bab i pendahuluanetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/70688/potongan/s2-2014... · 3 berbagai...

38
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Studi ini bermaksud untuk mengungkap relasi aktor dari kebijakan dana CSR PT TI AQUA Danone yang dilakukan tiga kekuatan yaitu pemerintah desa, masyarakat dan perusahaan. Tujuannya, ingin melacak relasi aktor dalam kebijakan dana CSR pada praktik CSR PT TIA AQUA Danone, termasuk implementasi hasil dari relasi aktor dalam kebijakan dana CSR. Dalam studi ini kekuatan negara dalam praktik pelaksana politik, budaya, sosial dan ekonomi tidak dilihat secara level besar, namun dalam lingkup level lokal yakni Pemerintah Desa untuk dianalisis. Berbeda dengan daerah lain di Indonesia yang sebagian besar pemerintah pusat mempunyai peran langsung dalam intervensi CSR perusahaan, Pemerintah Kabupaten Klaten secara peran hanya sedikit karena letak sumber daya air berada di lingkungan Desa. Pemerintah Desa Ponggok merasa memiliki sumber daya air karena posisi letaknya berada di Desa dan merupakan tanah kas desa. Dampaknya, aktor negara (level makro : pemerintah kabupaten dan provinsi) menjadi aktor yang memiliki peran sedikit. Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Provinsi kurang mempunyai pengaruh dalam praktek politik lokal yang berkaitan kebijakan dana CSR dibandingan aktor pemerintah desa, masyarakat dan perusahaan. Sejak adanya reformasi, politik lokal mulai berkembang sehingga membawa pengaruh demokratisasi di tingkat lokal. Dalam politik lokal mulai

Upload: dobao

Post on 08-May-2019

217 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

1  

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Studi ini bermaksud untuk mengungkap relasi aktor dari kebijakan dana

CSR PT TI AQUA Danone yang dilakukan tiga kekuatan yaitu pemerintah desa,

masyarakat dan perusahaan. Tujuannya, ingin melacak relasi aktor dalam

kebijakan dana CSR pada praktik CSR PT TIA AQUA Danone, termasuk

implementasi hasil dari relasi aktor dalam kebijakan dana CSR. Dalam studi ini

kekuatan negara dalam praktik pelaksana politik, budaya, sosial dan ekonomi

tidak dilihat secara level besar, namun dalam lingkup level lokal yakni Pemerintah

Desa untuk dianalisis.

Berbeda dengan daerah lain di Indonesia yang sebagian besar pemerintah

pusat mempunyai peran langsung dalam intervensi CSR perusahaan, Pemerintah

Kabupaten Klaten secara peran hanya sedikit karena letak sumber daya air berada

di lingkungan Desa. Pemerintah Desa Ponggok merasa memiliki sumber daya air

karena posisi letaknya berada di Desa dan merupakan tanah kas desa. Dampaknya,

aktor negara (level makro : pemerintah kabupaten dan provinsi) menjadi aktor

yang memiliki peran sedikit. Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Provinsi

kurang mempunyai pengaruh dalam praktek politik lokal yang berkaitan

kebijakan dana CSR dibandingan aktor pemerintah desa, masyarakat dan

perusahaan.

Sejak adanya reformasi, politik lokal mulai berkembang sehingga

membawa pengaruh demokratisasi di tingkat lokal. Dalam politik lokal mulai

2  

tumbuh korporasi multinasional yang mudah masuk ke daerah-daerah di

Indonesia. Munculnya perusahaan multinasional mendapat respon dari negara

level lokal yaitu pemerintah daerah dan pemerintah Desa. Pada satu sisi

perusahaan memberikan keuntungan, disisi lain memunculkan pro kontra di

kalangan berbagai aktor. Perusahaan memberikan dana CSR sebagai kewajiban

perusahaan untuk masyarakat sekitar.

Dibalik kebijakan dana CSR ada masyarakat, perusahaan dan Pemerintah

Desa dalam melakukan keputusan dana CSR. Dalam kebijakan dana CSR ada

proses tarik menarik kepentingan masing-masing aktor. Studi ini bermaksud untuk

melihat bagaimana relasi aktor dalam kebijakan dana CSR yang dilakukan

Pemerintah Desa Ponggok, perusahaan dan masyarakat. Kemudian melihat

keberhasilan implementasi dari hasil relasi aktor dalam kebijakan dana CSR.

Memang CSR memiliki tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah

Triple Bottom Lines yang dikenal sebagai 3P (People, Profit, Planet) yaitu

kepedulian perusahaan yang menyisihkan sebagian keuntungannya (profit) bagi

kepentingan pembangunan manusia (people) dan lingkungan (planet) agar

keberadaan perusahaan dapat tumbuh dan berkelanjutan. Profit disini merupakan

perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomi yang

memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang. People merupakan

dimana perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia.

Beberapa perusahaan mengembangkan program CSR seperti pemberian beasiswa

bagi pelajar sekitar perusahaan, pendirian sarana pendidikan dan kesehatan,

penguatan kapasitas ekonomi lokal, dan bahkan ada perusahaan yang merancang

3  

berbagai skema perlindungan sosial bagi warga setempat. Plannet, dimana

perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan keberagaman

hayati.

CSR perusahaan diharapkan mampu mensejahterakan masyarakat sekitar

perusahaan. Selama ini program yang berjalan dalam CSR Aqua meliputi

kompetisi sepakbola, pendidikan, kesehatan, penghijauan dan sebagainya.

Permasalahan mulai muncul semenjak adanya program CSR hanya identik dengan

fisik yang mengajukan masyarakat dan disetujui Kepala Desa. Namun masyarakat

tidak mengeluh karena masyarakat kurang mengetahui dana CSR. Implementasi

program dari hasil formulasi kebijakan CSR identik dengan fisik saja. Program

berbagai bidang tidak merata sehingga masyarakat mengalami mobilisasi.

Kepentingan elite muncul dengan adanya kekuasaan dalam menentukan formulasi

kebijakan dana CSR. Masyarakat hanya mengikuti formulasi kebijakan dan

program CSR saja. Masyarakat hanya mengikuti bos lokal, dimana kelahiran bos

lokal ada karena pasar (perusahaan).

Dana CSR mulai digulirkan untuk masyarakat agar tidak terjadi konflik.

Namun kondisi riil di sekitar perusahaan PT Tirta Investama Danone (Aqua-

Danone) dalam melakukan program CSR hanya meliputi program fisik saja.

Selama ini CSR PT TI Aqua danone hanya memberikan program CSR berupa

pengajuan proposal dari masyarakat yang ditandatangani pihak Pemerintah Desa

Ponggok. Selama ini PT TI Aqua Danone Klaten tidak memberi tahu jumlah dana

CSR yang diberikan Desa.

4  

Walaupun program CSR sudah diterapkan pada masyarakat sekitar

perusahaan namun kesejahteraan masyarakat belum memadai. Besarnya biaya

CSR untuk masyarakat dan pemerintah belum bisa dikatakan cukup, hal ini

terbukti dengan adanya beberapa pelayanan publik masih terbatas dan terjadi

kemiskinan terselubung . Selama ini pemutusan program CSR hanya identik dari

keputusan perusahaan. Maka perlu melihat relasi kebijakan dana CSR antara

masyarakat, perusahaan dan Pemerintah Desa Ponggok, Polanharjo, Klaten.

Pembuatan program hanya melalui pemberian dana dari perusahaan yang

diberikan pemerintah desa tanpa melibatkan masyarakat. Dengan adanya CSR

maka brand produk dan citra perusahaan akan naik karena legitimasi muncul dari

masyarakat dan negara. Corporate Social Responsibility sebagai co-produksi

untuk berdampingan dengan negara hanya dipraktekan untuk mencari keuntungan

saja. Gambaran diatas identik apa yang dijelaskan Friedman (1970)’ in fact does

not dispute the validity of such actions, but rather says that they are not CSR at all

when carried out for reasons of self-interest, but merely profit-maximisation’.

Gagasan Firman ini menjelaskan bahwa perusahaan hanya ingin mencari

keuntungan maksimal. Bahkan dalam posisi Perusahaan membangun keuntungan

dengan cara apapun. Pemerintah Desa digunakan untuk menjalankan CSR.

Bahkan elite di pusaran Pemerintah Desa mengatur masyarakat demi keuntungan

pribadi. Terjadi kelahiran bossism karena adanya pasar yang mendukung

kebijakannya. Dalam praktek relasi kebijakan dana CSR, ternyata governance

tidak terwujud tanpa adanya patronase. Hal ini menunjukkan bahwa perlu ada

5  

kombinasi teori antara governance dan patronase untuk menjelaskan relasi tiga

aktor tersebut.

Potensi kekuasaan (potensial power ) merujuk pada sumber daya dan

sarana pengaruh yang masih belum dimanfaatkan atau dengan kata lain, belum

pernah dipakai sama sekali. Sumber daya ini adalah potensi kekuasaan karena

keberadaan sumber daya ini di tangan seorang pelaku akan mengimplikasikan

adanya kemampuan (yaitu kemampuan yang asimetris tidak seimbang jika

dibandingkan dengan pelaku-pelaku pasar lainnya) untuk menimbulkan kerugian

bagi orang lain atau membatasi keuntungan yang bisa didapatkan orang lain.

Sehingga ketimpangan CSR merupakan salah satu wujud respon terhadap

kepentingan perusahaan yang cenderung hanya mengejar keuntungan bagi

perusahaan tersebut dan terkadang mengabaikan elemen pendukung yang ada di

sekitarnya seperti lingkungan masyarakat dan alam sekitar kawasan perusahaan

yang terkena dampak negatif dari keberadaan perusahaan tersebut. Namun saat ini

perusahaan cukup berlindung dibalik kekuasaan oknum-oknum tertentu saja untuk

menghindar dari tuntutan masyarakat.

Selama ini relasi aktor dalam kebijakan dana CSR yang melibatkan

masyarakat kurang, karena adanya kebijakan yang berasal dari pengajuan

proposal masyarakat ke perusahaan dengan tanda tangan Pemerintah Desa. Saat

ini belum ada aturan jelas dari negara mengenai persentase dana CSR yang

diwajibkan untuk perusahaan dan belum terdapat aturan jelas pelaksanaan CSR.

Akhirnya masyarakat hanya terkena mobilisasi dan miskin. Ekonomi yang

memberikan peluang tak terbatas pada perusahaan-perusahaan besar untuk

6  

melakukan eksploitasi sumber-sumber kekayaan alam. Pemerintah Desa berposisi

kuat dalam melindungi perusahaan dan masyarakat hanya tunduk karena adanya

pembangunan di Desa Ponggok.

Namun dalam relasi kebijakan melibatkan aktor (Wibawa,2009)

mengemukakan pembuatan kebijakan selain merupakan perjuangan politik dapat

dipandang sebagai persoalan pemilihan alternatif. Dalam pembuatan kebijakan

melibatkan berbagai aktor dan karena setiap aktor mengusulkan kebijakan yang

berusaha memenuhi atau memuaskan kepentingannya, maka kebijakan yang pada

akhirnya dibuat adalah satu diantara semua usulan kebijakan dari para aktor

tersebut. Dalam relasi yang ditujukan teori governance dan CSR belum mampu

menjelaskan relasikebijakan dana CSR, implementasi hasil kebijakan CSR maka

peneliti ingin menjelaskan dengan kombinasi teori patronase. Dari studi-studi

sebelumnya belum ada yang dapat mewakili ataupun berfokus pada relasi aktor

dalam kebijakan dana CSR PT TIA Aqua Danone Klaten. Hal ini menjadi daya

tarik tersendiri bagi penulis melihat relasiaktor dalam kebijakan dana CSR AQUA

di Desa Ponggok Klaten.

B. Rumusan Masalah :

1. Bagaimana relasi antara perusahaan, pemerintah desa dan masyarakat pada

penganggaran CSR PT TIA Danone Klaten di Desa Ponggok ?

2. Apa dampak CSR PT TIA Danone Klaten terhadap Perusahaan, Pemerintah

Desa, dan Masyarakat ?

7  

C. Tujuan Penelitian

Studi ini bertujuan untuk menjelaskan relasi aktor dalam penganggaran

dana CSR PT TI Aqua Danone Klaten. Penganggaran CSR Aqua tidak sesuai

proses bahwa masyarakat dan stakeholder yang berkaitan tidak memiliki peran

dalam formulasi kebijakan. Studi ini ingin melacak relasiaktor dalam

penganggaran dana CSR PT TI Aqua Danone Klaten. Selain itu, studi ini

bertujuan melengkapi studi – studi mengenai CSR yang selama ini hanya fokus

pada studi peran multistakeholder, evaluasi program, bentuk program, mapping

program. Hasil tesis yang penulis bayangkan yakni bahwa relasiaktor dalam

penganggaran dana CSR bahwa governance tidak akan berhasil diwujudkan tanpa

adanya patronase. Keduanya sangat berkaitan dalam relasi penganggaran dana

CSR PT TI Aqua Danone Klaten. Patronase terjadi dalam relasi penganggaran

dana csr.

D. Manfaat Penelitian

Studi tentang CSR perusahaan telah banyak dilakukan sebelumnya.

Namun, disini penulis berharap penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui lebih

dalam bahwa teori governance tidak mampu menjelaskan kejadian yang

menerangkan relasi penganggaran dana CSR PT TI Aqua Danone Klaten, perlu

adanya kombinasi dengan teori patronase.

8  

E. Review Literatur

a. Keterlibatan Negara terhadap CSR

Keterlibatan Negara dalam program CSR masih terdapat dua aliran yang

menegaskan terkait campur tangan pemerintah pada masalah CSR yang dilakukan

perusahaan. Aliran pertama, kelompok ahli yang menolak campur tangan

pemerintah dalam program CSR. Aliran ini beranggapan campur tangan

pemerintah tidak dibutuhkan dalam pengembangan CSR karena adanya campur

tangan pemerintah yang dianggap akan menganggu kepentingan bisnis

perusahaan. Sementara aliran yang kedua adalah merupakan kelompok yang

mendorong campur tangan pemerintah dalam program CSR. Hal ini disebabkan

realitas operasionalisasi perusahaan banyak mengakibatkan dampak negative bagi

masyarakat dan ligkungan. Oleh karena itu, pemerintah harus ikut campur tangan

agar kepentingan masyarakat dan perusahaan dapat berjalan bersama.

Argumentasi aliran pertama menurut Levitt bahwa perusahaan harus

peduli dengan meningkatkan poduksi dan meningkatkan keuntungan dengan tetap

mematuhi aturan main, termasuk bertinda jujur dan dengan itikad baik, dan bahwa

masalah social harus dibiarkan karena menjadi tugas Negara untuk mengatasi.

(Castelo,2007). Dipertegas Friedman bahwa manejer perusahaan adalah agen

utama pemegang saham mereka memiliki tanggung jawab untuk melakukan bisnis

sesuai dengan minat mereka. Kepentingan utama perusahaan adalah untuk

mendapatkan uang sebanyak mungkin dan memaksimalkan kekayaan mereka.

Pemegang saham adalah pemilik perusahaan dan oleh karena itu keuntungan milik

mereka membebani manajer untuk mencapai tujuan tanggung jawab social

9  

mungkin tidak etis, karena sama saja mendorong manajer untuk menghabiskan

uang itu untuk terlibat dalam kegiatan tanggung jawab social dianggap berbahaya

bagi pondasi masyarakat. Masalah social harus dibiarkan karena Negara yang

berkewajiban mengatasinya. Selama ini Negara yang selalu menjadi actor yang

bertanggung jawab dalam segala hal tanpa melihat actor lain yang sebenarnya

mempunyai hak dan kapasitas.

Berbeda dengan aliran kedua, bahwa Negara mempunyai peran dalam

CSR. Perkembangan situasi dan kondisi yang ada di masyarakat terkait dengan

beroperasinya perusahaan-perusahaan besar, khusunya perusahaan transnasional

(TNC) di banyak Negara berkembang yang dalam beroperasinya sering

menimbulkan persoalan-persoalan lingkungan dan pelanggaran terhadap hak asasi

manusia. Situasinya dan kondisi konfliktual antara perusahaan dan masyarakat

akhirnya pada tahun 1990-an, pengacara Public Interest di Amerika Serikat

mengambil posisi mewakili korban di berbagai Negara berkembang atas tuduhan

perusahaan multinasional melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Pergeseran

paradigma pembangunan dari stated centered ke multi-centered juga sedang

berkembang cukup kuat. Paradigma pembangunan yang didasarkan pada multy-

centered menempatkan pemerintah bukan satu-satunya pelaku pembangunan

meskipun Negara tetap bertanggung jawab terhadap keberhasilan pembangunan.

Perusahaan atau pelaku bisnis harus ambil bagian dalam peningkatan kualitas

hidup komunitas sebagai tanggung jawab social perusahaan, disamping itu warga

harus berperan aktif sesuai dengan potensi yang dimiliki. Argumentasinya bahwa

10  

relasiaktor dalam penganggaran dana CSR PT TI Aqua Danone Klaten akan

terwujud governance bila patronase bekerja.

b. Penelitian tentang CSR

Terdapat beberapa orang melakukan studi penelitian tentang CSR.

Berbagai kajian penelitian mengenai CSR dari dalam negeri maupun luar negeri

seperti penjelasan literature review di bawah ini yang menganalisis CSR dari

berbagai multidisiplin ilmu.

Wijanarko (2006) dalam penelitian CSR Unilever, studi di Jakarta

mengatakan bahwa nature dari perusahaan terutama multinasional corporations

hanya mencari keuntungan maksimal sehingga banyak mendapat kritik.

Wijanarko melihat mengapa Unilever mau melakukan CSR dan apa keuntungan

dari perusahaan tersebut. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa CSR sebagai

bentuk kepeduliaan perusahaan terhadap lingkungan internal dan eksternal

perusahaan dengan melibatkan stakeholder melalui berbagai program kerja.

Program dijalankan dalam rangka meningkatkan kualitas social dan ekonomi

stakeholder serta menjaga kelestarian lingkungan selama menjalankan aktivitas

bisnis. Semua program tersebut dilakukan demi keberlanjutan kegiatan usaha

perusahaan. Kelebihan penelitian Wijanarko mampu menjelaskan secara jelas

tentang keuntungan perusahaan dalam melakukan CSR misalnya meningkatkan

penjualan dan branding perusahaan. Namun kelemahan dari penelitian Wijanarko

tidak menjelaskan keuntungan dan kerugian yang diperoleh masyarakat dari

program CSR.

11  

Erwansyah (2006) menjelaskan bahwa eksistensi PT Newmont Nusa

Tenggara di Desa Tongo Sumbawa Barat memberikan dampak negatif bagi

lingkungan sekitar. Dijelaskan bahwa proses pembuangan tailing ke dalam laut

telah menganggu habitat dan populasinya ikan laut. Pengaruh pertambangan

menelantarkan jenis fauna seperti monyet dan rusa, dan populasinya makin

berkurang banyak yang keluar memasuki lahan pertanian penduduk karena habitat

mereka telah rusak. Terhadap lingkungan masyarakat disimpulkan banyak

pergeseran penduduk local oleh kaum pendatang. Masyarakat local yang tidak

berkepentingan tersisihkan dan telah tercipta kesenjangan social ekonomi

masyarakat. Beberapa bantuan yang diberikan Newmont terhadap masyarakat

masih belum maksimal. Komitmen tanggung jawab social Newmont perlu

ditingkatkan terutama untuk kearifan lingkungan dan social masyarakat.

Kelebihan dari penelitian Erwansyah adalah mampu menganalisis dampak negatif

yang dialami masyarakat dalam hal bidang lingkungan, kesenjangan bidang

ekonomi akibat CSR timpang. Dalam penelitian ini terdapat kelemahan karena

peneliti tidak menjelaskan dampak dari ketimpangan ini, dan hubungan antara

masyarakat dengan perusahaan. Penelitian ini memiliki hubungan dengan

penelitian saya bahwa akan memberikan informasi mengenai kesenjangan

ekonomi dan lingkungan dampak dari CSR.

Dini Suryani (2009) penelitian yang berjudul “The Politics of corporate

social responsibility” yang membahas pada hubungan relasi multistakeholder

dalam bekerjasama melalui sebuah forum multistakeholder dalam satu wilayah

kawasan industry di Kalimantan Timur. Penelitian ini dilakukan di Kalimantan

12  

Timur. Kelebihan penelitian ini adalah mampu menganalisis peran relasi yang

mana mempermudah kerjasama stakeholder dalam menjalankan program.

Kelemahan dari penelitian ini adalah tidak ada analisis dinamika relasi yang

berdampak positif maupun negative bagi stakeholder. Dalam perkembangan saat

ini ternyata wadah stakeholder ini berhenti karena adanya pendanaan yang

berhenti dan konflik yang terjadi. Penelitian ini lebih melihatkan stratei

kesinambungan antara perusahaan, Negara, dan masyarakat dengan suatu

organisasi. Jika dikaitkan dengan studi penelitian CSR yang akan saya teliti,

penelitian ini belum menjelaskan keadaan posisi Negara dan masyarakat dalam

berelasi untuk menegoisasikan dan konstestasi.

Ada juga penelitian yang melihat mengenai konstelasi stakeholder yang

terjadi sehingga dapat menemukan titik terang memahami logika dari setiap

tindakan yang diambil masing-masing stakeholder dalam penelitian Ginanjar

Tamimy (2007) dalam judul “Kemiskinan yang tak tersentuh studi tentang

dinamika pelaksanaan CSR pada daerah terdekat perusahaan besar di Bontang

Kalimantan Timur.” Kelebihan penelitian ini mampu menganalisis tindakan

maupun cara yang dilakukan perusahaan dalam menjalankan CSR dalam

memperoleh keuntungan. Kelemahan dari penelitian ini, tidak ada relasi antara

perusahaan dan masyarakat dalam mengatasi kemiskinan.

Sedangkan dalam penelitian Titi Hidayatun (2004) “Investasi Social :

menyikapi motivasi di balik implementasi CSR studi tentang implementasi CSR

PT Astra International Tbk” yang menjelaskan bahwa ada program yang tidak

berhasil memberikan konstribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat

13  

sekitar. Kelebihan dari penelitian ini melihat motivasi perusahaan dalam

menjalankan CSR untuk meningkatkan branding perusahaan dan adanya aturan

dari Negara. Kelemahan penelitian ini tidak ada penjelasan alasan implementasi

program yang tidak berhasil dilakukan dalam masyarakat.

Sedangkan ada penelitian Reni Shintasari dkk (2007) yang berjudul

“Persepsi masyarakat kelurahan donan terhadap program CSR PT Pertamina

Cilacap” yang berfokus pada persepsi masyarakat terhadap program. Penelitian ini

melihat pengukuran dari sudut pandang masyarakat tentang keberhasilan pogram

CSR Pertamina. Kelebihan dalam penelitian ini ada pengukuran nilai persepsi

berdasarkan indicator motivasi masyarakat, interaksi social dan evaluasi program.

Kelemahan dalam penelitian ini adalah data deskripsi kurang detail dalam

mengungkap secara jelas karena penelitian ini menggunakan alat penelitiannya

dengan survey.

Sedangkan ada penelitian tesis Wijaya Laksana (2002) yang berjudul

“Implementasi CSR dalam membentuk reputasi perusahaan pupuk Kaltim”, yang

berfokus pada implementasi CSR. Penelitian ini melihat implementasi

pelaksanaan CSR perusahaan akan menghasilkan image perusahaan pada

masyarakat sehingga proses implementasi tidak diperhatikan dalam komunikasi

aktor. Kelebihan dalam penelitian ini ada mengukur reputasi perusahaan dengan

implementasi yang dilakukan perusahaan. Namun kekurangan dari penelitian ini

proses implementasi dan relasi antar aktor belum dijelaskan dalam penelitian ini.1

                                                            1 Wijaya  laksana, 2002,  Implementasi CSR dalam membentuk  reputasi perusahaan PT Pupuk Kaltim, Tesis manajemen Komunikasi UI 

14  

Kajian relasi aktor dalam penganggaran dana CSR PT TI Aqua Danone

Klaten belum ada. Selama ini penelitian yang ada hanya focus kajian CSR yang

selama ini ada di Indonesia dan luar negeri yakni misalnya evaluasi CSR,

motivasi perusahaan dalam melakukan CSR, dampak CSR, ketimpangan CSR,

relasi stakeholder dalam pelaksanaan CSR. Dari penelitian yang sudah ada

terdapat celah yang perlu untuk dilakukan penelitian yakni berkaitan tentang

penekanan relasisecara prinsip governance dalam penganggaran dana CSR. Dari

penelitian ini akan melihat relasi apa yang akan terbentuk dan seperti apa

implementasi hasil penganggaran dana CSR PT TI Aqua Danone Klaten.

F. Kerangka Konseptual

Dari berbagai kajian literatur yang telah ada, maka studi ini ingin mencari

celah kosong pengetahuan yang belum tergali dengan membaca relasi aktor dalam

penganggaran dana CSR PT TI Aqua Danone Klaten. Dalam menjawab riset

question diperlukan kombinasi teori governance, CSR, dan patronase.

Riset ini dimaknai sebagai sebuah relasiaktor yang dalam penggunaan

perangkat proposisi relasi. Kedua, studi ini akan melihat implementasi hasil relasi

aktor dalam penganggaran dana CSR PT TI Aqua Danone Klaten. Relasi dalam

penganggaran dana CSR PT TI Aqua Danone akan dijelaskan dalam teori

governance dan patronase. Pada level selanjutnya melihat dampak implementasi

penganggaran dana CSR PT TI Aqua Danone Klaten. Teori governance dan

patronase akan mampu menjelaskan temuan riset tentang relasi penganggaran

dana CSR PT TI Aqua danone Klaten.

15  

a. Corporate Social Responsibility (CSR)

Corporate Social Responsibility dalam istilah di Indonesia sering disebut

Tanggung Jawab Sosial. Konsep CSR sudah lama dikenalkan Howard R Bowen

dengan judul Social Responsibility of the Businessman. Secara substansif isu CSR

mengacu pada kewajiban pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya sejalan

dengan nilai-nilai dan tujuan yang hendak dicapai masyarakat di tempat

perusahaannya beroperasi. Dengan kata lain Bowen ingin mengatakan bahwa

berjalannya perusahaan seimbang dengan masyarakat sekitar.

Terkait dengan momentum pebisnis terhadap CSR, Yanti Koestoer

Executive director of Indonesia business Links (IBL) (Yanti, 2007) bahwa krisis

ekonomi dan era reformasi telah membawa semangat baru transparansi,

demokrasi, dan kesadaran social. Diprakarsai oleh perusahaan multinasional,

namun pelaksanaan CSR di Indonesia terkait dengan lingkunganbisnis serta

bagaimana warga korporasi terkemuka membangun nilai-nilai internal yang baik

untuk menjawab tantangan tersebut.

Tanggungjawab sosial perusahaan (TSP) sebagai suatu kepedulian

organisasi bisnis untuk bertindak dengan cara mereka sendiri dalam melayani

kepentingan organisasi dan kepentingan public eksternal. Secara konseptual

tanggung jawab sosial adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan

mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis dan interaksi mereka

dengan para pemangku kepentingan (stakeholder) berdasarkan prinsip

kesukarelaan dan kemitraan. Pandangan sosial-ekonomi prioritas utama

perusahaan adalah mempertahankan kelangsungan hidupnya sedangkan

16  

maksimalisasi keuntungan adalah prioritas kedua. Untuk itu perusahaan harus

bersedia menanggung kewajiban sosial dengan meminimalisir polusi, tidak

menipu konsumen, dan sebagainya. Sebaliknya perusahaan perlu ikut

berpartisipasi dalam usaha perbaikan kondisi sosial dengan berkontribusi

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini pandangan orang social-

ekonomi hanya melihat keuntungan dan kemajuan perusahaan saja. Hal ini

menunjukkan bahwa pemberian CSR untuk masyarakat hanya berkaitan yang

terdekat dengan aktivitas perusahaan misalnya pengaturan polusi, sedangkan

program CSR hanya diminimalisir.

Dalam hal ini meminjam istilah Prakhas Sethi tentang konsep CSR ada 3

yakni social obligation, social responsibility dan social responsiveness. Namun

saat ini masih banyak perusahaan yang belum memenuhi penyelenggaraan

program CSR hanya sebagai memenuhi aturan saja tanpa memperlihatkan konsep

CSR. Artinya, saat ini keberadaan perusahaan masih belum mampu mengadakan

pemetaan kebutuhan masyarakat dalam konsep CSR secara partisipatif dan

berkelanjutan.

Resep-resep yang mempromosikan transformasi peran negara dari

penyedia kepada regulator, komersialisasi sumber daya alam dan pelayanan

publik dasar serta privatisasi berakibat pada antara lain, hilangnya kedaulatan

negara dan rakyat, pengalihan asset kepada kelompok multinasional, serta

terjadinya pengalihan tanggungjawab dan peranan penyediaan pelayanan dasar

dari sector public (negara ) kepada sector swasta. Bargaining Politik merupakan

17  

Politik pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa-jasa

antara dua organisasi atau lebih.

Ralph Hamann & Paul Kapelus (2004) menyatakan bahwa “it was argued

that there are still important gaps between miing compnies CSR activities, on the

one hand and accountability and fairness on the other in South Africa,

carebusiness partices framed by the countrys colonial and apartheid history have

been relatively resistant to socially motivated change, despite the increasing

prominence of CSR policies and reports ”. Ralph H and Paul Kapelus melihat

adanya kesenjangan terjadi di Afrika antara company dalam menjalankan

tanggung jawab social terhadap bisnis pertambangan yang dilakukan. Dalam hal

ini, tanggung jawab pada lingkungan dan social masyarakat harus dilakukan

secara sukarela dan tidak hanya terfokus pada keberhasilan bisnis.

Argumentasinya bahwa ketimpangan akan terjadi antara pelaksanaan CSR dengan

peningkatan bisnis pertambangan. Meskipun relasi kuasa ada, namun masyarakat

bukanlah obyek pembangunan. Masyarakat memiliki tindakan bargaining dari

hasil interaksi social yang bisa dilakukan antar pemerintah, masyarakat, dan

perusahaan.

Profesor Carrol regards CSR as a multi-layered concept, which can be

differented aspects economic, legal, ethical and philanthropic responsibilities :

Economic responsibility. Companies have shareholders who demand a reasonable

return on their investment, they have employees who want safe and fairly paid

jobs, they have customers who demand good quality products at a fair price etc.

Legal responsibility. The legal responsibility of corporations demands that

18  

businesses abide by the law and play by the rules of the game. Ethical

responsibility. These responsibilities oblige corporations to do what is right , just

and fair even when they are not complled to do so by the legal framework.

Philanthropic responsibility. Lastly, at the tip of the pyramid, the fourth level of

CSR looks at the philanthropic responsibilities of corporations.

Kotler dan Lee (2005) menyatakan perkembangan dunia bisnis dewasa ini

telah membawa pergeseran paradigma dalam memandang CSR. Jika paradigma

klasik memandang bahwa CSR sekedar kewajiban yang menjadi salah satu pos

pembiayaan, maka paradigma baru memandang bahwa CSR merupakan bagian

dari strategi bisnis yang menjadi bentuk investasi social dalam jangka waktu

panjang. Artinya bahwa CSR dilihat dari sisi ekonomi bisnis yang mana

merupakan salah satu strategi sebuah perusahaan. Negara tidak melakukan

fungsinya dalam mengawasi CSR dan strategi bisnis hanya diciptakan untuk

mencitraan perusahaan.

Campbell (2004) menyatakan perusahaan yang berhubungan langsung

dengan lingkungan social cenderung lebih peka terhadap pelaksanaan CSR karena

berkaitan dengan ijin social masyarakat, hal ini tentu berbeda dengan perusahaan

yang tidak memiliki hubungan langsung dengan lingkungan social, misalnya

industri offshare. Perbedaan bidang operasional perusahaan juga akan

memberikan tuntutan yang berbeda terhadap pelaksanaan CSR, misalnya

perusahaan jasa dan perusahaan ekstraksi SDA. Perusahaan melaksanakan CSR

karena memiliki kewajiban moral dan strategis terhadap lingkungan dan

masyarakat sekitar yang selama ini menerima dampak di operasional maupun

19  

pelayanan perusahaan. Argumentasinya, bahwa CSR hanya diterapkan sebagai

strategi pemasaran dan distribusi tergantung dengan struktur masyarakat yang ada.

Operasi perusahaan sangat berkaitan dengan jalannya perusahaan dalam

beraktivitas dengan mendapatkan ijin dari masyarakat.

b. Interaksi Aktor terhadap CSR

Dalam penyelenggaraan Negara, terdapat actor yang penting yakni

pemerintah, baik ditingkat nasional maupun local. Dalam mengetahui konsep

Negara, beberapa pakar mendefinisikan Negara atau state sebagai bentuk yang

sampai dengan saat ini masih terus diperdebatkan dalam ilmu politik

(Wibowo,2004). Dalam melihat sejauh mana kepentingan Negara dalam

perspektif governance dapat ditelusuri beberapa peran strategis yang diemban oleh

Negara/ Pemerintah seperti yang diungkapkan UNDP bahwa : (Wibowo,2004)

1. Menciptakan situasi ekonomi yang kondusif bagi pembangunan yang

berkelanjutan.

2. Melindungi warga Negara yang berada pada posisi lemah dan rentan.

3. Meningkatkan efisiensi dan responsivitas pemerintah

4. Memberdayakan masyarakat dan melakukan demokratisasi system politik.

5. Mendesentralisasikan system administrasi pemerintahan.

6. Menghilangkan atau mengurangi kesenjangan antara kelompok kaya dan

miskin.

7. Memperkuat integrasi social dan keragaman budaya.

8. Melindungi lingkungan

9. Mempromosikan kesetaraan Gender

20  

Dengan mengacu terhadap peran pemerintah dalam pelaksanaan CSR

maka pemerintah mempunyi peran penting dalam CSR. Pemerintah mempunyai

fungsi dalam mengelola kekuasaannya dalam mengatur hubungan antara

pemerintah dengan masyarakat. Oleh karena itu interaksi social antara pemerintah

dan masyarakat sangat berpengaru dalam membangun kuasa.

Hal ini juga dipertegas dengan argument dari Gillin terkait dengan

interaksi social yang dibangun Negara dan masyarakat, yakni proses assosiatif

yang terbagi kedalam tiga bentuk yakni co-operation, akomodasi, asimilasi dan

akulturasi. Proses assosiatif ini terjadi ketika antara pihak actor Negara dan

masyarakat mengalami kesepakatan yang bertujuan mempunyai kepentingan –

kepentingan melalui kerjasama.(Gillin dan Gillin, 2007). Bentuk kerjasama

sebagai berikut adanya kerukunan yang mencangkup gotong-royong dan tolong

menolong, bargaining yaitu sebagai pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran

barang-barang dan jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih. Actor juga

melakukan kerjasama yang menerima unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau

pelaksanaan politik dalam suatu organisasi sebagai salah satu untuk menghindari

terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi bersangkutan (kooptasi).

Argumentasinya bahwa kerjasama diperlukan untuk menghindari konflik dari

desakan salah satu actor maupun menghambat perkembangan aktor.

Antar actor juga akan mengalami kombinasi antara dua organisasi atau

lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama (koalisi) namun dalam dinamika

kerjasama tidak selalu stabil. Dalam proses interaksi social antara tiga actor yakni

perusahaan, Negara dan masyarakat, pertentangan yang berunjung konflik bisa

21  

jadi akan muncul seperti bom waktu. Proses interaksi ini disebut dissosiatif yang

berupa pertentangan dan konflik. Artinya proses interaksi social tidak selalu

positif. Akomodasi akan muncul dalam mengatasi konflik yang terjadi antara

Negara dan masyarakat dengan coercion (salah satu actor mengalami paksaan),

compromise (saling mengurangi antar pihak yang terlibat). Dalam perkebangan

konflik, ketika Negara dan masyarakat tidak mampu menyelesaikan konflik maka

bargaining CSR bisa melalui arbitration, mediation, adjudication. Negara dan

masyarakat juga bisa mengalami posisi berhenti (stalemate) karena kekuatan

seimbang maupun terdiam untuk memikirkan strategi dalam melakukan

pertentangan. Asimilasi juga bergulir dalam pelaksanaan interaksi social sebagai

solusi mengurangi perbedaan dalam bargaining CSR. Disini sangat jelas bahwa

konsep yang dikemukakan Gilin dan Gillin dalam rangka menjelaskan

bervariasinya interaksi social yang dihasilkan actor Negara maupun masyarakat.

Dengan demikian interaksi social merupakan bagian proses bargaining politik

yang dilakukan Negara dan masyarakat dalam hal CSR.

Selama ini pemerintah dalam melaksanakan CSR cenderung lebih

mementingkan kepentingan pemerintah tanpa melihat apa yang dibutuhkan

masyarakat. Tindakan yang dilakukan masyarakat dalam melakukan interaksi

social kadang dibatasi pemerintah dengan aturan yang dibuat. Seperti apa yang

dikatakan (Migdal,2001) dimana dia mendefinisikan Negara dengan

menggunakan pendekatan baru yang dikembangkannya yaitu state in society

approach. Migdal mendefinisikan Negara sebagai : “The state is a field of power

marked by the use and threat of violence and shaped by (1) the image of a

22  

coherent, controlling organization in a territory, which is a representation of the

people bounded by that territory, and (2) the actual practices of its multiple parts.

Berdasarkan definisi tersebut, ada dua elemen penting dari Negara, yakni image

dan pratices. Image menyimpan persepsi.

Seperti yang sudah dikemukakan diatas, image dari Negara adalah

dominan, terintegrasi, entitas otonom yang mampu mengontrol teritorialnya,

membuat peraturan, baik secara langsung melalui agensi-agensinya atau secara

tidak langsung melalui authorized organizations lainnya yang diberi persetujuan

oleh Negara untuk membuat peraturan tertentu yang terbatas. Kinerja dari para

agensi dan aktor negara tersebut itulah yang akan memperkuat atau memperlemah

image akan negara. Dengan kata lain, practices dari negara akan mempengaruhi

image terhadap negara itu sendiri.

Negara memiliki fungsi dalam kesehariaanya yakni melaksanakan

penertiban, menghendaki kesejahteraan dan kemakmuran daripada rakyatnya,

Negara melakukan pertahanana yang berkaitan dengan tujuan nasional suatu

Negara, menegakkan keadilan. Namun selama ini posisi masyarakat mengalai

penekanan, dengan adanya dinamika dari masyarakat maka interaksi social yang

dilakukan masyarakat melalui bargaining membuat perubahan relasi kuasa. Posisi

masyarakat memiliki kesempatan yang sama dihadapan negara untuk

kesejahteraan dan berpendapat, seperti apa yang dikatakan Chandoke, Schulte

Nordholt bahwa pertama adanya pertanggungjawaban negara, kedua keterbukaan

atau transparansi. Ketiga pengakuan terhadap hak asasi manusia. dan keempat,

inklusivitas. (Kutut, 2005). Argumentasinya, adanya suatu masyarakat yang

23  

mempunyai kemandirian dan terbebas dari hegemoni negara, namun tidak berarti

state dan civil society harus bertentangan. Yang dituju adalah suatu bentuk

keseimbangan antara kekuasaan negara dengan kedaulatan rakyat.

Interaksi negara dan masyarakat mengandung dan melahirkan

konseptualisasi-konseptuaisasi yang berhubungan dengan wilayah public maupun

lapangan politik. Negara, elite serta pergerakan social memproduksi pemahaman

atas proses pembuatan kebijakan. Secara umum, interaksi itu terkondisikan oleh

struktur kelembagaan politik yang sedang berlangsung. Dalam kata lain,

kelembagaan politik tersebut dibangun oleh praktek-praktek yang terasosiasi

dengan pertentangan wacana/simbolisme yang diproduksi dan disebarluaskan oleh

negara maupun actor-aktor social yang berada didalamnya.

c. Governance

Governance dapat didefinisikan sebagai “pelaksanaan otoritas politik,

ekonomi, dan administrasi untuk mengatur urusan-urusan negara yang memiliki

mekanisme, proses, hubungan serta kelembagaan yang kompleks dimana warga

negara dan berbagai kelompok mengartikulasikan kepentingan mereka,

melaksanakan hak dan kewajiban mereka serta menengahi perbedaan yang ada

diantara mereka. Governance ini dapat dibedakan menjadi beberapa tipe yaitu

economic governance, political governance, administrative governance dan

systemic governance.

Governance has become an attractive philosophy and political strategy for

three main reasons. First of all, by involving private actors and organized interests

in public service delivery activities, goverments (state and subnational) have

24  

attempted to maintain their service levels even while under severe budgetary

constraints. This has been the case in different areas of public social care as well

as within the culture and leisure sectors. Second aspect of governance which

explains its increasing popularity in times of budgetary constraints lies in its

increasing popularity in times of budgetary constraints lies in its participatory

nature, especially the inclusion of private sector actors and management thinking

into the public sector. Third factor, related to the legitimacy of public service

production and delivery which has come under attack during the economic crisis

of the state.

Sejauh ini pemahaman para ahli mengenai governance sangat berbeda

sehingga apa yang dimaksud dengan governance menjadi sangat kabur. Namun

menurut Dwiyanto (2004) ada beberapa dimensi penting dari governance yang

sejauh ini mencirikan apa yang disebut dengan governance. Pertama, dari dimensi

kelambagaan, governance adalah sebuah sistem administrasi yang melibatkan

banyak pelaku (multi-stakeholder), baik dari pemerintah maupun dari luar

pemerintah. Dimensi kedua dari governance adalah nilai yang menjadi dasar

dalam penggunaan kekuasaan. Dalam sistem pemerintahan yang tradisional,

efisiensi dan efektivitas menjadi nilai utama yang ingin diwujudkan. Efisiensi

diperlukan sehingga menempati posisi sentral dalam sistem pemerintahan

(government). Sementara dalam governance, penggunaan kekuasaan harus

didasarkan pada nilai-nilai kebebasan, keadilan sosial, partisipasi dan

kemanusiaan.

25  

Dimensi ketiga adalah dimensi proses, yang mencoba menjelaskan

bagaimana berbagai unsur dan lembaga memberikan respon terhadap berbagai

masalah publik yang muncul dilingkungannya. Proses yang dimaksud adalah

proses kebijakan untuk merespon masalah-masalah publik yang melibatkan

banyak pelaku, pemerintah dan nonpemerintah. Dalam konteks ini, governance

dipahami sebagai sebuah proses para pemimpin dan innovator kebijakan dari

berbagai lembaga yang ada didalam dan diluar pemerintahan mengembangkan

jaringan untuk mengelola proses kebijakan.

Sebagai instrument untuk melakukan perbaikan praktek pemerintahan,

governance menjadi tidak netral karena kemudian ditambahkan kata good

didepannya sehingga menjadi good governance. Bank Dunia

mengkonseptualisasikan good governance untuk mengindikasikan cara kekuasaan

dan otoritas digunakan bagi pembangunan dalam manajeman sumberdaya sosial

dan ekonomi suatu negara. Sejak tahun 1990-an, good governance menjadi mantra

Bank Dunia sebagai lembaga donor dalam mengobati negara pasiennya. Tidak

ada standar obyektif untuk menentukan good governance. Good governance

menjadi “seleksi” bagi syarat pencairan pinjaman oleh Bank Dunia. Ini sebagai

alat yang diperlukan untuk melihat komitmen keseriusan negara calon penerima

bantuan untuk melakukan reformasi ekonomi dan sosialnya. Good governance

ditandai oleh pembuatan kebijakan yang transparan, partisipatifdan dapat

diperkirakan, birokrasi yang diilhami etos kerja professional, kekuasaan eksekutif

yang dapat dipertanggungjawabkan tindakannya dan masyarakat sipil kuat yang

berpartisipasi dalam masalah publik.

26  

Menurut Pratikno (2007 :126) dengan bermunculnya actor-aktor yang

penting selain pemerintah dalam kehidupan social maka peran pemerintah tidak

lagi sedominan sebelumnya. Perkembangan-perkembangan ini juga berimplikasi

pada semakin terbukanya negara sebagai arena kontestasi. Dengan semakin

terbukanya arena negara ini, secara otomatis negara menjadi semakin bisa diakses

oleh siapapun dengan berbagai macam kepentingannya Dalam konteks ini fungsi

pemerintah hanyalah mengakomodasi dan menegosiasikan kepentingannya di

antara actor-aktor yang lain dengan bertindak sebagai fasilitator dan mediator.

Digelidingkannya ide good governance yang menutut ruang partisipasi public,

transparansi, rule of law dan akuntabel semakin memaksa negara untuk bersifat

terbuka dan inklusi.

Dengan keterlibatan berbagai aktor tersebut menjadi pemerintah lebih

demokratis dalam merespon tuntutan swasta dan masyarakat. Kini respon yang

perlu dilakukan pemerintah adalah bagaimana setiap pembuatan kebijakan

berjalan secara transparan dan partisipatif. Partisipasi masyarakat dalam

pembuatan kebijakan merupakan investasi berharga bagi pembuatan kebijakan

yang efektif. Pembuatan kebijakan publik partisipatif dapat memberikan

sumbangan bagi ide-ide baru, informasi dan sumberdaya yang relevan dalam

pengambilan kebijakan. Dengan kata lain, partisipasi berpotensi meningkatkan

kualitas kebijakan yang dihasilkan. Sama pentingnya dengan hal itu adalah

pembuatan kebijakan publik partisipatif ikut berkontribusi dalam membangun

kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, meningkatkan kualitas demokrasi

dan memperkuat kapasitas warga negara.

27  

Perkembangan situasi politik serta pemerintahan di Indonesia seiring

dengan kencangnya berhembus isu-isu mengenai good governance membuat

semakin beratnya tugas pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Masyarakat

semakin sadar terhadap kinerja pemerintahan dalam berbagai bidng. Ekspektasi

yang tinggi tersebut harus diimbangi dengan berbagai upaya perbaikan system

pemerintahan yang selama ini sarat permainan dan tipu-tipu seperti dalam

pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh pemerintah. Selama ini disinyalir

banyak terjadi kebocoran yang dialakukan oleh pemerintah baik ditingkat pusat

maupun daerah.

G. Defenisi Konsep

Untuk dapat lebih memberian arahan pada fokus penelitian, perlu

dilakukan generalisasi dari sekelompok fenomena yang abstrak secara empirik.

Untuk lebih mudah dipahami maka penulis membuat pembatasan dan penegasan

defenisi konsep sebagai berikut:

1. Relasi adalah bentuk hubungan dua aktor atau lebih yang berbeda dalam dunia

politik maupun lainnya, dimana terjadi hubungan tukar-menukar kepentingan

masing-masing dari keduanya.

2. Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu kepedulian organisasi

bisnis untuk bertindak dengan cara mereka sendiri dalam melayani kepentingan

organisasi dan kepentingan public eksternal.

3. Governance adalah sistem yang melibatkan banyak aktor. Kekuasaan tidak

hanya ditangan pemerintah namun pihak swasta, masyarakat juga ikut serta

dalam proses kebijakan yang didasari semua partisipasi dan keadilan sosial.

28  

4. Pemerintah Desa adalah aparat pemerintahan dalam wilayah desa.

5. Masyarakat Desa Ponggok adalah masyarakat yang berada di ring pertama

perusahaan PT TI AQUA, masyarakat yang berada di Desa Ponggok, Kecamatan

Polanharjo, Kabupaten Klaten (kelompok tani, kelompok peikanan, karang taruna,

PKK, RT/RW, tokoh masyarakat).

6. Perusahaan adalah perusahaan yang menjalankan produksi air dalam kemasan

di Desa Ponggok

H. Definisi Operasional

Dalam rangka melihat bagaimana relasi tiga aktor dalam penganggaran

yakni pemerintah desa, perusahaan dan masyarakat sehingga untuk memudahkan

proses pengumpulan data, maka defenisi konsep yang ada dioperasionalkan ke

dalam indikator-indikator agar mampu menggambarkan dan menjelaskan gejala-

gejala yang dapat diuji kebenarannya. Adapun operasionalisasi konsep dalam

penelitian ini meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Relasi dalam penelitian ini dilihat sebagai pola hubungan yang terjadi

antara pemerintah desa Ponggok, PT TI Aqua Danone Klaten dan

Masyarakat Desa Ponggok Klaten. Dimana secara praktisnya akan melihat

bagaimana tiga aktor tersebut melakukan lobi penganggaran dari

pemerintah Desa Ponggok pada perusahaan dan masyarakat. Indikasi

relasi dan realitas yang terjadi pada tiga aktor yakni pemerintah desa,

perusahaan, dan masyarakat akan dilihat secara detail. Indikasi relasi ini

berwujud komunikasi antar aktor yang terjalin dan kerjasama yang

29  

dilakukan. Namun relasi juga bisa berwujud konflik akibat penolakan pada

suatu keputusan aktor.

Selain itu juga melihat bagaimana tiga aktor tersebut melakukan transaksi

kepentingan baik kepentingan publik, politik maupun ekonomi. Penelitian

ini juga akan melihat dampak implemetansi penganggaran dana CSR PT

TI Aqua Danone Klaten.

2. Corporate Social Responsibility

a. jenis program corporate social responsibility

b. pola kerjasama pemerintah desa dengan masyarakat

c. kepentingan antara pemerintah dan masyarakat

d. standarisasi aturan keterlibatan pemerintah desa dan masyarakat dalam

CSR

3. Penganggaran dana CSR

a. Proses penganggaran dana CSR PT TIA Danone Klaten

b. Keterlibatan tiga aktor (Pemerintah Desa, Perusahaan, dan Masyarakat)

dalam penganggaran dana CSR

I. Kerangka Berpikir

Studi ini bermaksud untuk melihat relasi perusahaan, pemerintah Desa

Ponggok, dan masyarakat dalam penganggaran dana CSR PT TI Aqua Danone

Klaten. Dalam upaya untuk mengungkap bagaimana relasiketiga aktor tersebut

dan dampak implementasi CSR PT TI Aqua Danone Klaten pada ketiga aktor

yakni Pemerintah Desa, Perusahaan dan Masyarakat .

30  

Ketika terjadi relasi perusahaan, pemerintah Desa Ponggok dan

masyarakat maka tidak akan terwujud governance tanpa adanya patronase. Relasi

tiga aktor ini tidak akan mewujudkan governance. Hal ini akibat governance

sepintas terwujud hanya relasi tiga aktor. Namun sebenarnya governance gagal

karena patronase masih terjadi kuat. Hal ini menyebabkan terjadi kepentingan

elite semata, sedangkan masyarakat hanya dapat merasakan dampaknya sesaat dan

termobilisasi oleh elite.

Namun teori governnance belum mampu menjawab relasi aktor yang ada

di Ponggok. Relasi aktor dalam penganggaran dana CSR muncul kepentingan

elite yang mana menggunakan peluang dari kesepatan dari pasar (perusahaan)

untuk kepentingannya yakni menjadi bos lokal yang ada di Desa tersebut.

Dampaknya akan ada informal economi serta muncul local bos pada daerah

tersebut. Namun ketika kedua pihak memiliki keinginan mengurangi berselisih

maka akan muncul conciliation dalam mengatasi masalah dan tujuan bersama.

Dampak implementasi relasiaktor penganggaran dana CSR PT TI Aqua danone

Klaten membawa kelanggengan elit, partisipasi masyarakat lemah, serta konflik.

J. Metode Penelitian

a. Jenis dan Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif karena metode ini

berhubungan erat dengan prosedur, alat serta desain penelitian yang digunakan.

Sebuah penelitian dapat memberikan gambaran mengenai situasi dan kondisi yang

terjadi di lapangan. Penelitian ini dimaksudkan untuk dapat memberikan

gambaran secara jelas, sistematis dan faktual mengenai apa yang terjadi di

31  

masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan

pendekatan studi kasus, dengan intrinsic case study. Studi kasus dipahami

sebagai pendekatan untuk mempelajari, menerangkan atau menginterpretasikan

suatu kasus dalam konteksnya secara alamiah tanpa adanya intervensi dari pihak

luar. Intrinsic case study digunakan untuk memahami secara lebih baik kasus

tertentu. Studi kasus dilakukan peneliti untuk memahami secara intrinsic sebuah

fenomena, keteraturan, dan kekhususan kasus. Dilihat dari jumlah atau besaran

kasus yang tercakup dalam proses pengkajiannya, penelitian ini menggunakan

model analisis kasus tunggal dengan single level analysis, yaitu untuk menyoroti

perilaku individu atau kelompok individu dengan satu masalah penting. Melalui

pendekatan ini, dikaji mengenai fenomena relasi masyarakat Desa Ponggok dalam

berelasi dengan Perusahaan, Pemerintah Desa Ponggok mengenai penganggaran

dana CSR dari PT Tirta investama Danone Unilever.

Alasan menggunakan studi kasus, salah satunya adanya keunikan kasus

yang ada karena benlum ada kajian menganai relasiaktor dalam penganggaran

dana CSR PT TI Aqua Danone. Pemilihan wilayah dalam penelitian ini karena

merupakan salah satu wilayah yang memiliki sumber mata air yang debitnya

terbanyak di Asia Tenggara. Periode dalam kasus ini diambil pasca program CSR

untuk masyarakat Desa Ponggok Kecamatan Polaharjo yang diberikan pihak

perusahaan melalui Desa Ponggok.

Penelitian kualitatif ini terfokus pada keinginan untuk mengetahui

keragaman dan kekhususan objek studi, dan hasil yang ingin diperoleh adalah

menjelaskan keunikan kasus yang dikaji. Alur umum studi kasus pada umumnya

32  

meliputi identifikasi kasus, pemilihan dan sampling kasus, kerja lapangan, serta

interpretasi dan pemaparan hasil studi dalam bentuk deskriptif. Kasus yang

diamati yaitu relasimasyarakat, perusahaan, dan pemerintah Desa Ponggok dalam

penganggaran dana CSR. Inilah fokus yang menjadi keunikan dari kasus

bargaining politik CSR antara masyarakat dengan Pemerintah Desa Ponggok.

b. Lokasi Penelitian dan Fokus Penelitian

Penulis tertarik dengan relasi masyarakat, pemerintah Desa Ponggok dan

perusahaan dalam penganggaran dana CSR PT TI Aqua Danone Klaten. Desa

Ponggok merupakan salah satu desa ring 1 yang mendapatkan CSR dari wilayah

kerja PT Tirta Investama Aqua Danone Unilever. Pemerintah Desa Ponggok

mempunyai perencanaan dan mengatur uang maupun program dari

musrengbandes. Bahkan Pemerintah Desa menyatakan bahwa musrembang Desa

Ponggok digunakan untuk perencanaan pembangunan yang akan dibiayai dana

kompensasi dari pihak PT Tirta Investama Danone Unilever.

Selain itu, pemilihan lokasi dan fokus penelitian di Desa Ponggok,

Kecamatan Polaharjo, Kabupaten Klaten juga didasari pertimbangan asas

KUWAT (kesempatan, Uang, Waktu, Alat, dan Tenaga). Penulis menggunakan

pertimbangan agar dapat memperlancar penelitian ini.

c. Unit Analisis Penelitian

Unit analisis adalah unit yang akan diteliti di lapangan. Unit analisis pada

penelitian ini adalah masyarakat Desa Ponggok, pegawai perusahaan yang dalam

bidang SR dan CSR PT TI Aqua Danone, Aparat Pemerintah Desa Ponggok.

Sedangkan informan dalam penelitian ini yaitu masyarakat berbagai elemen di

33  

Desa Ponggok , Aparat Pemerintah Desa Ponggok, SR dan CSR PT TI Aqua

Danone Klaten, Kepala Desa di Kecamatan Polanharjo, Aparat Kecamatan

Polanharjo. Proses menemukan informan dengan metode snowball. Proses

pengumpulan data ini menggunakan bentuk purpossive , berupa pengambilan data

dari informan yang dianggap bisa mewakili persoalan-persoalan yang akan dikaji

oleh peneliti. Dilihat dari pendekatan deskriptif, elemen masyarakat dan aparat

pemerintah yang nantinya memberikan informasi untuk pemecahan masalah yang

diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atay obyek

berdasarkan faktor-faktor yang nampak.

d. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data

primer merupakan data yang diperoleh dari wawancara langsung dari subyek atau

informan dalam hal ini wawancara terhadap informan yang dipilih. Pemilihan

informan disesuaikan dengan kebutuhan data yang diperlukan untuk lebih

mengeksplorasi relasi masyarakat, perusahaan dan pemerintah desa dalam

penganggaran dana CSR. Informan terdiri dari pegawai PT TI Aqua danone

Klaten, aparat desa Ponggok, masyarakat Desa Ponggok (Petani, PNS, Karang

Taruna, Tokoh Masyarakat, Pekerja PT TI Aqua). Sedangkan data sekunder

merupakan data yang diperoleh dari arsip-arsip atau dokumentasi yang relevan

dengan permasalahan penelitian bargaining politik masyarakat dalam CSR Aqua

dengan negara. Data sekunder ini diambil berasal dari pemerintah desa yang

menyelenggarakan pertemuan maupun tindakan sosial hasil dari relasi sosial

dengan masyarakat Desa Ponggok.

34  

e. Teknik Pengumpulan Data

Instrumen penelitian disusun dengan maksud mendapatkan data penelitian

dengan tingkat ketercukupan data tertentu sesuai dengan fokus masalah penelitian.

Ada beberapa teknik pengumpulan data yang dilaksanakan sepanjang proses

penelitian ini yaitu

1). Pengamatan (Observasi)

Pengamatan dilakukan secara langsung, dengan mendatangi lokasi

penelitian di Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten. Peneliti

mengamati untuk memperoleh gambaran umum tentang aktivitas yang dilakukan

Masyarakat Desa Ponggok dalam berelasi dengan Pemerintah Desa Ponggok.

Observasi dilakukan untuk mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang

terjadi pada keadaan sebenarnya, ini ditujukan agar peneliti benar-benar

memahami kondisi yang terjadi dalam masyarakat yang akan diteliti, beserta

situasi-situasi yang rumit yang ada di Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo,

Klaten. Observasi dilakukan saat pre survey tanggal 7 Oktober dan 14 Oktober

2012 saat peneliti melihat aktivitas masyarakat di sekitar sumber mata air, melihat

petani di sawah, aktivitas sosial ekonomi masyarakat yang berkembang, melihat

beberapa fasilitas yang dibangun dengan dana CSR PT Tirta Investama Aqua

Danone dan sebagainya. Observasi memungkinkan pengamat untuk melihat dunia

sebagaimana dilihat oleh objek penelitian, hidup pada saat itu, menangkap arti

fenomena dari segi pengertian subjek penelitian, menangkap kehidupan budaya

dari segi pandangan dan anutan para subjek pada keadaan waktu itu, observasi

memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek

35  

sehingga memungkinkan pula peneliti menjadi sumber data, pengamatan

memungkinkan pembentukan pengetahuan yang diketahui bersama, baik dari

pihaknya maupun dari pihak subjek.

2). Wawancara

Wawancara ini dilakukan dengan model wawancara dengan menggunakan

interview guide atau panduan pertanyaan. Panduan ini digunakan agar data

terfokus pada karateristik permasalahan yang memungkinkan diperoleh kejelasan

mengenai hal-hal utama yang paling menarik dan mendukung tujuan penelitian.

Wawancara mendalam ini dilakukan kepada berbagai elemen masyarakat dan

aparat Pemerintah Desa Ponggok. Wawancara dilakukan informal dan bersifat

berbincang atau berdiskusi agar informan tidak merasa sedang di interview dan

didapatkan fakta yang lebih jujur dan tidak dibuat-buat. Interview guide

digunakan dalam wawancara ini, agar data yang diharapkan dapat diperoleh

secara maksimal, dan tidak keluar jauh dari apa yang menjadi fokus penelitian.

Wawancara dilakukan secara informal dan bersifat berdiskusi, agar informasi dari

informan lebih jujur dan tidak terkesan dibuat-buat.

3). Dokumentasi

Dokumentasi ini dilakukan peneliti dengan pengumpulan dokumen tertulis

seperti artikel, peraturan daerah, notulen rapat musrembang, catatan laporan

musrembang, MOU kerjasama PT Tirta Investama dengan Pemerintah Desa dan

sebagainya yang berkaitan dengan relasi dua aktor tersebut yakni masyarakat dan

negara. Dokumentasi juga diperlukan untuk merekam data-data yang bersifat

visual.

36  

f. Tahap-tahap Pengumpulan Data

Tahap-tahap penelitian disini adalah serangkaian panduan yang menuntun

tapi tidak mengikat selama dan setelah proses penelitian berlangsung yaitu

sebagai berikut.

1. Pra Lapangan

Tahap ini terdiri atas lima tahap yaitu sebagai berikut :

• Memilih lokasi penelitian, lokasi yang dipilih yaitu di Desa Ponggok,

Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten.

• Pre-Survey

• Menyusun Rancangan Penelitian

• Mengurus perizinan, perizinan diurus di Kesbanglinmas Provinsi Jawa

Tengah dan Kabupaten Klaten.

• Menyiapkan perlengkapan penelitian.

2. Terjun Lapangan

Kegiatan yang dilakukan ini terdiri atas empat tahap yaitu sebagai berikut :

• Memahami latar penelitian atau persiapan diri

• Memasuki lapangan

• Memilih dan memanfaatkan informan

• Mengumpulkan data di lapangan secara cermat, akurat dan mendalam.

g. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses pencandraan (description) dan

penyusunan transkrip wawancara serta material lain telah terkumpul. Data yang

telah dikumpulkan secara lengkap kemudian diberikan kode untuk menyortir dan

37  

mengkategorisasikan data-data yang selanjutnya menjadi acuan pengembangan

penelitian. Pelukisan dan penuturan tentang apa yang berhasil dimengerti

berkenaan dengan masalah yang diteliti melahirkan kesimpulan yang bobotnya

mendalam. Inti dari proses analisis data meliputi reduksi data, penyajian data, dan

penarikan kesimpulan. Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan

perhatian pada penyederhanaan, transformasi data kasar yang muncul dari catatan-

catatan lapangan.

Sedangkan penyajian data adalah kegiatan penyajian sekumpulan

informasi dalam bentuk teks naratif yang dibantu dengan matrik, grafik, jaringan,

tabel, dan bagan yang bertujuan mempertajam pemahaman peneliti terhadap

informasi yang diperoleh. Dan penarikan kesimpulan adalah mencari arti, pola-

pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi.

Penarikan kesimpulan dilakukan secara cermat dengan melakukan verifikasi

berupa tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan sehingga data-data yang ada

teruji validitasnya.

K. Rancangan Sistematika Penulisan

a. Bab I Pendahuluan, pada bab ini akan mendeskripsikan tentang latar belakang

masalah, rumusan masalah, kerangka teori, kerangka pikir dan metode

penelitian yang dilakukan serta sistematika penulisan yang akan digunakan

dalam menganalisis permasalahan.

b. Bab II, pada bab ini akan diuraikan tentang gambaran Desa Ponggok Klaten

dan pengelolaan air

38  

c. Bab III, pada bab ini akan diuraikan relasi aktor dalam penganggaran dana CSR

PT TI Aqua Danone Klaten.

d. Bab IV, pada bab ini mendeskripsikan tentang dampak implementasi CSR PT

TI Aqua Danone Klaten pada tiga aktor yakni pemerintah desa, perusahaan,

dan masyarakat. .

e. Bab V, bab ini akan berisi kesimpulan dari tesis ini serta impilkasi teoritik

untuk dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan-keputusan serta dapat

menjadi landasan penting bagi penulisan lanjutan yang lebih konstruktif ke

depannya. Bab ini juga akan mereflesikan teoritis terkait dengan fenomena

yang terjadi di Desa ponggok Klaten sekaigus sebagai jawaban atas pertanyaan

penelitian.