bab 5 - identifikasi permasalahan-konflik

30
V - 1 LAPORAN AKHIR BAB – V IDENTIFIKASI PERMASALAHAN PENGELOLAAN SDA 5.1 UMUM Berdasarkan Inventarisasi dan Analisis masing-masing Aspek Lingkungan Hidup yang ada di DKI Jakarta, maka dapat diidentifikasi permasalahan masing-masing aspek tersebut jika dikaitkan dengan Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di DKI Jakarta. Aspek Lingkungan yang dimasukkan sebagai pembahasan adalah yang paling tinggi tingkat permaslahannya dan sangat erat dampak serta erat kaitannya secara langsung dengan kehidupan ekosistem lain di Wilayah DKI Jakarta. 5.2 KONFLIK DAN PENYEBAB KONFLIK 5.2.1 PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN Perubahan tata guna lahan juga dapat menjadi penyebab pencemaran air tanah. Air hujan yang seharusnya masuk ke dalam tanah untuk menambah kuantitas air tanah dapat menyebabkab menurunnya konsentrasi pencemar tidak dapat diserap oleh tanah karena sudah tertutup oleh pelapisan dan fungsi lainnya. Selain kuantitas air yang menurun masuk ke dalam tanah, kualitas air tanah yang dikonsumsi warga juga semakin buruk. Hasil klasifikasi Indeks Pencemaran (IP) di 48 sumur yang tersebar di lima wilayah menunjukkan 27 sumur tercatat cemar Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Tahap I

Upload: syahrul-anwar

Post on 31-Dec-2015

31 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

konflik

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 5 - Identifikasi Permasalahan-Konflik

V - 1

LAPORAN AKHIR

BAB – VIDENTIFIKASI PERMASALAHAN

PENGELOLAAN SDA

5.1 UMUM

Berdasarkan Inventarisasi dan Analisis masing-masing Aspek

Lingkungan Hidup yang ada di DKI Jakarta, maka dapat diidentifikasi

permasalahan masing-masing aspek tersebut jika dikaitkan dengan

Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di DKI

Jakarta. Aspek Lingkungan yang dimasukkan sebagai pembahasan

adalah yang paling tinggi tingkat permaslahannya dan sangat erat

dampak serta erat kaitannya secara langsung dengan kehidupan

ekosistem lain di Wilayah DKI Jakarta.

5.2 KONFLIK DAN PENYEBAB KONFLIK

5.2.1 PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN

Perubahan tata guna lahan juga dapat menjadi penyebab pencemaran

air tanah. Air hujan yang seharusnya masuk ke dalam tanah untuk

menambah kuantitas air tanah dapat menyebabkab menurunnya

konsentrasi pencemar tidak dapat diserap oleh tanah karena sudah

tertutup oleh pelapisan dan fungsi lainnya.

Selain kuantitas air yang menurun masuk ke dalam tanah, kualitas air

tanah yang dikonsumsi warga juga semakin buruk. Hasil klasifikasi

Indeks Pencemaran (IP) di 48 sumur yang tersebar di lima wilayah

menunjukkan 27 sumur tercatat cemar berat dan cemar sedang dan

21 sumur lainnya terindikasi cemar ringan dan dalam kondisi baik

Sejalan dengan uraian pada Bab 4 tentang inventarisasi Air

Tanah ,Wilayah yang mempunyai kualitas air tanah paling buruk

adalah Jakarta Utara. Tujuh dari delapan sumur yang dipantau di

wilayah ini masuk kategori cemar berat dan sedang. Pada umumnya

wilayah ini digunakan untuk pemukiman kawasan industri dan

permukiman padat. Adapun wilayah yang kualitas airnya masih cukup

Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Tahap I

Page 2: Bab 5 - Identifikasi Permasalahan-Konflik

V - 2

LAPORAN AKHIR

baik adalah Jakarta Selatan. Di wilayah ini umumnya digunakan untuk

permukiman teratur.

5.2.2 GEOLOGI

Beberapa konflik/permasalahan terjadi dalam pembangunan di DKI

Jakarta, di akibatkan masalah keretakan bangunan, amblesan tanah,

banjir, runtuhnya jalan dan sebagainya. Permasalahan tersebut erat

hubungannya dengan kondisi geologi teknik di DKI Jakarta. Seperti

yang telah disebutkann sebelumnya, daratan DKI Jakarta secara

geologi memiliki tanah alluvium yang sangat bervariasi sifat

keteknikannya baik pada sebaran ke arah vertikal maupun

mendatar.Berdasarkan identifikasi morfologinya, garis pantai purba

DKI Jakarta 5000 tahun yang lalu berada di sepanjang Jl. Daan Mogot –

Grogol - Monas – Senen - Pulo Gadung, sehingga di beberapa tempat di

sepanjang jalan tersebut dijumpai tanah endapan pematang pantai

dan di belakangnya dijumpai tanah endapan rawa yang bersifat lunak.

Tanah aluvium di DKI Jakarta bagian utara mempunyai umur baru

5.000 tahun belum mengalami pemampatan yang maksimal, sehingga

adanya pembangunan infrastruktur dan dipacu oleh pengambilan air

tanah dalam secara berlebihan telah menyebabkan terjadinya

amblesan tanah secara regional. Amblesan tanah telah mencapai

kecepatan > 5 cm/tahun bahkan di beberapa tempat mencapai >10

cm/tahun (di Rawa Buaya-Kapuk-Kamal). Dampak amblesan tanah

menimbulkan semakin meluasnya banjir dari tahun ke tahun,

terganggunya dan bahkan tidak berfungsinya sistem drainase dan

infrastruktur di DKI Jakarta. Di bagian selatan dari Jakarta yang

tersusun oleh aluvium volkanik pada umumnya mempunyai sifat

keteknikan tanah yang lebih baik di banding tanah aluvium yang ada di

Jakarta bagian utara, sehingga pembangunan infrastruktur maupun

konstruksi bangunan berat tidak mengalami kendala seperti yang ada

di Jakarta bagian utara. Saat ini kebutuhan lahan dipermukaan mulai

terasa sudah terbatas, sehingga pemanfaatan ruang bawah

permukaan mulai dilakukan untuk menampung permasalahan yang

tidak dapat terpecahkan di permukaan tanah sehingga muncul

Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Tahap I

Page 3: Bab 5 - Identifikasi Permasalahan-Konflik

V - 3

LAPORAN AKHIR

persoalan penataan ruang bawah tanah, dan isu dampak

lingkungannya.

5.2.3 KEPENDUDUKAN, SOSIAL, PEREKONOMIAN KOTA

Permasalahan Interaksi Sosial dan Kemasyarakatan

Sebagaimana umumnya kota megapolitan, kota yang berpenduduk di

atas 10 juta, Jakarta memiliki masalah stress, kriminalitas, dan

kemiskinan. Penyimpangan peruntukan lahan dan privatisasi lahan

telah menghabiskan persediaan taman kota sehingga menambah

tingkat stress warga Jakarta. Kemacetan lalu lintas, menurunnya

interaksi sosial karena gaya hidup individualistik juga menjadi

penyebab stress. Tata ruang kota yang tidak partisipatif dan tidak

humanis menyisakan ruang-ruang sisa yang mengundang tindak laku

kriminal. Penggusuran kampung miskin dan penggusuran lahan

usaha informal oleh pemerintah DKI adalah penyebab aktif kemiskinan

di DKI Jakarta. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2011, tercatat

bahwa penduduk DKI Jakarta berjumlah 9,6 juta jiwa. Jumlah penduduk

dan komposisi etnis di Jakarta, selalu berubah dari tahun ke tahun.

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2011, tercatat bahwa setidaknya

terdapat tujuh etnis besar yang mendiami Jakarta. Suku Jawa

merupakan etnis terbesar dengan populasi 35,16% penduduk kota.

Etnis Betawi berjumlah 27,65% dari penduduk kota. Pembangunan

Jakarta yang cukup pesat sejak awal tahun 1970-an, telah banyak

menggusur perkampungan etnis Betawi ke pinggiran kota. Pada tahun

1961, orang Betawi masih membentuk persentase terbesar di wilayah

pinggiran seperti Cengkareng, Kebon Jeruk, Pasar Minggu, dan

Pulo Gadung.

Orang Tionghoa telah hadir di Jakarta sejak abad ke-17. Mereka biasa

tinggal mengelompok di daerah-daerah pemukiman yang dikenal

dengan istilah Pecinan. Pecinan atau Kampung Cina dapat dijumpai di

Glodok, Pinangsia, dan Jatinegara, selain perumahan-perumahan baru

di wilayah Kelapa Gading, Pluit, dan Sunter. Orang Tionghoa banyak

yang berprofesi sebagai pengusaha atau pedagang. Disamping etnis

Tionghoa, etnis Minangkabau juga banyak yang berdagang, di

antaranya perdagangan grosir dan eceran di pasar-pasar tradisional

Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Tahap I

Page 4: Bab 5 - Identifikasi Permasalahan-Konflik

V - 4

LAPORAN AKHIR

kota Jakarta. Masyarakat dari Indonesia Timur, terutama etnis Bugis,

Makassar, dan Ambon, terkonsentrasi di wilayah Tanjung Priok. Di

wilayah ini pula, masih banyak terdapat masyarakat keturunan

Portugis, serta orang-orang yang berasal dari Luzon, Filipina.

Permasalahan lingkungan sosial lebih dikarenakan karena interaksi

antar penduduk. Jakarta sendiri memiliki jumlah penduduk komuter

lebih banyak di siang hari dan lebih sedikit pada malam hari. Namu hal

ini bukan berarti Jakarta tidak memiliki amsalah. Sebagai kota

megapolitan yang menjanjikan keberhasilan dan hidup yang lebih baik,

Jakarta harus bertahan menghadapi serbuan pendatang yang bersaha

mengadu peruntungan dengan mencari pekerjaan. Beberapa masalah

yang dapat diidentifikasi antara lain kesenjangan sosial, krimiinalitas,

kemiskinan dan pemukiman kumuh.

Kesenjangan sosial berawal dari lebarnya jangkauan pendapatan yang

ada di Jakarta tanpa usaha pemerataan atau subsidi yang tepat.

Sistem ekonomi yang dipilih oleh Indonesia membuat para kaya tidak

terikat untuk melakukan subsidi untuk si miskin. Pajak negara yang

seharusnya dapat menyelesaikan masalah ini sekarang malah

menimbulkan masalah baru. Kepekaan moral yang didapat pada

jenjang pendidikan sebaiknya lebih dilatih lagi untuk menyembuhkan

penyakit ini. Kemiskinan merupakan kambing hitam dari segala

masalah yang muncul di bangsa ini. padahal penyebab kemiskinan

tidak hanya bersumber dari budaya masyarakat malsa dan bodoh

namun juga peranan regulasi pemerintah yang salah. Banyaknya

kebijakan instan yang menambah kemalasan orang miskin menjadikan

kemiskinan terpelihara dan tumbuh subur di Negara ini. belenggu

kemiskinan memang bkan merupakan sesuatu yang mudah untuk

dilepaskan, namun peran aktif masyarakat dapat saja merubah nasib

bersama. Adanya kebijakan yang bersifat bottom up sangat diperlukan

untuk menyelesaikan masalah ini dan meningkatkan kesejahteraan

rakyat seperti janji pemerintah pada UUD 1945, Kriminalitas adalah

masalah lanjutan dari timbulnya kemiskinan. Sulitnya mencari

lapangan pkerjaan dan kondisi moral yang lemah menjadikan

kriminalitas sebagai jalan pintas yang diambil orang untuk dapat

meraup untung sebanyak banyaknya. Namun nyatanya sekarang

Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Tahap I

Page 5: Bab 5 - Identifikasi Permasalahan-Konflik

V - 5

LAPORAN AKHIR

kriminalitas tak hanya dilakukan oleh orang miskin namun juga orang

yang ingin memperkaya diri seperti para koruptor. Seharusnya

pemerintah dan dinas sosial dapat lebih tegas dengan masalah moral

ini. adanya pembinaan dan sanksi sosial yang kuat diharapkan dapat

mengurangi masalah ini. Permukiman kumuh merupakan masalah baru

dan tumbuh bagai jamur di musim hujan. Banyaknya penduduk yang

datang namun tidak dapat berkembang memaksa mereka tetap

tinggal namun dengan melakukan berbagai hal antara lain

menggunakan lahan tak terpakai dan kolong jembatan sebagai tempat

tinggal. Bahkan bantaran sungai dan pinggir rel kereta juga turut di

manfaatkan. Kondisi ini sangat tidak seat dan tidak baik bagi tata kota.

Adanya kebijakan rusun murah dan penertiban bangunan tanpa IMB

merupakan jalan terbaik yang bisa dilakukan pemerintah dan

seharusnya pemerintah lebih tegas akan hal ini.

Dampak Pencemaran Lingkungan Hidup Bagi Kehidupan Sosial

Aspek Lingkungan yang paling banyak memberikan dampak social bagi

masyarakatadalah Udara. Dalam hal ini adalah Pencemaran Udara.

Kualitas udara di Jakarta sudah cenderung tercemar dan mulai

terkonsentrasi di beberapa titik. Berdasarkan PP Nomor 41 Tahun

1999, terdapat satu indikator kualitas udara berdasarkan partikel debu

maksimum 60 mikrogram per meter kubik. Sementara kondisi udara di

Jakarta saat ini, mencapai 150 mikrogram per meter kubik. Standar

WHO bahkan 20 mikrogram per meter kubik. Ini tandanya tujuh kali

lipat dari kondisi yang ada di Jakarta. Sangat jauh dari bersih. Belum

lagi indikator lain seperti sulfur dioksida, nitrogen dioksida, dan hydro

karbon. Konsentrasi hydro karbon di Jakarta sangat tinggi. Hal ini bisa

dilihat dari bau bahan bakar yang sangat pekat tercium apabila kita

mengendarai motor. Karena itu, Pemprov DKI harus kembali

melaksanakan apa yang diamanatkan dalam Perda Nomor 2 Tahun

2005 tentang penanganan pencemaran udara. Selain itu, juga perlu

penanganan terkait sistem transportasi publik.

Reaksi dari Masyarakat Terhadap Pencemaran Udara

Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Tahap I

Page 6: Bab 5 - Identifikasi Permasalahan-Konflik

V - 6

LAPORAN AKHIR

Dalam kondisi yang tidak bersahabat tersebut tentu saja mengundang

berbagai reaksi atau respon dari masyrakat. Respon tersebut dapat

berupa :

Melihat kondisi udara di ibu kota negara kita ini sudah sangat

tercemar, reaksi masyarakat di Jakarta melihat kondisi tersebut

adalah dengan menggunakan masker yang dapat mengurangi

mengurangi rasa tidak nyaman ketika menghirup nafas karena

cuaca yang sudah tercemar asap kendaraan bermotor dan juga

untuk mencegah timbulnya berbagai penyakit yang ditimbulkan

akibat asap kendaraan ini.

Selain menggunakan masker, masyarakat juga beraksi dengan

mengaspirasikan suaranya kepada pemerintah DKI Jakarta untuk

membatasi jumlah kendaraan bermotor di wilayah Jakarta karena

salah satu penyebab utama dari pencemaran udara di Jakarta

adalah jumlah kendaraan bermotor melebihi kapasitas penduduk

Jakarta itu sendiri atau juga masyarakat dapat menyuarakan untuk

menggunakan bahan bakar alternatif untuk kendaraan bermotor

baik itu untuk kendaraan pribadi ataupun umum yang lebih ramah

lingkungan sehingga tidak menimbulkan polusi.

Dampak Pencemaran Udara Bagi Kesehatan Masyarakat dan

Kesehatan Lingkungan Sosial

Hasil dari pencemaran udara ini tentunya bersifat negatif karena

sangat merugikan bagi masyarakatnya.Salah satunya yang merugikan

adalah dari segi kesehatan. Penyakit yang dapat ditimbulkan dari

pencemaran udara ini antara lain :

 Kanker paru - paru dan kanker liver (hati).

Bronchitis, ashma, dan gangguan nafas.

 Iritasi mata, iritasi pada selaput lendir di hidung, dan iritasi kulit

Sakit kepala, tenggorokan kering, dan batuk.

Selain berbahaya bagi kesehatan, pencemaran akibat asap kendaraan

bermotor ini pun dapat berdampak pada lingkungan seperti :

Aspek rumah kaca.

Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Tahap I

Page 7: Bab 5 - Identifikasi Permasalahan-Konflik

V - 7

LAPORAN AKHIR

Dapat menyebabkan peningkatan panas di bumi karena gas – gas

dalam rumah kaca seperti uap air dan karbondiosida tidak terlepas

ke angkasa luar melainkan terperangkap didalam lapisan bumi.

Penipisan lapisan ozon.

Zat – zat dalam asap kendaraan bermotor dapat menyebabkan tipis

dan berlubangnya lapizan ozon sehingga menyebabkan Global

Warming dan juga meningkatkan jumlah penyakit kanker kulit,

penyakit katarak, kanker kulit, menurunkan immunitas tubuh serta

produksi pertanian dan perikanan.

Hujan asam.

Dampak Pencemaran Udara Bagi Kesehatan Masyarakat dan

Kesehatan Lingkungan Sosial

Pencemaran udara akibat asap kendaraan bermotor ini dapat

berdampak secara psikologis bagi masyarakatnya, gangguan yang

dapat ditimbulkan antara lain :

Gangguan emosional.

Gangguan emosional tersebut antara lain kejengkelan dan

kebingungan. Suasana yang tidak nyaman tersebut menyebabkan

orang-orang mudah merasa jengkel terhadap suasana di sekitarnya

yang dapat mengakibatkan terganggunya hubungan interpersonal

dengan orang lain, seperti mudah emosi bila orang lain melakukan

kesalahan atau bercanda dengan kita.

Gangguan gaya hidup.

Gaya hidup orang-orang yang tinggal di sekitar tempat terjadinya

pencemaran dapat terganggu. Contohnya yaitu gangguan tidur atau

istirahat, selain itu orang-orang yang tinggal di tempat yang

sekitarnya terdapat pencemaran juga menjadi mudah kehilangan

konsentrasi sehingga orang tersebut menjadi sulit untuk

berkonsentrasi.

Gangguan kecerdasan.

Hal ini biasanya terjadi pada anak-anak di bawah umur yang sedang

dalam usia pertumbuhan. Awal mulanya ketika masih bayi sering

menghirup ataupun mengkonsumsi zat-zat berbahaya lainnya

Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Tahap I

Page 8: Bab 5 - Identifikasi Permasalahan-Konflik

V - 8

LAPORAN AKHIR

sampai di luar batas kewajaran karena di sekitar tempat tinggalnya

terdapat pencemaran lingkungan. Sewaktu masih bayi gangguan ini

masih sulit untuk di deteksi dan gangguan kecerdasan ini mulai

tampak ketika anak tersebut mulai memasuki kehidupan

sekolahnya.

Gangguan kejiwaan.

Asap kendaraan bermotor juga dapat berimbas pada kejiwaan, salah

satu contohnya adala stress. Dengan kondisi keadaan Jakarta yang

sering macet dan asap kendaraan yang melebihi batas dapat

menyebabkan orang menjadi stress dalam memulai aktivitasnya.

5.2.4 UDARA

Pencemaran udara merupakan salah satu masalah besar yang

dihadapi oleh DKI Jakarta. Pada penelitian ini dipelajari zat-zat polutan

yang terdapat dikawasan pemukiman, industri dan komcrsil serta

kesesuaian tata guna lahan berdasarkan konsentrasi udara ambien

dan unsur-unsur meteorologis yang mempengaruhinya. Konsentrasi

udara ambien tertinggi sebagian besar tejadi di kawasan komersi!.

Polutan SO, tertinggi lerdapat di kawasan Komersil yaitu 12 ppb

konsentrasi tersebut masih berada di bawah baku mulu yaitu 91 ppb.

Parameter CO lertinggijuga terjadi di kawasan komersil yailu 28.1 ppm,

nilai [ersebut sudah melebihi baku mutu yaitu 7.2 ppm. Konsentrasi

NO, dan Hidrokarbon tertinggi juga terjadi di kawasan komersil,

konsentrasi NO, tertinggi adalah 140 ppb yang nilainya melcbihi baku

mutu yailu 69 ppb dan konsentrasi Hidrokarbon tertinggi yaitu 3840

ppb juga melebihi baku mutu yaitu 240 ppb. Scdangkan untuk

parameter PM-IO Konsentrasi tertinggi teljadi di kawasan industri Yaitu

113 ~g/m3, nilai tersebut masih berada di bawah baku mutu yaitu 150

mg/m3 Kesesuaian tata guna lahan berdasarkan konsentrasi udara

ambien untuk wilayah Pluit adalah tidak sesuai sebagai peruntukkan

Garis isoline menunjukkan bahwa di wilayah Pluit konsentrasi

pencemarnya sama dengan wilayah komersil untuk parameler SO, dan

NO2 sedangkan untuk parameter CO dan HC konsentrasinya sama

dengan wilayah industri.

Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Tahap I

Page 9: Bab 5 - Identifikasi Permasalahan-Konflik

V - 9

LAPORAN AKHIR

Penyebab paling signifikan dari polusi udara di Jakarta adalah

kendaraan bermotor yang menyumbang andil sebesar ±70 persen. Hal

ini berkorelasi langsung dengan perbandingan antara jumlah

kendaraan bermotor, jumlah penduduk dan luas wilayah DKI Jakarta.

Berdasarkan data Komisi Kepolisian Indonesia, jumlah kendaraan

bermotor yang terdaftar di DKI Jakarta (tidak termasuk kendaraan milik

TNI dan Polri) pada bulan Juni 2009 adalah 9.993.867 kendaraan,

sedangkan jumlah penduduk DKI Jakarta pada bulan Maret 2009

adalah 8.513.385 jiwa. Perbandingan data tersebut menunjukkan

bahwa kendaraan bermotor di DKI Jakarta lebih banyak daripada

penduduknya. Pertumbuhan jumlah kendaraan di DKI Jakarta juga

sangat tinggi, yaitu mencapai 10,9 persen per tahun. Angka-angka

tersebut menjadi sangat signifikan karena ketersediaan prasarana

jalan di DKI Jakarta ternyata belum memenuhi ketentuan ideal. Panjang

jalan di DKI Jakarta hanya sekitar 7.650 kilometer dengan luas 40,1

kilometer persegi atau hanya 6,26 persen dari luas wilayahnya.

Padahal, perbandingan ideal antara prasarana jalan dan luas wilayah

adalah 14 persen. Dengan kondisi yang tidak ideal tersebut, dapat

dengan mudah dipahami apabila kemacetan makin sulit diatasi dan

pencemaran udara semakin meningkat.

Penyebab lain dari meningkatnya laju polusi di Jakarta adalah

kurangnya ruang terbuka hijau (RTH) kota. RTH kota adalah bagian

dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang

diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna

mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan

oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan,

kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan. RTH kota memiliki

banyak fungsi, di antaranya adalah sebagai bagian dari sistem sirkulasi

udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro, peneduh, produsen

oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat satwa, penyerap polutan

media udara, air dan tanah, serta penahan angin. Kurangnya RTH kota

akan mengakibatkan kurangnya kemampuan ekosistem kota untuk

menyerap polusi.

Sebagaimana kita ketahui, Sumber pencemar udara terbesar di kota

Jakarta adalah berasal sektor transportasi atau kendaraan bermotor

Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Tahap I

Page 10: Bab 5 - Identifikasi Permasalahan-Konflik

V - 10

LAPORAN AKHIR

dimana jumlah dan jenis kendaraan bermotor dari tahun ke tahun

terus meningkat. Peningkatan jumlah dan jenis kendaraan bermotor

akan meningkatkan pula emisi pencemar yang dikeluarkan ke udara

berupa karbon monoksida (CO), hidrokarbon (HC), dan asap.

Kondisi udara yang tercemar tentunya akan mempengaruhi kesehatan

manusia dan juga ekosistemnya. Untuk itu Pemerintah Daerah dan

masyarakat Jakarta terus berupaya melaksanakan pengendalian

pencemaran udara dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Nomor 2

Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Selanjutnya,

sebagai petunjuk pelaksanaan khusus untuk program uji emisi telah

ditetapkan Peraturan Gubernur Nomor 92 Tahun 2007 tentang Uji

Emisi dan Perawatan Kendaraan Bermotor.

Selain itu, maslah lain yang menyertai masalah Polusi Udara polusi

suara (bising). Baru-baru ini banyak penelitian tentang naiknya tingkat

kebisingan di kota-kota besar. Kebisingan tidak hanya berdampak pada

kesehatan alat pendengaran manusia, namun gelombang suara yang

terlalu tinggi ternyata juga dapat merusak konstriksi bangunan dan

mengganggu alat telekomunikasi nirkabel serta gelombang radio. Oleh

karena itu di kota besar saat ini banyak tinjauan tentang pengendalian

tingkat kebisingan dengan mengusahakan beberapa metode seperti

peredam bunyi bagi kendaraan, kaca kedap suara pada konstruksi

gedung dan pelindung telinga. Polusi suara dapat saja mencapai

tingkat tak terkendali, sayangnya sampai saat ini belum ada regulasi

yang ketat akan hal ini.

5.2.5 HUTAN KOTA DAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH)

Banyak fenomena masalah lingkungan seperti banjir, dan polusi udara

muncul di Jakarta karena masalah kurangnya ruang terbuka hijau dan

menurunnya Tata Guna Lahan misalnya yang berfungsi sebagai hutan,

baik hutan di darat, maupun hutan di lingkungan perairan. Untuk itu,

salah satu elemen ruang terbuka hijau yang harus dipertahankan di

dalam kota adalah Hutan Kota.

Hutan Kota adalah suatu areal yang ditumbuhi pohon-pohon dalam

wilayah perkotaan pada tanah negara atau tanah hak masyarakat dan

Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Tahap I

Page 11: Bab 5 - Identifikasi Permasalahan-Konflik

V - 11

LAPORAN AKHIR

dapat berfungsi sebagai pembentuk iklim mikro baik didalam maupun

diluar lingkungan sekitarnya, mengatur tata air dan udara, sebagai

habitat burung-burung serta memiliki estetika dan ditetapkan oleh

pejabat yang berwenang sebagai hutan kota dengan luas minimal 0,25

Ha.

Menurut PP No. 63 tahun 2002 Hutan Kota adalah suatu hamparan

lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di

dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak,

yang ditetapkan sebagai Hutan Kota oleh pejabat yang berwenang

dengan tujuan untuk kelestarian, keserasian dan keseimbangan

ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan

budaya.

Hutan kota sebaiknya mencirikan tanaman endemik (species khas)

yang ada di suatu kota. Seperti tanaman khas Jakarta. Bukankah

banyak nama kelurahan di Jakarta berasal dari nama tanaman.

Misalnya kelurahan di Jakarta Utara dengan toponimi (asal usul nama

tempat) nama tanaman Marunda di Cilincing, Kelapa Gading, Kapuk

Muara, Tanjung Priok (pohon tanjung dan priuk), Kebon Bawang,

Sungai Bambu. Atau kelurahan di Jakarta Selatan, Cipete Selatan,

Pondok Labu, Srengseng Sawah, Pondok Pinang, Rawa Jati, Duren Tiga,

Karet dan sebagainya

Alangkah indahnya jika ada tanaman khas/unik Jakarta ditambah

sungai kecil mengalir didalamnya, di tengah kota. Di dalamnya, banyak

anak-anak latihan silat, main musik, atau pasutri tua berjalan sambil

bergandengan tangan. Hutan Kota dapat menyajikan Suasana yang

humanis, hijau, seger dan indah. Di masa depan cucu-cucu kita nanti

akan lebih mencari dan menyenangi Hutan juga sehat dan Kota

daripada mall, selain gratis bisa bermain sepuasnya bersama keluarga.

Fungsi Hutan Kota

1. Dapat dijadikan obyek penelitian, kawasan konservasi, tempat

pariwisata ataupun sebagai salah satu ruang aktivitas publik bagi

masyarakat kota

2. Pelestarian Plasma Nutfah

Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Tahap I

Page 12: Bab 5 - Identifikasi Permasalahan-Konflik

V - 12

LAPORAN AKHIR

3. Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara, Timbal, Debu

Semen, Karbon-monoksida

4. sebagai penyerap zat yang berbahaya yang mungkin terkandung

dalam sampah seperti logam berat, pestisida serta bahan beracun

dan berbahaya lainnya

5. Penghasil Oksigen

6. Peredam Kebisingan

7. Mengurangi Bahaya Hujan Asam

8. Penyerap dan Penapis Bau

9. Mengatasi Genangan air

10. Mengatasi Intrusi Air Laut

11. Pelestarian Air Tanah

12. Penapis Cahaya Silau

13. Meningkatkan Keindahan/estetika

14. Sebagai Habitat Burung

15. Mengurangi Stres dan Depresi ( sarana refreshing)

16. Mengamankan Pantai Terhadap Abrasi

Kondisi Ideal Hutan Kota di Wilayah DKI Jakarta

PP No 63 tahun 2002 tentang Hutan Kota pasal 8 menyatakan

Persentase luas hutan kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus)

dari wilayah perkotaan. Jakarta mempunyai persentase luas hutan kota

sebesar 0,4 persen dari total luas wilayah. Masih Kurang 9,6% dari luas

Jakarta atau sebesar 63,5 km2.

5.2.6 AIR PERMUKAAN

Seperti sudah diuraikan dan rekapiltulasi pada Bab 4 tentang

inventarisasi Air Permukaan, bahwa hampir semua badan air ( Air

Permukaan : Sungai, Kali, Waduk, Situ, dan lain-lain) di DKI Jakarta

sudah mengalami pencemaran dari yang berat sampai ringan. Selain

itu, dari berbagai macam literatur yang ada, dan juga dari Inventarisasi

data yang didapat dari BPLHD DKI Jakarta ( seperti sudah diuraikan

pada Bab IV) , beberapa tahun belakangan ini pencemaran air baku,

baik air tanah maupun air permukaan semakin meningkat.

Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Tahap I

Page 13: Bab 5 - Identifikasi Permasalahan-Konflik

V - 13

LAPORAN AKHIR

Pencemaran tersebut disebabkan masuknya air limbah domestik

maupun industri, dan sampah akibat penanganan sanitasi yang tidak

baik. Disadari, saat ini permukaan yang dapat dijadikan sebagai air

baku sudah semakin langka. Fenomena tersebut melatarbelakangi

ditetapkannya tahun 2008 oleh PBB sebagai Tahun Sanitasi

Internasional dalam rangka Hari Air Dunia 2008.

Meskipun pada 2006 Indonesia sudah mencapai target Millenniun

Development Goals (MDGs) bidang sanitasi namun kualitas sumber air

permukaan Indonesia masih sangat buruk. Indonesia sudah mencapai

69% pelayanan sanitasi sementara MDGs mentargetkan pada 2015

harus mencapai 65,5%.

Pesatnya perkembangan kawasan perkotaan, selain memberikan

dampak positif bagi perkembangan ekonomi, ternyata pada sisi lainnya

dapat mengakibatkan timbulnya permasalahan lingkungan, apabila

kegiatan pembangunan yang dilakukan tidak memperhitungkan faktor

daya dukung lahan. Bencana banjir (flood) ataupun genangan air

(inundation) merupakan salah satu contohnya. Bencana ini juga terjadi

karena curah hujan yang tinggi.

Permasalahan banjir pada umumnya sangat terkait erat dengan

berkembangnya kawasan perkotaan yang selalu diiringi dengan

peningkatan jumlah penduduk, aktifitas dan kebutuhan lahan, baik

untuk permukiman maupun kegiatan ekonomi. Karena keterbatasan

lahan di perkotaan, terjadi intervensi kegiatan perkotaan pada lahan

yang seharusnya berfungsi sebagai daerah konservasi dan ruang

terbuka hijau. Akibatnya, daerah resapan air semakin sempit sehingga

terjadi peningkatan aliran permukaan dan erosi. Hal ini berdampak

pada pendangkalan (penyempitan) sungai, sehingga air meluap dan

memicu terjadinya bencana banjir, khususnya pada daerah hilir.

Terkait dengan permasalahan tersebut diatas, bencana banjir yang

terjadi di DKI Jakarta, pada hakekatnya memiliki korelasi dengan

pesatnya perkembangan kawasan perkotaan di Jabodetabek Punjur,

yang pada kenyataannya tidak lagi sesuai dengan fungsi yang

seharusnya.  Penyimpangan / ketidaksesuaian perkembangan kawasan

ini didapati pada daerah hulu maupun hilir Jabodetabek Punjur. Pada

Kawasan Bopunjur (Bogor-Puncak-Cianjur) yang secara geografis

Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Tahap I

Page 14: Bab 5 - Identifikasi Permasalahan-Konflik

V - 14

LAPORAN AKHIR

merupakan daerah hulu, penyimpangan tersebut tercermin dari

adanya pertambahan  daerah terbangun secara signifikan. 

Seharusnya, fungsi kawasan Bopunjur merupakan kawasan konservasi

air dan tanah, yang memberikan perlindungan bagi kawasan

dibawahnya untuk menjamin ketersediaan air tanah, air permukaan

dan penanggulangan banjir bagi kawasan Bopunjur dan daerah hilirnya

(KepPres No. 114,  tahun 1999).

Adapun penyimpangan pemanfaatan lahan untuk kawasan

Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) sebagai

daerah hilir, antara lain ditunjukan dengan perubahan pemanfaatan

menjadi daerah terbangun pada lahan yang seharusnya berfungsi

sebagai ruang terbuka hijau dan tempat

resapan/penyimpanan/penampungan air. Terjadinya penyimpangan

pemanfaatan lahan, baik pada daerah hulu maupun hilir Jabodetabek

Punjur, tentunya tidak terlepas dari adanya tuntutan kepentingan

sektor ekonomi yang mengabaikan faktor lingkungan. Selain itu,

masalah permukiman liar di sepanjang sungai dan budaya masyarakat

yang memposisikan sungai sebagai tempat pembuangan (limbah dan

sampah) juga menyebabkan kondisi sungai tidak terpelihara. Hal ini

menunjukkan betapa kompleksnya permasalahan  banjir.

Akibat dari bencana banjir yang terjadi setiap tahun adalah kerugian

ekonomi dan kadang-kadang juga jatuhnya korban jiwa. Banjir yang

terjadi di daerah perkotaan telah mengakibatkan kerugian, bukan saja

rusaknya harta benda yang terendam air banjir, tetapi juga kemacetan

lalu lintas, merebaknya penyakit menular, hilangnya waktu produktif,

dll. Sementara itu, kerugian akibat banjir di daerah pertanian berupa

gagal panen, yang seringkali harus pula dilakukan penanaman ulang.

Meningkatnya limpasan langsung yang memperbesar debit banjir

maksimum di satu pihak, ternyata juga berarti berkurangnya air hujan

yang meresap ke dalam tanah yang berdampak pada mengecilnya

debit minimum pada sebuah sungai. Hal ini berdampak pada masalah

kekurangan air di berbagai daerah pada musim kemarau, baik untuk

memenuhi kebutuhan pokok air bersih maupun untuk pertanian.

Masalah drainasi termasuk di dalamnya adalah sistem drainasi desa

dan kota pada daerah genangan banjir. Sistem ini dibutuhkan untuk

Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Tahap I

Page 15: Bab 5 - Identifikasi Permasalahan-Konflik

V - 15

LAPORAN AKHIR

memindahkan air dari aliran permukaan setempat. Tanpa daerah banjir

atau drainasi kota, aliran permukaan setempat dapat menyebabkan

banjir besar terutama jika outlet drainasi alam yang menuju ke sungai

utama tertutup. Sistem drainasi meliputi drainasi gravitasi ( saluran

terbuka atau pipa-pipa dalam tanah ), pintu gorong-gorong yang

melalui tanggul pengendali banjir, dan sistem-sistem pemompaan

untuk memindahkan air dari suatu bagian yang rendah pada daerah

banjir menuju sungai yang letaknya mungkin sangat lebih tinggi.

Selain upaya untuk memperkecil aliran permukaan (run off) yang

masuk ke sungai, untuk mengelola sistem drainase yang lain dapat

dilakukan secara simultan karena beberapa masalah drainase yang

lain yang muncul dan saling berkaitan dengan aliran permukaan (run

off), diantaranya :

1. Penyempitan sungai akibat sedimentasi dari partikel-pertikel yang

terbawa, yang berdampak pada meningkatnya aliran air

permukaan (run-off).

2. Perubahan lahan alami ke lahan terbangun menimbulkan bahaya

erosi dan menurunkan infiltrasi air tanah.

3. Terjadinya genangan di kawasan pantai lama yang mengalami

amblesan (land subsidance) Apabila land subsidance mencapai 2

m, sementara kenaikan muka air laut mencapai 60 cm, diperlukan

upaya untuk memompa air di daerah genangan yang

kedalamannya mencapai 2,6 m di bawah permukaan laut.

4. Hingga tahun 2011, situ-situ mengalami penyusutan yang cukup

signifikan (sebesar 65,8%).

Untuk mengatasi hal tersebut, maka arahan penataan ruang pada

kawasan Jabodetabekpunjur adalah mengembalikan fungsi kawasan

bopunjur sebagai kawasan resapan air, tentu saja pengembalian

fungsinya harus menggunakan pendekatan teknologi, mengingat

sangat tidak mungkin (terlalu mahal) apabila mengembalikan kawasan

resapan air dengan pendekatan vegetatif, kecuali ada reformasi

agraria pada kawasan ini.

Sedangkan untuk mengatasi permasalahan rob, pada kawasan utara

provinsi Jakarta maka mau tidak mau pemerintah bersama masyarakat

Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Tahap I

Page 16: Bab 5 - Identifikasi Permasalahan-Konflik

V - 16

LAPORAN AKHIR

harus berupaya keras untuk meningkatkan fungsi hijau pada kawasan

ini, penanaman mangrove pada kawasan pesisir sebagai pertahanan

alami terhadap abrasi serta ancaman banjir rob merupakan salah satu

opsi yang dapat diusulkan dalam rangka antisipasi banjir di DKI.

Salah satu contoh Waduk Pluit yang tercemar limbah saat bertepatan

dengan hari Lingkungan Hidup sedunia seperti dapat dilihat pada

Gambar 5.1. Waduk yang berfungsi sebagai pengendali banjir, tempat

penampungan air hujan dan cadangan air tanah tercemar limbah

pabrik dan sampah rumah tangga.

Gambar 5.1 Limbah Waduk Pluit

5.2.7 AIR TANAH

Memperhatikan uraian tentang Air Tanah pada Bab 4 yang membahas

tentang inventarisasi dan ketersediaan Air Tanah di DKI Jakarta, maka

dapat diidentifikasi pencemaran air tanah disebabkan oleh :

1. Limbah Industri dan Interusi

industri dan domestik (rumah tangga) maupun interusi air laut adalh

faktor yang sangat berpotensi untuk mencemari air tanah.

Pembuangan limbah baik padat maupun cair yang tidak menggunakan

aturan masih dilakukan oleh beberapa industri, terutama industri kecil.

Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Tahap I

Page 17: Bab 5 - Identifikasi Permasalahan-Konflik

V - 17

LAPORAN AKHIR

Pabrik besar pun masih banyak melanggar regulasi dan membuang

begitusaja limbahnya ke sungai. Standarisasi bak penampung dan

pengolah limbah seharusnya sangat diperhatikan dan akan lebih baik

pula apabila dalam suatu wilayah memiliki fasilitas pengolahan limbah

rumahtangga yang baik sehingga tidak mencemari air tanah. Masalah

lain ada di pesisir yaitu intrusi air laut. Penurapan berlebih memicu air

laut untuk dapat masuk ke lapisan aquifer sehingga membuat air

tanah yang dikonsumsi terasa pahit. Hal ini bukan tidak dapat diatasi

baik dengan melakukan injeksi maupun perbaikan aquifer sehingga

kelestarian air tanah terjaga.

2. Penurunan Muka Air Tanah

DKI Jakarta menghadapi permasalahan penurunan muka air tanah

yang cukup serius .Untuk itu, dalam penyelesaiannya harus

mengutamakan kegiatan konservasi, pendayagunaan dan

pengendalian daya rusak. Dalam melakukan konservasi salah satu

contohnya adalah Citarum dengan melaksanakan agro forestry,

pembudidayaan hutan karena lebih efektif dalam mengurangi erosi.

Menurut data yang diuraikan pada Bab Inventarisasi Air Tanah, kondisi

air tanah Jakarta saat ini sangat parah. Pengambilan air tanah cukup

tinggi hingga diatas 50 persen. Padahal seharusnya, 40 persen karena

daya tampung air tanah mencapai 40 juta meter kubik pertahun.

"Sementara pengambilannya mencapai sekitar 27 juta meter kubik

pertahun dan penyerapan air tanah hanya sekitar 17 juta meter kubik

pertahun.

Saat ini pengelolaan air jadi persoalan yang krusial bagi DKI Jakarta.

Beragam masalah yang berhubungan dengan air seakan mengepung

masyarakat kota yang kian tua renta dari berbagai penjuru. Dari laut,

sebagian wilayah kota selalu terancam genangan rob. Sedangkan di

bawah tanah ekspansi intrusi air laut kian mendesak ke rongga-rongga

tanah hingga berpotensi merusak fondasi bangunan. Sementara banjir

yang sudah rutin melanda ibukota, lingkup genangannya terus meluas.

3. Pencemaran Fisik, Kimia , dan Biologi

Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Tahap I

Page 18: Bab 5 - Identifikasi Permasalahan-Konflik

V - 18

LAPORAN AKHIR

Namun, sesungguhnya ancaman serius yang tampak luput dari

perhatian adalah ancaman defisit air bersih yang kian meningkat. Ini

terjadi karena 13 sungai yang mengalir di Jakarta sudah tak layak

untuk dijadikan bahan baku air bersih, sementara air tanah selain

volume kian berkurang juga kualitasnya terus menurun (tercemar

secara fisik, kimia, dan biologi). Beberapa penelitian mengungkapkan

sebagian besar air tanah di Jakarta sudah tercemar bakteri e-coli.

Dari uraian yang disajikan di Inventarisasi data lokasi air tanah di DKI

Jakarta, maka lokasi-lokasi yang termasuk parah tingkat permasalahan

air tanahnya adalah : Daerah yang tergolong zona rawan dan sangat

rawan antara lain Cengkareng, Petamburan, Kebon Jeruk, Kembangan,

Taman Sari, dan Gambir. Selain itu, Menteng, Setiabudi, Matraman,

Johar Baru, Pulo Gadung, dan Cakung.

Krisis air tanah terjadi antara lain karena air hujan yang turun tidak

bisa terserap dalam tanah. Akibatnya, sebagian besar air hujan

mengalir di permukaan tanah (run off), dan selanjutnya mengalir ke

sungai. Banyaknya lahan untuk ruang terbuka hijau (RTH) yang

dikonversi menyebabkan minimnya penyerapan air ke dalam tanah. Air

hujan yang jatuh ke tanah akan langsung terbuang ke laut.

4. Perubahan Tata Guna Lahan

Perubahan Tata Guna Lahan juga dapat menjadi penyebab

pencemaran air tanah. Air hujan yang seharusnya masuk ke dalam

tanah untuk menambah kuantitas air tanah dapat menyebabkab

menurunnya konsentrasi pencemar tidak dapat diserap oleh tanah

karena sudah tertutup oleh pelapisan dan fungsi lainnya.

Selain kuantitas air yang menurun masuk ke dalam tanah, kualitas air

tanah yang dikonsumsi warga juga semakin buruk. Hasil klasifikasi

Indeks Pencemaran (IP) di 48 sumur yang tersebar di lima wilayah

menunjukkan 27 sumur tercatat cemar berat dan cemar sedang dan

21 sumur lainnya terindikasi cemar ringan dan dalam kondisi baik

Sejalan dengan uraian pada Bab 4 tentang inventarisasi Air

Tanah ,Wilayah yang mempunyai kualitas air tanah paling buruk

adalah Jakarta Utara. Tujuh dari delapan sumur yang dipantau di

wilayah ini masuk kategori cemar berat dan sedang. Pada umumnya

Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Tahap I

Page 19: Bab 5 - Identifikasi Permasalahan-Konflik

V - 19

LAPORAN AKHIR

wilayah ini digunakan untuk pemukiman kawasan industri dan

permukiman padat. Adapun wilayah yang kualitas airnya masih cukup

baik adalah Jakarta Selatan. Di wilayah ini umumnya digunakan untuk

permukiman teratur.

5.2.8 KEANEKARAGAMAN HAYATI

Kurang efektifnya pengawasan dan pengendalian dalam pengelolaan

sumber daya alam yang ada, yang menyebabkan kerusakan

Keanekaragaman Hayati. Kondisi ini, sebagai contoh yang sedang

marak, adalah ditandai dengan maraknya pengambilan terumbu

karang dan pemboman ikan, perambahan hutan, kebakaran hutan dan

lahan, serta pertambangan tanpa izin. Permasalahan lain adalah belum

jelasnya pengaturan pemanfaatan sumber daya genetik (transgenik)

yang mengancam keanekaragaman hayati dan kesehatan manusia,

serta permasalahan ketergantungan yang tinggi pada sumber daya

fosil.

Disamping itu, tingkat kualitas lingkungan hidup di darat, air, dan

udara secara keseluruhan masih rendah, seperti tingginya tingkat

pencemaran lingkungan dari limbah industri baik di perkotaan maupun

di perdesaan, serta kegiatan transportasi dan rumah tangga baik

berupa bahan berbahaya dan beracun (B3) maupun non-B3. Tingginya

ketergantungan energi pada sumber daya fosil, merupakan

permasalahan penting yang mengakibatkan peningkatan emisi gas

rumah kaca yang berdampak pada kenaikan permukaan laut,

perubahan iklim lokal dan pola curah hujan, serta terjadinya hujan

asam; belum tergantikannya bahan perusak lapisan ozon (BPO) seperti

chloro fluoro carbon (CFC), halon, dan metil bromida; serta kurangnya

pemahaman dan penerapan Agenda 21 di tingkat nasional dan lokal.

Permasalahan-permasalahan tersebut diatas timbul antara lain karena

rendahnya kapasitas kelembagaan, belum mantapnya peraturan

perundangan, serta lemahnya penataan dan penegakan hukum dalam

pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup.

Kewenangan dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam

pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, sejalan dengan

otonomi daerah, masih belum sepenuhnya jelas, karena peraturan

Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Tahap I

Page 20: Bab 5 - Identifikasi Permasalahan-Konflik

V - 20

LAPORAN AKHIR

pelaksanaan yang merinci fungsi dan kewenangan Pemerintah Daerah

belum lengkap. Selain itu, terdapat permasalahan dalam hal kualitas

sumber daya manusia untuk pengelolaan sumber daya alam dan

lingkungan hidup.

Sementara itu, masih rendahnya akses masyarakat terhadap data dan

informasi sumber daya alam berakibat pula pada terbatasnya peran

serta masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan

pelestarian lingkungan hidup. Lemahnya kontrol dan keterlibatan

masyarakat, serta penegakan hukum dalam pengelolaan sumber daya

alam dan pelestarian lingkungan hidup, juga merupakan masalah

penting lain yang menyebabkan hak-hak masyarakat dalam

memanfaatkan sumber daya alam menjadi terbatas dan sering

menimbulkan konflik antar pelaku. Peranan wanita sebagai salah satu

kelompok yang rentan terhadap pencemaran lingkungan belum

banyak diberdayakan. Selain itu kearifan tradisional dalam pelestarian

lingkungan hidup perlu terus dipertahankan. Demikian pula sosialisasi

kepada masyarakat mengenai prinsip-prinsip pencegahan dan

pengendalian pencemaran lingkungan hidup harus terus ditingkatkan.

Beberapa sosiolog bahkan berpendapat bahwa masyarakat Indonesia

yang mendiami wilayah negara kepulauan pun sesungguhnya belum

menjadi bangsa bahari. Karena sebagian besar masih

menggantungkan penghidupan pada sumber daya yang terdapat di

daratan. Selain itu, dalam perilaku kehidupan sehari-hari juga belum

menunjukkan kecenderungan yang menjadikan laut sebagai sandaran

penghidupan yang patut dijaga dan dipelihara kelestariannya.

Rusaknya Ekosistem Wilayah Pesisir sebagai Penyebab Utama

Rusaknya Keanekaragaman Hayati

Tapi pada kenyataannya sebagian besar masyarakat Indonesia masih

menjadikan laut sebagai tempat pembuangan akhir sampah dan

limbah. Minimnya sarana pengolahan limbah dan sampah, serta

rendahnya kesadaran masyarakat dalam menangani sampah dan

limbah secara baik dan benar telah menjadikan laut ini sebagai

sasaran buangan limbah dari berbagai macam aktivitas manusia.

Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Tahap I

Page 21: Bab 5 - Identifikasi Permasalahan-Konflik

V - 21

LAPORAN AKHIR

Akumulasi limbah dan sampah di dalam laut, pada akhirnya langsung

atau pun tidak langsung mengganggu keselamatan dan kelestarian

sumber daya alam yang terdapat di perairan laut. Pada hal menurut

para ilmuan, ekosistem laut memiliki pengaruh yang besar terhadap

keberlangsungan hidup di muka bumi ini. Perilaku manusia semena-

mena, menjadi faktor utama penyebab degradasi mutu lingkungan di

perairan laut. Adaptasi alami aneka biota laut terhadap perubahan

kondisi lingkungan, semakin sulit terjadi akibat tingginya kadar

pencemaran limbah. Baik yang terbawa oleh aliran sungai, dari

pembuangan sampah penduduk pesisir pantai atau dari kapal-kapal

yang melintas di perairan laut.

Penangkapan ikan dengan tidak mematuhi kaidah lingkungan, serta

perusakan terumbu karang juga memiliki kontribusi besar bagi

keanekaragaman hayati perairan.

Kesalahan Pengelolaan Limbah Saat ini, pencemaran laut oleh limbah

dan sampah telah menjadi masalah serius. Di wilayah DKI Jakarta saja,

misalnya, pencemaran air laut Jakarta telah mencapai radius 60 km

atau seluas kawasan Pulau Pramuka di Kepulauan Seribu. Pencemaran

itu disebabkan dari limbah domestik perkotaan maupun industri,

kemudian mencemari Sembilan sungai di Jakarta yang bermuara di

Teluk Jakarta.

Beberapa penelitian mengungkapkan perairan Teluk Jakarta terindikasi

mengandung logam berat Pb (timbal), Cd (cadmium), dan Cu

(tembaga). Dalam hal mutu, kualitas air laut di sekitar Kepulauan

Seribu nilai rata-rata kandungan organiknya antara 20,88-38,46 mg/I.

Kandungan amonia yang tidak terdeteksi mencapai 0,38 mg/I,

sedangkan baku mutu air laut untuk amonia <0,3 mg/l. Kandungan

logam berat untuk Cu berkisar 0,03-0,08 mg/I dan Zn (seng) berkisar

0,15-0,40 mg/I. Sedangkan kandungan nikel, timah hitam, cadmium,

chromium, dan fenol tidak terdeteksi.

Dengan kondisi air seperti ini maka mutunya menjadi tidak layak untuk

di minum. Akar penyebabnya adalah pengelolaan limbah yang salah.

Kesalahan itu tidak hanya dilakukan oleh masyarakat pesisir pantai

yang masih tradisional, tapi juga oleh fasilitas pariwisata yang sudah

Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Tahap I

Page 22: Bab 5 - Identifikasi Permasalahan-Konflik

V - 22

LAPORAN AKHIR

dikelola dengan cara modern. Banyak hotel, tempat penginapan,

cottage modern, namun tetap tradisional dalam pengelolaan limbah.

Jika kebiasaan ini tidak segera diubah dengan memperbaiki pola

pengelolaan limbah, lambat laun wisatawan enggan berkunjung karena

lokasinya sudah tercemar. Pencemaran laut oleh limbah dan sampah

memang telah menjadi persoalan dunia dewasa ini. Sebab selain dapat

mengurangi mutu obyek wisata, juga menjadi ancaman bagi kehidupan

fauna dan flora laut.

Beberapa laporan penelitian menyebutkan, sampah plastik kini telah

menjadi faktor pembunuh beberapa jenis hewan laut, termasuk

terumbu karang. Pengelolaan limbah dan sampah di kawasan pesisir

terutama di kawasan wisata memang tidak bisa sembarangan. Dengan

cara pengendapan ke dalam tanah, jelas tidak cukup, sebab pasti

kandungan racun yang mengendap ke tanah, bakal terbawa aliran air

hujan ke laut. Dengan demikian, sama saja dengan tidak diolah.

Pengelolaan limbah seperti ini jelas salah, dan akibatnya kelestarian

fauna dan flora laut terus terancam, apalagi bila kemudian bercampur

dengan olie dan minyak buangan kapal-kapal.

Mengubah kebiasaan membuang limbah dan sampah ke laut memang

tidak mudah. Namun tentu bukan hal yang mustahil, sebab

sesungguhnya perilaku masyarakat dapat diubah asalkan ada upaya

serius dari semua pihak. Salah satu pendekatan kearah perubahan

perilaku adalah dengan penegakkan hukum yang konsisten dan

kontinyu, dan pemerintah dalam hal ini Kementerian Negara

Lingkungan Hidup tampak berusaha menyiapkan perangkat hukum,

seperti Undang-Undang Pengelolaan Sampah, dan sebagainya yang

dapat dijadikan acuan bersama.

Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) Tahap I