bab 5 topik 7

8
Bab 5 Pembahasan 5.1 Resin akrilik yang dicetak pada fase stringy Pada fase ini monomer mulai berinteraksi dengan permukaan polimer sehingga mulai terjadi peningkatan visikositas namun tidak terlalu tinggi sehingga fase ini digambarkan dengan keadaaan yang lengket dan berserabut. ( Anusavice 2003, 727) Sehingga terjadi kesulitan pada saat proses packing karena adonan resin akrilik sulit dibentuk untuk dimasukkan ke dalam kuvet. Ciri-ciri resin akrilik yang dicetak pada fase stringy : 1. Terjadi porositas yang merata. Porositas digambarkan dengan adanya gelembung udara pada permukaan atau bagian dalam resin akrilik. Gelumbung udara ini dapat mempengaruhi sifat fisik, estetika, dan kebersihan basis protesa. (Anusavice 2003, 741)Porositas terjadi disebakan karena pada fase stringy belum terbentuk konsistensi homogenitas antara monomer dan polimer sehingga pada saat pemanasan terjadi penguapan sisa monomer yang belum bereaksi dengan polimer. (Anusavice 2003, 741) Selain itu porositas pada resin akrilik juga dapat terjadi karena pengadukan yang tidak tepat, pengepresan yang kurang kuat, dan adanya udara yang terperangkap pada saat proses pencampuran dan pengadukan. (Anusavice 2003, 742)

Upload: fenellaandrata

Post on 25-Sep-2015

33 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

vfcrde5r6t7yuij

TRANSCRIPT

Bab 5Pembahasan

5.1Resin akrilik yang dicetak pada fase stringyPada fase ini monomer mulai berinteraksi dengan permukaan polimer sehingga mulai terjadi peningkatan visikositas namun tidak terlalu tinggi sehingga fase ini digambarkan dengan keadaaan yang lengket dan berserabut. ( Anusavice 2003, 727) Sehingga terjadi kesulitan pada saat proses packing karena adonan resin akrilik sulit dibentuk untuk dimasukkan ke dalam kuvet. Ciri-ciri resin akrilik yang dicetak pada fase stringy :1. Terjadi porositas yang merata. Porositas digambarkan dengan adanya gelembung udara pada permukaan atau bagian dalam resin akrilik. Gelumbung udara ini dapat mempengaruhi sifat fisik, estetika, dan kebersihan basis protesa. (Anusavice 2003, 741)Porositas terjadi disebakan karena pada fase stringy belum terbentuk konsistensi homogenitas antara monomer dan polimer sehingga pada saat pemanasan terjadi penguapan sisa monomer yang belum bereaksi dengan polimer. (Anusavice 2003, 741)Selain itu porositas pada resin akrilik juga dapat terjadi karena pengadukan yang tidak tepat, pengepresan yang kurang kuat, dan adanya udara yang terperangkap pada saat proses pencampuran dan pengadukan. (Anusavice 2003, 742)2. Ditemukan sayap yang cukup besar pada tepi resin akrilik.Sayap pada tepi resin akrilik digambarkan dengan adanya kelebihan resin akrilik di sebelah batas cetakan yang menyerupai sayap. Sayap ini terbentuk karena tingkat visikositas yang sangat rendah pada adonan pada saat packing menyebabkan adonan mengalir melewati batas cetakan ketika dilakukan penekanan. Meskipun kelebihan adonan resin akrilik telah dipotong namun tetap terjadi aliran adonan resin akrilik pada penekanan selanjutnya.3. Ditemukan sisa gipsum pada resin akrilik.Adanya sisa gips pada resin akrilik disebabkan karena proses pengolesan Cold Mould Seal (CMS) pada permukaan kuvet tidak merata. Fungsi CMS dalam pengerjaan ini adalah untuk mencegah air agar tidak masuk ke dalam kuvet. Selain itu, CMS berfungsi untuk membatasi mould pada kuvet atas dan mould kuvet bawah agar mudah terpisah saat dibuka setelah processing. Oleh karena itu jika pengolesan CMS tidak dilakukan dengan benar maka akan salah satu akibatnya adalah ditemukan sisa gipsum pada resin akrilik. 4. Warnanya terlihat lebih muda.Hal ini disebabkan karena pada fase stringy rantai polimer belum seluruhnya menyebar ke monomer sehingga konsistensi dan visikositas adonan masih rendah.Selain kekurangan diatas proses packing yang dilakukan pada fase stringy juga menyulitkan operator karena sedikitnya waktu untuk memanipulasi resin akrilik. Hal ini disebabkan fase stringy pada umumnya dicapai dalam kurun 2-4 menit5.2Resin akrilik yang dicetak pada fase doughPada fase ini adonan resin akrilik telah memiliki massa yang lebih padat sehingga tidak lengket pada permukaan pot porselin dan pada spatula sehingga menjadi mudah dibentuk. (Anusavice 2003, 727) Pada fase ini adonan resin akrilik mencapai konsistensi homogenitas yang paling baik untuk dicetak. Ciri-ciri fase akrilik yang dicetak pada fase dough :1. Adanya sayap di tepi resin akrilik.Sayap ini disebabkan karena pemotongan sisa resin setelah pengepresan kurang bersih sehingga ada sisa resin yang menempel di tepi-tepi resin akrilik. Namun sayap pada sampel fase dough ini lebih kecil jika dibandingkan dengan percobaan pertama dengan sampel fase sringy.2. Resin akrilik menempel pada mould rahang atas.Hal ini disebabkan karena proses pengolesan CMS pada mould rahang atas kurang merata ketika dilakukan deflasking resin akrilik menempel pada mould rahang atas. Proses pengolesan CMS pada mould dapat dilakukan lebih dari satu kali namun untuk pengolesan selanjutnya harus ditunggu sampai hasil pengolesan pertama kering terlebih dahulu.3. Adanya gipsum yang menempel pada resin akrilik.Adanya gipsum pada resin akrilik ini juga disebabkan karena kurangnya pengolesan CMS pada permukaan mould.5.3Resin akrilik yang dicetak pada fase rubberyFase ini ditandai dengan perubahan adonan menjadi elastik dan berkurangnya flow. Ciri-ciri resin akrilik yangdicetak pada fase rubbery :1. Adanya sayap di tepi resin akrilik.Sayap ini disebabkan karena pemotongan sisa resin setelah pengepresan kurang bersih sehingga ada sisa resin yang menempel di tepi-tepi resin akrilik.2. Warna lebih gelap.Hal ini disebabkan karena pada fase ini seluruh rantai polimer telah tersebar pada monomer bahkan terdapat kemungkinan untuk terjadi penguapan dari monomer sehingga visikositas dan flow resin akrilik pada fase ini menjadi sangat tinggi.3. Ukuran lebih besar.Hal ini disebabkan karena pada fase ini adonan memiliki sifat elastik yang memungkinnya kembali ke bentuk semula ketika dilakukan pengepresan. Pengepresan secara konvensional juga tidak dapat dilakukan pada fase ini. (Anusavice 2003, 727)5.4Diskusi Jawaban Pertanyaan1. Mengapa pot porselen yang digunakan untuk mengaduk polimer dan monomer tidak boleh tembus cahaya? Apa yang terjadi bila pot porselen yang digunakan tembus cahaya?Cairan monomer sangat mudah menguap dan terbakar. Sehingga penyimpanannya harus menggunakan pot porselin yang tidak tembus cahaya dan dijauhkan dari api. Penggunaan pot porselin tidak tembus cahaya bertujuan untuk menghindari proses polimerisasi langsung dengan cahaya. (Van Noort,R., 2007)

2. Apa ciri-ciri dari masing-masing fase polimerisasi resin akrilik? (sandy, stringy, dough, rubbery, dan stiff)a. Ciri tahap stringy yaitu adonan akan melekat dan berserat ketika ditarik. (Hatrick, 2003)b. Ciri dough stage yaitu adonan halus, homogen, mudah diangkat dan tidak melekat lagi, tahap ini merupakan waktu yang tepat untuk memasukkan adonan ke dalam mould. (Van Noort, R., 2007)c. RubberyKarakteristik rubbery stage yaitu adonan bersifat seperti karet (terasa kenyal dan memantul bila ditekan atau diregangkan) dan tidak dapat dibentuk dengan kompresi konvensional. Akrilik yang dihasilkan dari tahap ini memiliki ciri : Porus pada akrilik sedikit karena rubbery paling padat daripada akrilik yang dihasilkan oleh tahap stringy dan dough. Bahan sisa : Proses polimerisasi bahan resin akrilik tidak pernah terjadi dengan sempurna, meskipun proses kuring bahan resin akrilik telah dilakukan dengan mengikuti aturan-aturan yang telah ditentukan, namun masih juga terdapat sejumlah monomer yang tidak pernah menjadi polimer dan pada resin akrilik disebut monomer sisa yang mana jumlahnya bervariasi berkisar antara. 0,2-0,5%. Resin akrilik dengan waktu kuring selama 20 menit, didapatkan kandungan monomer sisa yang paling tinggi yaitu sebesar 1,9%). warna : rubbery lebih gelap dan tidak transparan. kekuatan : paling kuat karena rubbery yg dipakai pada percobaan adalah rubbery awal yg lebih bagus daripada dough. Sedangkan apabila akrilik dihasilkan dari tahap rubbery akhir, kekuatannya berkurang dan lebih lemah daripada yang dihasilkan dari tahap dough.d. Stiffadonan menjadi kaku dan mudah patah

3. Seusai curing resin akrilik, mengapa harus direndam dahulu di dalam air dingin?

4. Bagaimana cara dan ketentuan memasak menurut ADA?

5. Apa yang menyebabkan hasil akrilik kasar, porus, dan bintil? Jelaskan masing-masing penyebabnya!

Bintil

Bintil pada adonan akrilik yang diaplikasi pada fase stringy menyebabkan permukaan akrilik kasar. Hal ini disebabkan karena manipulasi diletakkan pada mould sebelum waktunya. Dan adonan akrilik pada fase stringy cenderung lebih berserat sehingga menyebabkan permukaan pada cetakan akrilik kasar. Sayap

Sayap pada adonan akrilik yang diaplikasi pada fase stringy dihasilkan dari rendahnya flowing properties yang dimiliki oleh adonan akrilik pada fase ini. Flowing properties yang rendah menyebabkan adonan mudah keluar dari dari dalam rongga mould saat dipress. PorusPorus disebabkan saat membersihkan luberan adonan, terjadi suatu kesalahan yaitu pembersihan adonan akrilik melebihi batas, sehingga adonan dalam rongga mould ikut terangkat. Dan menyababkan porus. KasarKasar disebabkan oleh aplikasi yang tidak tepat, yaitu sebelum mencapai tahap dough.

6. Apa yang terjadi bila resin akrilik dimasak dalam air mendidih (curing) selama lebih dari 20 menit (overtime)?

7. Apa yang terjadi bila resin akrilik dimasak dalam air mendidih (curing) selama lebih dari 100oC (overheat)?

8. Apa tujuan pengepresan?

Tujuan pengepresan yaitu memastikan bahwa adonan mengalir ke setiap bagian cetakan agar tidak terjadi penyusutan (McCabe JF. 2008. Applied dental materials. 9th. London : Blackwell Scientific).

DAFTAR PUSTAKAAnusavice KJ.2003.Science of Dental Materials.11th ed.St Louis: Saunders Elsevier.p:727,741-742.Anusavice Kj. Phillips. 2003. Buku ajar ilmu bahan kedokteran gigi edisi ke 10. Ahli bahasa: Budiman JA, Purwoko S. Jakarta: EGC.p:198,202-203,206-207.Hatrick CD, Eackle WS, Bird WF. 2010. Dental Material: Clinical Application for Dental Assistants and Dental Hygienists 2nd ed. Saunders. Elsevier Science Limited. Philadelphia, London. p 220-222.Van Noort, Richard. 2007. Introduction to Dental Materials 3rd ed. London: WB Saunders Company. p 216-217.