pada

minggu kedua 12 cm, pada minggu ketiga menunjukkan tinggi 23 cm, sedangkan pada

minggu terakhir menunjukkan 48 cm. Pada tanaman sampel kedelapan menunjukkan tinggi

tanaman yaitu 7 cm, pada minggu kedua sampelmenunjukkan angka 14 cm, pada minggu

ketiga bertambah 18 cm, dan pada minggu terakhir pengamatan menunjukkan angka 37 cm.

Pada tanaman sampel terakhir pada minggu pertama pengamatan tinggi tanaman

menunjukkan angka 6 cm. Sedangkan pada pengamatan minggu kedua menunjukkan angka

10 cm. Pada minggu ketiga pengamatan tingginya 16 cm. dan pada minggu terakhir

pengamatan tinggi tanaman sampel menunjukkan angka 31 cm.

Untuk jumlah daun pada tanaman sampel pertama pengamatan minggu kesatu

mempunyai jumlah daun sebanyak 6 buah. Selanjutnya pada pengamatan minggu kedua daun

bertambah menjadi 8 buah. Kemudian pada pengamatan minggu ketiga bertambah menjadi

10 buah dan pada pengamatan minggu keempat jumlah daun bertambah menjadi 34 buah.

Pada sampel tanaman kedua pada pengamatan minggu pertama dan minggu kedua jumlah

daun tetap sama yakni sebanyak 6 buah daun. Lalu pada pengamatan minggu ketiga

bertambah menjadi 8 buah selanjutnya pada pengamatan minggu keempat jumlah daun

menjadi 16 buah. Pada sampel tanaman ketiga pada pengamatan minggu pertama dan kedua

tanaman memiliki jumlah daun sebanyak 6 buah pada pengamatan minggu kedua tidak terjadi

penambahan daun, lalu pada pengamatan minggu ketiga jumlah daun bertambah menjadi 8

buah dan pada pengamatan minggu keempat jumlah daun menjadi 24 buah. Pada sampel

tanaman keempat pada pengamatan pertama dan kedua didapatkan jumlah daun sebanyak 6

buah lalu pada pengamatan ketiga jumlah daun bertambah menjadi 8 buah dan pada

pengamatan minggu keempat bertambah menjadi 20 buah. Pada tanaman sampel kelima

jumlah daun yang didapat pada minggu pertama sebanyak 5 buah lalu pada pengamatan

Page 22: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

minggu kedua bertambah menjadi 6 buah. Kemudian pada pengamatan minggu ketiga

bertambah menjadi 8 buah dan pada minggu keempat bertambah menjadi 16 buah. Pada

sampel tanaman keenam pengamatan minggu pertama didapatkan jumlah daun sebanyak 4

buah. Lalu pada pengamatan minggu kedua daun bertambah menjadi 8 buah kemudian pada

pengamatan minggu ketiga bertambah menjadi 18 buah dan pada pengamatan keempat

menjadi 22 buah. Pada sampel tanaman ketujuh pengamatan minggu pertama jumlah daun

yang diperoleh sebanyak 5 buah lalu pada pengamatan minggu kedua jumlah daun bertambah

menjadi 8 buah selanjutnya pada pengamatan minggu ketiga jumlah daun bertambah menjadi

10 buah dan pada pengamatan minggu keempat jumlah daun menjadi 24 buah. Pada sampel

tanaman kedelapan pengamatan pertama didapatkan jumlah daun sebanyak 5 buah kemudian

pada pengamatan mingguke dua daun bertambah menjadi 8 buah kemudian pada pengamatan

minggu ketiga jumlah daun bertambah menjadi 10 buah dan pada pengamatan minggu

keempat menjadi 24 buah. Pada sampel tanaman kesembilan pengamatan minggu pertama

didapatkan jumlah daun adalah 6. Buah kemudian pada pengamatan minggu kedua tidak

mengalami pertambahan selanjutnya pada pengamatan minggu ketiga didapatkan daun

bertambah menjadi 8 buah dan pada pengamatan terakhir minggu keempat daun bertambah

menjadi 10 buah. Menurut perbandingan dengan literatur, faktor cahaya matahari yang

penting untuk pertumbuhan tanaman adalah intensitas dan lama penyinaran. Semakin besar

intensitas cahaya matahari yang dapat diterima oleh tanaman, semakin cepat proses

pembungangan dan pembentukan biji buah. Untuk dapat berasimilasi dengan baik tanaman

memerlukan intensitas cahaya matahari yang besar (Sri Setyadi Harjadi, 1979). Penyinaran

matahari dipengaruhi cuaca jika musim hujan penyinaran cahaya matahari akan berkurang

sehingga menyebabkan perkembangan tanaman menjadi terhambat. Pada kasus di lapang,

menurut kami tidak sesuai dengan literatur, karena pada kenyataannya tanaman wijen ini

ditanam pada musin penghujan yang mempunyai curah hujan tinggi dan lama penyinaran

rendah, sehingga tanaman ini kurang bisa tumbuh optimal.

Perbandingan Tinggi Tanaman Kelas Q Dengan Kelas P dan Kelas H

Tanaman pertama pada minggu pertama pengamatan mempunyai tinggi 9,5 cm, pada

kelas P 6 cm untuk kelompok H tinggi tanaman 12 cm. Pada minggu kedua pengamatan

tingginya bertambah menjadi 13 cm pada kelas P 7 cm untuk kelompok H tinggi tanaman 8

cm. Pada minggu ketiga pengamatan bertambah lagi menjadi 21 cm, pada kelas P 14 cm

untuk kelompok H tinggi tanaman 43 cm dan pada minggu terakhir pengamatan 40 cm ,kelas

P 29,5 cm untuk kelompok H tinggi tanaman 52 cm. Pada tanaman sampel kedua,

Page 23: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

pengamatan pada minggu pertama menunjukkan tinggi 9 cm sedangkan pada kelompok kelas

P 4 cm untuk kelompok H tinggi tanaman 17 cm. Pada pengamatan minggu kedua

menunjukkan penambahan tinggi menjadi 11cm sedangkan pada kelompok kelas P 5 cm

untuk kelompok H tinggi tanaman 31 cm. Pada minggu ketiga tinggi tanaman bertambah

menjadi 17 cm sedangkan pada kelompok kelas P 9.5 cm, untuk kelompok H tinggi tanaman

45 cm. dan pada minggu keempat pengamatan tinggi menunjukkan angka 30 cm sedangkan

pada kelompok kelas P 16 cm untuk kelompok H tinggi tanaman 58 cm.

Pada sampel tanaman ketiga di minggu pertama pengamatan menunjukkan hasil yaitu

7 cm sedangkan pada kelompok kelas P 4 cm untuk kelompok H tinggi tanaman 9 cm. Pada

pangamatan kedua menunjukkan angka 11 cm sedangkan pada kelompok kelas P 6 cm, untuk

kelompok H tinggi tanaman 18 cm. sedangkan pada pengamatan ketiga menunjukkan

penambahan menjadi 20cm sedangkan pada kelompok kelas P 12,5 cm, untuk kelompok H

tinggi tanaman 39 cm. dan pada pengamatan minggu keempat menunjukkan angka 35 cm

sedangkan pada kelompok kelas P 27 cm. untuk kelompok H tinggi tanaman 51 cm. Untuk

sampel tanaman keempat menunjukkan tinggi tanaman sebesar 4cm sama pada kelompok

kelas P 4 cm, untuk kelompok H tinggi tanaman 8 cm, pada minggu pertama pengamatan.

Pada minggu kedua pengamatan menunjukkan angka 10 cm sedangkan pada kelompok kelas

P 6.5 cm untuk kelompok H tinggi tanaman 27 cm. Pada pengamatan minggu ketiga

menunjukkan angka 22 cm sedangkan pada kelompok kelas P 10 cm untuk kelompok H

tinggi tanaman 34 cm. Dan pada minggu terakhir pengamatan menunjukkan angka 40 cm

sedangkan pada kelompok kelas P 21 cm untuk kelompok H tinggi tanaman 37 cm. Pada

tanaman sampel lima yang terdapat pada lubang ketiga pada awalnya mempunyai tinggi 5 cm

sedangkan pada kelompok kelas P 2 cm, untuk kelompok H tinggi tanaman 8,7 cm. pada

minggu kedua pengamatan menunjukkan angka 14 cm sedangkan pada kelompok kelas P 5.5

cm, untuk kelompok H tinggi tanaman 40 cm. pada minggu ketiga pengamatan menunjukkan

tinggi 22 cm sedangkan pada kelompok kelas P 15 cm, untuk kelompok H tinggi tanaman 47

cm. sedangkan pada minggu terakhir pengamatan menunjukkan tinggi 40 cm sedangkan

pada kelompok kelas P 32.5 cm untuk kelompok H tinggi tanaman 57 cm. Pada tanaman

keenam awalnya menunjukkan tinggi 5 cm sedangkan pada kelompok kelas P 2 cm, untuk

kelompok H tinggi tanaman 10 cm pada pengamatan kedua menunjukkan angka 12 cm

sedangkan pada kelompok kelas P 5.5 cm, untuk kelompok H tinggi tanaman 40 cm pada

pengamatan ketiga tingginya berubah menjadi 23 cm sedangkan pada kelompok kelas P 14

cm, untuk kelompok H tinggi tanaman 51 cm. dan pada pengamatan terakhir menjadi 48 cm

Page 24: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

sedangkan pada kelompok kelas P 30.5 cm. untuk kelompok H tinggi tanaman 56 cm. Pada

tanaman sampel ketujuh minggu pertama menunjukkan angka 5 cm sedangkan pada

kelompok kelas P 7 cm, pada minggu kedua 12 cm sedangkan pada kelompok kelas P 7 cm,

pada minggu ketiga menunjukkan tinggi 23 cm sedangkan pada kelompok kelas P 16 cm,

sedangkan pada minggu terakhir 48 cm sedangkan pada kelompok kelas P menunjukkan 33

cm.

Pada tanaman sampel kedelapan menunjukkan tinggi tanaman yaitu 7 cm sedangkan pada

kelompok kelas P 3.5 cm, pada minggu kedua sampel menunjukkan angka 14 cm sedangkan

pada kelompok kelas P 8 cm, pada minggu ketiga bertambah sama pada kelompok kelas P 18

cm, dan pada minggu terakhir pengamatan menunjukkan angka 37 cm sedangkan pada

kelompok kelas P 39.5 cm. Pada sampel tanaman kesembilan tinggi pada minggu pertama

pengamatan didapatkan tinggi tanaman 4 cm, pada minggu kedua tinggi tanaman

menunjukan pertambahan menjadi 5.5 cm, pada minggu ketiga sampel menunjukan

pertambahan menjadi 14 cm dan pada pengamatan minggu keempat tinggi tanaman menjadi

25.5 cm. Pada tanaman sampel kesepuluh minggu pertama menunjukkan angka 3 cm, pada

minggu kedua 5 cm, pada minggu ketiga menunjukkan tinggi 14 cm, sedangkan pada minggu

terakhir menunjukkan 24 cm. Dari data yang diperoleh tinggi tanaman sampel kelompok

kelas P dan kelas H dibandingkan dengan kelompok Kelas Q terdapat perbedaan tinggi

tanaman yang sangat terlihat dapat dilihat dari pertumbuhan tanaman sampel satu tinggi

tanaman kelas Q 9,5 cm, pada kelas P 6 cm untuk kelompok H tinggi tanaman 12 cm.

Tanaman dari kelompok H pertumbuhan tanaman lebih cepat dibandingkan dengan kelompok

kelas Q dan P. Pertumbuhan tanaman wijen dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya air

dan unsur hara dan tidak ketinggalan cahaya matahari diketahui bahwa wijen adalah tanaman

yang memepunyai respon tinggi terhadap periodepenyinaran (Beech, 1981). Dalam

pertumbuhannya tanaman wijen memerlukan sinar matahari antara 9-10 jam.

Perbandingan Jumlah Daun Tanaman Kelas Q Dengan Kelas P dan Kelas H

Pada tanaman sampel pertama pengamatan minggu kesatu mempunyai jumlah daun

sebanyak 6 buah pada kelas P jumlah daun sebanyak 9 buah dan pada kelas H sebanyak 7

buah. Selanjutnya pada pengamatan minggu kedua daun bertambah menjadi 8 buah pada

kelas P jumlah daun sebanyak 15 buah dan pada kelas H sebanyak 27 buah. Kemudian pada

pengamatan minggu ketiga bertambah menjadi 10 buah pada kelas P jumlah daun sebanyak

Page 25: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

20 buah dan pada kelas H sebanyak 28 buah dan pada pengamatan minggu keempat jumlah

daun bertambah menjadi 34 buah. pada kelas P jumlah daun sebanyak 56 buah dan pada kelas

H sebanyak 29 buah Pada sampel tanaman kedua pada pengamatan minggu pertama

sebanyak 6 buah daun pada kelas P jumlah daun sebanyak 6 buah dan pada kelas H sebanyak

6 buah dan minggu kedua jumlah daun yakni sebanyak 6 buah daun pada kelas P jumlah daun

sebanyak 7 buah dan pada kelas H sebanyak 15 buah. Lalu pada pengamatan minggu ketiga

bertambah menjadi 8 buah pada kelas P jumlah daun sebanyak 8 buah dan pada kelas H

sebanyak 21 buah . selanjutnya pada pengamatan minggu keempat jumlah daun menjadi 16

buah. pada kelas P jumlah daun sebanyak 16 buah dan pada kelas H sebanyak 36 buah . Pada

sampel tanaman ketiga pada pengamatan minggu pertama tanaman memiliki jumlah daun

sebanyak 6 buah pada kelas P jumlah daun sebanyak 6 buah dan pada kelas H sebanyak 8

buah . dan tanaman kedua memiliki jumlah daun sebanyak 6 buah pada kelas P jumlah daun

sebanyak 10 buah dan pada kelas H sebanyak 18 buah. lalu pada pengamatan minggu ketiga

jumlah daun bertambah menjadi 8 buah pada kelas P jumlah daun sebanyak 15 buah dan pada

kelas H sebanyak 22 buah . dan pada pengamatan minggu keempat jumlah daun menjadi 24

buah. pada kelas P jumlah daun sebanyak 38 buah dan pada kelas H sebanyak 78 buah . Pada

sampel tanaman keempat pada pengamatan pertama jumlah daun yang didapat 6 buah pada

kelas P jumlah daun sebanyak 6 buah dan pada kelas H sebanyak 7 buah. dan pengamatan

kedua didapatkan jumlah daun sebanyak 6 buah pada kelas P jumlah daun sebanyak 9 buah

dan pada kelas H sebanyak 31 buah . lalu pada pengamatan ketiga jumlah daun bertambah

menjadi 8 buah pada kelas P jumlah daun sebanyak 13 buah dan pada kelas H sebanyak 36

buah dan pada pengamatan minggu keempat bertambah menjadi 20 buah. pada kelas P

jumlah daun sebanyak 24 buah dan pada kelas H sebanyak 39 buah. Pada tanaman sampel

kelima jumlah daun yang didapat pada minggu pertama sebanyak 5 buah pada kelas P jumlah

daun sebanyak 7 buah dan pada kelas H sebanyak 9 buah. lalu pada pengamatan minggu

kedua bertambah menjadi 6 buah pada kelas P jumlah daun sebanyak 15 buah dan pada kelas

H sebanyak 38 buah. Kemudian pada pengamatan minggu ketiga bertambah menjadi 8 buah

pada kelas P jumlah daun sebanyak 22 buah dan pada kelas H sebanyak 46 buah dan pada

minggu keempat bertambah menjadi 16 buah. pada kelas P jumlah daun sebanyak 60 buah

dan pada kelas H sebanyak 53 buah. Pada sampel tanaman keenam pengamatan minggu

pertama didapatkan jumlah daun sebanyak 4 buah. pada kelas P jumlah daun sebanyak 8

buah dan pada kelas H sebanyak 10 buah .Lalu pada pengamatan minggu kedua daun

bertambah menjadi 8 buah pada kelas P jumlah daun sebanyak 14 buah dan pada kelas H

sebanyak 29 buah . kemudian pada pengamatan minggu ketiga bertambah menjadi 18 buah

Page 26: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

pada kelas P jumlah daun sebanyak 21 buah dan pada kelas H sebanyak 47 buah . dan pada

pengamatan keempat menjadi 22 buah. pada kelas P jumlah daun sebanyak 44 buah dan pada

kelas H sebanyak 50 buah. Pada sampel tanaman ketujuh pengamatan minggu pertama

jumlah daun yang diperoleh sebanyak 5 buah pada kelas P jumlah daun sebanyak 7 buah dan

pada kelas H sebanyak buah . lalu pada pengamatan minggu kedua jumlah daun bertambah

menjadi 8 buah pada kelas P jumlah daun sebanyak 15 buah. selanjutnya pada pengamatan

minggu ketiga jumlah daun bertambah menjadi 10 buah pada kelas P jumlah daun sebanyak

22 buah .dan pada pengamatan minggu keempat jumlah daun menjadi 24 buah. pada kelas P

jumlah daun sebanyak 60 buah. Pada sampel tanaman kedelapan pengamatan pertama

didapatkan jumlah daun sebanyak 5 buah pada kelas P jumlah daun sebanyak 8 buah.

kemudian pada pengamatan minggu kedua daun bertambah menjadi 8 buah pada kelas P

jumlah daun sebanyak 14 buah. kemudian pada pengamatan minggu ketiga jumlah daun

bertambah menjadi 10 buah pada kelas P jumlah daun sebanyak 24 buah. pada pengamatan

minggu keempat menjadi 24 buah. pada kelas P jumlah daun sebanyak 62 buah. Pada sampel

tanaman kesembilan pengamatan minggu pertama didapatkan jumlah daun adalah 6 buah

pada kelas P jumlah daun sebanyak 7 buah. kemudian pada pengamatan minggu kedua tidak

mengalami pertambahan pada kelas P jumlah daun sebanyak 10 buah. selanjutnya pada

pengamatan minggu ketiga didapatkan daun bertambah menjadi 8 buah pada kelas P jumlah

daun sebanyak 14 buah. pada pengamatan terakhir minggu keempat daun bertambah menjadi

10 buah. pada kelas P jumlah daun sebanyak 33 buah. Dari data diatas dapat diketahui

pertumbuhan daun pada tanaman kelompok kelas H lebih banyak dibandingkan dengan

dengan kelompok dari kelas P dan Q. Ini menunjukan bahwa pertumbuhan tanaman

mempengaruhi jumlah daun. disebabkan karena perbedaan waktu tanam yang mana waktu

tanam kelompok kelas H lebih dulu sehingga pertumbuhan lebih cepat. kemudian dari

perlakuan terhadap tanaman yang dilakukan yang dilakukan oleh masing-masing kelompok. .

Untuk dapat berasimilasi dengan baik tanaman memerlukan intensitas cahaya matahari yang

besar(Sri Setyadi Harjadi, 1979). Penyinaran matahari dipengaruhi cuaca jika musim hujan

penyinaran cahaya matahari akan berkurang sehingga menyebabkan perkembangan tanaman

terhambat. Pembentukan daun dipengaruhi oleh intensitas sehingga jika intensitas dari cahaya

matahari kurang maka jumlah daun yang dihasilkan juga rendah.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

Perbandingan jumlah Cabang Kelas Q Dengan Kelas P dan Kelas H

pada minggu keempat Pada sampel tanaman kesatu kelas Q jumlah cabang 3, pada sampel

tanaman kedua jumlah cabang tidak ada. Pada sampel tanaman ketiga dan ke empat jumlah

cabang 2. Pada sampel tanaman kelima dan keenam tidak terdapat cabang. Pada sampel

tanaman ketujuh jumlah cabang 3, pada sampel tanaman kedelapan jumlah cabang 4, pada

sampel tanaman kesembilan jumlah cabang ada 3 dan pada sampel tanaman kesepuluh tidak

terdapat cabang. sedangkan pada tanaman kesatu kelas P jumlah cabang 6, pada tanaman

kedua jumlah cabang tidak ada, pada tanaman ketiga jumlah cabang 4, pada tanaman

keempat jumlah cabang 3, pada tanaman kelima terdapat jumlah cabang 8, pada tanaman

keenam terdapat jumlah cabang 5. Pada tanaman ketujuh jumlah cabang 4, pada tanaman

kedelapan jumlah cabang 8, pada tanaman kesembilan dan kesepuluh jumlah cabang 4. Pada

tanaman kelompok H jumlah cabang tanaman kesatu terdapat 8 cabang. jumlah cabang pada

tanaman kedua adalah 4.pada tanaman tiga jumlah cabang adalah 9, pada tanaman keempat

jumlah cabang ada 8, pada tanaman kelima jumlah cabang 4, dan pada tanaman keenam

jumlah cabang 14. persaingan dalam penggunaan cahaya, dimana pada ruang tumbuh yang

sempit/ jarak tanam rapat, penggunaan cahaya secara maksimum tercapai pada awal

pertumbuhan, akan tetapi pada akhirnya penampilan masing-masing tanaman secara individu

menurun dan terjadi persaingan terhadap faktor-faktor tumbuh lainya seperti air, unsur hara

dan lainnya (Rahmianna dan Adisarwanto, 1991; Budi, 1994) dalam pertumbuhan tanaman

wijen pada kelompok kelas Q pertumbuhan cabang yang kurang ini disebabkan karena

pemberian unsur hara seperti pupuk tidak dilakukan tepat pada waktu masa pertumbuhanya

sehingga berpengaruh terhadapa jumlah cabang.

Untuk cara tanam secara ditugal, hal tersebut sudah sesuai menurut literatur.

Dikatakan oleh Harjadi (1989), cara tanam disebar cenderung menghasilkan ruang tumbuh

tanaman yang tidak teratur dan hal ini memungkinkan terjadinya persaingan yang tinggi antar

Page 28: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

individu tanaman. Salah satu contoh adalah persaingan dalam penggunaan cahaya, dimana

pada ruang tumbuh yang sempit/ jarak tanam rapat, penggunaan cahaya secara maksimum

tercapai pada awal pertumbuhan, akan tetapi pada akhirnya penampilan masing-masing

tanaman secara individu menurun dan terjadi persaingan terhadap faktor-faktor tumbuh

lainya seperti air, unsur hara dan lainnya (Rahmianna dan Adisarwanto, 1991; Budi, 1994)

dan diketahui bahwa wijen adalah tanaman yang memepunyai respon tinggi terhadap periode

penyinaran (Beech, 1981).

Dinyatakan pula oleh Moenandir (1988) bahwa pengaturan sistem jarak tanam yang

tepat (cara tanam tugal) dapat mengatasi terjadinya persaingan tanaman. Cara tanam disebar

dalam bedengan dan alur sulit menentukan jumlah populasi dan ruang tumbuh serta besar

pengaruhnya terhadap pertumbuhan individu tanaman. Bagi tanaman yang memiliki ruang

tumbuh yang optimal akan mempunyai peluang tumbuh yang optimum, sebaliknya jika ruang

tumbuh yang sempit akan terjadi persaingan yang sangat kuat antar tanaman (Moenandir,

1988). Hal ini diduga bahwa varietas ini jika ditanam dengan cara yang baik yaitu dengan

cara ditugal akan mampu tumbuh dengan optimal dibanding dengan cara lainnya. Disamping

itu varietas ini memiliki karakteristik unggul yaitu memiliki bentuk polong/jumlah kotak 8

dan tanaman bercabang (Budi, 2003). Sebagaimana dijelaskan oleh Harjadi (1989) bahwa

keunggulan sifat varietas kadang-kadang dinyatakan pada salah satu komponen hasil akhir.

Demikian halnya dengan varietas unggul secara total keistimewaannya pada daya

produksinya disuatu daerah tertentu. Sekalipun varietas itu unggul jika sistem pertanamannya

tidak di atur atau asal menanam akan mempengaruhi produksi yang dihasilkan. Disisi lain

penggunaan varietas unggul dan benih bermutu dengan teknik budidaya yang baik dapat

memperkecil biaya produksi dan meningkatkan produktivitas (Suprijono, 2000). Tanaman

akan tumbuh dan berproduksi tinggi jika menggunakan varietas yang sesuai dan sistem

pertanaman yang diatur sedemikan rupa serta didukung oleh kondisi lingkungan yang cocok.

Diketahui pula bahwa varietas lokal merupakan varietas yang telah diseleksi oleh petani

sendiri sesuai dengan keinginannya, sehingga mempunyai karakteristik tertentu di setiap

daerah (Sudjana, 1988).

BAB V

KESIMPULAN

Page 29: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

1. Tanaman wijen yang mempunyai bahasa latin Sesamum indicum L merupakan

tanaman perdu atau semacam semak – semak. Tanaman wijen mempunyai beberapa

keunggulan seperti tahankering, mutu biji tetap baik walaupun ditanam pada lahan

kurus dan dapat dibudidayakansecara ekstensif, mempunyai nilai ekonomi yang

relative tinggi dan dapatditumpangsarikan dengan tanaman lain

2. Pertumbuhan tanaman yang paling baik terjadi pada kelompok dari kelas H yang hasil

akhir pertumbuhanya (pada minggu keempat) dengan tinggi tanama, cabang dan

jumlah daun yang relatif tinggi Ini menunjukan bahwa pertumbuhan tanaman

mempengaruhi jumlah daun. ini disebabkan karena perbedaan waktu tanam yang

tanam kelompok kelas H lebih dulu sehingga pertumbuhan lebih cepat. kemudian dari

perlakuan terhadap tanaman yang dilakukan yang dilakukan oleh masing-masing

kelompok.

3. Faktor cahaya matahari yang penting untuk pertumbuhan tanaman adalah intensitas

dan lama penyinaran. Semakin besar intensitas cahaya matahari yang dapat diterima

oleh tanaman, semakin cepat proses pembungangan dan pembentukan biji buah

berlangsung. Untuk dapat berasimilasi dengan baik tanaman memerlukan intensitas

cahaya matahari yang besar(Sri Setyadi Harjadi, 1979). Penyinaran matahari

dipengaruhi cuaca jika musim hujan penyinaran cahaya matahari akan berkurang

sehingga menyebabkan perkembangan tanaman terhambat.

DAFTAR PUSTAKA

Page 30: BAB I PENDAHULUAN · basah) atau dicoak (tanah yang masih kering). Jarak tanam dengan polatanam monokultur 25 cm x 40 cm atau 25 cm x 60 cm. Sedangkan dengan polatanam tumpangsari

Anonymous. 2012. Tanaman Wijen dan Manfaatnya.Error! Hyperlink reference not

valid.diakses pada tanggal 28 November 2012

Anonymous. 2012. Komoditas Tanaman Wijen.pdf

Hamdani, Jajang Sauman. 2009. Pengaruh Jenis Mulsa terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tiga

Kultivar Kentang (Solanum tuberosum L.) yang Ditanam di Dataran Medium. J.

Agron. Indonesia 37 (1) : 14 – 20 (2009)

Juanda, dede dan Bambang Cahyono. 2005. WIJEN Teknik Budidaya dan Analisi Usaha

Tani. Kanisius : Yogyakarta