bab 3 landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab3/2006-2-01008-tisi-bab 3.pdf ·...

54
BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1. Pengukuran Waktu Secara garis besarnya, teknik pengukuran waktu dapat dibagi ke dalam dua bagian (Sritomo, 2000, p170), yaitu : 1. Pengukuran waktu secara langsung. Merupakan pengukuran yang dilaksanakan secara langsung, yaitu di tempat di mana pekerjaan yang diukur dijalankan. Dua cara yang termasuk dalam pengukuran secara langsung adalah pengukuran waktu dengan menggunakan jam henti dan sampling pekerjaan. 2. Pengukuran waktu secara tidak langsung. Cara tidak langsung ini melakukan perhitungan waktu tanpa harus berada ditempat pekerjaan yaitu dengan membaca tabel-tabel yang tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen pekerjaan atau elemen-elemen gerakan. Yang termasuk kelompok ini adalah data waktu baku dan data waktu gerakan. Pengukuran waktu akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu baku ini merupakan waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang memiliki tingkat kemampuan rata-rata.

Upload: phungnhu

Post on 09-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

BAB 3

LANDASAN TEORI

3.1. Pengukuran Waktu

Secara garis besarnya, teknik pengukuran waktu dapat dibagi ke dalam dua

bagian (Sritomo, 2000, p170), yaitu :

1. Pengukuran waktu secara langsung.

Merupakan pengukuran yang dilaksanakan secara langsung, yaitu di tempat di

mana pekerjaan yang diukur dijalankan. Dua cara yang termasuk dalam pengukuran

secara langsung adalah pengukuran waktu dengan menggunakan jam henti dan

sampling pekerjaan.

2. Pengukuran waktu secara tidak langsung.

Cara tidak langsung ini melakukan perhitungan waktu tanpa harus berada ditempat

pekerjaan yaitu dengan membaca tabel-tabel yang tersedia asalkan mengetahui

jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen pekerjaan atau elemen-elemen gerakan.

Yang termasuk kelompok ini adalah data waktu baku dan data waktu gerakan.

Pengukuran waktu akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk menetapkan

waktu baku yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu baku ini

merupakan waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang memiliki tingkat

kemampuan rata-rata.

Page 2: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

22

3.1.1. Pengukuran Waktu Jam Berhenti

Pengukuran waktu dengan jam henti (stopwatch time study) diperkenalkan

pertama kali oleh Fredrick W. Taylor sekitar abad 19 yang lalu. Metode ini terutama

sekali baik diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang berlangsung singkat dan

berulang-ulang.

Ada tiga metode yang umum digunakan untuk mengukur elemen-elemen kerja

dengan menggunakan jam henti yaitu :

1. Pengukuran waktu secara terus-menerus (continuous timing).

Pada pengukuran ini, pengamat kerja akan menekan tombol stopwatch pada saat

elemen kerja pertama dimulai dan membiarkan jarum penunjuk stopwatch berjalan

secara terus menerus sampai periode atau siklus kerja selesai berlangsung. Di sini

pengamat kerja akan mencatat pembacaan waktu yang ditunjukkan setiap akhir dari

elemen-elemen kerja pada lembar pengamatan. Waktu sebenarnya dari masing-

masing elemen diperoleh dari pengurangan pada saat pengukuran waktu selesai

dilaksanakan.

2. Pengukuran waktu secara berulang-ulang (repetitive timing atau snapback method).

Dalam pengukuran ini, jarum penunjuk stpowatch akan selalu dikembalikan

(snapback) lagi ke posisi nol pada setiap akhir dari elemen kerja yang diukur.

Setelah dilihat dan dicatat waktu kerja yang diukur kemudian tombol ditekan lagi

dan jarum penunjuk bergerak untuk mengukur elemen kerja berikutnya dan

demikian seterusnya.

Page 3: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

23

3. Pengukuran waktu secara akumulatif (accumulative timing).

Pengukuran ini melibatkan dua atau lebih stopwatch yang akan bekerja secara

bergantian. Dua atau tiga stopwatch dalam hal ini akan didekatkan sekaligus pada

papan pengamatan dan dihubungkan dengan suatu tuas.

3.1.2. Langkah-Langkah Sebelum Melakukan Pengukuran

Untuk mendapatkan hasil yang baik (waktu yang pantas untuk pekerjaan yang

bersangkutan), maka harus diperhatikan kondisi kerja, cara pengukuran, jumlah

pengukuran, dan lain-lain. Di bawah ini terdapat langkah-langkah sebelum melakukan

pengukuran (Sutalaksana, 1979, p119) antara lain :

1. Penetapan Tujuan Pengukuran

Dalam pengukuran waktu, hal-hal penting yang harus diketahui dan ditetapkan

adalah untuk apa hasil pengukuran digunakan, berapa tingkat ketelitian dan tingkat

keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran tersebut.

2. Melakukan Penelitian Pendahuluan

Dalam melakukan pengukuran waktu, yang dicari adalah waktu yang pantas

diberikan kepada pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Dari suatu kondisi

yang ada dapat dicari waktu yang pantas untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai

dengan kondisi yang bersangkutan. Pengukuran waktu sebaiknya dilakukan bila

kondisi kerja dari pekerjaan yang diukur sudah baik. Jika belum maka kondisi yang

ada hendaknya diperbaiki terlebih dahulu. Di samping kondisi kerja, maka perlu

juga dilakukan perbaikan cara-cara kerja untuk mendapatkan waktu penyelesaian

yang singkat.

Page 4: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

24

3. Memilih Operator

Operator yang akan melakukan pengukuran waktu harus memenuhi beberapa

persyaratan tertentu agar pengukuran dapat berjalan baik dan dapat diandalkan

hasilnya. Syarat-syarat tersebut adalah berkemampuan normal dan dapat diajak

bekerja sama.

4. Melatih Operator

Bila kondisi dan cara kerja yang dipakai tidak sama dengan yang biasa dijalankan

operator, maka diperlukan pelatihan bagi operator tersebut. Hal ini terjadi jika pada

saat penelitian pendahuluan kondisi kerja atau cara kerja sesudah mengalami

perubahan. Dalam keadaan ini operator harus dilatih terlebih dahulu karena

sebelum diukur operator harus terbiasa dengan kondisi dan cara kerja yang telah

ditetapkan (dan telah dibakukan) itu. Harus diingat bahwa yang dicari adalah waktu

penyelesaian pekerjaan yang didapat dari suatu penyelesaian wajar.

5. Mengurai Pekerjaan Atas Elemen Pekerjaan

Disini pekerjaan dipecah menjadi elemen pekerjaan, yang merupakan gerakan

bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Elemen-elemen inilah yang diukur

waktunya. Waktu siklusnya jumlah dari waktu setiap elemen ini. Waktu siklus

adalah waktu penyelesaian satu satuan produksi sejak bahan baku mulai diproses

ditempat kerja yang bersangkutan.

Ada beberapa alasan yang menyebabkan pentingnya melakukan penguraian

pekerjaan atas elemen-elemennya, yaitu :

1. Untuk menjelaskan catatan tentang tata cara kerja yang dibakukan. Salah satu

cara membakukan cara kerja adalah dengan membakukan pekerjaan

berdasarkan eleman-elemennya.

Page 5: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

25

2. Untuk memungkinkan melakukan penyesuaian bagi setiap elemen karena

keterampilan bekerjanya operator belum tentu sama untuk semua bagian dari

gerakan-gerakan kerjanya.

3. Untuk memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku yang

mungkin saja dilakukan operator.

4. Untuk memungkinkan dikembangkannya data waktu standard di tempat kerja

yang bersangkutan.

Beberapa pedoman penguraian pekerjaan atas elemen-elemennya, yaitu :

a. Uraikan pekerjaan menjadi elemen-elemennya seterperinci mungkin sesuai

dengan ketelitian yang diinginkan, tetapi masih dapat diamati oleh indera

pengukur dan dapat direkam waktunya oleh jam henti yang digunakan.

b. Untuk memudahkan, elemen-elemen pekerjaan hendaknya berupa satu atau

beberapa elemen gerakan misalnya seperti yang dikembangkan oleh Gilberth.

c. Jangan sampai ada elemen yang tertinggal, jumlah dari semua elemen harus

tepat sama dengan satu pekerjaan yang bersangkutan.

d. Elemen yang satu hendaknya dipisahkan dari elemen yang lain secara jelas.

Batas-batas diantaranya harus dapat dengan mudah diamati agar tidak ada

keragu-raguan dalam menentukan bagaimana suatu elemen berakhir dan

bilamana elemen berikutnya bermula.

6. Menyiapkan Alat-alat Pengukuran

Merupakan langkah terakhir sebelum melakukan pengukuran, yaitu menyiapkan

alat-alat yang diperlukan. Alat-alat tersebut adalah : jam henti, lembaran-lembaran

pengamatan, pena atau pensil,dan papan pengamatan.

Page 6: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

26

3.1.3. Melakukan Pengukuran Waktu

Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu-waktu

kerja baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang telah

disiapkan. Hal pertama yang dilakukan adalah pengukuran pendahuluan. Tujuan

melakukan pengukuran pendahuluan adalah untuk mengetahui berapa kali pengukuran

harus dilakukan untuk tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan

(Sutalaksana, 1979, pp131-132). Istilah pengukuran pendahuluan terus digunakan

selama jumlah pengukuran yang telah dilakukan belum mencukupi.

Pemrosesan hasil pengukuran dilakukan dengan langkah-langkah berikut

(Sutalaksana, 1979, pp132-133) :

1. Kelompokkan hasil pengukuran ke dalam subgrup-subgrup dan hitung harga rata-

ratanya dari tiap subgrup :

nXikX ∑=

dimana : n = ukuran subgrup, yaitu banyaknya data dalam satu subgrup

k = jumlah subgrup yang terbentuk

Xi = data pengamatan

2. Hitung rata-rata keseluruhan, yaitu rata-rata dari harga rata-rata subgrup :

kkX

X ∑=

3. Hitung standar deviasi sebenarnya dari waktu penyelesaian :

( )1NXXi

σ2

−= ∑

dimana : N = jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan

Page 7: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

27

4. Hitung standar deviasi dari distribusi harga rata-rata subgrup :

xσ =

3.1.4. Pengujian Kenormalan Data

Pengujian kenormalan data dimaksudkan untuk mengetahui apakah dat-data

yang diukur telah berdistribusi normal atau tidak. Pengujian ini perlu dilakukan

mengingat bahwa perhitungan-perhitungan yang dilakukan pada pengujian keseragaman

data dan pengujian kecukupan data memakai pendekatan distribusi normal. Pengujian

yang dipakai adalah uji kebaikan suai (goodness of fit test) yang didasarkan pada

seberapa baik kesesuaian antara frekuensi yang diamati dalam data contoh dengan

frekuensi harapan yang didasarkan pada sebaran yang dihipotesiskan. Suatu uji

kenormalan didasarkan pada rumus (Walpole, 1995, p326) :

λ2 hitung = ∑ −

i

2ii

e)eo(

dimana : oi = frekuensi pengamatan

Langkah-langkah untuk melakukan pengujian kenormalan data adalah sebagai

berikut:

a. Hitung Panjang kelas

Nlog3,31k +=

dimana : k = panjang kelas

N = jumlah pengamatan

Page 8: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

28

b. Hitung Lebar kelas

kRi =

dimana : mindatamaxdataR −=

i = lebar kelas

k = panjang kelas

c. Tentukan selang untuk setiap kelas.

d. Tentukan batas bawah dan batas atas untuk tiap kelas.

e. Hitung nilai Z normal pada setiap kelas.

σXataskelasbatasZi

−=

f. Tentukan luas daerah berdasarkan nilai Z dengan berpedoman pada tabel wilayah

luas di bawah kurva normal.

Luas = P(Z) = P(Z1 < Z < Z2)

= P(Z < Z2) – P(Z< Z1)

g. Tentukan frekuensi teramati untuk setiap selang kelas.

h. Hitung frekuensi harapan (ei)

ei = Luas x ∑ io

dimana : ∑ io = jumlah pengamatan

i. Hitung nilai λ 2 hitung.

λ2 hitung = ∑ −

i

2ii

e)eo(

dimana : oi = frekuensi pengamatan

Page 9: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

29

j. Tentukan nilai λ 2 (α ,v) tabel.

dimana : =α tingkat ketelitian

v = derajat kebebasan = k - 3

Jika λ 2 hitung < λ 2 tabel maka data terdistribusi normal.

Jika λ 2 hitung > λ 2 tabel maka data tidak terdistribusi normal.

3.1.5. Pengujian Keseragaman Data

Pengujian keseragaman data perlu dilakukan terlebih dulu sebelum kita

menggunakan data yang diperoleh guna menetapkan waktu standard. Tujuan dari

pengujian keseragaman data adalah untuk mendapatkan data yang seragam. Batas-batas

kontrol yang dibentuk dari data merupakan batas seragam tidaknya data. Data yang

dikatakan seragam, yaitu data yang berasal dari sistem sebab yang sama, bila berada di

antara kedua batas kontrol. Yang diperhatikan dalam pengujian keseragaman adalah data

yang berada didalam batas-batas kontrol dimana semua data dimasukkan dalam

perhitungan-perhitungan selanjutnya sedangkan yang terletak diluar batas kontrol harus

dibuang dan tidak dimasukkan untuk perhitungan-perhitungan selanjutnya.

Rumus untuk menghitung batas-batas kendali adalah sebagai berikut:

xσ z. X BKA +=

xσ z. X BKB −=

dimana : BKA = Batas Kontrol Atas

BKB = Batas Kontrol Bawah

z = bilangan konversi dari tingkat kepercayaan yang diinginkan ke

distribusi normal

Page 10: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

30

3.1.6. Pengujian Kecukupan Data Sesuai Tingkat Ketelitian dan Keyakinan

Pengukuran yang ideal adalah pengukuran dengan data yang sangat banyak

karena dengan demikian diperoleh jawaban yang pasti. Dengan tidak melakukan

pengukuran yang sangat banyak, maka pengukur akan kehilangan sebagian kepastian

akan ketetapan/rata–rata waktu penyelesaian yang sebenarnya. Tingkat ketelitian dan

tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan pengukur

setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat banyak. Tingkat

ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu

penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

sebenarnya yang harus dicari). Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya

keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi. Inipun

dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

memberi arti bahwa pengukur membolehkan rata-rata hasil pengukurannya menyimpang

sejauh 10% dari rata-rata sebenarnya, dan kemungkinan berhasil mendapatkan hal ini

adalah 95% (Sutalaksana, 1979, p135).

Perhitungan uji kecukupan data dilakukan setelah semua harga rata-rata

subgrup berada dalam batas kontrol. Rumus dari kecukupan data adalah:

( )2

iX

2Xi2XiNsZ

N'⎥⎥⎥

⎢⎢⎢

∑ ∑−=

dimana:

N’ = jumlah pengukuran data minimum yang dibutuhkan

N = jumlah pengukuran pendahuluan yang telah dilakukan setelah dikurangi data

pengukuran di luar BKA atau BKB

Page 11: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

31

Z = bilangan konversi pada distribusi normal sesuai dengan tingkat keyakinan

s = tingkat ketelitian

Jumlah pengukuran waktu dapat dikatakan cukup apabila jumlah pengukuran

data minimum yang dibutuhkan secara teoritis lebih kecil atau sama dengan jumlah

pengukuran pendahuluan yang sudah dilakukan (N’≤ N). Jika jumlah pengukuran masih

belum mencukupi, maka harus dilakukan pengukuran lagi sampai jumlah pengukuran

tersebut cukup.

3.1.7. Perhitungan Waktu Baku

Kegiatan pengukuran waktu dikatakan selesai bila semua data yang diperoleh

telah seragam dan jumlahnya telah memenuhi tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan

yang diinginkan. Langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga

memberikan waktu baku.

Cara untuk mendapatkan waktu baku adalah sebagai berikut (Sutalaksana, 1979,

p137) :

1. Menghitung waktu rata-rata

NXi

Wr ∑=

dimana : Xi = data yang termasuk dalam batas kontrol

2. Menghitung waktu normal

pWrWn ×=

dimana : p adalah faktor penyesuaian

Page 12: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

32

3. Menghitung waktu baku

a)(1WnWb +×=

dimana : a adalah kelonggaran (allowance) yang diberikan kepada operator untuk

menyelesaikan pekerjaannya disamping waktu normal.

Manfaat dari penerapan waktu baku (Sritomo, 2000, p170) adalah:

a. Man power planning (perencanaan kebutuhan tenaga kerja).

b. Estimasi biaya-biaya untuk upah karyawan/pekerja.

c. Perencanaan sistem pemberian bonus dan insentif bagi karyawan/pekerja yang

berprestasi.

d. Indikasi keluaran (output) yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja.

3.1.8. Penyesuaian

Penyesuaian adalah proses dimana analisa pengukuran waktu membandingkan

penampilan operator (kecepatan atau tempo) dalam pengamatan dengan konsep

pengukur sendiri tentang bekerja secara wajar. Penyesuaian bertujuan untuk

menormalkan waktu proses operasi jika pengukur berpendapat bahwa operator bekerja

dengan kecepatan tidak wajar, agar waktu penyelesaian proses operasi tidak terlalu

singkat atau tidak terlalu panjang.

Terdapat tiga batasan untuk menentukan besarnya faktor penyesuaian

(Sutalaksana, 1979, p138) yaitu :

p > 1; jika pengukur menganggap bahwa operator bekerja di atas normal (terlalu

cepat)

p = 1; jika pengukur menganggap bahwa operator bekerja normal

Page 13: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

33

p < 1; jika pengukur menganggap bahwa operator bekerja di bawah normal (terlalu

lambat)

Beberapa metode yang digunakan dalam menentukan faktor penyesuaian

(Sutalaksana,1979, pp139-149) adalah :

1. Metode Persentase

Metode ini merupakan cara yang paling awal digunakan dalam melakukan

penyesuaian dan juga cara yang paling mudah dan sederhana. Akan tetapi cara ini

kurang teliti dan bersifat subyektif karena faktor ini ditentukan sepenuhnya oleh

pengukur melalui pengamatannya selama melakukan pengukuran.

2. Metode Shumard

Cara ini memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas performance

kerja dimana setiap setiap kelas tersebut mempunyai nilai masing-masing. Di sini

pengukur diberi standarisasi untuk menilai performansi kerja operator menurut

kelas-kelas Superfast +, Fast, Fast -, Excellent, dan seterusnya.

3. Metode Westinghouse

Metode Westinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap

menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu: ketrampilan,

usaha, kondisi dan konsistensi. Setiap faktor terbagi kedalam kelas-kelas dengan

nilainya masing-masing seperti Super, Exellent, Good, Average, Fair dan Poor.

Dalam kewajaran, faktor penyesuaian sama dengan 1 sedangkan terhadap

penyimpangan dari keadaan ini, harga penyesuaian ditambah dengan angka-angka

yang sesuai dengan keempat faktor di atas.

Tabel 3.1 di bawah ini merupakan tabel yang menunjukkan nilai-nilai faktor

penyesuaian berdasarkan metode Westinghouse.

Page 14: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

34

Tabel 3.1 Penyesuaian menurut Westinghouse

Faktor Kelas Lambang Penyesuaian

Ketrampilan Superskill

Excellent

Good

Average

Fair

Poor

A1

A2

B1

B2

C1

C2

D

E1

E2

F1

F2

+0,15

+0,13

+0,11

+0,08

+0,06

+0,03

0,00

-0,05

-0,10

-0,16

-0,22

Usaha Excessive

Excellent

Good

Average

Fair

Poor

A1

A2

B1

B2

C1

C2

D

E1

E2

F1

F2

+0,13

+0,12

+0,10

+0,08

+0,05

+0,02

0,00

-0,04

-0,08

-0,12

-0,17

Kondisi Kerja Ideal

Excellently

Good

Average

Fair

Poor

A

B

C

D

E

F

+0,06

+0,04

+0,02

0,00

-0,03

-0,07

Page 15: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

35

Konsistensi Perfect

Excellent

Good

Average

Fair

Poor

A

B

C

D

E

F

+0,04

+0,03

+0,01

0,00

-0,02

-0,04

3. Metode Obyektif

Metode yang memperhatikan 2 faktor yaitu kecepatan kerja dan tingkat kesulitan

pekerjaan. Kedua faktor inilah yang dipandang secara bersama-sama menentukan

berapa harga p untuk mendapatkan waktu normal.

3.1.9. Kelonggaran

Kelonggaran dapat diberikan untuk tiga hal (Sutalaksana, 1979, pp149-154)

yaitu :

a. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi

Yang termasuk dalam kebutuhan pribadi disini adalah hal-hal seperti minum untuk

menghilangkan dahaga, ke kamar kecil, bercakap-cakap untuk menghilangkan

ketegangan atau kejenuhan dalam bekerja. Kebutuhan ini jelas terlihat sebagai

sesuatu yang mutlak yang harus diberikan kepada pekerja karena merupakan

tuntutan fisiologis dan psikologis yang wajar.

b. Kelonggaran untuk rasa fatique

Rasa fatique tercermin dari menurunnya hasil produksi dari segi kualitas maupun

kuantitas. Salah satu cara untuk menentukan besarnya kelonggaran ini adalah

Page 16: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

36

dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat pada saat-saat

dimana hasil produksi menurun.

c. Kelonggaran untuk hambatan yang tak terhindarkan

Dalam melaksanakan pekerjaan, operator tidak akan lepas dari hambatan. Ada

hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol yang berlebihan, dan

menganggur dengan sengaja serta ada juga hambatan yang tidak dapat dihindarkan

karena berada di luar kekuasaan operator untuk mengendalikannya. Beberapa

contoh yang termasuk kedalam hambatan tak terhindarkan adalah :

− menerima atau menerima petunjuk kepada pengawas.

− melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin.

− memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat potong yang

patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya.

− mengasah peralatan potong.

− mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang.

Page 17: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

37

Tabel 3.2 Kelonggaran berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh Faktor

A. Tenaga yang dikeluarkan Ekivalen beban Pria Wanita1. Dapat diabaikan Bekerja dimeja, duduk tanpa beban 0,0 - 6,0 0,0 - 6,02. Sangat ringan Bekerja dimeja, berdiri 0,00 - 2,25 kg 6,0 - 7,5 6,0 - 7,53. Ringan Menyekop, ringan 2,25 - 9,00 7,5 - 12,0 7,5 - 16,04. Sedang Mencangkul 9,00 - 18,00 12,0 - 19,0 16,0 - 30,05. Berat Mengayun palu yang berat 19,00 - 27,00 19,0 - 30,06. Sangat berat Memanggul beban 27,00 - 50,00 30,0 - 50,07. Luar biasa berat Memanggul karung berat diatas 50 kg

B. Sikap kerja1. Duduk2. Berdiri diatas dua kaki3. Berdiri diatas satu kaki4. Berbaring5. Membungkuk

C. Gerakan Kerja1. Normal2. Agak terbatas3. Sulit4. Pada anggota-anggota badan terbatas5. Seluruh anggota badan terbatas

D. Kelelahan mata *) Pencahayaan baik Buruk1. Pandangan yang terputus-putus 0,0 - 6,0 0,0 - 6,02. Pandangan yang hampir terus menerus 6,0 - 7,5 6,0 - 7,53. Pandangan terus menerus dengan fokus 7,5 - 12,0 7,5 - 16,0 berubah-ubah 12,0 - 19,0 16,0 - 30,04. Pandangan terus menerus dengan fokus 19,0 - 30,0 tetap 30,0 - 50,0

E. Keadaan temperatur tempat kerja **) Kelemahan normal Berlebihan1. Beku diatas 10 diatas 122. Rendah 10 - 0 12 - 53. Sedang 5 - 0 8 - 04. Normal 0 - 5 0 - 85. Tinggi 5 - 40 8 - 1006. Sangat tinggi diatas 40 diatas 100

F. Keadaan atmosfer ***)1. Baik

2. Cukup

3. Kurang baik4. Buruk

G. Keadaan lingkungan yang baik

Contoh Pekerjaan Kelonggaran (%)

0,0 - 1,01,0 - 2,5

Bekerja duduk, ringanBadan tegak, ditumpu dua kaki

2,5 - 4,02,5 - 4,04,0 - 10

00 - 50 - 5

5 - 10

10 - 15

0

0 - 5

5 - 1010 - 20

1. Bersih, sehat, cerah, dengan kebisingan rendah2. Siklus kerja berulang-ulang antara 5 -10 detik3. Siklus kerja berulang-ulang antara 0 -5 detik4. Sangat bising5. Jika faktor-faktor yang berpengaruh dapat menurunkan kualitas6. Terasa adanya getaran lantai7. Keadaan-keadaan yang luar biasa (bunyi, kebersihan, dll.)

*) Kontras antara warna hendaknya diperhatikan

0 - 55 - 105 - 15

**) Tergantung juga pada keadaan ventilasi***) Dipengaruhi juga oleh ketinggian tempat kerja dari permukaan laut dan keadaan iklimCatatan pelengkap : kelonggaran untuk kebutuhan pribadi bagi : pria = 0 - 2,5 % wanita = 2 - 5,0 %

00 - 11 - 30 - 5

Satu kaki mengerjakan alat kontrolPada bagian sisi, belakang, atau depan badanBadan dibungkukkan bertumpu pada kedua kaki

Adanya debu beracun, atau tidak beracun tetapi banyak

udara segarRuang yang berventilasi baik,

Temperatur (°C)Dibawah 0

0 - 1313 - 22

Adanya bau-bauan berbahaya yang mengharuskanmenggunakan alat-alat pernapasan

(tidak berbahaya)Ventilasi kurang baik, ada bau-bauan

22 - 2828 -38

diatas 38

Membawa alat ukurPekerjaan-pekerjaan yang telitiMemeriksa cacat-cacat pada kain

Pemeriksaan yang sangat teliti

Ayunan bebas dari palu

Bekerja dilorong pertambangan yang sempit

Bekerja dengan tangan diatas kepala

Membawa beban berat dengan satu tanganAyunan terbatas dari palu

Page 18: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

38

3.1.10. Peta Proses Operasi

Peta Proses Operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah-

langkah proses yang akan dialami bahan (bahan-bahan) baku mengenai urutan-urutan

operasi dan pemeriksaan (Sutalaksana, 1979, p21).

Kegunaan Peta Proses Operasi adalah :

a. Agar dapat mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya.

b. Dapat memperkirakan kebutuhan akan bahan baku.

c. Sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik.

d. Sebagai alat untuk melakukan perbaikan kerja yang sedang dipakai.

3.2. Lini Produksi

Yang dimaksud dengan lini produksi adalah pengaturan mesin, alat dan pekerja

dimana masing-masing pekerja memiliki keahlian tertentu dalam menghasilkan bagian

dari suatu produk dan kemudian sub produk tersebut akan dialirkan untuk diproses lebih

lanjut oleh pekerja-pekerja sampai produk tersebut mencapai proses terakhir.

Persyaratan yang harus diperhatikan untuk menunjang kelangsungan lini

produksi (Baroto, 2002, p193) antara lain sebagai berikut :

1. Pemerataan distribusi kerja yang seimbang di setiap stasiun kerja yang terdapat di

dalam suatu lini produksi fabrikasi atau suatu lini perakitan yang bersifat manual.

2. Pergerakan aliran benda kerja yang kontinu pada kecepatan yang seragam.

Alirannya tergantung pada waktu operasi.

3. Arah aliran material harus tetap sehingga memperkecil daerah penyebaran dan

mencegah timbulnya atau setidaknya mengurangi waktu menunggu karena

keterlambatan benda kerja.

Page 19: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

39

4. Produksi yang kontinu guna menghindari adanya penumpukkan benda kerja di lain

tempat sehingga diperlukan aliran benda kerja pada lintasan produksi secara

kontinu.

3.2.1 Definisi Keseimbangan Lini

Aliran proses produksi dari suatu stasiun kerja ke stasiun kerja yang lainnya

membutuhkan waktu siklus dari produk yang dihasilkan tersebut. Apabila terjadi

hambatan atau ketidakefisiensian dalam suatu stasiun kerja akan mengakibatkan tidak

lancarnya aliran material ke stasiun kerja berikutnya, sehingga terjadi waktu

menggangur (idle time) dan penumpukkan material (material in process storage). Oleh

sebab itu diperlukan adanya upaya untuk menyeimbangkan lini produksi.

Istilah Keseimbangan Lini (Line Balancing) merupakan suatu metode

penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun-stasiun kerja yang saling berkaitan

dalam lini produksi sehingga setiap stasiun memiliki waktu pengerjaan yang tidak

melebihi waktu siklus dari stasiun kerja tersebut serta mengurangi waktu mengganggur

di setiap stasiun kerja (Chase, et.al., 2004, p194).

Dalam suatu lini produksi, keterkaitan antara suatu pekerjaan dengan pekerjaan

yang lain harus dipertimbangkan dalam menentukan pembagian sejumlah pekerjaan ke

dalam masing-masing stasiun kerja. Hubungan atau saling keterkaitan tersebut

digambarkan dalam suatu diagram pendahuluan (precedence diagram).

Page 20: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

40

3.2.2. Permasalahan Dalam Keseimbangan Lini

Perencaanaan produksi terutama dalam hal pengaturan operasi-operasi atau

penugasan kerja yang dilakukan mempunyai peranan yang penting dalam suatu

perusahaan bertipe massal yang melibatkan sejumlah besar komponen yang harus

dirakit. Dikatakan demikian karena apabila pengaturan dan perencanaanya tidak tepat,

maka setiap stasiun kerja di lintas perakitan mempunyai kecepatan produksi yang

berbeda. Hal ini akan mengakibatkan lini perakitan tersebut tidak efisien karena terjadi

penumpukkan material/produk setengah jadi di antara stasiun kerja yang tidak

berimbang kecepatan produksinya.

Pada umumnya, masalah utama yang dihadapi dalam suatu lintasan poduksi

adalah (Biegel, 1992, p226) :

1. Menyeimbangkan beban kerja pada beberapa stasiun kerja (work station) untuk:

Mecapai suatu efisiensi lini yang tinggi.

Memenuhi rencana atau target produksi yang telah ditetapkan.

2. Kendala sistem, yang berkaitan erat dengan perawatan (maintenace).

Beberapa gejala terjadinya ketidakseimbangan dalam lini produksi yaitu :

1. Adanya perbedaan yang menyolok antara stasiun kerja yang sibuk dan

mengganggur (idle).

2. Adanya work in process (produk setengah jadi) pada beberapa stasiun kerja.

Faktor-faktor yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan dalam lini

produksi antara lain :

1. Rancangan lintasan yang salah.

2. Operator yang kurang terampil.

3. Metode kerja yang kurang baik.

Page 21: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

41

4. Peralatan atau mesin yang sudah tua sehingga seringkali rusak (break down) dan

perlu di-setup ulang.

Dalam lini perakitan, apabila terjadi gangguan di suatu stasiun kerja maka akan

mempengaruhi aktivitas pada stasiun-stasiun kerja yang lainnya. Gangguan tersebut

dapat berupa kecepatan rata-rata dari stasiun kerja yang tidak seragam sehingga timbul

perbedaan waktu stasiun kerja yang cukup besar.

Adanya kombinasi penugasan kerja kepada operator atau grup operator yang

menempati tempat kerja tertentu merupakan awal terjadinya persoalan keseimbangan

lintasan perakitan. Penugasan elemen kerja (work element) yang berbeda akan

menyebabkan perbedaan dalam sejumlah waktu yang tidak produktif dan variasi jumlah

pekerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan output produksi tertentu di dalam suatu

lintas perakitan.

Hal inilah yang menjadi masalah penyeimbangan lini produksi, penyeimbangan

operasi atau stasiun kerja dengan tujuan untuk mendapatkan pekerjaan yang sama di

setiap stasiun kerja sesuai dengan kecepatan produksi yang diinginkan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam

perancangan keseimbangan lintasan harus diperhatikan beberapa hal antara lain

(Kusuma, 2004, pp95-96) :

a. Kecepatan produksi (production rate).

b. Diagram pendahulu (precedence diagram) yang menggambarkan operasi-operasi

yang diperlukan dan urutan ketergantungan (sequence).

c. Data waktu baku yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap operasi.

Page 22: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

42

3.2.3. Tujuan Keseimbangan Lini

Adapun beberapa tujuan dari perancangan keseimbangan lini adalah sebagai

berikut ( Elsayed, 1994, p344; Stevenson, William J., 1996, p272) :

a. Untuk menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada setiap stasiun kerja

agar pekerjaan dapat selesai dalam waktu yang seimbang untuk mencegah

terjadinya bottleneck.

b. Meminimumkan waktu menganggur (idle time) sehingga pemaanfaatan dari

operator maupun peralatan dapat digunakan semaksimal mungkin.

c. Menjaga lini produksi agar tetap berjalan lancar dan kontinu.

d. Mengurangi kecemburuan moral antara operator karena sumber daya yang ada

dapat digunakan seoptimal mungkin.

Pada umumnya, merencanakan suatu keseimbangan di dalam sebuah lintas

perakitan meliputi usaha yang bertujuan untuk mencapai suatu kapasitas yang optimal

dimana tidak terjadi penghambatan fasilitas. Tujuan tersebut dapat tercapai bila :

a. Lintas perakitan bersifat seimbang dimana setiap stasiun kerja mendapat tugas yang

sama diukur nilainya dengan waktu.

b. Jumlah stasiun kerja minimum.

c. Jumlah waktu menganggur di setiap stasiun kerja sepanjang lintas perakitan

minimum.

Pada dasarnya, proses keseimbangan lini merupakan satu hal yang tidak pernah

mencapai kesempurnaan. Di sini sedikit waktu lebih (extra time) yang lebih dikenal

dengan balance delay tetap harus ditambahkan pada hampir semua stasiun kerja. Hal ini

tentu saja akan menambah besarnya waktu baku yang telah dihitung atau ditetapkan.

Kondisi inilah yang merupakan satu hal yang merugikan disamping kerugian aspek-

Page 23: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

43

aspek sosial psikologis. Meskipun demikian, aplikasi dari konsep keseimbangan lini

tetap saja dijalankan di lingkungan industri karena di sisi lain bisa dijumpai beberapa

keuntungan seperti pembagian tugas secara merata sehingga kondisi bottleneck dapat

dihindari, pengurangan aktivitas material handling, serta memacu operator untuk selalu

bekerja dengan target-target tertentu yang harus dicapai, dan lain-lain.

Berikut ini adalah beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mencapai

keseimbangan lini (Sritomo, 1995, p302 ), yaitu :

a. Memperbaiki metode kerja khususnya pada stasiun-stasiun kerja yang kritis, yaitu

stasiun kerja yang cenderung untuk melanggar batas waktu siklus yang telah

ditetapkan.

b. Merubah kecepatan proses kerja, seperti kecepatan mesin, hand – tool speed, dan

lain – lain.

c. Menempatkan operator yang memiliki keterampilan terbaik pada stasiun kerja yang

kritis (stasiun kerja yang melanggar batas waktu siklus yang ditetapkan).

d. Hindari terjadinya in–process storage, terutama yang sering dijumpai pada stasiun

kerja yang kritis dengan cara melakukan overtime.

e. Gunakan stasiun kerja ganda (multiple stations), 2 atau lebih stasiun kerja akan

melaksanakan elemen – elemen aktivitas yang sama untuk meningkatkan siklus

waktu secara efektif.

Page 24: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

44

3.2.4. Terminologi dalam Keseimbangan Lini

1. Produk rakitan (Assembled Product)

Produk yang melewati urutan stasiun kerja dimana tiap stasiun kerja

memberikan proses tertentu hingga selesai menjadi produk jadi pada

stasiun kerja terakhir.

2. Elemen kerja (Work element)

Bagian dari keseluruhan pekerjaan dalam proses perakitan. Umumnya

digunakan simbol N untuk mendefinisikan jumlah total dari elemen kerja

yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu perakitan sedangkan i adalah

elemen kerja.

3. Waktu Siklus (Cycle Time)

Waktu keluarnya satu unit produk dari lintasan produksi. Nilai minimum

waktu siklus harus lebih besar atau sama dengan waktu stasiun terpanjang.

Apabila waktu produksi dan target produksi telah ditentukan, maka waktu

siklus dapat diketahui dari hasil bagi waktu produksi dan target produksi.

4. Stasiun kerja (Workstasion/WS)

Lokasi pada lini perakitan dalam pembuatan suatu produk dimana

pekerjaan diselesaikan baik secara manual maupun otomatis. Jumlah

minimum dari stasiun kerja adalah k, dimana 1 ≤ k ≤ N.

5. Waktu Proses Stasiun Kerja (Work Station Process Time)

Penjumlahan dari seluruh waktu pengerjaan setiap elemen kerja yang

berada di dalam stasiun kerja tersebut. Elemen pekerjaan yang dapat

diselesaikan dalam satu stasiun kerja (work station) dapat terdiri dari satu

elemen pekerjaan atau lebih.

Page 25: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

45

6. Waktu Menganggur Stasiun (Delay time of station)

Selisih antara waktu siklus dengan waktu per stasiun kerja. Perbedaan

antara waktu per stasiun kerja dengan waktu siklus disebut juga idle time.

7. Tabel Larangan (Prohibit Table)

Tabel ini berisi elemen-elemen kerja apa saja yang harus ditugaskan

terlebih dahulu sebelum elemen kerja bersangkutan ditugaskan.

8. Diagram Pendahulu (Precedence Diagram)

Suatu gambaran secara grafis dari suatu urutan pekerjaan yang

memperlihatkan keseluruhan operasi pekerjaan dan ketergantungan

masing-masing elemen kerja tersebut dimana elemen kerja tertentu tidak

dapat dikerjakan sebelum elemen kerja yang mendahuluinya dikerjakan

terlebih dahulu.

Diagram pendahulu dapat dibuat dengan 2 alternatif, yaitu :

• Diagram AOA (Activity on Arrow)

Diagram dimana setiap aktivitas digambarkan sebagai anak panah

yang menghubungkan 2 node. Pada jaringan ini hanya ada satu node

pada awal dan akhir proyek sehingga aktivitas semu (dummy) hanya

terdapat pada jaringan AOA.

• Diagram AON (Activity on Node)

Diagram dimana setiap aktivitas digambarkan dalam bentuk lingkaran

(node), sedangkan tanda panah menunjukkan aliran aktivitas. Pada

jaringan ini tidak terdapat aktivitas semu (dummy).

Page 26: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

46

3.2.5. Performansi dalam Keseimbangan Lini

Kriteria umum dari keseimbangan lini produksi adalah memaksimumkan

efisiensi lini (Line Efficiency), meminimumkan keseimbangan waktu menganggur

(Balance Delay) dan meminimumkan waktu menganggur baik untuk stasiun kerja

maupun lini produksi. Beberapa ukuran performansi dalam keseimbangan lini adalah

(Elsayed, 1994, pp345-346; Baroto, 2002, pp196-197) :

1. Efisiensi Lini (Line Efficiency)

Merupakan perbandingan dari total waktu per stasiun kerja terhadap waktu siklus

(waktu stasiun kerja terpanjang) dengan jumlah stasiun kerja, yang dinyatakan

dalam persentase.

Secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut :

( )( ) %100xCTkWb

LE i∑=

dimana : Wbi = Waktu baku per stasiun kerja

k = Jumlah total stasiun kerja

CT = Cycle Time (waktu siklus terpanjang)

2. Efisiensi Stasiun Kerja (Station Efficiency)

Rumus :

%100xCTWbSE i=

dimana : Wbi = Waktu baku setiap stasiun kerja

CT = Cycle Time (waktu siklus terpanjang)

Page 27: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

47

3. Keseimbangan Waktu Menganggur (Balance Delay)

Merupakan perbandingan antara waktu menganggur dengan keterkaitan antara

waktu siklus dan jumlah stasiun kerja atau dengan kata lain jumlah antara balance

delay dan line efficiency sama dengan satu.

Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

%100xCT.k

WbCT.kBD i∑−=

dimana : BD = Keseimbangan waktu senggang (Balance Day)

k = Jumlah stasiun kerja

CT = Cycle Time (waktu siklus terpanjang)

Wbi = Waktu baku setiap stasiun kerja

4. Waktu menganggur (Delay Time of A Station)

Merupakan selisih antara waktu siklus dengan waktu per stasiun kerja.

Rumus :

Waktu Menganggur Stasiun = CT – Wbi

Total Waktu Menganggur = k.CT - ∑Wbi

5. Smoothness Index (SI)

Merupakan suatu index yang menunjukkan kelancaran relatif dari suatu

keseimbangan lini perakitan. Suatu smoothness index dikatakan sempurna jika

nilainya nol atau disebut juga perfect balance.

Secara sistematis dapat dituliskan dengan :

( )∑ −= 2iWbCTSI

Page 28: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

48

dimana : CT = Cycle Time (waktu siklus terpanjang)

Wbi = Waktu baku setiap stasiun kerja

6. Kapasitas Produksi (Production Output)

Kapasitas Produksi menunjukkan kemampuan lini produksi dalam menghasilkan

produk dalam selang waktu tertentu.

Rumus :

Kapasitas Produksi = Siklus(CT)Waktu

hariper produksiWaktu

3.2.6. Langkah-Langkah dalam Keseimbangan Lini

Langkah-langkah untuk menyeimbangkan suatu lini produksi (Chase, et.al.,

2004, pp194-195) antara lain sebagai berikut :

1. Gambarkan diagram pendahulu (precedence diagram) untuk menunjukkan

hubungan antara urutan pekerjaan yang terlibat dalam suatu lini produksi.

2. Tentukan waktu sikus stasiun kerja yang diperbolehkan.

Rumus :

(unit) hariper Output hariper produksiWaktu CT =

dimana : CT = waktu siklus

3. Hitung jumlah minimum stasiun kerja yang dibutuhkan secara teoritis untuk

memenuhi pembatas waktu siklus.

Rumus untuk menghitung jumlah stasiun kerja adalah sebagai berikut :

CTΣWb

k i=

Page 29: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

49

dimana : k = Jumlah stasiun kerja

Wbi = waktu baku

CT = waktu siklus

4. Memilih metode dalam mengelompokkan elemen-elemen pekerjaan ke dalam

stasiun kerja.

5. Hitung performansi dari keseimbangan lini berdasarkan metode yang dipilih antara

lain :

• Efisiensi Lini (Line Efficiency)

• Efisiensi Stasiun Kerja (Station Efficiency)

• Keseimbangan Waktu Menganggur (Balance Delay)

• Waktu menganggur (Delay Time of A Station)

• Smoothness Index (SI)

• Kapasitas Produksi (Production Output)

3.2.7. Metode Keseimbangan Lini

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyeimbangkan lini

produksi, salah satunya adalah metode Heuristik. Kata heuristik berasal dari bahasa

Yunani yang berarti memutuskan. Metode ini pertama kali digunakan oleh Simon dan

Newll untuk menggambarkan pendekatan tertentu dalam memecahkan masalah dan

membuat keputusan. Metode heuristik menghasilkan solusi mendekati optimal tetapi

tidak menjamin tercapainya solusi optimal. Meskipun demikian model ini dirancang

untuk menghasilkan strategi yang relatif lebih baik dengan mengacu pada pembatas-

pembatas tertentu. Metode Heuristik banyak digunakan untuk memecahkan masalah-

Page 30: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

50

masalah keseimbangan lini. Keuntungan dari penggunaan metode Heuristic (Martinich,

1997, pp197-198) antara lain :

• Mudah untuk dimengerti dan sederhana karena biasanya didasarkan pada beberapa

ide yang sama dalam menyelesaikan masalah.

• Pemecahan masalah lebih cepat karena didasarkan pada aturan yang sederhana.

• Usaha yang dikeluarkan relatif lebih kecil.

• Lebih murah bila dibandingkan dengan metode lain.

3.2.7.1. Metode Helgesson-Birnie atau Ranked Positional Weight

Metode heuristik yang paling awal adalah metode Ranked Positional Weight

(Bobot Posisi). Metode ini dikembangkan oleh W.B. Helgeson dan D.P. Birnie. Dasar

untuk menetapkan tugas pada stasiun-stasiun kerja menurut metode ini adalah

menentukan bobot masing-masing tugas berdasarkan jumlah waktu untuk mengerjakan

tugas tersebut ditambah dengan waktu pengerjaan seluruh tugas yang mengikutinya

dalam precedence diagram (Buffa, 1999, p247). Dengan sendirinya elemen pekerjaan

yang memiliki bobot posisi yang lebih besar kemungkinan adalah operasi yang

mempunyai banyak successor (operasi yang mengikuti). Dengan demikian elemen

pekerjaan tersebut penting untuk dikerjakan terlebih dahulu agar pekerjaan yang lain

dapat dikerjakan.

Langkah-langkah dalam metode ini adalah sebagai berikut (Elsayed, 1994,

p360):

1. Buat diagram pendahulu (precedence diagram) untuk setiap elemen kerja.

Page 31: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

51

2. Tentukan bobot posisi untuk masing-masing elemen kerja yang berkaitan dengan

waktu operasi untuk waktu penyelesaiaan yang terpanjang dari awal pekerjaan

hingga sisa pekerjaan sesudahnya.

Bobot Posisi = Waktu proses operasi tersebut + Waktu proses operasi- operasi

berikutnya.

3. Urutkan elemen pekerjaan berdasarkan bobot posisi yang telah didapat pada

langkah kedua diatas. Pengurutannya dimulai dari elemen pekerjaan yang memiliki

bobot posisi paling besar hingga bobot posisi yang paling kecil.

4. Lakukan penugasan elemen pekerjaan ke dalam stasiun kerja mulai dari operasi

dengan bobot posisi terbesar sampai dengan bobot posisi terkecil tanpa menyalahi

precedence diagram.

5. Jika penugasan suatu elemen kerja membuat waktu pada stasiun kerja melebihi

waktu siklus, maka ganti elemen kerja tersebut dan tempatkan pada stasiun kerja

berikutnya selama tidak melanggar precedence diagram dan tidak melebihi waktu

siklus.

6. Ulangi langkah ke 4 dan 5 sampai semua elemen kerja ditugaskan ke dalam stasiun-

stasiun kerja.

3.2.7.2. Metode J. Wagon

Yang diutamakan dalam metode ini adalah elemen kerja yang memiliki jumlah

elemen kerja terbanyak yang mengikutinya. Pada dasarnya, metode J.Wagon sangat

mirip dengan metode Ranked Positional Weight, hanya saja yang dipakai sebagai

bobotnya bukan waktu tetapi jumlah elemen kerja yang mengikuti suatu elemen

pekerjaan.

Page 32: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

52

Langkah-langkah untuk melakukan keseimbangan lini dengan menggunakan

metode ini adalah sebagai berikut (Chase, et.al., 2004, p194) :

1. Buat precedence digaram.

2. Tentukan bobot untuk setiap elemen kerja, kriteria penentuan bobot ini berdasarkan

jumlah elemen kerja yang mengikuti suatu elemen kerja tersebut.

3. Urutkan bobot itu dari yang paling besar ke yang paling kecil. Apabila ada lebih

dari satu elemen kerja yang memiliki nilai bobot yang sama, maka prioritas

penugasan elemen kerja ke stasiun kerja akan diberikan kepada elemen kerja yang

memiliki waktu pengerjaan yang lebih besar.

4. Tugaskan elemen-elemen kerja itu ke dalam stasiun kerja dengan syarat jumlah

total waktu stasiun kerja tidak boleh melebihi waktu siklus dan juga elemen

pendahulunya telah dikerjakan.

5. Jika penugasan suatu elemen kerja membuat waktu stasiun kerja melebihi waktu

siklus, maka tempatkan elemen kerja tersebut pada stasiun kerja berikutnya selama

tidak menyalahi precedence diagram.

6. Ulangi langkah ke 3 dan 4 sampai semua elemen kerja sudah dikelompokkan ke

dalam stasiun kerja.

3.2.7.3. Metode Largest Candidate Rule

Metode ini mengelompokkan elemen-elemen kerja berdasarkan pengurutan dari

operasi yang mempunyai waktu proses terbesar. Sebelum melakukan pengelompokkan,

terlebih dahulu harus ditentukan berapa waktu siklus yang akan digunakan. Waktu

siklus ini akan menjadi pembatas dalam penggabungan operasi ke dalam satu stasiun

Page 33: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

53

kerja. Prosedur pengelompokkan operasi menurut metode ini (Noori, 1995, p259)

adalah :

1. Buat diagram pendahulu (precedence diagram) untuk tiap elemen kerja.

2. Urutkan semua elemen kerja dari yang memiliki waktu penyelesaian paling besar

hingga yang paling kecil.

3. Pengelompokkan dimulai dari urutan yang pertama tetap dengan memperhatikan

syarat waktu siklus yang berlaku. Elemen kerja dipindahkan ke stasiun kerja

berikutnya apabila jumlah waktu stasiun kerja melebihi waktu siklus.

4. Ulangi langkah ke 3 diatas hingga semua elemen kerja telah berada dalam stasiun

kerja tanpa melanggar precedence diagram dan tidak melebihi waktu siklus.

3.2.7.4. Metode Region Approach

Pada prinsipnya metode ini berusaha untuk menjadwalkan terlebih dahulu

elemen kerja yang banyak diikuti oleh elemen kerja lainnya. Prosedur pengelompokkan

elemen kerja berdasarkan metode Region Approach adalah sebagai berikut (Bedworth,

1982, pp371-372) :

1. Buat diagram pendahulu (precedence diagram) untuk setiap elemen kerja.

2. Bagi diagram pendahulu tersebut ke dalam wilayah-wilayah dari kiri ke kanan.

3. Gambar ulang diagram pendahulu dan tempatkan semua elemen kerja pada wilayah

paling kanan. Hal ini untuk menjamin agar elemen kerja dengan sedikit

ketergantungan akan dipertimbangkan terakhir dalam penjadwalan.

4. Pada setiap wilayah, urutkan elemen kerja menurut waktu dari waktu operasi

terbesar sampai dengan waktu operasi terkecil. Hal ini dilakukan agar elemen kerja

Page 34: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

54

dengan waktu operasi terbesar akan diprioritaskan terlebih dahulu dalam

penjadwalan.

5. Lakukan pengelompokkan elemen kerja dengan urutan sebagai berikut :

• Dimulai dari wilayah yang paling kiri terlebih dahulu.

• Dalam suatu wilayah, diprioritaskan elemen kerja yang memiliki waktu

operasi terbesar terlebih dahulu.

6. Kelompokkan elemen-elemen kerja ke dalam stasiun kerja tanpa melebihi waktu

siklus yang telah ditentukan sampai semua elemen-elemen tersebut masuk ke dalam

stasiun kerja.

7. Pada akhir pengelompokkan, tentukan apakah pengelompokkan tersebut telah

memenuhi syarat waktu siklus yang telah ditetapkan. Jika belum, lakukan lagi

pengelompokkan wilayah berdasarkan urutan di atas. Ulangi langkah 5 dan 6 di

atas.

3.3. Sistem Informasi

3.3.1. Sistem

Menurut McLeod (2004, p9), sistem adalah sekelompok elemen-elemen yang

terintegrasi dengan maksud untuk mencapai suatu tujuan. Definisi ini cocok untuk suatu

organisasi seperti suatu perusahaan atau bidang fungsional lainnya. Organisasi terdiri

dari sejumlah sumber daya seperti manusia, material, uang, mesin, dan informasi dimana

sumber daya tersebut bekerja menuju tercapainya suatu tujuan yang ditentukan oleh

pemilik atau manajemen.

Page 35: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

55

Sedangkan menurut O’Brien (2004, p8), sistem adalah sekumpulan elemen-

elemen yang saling berhubungan atau berinteraksi membentuk suatu kesatuan secara

keseluruhan. Sistem mempunyai tiga fungsi dasar berikut yang saling berinteraksi yaitu :

a. Input, mencakup elemen yang masuk ke dalam sistem untuk diproses lebih lanjut.

Contoh : data penjualan selama setahun.

b. Processing, mencakup proses transformasi yang mengubah input menjadi output.

Contoh : perhitungan matematis.

c. Output, mencakup elemen transfer yang dihasilkan dari proses transformasi untuk

tujuan utama. Contoh : hasil perhitungan rata-rata penjualan selama setahun.

3.3.2. Informasi

Berdasarkan pendapat McLeod (2004, p12), informasi adalah suatu data yang

telah diproses, atau data yang telah memiliki arti.

Sedangkan menurut O’Brien (2004, p13), informasi adalah data yang telah

dikonversikan menjadi konteks yang berarti dan berguna bagi pemakai tertentu.

Menurut McLeod (2001, p145) terdapat empat dimensi informasi, yaitu :

• Relevansi

Informasi disebut relevan jika informasi tersebut berkaitan langsung dengan masalah

yang sedang dihadapi. Manajer harus mampu memilih informasi yang diperlukan.

• Akurasi

Secara ideal, semua informasi harus akurat untuk menunjang terbentuknya sistem

yang akurat pula. Akurasi ini terutama diperlukan dalam aplikasi-aplikasi tertentu

seperti aplikasi yang melibatkan keuangan, semakin teliti informasi yang diinginkan

maka biaya pun semakin bertambah.

Page 36: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

56

• Ketepatan Waktu

Informasi harus dapat tersedia untuk memecahkan masalah pada waktu yang tepat

sebelum situasi menjadi tidak terkendali atau kesempatan yang ada menghilang.

Manajer juga harus mampu memperoleh informasi yang menggambarkan keadaan

yang sedang terjadi sekarang, selain apa yang telah terjadi pada masa lalu.

• Kelengkapan

Perusahaan khususnya manajer harus dapat memperoleh informasi yang memberi

gambaran lengkap dari suatu permasalahan atau penyelesaian. Namun pemberian

informasi yang tidak berguna secara berlebihan harus dihindari.

3.3.3. Sistem Informasi

Menurut McLeod (2001, p4), sistem informasi adalah suatu kombinasi yang

terorganisasi dari manusia, perangkat lunak, perangkat keras, jaringan komunikasi, dan

sumber daya data yang mengumpulkan, mentransformasikan, serta menyebarkan

informasi dalam sebuah organisasi.

Sedangkan berdasarkan pendapat Laudon (2001, p8), sistem informasi adalah

sekumpulan komponen yang saling berhubungan yang menerima, memproses,

menyimpan, dan menyebarkan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan dan

pengendalian dalam sebuah organisasi.

3.3.4. Sistem Infomasi Manajemen

Tujuan dari sistem informasi manajemen adalah untuk memenuhi kebutuhan

informasi umum untuk manajer dalam perusahaan atau dalam subunit fungsional

perusahaan. Subunit dapat didasarkan pada area fungsional atau tingkatan manajemen.

Page 37: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

57

Sistem informasi manajemen menyediakan informasi bagi pemakai dalam bentuk

laporan dan keluaran dari berbagai simulasi model matematika, dimana model laporan

ataupun keluaran dapat disajikan dalam bentuk tabel atau grafik (McLeod, 2001, p326).

Menurut McLeod (2004, p260), sistem informasi manajemen dapat didefinisikan

sebagai suatu sistem berbasis komputer yang menyediakan informasi bagi beberapa

pemakai dengan kebutuhan yang serupa. Para pemakai biasanya membentuk suatu

entitas organisasi formal (perusahaan atau sub unit dibawahnya). Informasi menjelaskan

perusahaan atau salah satu sistem utamanya mengenai apa yang telah terjadi di masa

lalu, apa yang sedang terjadi sekarang dan apa yang mungkin terjadi di masa depan.

Informasi tersebut tersedia dalam bentuk laporan periodik, laporan khusus, dan keluaran

dari simulasi matematika. Keluaran informasi tersebutlah yang akan digunakan oleh

manajer maupun non-manajer dalam perusahaan saat mereka membuat keputusan untuk

memecahkan masalah.

3.4. Analisis dan Desain Sistem Berorientasi Objek

3.4.1. Analisis dan Perancangan Sistem

Menurut McLeod (2001, p234), analisis sistem adalah penelitian atas sistem

yang telah ada dengan tujuan untuk merancang sistem yang baru atau diperbaiki. Jadi

dapat disimpulkan bahwa analisis sistem adalah penelitian sistem yang ada dengan

tujuan penyempurnaan sistem yang dapat dimanfaatkan oleh pengguna sistem.

Perancangan sistem adalah proses penterjemahan kebutuhan pemakai ke dalam

alternatif rancangan sistem informasi yang diajukan kepada pemakai informasi untuk

dipertimbangkan. Dari definisi diatas, perancangan sistem dapat disimpulkan suatu

Page 38: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

58

proses penyiapan spesifikasi dalam menterjemahkan kebutuhan pemakai dalam

pengembangan sistem baru.

3.4.2. Kaitan Analisis dan Desain dengan Orientasi Objek (Larman, 1998, p6)

Untuk merancang suatu aplikasi piranti lunak, pada tahap awal diperlukan

deskripsi dari permasalahan dan spesifikasi aplikasi yang dibutuhkan. Apa saja

persoalan yang ada dan apa yang harus dilakukan sistem.

Penekanan analisis adalah pada proses investigasi atas permasalahan yang

dihadapi tanpa memikirkan definisi solusi terlebih dahulu. Jadi dalam tahap analisa,

dikumpulkan informasi mengenai permasalahan, spesifikasi sistem berjalan, serta

spesifikasi sistem yang diinginkan. Sedangkan penekanan dalam desain adalah pada

logika solusi dan bagaimana memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan serta konstrain atau

batasan yang ada.

Inti dari analisis dan perancangan berorientasi objek adalah untuk menekankan

pertimbangan atas domain permasalahan beserta solusinya dari sudut pandang objek.

Tahap analisis berorientasi objek lebih ditekankan untuk mencari dan

mendefinisikan objek atau konsep yang ada dalam domain permasalahan. Contohnya

dalam membangun aplikasi perpustakaan, analisis bertujuan mendapatkan penjabaran

objek seperti buku, petugas perpustakaan, dan sebagainya.

Tahap perancangan berorientasi objek, penekanan terletak pada bagaimana

mendefinisikan objek-objek logik dalam aplikasi yang akan diimplementasikan ke dalam

bahasa pemrograman berorientasi objek seperti C++, Smalltalk, Java, atau Visual Basic.

Page 39: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

59

3.4.3. Konsep Analisa dan Perancangan Berorientasi Objek

Konsep analisa dan perancangan berorientasi objek (Object Oriented)

merupakan suatu konsep pemodelan sistem dari sudut pandang objek beserta sifat-

sifatnya. Konsep ini memungkinkan kita untuk menciptakan serangkaian objek yang

bekerja bersama-sama dalam menghasilkan software yang lebih baik jika dibandingkan

dengan teknik yang tradisional. Sistem menjadi lebih mudah diadaptasi terhadap

perubahan permintaan, lebih mudah dikembangkan, lebih tahan dan meningkatkan

desain dan penggunaan kode dengan lebih baik. Orientasi terhadap Object Oriented ini

bukan berdasarkan bagaimana objek melakukan sesuatu tetapi lebih kepada apa yang

objek lakukan.

Suatu model yang dirancang dengan pendekatan berorientasi objek umumnya

memiliki karakteristik yang mudah dimengerti dan dapat secara langsung berhubungan

dengan dunia nyata. Beberapa karakteristik yang menjadi ciri-ciri dari pendekatan

berorientasi objek (Nugroho, 2002, pp11-12) adalah :

1. Pendekatan lebih pada data dan bukannya pada prosedur atau fungsi.

2. Program besar dibagi pada apa yang dinamakan objek-objek.

3. Struktur data dirancang dan menjadi karakteristik dari objek-objek.

4. Fungsi-fungsi yang mengoperasikan data tergabung dalam satu objek yang sama.

5. Data tersembunyi dan terlindung dari fungsi atau prosedur yang ada di luar.

6. Objek-objek dapat saling berkomunikasi dengan saling mengirim pesan satu sama

lain.

Page 40: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

60

Menurut Nugroho (2002, p11), faktor utama ditemukannya pendekatan

berorientasi objek adalah karena adanya kekurangan-kekurangan pada pendekatan

terstruktur, yaitu :

1. Biaya pengembangan perangkat lunak berkembang sesuai dengan berkembangnya

keinginan atau kebutuhan pengguna.

2. Pemeliharaan yang sukar.

3. Lamanya penyelesaian suatu proyek.

4. Jangka waktu penyelesaian proyek selalu terlambat.

5. Biaya pengembangan perangkat lunak yang sangat tinggi, dan sebagainya.

3.4.3.1.Pengertian Objek

Menurut Mathiassen (2000, p4), objek adalah sebuah entitas yang memiliki

identitas, state dan operasi (behavior) dan dapat menawarkan sejumlah operasi

(behavior) untuk mengevaluasi maupun mempengaruhi keadaan entitas tersebut.

Karakteristik yang harus dimiliki oleh objek antara lain :

1. Tiap objek memiliki sifat atau informasi individual yang unik (attribute) di mana

tiap attribute mempunyai nilai. Contohnya, seorang mahasiswa memiliki attribute

NIM (Nomor Induk Mahaiswa), nama, nilai, dan sebagainya.

2. Objek dapat melakukan suatu operasi yang disebut dengan behavior. Operasi ini

dapat dipicu oleh stimulus dari luar maupun dalam objek.

3. Objek dapat dikomposisikan menjadi bagian-bagian terpartisi yang dinyatakan dalam

hubungan consist of atau aggregate.

Page 41: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

61

3.4.3.2.Class dan Instance

Menurut Mathiassen (2000, p4), class adalah deskripsi dari kumpulan objek-

objek yang mempunyai kesamaan struktur, pola operasi (behaviour), dan atribut.

Objek dalam suatu class memiliki definisi yang sama pula baik untuk

operasinya maupun struktur informasinya. Contohnya, class kendaraan merupakan

sebuah model dengan karakteristik dijalankan oleh mesin dan digunakan untuk

transportasi. Dari class ini dapat diturunkan objek-objek seperti mobil, motor, pesawat,

truk, dan sebagainya karena semua itu memiliki karakteristik yang sama dalam class

kendaraan, yakni semuanya dijalankan oleh mesin dan untuk tujuan transportasi. Objek

mobil, motor, truk dan pesawat tersebut disebut sebagai instance. Sebuah instance

merupakan objek yang diciptakan dari class dengan struktur yang didefinisikan dari

class.

3.4.3.3. Konsep Encapsulation, Inheritance, Polymorphism

Di dalam analisis dan desain berorientasi objek, terdapat tiga buah konsep atau

teknik dasar (Sutisna, 2001, online) yaitu :

1. Encapsulation (Pemodulan)

Secara sederhana, encapsulation (pemodulan) dalam pemrograman berorientasi

objek berarti pengelompokan data dan fungsi (method). Definisi formalnya adalah

sebuah objek yang memiliki kemampuan untuk menyembunyikan informasi penting

(information hiding) dan tidak dapat diakses oleh objek lain yang tidak memiliki hak

akses dalam objek itu.

Ilustrasi dalam dunia nyata, seorang ibu rumah tangga menanak nasi dengan

menggunakan rice cooker, ibu tersebut menggunakannya hanya dengan menekan

Page 42: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

62

tombol. Tanpa harus tahu bagaimana proses itu sebenarnya terjadi. Disini terdapat

penyembunyian informasi milik rice cooker, sehingga tidak perlu diketahui seorang

ibu. Dengan demikian menanak nasi oleh si ibu menjadi sesuatu yang menjadi dasar

bagi konsep information hiding.

2. Inheritance

Inheritance dalam bahasa pemrograman berorientasi objek secara sederhana

berarti menciptakan sebuah class baru yang memiliki sifat-sifat induknya, ditambah

karakteristik khas individualnya. Jika kelas A menurunkan ke kelas B, maka operasi

dan struktur informasi yang terdapat pada kelas A akan menjadi bagian dari kelas B.

Objek-objek memiliki banyak persamaan, namun ada sedikit perbedaan. Contoh

beberapa buah mobil yang mempunyai kegunaan yang berbeda-beda. Ada mobil bak

terbuka seperti truk, bak tertutup seperti sedan dan minibus. Walaupun demikian

objek-objek ini memiliki kesamaan yaitu teridentifikasi sebagai objek mobil, objek

ini dapat dikatakan sebagai objek induk (parent). Sedangkan sedan dikatakan

sebagai objek anak (child), hal ini juga berarti semua operasi yang berlaku pada

mobil berlaku juga pada sedan.

3. Polymorphism

Polymorphism adalah kemampuan dari tipe objek yang berbeda untuk menyadari

property dan operasi yang sama dalam hal yang berbeda. Sehingga dapat dikatakan

bahwa objek dari tipe yang berbeda dapat menggunakan atribut/property dan operasi

yang sama dalam hal yang berbeda.

Secara umum dapat dikatakan bahwa pengirim stimulus atau bagian yang

memicu tidak perlu mengetahui bagaimana suatu metoda diimplementasikan.

Page 43: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

63

Contohnya, pada objek mobil, walaupun minibus dan truk merupakan jenis objek

mobil yang sama, namun memiliki juga perbedaan. Misalnya suara truk lebih keras

dari pada minibus, hal ini juga berlaku pada objek anak (child) melakukan metoda

yang sama dengan algoritma berbeda dari objek induknya. Hal ini yang disebut

polymorphism. Teknik atau konsep dasar lainnya adalah ruang lingkup atau

pembatasan, artinya setiap objek mempunyai ruang lingkup kelas, atribut, dan

metoda yang dibatasi.

3.5. Unified Modeling Language (UML)

3.5.1. Sejarah Singkat UML

UML adalah suksesor dari gelombang metode OOAD yang berkembang di

awal 1990. Saat itu terdapat banyak pengguna metode OOAD menghadapi masalah

sebab belum tersedia sebuah modeling language yang dapat memenuhi kebutuhan

mereka, sehingga terdapat berbagai metode yang digunakan tanpa standar dan

keseragaman tertentu. UML sebagian besar menggabungkan metode-metode dari Booch

(yang mempunyai metode yang baik dalam fase perancangan dan konstruksi dari

pembuatan proyek), Rumbaugh (Object Modeling Technique/OMT, yang sangat berguna

dalam analisis dan sistem informasi dengan data intensif), dan Jacobson (Object

Oriented Software Engineering/OOSE, yang menyediakan dukungan use case untuk

mengetahui kebutuhan user, analisis, dan perancangan tingkat tinggi), serta metode-

metode lain seperti Fusion, Shlaer-Mellor, dan Coad-Yourdon. UML melalui sebuah

proses standarisasi dengan OMG (Object Management Group) dan sekarang adalah

sebuah standar OMG.

Page 44: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

64

3.5.2. Konsep Bahasa UML

Berdasarkan OMG, UML (Unified Modeling Language) dapat didefinisikan

sebagai sebuah bahasa yang berdasarkan grafik atau gambar untuk memvisualisasi

(visualisizing), menspesifikasi (specifying), mengkonstruksi (constructing), dan

mendokumentasi (documenting) sebuah sistem perangkat lunak.

UML bukan hanya bahasa pemrograman visual saja, tetapi merupakan model

yang dapat secara langsung dihubungkan dengan bahasa pemrograman yang bervariasi.

Artinya hal ini mungkin untuk memetakan model dengan UML ke dalam bahasa

pemrograman seperti Java, C++, atau Visual Basic, atau bahkan dihubungkan secara

langsung dengan relational database atau object oriented database (Booch et. al., 1999,

p15-16). Pemikiran bahwa penggambaran dalam bentuk visual yang baik dapat

dilakukan dengan UML, sama seperti pemikiran bahwa penggambaran dalam bentuk

teks yang baik dapat dilakukan oleh bahasa pemrograman.

3.5.3. Kegunaan UML

UML diperuntukan untuk pemakaian sistem software yang intensif. UML

banyak digunakan terutama untuk (Booch et. al., 1999, p17) :

• Sistem informasi perusahaan

• Layanan perbankan dan financial

• Telekomunikasi

• Transportasi

• Pertahanaan / angkasa luar

• Perdagangan

Page 45: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

65

• Alat-alat elektronik medis

3.5.4. UML Diagram

Berikut ini merupakan standarisasi diagram-diagram yang terdapat dalam UML,

yang digunakan untuk memodelkan sistem itu sendiri, yaitu :

3.5.4.1. Class Diagram

Class diagram menggambarkan kumpulan dari class, interface, collaboration,

dan hubungannya. Diagram ini merupakan diagram yang paling umum ditemukan dalam

memodelkan sistem berorientasi objek. Class diagram sangatlah penting tidak hanya

untuk visualisasi, menentukan, dan mendokumentasikan model struktural, tetapi juga

untuk mengkonstruksikan sistem yang executable.

Class menggambarkan keadaan (atribut/properti) suatu sistem, sekaligus

menawarkan layanan untuk memanipulasi keadaan tersebut (metode/fungsi), sehingga

class memiliki tiga area pokok yaitu nama, atribut, dan metode. ((Dharwiyanti, Wahono,

2003, online).

Beberapa hubungan antar class adalah sebagai berikut :

1. Asosiasi, yaitu hubungan statis antar class. Umumnya menggambarkan class yang

memiliki atribut berupa class lain, atau class yang harus mengetahui eksistensi class

lain.

2. Agregasi, yaitu hubungan yang menyatakan bagian (“terdiri atas”).

3. Pewarisan, yaitu hubungan hirarkis antar class. Class dapat diturunkan dari class lain

dan mewarisi semua atribut dan metode class asalnya dan menambahkan

fungsionalitas baru, sehingga ia disebut anak dari class yang diwarisinya. Kebalikan

dari pewarisan adalah generalisasi.

Page 46: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

66

4. Hubungan dinamis, yaitu rangkaian pesan (message) yang di-passing dari satu class

kepada class lain. Hubungan dinamis dapat digambarkan dengan menggunakan

sequence diagram yang akan dijelaskan kemudian.

Sumber: www. smart draw.com

Diagram 3.1. Contoh Class Diagram

3.5.4.2. State Chart Diagram

Statechart diagram menggambarkan behaviour dari sebuah sistem dan

perubahan keadaan dari satu state ke state lainnya yang mungkin dilakukan oleh suatu

objek.

Pada umumnya statechart diagram menggambarkan class tertentu (satu class

dapat memiliki lebih dari satu statechart diagram). Diagram ini menekankan pada

metode (event) dari objek. Dalam UML, state digambarkan berbentuk segiempat dengan

sudut membulat dan memiliki nama sesuai kondisinya saat itu. Transisi antar state

umumnya memiliki kondisi guard yang merupakan syarat terjadinya transisi yang

bersangkutan, dituliskan dalam kurung siku. Action yang dilakukan sebagai akibat dari

event tertentu dituliskan dengan diawali garis miring. Titik awal dan akhir digambarkan

berbentuk lingkaran berwarna penuh dan berwarna setengah. (Dharwiyanti, Wahono,

Page 47: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

67

2003, online). Notasi-notasi dalam statechart diagram dapat dilihat pada contoh

statechart untuk customer bank di bawah ini :

Open

[amount,date] / Amount deposited

[date,amount] / Amount withdrawn

[date] / Account opened [date] / Amount closed

Sumber: Mathiassen et al., 2000

Diagram 3.2 Contoh Statechart Diagram

3.5.4.3. Use Case Diagram

Use case adalah pola interaksi antara sistem dengan aktor di dalam application

domain. Aktor adalah abstraksi dari user atau sistem lain yang berinteraksi dengan

sistem. Use Case diagram menggambarkan fungsionalitas yang diharapkan dari sebuah

sistem. Yang ditekankan adalah “apa” yang diperbuat sistem, dan bukan “bagaimana”.

Use Case diagram digunakan untuk menyusun requirement dari sebuah sistem,

mengkomunikasikan rancangan dengan klien, dan merancang test case untuk semua

feature yang ada pada sistem.

Page 48: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

68

Sumber: www.visual-paradigm.com

Diagram 3.3 Contoh Use Case Diagram

3.5.4.4. Sequence Diagram

Sequence diagram adalah sebuah interaction diagram yang menekankan pada

urutan waktu penyampaian dari suatu pesan. Sequence diagram menggambarkan

interaksi antar objek di dalam dan di sekitar sistem (termasuk pengguna, display, dan

sebagainya) berupa message yang digambarkan terhadap waktu. Sequence diagram

terdiri atar dimensi vertikal (waktu) dan dimensi horizontal (objek-objek yang terkait).

Sequence diagram biasa digunakan untuk menggambarkan skenario atau

rangkaian langkah-langkah yang dilakukan sebagai respons dari sebuah event untuk

menghasilkan output tertentu. Diawali dari apa yang men-trigger aktivitas tersebut,

proses dan perubahan apa saja yang terjadi secara internal dan output apa yang

dihasilkan. Masing-masing objek, termasuk aktor, memiliki lifeline vertikal. Message

digambarkan sebagai garis berpanah dari satu objek ke objek lainnya. Pada fase desain

Page 49: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

69

berikutnya, message akan dipetakan menjadi operasi atau metoda dari class. Activation

bar menunjukkan lamanya eksekusi sebuah proses, biasanya diawali dengan diterimanya

sebuah message. (Dharwiyanti, Wahono, 2003, online).

Sumber: www. smart draw.com

Diagram 3.4 Contoh Sequence Diagram

3.5.4.5. Component Diagram

Component diagram menggambarkan struktur dan hubungan antar komponen

piranti lunak, termasuk ketergantungan (dependency) di antaranya. Komponen piranti

lunak adalah modul berisi code, baik berisi source code maupun binary code, baik

library maupun executable, baik yang muncul pada compile time, link time, maupun run

time. Umumnya komponen terbentuk dari beberapa class dan/atau package, tapi dapat

juga dari komponen-komponen yang lebih kecil. Komponen dapat juga berupa interface,

yaitu kumpulan layanan yang disediakan sebuah komponen untuk komponen lain.

(Dharwiyanti, Wahono, 2003, online).

Page 50: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

70

Sumber: www. smart draw.com

Diagram 3.5 Contoh Component Diagram

3.5.4.6. Deployment Diagram

Deployment (physical) diagram menggambarkan secara jelas bagaimana

komponen di-deploy dalam infrastruktur sistem, di mana komponen akan diletakkan

(pada mesin, server atau piranti keras apa), bagaimana kemampuan jaringan pada lokasi

tersebut, spesifikasi server, dan hal-hal lain yang bersifat fisikal. Sebuah node adalah

server, workstation, atau piranti keras lain yang digunakan untuk men-deploy komponen

dalam lingkungan sebenarnya. Hubungan antar node (misalnya TCP/IP) dan

requirement dapat juga didefinisikan dalam diagram ini. (Dharwiyanti, Wahono, 2003,

online).

Sumber: www. smart draw.com

Diagram 3.6 Contoh Deployment Diagram

Page 51: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

71

3.6. Tahapan Pengembangan Sistem Informasi Berorientasi Objek

Dalam siklus pengembangan sistem informasi ini, digunakan metode

Mathiassen untuk tahapan atau langkah-langkah dalam menganalisis sistem. Menurut

Mathiassen untuk menganalisis sistem informasi berbasiskan objek terdapat empat

kegiatan utama yang harus dilakukan. Namun sebelumnya, seorang analis harus mampu

menangkap apa yang ingin pengguna dapatkan dari sistem atau perangkat lunak itu.

Empat kegiatan utama yang harus dilakukan untuk menganalisis sistem informasi

berbasiskan objek (Mathiassen et al., 2000, pp14-15) dapat dilihat pada gambar dan

keterangan berikut ini :

Sumber : Mathiassen et al., 2000.

Gambar 3.1 Empat Kegiatan Utama Dalam Menganalisis Sistem

Page 52: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

72

1. Problem domain analysis

Pada tahapan ini, sistem akan dirancang sesuai dengan spesifikasi kebutuhan dari

pengguna sistem. Tahapan ini menentukan hasil dari keseluruhan akivitas analisis dan

perancangan. Adapun tahapan atau langkah-langkah dari Problem Domain Analysis ini

adalah :

• Menentukan class yang ada dalam sistem dengan melakukan proses identifikasi dari

definisi sistem yang telah dikembangkan

• Menganalisa dan mengembangkan struktur hubungan dari class- class yang ada

• Menganalisa Behavior dari class-class tersebut.untuk menentukan state dari setiap

class yang termasuk dalam sistem ini.

Laporan yang dihasilkan pada tahap ini adalah :

• Class Diagram, yang menggambarkan hubungan antara class-class dalam sebuah

sistem.

• Statechart Diagram, yang menggambarkan bagaimana state dari daur hidup class

yang ada dalam sistem ini.

2. Application domain analysis

Pada tahapan ini lebih difokuskan pada aplikasi suatu sistem, yaitu bagaimana

suatu sistem akan digunakan oleh pengguna. Tahapan ini dan tahapan sebelumnya dapat

dimulai secara bergantian, tergantung pada kondisi pengguna menurut (Mathiassen et.al,

2000, p116). Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam Application Domain Analysis,

yaitu :

Page 53: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

73

• Menentukan usage, yaitu menentukan aktor dan use case yang terlibat dan

interaksinya.

• Menentukan fungsi sistem untuk memproses informasi dan membuat daftar fungsi.

Fungsi sistem tidak harus dibuat, tergantung dari kebutuhan analis. Faktor-faktor

yang ditentukan dalam fungsi sitem bersifat subyektif karena tergantung dari

pandangan seorang analis.

• Menentukan antarmuka pengguna dan sistem, untuk interaksi sesungguhnya dari

pengguna dan sistem informasi yang dirancang.

Laporan yang diperoleh dari hasil Application Domain Analysis adalah :

• Use Case Diagram, yang menggambarkan interaksi antara pengguna sebagai aktor

dengan sistem informasi.

• Function List, yaitu kemampuan yang harus dimiliki oleh suatu sistem sebagai

kebutuhan dasar dari user.

• User Interface Navigation Diagram, merupakan diagram yang menggambarkan

tampilan layar yang akan dirancang untuk memenuhi kebutuhan user.

3. Architectural Design

Pada tahap ini, akan dirancang arsitektur hubungan antara client dan server yang

memadai untuk sistem agar dapat berjalan dengan baik. Laporan yang dihasilkan adalah

Deployment Diagram. Perancangan di sini akan menentukan bagaimana struktur sistem

fisik akan dibuat dan bagaimana distribusi sistem informasi pada rancangan fisik

tersebut.

Page 54: BAB 3 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2006-2-01008-TISI-bab 3.pdf · dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

74

4. Component Design

Component design merupakan sistem struktur yang menghubungkan antar

komponen. Laporan yang dihasilkan oleh component design adalah component diagram.

Component diagram merupakan diagram yang menggambarkan struktur dan hubungan

antar komponen piranti lunak, termasuk ketergantungan (dependency) di antaranya. Pada

tahap ini akan terlihat bagaimana sistem bekerja dan interaksi yang terjadi antara sistem

dengan pengguna.