bab dua
TRANSCRIPT
BAB ll
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Apendiks adalah bagian dari usus besar yang muncul seperti corong
dari ujung sekum, mempunyai pintu keluar yang sempit tetapi masih
memungkinkan dapat di lewati beberapa isi usus. Apendiks tergantung
menyilang pada linea terminalis masuk ke dalam rongga pelvis minor, terletak
horizontal di belakang sekum. Sebagai suatu organ pertahanan terhadap infeksi
kadang apendiks beraksi secara hebat dan hiperaktif yang biasa menimbulkan
perforasi dindingnya ke dalam rongga abdomen (Syaifuddin, 2006, hal. 175).
Apendiksitis merupakan keradangan pada apendiks (kantung buntu
pada caecum) yang dapat menjadi keadaan darurat, khususnya dalam
pembedahan anak. Secara umum apendiks ini melekat pada caecum, dan pada
anak umumnya tidak lurus dan memperlihatkan sebuah lipatan. Apabila terjadi
keradangan apendiks maka akan terjadi akumulasi dari eksudat purulen dalam
lumen dan dapat terjadi obstruksi, akibatnya suplai darah berkurang, pembuluh
darah juga akan mengalami kerusakan (Hidayat. A, 2006. Hal.30).
Apendisitis disebabkan oleh obstruksi lumen apendiks. Fekolit,
hiperplasi limfoid dan parasit saluran pencernaan dapat menyebabkan
7
8
obstruksi. Jika tidak di kenal, ruptur apendiks menyebabkan peritonitis dan
terbentuknya abses (WHO, 2009. Hal. 274).
Apendiktomi adalah tindakan pembedahan yang dilakukan untuk
memotong jaringan apendiks yang mengalami peradangan. Apendiktomi
dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan perforasi. Apendiktomi dapat
dilakukan di bawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah
atau laparaskopi yang menggunakan metode terbaru yang sangat efektif
(Cecily Lynn, dkk, 2009, hal. 25).
Menurut penulis apendiksitis adalah peradangan pada apendiks
yang disebabkan oleh adanya benda asing yang masuk kedalam apendiks,
sedangkan apendiktomi adalah pembedahan pada apendiks yang
mengalami peradangan.
2. Etiologi
Penyebab apendiksitis yang sebenarnya masih belum di pahami
dengan jelas, Kendati peristiwa ini hampir selalu terjadi karena obstruksi
lumen apendiks oleh material feses yang mengeras (fekalit), benda asing, Mi-
kroorganisme atau parasit (Wong, 2009. Hal. 1013).
3. Patofisiologi
Pada kasus apendiksitis akut klasik, gejala awal adalah nyeri atau
rasa tidak enak di sekitar umbilikus. Gejala ini umumnya terjadi lebih dari 1
atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah
dengan di sertai oleh anoreksia, mual, dan muntah. Dapat juga terjadi nyeri
9
tekan di sekitar titik Mc Burney. Kemudian, dapat timbul spasme otot dan
nyeri tekan lepas. Biasanya ditemukan demam ringan dan leukositosis sedang.
Apabila terjaddi ruptur apendiks, tanda perforasi dapat berupa nyeri, nyeri
tekan, dan spasme. Penyakit ini sering di sertai oleh hilangnya rasa nyeri
dramatis untuk sementara (Sylvia, 2006. Hal. 448).
4. Manifestasi Klinik
Menurut Wong (2009, hal. 1013) tanda dan gejala dari apendiksitis adalah :
a. Nyeri abdomen kuadran kanan bawah
b. Demam
c. Abdomen teraba kaku
d. Bising ususmelemah atau tidak terdengar
e. Vomitus (yang tipikal mengikuti awitan rasa nyeri)
f. Konstipasi atau diare dapat terjadi
g. Anoreksia
h. Takikardia, pernafasan yang cepat dan dangkal
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Cecily Lynn, dkk (2009, hal. 26) pemeriksaan penunjang yang dapat di
lakukan adalah :
a. Hitung darah lengkap : leukositosis, neutrofillia, tanpa eosinofil.
b. Urinalisis : untuk menyingkirkan infeksi saluran kemih.
c. Pemeriksaan foto abdomen : lengkung tulang belakang konkaf ke kanan,
fekalit berkalsifikasi.
10
d. Ultrasonografi : fekalit tidak berkalsifikasi, apendiks tidak berforasi, abses
apendiks.
6. Penatalaksanaan
Menurut Cecily Lynn, dkk (2009, hal. 26) penatalaksanaan yang dila-
kukan pada klien dengan Post Operasi Apendiktomi adalah, sebagai berikut :
Anak dengan dugaan apendiksitis dimasukkan ke rumah sakit, diberi infus ( IV)
dan antibiotic, serta diobservasi ; perkembangan gejala yang cepat akan
membuat diagnosis menjadi tampak nyata. Slang nasogastrik( NGT) di pasang
bila anak mengalami muntah. Apendiks dikeluarkan melalui insisi di kuadran
kanan bawah atau diangkat dengan laparoskopi. Drain di pasang dan luka
dibiarkan terbuka untuk mencegah infeksi luka serta pembentukan abses. Jika
apendiksnya telah berporasi, rongga di irigasi. Pada beberapa kasus, sebuah
kateter kecil tetap dipasang di tempatnya untuk member antibiotik. Setelah
dilakukan pembedahan, tempatkan anaak tersebut padda posisi semi fowler
selama 24 jam pertama. Drainase lambung dan pemberian cairan IV serta
antibiotic dilanjutkan. Obat narkotik/analgesic dipakai untk mengatasi nyeri.
Makanan oral mulai diberikan dalam 1 aatau 2 hari dan ditingkatkan sesuai
toleransi bila fungsi usus telah kembali.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Wong (2004, hal. 491). Dasar data pengkajian pada klien Post Operasi
apendiktomi adalah :
11
a. Pre Operasi
Observasi adanya manifestasi klinis apendiksitis, nyeri abdomen kuadran
kanan bawah, demam, abdomen kaku, bising usus menurun atau tidak ada,
muntah, konstipasi atau diare dapat terjadi, anoreksia, takikardia, pernafasan
cepat dan dangkal, pucat, letargi, peka rangsang, postur bungkuk, observasi
adanya tanda-tanda peritonitis.
b. Pembedahan
Kaji pemahaman anak tentang rencana pembedahan dan apa yang akan
terjadi pada pasca operasi. Kaji adanya bukti-bukti infeksi pada anak. Tinjau
ulang hasil laboratorium untuk temuan abnormal.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Wong (2004, hal. 491) diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
a. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah.
b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan tidak nafsu makan,
mual, muntah.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kondisi yang lemah, adanya
mikroorganisme Infeksius.
d. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi.
3. Intervensi
Menurut Wong (2004, hal. 37) intervensi pada Post Operasi Apendiktomi
adalah :
12
a. Diagnosa Keperawatan : Nyeri berhubungan dengan insisi bedah.
Hasil yang diharapkan : Pasien tidak mengalami nyeri sampai tingkat yang
dapat diterima anak, anak beristirahat tenang dan menujukkan bukti-bukti nyeri
yang minimal atau tidak ada. Intervensi : 1) Jangan menunggu sampai anak
mengalami nyeri hebat, Rasional : untuk mengintervensi untuk mencegah ter-
jadinya nyeri. 2) Hindari mempalpasi area operasi kecuali jika di perlukan,
Rasional : untuk menghindari timbulnya nyeri. 3) Pasang selang rectal, Rasio-
nal : jika diindikasi untuk menghilangkan gas. 4) Dorong untuk berkemih, Ra-
sional : bila tepat untuk mencegah distensi kandung kemih. 5) Berikan perawa-
tan mulut, Rasional : untuk memberi kenyamanan. 6) Lumasi lubang hidung,
Rasional : untuk menurunkan iritasi karena karena selang nasogastrik, bila ada.
7) Berikan posisi yang nyaman pada anak bila tidak dikontraindikasikan,
Rasional : untuk dapat merilekskan anak. 8) Beri analgesic sesuai ketentuan
untuk nyeri, Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri. 9) Beri antiemetik sesuai
instruksi untuk mual dan muntah, Rasional : mengurangi muntah.
b. Diagnosa keperawatan : Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan
dengan status puasa sebelum dan /atau sesudah pembedahan, kehilangan nafsu
makan, muntah.
Hasil yang diharapkan : Anak tidak menujukkan dehidrasi, anak mengguna-
kan dan mempertahankan cairan bila di izinkan. Pasien mendapat hidrasi yang
kuat. Intervensi : 1) Pantau infus IV pada kecepatan yang ditentukan, Rasio-
nal : untuk memastikan hidrasi yang adekuat. 2) Berikan cairan segera setelah
13
diinstruksikan atau ditoleransi anak, Rasional : untuk mengurangi terjadinya
kekurangan volume cairan. 3) Mulai dengan hisapan sedikit air dan tingkatkan
sesuai toleransi, Rasional : untuk hidrasi yang adekuat. 4) Dorong anak untuk
minum, Rasional : untuk memenuhi kebutuhan cairan.
c. Diagnosa keperawatan: resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kondisi yang
lemah, adanya organisme infeksius.
Hasil yang di harapkan : tanda - tanda infeksi tidak timbul, resiko infeksi
tidak terjadi. Intervensi : 1) Kaji adanya tanda-tanda infeksi, Rasional : bantu
mengetahui adanya infeksi lebih lanjut. 2) Bebat sisi operasi dengan atau
bantal bila mungkin sebelum batuk, Rasional : untuk meminimalkan nyeri. 3)
Bantu dalam perawatan luka, Rasional : untuk mengurangi infeksi yang terjadi.
4) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat antibiotik, Rasional :
untuk proses pengobatan.
d. Diagnosa Keperawatan : perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis
situasi (kedaruratan hospitalisasi anak), kurang pengetahuan.
Hasil yang diharapkan : keluarga mendiskuskan kondisi anak dan terapinya
dengan nyaman. Keluarga mendemostrasikan kesadaran tentang kemajuan
anak. Anggota keluarga menerima diri mereka sendiri tentang bantuan yang
tepat. Intervensi : 1) Jelaskan semua prosedur. Rasional : untuk menurunkan
kecemasan/ketakutan. 2) Perthankan agara keluarga tetap mendapat informasi
tentang kemajuan anak, Rasional : untuk menghindari kecemasan pada
keluarga. 3) Dorong ekspresi perasaan, Rasional : untuk memudahkan koping.
14
4) Rujuk pada perawat kesehatan bila diindikasikan, Rasional : untuk perawa-
tan tindakan lanjut.
4. Pelaksanaan
Bab ini membahas tentang fase implementasi ketika perawat melakukan
proses asuhan, selama tahap ini sangat penting untuk menjamin bahwa :
pengumpulan data di lakukan secara continue, implementasi intervensi
keperawatan dilakukan, laporan di buat setelah pemberian asuhan. Saat memberi
asuhan, perawat harus selalu mengobservasi pasien secara cermat untuk
mengetahui : validitas masalah keperawatan, tujuan keperawatan, tindakan
keperawatan, dan efek tindakan keperawatan ini (Basford, Lynn, 2006. hal. 320).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah fase akhir dalam proses keperawatan. Dengan cara
evaluasi, perawat dapat memberikan pendapat kuantitas dan kualitas asuhan yang
di berikan. Evaluasi adalah aktivitas terus-menerus yang memainkan peran penting
selama seluruh fase proses keperawatan. Evaluasi kontinue asuhan keperawatan
adalah satu-satunya cara menentukan apakah asuhan yang diperlukan telah
mencapai hasil yang sesuai. Terminasi hubungan perawatan yang berarti di akhiri
dengan wawancara pemulangan, yang secara jelas berfungsi evaluativ (Basford,
Lynn, 2006. Hal. 330).