bab 4 pengumpulan, pengolahan, dan analisis datathesis.binus.ac.id/doc/bab4/2011-2-00085-ti...
TRANSCRIPT
29
BAB 4
PENGUMPULAN, PENGOLAHAN, DAN ANALISIS DATA
4.1 Sejarah Perusahaan
4.1.1 Sejarah Umum Perusahaan
PT BMC merupakan perusahaan orang Belanda yang kemudian
dipindahkan kepemilikannya oleh pemerintah Indonesia. Pada masa
kejayaannya, BMC merupakan kebanggan warga Bandung sekaligus
merupakan fasilitas pemenuhan kebutuhan sehari hari dalam bentuk susu dan
produk turunannya.
Sejak awal berdiri BMC merupakan satu satunya koperasi dan pusat
pengelolaan susu pertama di Bandung. Berdasarkan sejarah kepemilikannya
diketahui bahwa pemilik bangunan pertama BMC dengan melihat Persil
Tanah No 1713 dan No 1714 berdasarkan pengukuran tanah pada tanggal 18
Juni 1932 ( Jl Aceh no 30 sekarang) adalah Louis Hirscland. Ia bersama Van
Zijl adalah peternak sapi.
Kemudian dengan berdasarkan pada UU no 86 /1958 tentang
nasionalisasi perusahaan perusahaan Belanda,maka pengelolaan BMC
dilimpahkan pada Kodam Siliwangi yang dua tahun kemudian diserahkan
kepada Departemen Peternakan. Sejak tahun 1965 hingga sekarang
pengelolaan PT BMC diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat
sesuai dengan keputusan Mendagri No 1 tahun 1965. Pada pelaksanaanya,
pusat pengelola PT BMC adalah PD.Kertasari Marmin melalui salah satu unit
usaha yaitu Unit Pusat Susu Bandung.
BMC sendiri melayani kebutuhan produk susu bagi masyarakat
Bandung umumnya dan orang orang Belanda pada khususnya. Kemudian
Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat mengeluarkan Peraturan Daerah no
33.tentang peleburan perusahaan dari 10 Perusahaan Daerah menjadi 3
Perusahaan Daerah,yang salah satunya merupakan Perusahaan Daerah Industri
Jawa Barat di bidang industri perkaretan, industri makanan serta minuman dan
industri lainnya. Dimana BMC merupakan salah satu unit dari PD Industri
Jawa Barat. Kemudian dari PT BMC itu sendiri dilebur menjadi satu dengan
nama PT Agronesia yang mempunyai 3 divisi yaitu Divisi Makanan dan
30
Minuman (BMC), Divisi Karet (INKABA) dan Divisi Industri Es
(Saripetodjo). PT Agronesia didirikan pada tanggal 1 Juli 2002.
4.1.2 Data Umum Perusahaan
PT BMC berlokasi di Jalan Aceh no 30 Bandung. PT BMC
memproduksi beberapa macam produk diantaranya susu, roti, es
krim,yogurt,kefir dan sample sirup. Jumlah karyawan BMC ada 32 orang
bagian produksi yang terdiri dari operator susu cup, es krim, susu liter, supir,
bagian kimia analysist dan bagian produksi admin seperti manajer, staff
produksi, asisten manajer. Jumlah produksi yang dihasilkan untuk produk
susu cup biasanya 1000-2000 cup/hari (terdiri dari pesanan Krakatau Steel,
RS Hasan Sadikin, PT Nikkon, PT Yamaha, PT Astra). Untuk susu liter
biasanya 600-700 plastik/hari (terdiri dari pesanan untuk hotel, rumah makan,
catering, dll). Untuk sampel sirup berkisar 600-700 plastik/hari (terdiri dari
pesanan untuk hotel, catering, dll).Untuk yogurt berkisar 100-200 cup/hari.
4.1.3 Struktur Organisasi Perusahaan
Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT BMC
Sumber: Kantor produksi PT BMC
31
4.2 Hasil Observasi Lapangan
4.2.1 Mesin atau Alat yang Digunakan
Pada proses pembuatan susu pack, mesin dan peralatan yang digunakan
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.1 Mesin dan Peralatan Pada Produksi Manual
No Nama Alat Gambar Keterangan
1 Mesin expired date
Mesin ini digunakan untuk memberi tanda expired date pada plastik susu.
2 Mesin press
Mesin ini digunakan untuk mengepress susu plastik bagian atas.
3 Ember
Berikut ini gambar ember yang digunakan di ruangan produksi.
4 Jerigen
Berikut ini gambar jerigen yang digunakan di ruangan produksi.
5 Cedok
Berikut ini gambar cedok yang digunakan di ruangan produksi.
6 Keranjang
Berikut ini gambar keranjang yang digunakan di ruangan produksi.
7 Trolli
Berikut ini adalah gambar trolli yang digunakan diruangan produksi. Alat ini merupakan salah satu alat material handling.
32
4.2.2 Jumlah Pekerja
Jumlah karyawan BMC ada 32 orang bagian produksi yang terdiri
dari operator produksi manual (5 orang) , operator produksi mesin (5 orang)
susu cup (4 orang), es krim (3 orang), yogurt (3 orang), supir (2 orang),
bagian kimia analysist (2 orang) dan bagian produksi admin seperti manajer
(1 orang) ,staff produksi (6 orang), asisten manager (1 orang).
4.2.3 Jam Pekerja
Berikut ini jam kerja yang berlaku di PT BMC diantaranya:
Tabel 4.2 Jam Kerja Karyawan BMC
Bagian Hari Jam Kerja Istirahat Produksi Senin-Kamis 08.00-16.00 12.00-13.00
Sabtu 08.00-15.00 12.00-13.00 Kantor Senin-Jumat 08.00-17.00 12.00-13.00
Pembersihan Jumat 08.00-16.00 12.00-13.00 Sumber: Kantor produksi PT BMC
33
4.2.4 Peta Proses Operasi
Berikut ini adalah peta proses operasi pembuatan susu pack
Gambar 4.2 Peta Proses Operasi Pembuatan Susu Pack
Sumber: Kantor produksi PT BMC
34
4.2.5 Proses Pekerjaan
Adapun proses pekerjaan yang ada pada proses pembuatan susu pack
1. Stasiun penandaan expired dated
Pekerjaan ini dilakukan di atas meja kerja oleh seorang operator
dalam posisi duduk. Plastik yang telah berlogo BMC diletakkan di
atas rak, lalu operator memberi expired date pada plastik tersebut
menggunakan mesin.
2. Stasiun pengadukan susu
Pekerjaan ini dilakukan di atas meja kerja oleh seorang operator
dalam posisi berdiri. Susu yang telah dipasteurisasi pada mesin
pasteurisasi lalu dibawa menggunakan jerigen 20 liter ke ruang
manual, lalu dituang ke ember untuk selanjutnya ditambahkan perisa
sesuai dengan produksi saat itu.
3. Stasiun pengisian susu
Pekerjaan ini dilakukan di atas meja kerja oleh seorang operator
dalam posisi berdiri. Susu yang telah ditambahkan perisa lalu
dimasukkan ke dalam plastik yang telah diberi expired date
menggunakan cedok ukur, lalu diletakkan dalam keranjang untuk
disealling.
4. Stasiun pengepresan/sealling
Pekerjaan ini dilakukan di atas meja kerja oleh seorang operator
dalam posisi berdiri. Plastik yang telah berisi susu lalu dipres atau
disegel agar susu tidak tumpah, lalu diletakkan di keranjang.
5. Stasiun penyusunan susu
Pekerjaan ini dilakukan di atas meja kerja oleh seorang operator dalam
posisi berdiri. Susu yang telah siap untuk dimasukkan ke dalam
storage disusun dalam keranjang, setelah terdapat beberapa keranjang
lalu diangkat ke troli untuk disimpan.
35
4.2.6 Layout sistem kerja keseluruhan
Skala 1:100
Gambar 4.3 Layout Stasiun Kerja Keseluruhan
Sumber: Kantor produksi PT BMC
36
4.3 Pengumpulan dan Pengolahan Data
4.3.1 Nordic Questionnaire
Nordic questionnaire disebarkan kepada masing-masing operator di 5
stasiun kerja yang bertugas pada ruang produksi manual. Penyebaran
kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya keluhan rasa sakit
yang dialami operator selama melakukan pekerjaan. Hasil kuesioner dapat
dilihat pada lampiran, berikut adalah tabel hasil kuesioner yang disebarkan.
37
Tabel 4.3 Hasil Nordic Questionnaire
Part of Body Stasiun 1
Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5
12 bln
7 hari
Sampai Tidak Bekerja
12 bln
7 hari
Sampai Tidak Bekerja
12 bln
7 hari
Sampai Tidak Bekerja
12 bln
7 hari
Sampai Tidak Bekerja
12 bln
7 hari
Sampai Tidak Bekerja
Neck � � - � - - � � � � � - - - -
Shoulders � � - � - - - - - � - - � - -
Elbows - - - - - - - - - � - - - - -
Wrists Hand - - - � � - � - - � � � � � � Upper Back � � - - - - - - - � - - � - -
Lower Back � � - - - - � - - - - - � - - One or Both hips
� � - � � - � - - � - � � � �
One or Both Knees
- - - � � - � - - � � - � - -
One or Both ankles feet
- - - � � - � � - � � - � - �
Keterangan : - = tidak
� = iya
38
1. Stasiun penandaan expired date
Hasil kuesioner menunjukkan adanya keluhan rasa sakit di
bagian leher, bahu, punggung atas, punggung bawah, dan pinggul di
kedua sisi. Hal ini disebabkan karena kursi dan meja yang digunakan
operator terlalu rendah dan mengakibatkan postur operator tidak
nyaman pada saat menggunakan kursi dan meja untuk waktu yang
lama. Maka berdasarkan analisa tersebut, diperlukan perancangan
kursi dan meja yang lebih ergonomis.
2. Stasiun pengadukan susu
Hasil kuesioner menunjukkan banyaknya keluhan rasa sakit
terdapat pada leher, bahu, pergelangan tangan, pinggul di kedua sisi,
lutut, dan pergelangan kaki. Hal ini disebabkan karena posisi operator
yang terlalu banyak berdiri dan melakukan pekerjaannya
menggunakan tangan. Operator bekerja dalam posisi berdiri dengan
menggunakan tangan, dengan alat kerja berupa jerigen dan ember
yang ditempatkan di lantai. Hal ini menyebabkan operator harus
membungkuk untuk mengambil jerigen yang berisi susu untuk
dituangkan ke dalam ember. Ketidaknyamanan dan rasa sakit juga
diakibatkan lamanya proses pengadukan susu yang mengharuskan
operator terus berdiri dan leher menunduk selama kurang lebih 3 jam
lamanya. Setelah melihat hasil kuesioner, dapat diberikan solusi yang
lebih rinci yaitu dilakukan penambahan fasilitas seperti meja hidrolik
untuk mengangkat jerigen agar lebih mudah diangkat oleh pekerja
untuk menuangkan jerigen yang berisi susu ke dalam ember.
Penambahan fasilitas ini digunakan untuk membantu operator agar
tidak membungkuk dalam mengambil jerigen susu. Dan penambahan
fasilitas ini adalah salah satu pilihan yang dilakukan untuk
mengurangi rasa sakit atau keluhan yang disebabkan dari
pengangkatan susu tersebut.
3. Stasiun pengisian susu
Hasil kuesioner menunjukkan banyaknya keluhan rasa sakit
terdapat pada leher, pergelangan tangan, punggung bawah, pinggul
dikedua sisi, lutut, dan pergelangan kaki. Hal ini disebabkan karena
39
posisi operator yang sama seperti pada stasiun 2 yaitu posisi operator
banyak berdiri akibatnya operator sering merasakan keluhan pada
bagian tubuh tersebut. Setelah melihat hasil kuesioner, diusulkan
perancangan kursi dan meja yang lebih ergonomis agar operator lebih
nyaman dalam melakukan pengisian susu ke dalam plastik yang sudah
disiapkan. Penambahan fasilitas ini merupakan salah satu pilihan yang
dilakukan untuk mengurangi rasa sakit atau keluhan yang disebabkan
dari pengisian susu tersebut dikarenakan tidak tersedianya kursi dan
meja pada stasiun 3 yang mengharuskan operator berdiri dalam
mengerjakan pekerjaannya tersebut.
4. Stasiun sealling kemasan
Hasil kuesioner menunjukkan banyaknya keluhan rasa sakit
terdapat pada leher, bahu, siku, pergelangan tangan, punggung bagian
atas, pinggul di kedua sisi, lutut, dan pergelangan kaki. Hal ini
disebabkan karena posisi operator yang sama seperti pada stasiun 2
dan 3 yaitu posisi berdiri, akibatnya operator sering merasakan
keluhan pada bagian tubuh tersebut. Setelah melihat hasil kuesioner,
dapat diberikan solusi yang lebih rinci yaitu dilakukan perancangan
kursi dan meja untuk membantu operator dalam meletakkan susu yang
sudah berisikan susu untuk dilakukan penyegelan atau penutupan
kemasan susu yang sudah diisi susu. Penambahan fasilitas tersebut
digunakan agar operator dapat lebih nyaman dalam meletakkan susu
yang sudah diisi ke dalam kantung plastik yang sudah ada di stasiun 3.
5. Stasiun penyusunan susu
Hasil kuesioner menunjukkan banyaknya keluhan rasa sakit
terdapat pada bahu, pergelangan tangan, punggung bagian atas,
punggung bagian bawah, pinggul, lutut, dan pergelangan kaki. Hal ini
disebabkan karena posisi operator lebih banyak berdiri dan
mengangkat keranjang yang berisikan susu yang telah di packing
akibatnya operator sering merasakan keluhan pada bagian tubuh
tersebut. Setelah melihat hasil kuesioner, dapat diberikan solusi yang
lebih rinci yaitu dilakukan analisis REBA dan NIOSH untuk
mengetahui faktor resiko yang ditimbulkan karena pekerjaan tersebut,
40
dan setelah melihat nilai dari perhitungan NIOSH dilakukan
perbaikan pada beberapa faktor.
4.3.1.1 Meja dan Kursi Kerja
1. Meja kerja
Meja kerja yang digunakan operator adalah meja kerja untuk
melakukan pekerjaan pada stasiun expired date. Berikut ini adalah
gambar meja kerja:
Gambar 4.4 Meja Kerja di Ruang Produksi Manual
Sumber: Ruang produksi manual PT BMC
2. Kursi Kerja
Gambar 4.5 Kursi Kerja di Ruang Produksi Manual
41
4.3.1.2 Perhitungan Anthropometri Kursi dan Meja Kerja
Berdasarkan pengamatan dan hasil Nordic questionnaire, maka
diperlukan perancangan meja dan kursi kerja untuk operator yang bekerja
dari stasiun 1 hingga 5 agar para pekerja dapat lebih nyaman dalam
melakukan pekerjaan. Berikut adalah hasil pengukuran beberapa ukuran
tubuh dari 5 operator yang dibutuhkan untuk perancangan.
Tabel 4.4 Rekapitulasi Data Pekerja Saat Duduk Untuk Perancangan Meja Kerja
Tabel 4.5 Rekapitulasi Data Pekerja Saat Duduk Untuk Perancangan Kursi Kerja
Berikut adalah tabel standar deviasi perancangan meja dan kursi
berdasarkan data ukuran tubuh pekerja yang telah diolah.
Tabel 4.6 Standar Deviasi Perancangan Meja
Kode ℴℴℴℴ Tinggi siku 1.95 Rentang tangan 2 Panjang jangkauan ke depan 1.14
Perhitungan standar deviasi (ℴ) untuk tinggi siku posisi duduk
= = 23.6
ℴ
Kode Hasil Pengukuran (cm)
Opr 1 Opr 2 Opr 3 Opr 4 Opr 5 Tinggi siku posisi duduk 21 25 23 26 23 Rentang tangan 174 179 176 178 178 Panjang jangkauan ke depan 75 76 78 76 77
Kode Hasil Pengukuran (cm)
Opr 1 Opr 2 Opr 3 Opr 4 Opr 5 Lebar bahu 40.5 43 41 44 43 Lebar pinggul 33 31 34 35 32 Tinggi popliteal 49 53 46 50 43 Pantat ke popliteal 47 52 50 52 48 Tinggi bahu duduk 65 64 60 68 62
42
= 1.95
Perhitungan standar deviasi (ℴ) untuk rentang tangan
= = 177
ℴ
= 2
Perhitungan standar deviasi (ℴ) untuk panjang jangkauan ke depan
= = 76.4
ℴ
= 1.14
Tabel 4.7 Standar Deviasi Perancangan Kursi
Perhitungan standar deviasi (ℴ) untuk lebar bahu
= = 42.3
ℴ
= 1.48
Kode ℴℴℴℴ Lebar bahu 1.48 Lebar pinggul 1.58 Tinggi popliteal 3.83 Pantat ke popliteal 2.28 Tinggi bahu duduk 3.03
43
Perhitungan standar deviasi (ℴ) untuk lebar pinggul
= = 33
ℴ
= 1.58
Perhitungan standar deviasi (ℴ) untuk tinggi popliteal
= = 48.2
ℴ
= 3.83
Perhitungan standar deviasi (ℴ) untuk pantat ke popliteal
= = 49.8
ℴ
= 2.28
Perhitungan standar deviasi (ℴ) untuk tinggi bahu duduk
= = 63.8
ℴ
= 3.03
44
Berdasarkan data ukuran tubuh 5 operator tersebut, data yang diambil
untuk penentuan lebar kursi adalah data lebar pinggul. Pertimbangan hal ini
karena alasan estetika sehingga lebar sandaran dan alas kursi mempunyai
lebar yang sama (Panero & Zelnik, 2003), dan agar siku dapat bergerak
dengan nyaman dan bebas tanpa terhalang sandaran yang terlalu lebar
(Nurmianto, 2008).
Berdasarkan perhitungan di atas, maka diperoleh ukuran perancangan
sebagai berikut.
Tabel 4.8 Ukuran Perancangan Meja dan Kursi
Ukuran (cm) Meja Ukuran (cm) Kursi Tinggi (tinggi siku duduk+tinggi popliteal)
71.8 Lebar (lebar pinggul) 30.44
Panjang (rentang tangan) 177 Panjang (pantat ke popliteal) 41.92
Lebar (panjang jangkauan ke depan)
76.4 Tinggi sandaran (tinggi bahu duduk) 68.78 Tinggi kaki (tinggi popliteal) 48.2
1. Perhitungan persentil untuk tinggi meja atau tinggi siku ditambah
tinggi popliteal
Tinggi siku: P50 = = 23.6
Tinggi meja = 23.6 + 48.2 = 71.8
2. Perhitungan persentil untuk panjang meja atau rentang tangan
P50 = = 177
3. Perhitungan persentil untuk lebar meja atau panjang jangkauan ke
depan
P50 = = 76.4
4. Perhitungan persentil untuk lebar kursi atau lebar pinggul
P95 = - 1.645ℴ = 33 - (1.645 x 1.58) = 33 - 2.56 = 30.44
5. Perhitungan persentil untuk panjang kursi atau pantat ke popliteal
P5 = - 1.645ℴ = 48.2 - (1.645 x 3.82) = 48.2 – 6.28 = 41.92
6. Perhitungan persentil untuk tinggi sandaran atau tinggi bahu duduk
P95 = + 1.645ℴ = 63.8 + (1.645 x 3.03) = 63.8 + 4.98 = 68.78
7. Perhitungan persentil untuk tinggi kaki atau tinggi popliteal
P50 = = 48.2
45
4.3.1.3 REBA
Berdasarkan analisis hasil Nordic questionnaire, didapat bahwa ketika
operator melakukan material handling pada stasiun 2 dan 5, operator
mengalami keluhan pada beberapa bagian. Untuk melihat ada tidaknya
resiko kecelakaan pada pekerjaan tersebut, maka dilakukan perhitungan
menggunakan software REBA. Pemilihan stasiun 2 dan 5 untuk perbaikan
pada material handling karena pada stasiun ini terdapat pekerjaan yang
berat dan merupakan pemindahan material, jika dibandingkan dengan
stasiun lainnya yang tidak terdapat proses material handling dan
pekerjaannya lebih ringan Berikut adalah hasil REBA untuk material
handling stasiun 2 dan 5.
Gambar 4.6 REBA pada Stasiun Kedua
Sumber: Pengolahan data, 2012
46
Gambar 4.7 REBA pada Stasiun Kelima
Sumber: Pengolahan data, 2012
4.3.1.4 NIOSH
Pada material handling stasiun 5 yaitu pengangkatan keranjang berisi
susu ke troli, dilakukan perhitungan NIOSH sebagai perbandingan dengan
REBA. Perhitungan NIOSH dilakukan untuk mengetahui nilai Lifting
Index (LI) dari pekerjaan tersebut, dengan mengetahui nilai LI, maka dapat
diketahui pula apakah terjadi peningkatan resiko cedera pada pekerja.
Berikut adalah data perhitungan persamaan pengangkatan beban NIOSH.
= 44 cm, = 52 cm = 82 cm, Vakhir= 112 cm,
Sudut (A) =180ºFrekuensi (F) = 5 kali, LC = 23 kg, LW=30 kg
Durasi = 3 menit, Coupling = Fair
1. Perhitungan Tempat Awal
= = = 0,568
= 1- (0,003 | -75|) = 1- (0,003 |82 -75|) = 1- (0,021 = 0,979
D = | - | = |82-112| =30 cm
DM = 0.82 + = 0.82 + = 0,97
AM = 1- (0,0032 x A) = 1- (0,0032 x 180) = 0.424
47
Frekuensi = = = 1.67 pengangkatan/menit
Karena frekuensi >1, waktu 1 jam, dan V 75 maka FM menjadi 0.91
CM = 1 ( Fair, V 75 cm)
RWL awal = LC x x x DM x AM x FM x CM
= 23 x 0.297 x 0.979 x 0.97 x 0.424 x 0.91 x 1 = 2.502
= = = 11.986
2. Perhitungan Tempat Akhir
= = = 0.48
= 1- (0.003 |112 -75|) = 1- (0.111) = 0.889
D = | - | = |82-112| =30 cm
DM = 0.82 + = 0.82 + = 0.97
AM = 1- (0.0032 x A) = 1- (0.0032 x 180) = 0.424
Frekuensi = = = 1.67
Karena frekuensi >1, waktu 1 jam, dan V 75 maka
FM menjadi 0.91
CM = 1 ( Fair, V 75 cm)
RWL akhir = LC x x x DM x AM x FM x CM
= 23 x 0.3125 x 0.889 x 0.97 x 0.424 x 0.91 x 1 = 2.391
= = = 12.545
Tabel 4.9 Perbandingan Perhitungan NIOSH Tempat Awal dan Akhir
Faktor Pengali Tempat Awal Tempat Akhir HM 0.297 0.3125 VM 0.979 0.889 DM 0.97 0.97 AM 0.424 0.424 FM 0.91 0.91 CM 1 (fair) 1 (fair)
RWL 2.502 2.391 LI 11.986 12.545
48
4.3.2 Keadaan Lingkungan Fisik
Keadaan lingkungan fisik diukur untuk mengetahui apakah sudah
memenuhi standar atau belum. Lingkungan fisik yang diukur meliputi
temperatur yang diukur menggunakan termometer, pencahayaan
menggunakan luxmeter, dan kebisingan menggunakan desibelmeter. Berikut
adalah hasil pengukuran keadaaan lingkungan fisik selama 3 hari.
4.3.2.1 Temperatur
Pengukuran temperatur dan kelembaban dilakukan pada pagi hari
pukul 08.00, siang hari pada pukul 12.00 dan sore hari pada pukul 15.00.
Hasil pengukuran temperatur pada ruang produksi manual selama tiga hari
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.10 Data Temperatur Lingkungan Fisik Selama Tiga Hari (Celcius)
Stasiun
Hari pertama Hari kedua Hari ketiga Rata-rata Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore
1 23 24 25 22 23 22 23 25 25
23.42
2 21 25 23 24 24 24 24 24 25
3 23 26 24 22 25 23 24 25 23
4 21 24 24 22 23 23 23 25 23
5 21 24 19 23 22 23 24 25 24 Sumber: Ruang produksi manual PT BMC
Didasarkan pada rekomendasi NIOSH, tentang kriteria untuk suhu
nyaman; suhu udara dalam ruang yang dapat diterima adalah 23 - 26 °C dan
nilai ambang batas untuk suhu bekerja adalah 21-300C. Rata-rata suhu pada
ruang produksi manual adalah 23.420C maka tidak diperlukan perbaikan
karena telah memenuhi standar.
4.3.2.2 Pencahayaan
Pada pencahayaan , pengukuran dilakukan pagi hari pada pukul
08.00, siang hari pada pukul 12.00 dan sore hari pada pukul 15.00. Hasil
pengukuran pencahayaan di lingkungan fisik kerja selama tiga hari adalah:
49
Tabel 4.11 Data Pencahayaan Lingkungan Fisik Selama Tiga Hari (Luxmeter)
Stasiun
Hari pertama Hari kedua Hari ketiga Rata-rata Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore
1 85 95 45 95 100 90 82 112 75
76.13
2 61 75 75 68 85 72 78 63 68
3 68 76 64 65 88 74 72 79 55
4 74 65 56 98 121 84 77 84 72
5 67 70 54 50 69 65 69 75 54 Sumber: Ruang produksi manual PT BMC
Dari data tersebut terlihat bahwa rata-rata intensitas cahaya adalah
76.13 luxmeter. Intensitas cahaya ini sangat kurang, maka diperlukan
perbaikan atau penambahan sumber cahaya yaitu berupa lampu TCL karena
standar untuk perusahaan makanan dan minuman adalah 300 luxmeter
(Nurmianto, 2006).
4.3.2.3 Kebisingan
Untuk kebisingan, pengukuran dilakukan pada pagi hari pada pukul
08.00, siang hari pada pukul 10.00 dan sore hari pada pukul 15.00. Hasil
pengukuran kebisingan di lingkungan fisik kerja selama tiga hari adalah
Tabel 4.12 Data Kebisingan Lingkungan Fisik Selama Tiga Hari ( dB )
Sumber: Ruang produksi manual PT BMC
Berdasarkan data di atas, rata-rata kebisingan adalah 60.98 dB,
berdasarkan skala intensitas kebisingan standar perusahaan adalah 60-80 dB.
Maka tidak dibutuhkan perbaikan lebih lanjut untuk kebisingan pada ruang
produksi manual.
4.3.3 Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Kecelakaaan kerja yang sering terjadi di antaranya pada stasiun 1: kaki
tergores sudut meja dan jari tangan terkena mesin expired dated, pada stasiun
Stasiun
Hari pertama Hari kedua Hari ketiga Rata-rata Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore
1 70 71 69 72 74 68 74 75 69
60.98 2 50 55 56 51 56 54 55 57 52
3 53 54 55 50 51 53 54 55 57
4 73 73 75 70 71 72 73 68 66
5 52 56 51 55 54 52 58 54 52
50
4 jari tangan terkena mesin press, dan pada stasiun 5 jatuh tergelincir. Berikut
adalah diagram sebab akibat untuk kecelakaan kerja tersebut.
Gambar 4.8 Diagram Fishbone Kecelakaan Kerja Kali Tergores Sudut Meja
.
Gambar 4.9 Diagram Fishbone Kecelakaan Kerja Jari Tangan Terkena Mesin Expired Dated
51
Gambar 4.10 Diagram Fishbone Kecelakaan Kerja Jari Tangan Terkena Mesin Press
Gambar 4.11 Diagram Fishbone Kecelakaan Kerja Pekerja Tergelincir
Analisis 5W+1H dapat dilihat pada tabel berikut.
52
Tabel 4.13 Analisis 5W+1H
No. Analisis 5W+1H
What Why When Who Where How
1
Kaki tergores sudut meja pada saat melakukan expired date.
Kurang hati hati, kecerobohan operator, pencahayaaan kurang, sudut meja terlalu tajam.
Saat operator melakukan pekerjaan expired date.
Operator yang melakukan pekerjaan expired date.
Di area kerja stasiun 1 (Expired date)
Kecerobohan pekerja pada saat melakukan expired date.
2 Jari tangan terkena mesin expired date.
Operator kurang konsentrasi, pencahayaan kurang, operator kurang hati hati, operator tergesa-gesa., penempatan jari tangan salah, tidak ada pemegang benda kerja
Saat operator bekerja pada melakukan pekerjaan expired date.
Operator yang melakukan pekerjaan expired date.
Di area kerja stasiun 1 (Expired date)
Pekerja yang kurang konsentrasi dan ceroboh serta pencahayaan yang kurang mengakibatkan jari tangan terkena mesin expired date.
3 Jari tangan terkena mesin press.
Pekerja kurang konsentrasi, operator tergesa gesa, kurang hati-hati, pencahayaan kurang, penempatan posisi jari tangan salah, keamanan mesin kurang baik.
Saat operator bekerja pada mengepres plastik berisi susu
Operator melakukan pekerjaan mengepres plastik berisi susu.
Di area kerja stasiun 4 (Pengepresan susu).
Operator kurang konsentrasi dan ceroboh, serta pencahayaan yang kurang baik mengakibatkan jari tangan terkena mesin press.
4 Jatuh tergelincir
Lantai licin, operator tergesa gesa saat mengangkut keranjang susu, kurang hati hati dalam mengakut keranjang susu, pencahayaan kurang, metode mengangkat keranjang salah.
Saat operator mengangkut keranjang susu.
Operator yang mengangkut keranjang susu.
Di ruang produksi manual.
Operator yang tergesa-gesa saat mengangkut keranjang susu, lantai licin serta pencahayaan kurang baik sehingga mengakibatkan operator tergelincir.
53
4.4 Analisis Hasil Pengolahan Data
4.4.1 Perbaikan Fasilitas Kerja dan Penambahan Alat Bantu
1. Perancangan kursi dan meja kerja
Berdasarkan hasil pengukuran pada 5 operator, maka selanjutnya data
tersebut diolah sebagai acuan perancangan fasilitas kerja yaitu meja dan kursi.
Rancangan kursi dan meja ini dibuat agar bisa memenuhi 2 sasaran produk, yaitu
bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim
(terlalu besar atau terlalu kecil bila dibandingkan dengan rata-ratanya). Dan tetap
bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang ada (Wignjosoebroto, 2004).
Maka agar bisa memenuhi sasaran pokok tersebut, digunakan persentil 5, 50, dan
95 untuk dimensi perancangan kursi dan meja ini. Perancangan kursi ini dinilai
cukup dan tidak berlebihan untuk operator, karena lapisan busa pada kursi hanya
lapisan tipis saja dan tidak seperti kursi kantor. Selain itu perancangan kursi ini
untuk mendorong operator agar memiliki kinerja yang lebih baik karena ditunjang
sarana-sarana yang memadai
Gambar 4.12 Meja Perancangan
54
Gambar 4.13 Kursi Perancangan
2. Penambahan alat bantu
Penambahan alat bantu yang diusulkan untuk stasiun 2 berupa meja hidrolik,
meja hidrolik ini dipilih karena ketinggian meja tersebut dapat disesuaikan dengan
kebutuhan. Ukuran meja ini didesain sesuai dengan luas ruang produksi manual
yang tidak terlalu luas, maka ukuran alat bantu harus minimalis namun dapat
membantu operator dalam mengangkat jerigen berisi susu dari lantai untuk
dituang ke ember.
Gambar 4.14 Meja Hidrolik
4.4.2 Analisis REBA
Hasil skor REBA yang telah didapatkan lalu dianalisis lebih lanjut
untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi skor REBA
tersebut. Berikut adalah analisis skor REBA pada stasiun 2 dan 5.
55
1. Skor REBA stasiun 2
Sumber: Pengolahan data, 2012
Gambar 4.15 REBA Score Stasiun 2
Hasil analisis skor REBA pada stasiun 2 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.14 Analisis Skor REBA Stasiun 2
Job Factors Kategori Keterangan
Wrist >15 º Membuat operator kurang nyaman
Upper Arms 21-45º Cukup baik karena sejajar dengan
bahu
Lower Arms 0-60º Cukup Baik
Neck >20º Dapat menimbulkan peregangan otot
Trunk 0-20º Cukup berbahaya , operator terlalu
membungkuk
Legs Stable Tubuh seimbang pada dua kaki
Force >10 kilogram Beban yang diangkat cukup berlebih
Coupling Fair Cukup
Action Level 2 Cukup Berbahaya
Risk Level Medium Diperlukan adanya perbaikan
56
2. Skor REBA stasiun 5
Sumber: Pengolahan data, 2012
Gambar 4.16 REBA Score Stasiun 5
Analisis skor REBA pada stasiun 5 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.15 Analisis Skor REBA Stasiun 5
Job Factors Kategori Keterangan
Wrist >15 º Membuat operator kurang nyaman
Upper Arms 21-45º Cukup baik karena sejajar dengan bahu
Lower Arms 0-60º Cukup Baik
Neck >20º Dapat menimbulkan peregangan otot
Trunk 21-60º Berbahaya sekali, operator terlalu
membungkuk
Legs Stable Tubuh seimbang pada dua kaki
Force >10 kilogram Beban yang diangkat cukup berlebih
Coupling Fair Cukup
Action Level 3 Berbahaya Sekali
Risk Level High Amat perlu adanya perbaikan
57
4.4.3 Analisis NIOSH
Dilihat dari hasil perhitungan pengangkatan beban, besar nilai
RWLawal adalah 2.502 dan RWLakhir sebesar 2.391, dan nilai LIawal sebesar
11.986 dan LIakhir sebesar 12.545. Hasil yang didapat tidak terlalu berbeda
secara signifikan yaitu karena nilai RWLawal pada saat pengangkatan beban
yang dilakukan, posisi operator mengangkat beban (LW) 30 kg yang
diletakkan di meja adalah berdiri dengan posisi tangan tangan memegang
beban. Sedangkan pada saat RWLakhir posisi operator adalah meletakkan
beban 30 kg pada lantai yang berada di sebelah kanan operator dengan
meletakkan beban di lantai pada sudut 180º. RWL (Recommended Weight
Limit) adalah menyatakan berat beban yang dapat diangkat oleh operator
atau pekerja selama rentang waktu yang lama tanpa terjadi resiko sakit
punggung yang berkitan dengan pengangkatan.
Berikut analisa perhitungan tiap perhitungan pada persamaan RWL
(Recommended Weight Limit) :
a) LC (Load Constant)
LC adalah konstanta beban yang bernilai 23 kg.Besaran beban
tersebut merupakan beban maksimum yang direkomendasikan untuk
pengangkatan pada lokasi yang telah ditentukan. Saat dalam posisi
diam, besar jarak horizontal ( ) adalah 44 cm dan besar jarak
vertikal ( ) adalah 82 cm dari titik tengah antara mata kaki dan
pada kondisi optimal, pengangkatan yang terus menerus pada 3 menit,
dan pemegangan yang baik. Beban seberat 23 kg dapat diangkat oleh
75 % pekerja wanita dan 90% pekerja pria pada kondisi ideal.
b) HM (Horizontal Multiplier)
Dalam HM ditentukan jarak horizontal dari titik tengah antara
mata kaki dan titik hasil proyeksi titik tengah pegangan kedua tangan
ke lantai. Faktor pengali horizontal dinyatakan dalam rumus HM =
(dalam cm) dimana adalah 44 cm, sehingga didapat hasil
0.568, sedangkan pada adalah 0.48. Objek benda
yang dipegang oleh operator cukup dekat dan dapat diangkat tanpa
terhalang oleh perut dan tidak terjadi pemajangan bahu yang
berlebihan dan tidak terjadi kehilangan keseimbangan. Jarak tersebut
58
cukup aman untuk jarak menjangkau benda. Jika nilai HM semakin
kecil, posisi tangan operator saat mengangakat beban menjadi
semakin turun, begitu pula sebaliknya, jika nilai semakin besar posisi
tangan mengangkat benda juga akan semakin tinggi. Hasil yang
didapat tersebut membuktikan bahwa kondisi tersebut cukup
berbahaya karena nilainya mendekati (0), sedangkan pada
sangat berbahaya karena nilai tersebut semakin mendekati nol.
c) VM ( Vertical Multiplier)
VM ditentukan dari jarak vertikal dari titik tengah antara dua
pegangan ke lantai. Faktor pengali vertikal dinyatakan dalam rumus
= 1- (0.003 |V-75|) dalam cm, dimana besar = 82 cm.
Sehingga didapatkan hasil adalah 0.979 dan sebesar
0.889. Makin kecil besar VM, maka posisi operator saat menjangkau
benda akan semakin membungkuk. Maka besar VM harus besar dan
mendekati 1,sehingga posisi tubuh pada operator menjadi tegak dan
tidak menyebabkan sakit punggung jika dilakukan berulang ulang
pada saat menganbil benda tersebut. Dari hasil tersebut dilihat dari
, kondisi yang didapat cukup berbahaya katrena nilai
mendekati nol (0) dan akan berpengaruh pada LI (Lifting Index).
d) DM ( Distance Multiplier)
DM adalah faktor pengali jarak yang ditentukan dari
perpindahan vertikal kedua tangan, mulai dari titik asal samapi ke
tujuan pengangkatan. Rumus perhitungan DM = 0.82 + untuk cm.
Hasil perhitungan DM yang didapat adalah 0.97. Nilai yang didapat
tersebut cukup aman karena lebih dari nol (0).
e) AM ( Distance Multiplier)
AM adalah faktor pengali asimetri yang ditentukan dari rumus
AM = 1-(0.0032 x A) dimana nilai A adalah sudut berputar pada
operator saat meletakkan benda ke tujuan sehingga didapat hasil AM
= 0.424. Semakin besar sudut berputar (A), kemungkinan akan
menyebabkan sakit pinggang juga akan semakin besar karena
perputaran pinggang akan semakin ekstrim, sehingga sangat
berbahaya bagi operator untuk melakukan perpindahan benda ke
59
tempat yang akan dituju dengan posisi berdiri tidak berubah. Dari
hasil yang didapat, kondisi tersebut cukup berbahaya karena nilainya
mendekati nol (0).
f) FM ( Frequency Multiplier)
Faktor pengali frekuensi ditentukan berdasarkan jumlah
pengangkatan operator, durasi waktu pengangkatan, dan jarak
vertikal pengangkatan dari lantai. Untuk mencari frekuensi, jumlah
pengangkatan dibagi dengan waktu dimana jumlah pengngkatan oleh
operator sebanyak 5 kali dan durasi waktu selama 2 menit, sehingga
didapat hasil frekuensi sebesar 2.5. Hasil tersebut jika dilihat dari
tabel Frequency Multiplier berada diantara 2 dan 3, sehingga nilai
yang diambil adalah 3 dengan V ≥ 75 cm dan durasi 1 jam.
g) CM ( Coupling Multiplier)
Cara memegang objek mempengaruhi gaya yang diberikan
pekerja kepada objek. Persamaan NIOSH membagi pemegangan
bedasarkan kualitas pemegangan. Nilai yang diberikan kepada
operator saat melakukan pemegangan adalah “cukup” (fair) yang
berarti pegangan kurang optimal.
Solusi Perbaikan Pengangkatan Beban dari Lingkungan Kerja
Untuk solusi perbaikan pengangkatan beban dan lingkungan
kerja ada beberapa faktor yang harus diubah yaitu pada faktor AM
(Asymmetric Multiplier), LW (Load Weight) dan HM (Horizontal
Multiplier)
AM = 1- (0.0032 x A) = 1- (0.0032 x 60) = 0.808
LW =15 kg
= = = 0.781
= = = 0.714
RWL awal = LC x x x DM x AM x FM x CM
= 23 x 0.781 x 0.979 x 0.97 x 0.808 x 0.91 x 1= 12.54
= = = 1.196
60
RWL akhir = LC x x x DM x AM x FM x CM
= 23 x 0.714 x 0.889 x 0.97 x 0.808 x 0.91 x 1 = 10.41
= = = 1.44
Berikut ini adalah penjelasan dari solusi dari tiap masing masing
faktor yang harus diubah:
a) AM ( Distance Multiplier)
Untuk besar nilai yang harus diubah dari yang besar sudut
awal sebesar 180º menjadi 60º karena besar sudut 60º tidak terlalu
memakan energi untuk perputaran bagian tubuh ketika mengangkat
dan memindahkan beban dan akan terasa lebih nyaman, selain itu
sudut 60º merupakan sudut maksimal untuk memindahkan beban
tanpa terhalang oleh meja. Sehingga nilai AM akan menjadi 0.818
dimana AM = 1-(0,0032 x 90). Nilai 0.818 akan mendekati satu (1)
yang berarti resiko terjadi cedera pada operator menjadi lebih
berkurang walaupun tingkat keamanannya masih relatif berbahaya.
b) LW (Load Weight)
LW atau berat beban yang diangkat oleh operator dikurangi
menjadi 15 kg. Pengurangan berat beban ini memang akan
berpengaruh pada frekuensi pengangkatan namun nilai FM tidak
berubah karena akan diikuti dengan perubahan waktu pengangkatan
yaitu sebesar 6 menit atau dua kali waktu sebelumnya, karena beban
pengangkatan dikurangi setengah dari berat pengangkatan
sebelumnya. Penurunan berat beban ini berpengaruh besar pada nilai
LI karena akan mengurangi resiko terjadi cedera punggung pada
operator.
c) HM (Horizontal Multiplier)
Besar H awal sebelum perbaikan adalah 44 cm dan H akhir 52
cm. Berdasarkan pengamatan, jarak horizontal awal terlalu jauh dari
operator sehingga diturunkan menjadi 32 cm atau lebih dekat 12 cm,
dan jarak horizontal akhir diturunkan menjadi 35 cm. Penurunan jarak
horizontal berpengaruh pada nilai HMawal menjadi 0.781 yang
sebelumnya adalah 0.568, dan HMakhir menjadi 0.714 yang
sebelumnya adalah 0.48.
61
Setelah diadakan perbaikan pada ketiga faktor tersebut, maka didapat nilai
LIawal sebesar 1.196 dan nilai LIakhir sebesar 1.44. Penurunan nilai LI ini sangat
signifikan dari nilai LI sebelum perbaikan, walaupun nilai LI masih lebih besar dari 1
namun hal ini dapat mengurangi terjadinya peningkatan resiko pada operator saat
melakukan pengangkatan keranjang berisi susu.
4.4.4 Analisis Keadaan Lingkungan Fisik Pekerja
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, keadaan lingkungan fisik yang
perlu diperbaiki adalah sistem pencahayaan. Rata-rata intensitas cahaya pada
ruang produksi manual sebesar 76.13 luxmeter, intensitas cahaya ini termasuk
redup karena biasa digunakan untuk area istirahat, ruang loker, dan ruang
ganti pakaian sehingga belum cukup jika digunakan untuk bekerja.
Lampu yang digunakan untuk masing – masing stasiun kerja adalah
lampu TCL dengan ukuran 40 watt yang terletak di antara stasiun ketiga dan
keempat. Pemakaian lampu lampu TL dengan ukuran 40 watt tentu dinilai
sudah baik karena stasiun kerja yang ada memiliki ruang produksi yang sama
sehingga cahaya yang masuk di ruangan produksi bersifat menyeluruh tetapi
karena jumlah lampu yang ada hanya satu buah maka pencahayaan kurang
optimal.
Penempatan lampu–lampu pada area produksi belum sepenuhnya
baik. Setelah memperhatikan letak, intensitas dan sumber cahaya pada setiap
stasiun kerja maka dapat diusulkan untuk menambahkan lampu pada stasiun
pertama dan kedua sebanyak 1 buah agar cahaya dalam ruang produksi
manual dapat menyebar dengan baik.
4.4.5 Analisis Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Setelah diagram sebab akibat dianalisis dan diketahui penyebab-
penyebab terjadinya kecelakaan kerja tersebut, maka selanjutnya dilakukan
analisis apakah sudah ada tindakan pencegahan dari perusahaan dan apakah
pencegahan tersebut sudah efektif atau belum, lalu dilakukan pengusulan
untuk pencegahan kecelakaan tersebut. Berikut adalah tabel analisis upaya
pencegahan dari perusahaan dan usulannya.
62
Tabel 4.16 Analisis Pencegahan Kecelakaan Kerja Dari Perusahaan dan Usulannya
No. Jenis Kecelakaan Kerja Upaya Pencegahan Perusahaan Usulan Pencegahan
1
Kaki tergores sudut meja
pada saat melakukan expired
dated.
Perusahaan belum melakukan
tindakan pencegahan.
Menggunakan seragam dari
bahan tebal dan sepatu boot.
2 Jari tangan terkena mesin
expired dated.
Perusahaan belum melakukan
tindakan pencegahan.
Menggunakan pelindung jari
karena pelindung jari lebih
tebal dari sarung tangan.
3 Jari tangan terkena mesin
press.
Perusahaan belum melakukan
tindakan pencegahan.
Menggunakan pelindung jari
karena pelindung jari lebih
tebal dari sarung tangan.
4 Jatuh tergelincir Perusahaan mewajibkan memakai
sepatu boot.
Mengganti sepatu boot yang
kondisinya sudah usang dan
telah aus, serta memberi sanksi
yang tegas pada operator yang
tidak memakai peralatan kerja.