makalah bmsp 5 topik 3 klmpok 7

155
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karunia serta rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Obat-Obat Antiviral, Antifungal, Kortikosteroid, dan Multivitamin“ ini. Tugas ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi nilai mata kuliah BMSP-5 di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada tim dosen BMSP-5 di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran yang telah membantu memberikan pengarahan terhadap penyusunan makalah ini dan juga kepada pihak-pihak lain yang terlibat atas dukungannya terhadap penulis. Penulis yakin dan menyadari meskipun dalam penyusunan makalah ini telah diusahakan semaksimal mungkin, makalah ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi isi maupun dalam penyusunannya. Oleh karena ii

Upload: zahranff

Post on 01-Feb-2016

285 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

n

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

telah melimpahkan karunia serta rahmat-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah yang berjudul “Obat-Obat Antiviral, Antifungal,

Kortikosteroid, dan Multivitamin“ ini.

Tugas ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi nilai mata

kuliah BMSP-5 di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

kepada tim dosen BMSP-5 di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

yang telah membantu memberikan pengarahan terhadap penyusunan makalah ini

dan juga kepada pihak-pihak lain yang terlibat atas dukungannya terhadap penulis.

Penulis yakin dan menyadari meskipun dalam penyusunan makalah ini

telah diusahakan semaksimal mungkin, makalah ini masih jauh dari sempurna,

baik dari segi isi maupun dalam penyusunannya. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan di masa yang

akan datang.

Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita

semua.

Jatinangor, November 2013

Tutor 7

ii

Page 2: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

DAFTAR TABEL....................................................................................................v

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..............................................................................................1

BAB 2......................................................................................................................4

TINJUAN PUSTAKA.............................................................................................4

2.1 Agen Antiviral...........................................................................................4

2.1.1 Acyclovir............................................................................................6

2.1.2 Valacyclovir.......................................................................................8

2.1.3 Gancyclovir..............................................................................................10

2.1.4 Foscarnet..................................................................................................13

2.2 Kortikosteroid..........................................................................................16

2.2.1 Penggolongan Obat Kortikosteroid..........................................................17

2.2.2 Fungsi dan Peran Glukokortikoid............................................................18

2.2.2 Toksisitas Glukokortikoid........................................................................22

2.2.3 Glukokortikoid.........................................................................................24

2.2.4 Mineralokortikoid.....................................................................................59

2.3 Antifungal....................................................................................................63

2.3.1 Amphoterisin B........................................................................................63

Page 3: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

2.3.2 Nistatin.....................................................................................................67

2.3.4 Flusitosin..................................................................................................73

2.3.7 Clotrimazole.............................................................................................83

2.3.10 Caspofungin...........................................................................................92

2.4 Multivitamin............................................................................................96

2.4.1 Vitamin yang Larut di Dalam Lemak......................................................97

2.4.2 Vitamin yang Larut dalam Air...............................................................101

BAB III................................................................................................................107

CASE REVIEW..............................................................................................107

BAB IV................................................................................................................110

DISKUSI.........................................................................................................110

4.1 Pembahasan Kasus Part I..........................................................................110

4.2 Pembahasan Kasus Bagian II....................................................................113

BAB V..................................................................................................................117

KESIMPULAN....................................................................................................117

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................118

Page 4: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

DAFTAR TABEL

Tabel 2: Klasifikasi Agen Antiviral 55

Page 5: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Struktur Kimia Hydrocortisone 37

Gambar 2: Sediaan Triamcinolon 56

Gambar 3: Struktur Kimia Fludrocortisone 64

Gambar 4: Struktur Kimia Amfoterisin B 78

Gambar 5: Struktur Kimia Nistatin 78

Gambar 6: Struktur Kimia Clotrimazole 91

Page 6: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.1.1 Antiviral

Pengembangan obat antivirus atau obat anti viral sebagai pencegahan atau

pengobatan belum mencapai hasil seperti yang diinginkan oleh umat manusia.

Karena obat anti virus atau obat anti viral yang dapat menghambat atau

membunuh virus juga akan dapat merusak sel hospes dimana virus itu berada

dalam hal ini manusia.

Sejak Konferensi Pertama pada Antiviral Agents banyak peristiwa

molekuler yang unik untuk replikasi virus telah diidentifikasi dan dimanfaatkan

dalam pengembangan antivirus selektif . Potensi poin serangan termasuk enzim

virus - dikodekan dan protein lain yang muncul selama replikasi virus dan berbeda

sesuai enzim selular di sel yang tidak terinfeksi . Mediator endogen kekebalan

antivirus adalah sumber potensial lain dari senyawa antivirus . Meskipun isu

toksisitas selektif antivirus masih tetap merupakan tantangan besar , sekarang ada

optimisme yang cukup untuk masa depan terapi virus , dan banyak agen antivirus

yang aman dan efektif telah diperkenalkan .

FDA telah menyetujui lebih dari 40 agen antivirus untuk penggunaan

klinis . Mencakup antara lain: ( 1 ) amantadine dan rimantadine untuk profilaksis

dan pengobatan infeksi influenza A dan oseltamivir dan zanamivir untuk

1

Page 7: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

pencegahan dan pengobatan influenza A dan infeksi B , (2 ) idoxuridine ,

vidarabine , dan trifluridine untuk pengobatan penyakit herpes okular , (3 )

acyclovir , valacyclovir , famciclovir , penciclovir , gansiklovir , dan foskarnet

untuk pengobatan berbagai infeksi herpes kelompok sistemik dan lokal , ( 4 )

ribavirin , agen spektrum luas untuk pengobatan pernapasan syncytial virus

bronkitis dan pneumonia , (5 ) interferon untuk pengobatan human papillomavirus

dan infeksi hepatitis kronis , dan ( 6 ) tiga kelas obat antivirus untuk pengendalian

infeksi HIV ( dua kelompok milik reverse transcriptase inhibitor ) .

1.1.2 Antifungal

Secara umum infeksi jamur dibedakan atas infeksi jamur sistemik dan

infeksi jamur topical ( dermatofit dan mukokutan). Yang akan dibahas disini

adalah infeksi mukokutan yang biasanya disebabkan oleh Candida albicans.

Infeksi ini biasanya tidak ganas, seperti halnya terdapat pada denture

stomatitis, namun bakteri ini dapat menunjukkan adanya system imun yang

tidak baik seperti immunodeficiency. Infeksi fungal sistemik dibagi menjadi

dua grup bergantung kepada status pasien dan tipe organism yang

menginfeksinya.

Grup pertama adalah mikosis oportunic, muncul pada pasien

immunocompromised di penyakit AIDS, leukemia, atau lymphoma dan pasien

yang menerima agen-agen immunosuppressive atau antibiotic berspektrum

luas. Jamur yang terlibat meliputi spesies Candida, Aspergillus, dan

Cryptococcus dan variasi phycomycetes. Spesies tersebut biasanya bersifat

berbahaya dan membawa tingkat mortality yang tinggi.

Grup kedua yaitu Endemic mycoses adalah yang disebabkan oleh pathogen

yang bervariatif dan terdistribusi di seluruh dunia dan mempunyai tingkat

insidensi yang rendah pada temperature dan iklim tertentu.

Page 8: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

Antifungal mempunyai berbagai macam golongan, dua antibiotic polyene

yaitu amphotericin B (merupakan drug of choice untuk kebanyakan mycosis

yang dalam) dan nystatin (drug of choice untuk pengobatan oral candidiasis)

adalah agen yang sangat berguna untuk perawatan oral candidiasis. Polyene

ketiga yaitu natamycin, dibatasi oleh penggunaan ophthalmologic. Flucytosine

adalah analog pirimidine digunakan biasanya sebagai single agent namun

sering digunakan bersamaan dengan amphotericin B pada infeksi jamur yang

parah. Miconazole, ketoconazole, dan clotrimazole, adalah antifungal

representasi dari imidazole. Ketoconazole adalah perubahan yang besar untuk

terapi antifungal, clotrimazole digunakan secara luas dalam bentuk topical.

Itraconazole, fluconazole, dan saperconazole adalah derivative dari triazole.

Obat baru ini merupakan alternative terapi pada insiden infeksi jamur sistemik

meningkat. Antifungal lain (voriconazole, caspofungin) mempunyai

mekanisme kerja yang berbeda dan dikembangkan untuk membantu

mengontrol bila ada resistensi pada obat lain.

1.1.3 Kortikosteroid

Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi

klinis yang sangat luas. Mamfaat dari preparat ini cukup besar tetapi karena efek

samping yang tidak diharapkan cukup banyak, maka dalam penggunaannya

dibatasi. Kortikosteroid dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan atas aktivitas

biologis yang menonjol darinya, yakni glukokortikoid (contohnya kortisol) yang

berperan mengendalikan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, juga

bersifat anti inflamasi dengan cara menghambat pelepasan fosfolipid, serta dapat

pula menurunkan kinerja eosinofil. Kelompok lain dari kortikosteroid adalah

mineralokortikoid (contohnya aldosteron), yang berfungsi mengatur kadar

elektrolit dan air, dengan cara penahanan garam di ginjal. Beberapa kortikosteroid

Page 9: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

menunjukkan kedua jenis aktivitas tersebut dalam beberapa derajat, dan lainnya

hanya mengeluarkan satu jenis efek. Hormon kortikosteroid dihasilkan dari

kolesterol di korteks kelenjar adrenal yang terletak di atas ginjal. Reaksi

pembentukannya dikatalisis oleh enzim golongan sitokrom P450. Dalam bidang

farmasi, obat-obatan yang disintesis sehingga memiliki efek seperti hormon

kortikosteroid alami memiliki manfaat yang cukup penting. Deksametason dan

turunannya tergolong glukokortikoid, sedangkan prednison dan turunannya

memiliki kerja mineralokortikoid disamping kerja glukokortikoid.

1.1.4 Multivitamin

Vitamin adalah senyawa kimia eksogen yang dibutuhkan oleh tubuh

dengan jumlah sedikit untuk berbagai fungsi metabolisme tubuh dan

dikategorikan sebagai nutrisi esensial. Vitamin tidak menghasilkan energi tapi

digunakan secara khusu untuk pencegahan dan pengobatan penyakit defisiensi.

Vitamin adalah salah satu elemen vital yang dibutuhkan pada proses

metabolisme normal. Vitamin memiliki strktur bervariasi, tidak disintesis oleh

tubuh sehingga diperoleh dari makanan dengan kuantitas yang sangat sedikit.

Kekurangan vitamin menyebabkan berbagai gejala defisiensi. Terdapat

banyak bentuk dan sediaan vitamin yang digunakan untuk pengobatan dan

profilaksis. Kebanyakan vitamin bersifat tidak toksik, tetapi administrasi kronis

dapat meningkatkan toksisitas, terutama vitamin A dan D.

Vitamin diklasifikasi menjadi dua yaitu vitamin yang larut dalam lemak

(A,D,E,K) dan vitamin yang larut dalam air (B,C).

Page 10: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

BAB 2

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Agen AntiviralVirus tidak mempunyai diinding sel dan terbentuk dari inti asam

nukleat yang ditutupi oleh lapisan protein yang terdiri atas subunit identik.

Virus terdiri atas 2 tipe, yaitu DNA virus (HSV, smallpox, hepatitis B,

varicellazooster, dll) dan RNA virus (rabies, measles, dengue, rubella,

yellow fever, polymielitis, HIV, dll). Pada infeksi viral, replikasi virus

mancapai puncak pada saat atau sebelum munculnya manifestasi atau

gejala klinis. Jadi, penanganan secara umum tergantung pada terapi inisiasi

dini atau pencegahan infeksi, contoh chemoprophylaxis.

Klasifikasi agen antiviral dijelaskan dalam tabel dibawah ini:

4

Page 11: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

Tabel 2.

Klasifikasi Agen Antiviral

Agen Antiviral Nama Obat

Agen antiherpes Idoxoridine (RIDINOX)

Acyclovir (ZOVIRAX)

Famciclovir (FAMTRAX)

Valacyclovir

Ganciclovir

2.1.1 IdoxoridineSecara kimiawi berhubungan dengan thymidine dan bertindak kompeten

dengan thymidine padasintesis DNA dan pada akhirnya mencegah penggunaan

dari thymidine.

2.1.1.1 Farmakodinamik

Idoxuridine mencegah replikasi virus DNA dan penggunaan klinisnya

terbatas hanya pada herpes simplex virus

2.1.1.2 Indikasi

Obat ini digunakan pada herpes simplex keratokonjungtivitis

2.1.1.3 Dosis dan Sediaan

larutan/salep mata dengan kadar 0,1 – 0,5 %. Aplikasinya sebanyak sekali

atau dua kali per jam.

2.1.1.4 Efek Samping

Toksisitasnya termasuk alopecia, leukopenia, trombositopenia, dan

kerusakan hati. Efek samping yang ditimbulkan dari obat idoxuridine adalah

iritasi atau nyeri pada mata, kemerahan, gatal, pembengkakan di daerah mata, dan

peningkatan sensitivitas pada cahaya dan sorotan.

Swarantika Aulia

160110110080

Page 12: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

2.1.2 Acyclovir

Acyclovir adalah sebuah turunan guanosine acyclic dengan aktivitas klinik

yang dapat melawan HSV-1, HSV-2, dan VZV. Aktivitas in vitro melawan

Epstein Barr Virus (EBV), CMV, dan HHV-6 telah ada namun masih lemah.

2.1.2.1 Farmakodinamik-Mekanisme of action

Acyclovir membutuhkan 3 langkah fosforilasi untuk aktivasi. Pertama,

berubah menjadi monophosphate oleh thymidine kinase dan kemudian menjadi

diphosphate dan triphosphate oleh sel enzim host. Karena membutuhkan kinase

virus untuk mengawali fosforilasi, acyclovir menjadi teraktivasi secara selektif

dan metabolit aktif terakumulasi hanya di dalam sel yang terinfeksi.

Acyclovir triphosphate mencegah sintesis DNA virus dengan 2 mekanisme

: kompetisi dengan deoxyGTP untuk DNA polymerase virus,menghasilkan ikatan

dengan template DNA sebagai irreversible kompleks, dan terminasi rantai diikuti

dengan penggabungan ke dalam DNA virus.

2.1.2.2 Farmakokinetik

Bioavaibilitas dari oral acyclovir adalah 15-20% dan tidak dipengaruhi

oleh makanan. Bentuk atau sediaan intravena sudah tersedia. Sediaan topical

menghasilkan konsentrasi tinggi pada lesi herpes namun konsentrasi pada

sistemik tidak terdeteksi melalui rute ini.

Acyclovir dibersihkan secara primer oleh filtrasi glomerulus dan sekresi

tubular. Waktu paruhnya mendekati 3 jam pada pasien dengan fungsi renal yang

normal dan 20 jam pada pasien yang anuria. Aciclovir dapat dengan mudah

dibersihkan dengan mudah melalui hemodialisis tetapi tidak dengan peritoneal

dialisis. Aciclovir dapat menyebar dengan mudah kedalam jaringan dan cairan

tubuh. Konsentrasi cairan serebrospinal adalah 50% dari nilai serum.

Ardena Maulidia

160110110092

Page 13: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

2.1.2.3 Indikasi

Acylovir diindikasikan untuk pengobatan infeksi dari HVS dan VZV,

termasuk :

Herpes simplex genitalis ( pengobatan dan pencegahan ).

Herpes genitalis primer dan pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang

terganggu ( immunocompromised ). ( acyclovir ointment )

Pengobatan awal dan berulang lesi pada kulit yang tekena virus herpes

yang tidak mengancam kehidupan. ( acyclovir ointment )

Gejala herpes simplex labialis yang timbul berulang pada pasien dengan

sistem kekebalan tubuh yang normal. ( topical acyclovir )

Pengobatan infeksi mucocutaneous HVS pada pasien dengan sistem

kekebalan tubuh yang terganggu baik yang kronis dan berulang, infeksi

VZV, dan radang otak ( encephalitis ) karena HSV. ( parenteral acyclovir )

Herpes zoster ( shingles ).

Pengobatan infeksi varicella-zoster virus, baik awal maupun berulang.

( oral acyclovir)

Cacar akut ( chickenpox ) pada pasien dengan sistem kekebalan tubuh

yang terganggu ( immunocompromised ).

Herpes simplex encephalitis ( radang otak ).

Neonatal HSV.

Infeksi akut mukokutan HSV pada pasien dengan sistem kekebalan tubuh

yang terganggu ( immunocompromised ).

Herpes simplex keratitis ( radang kornea ).

Herpes simplex blepharitis ( radang kelopak mata ).

Bell’s Palsy ( paralisis perifer saraf otak ke-7 / nervus fasialis ).

2.1.2.4 Kontraindikasi

Hipersensitifitas pada acyclovir, valacyclovir, atau komponen lain dari

formula.

Ardena Maulidia

160110110092

Page 14: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

Penggunaan acyclovir pada wanita hamil masuk dalam kategori B ( tidak

menunjukkan resiko bagi janin, kecuali penurunan fertilitas pada

kehamilan trimester pertama, sedangkan pada trimester berikutnya tidak

didapatkan bukti adanya resiko ).

Pemakaian acyclovir pada ibu hamil tidak dianjurkan.

Penggunaan pada ibu menyusui harus disertai peringatan.

2.1.2.5 Efek Samping

Terapi sistemik

Biasanya pada ≥1% pasien reaksi obat pada terapi sistemik baik oral

maupun intravena dapat menyebabkan kerugian, diantaranya : mual,

muntah, diare, dan sakit kepala. Pada dosis tinggi dapat terjadi halusinasi.

Infrequent adverse effect (0,1-1% pasien), termasuk : vertigo, pusing,

pening, bingung, edema, arthralgia, sakit tenggorokan, konstipasi,

abdominal pain, lemas.

Rare adverse effect (≤0,1% pasien), termasuk : koma, serangan jantung,

neutropenia, leukopenia, crystalluria, anorexia, kelelahan, hepatitis,

Stevens-Johnson syndrome, toxic epidermal necrolysis dan atau

anaphylaxis.

Adverse effect tambahan yang biasanya terjadi pada 1% pasien, ketika

aciclovire masuk melalui intravena, termasuk encephalopathy dan injeksi,

dapat menyebabkan : iritasi dan kerusakan jaringan lokal, kerusakan

ginjal, dan kristalisasi acyclovir pada ginjal.

Terapi Topikal

Krim topikal acyclovir biasanya dioleskan pada kulit kering atau

mengelupas atau pada keadaan panas menyengat. Infrequent adverse effect

adalah erytrhema atau gatal-gatal.

Ketika digunakan pada mata, biasanya dihubungkan (≥1% pasien) dengan

gejala dingin. Infrequently ((0.1–1% of pasien), ophtalmic acyclovir

dihubungkan dengan reaksi alergi.

Ardena Maulidia

160110110092

Page 15: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

Toxicity

Sejak acyclovir diketahui dapat juga bergabung masuk kedalam sel DNA,

terjadi mutagen kromosom, oleh karena itu, sebaiknya dihindarkan selama

masa kehamilan. Meskipun tidak pernah terlihat dapat menyebabkan efek

karsinogenik. Toksisitas akut dapat terjadi pada pemberian oral lebih dari

1g/kg, karena rendahnya bioavabilitas pada administrasi secara oral.

Ardena Maulidia

160110110092

Page 16: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

2.1.3 Valacyclovir

Obat Antiviral. Obat ini merupakan pro-drug untuk aciclovir. Valacyclovir

merupakan L-Valyl ester di Acyclovir.

2.1.3.1 Farmakodinamik

Merupakan ester L-valil dari acyclovir. Secara cepat diubah menjadi

acyclovir setelah pemberian oral, mencapai kadar serum tiga atau lima kali lebih

tinggi dari acyclovir oral dan mendekati hasil dari pemberian ayclovir intravena.

Mekanisme kerja identik dengan acyclovir.

2.1.3.2 Farmakokinetik

Valacyclovir dengan cepat berubah menjadi acyclovir setelah administrasi

oral via intestinal dan hepatic metabolism pertama. Pada serum level, dihasilkan

3-5 kali lebih banyak dibandingkan dengan oral acyclovir dan hampir mendekati

acyclovir intravena.

Bioavailabilitas oral adalah 54 % dan level cairan cerebrospinal adalah

50% dalam serum. Half- life eliminasi 2,5-3,3 jam.

Valacyclovir dapat digunakan pada pengobatan genital herpes pertama

atau berulang, pengobatan pada genital herpes yang kambuh secara berkala, dan

sebagai pengobatan satu hari untuk orolabial herpes. Satu kali sehari dosis dari

Valacyclovir (500 mg) untuk pengobatan terus-menerus pada orang dengan

genital herpes berulang, telah memperlihatkan penurunan pada transmisi seksual.

Uji perbandingan dengan acyclovir untuk pengobatan pada pasien penderita

zoster; kecepatan penyembuhan kutaneus sama namun Valacyclovir membuat

durasi rasa sakit dari penyakit zoster menjadi lebih pendek. Valacyclovir juga

terbukti efektif mencegah penyakit CMV setelah transplantasi organ jika

dibandingkan dengan placebo.

Valacyclovir pada umumnya mempunyai toleransi yang baik walaupun

mual, muntah, atau ruam sesekali terjadi. Agitasi, pusing, sakit kepala, elevasi

39

Siti Mardhiyah

160110110140

Page 17: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

enzim liver, anemia, dan neutropenia jarang terjadi. Pada dosis tinggi,

kebingungan,halusinasi, dan seizure dapat terjadi. Pasien AIDS yang menerima

Valacyclovir dengan dosis tinggi secara terus-menerus bisa meningkatkan

kejadian intoleransi gastrointestinal dan thrombotic microangiopathies.

2.1.3.3 Indikasi

Valacyclovir diindikasikan untuk pengobatan infeksi dari HVS dan VZV,

termasuk :

Herpes simplex genitalis ( pengobatan dan pencegahan ).

Pengurangan penularan HSV dari individu dengan infeksi berulang kepada

individu yang tidak terinfeksi.

Herpes zoster ( shingles ).

Mencegah penyakit CMV ikut terbawa pada transplantasi organ.

2.1.3.4 Kontraindikasi

Keampuhan dan keamanan dari valacyclovir tidak terdapat pada :

Pasien HIV yang terkena genital herpes dengan jumlah sel CD4+ ≥ 100

sel/mm3 ( immunocompromised ).

Pasien < 12 tahun dengan herpes labialis.

Pasien < 12 tahun atau ≥ 18 tahun dengan chickenpox.

Pasien < 18 tahun dengan herpes genitalis.

Pasien < 18 tahun dengan herpes zoster.

Neonatal dan bayi ( sebagai terapi untuk menahan infeksi HSV yang ikut

terbawa).

Kontraindikasi dengan pasien yang mempunyai reaksi hipersensitivitas

yang sangat signifikan ( misal araphylaxis) pada valacyclovir, aciclovir,

atau komponen-komponen dari obat tersebut.

Kontraindikasi valaciclovir pada pasien yang terinfeksi HIV dapat

menyebabkan thrombotic thrombocytopenic purpura dan hemolytic uremic

Siti Mardhiyah

160110110140

Page 18: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

syndromes yang menyebabkan kegagalan ginjal. Pada pasien ini lebih baik diberi

aciclovir.

2.1.3.5 Efek samping

Biasanya reaksi sampingan obat (≥1% pasien) yang dihubungkan dengan

terapi valaciclovir sama dengan untuk aciclovir, merupakan metabolit yang aktif,

dan dapat menyebabkan : mual, muntah, diare, anal leakage, dan sakit kepala.

Infrequent adverse effects (0.1–1% pasien) dapat menyebabkan: agitation, vertigo,

confusion, pening, edema, arthralgia, sakit tenggorokan, konstipasi, abdominal

pain, letih, dan kerusakan ginjal. Rare adverse effects (<0.1% of pasien) dapat

menyebabkan: koma, struk, neutropenia, leukopenia, tremor, ataxia,

encephalopathy, psychotic symptoms, crystalluria, anorexia, fatigue, hepatitis,

Stevens-Johnson syndrome, toxic epidermal necrolysis and/or anaphylaxis.

Penderita AIDS yang menerima dosis tinggi valacyclovir secara terus

menerus mengalami kenaikan serangan intoleransi gastrointestinal dan juga

trombosis mikroangiopati seperti purpura trombosis trombositopeni dan gejala

uremia-hemolitik. Valaciclovir juga dapat menyebabkan glositis, altered taste,

gastrointestinal upset, gagal ginjal, depresi sumsum tulang, tremor dan kejang,

ruam, dan urtikaria.

2.1.3.6 Interaksi Obat

Probenicid dan Cimetidine meningkatkan konsentrasi plasma dari

valaciclovir.

2.1.3.7 Sediaan dan Dosis

Sediaan : 500 mg tablets. Dosis untukherpes genital 1 g dua kali sehari

selama 10 hari dan herpes recurrence (500 mg dua kali sehari selama 5 hari) dan

untuk infeksi herpes zoster (1g tiga kali sehari selama 7 hari). Penurunan dosis

sangat diperlukan dengan insufisiensi ginjal. Dosis 2 g empat kali sehari

digunakan untuk mencegah penyakit CMV setelah transplantasi organ.

Siti Mardhiyah

160110110140

Page 19: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

2.1.4 Gancyclovir

Ganciclovir ini aktif terhadap cytomegalovirus (CMV), virus

varicellazoster, virus Epstein-Barr dan herpes virus. Hal ini hampir 100 kali lebih

kuat daripada asiklovir terhadap CMV. Penggunaannya dibatasi di CMV yang

parah dan infeksi pada pasien immunocompromised terutama CMV retinitis,

CMV pneumonia atau radang usus.

2.1.4.1 Indikasi

Digunakan untuk mengobati infeksi sitomegalovirus yang mengancam

jiwa atau sebagai profilaksis selama terapi imunosupresif.

2.1.4.2 Efek Pada Struktur Gigi dan Mulut

Sariawan, gangguan rasa, dan xerostomia dapat terjadi.

2.1.4.3 Efek Pada Manajemen Pasien

Xerostomia dapat meningkatkan karies dan pasien yang memakai obat ini

adalah pasien yang immunocompromised, karena di bidang kedokteran gigi obat

ini efektif untuk pencegahan infeksi gigi. Obat ini menghasilkan anemia,

leukopenia, dan trombositopenia. Anemia dapat mengakibatkan penyakitnya sulit

sembuh. Penderita anemia perlu disembuhkan dulu sebelum anestesi umum elektif

dan sedasi. Leukopenia akan mempengaruhi penyembuhan dan jika berat,

antibiotik profilaksis harus diresepkan untuk menutupi prosedur bedah.

Trombositopenia mungkin menyebabkan perdarahan pasca operasi. Jika jumlah

trombosit rendah (<100.000) maka soket harus dikemas dan dijahit. Perdarahan

yang persisten mungkin memerlukan transfusi platelet.

2.1.4.4 Interaksi Obat

Terapi Dikombinasikan dengan carbamazepine akan meningkatkan risiko

masalah hematologis.

Tri Rezky F. Datau

160110110055

Page 20: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

2.1.5 Famciclovir dan Peniciclovir

Famciclovir adalah ester prodrug yang diubah bentuknya menjadi

peniciclovir dalam perjalanannya dari saat dikonsumsi hingga mencapai sirkulasi

sistemik. Spectrum dari famciclovir menyerupai acyclovir. Virus herpes yang

resisten terhadap acyclovir, resisten pula terhadap famciclovir karena mekanisme

aksi kedua obat ini yang sama. Famciclovir saat ini digunakan sebagai terapi pada

infeksi HSV dan VZV akut lokalisata.

Gambar 1. Struktur Penciclovir

2.1.4.1 Farmakodinamik

Penciclovir bekerja sebagai inhibitor sintesis DNA virus. Pada sel yang

terinfeksi oleh HSV dan VZV, penciclovir difosforilasi pertama kali oleh viral

thymidine kinase menjadi penciclovir triphosphate. Penciclovir triphosphate

bekerja sebagai inhibitor viral DNA polymerase. Meskipun sama potennya

dengan acyclovir triphosphate, penciclovir triphosphate memiliki konsenterasi

yang lebih tinggi, dan durasi kerja yang lebih lama terhadap sel yang terinfeksi

dibandingkan dengan acyclovir triphosphate.

2.1.4.2 Farmakokinetik

Famciclovir diabsorbsi dengan baik setelah dikonsumsi secara oral, dan

dengan cepat diubah menjadi penciclovir. Bioavailabilitas dari penciclovir yang

diubah dari famciclovir adalah 65%-77%, jauh lebih baik ketimbang penciclovir

oral yang biovailabilitasnya rendah, yaitu 5%.

Adanya pengaruh makanan dapat memperlambat absorbsi tetapi tidak

mengurangi biovailabilitas secara keseluruhan. Peak plasma level dari penciclovir

setelah konsumsi dosis tunggal famciclovir (250 mg atau 500 mg) mencapai 1,6

Fathin Vania R

160110110116

Page 21: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

dan 3,3 µg/ml. Waktu paruh penciclovir adalah 2 jam setelah konsumsi. 90%

penciclovir diekskresikan melalui urin dalam bentuk yang tidak diubah

(unchanged form).

2.1.4.3 Kontraindikasi

Famciclovir sebaiknya tidak diberikan kepada ibu hamil dan menysusi,

anak-anak, penderita penyakit liver dan ginjal. Pada penggunaan dosis tinggi,

harus disertai dengan konsumsi cairan yang cukup.

2.1.4.4 Efek Samping

Famciclovir dapat menimbulkan rasa sakit kepala, parestesia, migraine,

mual, muntah, diare, abdominal pain, mudah lelah, timbulnya pruritus, skin rash,

dan pada orang tua dapat menimbulkan penurunan kesadaran serta timbulnya

halusinasi.

2.1.4.5 Dosis

1) Herpes Zoster

a. Pasien imunokompeten

750 mg per hari, dosis tunggal atau dibagi menjadi tiga kali sehari, 250

mg per delapan jam. Digunakan selama tujuh hari.

b. Pasien immunocompromised

500 mg tiga kali satu hari selama 10 hari. Famciclovir sebaiknya

langsung diberikan setelah muncul gejala awal herpes pada kulit

(jangka waktu 48 jam).

2) Herpes Genital

a. Pasien imunokompeten

250 mg per hari, sebanyak tiga kali. Digunakan selama lima hari.

Diberika sesegera mungkin setelah onset pertama kali dari herpes

genital.

b. Pasien immunocompromised

500 mg dua kali sehari selama tujuh hari.

Fathin Vania R

160110110116

Page 22: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

c. Perawatan episodic bagi herpes genitalis rekuren

125 mg dua kali sehari selama lima hari bagi pasien

immunocompromised.

d. Herpes genital rekuren akut

500 mg dua kali satu hari selama tujuh hari.

2.1.4.6 Reaksi Obat

Gill dan Wood menyatakan tidak ada reaksi spesifik antara famciclovir

dengan obat-obatan lain. Akan tetapi, famciclovir dapat menaikkan toksisitas

pethidine dan apabila dikombinasikan dengan probenecid, menaikkan

konsenterasi plasma dari famciclovir.

2.2 Kortikosteroid

Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi

klinis yang sangat luas. Mamfaat dari preparat ini cukup besar tetapi karena efek

samping yang tidak diharapkan cukup banyak, maka dalam penggunaannya

dibatasi.

Berdasarkan khasiatnya, kortikosteroid dibagi menjadi mineralokortikoid

dan glukokortikoid. Mineralokortikoid mempunyai efek terhadap metabolisme

elektrolit Na dan K, yaitu menimbulkan efek retensi Na dan deplesi K, maka

mineralokortikoid jarang digunakan dalam terapi. Sedangkan glukokortikoid

mempunyai efek terhadap metabolisme glukosa, anti imunitas, efek

neuroendokrinologik dan efek sitotoksik.Prototipe dari golongan glukokortikoid

adalah kortisol (biasa disebut: hydrocortisone). Sebagian besar khasiat yang

diharapkan dari pemakaian kortikosteroid adalah sebagai antiinflamasi, antialergi

atau imunosupresif. Karena khasiat inilah kortikosteroid banyak digunakan dalam

bidang dermatologi.

Alldea Di Banuasenza

160110110067

Page 23: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

2.2.1 Klasifikasi

Tiga kortikosteroid alami yang diproduksi dan disekresikan oleh tubuh

diklasifikasikan menurut kerjanya:

1. Mineralocorticoids

Mineralokortikoid yang utama adalah aldosteron. Mineralokortikoid

bertanggung jawab untuk menjaga level sodium dan potassium dalam

tubuh. Mereka menjaga konsentrasi air tubuh pada level yang konstan.

Mereka menggunakan kebanyakan efek mereka pada ginjal, menyebabkan

ekresi selektif terhadap potassium dalam urine dan pada saat yang sama

menahan sodium. Pengunaan medis mineralokortikoid terbatas.

2. Glucocorticoids

Hydrosortison (cortisol) adalah glocucorticoid utama. Glukokortikoid atau

glukokortikosteroid meregulasi metabolisme energi dengan menyebabkan

protein (misalnya, otot) dan lipid (misalnya, lemak tubuh) untuk

dihancurkan dan dirubah menjadi glukosa (glikogenolisis). Mereka

menyebabkan karbohidrat yang tersimpan dalam bentuk glikogen untuk

kembali dikonversikan menjadi glukosa dan disimpan dalam darah,

dimana mereka tersedia untuk jaringan dalam tubuh. Sekitar 15-30 mg

cortisol disekresikan ke dalam tubuh setiap harinya. Glukokortikoid juga

menekan proses inflamatoris (anti-inflamatoris) dalam tubuh, mempunyai

sifat anti-alergi dan penting untuk reaksi imunologis pertahanan tubuh

(menekan respon imun atau immunosurpresif).

3. Gonadocorticoids

Atau hormon seks. Hormon seks wanita dan pria yang diproduksi oleh

korteks adrenal merupakan tambahan bagi hormon seks yang diproduksi

oleh testes dan ovarium. Hormon wanita disebut progesterone dan

androgene pria meliputi testosterone; androgene dimaksud sebagai steroid

anabolik.

Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan atas dua golongan

besar,yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Efek utama glukokortikoid

Alldea Di Banuasenza

160110110067

Page 24: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan efek anti-inflamasi, sedangkan

pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil. Prototip untuk golongan

ini adalah kortisol.Sebaliknya golongan mineralokortikoid efek utamanya adalah

terhadap keseimbanganair dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya terhadap

penyimpanan glikogen heparsangat kecil. Prototip golongan ini adalah

desoksikortikosteron. Umumnya golongan mineralokortikoid tidak mempunyai

khasiat anti-inflamasi yang berarti, kecuali 9 α-fluorokortisol.

2.2.2 Biosintesis

Koreteks adrenal mengubah asetat menjadi kolesterol yang kemudian

dengan bantuan berbagai enzim diubah lebih lanjut menjadi kortikosteroid dengan

21 atom karbon dan androgen dengan 19 atom karbon. Dalam korteks adrenal

kortikosteroid tidak disimpan sehingga harus disintesis terus menerus. Bila

biosintesis berhenti, meskipun hanya beberapa menit saja, jumlah yang tersedia

dalam kelenjar adrenal ridak cukup untuk memenuhi kebutuhan normal. Oleh

karenanya kecepatan biosintesisnya disesuaikan dengan kecepatan sekresinya.

2.2.3 Pengaturan Sekresi

Fungsi sekresi korteks adrenal dipengaruhi oleh hormon ACTH. Sistem

saraf tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap fungsi sekresi korteks

adrenal. Ini terbukti pada percobaan transplantasi kelenjar adrenal, dimana fungsi

sekresinya tetap normal.akibat pengaruh ACTH, zona fasikulata korteks adrenal

akan mensekresi kortisol dan kortikosteron. Bila kadar kedua hoemon tersebut

dalam darah meningkat, terutama kortisol, maka akan terjadi penghambatan

sekresi ACTH. Keadaan tersebut tidak berlaku untuk aldosteron yang disekresikan

oleh zona glomerulosa. Peninggian kadar aldosterin dalam darah tidak

menyebabkan penghambatan sekresi ACTH. Adanya regulasi sekresi kortisol dan

aldosteron yang terpisah dapat dilihat pada pasien edema, di mana ekskresi

metabolit kortisol normal, sedangkan metabolit aldosteron meningkat

Alldea Di Banuasenza

160110110067

Page 25: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

2.2.3 Glukokortikoid

2.2.3.1 Hydrocortisone

Glukokortikoid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein.

Molekul hormon memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif

di jaringan target, kemudian bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini

mengalami perubahan bentuk, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan

kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik.

Induksi sintesis protein ini merupakan perantara efek fisiologis steroid. Pada

beberapa jaringan, misalnya hepar, hormon steroid merangsang transkripsi dan

sintesis protein spesifik; pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan fibroblas

hormon steroid merangsang sintesis protein yang sifatnya menghambat atau

toksik terhadap sel-sel limfoid, hal ini menimbulkan efek katabolik.

Kortisol dan analog sintetiknya dapat mencegah atau menekan timbulnya

gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik, atau alergen. Secara

mikroskopik obat ini menghambat fenomena inflamasi dini yaitu edema, deposit

fibrin, dilatasi kapiler, migrasi leukosit ke tempat radang dan aktivitas fagositosis.

Selain itu juga dapat menghambat manifestasi inflamasi yang telah lanjut yaitu

proliferasi kapiler dan fibroblast, pengumpulan kolagen dan pembentukan

sikatriks. Hal ini karena efeknya yang besar terhadap konsentrasi, distribusi dan

fungsi leukosit perifer dan juga disebabkan oleh efek supresinya terhadap

cytokyne dan chemokyne imflamasi serta mediator inflamasi lipid dan glukolipid

lainnya. Inflamasi, tanpa memperhatikan penyebabnya, ditandai dengan

ekstravasasi dan infiltrasi leukosit kedalam jaringan yang mengalami inflamasi.

Peristiwa tersebut diperantarai oleh serangkaian interaksi yang komplek dengan

molekul adhesi sel, khususnya yang berada pada sel endotel dan dihambat oleh

glukokortikoid.

Sesudah pemberian dosis tunggal glukokortikoid dengan masa kerja

pendek, konsentrasi neutrofil meningkat , sedangkan limfosit, monosit dan

eosinofil dan basofil dalam sirkulasi tersebut berkurang jumlahnya. Perubahan

tersebut menjadi maksimal dalam 6 jam dan menghilang setelah 24 jam.

Alldea Di Banuasenza

160110110067

Page 26: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

Peningkatan neutrofil tersebut disebabkan oleh peningkatan aliran masuk ke

dalam darah dari sumsum tulang dan penurunan migrasi dari pembuluh darah,

sehingga menyebabkan penurunan jumlah sel pada tempat inflamasi.

Glukokortikoid juga menghambat fungsi makrofag jaringan dan sel

penyebab antigen lainnya. Kemampuan sel tersebut untuk bereaksi terhadap

antigen dan mitogen diturunkan. Efek terhadap makrofag tersebut terutama

menandai dan membatasi kemampuannya untuk memfagosit dan membunuh

mikroorganisme serta menghasilkan tumor nekrosis factor-a, interleukin-1,

metalloproteinase dan activator plasminogen. Selain efeknya terhadap fungsi

leukosit, glukokortikoid mempengaruhi reaksi inflamasi dengan cara menurunkan

sintesis prostaglandin,leukotrien dan platelet-aktivating factor.

1) Farmakodinamik

Cortisol mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan

lemak; dan mempengaruhi juga fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot

lurik, sistem saraf,dan organ lain. Korteks adrenal berfungsi homeostatik,

artinya penting bagiorganisme untuk dapat mempertahankan diri dalam

menghadapi perubahan lingkungan.

Efek cortisol kebanyakan berhubungan dengan besarnya dosis,

makin besar dosis terapi makin besar efek yang didapat. Dosis besar

cortisol menyebabkan euforia, naiknya mood, rasa gugup, restlessness /

kelelahan, yang merupakan tipe kerja yang reversibel. Mereka seringkali

menyebabkan gangguan perilaku pada manusia dan juga meningkatkan

tekanan intrakranial.Tetapi disamping itu juga ada keterkaitan kerja

kortikosteroid dengan hormon-hormon lain. Peran kortikosteroid dalam

kerjasama ini disebut  permissive effects, yaitu kortikosteroid diperlukan

supaya terjadi suatu efek hormon lain, diduga mekanismenya melalui

pengaruh steroid terhadap pembentukan protein yang mengubah respon

jaringan terhadap hormon lain. Misalnya otot polos bronkus tidak akan

berespon terhadap katekolamin bila tidak ada kortikosteroid, dan

Alldea Di Banuasenza

160110110067

Page 27: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

pemberian kortikosteroid dosis fisiologis akan mengembalikan respon

tersebut.

Cortisol menekan semua jenis inflamasi, hipersensitifitas dan

reaksi alergi. Mereka menekan edema, dilatasi kapiler, migrasi leukosit,

permeabilitas kapiler di area inflamasi. Glukokortikoid menghambat

fungsi leukosit dan makrofag jaringan. Mereka juga menstabilkan

membran lysosomal, sehingga mengurangi konsentrasi enzym proteolitik

di lokasi inflamasi. Glukokortikoid juga menghambat produksi aktivator

plasminogen oleh neutrofil. Mereka juga mempengaruhi respon inflamasi

dengan mengurangi sintesis prostaglandin dan leukotriene yang dihasilkan

dari aktivasi enzym phospholipase A2.

2) Farmakokinetik

Waktu paruh kortisol dalam sirkulasi, normalnya sekitar 60-90

menit, waktu paruh dapat meningkat apabila hydrocortisone (prefarat

farmasi kortisol) diberikan dalam jumlah besar, atau pada saat terjadi stres,

hipotiroidisme atau penyakit hati. Hanya 1% kortisol diekskresi tanpa

perubahan di urine sebagai kortisol bebas, sekitar20% kortisol diubah

menjadi kortison di ginjal dan jaringan lain dengan

reseptormineralokortikoid sebelum mencapai hati.

Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan

absorpsi, mula kerja dan lama kerja juga mempengaruhi afinitas terhadap

reseptor, dan ikatan protein. Prednisone adalah prodrug yang dengan cepat

diubah menjadi prednisolon bentuk aktifnya dalam tubuh.

Glukokortikoid dapat diabsorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva,

dan ruangsinovial. Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit

yang luas dapatmenyebabkan efek sistemik, antara lain supresi korteks

adrenal.

Alldea Di Banuasenza

160110110067

Page 28: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

3) Indikasi

Hydrocortisone digunakan untuk mencapai supresi yang diinginkan

pada inflamasi pada banyak keadaan inflamasi dan alergi. Beberapa

contoh dari kondisi inflamasi terjadi pada rheumatoid arthritis, lupus

sistemik, arthritis gouty, arthritis psoriatic, ulcerative colitis dan chron’s

disease.

Beberapa keadaan alergi parah yang tidak merespon pengobatan

konvensional juga dapat merespon pada hydrocortisone. Contohnya adalah

asma bronchial, alergi rhinitis, drug-induced dermatitis, dan dermatitis

kontak serta dermatitis atopic.

Kondisi kronis pada kulit juga dapat diobati dengan

hydrocortisone, seperti dermatitis herpetiformis, pemphigus, psoriasis

yang parah dan dermatitis seborrheic yang parah.

Kondisi pada mata seperti alergi kronis dan inflamasi pad uvea,

iris, conjunctiva dan saraf optic pada mata juga diobati dengan

menggunakan hydrocortisone. Hydrocortisone juga digunakan untuk

pengobatan kanker sel darah seperti leukemia dan kanker kelenjar getah

bening (lymphoma). Selain itu penyakit darah seperti hancurnya platelet

oleh sel imun tubuh (idiophatic thrombocytopenia purpura) dan

penghancurnan sel darah merah oleh sel imun (autoimmunie hemolytic

anemia) dapat juga diobati dengan hydrocortisone. Beberapa kondisi lain

seperti thyroiditis dan sarcoidosis juga diobati dengan hydrocortisone.

Selain itu hydrocortisone juga digunakan sebagai pengganti

hormone natural pada pasien yang kelenjar adrenalnya tidak mampu

memproduksi jumlah kortikosteroid yang cukup.

Laras Annisa F

160110110128

Page 29: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

4) Kontraindikasi

Hydrocortisone sebaiknya tidak diberikan untuk pasien yang

mengalami infeksi virus atau jamur, lesi tuberkular atau sifilitik, infeksi

bakteri kecuali digunakan untuk konjungtiva dengan kemoterapi yang

sesuai. Hal ini disebabkan karena hydrocortisone atau kortikosteroid

secara umum menurunkan sistem imun pada pasien sehingga apabila

digunakan pada pasien yang mengalami infeksi akan memperparah infeksi

tersebut.

Selain itu hydrocortisone sebaiknya tidak digunakan pada pasien

yang mengalami alergi terhadap hydrocortisone atau zat kandungan lain

pada obat, obstruksi intestinal, abses atau perforasi, peritonitis, dan kondisi

lain pada intestinal, inflamasi pada otak yang terkait dengan cedera kepala

atau stroke, infeksi atau luka pada kulit, dan sebaiknya tidak digunakan

pada pasien yang merupakan ibu hamil atau menyusui.

5) Efek samping

Problem mental

Merasa depresi

Merasa suicidal

Iritabilitas

Halusinasi

Pikiran yang aneh dan menakutkan

Anxietas

Masalah tidur

Amnesia

Memperburuk infeksi oral

Laras Annisa F

160110110128

Page 30: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

Iritasi local

6) Interaksi obat

Thiazides dapat menyebabkan hiperglikemi dan hipokalemia

disebabkan oleh kortikosteroid. Dapat menyebabkan meningkatnya

insidensi ulser peptikum dan perdarahan gastrointestinal dengan

penggunaan NSAIDs. Dosis obat antidiabetes dan antihipertensi harus

ditingkatkan. Efikasi berkurang dengan penggunaan carbamezapine,

phenytoin, primidone, barbiturates dan rifampicin. Inhibisi mutual dari

metabolism dari siklosporin dan kortikosteroid menyebabkan

meningkatnya konsentrasi plasma dari kedua obat.

7) Dosis dan sediaan

(1) Oral

Penggantian terapi kortikosteroid yang tidak sufisien. Pada dewasa

20-30 mg perhari dengan 2 dosis terbagi dan pada anak-anak 400-800

mcg/kg/hari, dengan 2-4 dosis terbagi.

(2) Intravenous

Sebagai supelemen pada insufisiensi adrenal pada operasi

minor dibawah general anaesthesia.

Dewasa : Pada pasien yang menggunakan >10mg

prednisolone atau equivalen dengan oral perhari : 25-50 mg.

Lanjutkan dengan kortikosteroid oral setelah operasi.

Sebagai suplemen pada insufisiensi adrenal selama operasi

sedang atau operasi besar.

Laras Annisa F

160110110128

Page 31: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

Dewasa : Pada pasien >10mg dari prednisolone. Dosis oral

kortikosteroid pada pagi hari sebelum operasi diikuti dengan 25-50

mg induksi, lalu dengan dosis serupa dari hydrocortisone 24 jam

setelah operasi sedang dan 48-72 jam setelah operasi besar.

Lanjutkan terapi oral setelah injeksi dihentikan.

(3) Acute adrenocortical insufficiency

Dewasa : 100-500 mg 3-4 kali/24 jam tergantung dari

keadaan dan kondisi pasien. Cairan dan elektrolit harus

diadministrasikan dalam jumlah yang tepat untuk mengkoreksi

gangguan metabolisme. Dosis juga dapat diberikan dalam bentuk

intramuskular tetapi respon dapat lebih lambat.

Anak-anak : <1 tahun : 25 mg; 1-5 tahun : 50 mg; 6-12

tahun : 100 mg. Cairan dan elektrolit harus diadministrasikan

dalam jumlah yang tepat untuk mengkoresi gangguan metabolisme.

(4) Injection

Inflamasi jaringan lunak.

Pada dewasa digunakan sebagai bentuk sodium fosfat atau sodium

suksinat ester dan anak-anak 100-200 mg sebagai injeksi lokal.

(5) Intra-articular

Inflamasi sendi.

Dewasa: Sebagai asetat. 5-50 mg tergantung keparahan dan ukuran

sendi yang terkena.

Laras Annisa F

160110110128

Page 32: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

(6) Topical/Cutaneous

Corticosteroid-responsive dermatoses.

Dewasa : 0.1 – 1.25 % krim/salep/losion pada area yang terkena.

2.2.3.2 Prednisolone

Prednisolone merupakan salah satu kortikosteroid. Secara umum kita

harus mengetahui bahwa kortikosteroid disintesis di adrenal korteks di bawah

pengaruh ACTH. Glukokortikoid mempengaruhi metabolism karbohidrat, protein,

lemak dan elektrolit.

Prednisolone 4 kali lebih poten dibandingkan dengan hidrokortisone.

Prednisolone memiliki durasi aksi intermediet.

1) Farmakokinetik

Prednison oral mudah diserap dan ekstensif dimetabolisme dalam

hati. bentuk intravena memiliki onset yang cepat. Obat inhalasi yang

minimal diserap, walaupun dosis meningkat.

2) Farmakodinamik

Kortikosteroid bekerja dengan menghambat produksi sitokin,

leukotrien,dan prostaglandin, perekrutan eosinofil, dan pelepasan mediator

inflamasi lainnya. Mereka juga mempengaruhi area lain di dalam tubuh,

yang dapat menyebabkan reaksi jangka panjang yang merugikan.

3) Indikasi

Inflamasi dan alergi. Digunakan dalam penanggulangan inflamasi

usus, immunosuppresi, asthma dan penyakit rematik.

·   

4) Kontraindikasi

Penyakit infeksi sistemik, wanita hamil dan menyusui,

Bianda Taris Iskandar

16011011042

Page 33: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

hipersensitivitas terhadap prednison atau komponen-komponen obat

lainnya.

5) Efek Samping

Efek samping meliputi ulkus peptikum, miopati, psikosis steroid.

Pada penggunaan jangka panjang menyebabkan posterior subcapsular

katarak, osteoporosis, hiperglikemia, peningkatan kerentanan terkena

infeksi. Walaupun kortikosteroid sistemik dapat menyebabkan celah bibir

dan palatum pada tikus, ada sedikit bukti bahwa efek yang tidak

diinginkan ini bisa terjadi juga pada manusia. Dampak utama dari

kortikosteroid sistemik pada mulut adalah penyebabkan peningkatan

kerentanan terkena infeksi. Contohnya adalah mengalami candidiasis dan

virus herpes. Sifat anti inflamasi dan immunouppresan dari kortikosteroid

mampu melindungi pasen dari kerusakan periodontal. Penggunaan

kortikosteroid sistemik jangka panjang dapat menyebabkan osteoporosis,

dan hal ini sekarang menjadi faktor resiko menjadi penyakit periodontal.

6) Interaksi obat

Rifampisin, fenitoin, fenobarbital dapat mempercepat metabolisme

kortikosteroid.

7) Dosis

5-60mg perhari. Dewasa 20-80mg/kg BB perhari. Anak-anak 1

mg/kg BB maksimal 50 mg/hari.

Bianda Taris Iskandar

16011011042

Page 34: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

2.2.3.3 Triamcinolone

Triamcinolone merupakan kortikosteroid (selective glucocorticoid) yang

digunakan untuk menurunkan inflamasi, asthma, allergic disorders, rheumatoid

arthritis, dan dermatosis.

1) Farmakodinamik

Glukokortikoid merupakan inhibitor poten terhadap respon

inflamasi. Mekanisme aksi glukokortikoid adalah efek yang dihasilkan

dari ikatan yang terjadi antara glukokortikoid dengan reseptornya.

Reseptor yang teraktivasi berikatan dengan elemen respon glukokortikoid

pada DNA, sehingga menghasilkan ekspresi gen. Selain itu, reseptor

glukokortikoid yang teraktivasi dapat berikatan langsung dengan faktor

transkripsi yang menyebabkan inhibisi ekspresi gen inflamasi.

Glukokortikoid dapat menghambat produksi eosinofil, basofil,

monosit, dan limfosit, sintesis berbagai sitokin (IL dan TNF-α) dalam

makrofag, limfosit, monosit, dan sel endotel, juga menghambat

penghasilan histamin. Glukokortikoid menghambat sintesis molekul

adhesi pada sel-sel endotel, sehingga menghambat attachment sel-sel

inflamasi dan menghambat recruitment terhadap tempat inflamasi.

Triamcinolone sebagai glukokortikoid dapat menurunkan imun.

Mekanisme penurunan tersebut cukup kompleks, namun melibatkan

inhibisi dari glukokortikoid terhadap aktivasi dan proliferasi limfosit T.

Selain itu juga menghambat produksi sel plasma. Glukokortikoid

menghambat kemampuan sel inflamasi untuk bermigrasi ke tempat reaksi

Rifa Rifatul M

160110110104

Page 35: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

inflamasi. Pada akhirnya glukokortikoid menghambat pembentukan

antibodi.

2) Farmakokinetik

Pada umumnya obat kortikosteroid dapat diserap dengan baik pada

gastrointestinal tract. Sejumlah kortikosteroid yang digunakan secara

topikal (contohnya triamcinolone) dapat diserap melalui membran

mukosa. Pada keadaan normal, >90% circulating corticosteroid berikatan

dengan protein plasma. Hydrocortisone didegradasi cepat di hati dengan

reduksi, terkonjugasi dengan glucuronic acid, dan diekskresikan di urin.

3) Indikasi

Dalam kedokteran gigi, kortikosteroid digunakan untuk

mengurangi tanda dan gejala dari reaksi inflamasi. Beberapa indikasi

penggunaan kortikosteroid di kedokteran gigi antara lain oral ulceration,

hipersensitivitas pulpa, postoperative sequelae, anafilaksis, dan reaksi

alergi lain.

Penanganan ulserasi pada mukosa oral biasanya menggunakan

kortikosteroid topikal, contohnya triamcinolone topikal. Kortikosteroid ini

dapat mengurangi gejala, tanpa memperhatikan penyebab dari ulserasi

tersebut. Kondisi yang dapat diatasi antara lain denture/traumatic ulcers,

RAS, erosive lichen planus, eritema multiform, pemfigus, desquamatif

gingivitis dan stomatitis, geographic tongue, dan angular stomatitis

(cheilitis). Kortikosteroid tidak dapat merubah pathogenesis pada lesi

ulseratif kronis pada mukosa oral. Walaupun kelainan yang parah dengan

Rifa Rifatul M

160110110104

Page 36: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

manifestasi dermatologis dan mukosa seperti pemfigus, dapat ditangani

dengan penggunaan glukokortikoid sistemik, namun untuk menangani

ulserasi di mukosa oral perlu penggunaan glukokortikoid topikal.

4) Kontra indikasi

Dalam kedokteran gigi, kortikosteroid digunakan untuk

mengurangi tanda dan gejala dari reaksi inflamasi. Beberapa indikasi

penggunaan kortikosteroid di kedokteran gigi antara lain oral ulceration,

hipersensitivitas pulpa, postoperative sequelae, anafilaksis, dan reaksi

alergi lain.

Penanganan ulserasi pada mukosa oral biasanya menggunakan

kortikosteroid topikal, contohnya triamcinolone topikal. Kortikosteroid ini

dapat mengurangi gejala, tanpa memperhatikan penyebab dari ulserasi

tersebut. Kondisi yang dapat diatasi antara lain denture/traumatic ulcers,

RAS, erosive lichen planus, eritema multiform, pemfigus, desquamatif

gingivitis dan stomatitis, geographic tongue, dan angular stomatitis

(cheilitis). Kortikosteroid tidak dapat merubah pathogenesis pada lesi

ulseratif kronis pada mukosa oral. Walaupun kelainan yang parah dengan

manifestasi dermatologis dan mukosa seperti pemfigus, dapat ditangani

dengan penggunaan glukokortikoid sistemik, namun untuk menangani

ulserasi di mukosa oral perlu penggunaan glukokortikoid topikal.

5) Efek Samping

Efek utama dari penggunaan triamcinolone (glukokortikoid) pada

rongga mulut adalah meningkatnya kerentanan terhadap infeksi

Rifa Rifatul M

160110110104

Page 37: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

oportunistik, meliputi infeksi candida (candidiasis) dan infeksi yang

disebabkan oleh virus herpes. Sifat antiinflamasi dan imunosupresan dari

kortikosteroid dapat menghasilkan proteksi terhadap kerusakan

periodontal. Penggunaan kortikosteroid jangka panjang dapat

memperparah osteoporosis yang akan berdampak pada penyakit

periodontal.

6) Interaksi dengan Obat

Aspirin dan NSAID tidak boleh diberikan pada pasien dengan

penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Kedua obat tersebut dapat

meningkatkan risiko perdarahan dan ulserasi gastrointestinal. Obat

antifungal amphotericin dapat meningkatkan risiko corticosteroid-induced

hypokalemia, sedangkan ketoconazole dapat menghambat metabolism

kortikosteroid di hati.

7) Sediaan dan Dosis

Keuntungan aplikasi glukokortikoid secara topikal sangat besar

ketika terdapat kontak maksimal dengan jaringan. Obat ini biasanya

dicampurkan dengan pasta yang dapat menempel dengan mukosa dan

tahan terhadap pelarutan serta perpindahan. Salah satu vehicle ini adalah

carboxymethylcellulose in a base of polyethylene resin and mineral oil

(Orabase), biasanya tersedia dengan atau tanpa glukokortikoid.

Sediaan triamcinolone yang biasa digunakan di kedokteran gigi

adalah triamcinolone acetonide (nama generik) dengan nama dagang

kenalog in orabase, dosis untuk orang dewasa yaitu 2-3 kali per hari,

Rifa Rifatul M

160110110104

Page 38: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

digunakan secara topikal. Sediaannya dalam bentuk pasta 0.1% dengan

gelatin, pectin, dan sodium carboxymethylcellulose dalam polyethylene

dan mineral oil base.

8) Macam/Jenis

(1) Triamcinolone Acetonide, Aerosol

(2) Triamcinolone Acetonide, Parenteral

(3) Triamcinolone Hexacetonide

(4) Triamcinolone, Oral

9) Aplikasi pada KG

(1) Oral lesi inflamasi /ulser

Dewasa: Oral topikal: Tekan setetes kecil (sekitar 1 / 4 inci) ke lesi

sampai selapis tipis, jumlah yang lebih besar mungkin diperlukan

untuk beberapa lesi.

(2) Aplikasikan sebelum tidur atau sesudah makan bila aplikasi

dibutuhkan sepanjang hari.

Rifa Rifatul M

160110110104

Page 39: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

2.2.3.4 Dexamethasone

Dexamethason adalah glucocorticoid jangka panjang yang sangat poten.

Obat ini menyebabkan supresi dari pituitary adrenal axis. Digunakan pada shock

akibat trauma, alergi darurat, rheumatoid arthritis, asma, nephrotic sindrom dan

supresi dari inflamasi pada kelainan mata dan kulit.

1) Farmakokinetik

Absorbsi melalui Gastrointerstinal, diabsorbsi 77% pada plasenta,

protein binding. Metabolisme sebagian besar di hati dan diekskresikan

melalui urin. Dengan waktu paruh 190 menit.

2) Farmakodinamik

(1) Menghambat migrasi leukosit

(2) Mengurangi produksi mediator inflamasi dan menurunkan

permeabilitas kapiler yang tinggi

(3) Menekan respon imun normal

3) Indikasi

Inflamasi, nyeri berat (misalnya setelah root canal treatmant),

mengontrol pembengkakan setelah bedah mulut atau bedah periodontal.

4) Kontraindikasi

Hipersensitivitas, infeksi yang belum ditangani, infeksi sistemik

virus atau jamur.

5) Efek Samping

Osteoporosis, pepticulser, glaukoma dan fraktur, pancreatic

dysfunction dan pancreatitis, meningkatkan nafsu makan, perubahan kulit,

meningkatkan kemungkinan terkena infeksi, candidiasis.

51

Gede Galang M

160110110030

Page 40: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

6) Interaksi Obat

(1) Aspirin atau etanol: Meningkatkan aktivitas dexamethasone

(2) Ephedrine, cholestyamin, phenytoin, phenorbarbital, dan rifampicin:

Menurunkan efek kombinasi.

7) Dosis

Dosis dari dexamethasone adalah 0,5-5mg/hari oral, 4-20 mg/hari IM/IV

0,1 topikal krim sebagai dexamethasone sodium pospat dan trimethyl

asetat.

Untuk Dewasa: 0.75-9 mg/hari

Anak-anak 1 bulan – 18 tahun: 10-100 microgram/kg/hari dapat

ditingkatkan sampai mcg/kg/hari dalam situasi darurat.

2.2.3.5 Betamethasone

Bethametasone merupakan corticosteroid dengan aktivitas utama

glucocorticoid. Nama dagang: Celeston, Bentason, Benoson, Betnesol , Valisone

Scalp Lotion, Betacort, Celestoderm-V, Celestoderm-V/2, Prevex B , Betaprolene,

Diprolene Glycol, Taro-Sone, Topilene, ratio-Topilene, ratio-Topisone

1) Farmakodinamik

Betamethasone mencegah dan mengendalikan peradangan dengan

mengendalikan laju sintesis protein, menekan migrasi leukosit PMN dan

fibroblast, dan menurunkan permeabilitas kapiler dan stabilisasi lisosomal.

2) Farmakokinetik

Absorpsi : GIT

Distribusi :melalui jaringan tubuh, dapat masuk ke placenta dan ASI

Metabolism :Hepar

Ekskresi : urine

Nury Raynuary

160110110006

Page 41: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

3) Indikasi

Alergi dan penyakit inflamasi, congenital adrenal hyperplasia,

penyakit kulit, asma, rheumatoid arthritis, penyakit autoimmune (cth:

SLE)

4) Kontraindikasi

Hipersensitivitas, infeksi akut systemic dan infeksi jamur systemic

5) Efek Samping

Gangguan gastrointestinal, meningkatkan nafsu makan, pusing,

lelah, merasa lemah, perubahan kulit, depresi, psikosis, DM, perubahan

sikap, sulit tidur.

6) Interaksi Obat

(1) Thiazide diuretik : hiperglikemia, hypokalemia

(2) NSAIDs: Insidensi peptic ulcer, dan GI bleeding, respon anti koagulan

berubah, dosis Antidiabetes dan antihipertensi harus ditingkatkan,

menurunkan serum konsentrasi salisilat dan antimuskarinik,

menurunan anefikasi (carbamezapine, fenitoin, promidione,

barbiturate, rifampicin).

7) Dosis

Dewasa : 0,5 – 5 mg /hari

Anak-anak<12 tahun0.0175-0.125 mg/kg BB daily, dosis dapat dibagi

setiap 6-12 jam.

Nury Raynuary

160110110006

Page 42: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

2.3 Antiplak dan Antigingivitis

2.3.1 Triclosan

Triclosan ( 2,4,4 eter ' - trikloro - 2' - Hydroxydiphenyl ) telah digunakan

dalam sabun antimikroba dan diselidiki dalam berbagai larutan kumur dan pasta

gigi antiplak sebagai agent. Antimikroba ini bakteriostatik telah terdapat di sabun

dan produk konsumen lainnya ( pasta gigi ) dalam konsentrasi berkisar antara 0,2

% sampai 2 % . Cara kerjanya dengan mempengaruhi fungsi membran sitoplasma

dan syntesis RNA , asam lemak, dan protein dengan mengikat protein pembawa

reduktase.

Triclosan adalah bakteriostatik dan fungistatik, dengan rentang aktifitas

antimicrobial dan substantivitas yang cukup luas. Beberapa bakteri memiliki

ketahanan untuk triclosan, seperti Pseudomonas aeruginosa, yang memiliki "

pompa " untuk membuat triclosan keluar dari sel. Meskipun bahan kimia ini

termasuk dalam berbagai formulasi komersial, triclosan kurang efektif daripada

CHG, iodophors, atau antiseptik berbasis alkohol untuk mengurangi jumlah

bakteri di tangan setelah 1 menit mencuci tangan. Efektif atau tidaknya

antimikroba juga dapat dipengaruhi oleh perubahan pH, dan adanya surfaktan dan

emolien pada jaringan epitel. Selain aktivitas antimikroba, triclosan tampaknya

memiliki efek anti - inflamasi langsung. Efek ini mungkin akibat dari

penghambatan sebagian dari histamine.

2.3.2 Bisbiguanide

Chlorhexidine adalah molekul kation simetris yang stabil sebagai garam.

Karena sifat kationnya, ia berikatan kuat dengan droksiapatit (mineral enamel

gigi), pelikel organic di permukaan gigi, protein saliva dan bakteri. Chlorhexidine

biasanya berikatan di mulut pada membrane mukosa seperta alveolar dan mukosa

gusi.

59

Robiyanti Saputri

160110110018

Page 43: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

1) Farmakodinamik

Walaupun chlorhexidine mampu mempengaruhi semua bakteri,

namun bakteri gram positif lebih peka dibandingkan dengan gram

negative. Konsentrasi rendah dari chlorhexidine dapat menghambat

pertumbuhan bakteri, sedangkan konsentrasi tinggi chlorhexidine dapat

membunuh bakteri.

Bakteriostatis adalah hasil dari ikatan chlorhexidine dengan

dinding sel bakteri, dimana itu menghambat system transportasi

membrane. Streptokokus oral menyerap gula melalui system

phosphoenolpyruvate-mediated phosphotransferase (PEP-PTS). PEP-PTS

merupakan proses pemindahan kelompok carrier-mediated di mana

sejumlah enzim larut dan terikat mengkatalisis transfer gugus fosforil dari

PEP ke substrat gula dengan pembentukan gula fosfat dan piruvat.

Chlorhexidine diketahui digunakan untuk menghilangkan aktivitas PTS

pada konsentrasi bakterisid. Konsentrasi tingg chlorhexidine menyebabkan

pengendapan protein intraselular dan kematian sel.

2) Farmakokinetik

Tingkat pembersihan oleh chlorhexidine pada mulut setelah satu

kali kumur dengan 10 ml larutan 0,2%, memiliki waktu paruh 60 menit.

Artinya, aplikasi satu kali pembersihan dengan larutan chlorhexidine

0,2%, konsentrasi senyawa melebihi konsentrasi hambat minimum (MIC)

untuk oral streptokokus (5 mg / mL) selama hampir 5 jam. Menunjukkan

keefektifannya untuk menghambat pembentukan plak supragingival.

3) Indikasi

Pengobatan pada penyakit gingival parah yang termasuk

diantaranya pembuangan kalkulus dan plak serta instruksi kebersihan

mulut. Penggunaan obat kumur chlorhexidine 0.1-0.2% membantu

kontrol plak harian yang memfasilitasi upaya pasien untuk melawan

pembentukan plak baru dan untuk menyembuhkan gingivitis. Penggunaan

chlorhexidine ditujukan pada situasi berikut: disinfeksi rongga mulut

Robiyanti Saputri

160110110018

Page 44: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

sebelum perawatan gigi, sebagai tambahan selama terapi terutama dalam

kasus umum dan lokal agresif periodontitis, dan pada pasien handicapped.

4) Efek Samping

Efek samping yang paling sering terlihat dari chlorhexidine adalah

timbulnya noda kuning kecoklatan pada gigi dan jaringan lunak beberapa

pasien. Perubahan warna pada permukaan gigi memerlukan bahan abrasive

untuk menghilangkannya.

Lesi jaringan lunak deskuamatif juga telah dilaporkan pada

penggunaan konsentrasi obat melebihi 0,2% atau setelah aplikasi

berkepanjangan. Efek samping dari chlorhexidine juga diketahui

mengganggu persepsi rasa Dilaporkan bahwa berkumur dengan larutan

0,2% klorheksidin diglukonat menghasilkan perubahan signifikan dalam

persepsi rasa untuk garam tapi bukan untuk manis, pahit, dan asam.

Sebagai obat kumur, sampai saat ini chlorhexidine memiliki belum

dilaporkan untuk menghasilkan efek sistemik beracun. Karena

klorheksidin kurang diserap di rongga mulut dan saluran pencernaan, jadi

sedikit kemungkinan memasuki aliran darah.

5) Dosis

10-12 ml, dua kali sehari

Robiyanti Saputri

160110110018

Page 45: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

2.4 Antifungal

Tabel 3.1 Klasifikasi Antifungal

Agen antifungal Mekanisme kerja Penggunaan klinik

Amphotericin B Bergabung dengan ergosterol

pada membrane fungal

Topikal: candidiasis superficial; IV:

progressive dan severe infeksi fungal

sistemik

Nystatin Bergabung dengan ergosterol

pada membrane fungal

Topikal: oral candidiasis

Clotrimazole Menghambat sistesis

ergosterol

Topikal: oral candidiasis, superficial

infeksi jamur

Fluconazole Menghambat sistesis

ergosterol

Oral:kandidiasis local dan sistemik,

cryptococcal meningitis, blastomycosis

sistemik, coccidioidomycosis

Itraconazole Menghambat sistesis

ergosterol

Oral: infeksi fungal sistemik, infeksi

dermatofit

Ketoconazole Menghambat sistesis

ergosterol

Topical: infeksi fungal superficial, oral:

infeksi fungal sistemik, kandidiasis

mucocuteneous, infeksi dermatofir parah,

tidak respontif

Miconazole Menghambat sistesis

ergosterol

Topical: cutaneous candidiasis dan

vulvovaginitis, dan infeksi fungal

superficial

Flucytosine Menghambat sintesis asam

nucleic

Oral: kandidiasis sistemik dan

cryptococcosis

63

Swarantika Aulia

160110110080

Swarantika Aulia

160110110080

Page 46: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

Griseofulvin Mengganggu spindle mitotic Oral: infeksi fungal kulit, kuku dan rambut

Caspofungin Menghambat sintesis dinding

sel

IV: aspergillosis yang parah dan invasive.

2.3.1 Amphoterisin B

Ampothericin B adalah agen antifungal yang diperoleh dari streptococcus

nodosus (actinimicetes yang ditemukan di tanah). Termasuk golongan polyene

karena strukturnya terdiri dari cincin lactone besar (makrolide) dengan konjugasi

beberapa ikatan rangkap. Amphotericin b digunakan untuk aktivitas fungistatik

dan fungisidal tergantung pada konsentrasi dari obat dan pH. Aktivitas puncak

terjadi pada pH ntara 6-7.5. Amphotericin b memiliki spektrum luas yang efektif

mengobati spesies candida¸ Histoplasma capsulatum¸ Cryptococcus neoformans¸

dan Concidivides immitis. Amphotericin dapat berfungsi sebagai Fungisid atau

Fungistatik bergantung pada: Konsentrasi, pH(aktivitas puncaknya pada pH 6-

7,5), dan sensitivitas jamur yang dipengaruhi.

Resisten terhadap amphotericin b berhubungan dengan pergantian ergosterol

dengan sterol lainnya dalam membrane plasma jamur.

Amphotericin b tidak di absorbsi dari kulit atau membrane mukosa dan tidak

secara konsisten di absorbsi melalui GI tract. Untuk infeksi sistemik amphotericin

b diadministrasikan oleh pemasukan intravena. Metabolisme dari amphotericin

belum diketahui secara pasti tapi sebagian besar obat diekskresikan oleh ginjal

pada lebih dari 2 bulan setelahnya. Konsentrasi plasma amphotericin b tidak

berefek pada penyakit ginjal oleh karena itu tidak diperlukan dosis khusus untuk

pasien dengan penurunan fungsi ginjal. Amphotericin b dipakai secara topikal

dengan sediaan 3% cream¸ ointment atau lotion bermanfaat dalam pengobatan

infeksi candida superfisial. Karena infeksi C. Albicans dapat terjadi pada pasien

yang menerima antibiotik spektrum luas maka agen ini dikombinasikan dengan

nystatin.

Page 47: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

2.3.1.1 Farmakokinetik

Amphoterisin B sedikit sekali diserap melalui saluran cerna. Obat

ini didistribusikan ke seluruh jaringan. Kira-kira 95% beredar di plasma,

terikat pada lipoprotein. Eksresi obat ini melalui ginjal berlangsung lambat

sekali, hanya 3% dari jumlah yang diberikan selama 24 jam sebelumnya

ditemukan dalam urin. Waktu paruh dari obat ini selama 24 jam, dapat

mencapai 15 hari untuk pengobatan dalam jangka waktu yang lama.

2.3.1.2 Farmakodinamik

Amphoterisin B berikatan kuat dengan ergosterol (komponen

sensitif yang terdapat pada membran sel jamur), kemudian masuk ke

dalam saluran pada membrane mempengaruhi permeabilitas sehingga

menyebabkan kebocoran Na+, K+ dan H+ yang menyebabkan kerusakan

pada komponen sel jamur dan menyebabkan kematian sel. Amphoterisin B

juga aktif melawan Absidia spp, Aspergillus spp, Basidiobolus spp, B.

dermatitidis, Candida spp, C. immitis, Conidobolus spp, C. neoformans,

H. capsulatum, Mucor spp, P. brasiliensis, Rhizopus spp, Rodotorula

spp. and S. schenckii.

2.3.1.3 Indikasi

Amphoterisin B diindikasikan untuk berbagai macam infeksi

jamur. Biasanya sebagai terapi awal untuk infeksi jamur serius dan diganti

dengan salah satu azole baru untuk pengobatan lama atau pencegahan

kekambuhan.

Digunakan dalam pengobatan infeksi jamur koksidiodomikosis,

parakoksidiodomikosis, aspergilosis, kromoblastomikosis. Tetesan topical

amphotericin B efektif untuk korneal,keratitis mikotik. Selain itu,

Amphoterisin B juga digunakan untuk meningitis berat, aspergillosis,

endocarditis, dan candiduria.

Swarantika Aulia

160110110080

Page 48: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

Dalam bidang kedokteran gigi, Amphoterisin B digunakan untuk

perawatan topikal untuk infeksi kandida kutaneus dan mukokutaneus,

terutama untuk mengatasi infeksi jamur Candida albicans, contohnya pada

pasien denture stomatitis.

2.3.1.4 Kontraindikasi

Kontraindikasi dari penggunaan Amphoterisin B adalah untuk

pasien yang hipersensitif terhadap penggunaan amphoterisin B, ibu

menyusui, dan tidak dianjurkan untuk diberikan kepada pasien yang

sedang mengkonsumsi obat antineoplastik.

2.3.1.5 Efek Samping

Penggunaan Amphoterisin B secara topikal dapat menyebabkan

iritasi loka, pruritus, dan ruam pada kulit. Penggunaan secara intravena

dapat menyebabkan terjadinya demam, konvulsi, malaise, nausea, muntah,

diare, anorexia, tinnitus, vertigo, gangguan pendengaran, hipotensi,

hipertensi, peripheral neuropathy, nyeri, serta gangguan ginjal. Dapat juga

menyebabkan efek fatal seperti reaksi anafilaktik dan

leucoencephalopathy. Overdosis dapat menyebabkan terjadinya sesak

nafas.

2.3.1.6 Interaksi Obat

Jika Amphoterisin B digunakan bersamaan dengan aminoglikosida,

cyclosporine, dan obat nephrotoksik lainnya dapat meningkatkan

nephrotoxisitas. Hypokalemia dapat terjadi akibat penggunaan bersamaan

dengan corticosteroid dan corticotropin. Efek Amphoterisin B dapat

menurun apabila digunakan bersama dengan obat antifungal yang

memiliki efek farmakologi yang antagonis terhadap Amphoterisin B

seperti antifungal golongan azole (miconazole, ketoconazole). Toksisitas

pulmonari dapat terjadi akibat penggunaan Amphoterisin B bersamaan

dengan transfusi leukosit.

Swarantika Aulia

160110110080

160110110080

Page 49: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

2.3.1.7 Dosis dan Sediaan

Untuk penggunaan obat Amphoterisin B secara per oral, pada

dewasa penderita kandidiasis oral, diberikan Amphoterisin B konvensional

sebanyak 1 ml dari suspense oral 100mg/ml 4 kali sehari, tahan suspensi di

dalam mulut beberapa menit sebelum ditelan, atau dapat juga digunakan

100-200mg tab/suspense 4 kali sehari. Lanjutkan konsumsi obat selama 48

jam setelah lesi reda.

Untuk penggunaan Amphoterisin B secara intravena pada dewasa

penderita Aspergillosis, jika diperlukan, dilakukan uji dosis untuk

Amphoterisin B konvensional sebanyak 1mg selama 20-30 menit,

dilanjutkan dengan 0.6-0.7mg/kg/hari selama 3-6 bulan. Sedangkan untuk

dewasa penderita endocarditis, jika diperlukan, dilakukan uji dosis untuk

Amphoterisin B konvensional sebanyak 1mg selama 20-30 menit,

dilanjutkan dengan pemberian 0.6-1 mg/kg/hari selama 1 minggu,

kemudian 6-8 minggu berikutnya diberikan 0.8 mg/kg/hari post-operasi.

Untuk penderita candiduria, diberikan Amphoterisin B sebanyak

50mg/hari dalam 1000ml air yang steril dengan irigasi kandung kemih

yang terus-menerus selama 5-10 hari sampai jamur hilang.

160110110080

Page 50: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

2.3.2 Nistatin

Nystatin adalah obat antijamur polien untuk jamur dan ragi yang sensitif

terhadap obat ini termasuk Candida sp. Di dalam darah sangat berbahaya bagi

tubuh, tetapi dengan sifatnya yang tidak bisa melewati membran kulit sangat baik

untuk digunakan sebagai obat pemakaian luar saja. Tetapi dalam penggunaannya

harus hati-hati jangan digunakan pada luka terbuka.

2.3.2.1 Farmakodinamik

Aktifitas anti fungalnya diperoleh dengan cara mengikatkan diri

pada sterol membran sel jamur, sehingga permeabilitas membran sel

tersebut akan terganggu atau rusak dan komponen intraselular dapat hilang

dan sel jamur akan mati.

2.3.2.2 Farmakokinetik

Setelah pemberian per oral, hanya sedikit diabsorpsi dari saluran cerna. Pada dosis

yang dianjurkan, tidak akan terdeteksi dalam darah. Hampir seluruhnya diekskresi

melalui feses dalam bentuk tidak diubah.

2.3.2.3 Indikasi

Nistatin digunakan untuk mengobati infeksi candida di mukosa,

kulit, traktus intestinal, dan vagina. Meskipun efikasi nistatin oral untuk

enteric candidiasis masih dipertanyakan, topical nistatin merupakan obat

pilihan untuk mengobati infeksi candida pada kavitas oral (oral moniliasis,

thrush, denture stomatitis). Selain itu, juga digunakan untuk profilaksis

pada pasien imunokompromais.

2.3.2.4 Kontraindikasi

67

Alldea Di Banuasenza

160110110067

Page 51: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

Pasien dengan hipersensitifitas nistatin.

2.3.2.5 Dosis dan Aturan Pakai

Kandidosis oral, per oral, DEWASA dan ANAK >1 bulan, 100.000

U setelah makan 4x sehari biasanya untuk 7 hari; dilanjutkan selama 48

jam setelah lesi/gangguan menghilang

Candidosis usus dan esophagus, per oral, DEWASA 500.000 U

4x/hari; ANAK >1 bulan 100.000 U 4x/hari; dilanjutkan selama 48 jam

setelah penyembuhan klinis

Candidosis vaginalis, per vaginal, DEWASA masukkan 1-2 ovula

saat malam untuk paling sedikit 2 minggu.

2.3.2.6 Efek Samping

Nistatin dapat ditoleransi dengan baik. Kadang-kadang dapat

dijumpai efek samping yang ringan dan kelainan gastrointestinal yang

bersifat sementara seperti diare, mual, muntah yang terjadi setelah

pemberian oral. Selain itu, terdapat keluhan itama yang berkaitan dengan

nistatin itu sendiri, yaitu rasanya yang pahit.

Alldea Di Banuasenza

160110110067

Page 52: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

2.3.3 Ketokonazole

Ketoconazole adalah suatu derivat imidazole-dioxolane sintetis

yang memiliki aktivitas antimikotik yang poten terhadap dermatofit dan

ragi, misalnya Tricophyton Sp, Epidermophyton floccosum, Pityrosporum

Sp, Candida Sp. Ketoconazole bekerja dengan menghambat enzim

sitokrom jamur sehingga mengganggu sintesis ergosterol yang merupakan

komponen penting dari membran sel jamur. Obat jenis ini jarang

diguankan karena toksisitasnya dan tersedianya azoles yang lain. Obat ini

merupakan obat pertama antifungal agen yang diterima untuk perawatan

dari mycoses sistemik yang dalam

2.3.3.1 Farmakodinamik

Ketoconazole merupakan derivat imidazole dioxolane sintesis yang

memiliki aktifitas antimikotik yang poten terhadap dermatofit misalnya:

Trichopyton sp., Epidermophyton floccosum dan Microsporum sp. serta

terhadap ragi. Khususnya efek terhadap Pityrosporum sp. lebih

dikenal.Krem Nizoral biasanya cepat menghilangkan gatal pada kulit yang

terinfeksi dermatofit dan ragi, demikian pula pada kondisi kulit dengan

adanya Pitysporum sp. Perbaikan gejala telah terlihat sebelum tanda-tanda

penyembuhan dijumpai.

Ketoconazole bekerja dengan menghambat "Cytochrome P450" jamur,

dengan mengganggu sintesa ergosterol yang merupakan kmponen penting

dari membran sel jamur.

76

Gede Galang M

160110110030

Page 53: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

2.3.3.2 Farmakokinetik

Krem Nizoral tidak ditemukan dalam darah setelah penggunaan

topikal.

2.3.3.3 Indikasi

1) Infeksi pada kulit, rambut, dan kuku (kecuali kuku kaki) yang

disebabkan oleh dermatofit dan atau ragi (dermatophytosis,

onychomycosis, candida perionyxixs, pityriasis versicolor, pityriasis

capitis, pityrosporum, folliculitis, chronic mucocutaneus candidosis),

bila infeksi ini tidak dapat diobati secara topikal karena tempat lesi

tidak dipermukaan kulit atau kegagalan pada terapi topikal.

2) Infeksi ragi pada rongga pencernaan.

3) Vaginal kandidosis kronik dan rekuren kandidosis. Pada terapi lokal

penyembuhan infeksi yang kurang berhasil.

4) infeksi mikosis sistemik seperti kandidosis sistemik,

paracoccidioidomycosis, histoplasmosis, coccidioidomycosis,

blastomycosis.

5) Pengobatan profilaksis pada pasien yang mekanisme pertahanan

tubuhnya menurun (keturunan, disebabkan penyakit atau obat),

berhubungan dengan meningkatnya risiko infeksi jamur. Ketoconazole

tidak dipenetrasi dengan baik ke dalam susunan saraf pusat. Oleh

karena itu jamur meningitis jangan diobati dengan oral ketoconazole.

2.3.3.4 Kontraindikasi

Gede Galang M

160110110030

Page 54: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

1) Penderita penyakit hati yang akut atau kronik.

2) Hipersensitif terhadap ketoconazole atau salah satu komponen obat ini.

3) Pada pemberian peroral ketoconazole tidak boleh diberikan bersama-

sama dengan terfenadin, astemizol, cisaprid dan triazolam.

4) Wanita hamil.

2.3.3.5 Efek Samping

Sediaan peroral:

1) Dispepsia, nausea, sakit perut dan diare.

2) Sakit kepala, peningkatan enzim hati yang reversibel, gangguan

haid, dizzines, paraesthesia dan reaksi alergi.

3) Thrombositopenia, alopecia, peningkatan tekanan "intracranial

pressure" yang reversibel (seperti papiloedema, "bulging fontanel"

pada bayi).

4) Impotensi sangat jarang.

5) Gynaecomastia dan oligospermia yang reversibel bila dosis yang

diberikan lebih tinggi dari dosis terapi yang dianjurkan.

6) Hepatitis (kemungkinan besar idiosinkrasi) jarang terjadi (terlihat

dalam 1/12.000 penderita).

7) Reversibel apabila pengobatan dihentikan pada waktunya.

2.3.3.6 Komposisi

Tiap tablet mengandung ketoconazole 200 mg.

2.3.3.7 Dosis

Gede Galang M

160110110030

Page 55: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

Tidak boleh digunakan untuk anak dibawah umur 2 tahun.

Pengobatan kuratif:

Dewasa:

1) Infeksi kulit, gastrointestinal dan sistemik: 1 tablet (200 mg) sekali

sehari pada waktu makan. Apabila tidak ada reaksi dengan dosis ini,

dosis ditingkatkan menjadi 2 tablet (400 mg sehari).

2) Kandidosis vagina: 2 tablet (400 mg) sekali sehari pada waktu makan.

Anak-anak:

3) Anak dengan berat badan kurang dari 15 kg: 20 mg 3 kali sehari pada

waktu makan.

4) Anak dengan berat badan 15-30 kg: 100 mg sekali sehari pada waktu

makan.

5) Anak dengan berat badan lebih dari 30 kg sama dengan dewasa.

6) Pada umumnya dosis diteruskan tanpa interupsi sampai minimal 1

minggu setelah semua simptom hilang dan sampai kultur pada media

menjadi negatif.

Pengobatan profilaksis:

1 tablet (200 mg) sekali sehari pada waktu makan.

Gede Galang M

160110110030

Page 56: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

2.3.4 Miconazole

Mikonazole merupakan obat imidazole antijamur pertama yang

penggunaannya dapat diterapkan baik secara topikal maupun parenteral.

Miconazole bersifat fungisid kuat, relatif stabil, mempunyai spektrum yang

luas baik terhadap jamur sistemik maupun jamur-jamur dermatofit.

2.3.4.1 Farmakodinamik

Mekanisme kerja miconazole yaitu menghambat sintesis ergosterol

membran sel jamur yang akan menghancurkan sel jamur dan meningkatkan

permeabilitas membran sel jamur sehingga membuat kebocoran nutrients.

2.3.4.2 Farmakokinetik

Absropsi : GIT

Metabolisme : Hepar

Ekskresi : 10-20% dosis melalui urine, 50% melalui feses,

2.3.4.3 Indikasi

Cutaneous candidiasis dan vulvovaginitis, Oral candidiasis juga

dapat diobati secara efektif. Penggunaan topikal untuk pengobatan infeksi

kulit karena epidermophyton, microsporum, dan trichophyton. Secara

parenteral unutk pengobatan karena coccidioidomycosis,

paracoccidiodomycosis, cryptococcosis, candidiasis sistemik, dan

mucocutaneous candidiasis.

2.3.4.4 Kontraindikasi

Pada pasien alergi terhadap Mikonazol atau bahan tambahan yang

terdapat pada krim.

80

Nury Rainuary

160110110006

Page 57: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

2.3.4.5 Efek Samping

Efek samping penggunaan miconazole topikal sangat jarang,

namun ketika terjadi yaitu sensasi terbakar, maserasi kulit, gatal, dan

kemerahan. Efek lainnya yaitu reaksi hipersensitif dan gangguan

gastrointestinal.

2.3.4.6 Dosis dan Sediaan

1. Oropharingeal candidiasis

Dewasa : dalam bentuk gel berisi 20 mg/g (24mg/ml) : 5-10

ml setelah makan 4x sehari, lanjutkan pengobatan sampai

48 jam setelah lesi sembuh. Untuk lesi oral 4x sehari 5-7

hari, dilanjutkan sampai 48 jam setelah lesi sembuh.

Anak-anak : dalam bentuk gel berisi 20 mg/g : 1 mth-2 y:

2.5 ml bid. 2-6 yr: 5 ml bid. >6 yr: 5 ml 4x sehari.

Lanjutkan 48 jam setelah lesi sembuh.

2. Vaginal Candidiasis

Dewasa: 100 mg pada malam hariuntuk 7-14 hari, atau 100

mg bid for 7 days; 200 or 400 mg (pessaries) setiap hari

untuk 3 hariatau 1200 mg (pessary) dalam 1 dosis tunggal.

3. Infeksi jamur pada kulit

Dewasa dan anak : 2% cream 1x sehari

2.3.4.7 Interaksi Obat

Penggunaan bersama dengan obat Hypoglycemic Agents dapat

menyebabkan meningkatnya efek oral hypoglycemic. Penggunaan

bersama dengan obat Cisapride dapat menyebabkan meningkatnya tingkat

cairan plasma cisapride karena metabolisme yang menurun. Penggunaan

Nury Rainuary

160110110006

Page 58: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

bersama dengan obat Phenytoin dapat meningkatkan efek phenytoin

karena dapat menyebabkan kerusakan hati.

2.3.6.8 Kegunaan di Kedokteran Gigi

Perawatan oral candidiasis dan jamur oral lainnya.

Nury Rainuary

160110110006

Page 59: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

2.3.5 Clotrimazole

Clotrimazole adalah derivat imidazole dan memiliki spektrum aksi in

vivo, yang mana termasuk dermatophytes, jamur, ragi dll.

Gambar 6.

Struktur Kimia Clotrimazole.

2.3.5.1 Farmakokinetik

Penguraian yang lambat dalam mulut menyebabkan pengikatan

clotrimazole pada mukosa mulut, yang secara bertahap dilepaskan untuk

menjaga konsentrasi fungistatic setidaknya selama beberapa jam. Obat

yang ditelan bervariasi tetapi sulit atau sedikit terserap. Obat ini

dimetabolisme di hati dan dieliminasi dalam feses bersama dengan obat

yang tidak terserap. Pasien diyakini lebih senang mengkonsumsi

clotrimazole dibandingkan dengan nistatin.

2.3.5.2 Farmakodinamik

Spektrum antifungal dan mekanisme kerja sama dengan obat

golongan azol lainnya. Clotrimazole beraksi melawan fungi dengan

menghambat sintesis ergosterol. Penghambatan sintesis ergosterol

menyebabkan perusakan struktural and fungsional membran sitoplasma.

Obat ini juga beraksi melawan Trichomonas vaginalis, mikroorganisme

83

Siti Mardhiyah

160110110140

Page 60: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

gram positif (streptococci/staphylococci) and mikroorganisme gram

negatif (Bacteroides/ Gardnerella vaginalis).

2.3.5.3 Indikasi

Obat ini digunakan untuk bermacam-macam infeksi mukosa dan

kutaneus. Clotrimazol berguna untuk pengobatan topikal dari kandidiasis

oral pada pasien dengan AIDS. Obat ini juga diindikasikan untuk infeksi

pada daerah (vaginitis) yang disebabkan oleh jamur (sebagian besar

Candida) dan superinfeksi yang disebabkan bakteri yang sensitif

clotrimazole; infeksi leucorrhoea yang disebabkan yeast fungi.

2.3.5.4 Kontraindikasi

Pasien dengan hipersensitivitas terhadap Clotrinazole, serta alergi

terhadap antifungal golongan azol.

2.3.5.5 Efek Samping

Obat ini bisa ditoleransi dengan baik tetapi beberapa pasien

dilaporkan memilki reaksi kulit seperti kemerahan, perih atau terbakar.

Iritasi terkait dengan clotrimazole topikal, meskipun tidak mungkin, secara

kualitatif mirip dengan iritasi yang berhubungan dengan miconazole.

Kadang-kadang, gangguan pencernaan minor dapat terjadi akibat

konsumsi oral obat.

2.3.5.6 Kegunaan di Kedokteran Gigi

Untuk pengobataan kandidiasis oral, dapat juga diberikan kepada

pasien AIDS yang menderita kandidiasis oral.

2.3.5.7 Dosis dan Sediaan

Siti Mardhiyah

160110110140

Page 61: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

Untuk pengobatan kandidiasis oral, clotrimazole tersedia sebagai

10-mg tablet. Satu troche dilarutkan dalam mulut lima kali sehari selama 2

minggu adalah regimen standar untuk kandidiasis orofaringeal.

Klotrimazol juga tampaknya berguna untuk pengobatan topikal dari

kandidiasis oral pada pasien dengan AIDS. Untuk kandidiasis kulit dan

dermatophytoses, krim 1% atau lotion setara dengan miconazole topikal.

Page 62: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

2.3.6 Itraconazole

Itraconazole adalah agen antifungal tiazole yang tidak larut dalam

air. Itraconazole memiliki spectrum yang lebih luas dan daya kerja yang

lebih cepat dibandingkan agen antifungal golongan azole lainnya. Seperti

ketoconazole, penyerapan itraconazole dari saluran cerna juga lebih baik

saat diberikan bersama dengan makanan. Itraconazole efektif melawan

jamur superfisial dan infeksi jamur yang lebih dalam.

2.3.6.1 Farmakodinamik

Itraconazole bekerja dengan menghalangi sintesis ergosterol pada

fungi. Setelah administrasi oral, itraconazole didistribusi secara luas ke

jaringan-jaringan tubuh. .

2.3.6.2 Farmakokinetik

Mirip dengan ketokonazole, itrakonazole diabsorpsi dengan baik di

system gastrointestinal ketika diberikan bersama makanan. Berikatan kuat

dengan plasma protein (>99%) dan memiliki waktu paruh yang lama,

kurang lebih 20 jam setelah dosis tunggal. Didistribusikan ke seluruh

tubuh segera setelah administrasi oral. Konsentrasi itraconazole dalam

saliva dan cairan cerebrospinal dapat diabaikan, tetapi konsentrasi pada

jaringan dapat mencapai 2 hingga 5 kali lipat lebih tinggi daripada

konsentrasi plasma. Obat ini sebagian besar diabsorpsi di liver dan

sebagian kecil dieliminasi dalam empedu. Ekskresinya melalui urine.

2.3.6.3 Indikasi

86

Fathin Vania R.

160110110116

Page 63: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

Itraconazole memiliki aktivitas antifungal yang efektif terhadap

paracoccidioidomycosis, blastomycosis, aspergillosis, histoplasmosis,

sporotrichosis, candidiasis, dan berbagai dermatofitosis. Penelitian

sebelumnya menunjukkan bahwa itraconazole efektif untuk terapi supresif

dan perawatan primer histoplasmosis pada pasien yang seropositif

mengidap HIV.

2.3.6.4 Kontraindikasi

Hipersensitivitas sebelumnya, ibu hamil, ibu menyusui, anak-anak,

dan orang usia lanjut.

2.3.6.5 Efek Samping

Efek sampingnya meliputi reaksi hipersensitivitas misalnya ruam.

Menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti mual dan muntah. Efek

samping lainnya yaitu depresi, pusing, vertigo, hilangnya libido,

hepatoksisitas, hipokalemia, hipertensi, hipetrigliseridemia, dan gagal

jantung pada pasien yang rentan.

2.3.6.6 Interaksi Obat

Ada beberapa interaksi obat yang penting pada itraconazole.

1) Itraconazole menghambat metabolism antihistamin terfenadine dan

astemizole sehingga dapat menyebabkan disritmia jantung.

2) Itraconazole meningkatkan efek antikoagulan pada warfarin.

3) Fenitoin antikonvulsan dan carbamazepine dan H2 blockers seperti

cimetidine menurunkan konsentrasi itraconazole dalam plasma.

Fathin Vania R.

160110110116

Page 64: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

4) Itraconazole meningkatkan konsentrasi plasma midazolam,

ciclosporin, dan glikosid jantung seperti digoxin.

5) Itraconazole menghambat metabolisme obat antispasmodik yaitu

cisapride, sehingga dapat menyebabkan aritmia ventrikel.

6) Itraconazole dapat menurunkan efikasi kontraseptif oral.

7) Itraconazole meningkatkan risiko myopathy ketika diadministrasikan

bersamaan dengan obat antikolesterol yaitu simvastatin.

8) Itraconazole meningkatkan konsentrasi plasma obat-obatan calcium

channel blockers seperti felodipine dan nifedipine dan hal ini

menyebabkan peningkatan efek samping seperti edema tungkai.

9) Farmakokinetik itraconazole terganggu jika dikombinasikan dengan

obat-obatan sitotoksik yang digunakan pada perawatan leukemia.

10) Rifampicin meningkatkan metabolisme dan eliminasi itraconazole dan

hal ini dapat menyebabkan penurunan aksi antifungal.

11) Penggunaan itraconazole bersamaan dengan amphotericin menurunkan

aktivitas amphotericin dibandingkan dengan penggunaan tunggal.

2.3.6.7 Kegunaan dalam Kedokteran Gigi

Digunakan sebagai perawatan infeksi fungal pada rongga mulut.

2.3.6.8 Dosis dan Sediaan

Tersedia dalam bentuk kapsul 100 mg dan cair 10 mg/mL. Dosis

100 mg perhari selama 15 hari.

Fathin Vania R.

160110110116

Page 65: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

2.3.7 Fluconazole

Flukonazol merupakan inhibitor cytochrome P-450 sterol C-14

alpha-demethylation (biosintesis ergosterol) jamur yang sangat selektif.

Pengurangan ergosterol, yang merupakan sterol utama yang terdapat di

dalam membran sel-sel jamur, dan akumulasi sterol-sterol yang mengalami

metilase menyebabkan terjadinya perubahan sejumlah fungsi sel yang

berhubungan dengan membran. Secara in vitro flukonazol memperlihatkan

aktivitas fungistatik terhadap Cryptococcus neoformans dan Candida spp.

Spektrum aktivitas antijamurnya sama dengan ketokonazol.

Fluconazole memiliki spectrum yang luas meliputi Blastomyces dermatidis,

Cocciodioides immitis, Cryptococcus neoformus, Histoplasma capsulatum

dan Paracoccidioides brasiliensis. Obat ini aktif terhadap Candida albicans,

C. tropicalis, dan C. parapsilosis, namun tidak peka terhadap C. krusei dan

Torulopsis glabrata (sekarang diklasifikasikan ke dalam spesis Candida

glabrata). Fluconazole aktif di dalam dermatophytosis namun tidak efektif

di dalam aspergillosis dan mucormycosis. Pada pasien penderita

neutropenik, manifestasi resistensi fluconazole yang paling umum adalah

pada seleksi spesis Candida yang tidak biasa dijumpai, seperti C. krusei,

yang memiliki resistensi intrinsik terhadap obat ini. 

2.3.7.1 Farmakodinamik

Mengganggu biosintesis ergosterol dengan cara mengganggu

demetilasi ergosterol pada jalur sitokrom P450 (demetilasi perkusor

ergostrol). Ergosterol merupakan sterol utama untuk mempertahankan

integritas membrane sel jamur. Cara kerjanya adalah menginhibisi enzim

sitokrom P450 yang bertanggung jawab merubah lanoterol menjadi

89

Bianda Taris I.

160110110042

Page 66: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

ergosterol sehingga dinding sel jamur menjadi permeable dan dinding sel

hancur.

2.3.7.2 Farmakokinetik

Flukonazol larut air dan cepat diabsorpsi sesudah pemberian oral,

dengan 90% bioavailabilitas, 12% terikat pada protein. Obat ini mencapai

konsentrasi tinggi dalam LCS, paru dan humor aquosus, dan menjadi obat

pilihan pertama untuk meningitis karena jamur. Konsentrasi fungisidanya

juga meningkat dalam vagina, saliva, kulit dan kuku.

Pengobatan secara oral dengan fluconazole mengakibatkan

terjadinya absorpsi obat secara cepat dan hampir sempurna. Konsentrasi

serum identik diperoleh setelah pengobatan secara oral dan secara

parenteral yang menunjukkan bahwa metabolisme tahap awal (first-pass

metabolism) obat tidak terjadi. Konsentrasi darah naik sesuai dengan dosis

dengan tingkat dosis yang bermacam-macam. Dua jam setelah pemberian

obat secara oral dengan dosis 50 mg, konsentrasi serum dengan kisaran 1,0

mg/l dapat diantisipasi, namun hal ini terjadi hanya setelah dosis ditambah

secara berulang-ulang hingga mencapai 2,0 sampai dengan 3,0 mg/l.

Pengobatan fluconazole secara oral atau secara parenteral

menyebabkan percepatan dan penyebaran distribusi obat. Tidak seperti

obat antifungal azol jenis lainnya, protein yang mengikat fluconazole

memiliki kadar yang rendah (sekitar 12%). Hal ini menyebabkan tingginya

tingkat sirkulasi obat yang tidak terikat. Tingkat sirkulasi obat yang tidak

terikat pada sebagian besar kelencar dan cairan tubuh biasanya melampaui

50% dari konsentrasi darah simultan.

Tidak seperti obat anti jamur azole jenis lain, fluconazole tidak

dapat dimetabolisme secara ekstensif oleh manusia. Lebih dari 90% dari

dosis yang diberikan tereliminasi ke dalam urin sekitar 80% dalam bentuk

obat-obatan asli (tidak berubah komposisinya) dan 10% dalam bentuk

Bianda Taris I.

160110110042

Page 67: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

metabolit. Tidak ada indikasi induksi atau inhibit yang signifikan pada

metabolisme fluconazole yang diberikan secara berulang-ulang.

Sarana eliminasi utama dalam hal ini adalah ekskresi renal obat-

obatan yang tidak dapat dirubah komposisinya. Pada pasien yang memiliki

fungsi renal normal, terdapat sekitar 80% dari jumlah dosis yang diberikan

tercampur dengan urin dengan bentuk yang tidak berubah dan konsentrasi

lebih dari 100 mg/l. obat jenis ini dibersihkan melalui filtrasi glomerular,

namun secara bersamaan terjadi reabsorpsi tubular. Fluconazole memiliki

paruh hidup serum selama 20-30 jam, tetapi dapat diperpanjang waktunya

jika terjadi gangguan pada fungsi renal, dengan pemberian dosis terhadap

pasien yang memiliki tingkat filtrasi di bawah 50 ml/menit. Fluconazole

akan hilang selama haemodialysis dan pada sejumlah kasus terjadi selama

dialysis peritoneal. Sessi haemodialysis selama 3 jam dapat mengurangi

konsentrasi darah hingga sekitar 50%.

2.3.7.3 Indikasi

Fluconazole dapat digunakan untuk mengobati candidosis mukosa

dan candidosis cutaneous. Selain itu, obat ini juga efektif untuk perawatan

berbagai jenis gangguan dermatophytosis dan pityriasis versicolor.

Fluconazole adalah jenis ramuan obat yang menjanjikan bagi

perawatan penyakit candidosis stadium lanjut/berat pada pasien yang tidak

menderita neutropenia, namun sebaiknya tidak digunakan sebagai pilihan

utama pada pasien neutropenia kecuali jika terdapat alasan-alasan tertentu.

Fluconazole telah terbukti bermanfaat untuk perawatan prophylaktat

terhadap penyakit candidosis yang diderita oleh pasien pengidap

neutropenik. Fluconazole tidak efektif untuk mengobati aspergillosis dan

mucormycosis.

Fluconazole merupakan jenis obat-obatan yang ampuh untuk

mengatasi meningitis cryptococcal, tetapi tidak boleh dijadikan prioritas

utama untuk pasien pengidap AIDS kecuali jika terdapat alasan-alasan

Bianda Taris I.

160110110042

Page 68: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

tertentu. Fluconazole terbukti lebih efektif dan lebih dapat ditoleransi

dibandingkan amphotericin B untuk mengobati atau mencegah terjadinya

cryptococcosis pada pasien penderita AIDS.

Fluconazole saat ini menjadi jenis obat yang menjadi pilihan

banyak dokter untuk mengobati pasien penderita meningitis coccidioidal.

Syaratnya, pasien tersebut harus tetap mengkonsumsi fluconazole selama

hidupnya agar mencegah munculnya kembali penyakit yang sama. 

2.3.7.4 Kontraindikasi

Penderita yang hipersensitif flukonazol. Flukonazol lebih baik

tidak diberikan pada ibu hamil dan menyusui

2.3.7.5 Efek Samping

Sakit kepala, nyeri abdominal, diare, dan pusing. Ruam pada kulit

bisa terjadi tapi jarang. Flukonazol bisa menyebabkan kerusakan hati pada

kasus jarang. Fungsi hati harus dimonitor setelah beberapa hari

penggunaan obat. 

Fluconazole adalah jenis obat yang dapat ditoleransi dengan baik.

Efek samping yang paling umum terjadi adalah gastrointestinal seperti

nausea (mual) dan nyeri pada bagian perut, namun jarang yang

memerlukan diskontinuasi perawatan, khususnya pada pasien yang

menerima dosis hingga 400 mg/hari. Elevasi asimptomatik transient

tingkat transaminase serum relatif biasa terjadi pada pasien penderita

AIDS, dan pengobatan harus dihentikan pada pasien penderita hepatitis

simptomatik atau penderita gangguan fungsi hati.

Pasien penderita kanker atau AIDS memiliki kemungkinan untuk

mengidap sindrom Stevens-Johnson (fatal exfoliative skin rashes), namun

hubungan sebab akibat penyakit ini dengan fluconazole belumlah jelas,

terutama jika penanganan dilakukan secara terus-menerus dengan obat-

Bianda Taris I.

160110110042

Page 69: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

obatan jenis lain. Ada baiknya untuk menghentikan konsumsi fluconazole

pada pasien penderita infeksi jamur superficial, di mana pasien tersebut

mengalami pengelupasan kulit. Pasien penderita infeksi jamur stadium

lanjut/berat yang juga mengalami pengelupasan kulit harus diawasi terus

perkembangannya dan pemberian obat harus dihentikan jika terjadi luka

yang serius atau erythrema multiforme.

Berbeda dengan ketoconazole, fluconazole tidak menghambat

metabolisme adrenal maupun steroid testicular manusia. Syaratnya, obat

ini dikonsumsi dengan dosis yang tepat.

2.3.7.6 Interaksi Obat

Kadar plasma fenitoin dan sulfoniluria akan meningkat pada

penggunaan bersama flukonazol, sebaliknya bila flukonazol digunakan

bersama warfarin dan sikloforin, kadarnya akan menurun, serta

meningkatkan antikoagulan walaupun hanya penggunaan topikal.

2.3.7.7 Kegunaan Dalam Kedokteran Gigi

Flukonazol merupakan antifungal yang digunakan di kedokteran

gigi terutama infeksi candida oral maupun faringeal.

2.3.7.8 Dosis dan Sediaan

Flukonazol tersedia dalam bentuk kapsul 50 dan 150 mg dan infus

2 mg/ml. Dosis tunggal 150 mg. Modifikasi dosis perlu dilakukan pada

pasien dengan gangguan ginjal..

Fluconazole merangsang terjadinya absorpsi secara sempurna pada

saat dilakukan pengobatan secara oral, sehingga jenis pengobatan oral

menjadi prioritas utama. Flukonazol dapat dipakai dengan atau tanpa

makanan Jika pemberian obat pada pasien tidak memungkinkan untuk

Bianda Taris I.

160110110042

Page 70: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

diberikan lewat mulut, maka fluconazole diberikan dalam bentuk larutan

intravena, atau melalui infus dengan kadar infus 5-10 ml/menit.

Vaginal candidosis dapat diobati dengan fluconazole oral dengan

dosis 150 mg. Sedangkan Oropharyngeal candidosis diobati dengan dosis

50-200 mg/hari selama 1-2 pekan. Candidosis jenis Oesophageal dan

mucocutaneus serta candidosis saluran kencing bagian bawah memerlukan

fluconazole dengan dosis 100-200 mg/hari yang diberikan selama 2-4

pekan.

Dosis yang disarankan untuk pasien penderita cryptococcosis atau

candidosis stadium lanjut adalah 400 mg/hari. Namun demikian, sejumlah

praktisi klinik telah menggunakan dosis yang lebih tinggi lagi untuk

mengatasi infeksi-infeksi yang membahayakan nyawa pasien. Lama waktu

atau durasi perawatan akan berbeda sesuai dengan kondisi pasien itu

sendiri, bergantung pada sifat dan jangkauan infeksi serta penyakit yang

mendahuluinya. Diperlukan sekurang-kurangnya 6-8 pekan lamanya untuk

mengobati pasien penderita cryptococcosis yang tidak mengidap AIDS.

Dosis yang disarankan untuk anak-anak adalah 1-2 mg/kg untuk jenis

candidosis superficial dan 5 mg/kg untuk cryptococcosis atau candidosis

stadium lanjut.

Pengobatan jangka panjang menggunakan fluconazole dengan

tujuan menyembuhkan pasien cryptococcosis yang juga menderita AIDS

harus dilakukan pada dosis 200 mg/hari. Untuk mencegah candidosis pada

pasien penderita neutropenik, maka dosis yang diberikan adalah 100-400

mg/hari. Pasien-pasien yang memiliki resiko tinggi terhadap serangan

infeksi stadium lanjut harus diobati dengan dosis 400 mg/hari dan hal ini

harus dimulai beberapa hari menjelang munculnya gejala neotropenia dan

berlangsung selama 1 pekan setelah jumlah neutrofil kembali pada kisaran

1 x 109/l.

Pasien yang menderita gangguan renal harus diberi dosis normal

selama 48 hari pertama pengobatan. Segera setelah itu, interval dosis harus

Bianda Taris I.

160110110042

Page 71: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

dilipatgandakan sampai dengan 48 jam (dengan kata lain, dosis dikurangi

setengahnya). Hal ini berlaku bagi pasien yang memiliki tingkat

pembersihan kreatinin 21-40 ml/menit. Sedangkan pasien yang memiliki

tingkat pembersihan kreatinin 10-20 ml/menit interval dosis adalah 72

jam.

Pasien yang menderita haemodialysis secara reguler memerlukan

dosis yang biasa yang diberikan setelah masing-masing tahap atau sesi

dialysis. 

Bianda Taris I.

160110110042

Page 72: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

2.3.8 Caspofungin

Caspofungin adalah obat dari golongan Echinocandins yang

merupakan obat antifungal baru yang telah diterima oleh FDA. Selain

caspofungin, echinocandins juga termasuk didalamnya micafungin dan

anidulafungin.

Caspofungin bersifat larut dalam air, merupakan lipopeptida

semisintetis yang didapat dari fermentasi Glarea lozoyensist yaitu

echinocandin pertama yang diterima oleh FDA untuk kegunaan klinis.

Aktivitas antifungalnya cukup luas, yaitu dapat melawan Candida,

Pneumocytis, Aspergillus, dan Histoplasma.

2.3.8.1 Farmakodinamik

Mekanisme unik obat antifungal golongan echinocandins ini

adalah inhibisi 1,3-β-D-glucan linkage pada dinding sel fungi.

Caspofungin mengganggu pembentukan dinding sel dengan menghambat

enzim 1,3-β-D-glucan synthase. 1,3-β-D-glucan ini sangat penting untuk

pembentukan dinding sel serta menjaga keseimbangan osmotik. Karena

mekanisme ini berbeda dengan amphotericin B dan golongan azole, maka

penggunaan dengan antifungal lain dianjurkan, menjadi sinergis dalam

melawan species cryptococcal. Caspofungin memperlihatkan efikasi

teurapetik terhadap Candida yang lebih tinggi daripada amphoterisin B

(pada pasien imunokompromise).

92

Rifa Rifatul M

160110110104

Page 73: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

2.3.8.2 Farmakokinetik

Caspofungin tidak diserap dengan baik melalui gastrointestinal

tract. Caspofungin well-tolerated saat administrasi secara parenteral.

Setelah injeksi intravena, caspofungin dieliminasi dari pembuluh darah

dengan waktu paruh 9-11 jam. Katabolisme secara umum terjadi dengan

hidrolisis dan N-acetylation, dengan ekskresi melalui urin dan feses. 97%

berikatan dengan protein plasma. Tidak ada perubahan dosis bagi pasien

dengan penyakit ginjal, namun sebaliknya untuk pasien dengan penyakit

hati yaitu dapat meningkatkan konsentrasi plasma 55%-76%.

2.3.8.3 Indikasi

Golongan echinocandins lebih utama digunakan untuk candidal

esophagitis dan candidemia, infeksi aspergillus, demam empiric

neutropenia, dan hematopoietic stem cell transplant recipient.

Caspofungin juga bermanfaat untuk mengobati aspergilosis invasive yang

tahan terhadap obat antifungal lain.

Caspofungin merupakan salah satu obat yang penting untuk pasien

dengan infeksi jamur sistemik yang mengancam jiwa, yang tidak dapat

mentoleransi amphoterisin B serta terapi golongan azole. Selain itu juga

digunakan untuk esophageal candidiasis serta febrile neutropenic dengan

suspek infeksi jamur.

Rifa Rifatul M

160110110104

Page 74: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

2.3.8.4 Kontraindikasi

Semua obat pada golongan Echinocandin tidak boleh digunakan

pada anak-anak.

2.3.8.5 Efek Samping

Efek samping yang ditimbulkan biasanya berupa rash, facial

swelling, pruritus, sensation of warmth.

2.3.8.6 Dosis

Dosis yang dianjurkan untuk candidemia dan terapi aspergillosis

adalah infuse 70mg caspofungin asetat untuk hari pertama, selanjutnya

50mg/hari. Pada pasien yang tidak menimbulkan efek, dosis bisa ditambah

menjadi 70mg per hari. Untuk pengobatan esophageal candidiasis, diobati

dengan dosis 50 mg per hari.

2.3.8.7 Interaksi Obat

Cyclosporin dapat meningkatkan konsentrasi plasma hingga 35%.

Administrasi caspofungin yang berulang (100mg per hari) dapat

ditoleransi dengan baik.

2.3.9 Imidazole dan Triazole

Imidazole dan Triazole (sama-sama disebut azole) merupakan

sintesis senyawa yang termasuk golongan azole obat anti jamur. Imidazole

dan Triazole adalah obat anti jamur bepsektrum luas yang termasuk ragi,

Dermatofit dan berbagai spesies Hitoplasma, Coccidioides,

Paracoccidiodes, Cladosporium, Phialophora, Blastomyces dan Aspergillus.

Tri Rezky F Datau

160110110055

Page 75: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

Diketahui bahwa azol menghambat enzim yang terlibat dalam

sintesis ergosterol jamur. Khusunya salah satu atom nitrogen dari cincin

azol mengikat ke bagian heme dari sitokrom P450 enzim jamur lanosterol

14-alpa demethylase, mengambat konversi lanosterol untuk ergosterol.

Penambahan ergosterol gagal membalikkan efek anti jamur in vitro. Dari

mekanismenya menjelaskan bahwa kegiatan ini besifat senyawa terhadap

beberapa prozoa dan bakteri ergosterol dan bukan merupakan konstituen

membrane penting. Penambahan 14-alpa metal sterol seperti lanosterol

yang konsentrasinya meningkat sebagai akibat dari terapi azol dan dapat

menggangu membran sel bahkan di hadapan ergosterol .

Tindakan antijamur lainnya dianggap berasal dari ketokonazol dan

obat-obatan serupa,dan terkait dengan perubahan yang disebabkan oleh

lanosterol,meliputi penghambatan transportasi purin , gangguan respirasi

mitokondria , dan perubahan komposisi dari nonsterol lipid membran.

Resistensi terhadap imidazoles belum menjadi masalah yang signifikan

secara klinis , namun dapat mengembangkan C. albicans.Kandidiasis

mukosa Refractory pada pasien immunocompromised telah dianggap

berasal dari Spesies Candida dengan resistansi silang.

2.3.10 Flucytosine

Flusitosin , analog fluorinated dari sitosin ( 5 - fluorocytosine )

( Gambar 40-4 ) , adalah agen antimycotic sintetis oral efektif dalam

pengobatan infeksi jamur sistemik , di infeksi tertentu yang disebabkan

oleh ragi dan merupakan pirimidin fluorinated sintetis anti-metabolit yang

bertindak dengan konversi untuk anti-metabolit 5-fluorouracil yang

menghambat sintesis DNA. Hal ini efektif terhadap Cryptococcus

neoformans dan beberapa strain Candida dan cetakan dermatiaceous

penyebab yang chromoblastomycosis.

Robiyanti Saputri

160110110018

Page 76: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

Gambar 3.2 Struktur Flucytosine

Flusitosin memiliki spektrum antijamur terbatas dibandingkan

dengan amfoterisin B dan terutama efektif terhadap Candida dan

Cryptococcus. Flusitosin efektif untuk kriptokokosis, kandidiosis,

kromomikosis, aspergilosis. Cryptococcus dan Candida dapat menjadi

resisten selama pengobatan denganflusitosin. 40 – 50% Candida sudah

resisten sejak semula pada kadar100 µg/mL flusitosin. Infeksi saluran

kemih bagian bawah oleh Candida yang sensitif dapat diobati dengan

flusitosin saja karena kadar obat ini dalam urin sangat tinggi.

Invitro pemberian flusitosin bersama amfoterisin B akan menghasilkan

efek supraaditif terhadap C. neoformans, C. tropicalis dan C.

albicans yang sensitif.

2.3.10.1 Farmakodinamik

Flusitosin masuk ke dalam sel jamur dengan bantuan sitosin

deaminase dan dalam sitoplasma akan bergabung dengan RNA setelah

mengalami deaminasi menjadi 5-fluorourasil dan fosforilasi. Sintesis

protein sel jamur terganggu akibat penghambatan Iangsung sintesis DNA

oleh metabolit fluorourasil. Keadaan initidak terjadi pada sel mamalia

karena dalam tubuh mamalia flusitosin tidak diubah menjadi fluorourasil.

2.3.10.2 Farmakokinetik

Flusitosin baik diserap dari saluran gastrointestinal , dan

konsentrasi plasma puncak dicapai dalam waktu 1 sampai 2 jam setelah

pemberian oral . Obat ini didistribusikan secara luas ke seluruh

tubuh .Mencapai konsentrasi dalam cairan serebrospinal sekitar 65 %

Robiyanti Saputri

160110110018

Page 77: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

sampai 90 % dari plasma . Flusitosin memiliki paruh 3 sampai 6 jam dan

diekskresikan tidak berubah dalam urin .

2.3.10. 3 Indikasi

Kromoblastomikosis, meningitis (kombinasi dengan amfoterisin

B). Digunakan sebagai pengobatan tambahan pada kandidiasis parah.

2.3.10.4 Efek Samping

Toksisitas utama flusitosin yaitu depresi sumsum tulang , yang

mengakibatkan anemia , leukopenia , dan

trombositopenia.Trombositopenia dapat menyebabkan perdarahan pasca

operasi. Jika jumlah trombosit rendah (100.000) maka soket harus

dikemas dan dijahit. perdarahan yang persisten mungkin memerlukan

transfusi platelet. Leukopenia juga dapat terjadi menyebabkan gangguan

penyembuhan.Efek ini berhubungan dengan dosis dan reversibel .Karena

flusitosin diekskresikan terutama melalui ginjal ,disarankan untuk

mengukur konsentrasi plasma dari obat secara berkala , terutama karena

itu biasanya diberikan dengan yang sangat nefrotoksik amfoterisin B.

Sebuah elevasi enzim hati dalam plasma dan hepatomegali terjadi pada

sekitar 5% dari pasien yang menerima flusitosin . Terakhir, flusitosin

dapat menyebabkan mual , muntah , diare , dan ( jarang ) enterocolitis

parah . Efek toksik ini dapat terjadi karena pembentukan dan pelepasan 5

- fluorouracil oleh jamur dan usus mikroba . Efek pada struktur gigi dan

mulut yaitu stomatitis dan perdarahan gingiva.

2.3.10.5 Dosis dan Sediaan

Kapsul 250 dan 500 mg. 50 – 150 mg/kgBB sehari dibagi dalam 4

dosis, lakukan penyesuaian dosis pada penderita insufisiensi ginjal.

Robiyanti Saputri

160110110018

Page 78: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

2.4 Multivitamin

Vitamin adalah senyawa kimia eksogen yang dibutuhkan oleh

tubuh dengan jumlah sedikit untuk berbagai fungsi metabolisme tubuh dan

dikategorikan sebagai nutrisi esensial. Vitamin tidak menghasilkan energi

tapi digunakan secara khusus untuk pencegahan dan pengobatan penyakit

defisiensi.

Vitamin adalah salah satu elemen vital yang dibutuhkan pada

proses metabolisme normal. Vitamin memiliki strktur bervariasi, tidak

disintesis oleh tubuh sehingga diperoleh dari makanan dengan kuantitas

yang sangat sedikit.

Kekurangan vitamin menyebabkan berbagai gejala defisiensi.

Terdapat banyak bentuk dan sediaan vitamin yang digunakan untuk

pengobatan dan profilaksis. Kebanyakan vitamin bersifat tidak toksik,

tetapi administrasi kronis dapat meningkatkan toksisitas, terutama vitamin

A dan D.

Vitamin diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1) Vitamin yang larut di dalam lemak

(1) A

(2) D

(3) E

(4) K

2) Vitamin yang larut di dalam air

(1) Grup B-kompleks

96

Ardena Malidia

160110110092

Page 79: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

(2) C

Vitamin yang larut dalam lemak disimpan di dalam tubuh dan

administrasi berlebihan dapat menyebabkan toksisitas, sedangkan vitamin

larut dalam air cepat diekskresikan melalui urin, dan toksisitasnya lebih

rendah.

2.4.1 Vitamin yang Larut di Dalam Lemak

1) Vitamin A

Vitamin A didistribusikan secara luas di pabrik dan makanan

hewani . Pada tumbuhan , sumber utama vitamin A sayuran adalah

berdaun hijau misalnya bayam. Apabila daun lebih gelap dan daun

lebih hijau maka semakin tinggi kadar karotennya. Vitamin A juga

terdapat dalam sayuran hijau dan buah-buahan kuning misalnya labu ,

pepaya dan mangga , dan tanaman akar misalnya wortel ( sumber

terkaya di antara tanaman lainnya) . Karotenoid yang paling penting

adalah betakaroten yang memiliki presentase vitamin tertinggi.

Karoten dikonversi ke vitamin A dalam usus kecil . Dalam

makanan hewani , vitamin A terdapat dalam hati, telur , mentega , keju

, susu , ikan dan daging . Minyak hati ikan adalah sumber retinol

terbanyak . Sangat penting untuk fungsi retina . Vitamin A sangat

penting untuk diferensiasi dan pertumbuhan jaringan epitel . Hal ini

meningkatkan fungsi sistem kekebalan tubuh dan melindungi terhadap

pengembangan kanker tertentu . Berbagai bentuk vitamin A

mempunyai fungsi yang berbeda .

Ardena Malidia

160110110092

Page 80: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

Retinoid

Mempengaruhi berbagai kegiatan biologis seluler termasuk

proliferasi , diferensiasi selular , fungsi kekebalan tubuh ,

peradangan. misalnyatretinoin , isotretinoin , etretinate .

Isotretinoin adalah retinoid , baru-baru ini disetujui untuk

digunakan dalam bentuk kapsul ( 10-20 mg ) . Ini mengurangi

jumlah sebum yang menghasilkan kelenjar sebaceous . isotretinoin

memiliki fungsi efek antiproliferatif dan antiandrogenic pada

kelenjar sebaceous, ini juga berinteraksi dengan pembentukan

androgen di kelenjar sebaceous .

Gejala Defisiensi

Bintik-bintik, xerosis , rabun senja , keratomalacia , diare ,

hiperkeratosis folikular , erupsi papular , pengeringan epidermis ,

bate urine , degenerasi testis , gangguan spermatogenesis ,

kemandulan , aborsi , gangguan penciuman dan rasa .

Hal ini ditunjukkan pada kebutaan malam , Kekurangan vitamin

( pada bayi , kehamilan , laktasi , sindrom malabsorpsi ) , untuk

profilaksis defisiensi vitamin A , jerawat ,

ichthyosis , psoriasis , xerophthalmia , bintik-bintik spot

( terutama anak-anak ) .

Dosis

Defisiensi berat dengan xerophthalmia : 50.000 IU per hari

selama tiga hari diikuti dengan 50.000 IU per hari selama dua

minggu . Kekurangan berat: 100.000 IU per hari selama tiga hari

diikuti dengan 50.000 IU per hari selama dua minggu . Anak-anak:

5.000 hingga 10.000 IU per hari selama dua minggu .

Vitamin A didistribusikan secara luas di pabrik dan makanan

hewani . Pada tumbuhan , sumber utama vitamin A sayuran

Ardena Malidia

160110110092

Page 81: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

adalah berdaun hijau misalnya bayam. Apabila daun lebih gelap

dan daun lebih hijau maka semakin tinggi kadar karotennya.

Vitamin A juga terdapat dalam sayuran hijau dan buah-buahan

kuning misalnya labu , pepaya dan mangga , dan tanaman akar

misalnya wortel ( sumber terkaya di antara tanaman lainnya) .

Karotenoid yang paling penting adalah betakaroten yang memiliki

presentase vitamin tertinggi.

Karoten dikonversi ke vitamin A dalam usus kecil . Dalam

makanan hewani , vitamin A terdapat dalam hati, telur , mentega ,

keju , susu , ikan dan daging . Minyak hati ikan adalah sumber

retinol terbanyak . Sangat penting untuk fungsi retina . Vitamin A

sangat penting untuk diferensiasi dan pertumbuhan jaringan epitel .

Hal ini meningkatkan fungsi sistem kekebalan tubuh dan

melindungi terhadap pengembangan kanker tertentu . Berbagai

bentuk vitamin A mempunyai fungsi yang berbeda .

Retinoid

Mempengaruhi berbagai kegiatan biologis seluler termasuk

proliferasi , diferensiasi selular , fungsi kekebalan tubuh ,

peradangan. misalnyatretinoin , isotretinoin , etretinate .

Isotretinoin adalah retinoid , baru-baru ini disetujui untuk

digunakan dalam bentuk kapsul ( 10-20 mg ) . Ini mengurangi

jumlah sebum yang menghasilkan kelenjar sebaceous . isotretinoin

memiliki fungsi efek antiproliferatif dan antiandrogenic pada

kelenjar sebaceous, ini juga berinteraksi dengan pembentukan

androgen di kelenjar sebaceous .

Gejala Defisiensi

Bintik-bintik, xerosis , rabun senja , keratomalacia , diare ,

hiperkeratosis folikular , erupsi papular , pengeringan epidermis ,

bate urine , degenerasi testis , gangguan spermatogenesis ,

Ardena Malidia

160110110092

Page 82: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

kemandulan , aborsi , gangguan penciuman dan rasa .

Hal ini ditunjukkan pada kebutaan malam , Kekurangan vitamin

( pada bayi , kehamilan , laktasi , sindrom malabsorpsi ) , untuk

profilaksis defisiensi vitamin A , jerawat ,

ichthyosis , psoriasis , xerophthalmia , bintik-bintik spot

( terutama anak-anak ) .

Dosis

Defisiensi berat dengan xerophthalmia : 50.000 IU per hari

selama tiga hari diikuti dengan 50.000 IU per hari selama dua

minggu . Kekurangan berat: 100.000 IU per hari selama tiga hari

diikuti dengan 50.000 IU per hari selama dua minggu . Anak-anak:

5.000 hingga 10.000 IU per hari selama dua minggu .

Dosis:

(1) Defisiensi parah dengan seroftalmia 50000 IU/hari selama 3

hari diikuti dengan 50000 IU/ hari untuk 2 minggu

(2) Defisiensi parah 100.000 IU /hari selama 2 hari diikuti

dengan 50.000 IU/ hari selama 2 minggu

(3) Anak-anak 5000- 10000 IU/ hari selama 2 minggu.

2) Vitamin D

Vitamin D Istilah ini digunakan untuk rentang senyawa

yang memiliki sifat mencegah atau menyembuhkan rakhitis .

termasuk ergocalciferol ( calciferol , vitamin D2 ) , cholecalciferol

( vitamin D3 ) , dihydrotachysterol , - hidroksikolekalsiferol )

danalfacalcidol ( 1 calcitriol ( 1,25 - dihydroxycholecalciferol ) .

Hal ini memainkan peran penting dalam metabolisme kalsium .

mengatur homeostasis kalsium dan mempertahankan tingkat

normal plasma kalsium dan fosfat .

Ardena Malidia

160110110092

Page 83: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

Gejala Defisiensi

Rakhitis terjadi pada pasien yang mengalami defisiensi

vitamin D. Tulang-tulang biasanya tidak lembut dan karena stres

serta ketegangan berat bearing menghasilkan deformitas yang khas.

Hal ini ditunjukkan dalam profilaksis dan pengobatan rickets ,

pascamenopause osteoporosis , sindrom Fanconi dan

hipoparatiroidisme . Efek samping termasuk sakit kepala , lemah ,

mual , muntah , mulut kering , nyeri otot , sembelit , mengantuk ,

kalsifikasi ektopik , hipertensi , nefrokalsinosis dan penurunan

berat badan .

Alfacalcidol

Mengatur metabolisme kalsium dengan meningkatkan

penyerapan kalsium dan fosfat di saluran usus dan juga

memobilisasi mineral dari tulang . Setelah pemberian oral diserap

di usus kecil dan cepat mengalami metabolisme 1,25 ( OH ) 2 D3

dalam hati dan distribusi lebih lanjut untuk tulang dan usus hampir

mirip dengan distribusi fisiologisnya .

Efek samping termasuk hiperkalsemia dan

hyperphosphataemia . Hal ini ditunjukkan dalam osteoporosis ,

hipoparatiroidisme , hiperparatiroidisme ( dengan penyakit tulang )

, osteodistrofi ginjal , rakhitis gizi dan malabsorptive , vitamin

hipofosfatemik tahan D rakhitis dan osteomalacia.

Dosis

Dewasa: 1 mcg Awalnya harian disesuaikan, sesuai dengan

respon . Lansia : Awalnya 0.5 mcg setiap hari disesuaikan dengan

respon . Anak-anak: Lebih dari 20 kg : Awalnya 1 mcg sehari-hari

disesuaikan dengan respon . Dibawah 20 kg : 0,05 mcg / kg berat

badan.

Ardena Malidia

160110110092

Page 84: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

3) Vitamin E

Ini adalah vitamin antioksidan dengan mencegah oksidasi

koenzim Q dan menghambat generasi dari produk peroksidasi dari

t asam lemak ak jenuh . Vitamin E adalah keluarga dari delapan

senyawa , empat tocopherol dan empat tocotrienol . Tocotrienol

mempengaruhi enzim utama dalam hati ( HMG CoA reductase ) ,

yang memainkan peran kunci dalam sintesis kolesterol . Sebagai

tocotrienol membantu menjaga kesehatan jantung yang baik .

Vitamin E adalah antioksidan dan mencegah oksidasi LDL

( kolesterol jahat ) .

Fungsi vitamin E sebagai antikoagulan , yang berarti penundaan

pembekuan dari darah . Hal ini dapat membantu mencegah

trombosis , yang pembentukan bekuan darah di arteri .

Gejala Defisiensi

Dalam vitamin E defisiensi pada hewan percobaan yang

Manifestasi terlihat di beberapa sistem termasuk kardiovaskular ,

reproduksi dan haematopoietic .

Manifestasi klinis aksonal degenerasi , gangguan gait ,

oftalmoplegia , hiporefleksia dan necrotizing miopati.

Efek samping termasuk mual , kelelahan, sakit kepala , penglihatan

kabur , diare .

Hal ini ditunjukkan pada bayi prematur terkena konsentrasi

tinggi oksigen , koreksi defisiensi vitamin E yang ditetapkan , pada

pasien berisiko terkena kekurangan vitamin E , otot nokturnal kram

, klaudikasio intermiten , penyakit payudara fibrokistik , penyakit

arteri koroner dan sebagai antioksidan.

Dosis

Dewasa

- Kram otot Nocturnal : 400 mg sehari selama 8 sampai 12

minggu.

Ardena Malidia

160110110092

Page 85: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

- Intermiten klaudikasio : 400 mg sehari selama 12 sampai 18

minggu .

- Penyakit fibrokistik payudara : 600 mg sehari selama 2 sampai 6

bulan .

Anak-anak: 200 mg sehari .

2.4.2 Vitamin yang Larut dalam Air

1) Vitamin B group

(1) Vitamin B1 (tiamin)

Vitamin B1 anggota pertama dari B kompleks. Thiamine

pyrophosphate ialah coenzyme dan bersifat aktif. Vitamin B1

mempunyai peran untuk memecah glukosa , dan membantu

merubah karbohidrat menjadi energy. Gejala defisiensinya adalah

beri-beri.

Indikasi:

Indikasinya untuk beri-beri basah dan kering, Wernicke’s

encephalopathy, profilaksis defisiensi tiamin, hyperemi

gravidarum, sindrom Korsakoff, alkoholik kronis, neuritis

multipel, anoreksia.

Dosis:

Defisiensi ringan : 10-25 mg/hari

Defisiensi berat : 200-300 mg/hari

Efek samping

Demam, kesemutan, gatal-gatal, nyeri, urtikaria,

kelemahan, berkeringat, mual, gelisah, sesak pada tenggorokan,

angioedema, gangguan pernapasan, sianosis, edema paru,

perdarahan GI, vasodilatasi sementara dan hipotensi, kolaps

vaskuler.

Mekanisme aksi

Laras Annisa F

160110110128

Page 86: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

Tiamin, vitamin yang larut air, menggabungkan dengan ATP untuk

membentuk pirofosfat tiamin, merupakan koenzim yang penting

dalam metabolisme karbohidrat.

Penyerapan: diserap dengan baik oleh saluran pencernaan setelah

pemberian melalui oral dan benar-benar diserap setelah berada di

IM.

Distribusi: Tersebar luas di jaringan tubuh yang paling, memasuki

ASI.

Ekskresi: tiamin Kelebihan diekskresikan dalam urin sebagai

metabolit

(2) Vitamin B2 (riboflavin)

Berfungsi dalam banyak reaksi biokemikal. Dalam

bentuk aktif, flavin mononukleotida (FMN) dan flavin adenin

dinukleotida.

Gejala defisiensi: dikarakteristikan dengan glositis, dermatitis pada

tubuh dan ekstrimitas, stomatitis angular, cheilosis, anemia,

neuropati, formasi katarak, dan vaskularisasi kornea.

Indikasi:

Arteriosklerosis, diabetes, obesitas.

(3) Vitamin B3 (niasin)

Disebut juga faktor pencegah pellagra.

Vitamin ini dikonversi menjadi koenzim, nicotinamide

adenine dinucleotide (NAD) atau nicotinamide adenine

dinucleotide phosphate (NADP). Koenzim ini berikatan dengan

hydrogenase dan berfungsi sebagai oksidan dengan menerima

hidrogen dan elektron.

Gejala defisiensi:

Pada kekurangan niasin terjadi pellagra. Kondisi yang

terjadi adalah diare, dermatitis, demensia, nausea, muntah,

Laras Annisa F

160110110128

Page 87: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

stomatitis, pusing, depresi, insomnia, sakit kepala, Pada defiseinsi

lanjut terjadi demensia dan halusinasi.

Efek samping:

Termasuk flushing, aktivasi peptic ulser, muntah, diare,

pruritus, kemerahan kulit, dan sakit kepala.

Indikasi:

Pellagra, untuk profilaksis, Hartnup disease,

hiperlipoproteinaemia.

(4) Vitamin B5 ( kalsium pantotenat)

Asam pantotenat banyak didistribusikan di daging, sereal, telur,

susu, sayur, dan buah. Ini adalah komponen koenzim A yang

sangat penting dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.

Gejalan defisiensi:

Defisiensi vitamin ini jarang terjadi karena distribusinya yang luas

pada makanan.

Dosis : 50-100 mg/hari.

(5) Vitamin B6 (piridoksin)

Terlibat sebagai koenzim (piridoksal fosfat) dalam metabolisme

triptofan, pada beberapa transformasi metabolic asam amino

termasuk transaminasi, dekarboksilasi dan rasemisasi.

Gejala defisiensi:

Neuritis perifer, kejang-kejang, stomatitis, anemia, lesi seperti

seborrhea, mental confusion, dan kelainan pertumbuhan

Indikasi:

Untuk mencegah dan mengobati gangguan neurologis, gejala

mental pada wanita dengan kontrasepsi oral, homocystinuria,

pyridoxine responsive anemia, morning sickness dan hyperemesis

gravidarum, konvulsi pada anak-anak.

Dosis:

Dewasa : 100 mg/hari.

Laras Annisa F

160110110128

Page 88: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

(6) Sianobalamin (metilkobalamin)

Metilkobalamin adalah bentuk koenzim dari vitamin B12.

Bioavabilitas yang baik dan paling baik digunakan. Memiliki efek

menguntungkan seperti melawan penuaan otak, pola tidur tidak

teratur, vitamin ini juga mendukung fungsi imun dan membantu

pertumbuhan sel normal. Banyak ditemukan di produk nutrisonal,

murah, dan memiliki banyak keuntungan.

Gejala defisiensi:

Glositis, gangguan GIT, anemia megaloblastik, degenerasi

spinal cord sub akut, neuritis perifer, ingatan lemah, perubahan

mood dan halusinasi.

Aplikasi:

Bell’s Palsy : meningkatkan waktu penyembuhan pada

fungsi saraf

Kanker: menghalangi proliferasi sel ganas

Diabetic neuropathy :Oral methylcobalamin (500 mcg tiga

kali sehari selama empat bulan) menghasilkan

perbaikan subyektif dalam sensasi terbakar,

mati rasa,hilangnya sensasi dan

kramotot .

Regulasi Imun sistem : detailnya belum diketahui

Rheumatoid arthritis : mengoreksi abnormalitas RACD8+T sel

pada autologous mixed lymphocyte reaction (AMLR)

Fungsi mata : melindungi neuron retina

Variasi heart rate :meningkatkan beberapa komponen variasi

heart rate.

HIV : dalam penilitian, Methylcobalamin

menghambat infeksi HIV-1 monosit darah manusia normal dan

limfosit.

Laras Annisa F

160110110128

Page 89: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

Homocysyeinemia : Peningkatan kadar homosistein dapat

menjadi indikasi metabolik dari penurunan kadar methylcobalamin

bentuk vitamin B12

Indikasi:

Indikasi untuk pasien yang mengalami defisiensi.

Dikombinasikan dengan lactobacillus untuk stomatitis aphtous dan

thrush. Selain itu, untuk gangguan neurologik, gejala mental pada

wanita dengan kontrasepsi oral, pyridoxine responsive anemia,

homocystinuria, neuropati, beri-beri, anemia, hepatitis, dan

debility.

Efek samping : Olahan dari vitamin B1 + B6 + B12 ditunjukkan

untuk mencegah dan mengobati isoniazid, hydralazine dan

cycloserine diinduksi neurologis gangguan, gejala mental di

perempuan pada kontrasepsi oral, pyridoxine anemia responsif dan

homocystinuria, neuropati, degenerasi kombinasi subakut, beri-

beri, anemia, hepatitis, kelemahan

(7) Asam folat

Memiliki peran penting dalam reaksi intraseluler seperti konversi

serine menjadi glycine, sintesis thymidylate, sintesis purin,

metabolisme histidin.

Gejala defisiensi:

Anemia megaloblastik, glositis, enteritis, diare, kehilangan berat

badan, dan steril.

Indikasi:

Anemia megaloblastik, alkoholisme, nutritional anemia dan

anemia karena kehamilan.

Laras Annisa F

160110110128

Page 90: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

Dosis:

Dewasa : 5- 20 mg/hari

Anak-anak : 5-10 mg/hari

(8) Vitamin C (asam askorbat)

Berfungsi sebagai kofaktor pada amidasi dan reaksi

hidroksilasi. Bentuk aktif vitamin C adalah asam askorbat. Fungsi

utamanya adalah untuk menjaga jaringan ikat, seperti

penyembuhan luka, karena sintesis jaringan ikat yang pertama

terjadi pada remodeling jaringan. , selain itu untuk remodeling

tulang, konversi asam folat menjadi asma folinat, biosintesis

adrenal steroid, catecholamines, oksitosin, ADH, metabolisme

siklik nukleotida dan prostaglandin.

Gejala defisiensi:

Scurvy, dikarakteristikan dengan ekimosis, petechiae,

bengkak, dan gusi berdarah, subperiosteal hemorrhage, sakit pada

tulang saat disentuh, penyembuhan luka yang terhambat, anemia,

kehilangan gigi dan gingivitis

Indikasi:

Pengobatan scurvy, profilaksis untuk defisiensi vitamin C,

acidify urine, anemia karena defisiensi vit C, antioksidan untuk

menjaga warna natural dan rasa beberapa makanan, karies dental,

dan meningkatnya tingkat kerapuhan kapiler.

Dosis:

Dewasa :profilaksis 50-500mg/hari

Kehamilan dan menyusui :100-150 mg/hari

Laras Annisa F

160110110128

Page 91: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7
Page 92: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

BAB III

CASE REVIEW

Mr. Ury Case

Tutorial part 1

Mr. Ury, 45 tahun, datang ke RSGM dengan keluhan utama memiliki banyak

stomatitis disekitar mulutnya dan pendarahan pada gusinya sejak 2 bulan yang

lalu. Stomatitis tetap tidak sembuh setelah menggunakan topikal triamcinolone

selama sebulan. Dia merasakan sakit disekitar mulutnya, gusinya terlihat

mengalami edema. Dia tidak bias makan karena merasakan sakit setiap dia makan.

General condition:

Mr. Ury perokok berat (2 box per hari, 12 batang rokok perbox selama 15 tahun).

Temperature 39ᵒC, tekanan darah 130/90 mmHg. Dia terlihat lemah dan lesu.

Intraoral examination:

1) Gingival enlargement semua region, kemerahan, pendarahan spontan dan

adanya jaringan nekrosis di rahang bawah bagian anterior.

2) Crater-like ulcer di interdental papilla 41, 42, 43, dan 44

3) Ulser dengan diameter 1-3 mm di rahang bawah anterior di mukosa labial

4) Ulcer dengan diameter 1-3 di mukosa bukal kiri.

Extraoral examinantion:

Lymphadenophaty dan anemia conjutiva

107

Page 93: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

Laboratory examinantion:

Ditemukan virus herpes dari hapusan jaringan.

Diagnosis:

NUG (necrotizing Ulcerative Gingivitis) dengan ulser herpes.

Treatment:

1) Debridement jaringan nekrosis dan scaling supragingiva

2) Dokter gigi memberikan resep metronidazole 500 mg dan obat kumur

klorheksidine 0,12% untuk gingiva dan acyclovir untuk ulser. Untuk

meningkatkan system imun dokter gigi memberikan multivitamin.

3) Pasien harus kontrol setelah 5 hari.

Intruksi:

1) Apa masalahnya?

2) Apa penyebab masalahnya?

3) Apa hipotesisnya?

Tutorial part 2

Setelah 5 hari, dia datang kembali dengan kondisi yang lebih baik. Ulcernya

sudah sembuh dan gusinya membaik, tetapi dia merasakan keluhan baru. Dia

melihat ada lapisan putih di sekitar lidahnya dan rasa terbakar sehingga dia tetap

tidak biasa makan.

General condition:

Temperature 39ᵒC, tekanan darah 130/90 mmHg. Dia terlihat lemah dan lesu.

Intraoral Examination:

Page 94: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

Lesi plak putih pada bagian dorsum lidah

Extraoral examination:

Tidak ada abnormalitas

Laboratory examinantion:

Ditemukan jamur dari hasil hapusan lebih

Diagnosis:

Psedomembranous candidiasis

Treatment:

1) Nystatin ointment dan multivitamin

2) Pasien harus kontrol setelah seminggu kemudian.

Intruksi

1) Apa masalahnya?

2) Apa penyebab masalahnya?

3) Apa hipotesisnya?

Page 95: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

BAB IV

DISKUSI

Mr. Ury, 45 tahun, datang ke RSGM dengan keluhan utama memiliki

banyak stomatitis disekitar mulutnya dan pendarahan pada gusinya sejak 2 bulan

yang lalu. Stomatitis tetap tidak sembuh setelah menggunakan topikal

triamcinolone selama sebulan. Dia merasakan sakit disekitar mulutnya, gusinya

terlihat mengalami edema. Dia tidak bias makan karena merasakan sakit setiap dia

makan.

Setelah 5 hari, dia datang kembali dengan kondisi yang lebih baik.

Ulcernya sudah sembuh dan gusinya membaik, tetapi dia merasakan keluhan baru.

Dia melihat ada lapisan putih di sekitar lidahnya dan rasa terbakar sehingga dia

tetap tidak biasa makan.

4.1 Pembahasan Kasus Part I

Identitas Pasien

Nama : Mr. Ury

Umur : 45 tahun

Jenis Kelamin : Pria

Kondisi Umum

1) Perokok berat

110

Page 96: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

2) Suhu 39oC

3) Tekanan darah 130/90 mmHg

4) Terlihat lemah dan pucat

Keluhan Utama

1) Banyak stomatitis disekitar mulut

2) Perdarahan di gusi sejak 2 bulan yang lalu

3) Stomatitis tidak sembuh setelah diberi triamcinolone selama 2 bulan

4) Merasa sakit di mulut

5) Gusi oedem

6) Sakit setiap makan

Pemeriksaan Intra Oral

1) Gingival enlargement di semua regio

2) Kemerahan, perdarahan spontan, jaringan nekrotik di regio anterior rahang

bawah

3) Ulcer seperti kawah di interdental papilla gigi 41, 42, 43, 44

4) Ulcer berdiameter 1-3 mm di mukosa labial anterior rahang bawah

5) Ulcer berdiameter 1-3 mm di mukosa bukal kiri

Pemeriksaan Ekstra Oral

1) Lymphadenopaty

2) Anemia conjuctiva

Pemeriksaan Laboratorium

Ditemukan virus herpes di jaringan apus

Diagnosis

Page 97: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

Necrotizing Ulcerative Gingivitis dengan ulcer herpes

Mekanisme

Dalam kasus ini, pasien memiliki riwayat terinfeksi herpes simplex virus

yang menyebabkan turunnya sistem imun tubuh dan menimbulkan ulser-ulser

herpetic. Selain menderita penyakit herpes, pasien ini memiliki kebiasaan yaitu

merokok dalam jumlah yang besar, hal ini membuat kondisi mulut pasien buruk.

Selain terdapat ulcer seperti kawah dan juga terdapat banyak stomatitis, mulut

pasien ini juga terdapat gingival enlargement yang menyebabkan pendarahan,

kemerahan, oedem, dan adanya jaringan nekrotik pada gingiva. Pasien kemudian

menggunakan triamcinolone untuk mengobati ulser tersebut. Tetapi karena ulser

tersebut timbul akibat adanya virus herpes dan adanya faktor predesposisi berupa

merokok, maka pengobatan menggunakan triamcinolone tidak berhasil, karena

harus ada terapi antiviral sebagai penatalaksanaan ulser tersebut. Lalu pasien

berobat ke RSGM dan pasien ini diberi metronidazole, chlorhexidine, acyclovir,

multivitamin, serta dilakukan debridement jaringan nekrotik.

Debridement jaringan nekrotik ini dilakukan untuk menghindari keadaan

yang lebih parah akibat adanya jaringan nekrosis yang mengandung banyak

bakteri. Setelah debridement, jumlah bakteri akan menurun dengan sendirinya

yang diikuti dengan kemampuan tubuh secara efektif melawan infeksi. Selain itu,

juga diberikan metronidazole yang merupakan obat antibiotik untuk menghambat

bakteri anaerob. Metronidazole ini mempunyai indikasi, yaitu dental abses,

perikoronitis akut, serta ANUG. Lalu pasien juga diberi obat kumur chlorhexidine

yang merupakan obat

Page 98: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

antiseptik untuk perawatan gingivitis, lesi intra oral, serta membantu menjaga oral

hygiene. Indikasi dari chlorhexidine ini adalah gingivitis, lesi intra oral, denture

stomatitis, acute apthous ulcer. Sebagai penanganan etiologi dari ulcer tersebut

yaitu virus herpes, digunakan acyclovir yang berguna melawan infeksi virus HSV

1 dan HSV 2. Pasien juga diberi perawatan penunjang berupa multivitamin yang

berfungsi menambah kekebalan system imun tubuh.

4.2 Pembahasan Kasus Bagian II

Identitas pasien

Nama : Mr.Ury

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 45 tahun

Keluhan Utama

1) Adanya lapisan putih di sekitar lidah (dorsum)

2) Sensasi terbakar

3) Tidak bisa makan

Kesehatan Umum

1) Suhu 39oC

2) Tekanan darah 130/90 mmHg

3) Lemah lesu

Pemeriksaan Intraoral

113

Page 99: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

Plak putih pada dorsum lidah

Pemeriksaan Ekstraoral

Tidak ada kelainan

Pemeriksaan Lab

Ditemukan jamur dari hasil apusan lesi

Diagnosis

Pseudomembranus Kandidiasis

Treatment

1) Nystatin ointment dan multivitamin

2) Pasien harus kontrol seminggu kemudian

Mekanisme

Pada kasus ini, pasien terlihat menderita candidiasis pseudomembranous.

Hal ini disebabkan karena pemakaian obat golongan kortikosteroid dalam jangka

waktu yang relative panjang. Kortikosteroid yang digunakan dalam jangka waktu

panjang, dapat menyebabkan efek samping berupa infeksi oportunistik. Hal ini

disebabkan karena kortikosteoid memiliki kemampuan dalam menekan imunitas

pasien. Karena penggunaan kortikosteroid dalam jangka waktu panjang inilah,

pasien memiliki imunitas yang rendah, sehingga pasien mudah terserang infeksi

oportunistik dalam hal ini kandidiasis oral.

Page 100: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

Selain itu, penggunaan antibiotic spectrum luas juga dapat menyebabkan

kondisi ini. Hal ini disebabkan karena antibiotic berspektrum luas dapat menekan

flora-flora yang ada dalam tubuh manusia, termasuk flora normal. Saat mikroba

ini ditekan oleh adanya antibiotic, candida yang merupakan fungi flora normal

dalam tubuh manusia, tidak ditekan keberadaannya karena candida adalah jenis

jamur dan jamur tidak dapat ditekan keberadaannya oleh antibiotic. Pada saat

terjadi ketidakseimbangan inilah, candida menjadi flora normal yang berubah

menjadi oportunistik dan menyebabkan infeksi jamur.

Setelah itu, pasien datang ke RSGM dan diberikan nystatin ointment

sebagai agen antifungal dan multivitamin.

Page 101: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

BAB V

KESIMPULAN

Penggunaan kortikosteroid pada ulser yang disebabkan oleh virus

tidaklah akan memperbaiki keadaan pasien, karena yang harus dieliminasi

adalah etiologinya yaitu virus. Caranya adalah dengan pemberian agen

antiviral. Dalam kasus ini, agen antiviral tersebut adalah acyclovir.

Selain itu, penggunaan kortikosteroid pun harus dipertimbangkan

dengan baik terutama indikasi dan lama pemakaian. Hal ini karena

kortikosteroid dapat menyebabkan penurunan imunitas tubuh. Penggunaan

anti fungal pun digunakan apabila adanya infeksi penyakit akibat

jamur/fungi dimana bila digunakan sesuai indikasi penggunaan obat

antifungal maka penyakit akibat jamur/fungi ini dapat teratasi. Setelah

dilakukan perawatan atau pengobatan pun sebaiknya diberikan

multivitamin yang berguna untuk meningkatkan kesehatan umum tubuh

kita agar tidak rentan terhadap penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

117

Page 102: Makalah BMSP 5 Topik 3 Klmpok 7

Baratawidjaja. G. K, Rengganis Iris. 2012. Imunologi Dasar, Jakarta, Balai

Penerbit FKUI

Limfadenitis. Available at: Mei 26th, 2013.

Yagiela JA, Dowd FJ, Neidle EA. Pharmacology and therapeutics for dentistry.

5thed. New Delhi: Mosby

Samodro, Ratno. 2011. “Mekanisme Kerja Obat Anestesi Lokal”. Jurnal

Anestesiologi Indonesia. Volume III, Nomor 1.

Meechan J.G, Seymour R.A .2002. Drug dictionary for dentisty. United

State :Oxford university press

Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran Edisi 9. EGC: Jakarta.

Gregory, Pete dan Ian Mursell. 2010. Manual of Clinical Paramedic Procedures.

United Kingdom: Blackwell.

http://walidrahmanto.blogspot.com/2012/05/pengertian-lidocain.html

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32609/4/Chapter%20II.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16862/4/Chapter%20II.pdf. Acces

sed on.