bab 3 landasan teori 3.1 pengertian dan kegunaan...
TRANSCRIPT
BAB 3
LANDASAN TEORI
3.1 Pengertian dan Kegunaan Peramalan (Forecasting)
Dalam melakukan analisis dibidang ekonomi, sosial dan sebagainya, kita
memerlukan suatu perkiraan apa yang akan terjadi atau gambaran tentang masa yang
akan datang. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan
datang, kita kenal dengan apa yang disebut peramalan (forecasting) (Assauri, 1984, p1).
Sedangkan menurut Webster (1986, p3), peramalan adalah dugaan yang dibuat secara
sederhana tentang apa yang akan terjadi di masa depan berdasarkan informasi yang
tersedia saat ini.
Dalam usaha untuk melihat dan mengkaji situasi dan kondisi di masa depan
maka harus dilakukan peramalan. Oleh karena itu perlu diperkirakan atau diramalkan
situasi apa dan kondisi bagaimana yang akan terjadi pada masa depan, karena hal ini
dibutuhkan untuk menentukan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mencapai
hasil yang diinginkan. Peramalan diperlukan karena adanya kebutuhan untuk
mengetahui apa yang mungkin akan terjadi pada masa yang akan datang. Jadi dalam
menentukan langkah-langkah itu perlu diperkirakan hal-hal apa saja yang akan terjadi
sehingga dapat mengetahui ancaman yang mungkin terjadi.
Kegunaan dari peramalan terjadi pada waktu pengambilan keputusan. Setiap
orang selalu dihadapkan pada masalah pengambilan keputusan. Keputusan yang baik
adalah keputusan yang didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan yang matang dan
perkiraan tentang kejadian yang mungkin akan terjadi. Apabila ramalan yang kita
hasilkan kurang tepat, maka keputusan yang kita ambil tidak akan mencapai hasil yang
12
memuaskan. Dengan meramalkan kejadian yang akan datang, tindakan-tindakan yang
akan datang dapat direncanakan dengan matang sehingga dapat mengurangi kerugian
atau menambah keuntungan serta dapat mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
3.2 Jenis-jenis Peramalan
Pada umumnya peramalan dapat dibedakan dari beberapa segi tergantung dari
cara melihatnya. Apabila dilihat dari sifat penyusunannya, maka peramalan dapat
dibedakan atas dua macam, yaitu (Assauri, 1984, p3) :
1) Peramalan yang subjektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas perasaan
atau intuisi dari orang yang menyusunnya.
2) Peramalan yang objektif, adalah peramalan yang didasarkan atas data yang
relevan pada masa lalu, dengan menggunakan teknik-teknik dan metode-
metode dalam penganalisisan data tersebut.
Disamping itu, jika dilihat dari jangka waktu ramalan yang disusun, maka
peramalan dapat dibedakan atas dua macam pula, yaitu (Assauri, 1984, p4) :
1) Peramalan jangka panjang, yaitu peramalan yang dilakukan untuk
penyusunan hasil ramalan yang jangka waktunya lebih dari satu setengah
tahun atau tiga semester.
2) Peramalan jangka pendek, yaitu peramalan yang dilakukan untuk penyusunan
hasil ramalan dengan waktu yang kurang dari satu setengah tahun, atau tiga
semester.
13
Berdasarkan sifat ramalan yang telah disusun, maka peramalan dapat dibedakan
atas dua macam, yaitu (Assauri, 1984, p4) :
1) Peramalan kualitatif, yaitu peramalan yang didasarkan atas data kualitatif
pada masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat sangat tergantung pada orang
yang membuatnya, karena ditentukan berdasarkan pemikiran yang bersifat
intuisi, judgment atau pendapat, dan pengetahuan serta pengalaman dari
penyusunnya.
2) Peramalan kuantitatif, yaitu peramalan yang didasarkan atas data kuantitatif
pada masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat sangat tergantung pada metode
yang dipergunakan dalam peramalan tersebut. Menurut Makridakis,
Wheelwright dan McGee (1999, p20), tiga kondisi penerapan peramalan ini
adalah : tersedia informasi tentang masa lalu, informasi tersebut dapat
dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik dan dapat diasumsikan bahwa
beberapa aspek pola masa lalu akan terus berlanjut di masa mendatang.
Menurut Reksohadiprodjo (1989, p5), peramalan kuantitatif dapat dibagi lagi
menjadi deret waktu, kausalitas dan pemantauan.
3.3 Langkah-langkah Peramalan
Peramalan yang baik adalah peramalan yang dilakukan dengan mengikuti
langkah-langkah atau prosedur penyusunan yang baik yang akan menentukan kualitas
atau mutu dari hasil peramalan yang disusun. Pada dasarnya ada tiga langkah peramalan
yang penting, yaitu (Assauri, 1984, p5):
1) Menganalisis data yang lalu, tahap ini berguna untuk pola yang terjadi pada masa
lalu.
14
2) Menentukan metode yang dipergunakan. Metode yang baik adalah metode yang
memberikan hasil ramalan yang tidak jauh berbeda dengan kenyataan yang
terjadi.
3) Memproyeksikan data yang lalu dengan menggunakan metode yang
dipergunakan, dan mempertimbangkan adanya beberapa faktor perubahan
(perubahan kebijakan-kebijakan yang mungkin terjadi, termasuk perubahan
kebijakan pemerintah, perkembangan potensi masyarakat, perkembangan
teknologi dan penemuan-penemuan baru).
3.4 Metode Pemulusan (Smoothing) Eksponensial
Metode ini disebut eksponensial karena menggunakan pembobotan menurun
secara eksponensial terhadap nilai pengamatan yang lebih lama. Metode pemulusan
eksponensial terdiri atas tunggal, ganda, dan metode yang lebih rumit lainnya.
Semuanya mempunyai sifat yang sama, yaitu nilai yang lebih baru diberikan bobot yang
relatif lebih besar dibandingkan nilai pengamatan yang lebih lama.
3.4.1 Pemulusan Eksponensial Tunggal
Metode pemulusan eksponensial tunggal (Single Exponential Smooting/SES)
minimal membutuhkan dua buah data untuk meramalkan nilai yang akan terjadi pada
masa yang akan datang. Berikut ini rumusan dalam pemulusan eksponensial tunggal
(Makridakis et al., 1999, p101) :
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −+= −
+ NX
NX
FF Ntttt 1 (3-1)
15
Jika pengamatan yang lama NtX − tidak tersedia maka nilainya harus digantikan dengan
suatu nilai pendekatan. Salah satu pengganti yang mungkin adalah nilai ramalan periode
sebelumnya tF . Dengan melakukan subsitusi ini, persamaan (3-1) menjadi persamaan
(3-2) kemudian ditulis kembali menjadi persamaan (3-3) (Makridakis et al., 1999, p102).
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −+=+ N
FNX
FF tttt 1 (3-2)
ttt FN
XN
F ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛=+
11
11 (3-3)
(Perhatikan bahwa jika datanya stasioner, maka subsitusi di atas merupakan pendekatan
yang cukup baik, namun bila terdapat trend, metode SES yang dijelaskan di sini tidak
cukup baik).
Dari persamaan (3-3) dapat dilihat bahwa ramalan ini ( 1+tF ) didasarkan atas
pembobotan pada observasi yang terakhir dengan suatu nilai bobot (1/N) dan
pembobotan ramalan yang terakhir sebelumnya ( tF ) dengan suatu bobot [1-(1-N)].
Karena N merupakan suatu bilangan positif, 1/N akan menjadi suatu konstanta antara
nol (jika N tak terhingga) dan 1 (jika N=1). Dengan mengganti 1/N dengan α ,
persamaan (3-3) menjadi (Makridakis et al., 1999, p103) :
ttt FXF )1(1 αα −+=+ (3-4)
Metode ini banyak mengurangi masalah tentang penyimpanan data, karena kita
tidak perlu lagi menyimpan semua data historis yang ada atau sebelumnya. Data-data
yang perlu disimpan hanya pengamatan terakhir (Xt), ramalan terakhir (Ft) dan suatu
nilai α yang harus disimpan.
16
Persamaan pemulusan eksponensial dapat dilihat dengan lebih baik bila
persamaan (3-4) diperluas dengan mengganti F dengan komponennya sebagai berikut
(Makridakis et al., 1999, p 103) :
( ) ( )[ ]111 11 −−− −+−+= tttt FXXF αααα
( ) ( ) 12
11 11 −−− −+−+= tttt FXXF αααα (3-5)
Jika proses subsitusi ini diulang dengan mengganti 1−tF dengan komponennya,
2−tF dengan komponennya, dan seterusnya, hasilnya adalah persamaan (3-6)
(Makridakis et al., 1999, p103) :
( ) ( )
( ) ( ) )1(33
22
11
11
11
−−−
−−+
−+•••+−
+−+−+=
NtN
t
tttt
FX
XXXF
ααα
ααααα (3-6)
Misalkan α =0,2; 0,4; 0,6; 0,8. Maka bobot yang diberikan pada nilai pengamatan
observasi masa lalu akan menjadi sebagai berikut :
Tabel 3.1 Pembobotan Nilai Pengamatan
(Makridakis et al., 1999, p103) Bobot yang diberikan pada :
α =0,2 α =0,4 α =0,6 α =0,8
tX 0,2 0,4 0,6 0,8
1−tX 0,16 0,24 0,24 0,16
2−tX 0,128 0,144 0,096 0,032
3−tX 0,1024 0,0886 0,0384 0,0064
4−tX (0,2)(0,8)4 (0,4)(0,6)4 (0,6)(0,4)4 (0,8)(0,2)4
17
3.4.2 Pemulusan Eksponensial Tunggal : Pendekatan Adaptif (Adaptive Response
Rate Simple Exponential Smoothing / ARRSES)
Pemulusan eksponensial tunggal dengan tingkat respon yang adaptif (ARRSES)
memiliki kelebihan yang nyata atas pemulusan ekponensial tunggal dalam hal nilai α
yang dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan dalam pola datanya. Karakteristik ini
tampaknya menarik jika terdapat beberapa ratus atau ribuan data yang perlu diramalkan.
ARRSES bersifat adaptif karena nilai α dapat berubah secara otomatis bilamana
terdapat perubahan pada pola datanya.
Persamaan dasar untuk peramalan dengan metode ARRSES adalah serupa
dengan persamaan (3-4) kecuali nilai α diganti dengan tα (Makridakis et al., 1999,
p109).
( ) ttttt FXF αα −+=+ 11 (3-5)
dimana :
t
tt M
E=+1α , (3-6)
1)1( −−+= ttt EeE ββ , (3-7)
1)1( −−+= tt MeM ββ , (3-8)
ttt FXe −= (3-9)
α dan β merupakan parameter yang nilainya antara 0 dan 1.
Persamaan (3-6) menunjukkan bahwa nilai α yang dipakai untuk peramalan
periode (t+2) ditetapkan sebagai nilai absolut dari rasio antara unsur galat yang
dihaluskan ( tE ) dengan unsur galat absolut yang dihaluskan ( tM ).
18
Inisialisasi proses ARRSES sedikit lebih rumit daripada SES. ARRSES
seringkali terlalu responsif terhadap perubahan dalam pola data.
3.4.3 Pemulusan Eksponensial Ganda : Metode Linier Satu-Parameter dari
Brown
Pemulusan eksponensial linier dapat dihitung jika terdapat tiga nilai data dan satu
nilai untuk α . Pemulusan ini juga memberikan bobot yang semakin menurun pada data
observasi masa lalu dimana akan memberi bobot yang lebih berat pada data terakhir
serta perubahannya dalam observasi. Pemulusan eksponensial linear lebih disukai
daripada rata-rata bergerak linier sebagai suatu metode peramalan dalam berbagai kasus
utama karena terdapat pembobotan pada data observasi masa lalu.
Dasar pemikiran dari pemulusan eksponensial dari Brown mirip dengan rata-rata
bergerak linier, karena kedua nilai pemulusan tunggal dan ganda ketinggalan dari data
yang sebenarnya jika terdapat unsur trend, perbedaan antara nilai pemulusan tunggal dan
ganda dapat ditambahkan kepada nilai pemulusan tunggal untuk kemudian disesuaikan
pada trend. Persamaan yang dipakai dalam implementasi pemulusan eksponensial linier
satu-parameter dari Brown ditunjukkan di bawah ini (Assauri, 1984, p40) :
mbaF ttmt +=+ (3-10)
sedangkan :
″−′″−′+′= tttttt SSSSSa 2)( (3-11)
)(1
″−′−
= ttt SSbα
α (3-12)
′−+=′ −1)1( ttt SXS αα (3-13)
19
″−′=″ −1)1( ttt SSS αα (3-14)
dimana m adalah jumlah periode di depan yang diramalkan, ′tS adalah nilai pemulusan
eksponensial tunggal, dan ″tS adalah nilai pemulusan eksponensial ganda.
Agar dapat menggunakan rumus (3-13) dan (3-14) maka nilai ′tS dan ″
tS harus
tersedia. Tetapi pada saat awal periode dimana t=1, nilai-nilai tersebut tidak tersedia.
Maka, nilai-nilai ini harus ditentukan pada awal periode atau perlu diinisialisasi. Hal ini
dapat dilakukan dengan menetapkan nilai ′tS dan ″
tS sama dengan tX atau dengan
menggunakan suatu nilai rata-rata dari beberapa nilai pertama.
3.4.4 Pemulusan Eksponensial Tripel : Metode Kuadratik Satu-Parameter dari
Brown
Seperti pada pemulusan eksponensial linier yang dapat digunakan untuk
meramalkan data dengan suatu pola trend dasar, bentuk pemulusan yang lebih tinggi
dapat digunakan jika pola datanya adalah kuadratik, kubik, atau orde yang lebih tinggi.
Untuk pemulusan kuadratik, pendekatannya adalah memasukkan tingkat pemulusan
tambahan (pemulusan tripel atau tS ′′′ ) dan memberlakukan persamaan peramalan
kuadratik.
Persamaan untuk pemulusan kuadratik adalah (Makridakis et al., 1999, pp118-
119) :
2
21
mcmbaF tttmt ++=+ (3-15)
sedangkan :
20
tttt SSSa ′′′+′′−′= 33 (3-16)
[ ]SSSbt ′′′−+′′−−′−−
= )34()810()56()1(2 2
αααα
α (3-17)
( )
( )tttt SSSc ′′′+′′−′−
= 21 2
2
αα
′−+=′ −1)1( ttt SXS αα (3-18)
″−′=″ −1)1( ttt SSS αα (3-19)
( ) 11 −′′′−+′′=′′′ ttt SSS αα (3-20)
Persamaan untuk pemulusan kuadratik jauh lebih rumit daripada persamaan
untuk pemulusan tunggal dan linier karena membutuhkan perhitungan sampai tS ′′′ .
Walaupun demikian pendekatan metode ini dalam menyesuaikan nilai ramalannya
sehingga hasil ramalannya dapat mengikuti perubahan trend yang kuadratik adalah
sama.
Proses inisialisasi untuk proses pemulusan eksponensial kuadratik dari Brown
bisa sangat sederhana. Ditetapkan (Makridakis et al., 1999, p121)
1111 XSSS =′′′=′′=′
yang cukup untuk memulai peramalan dari periode kedua dan seterusnya.
3.4.5 Metode Adaptif Satu-Parameter dari Brown
Metode adaptif satu-parameter dari Brown yang melibatkan konstanta pemulusan
tunggal (dengan nilai antara 0 dan 1) adalah sangat umum dan menunjukkan kinerja
yang memuaskan dalam keadaan praktis. Perhitungan yang digunakan dalam metode ini
adalah sebagai berikut (Makridakis et al., 1999,p132) :
21
tttt ebSS )1( 211 δ−++= −− (3-21)
( ) ttt ebb 21 1 δ−+= − (3-22)
dimana FXe tt −= , δ adalah konstanta pemulusan, dan
mbSF ttmt +=+ (3-23)
Persamaan (3-21) berbeda dengan perhitungan yang digunakan oleh banyak
metode lain karena persamaan ini tidak menghaluskan nilai tS tetapi agaknya
persamaan ini menghaluskan nilai kesalahan saat ini. Pendekatan ini merupakan cara
perumusan ramalan yang berbeda, yang dapat digabungkan dengan perumusan ramalan
berdasarkan nilai deret data sebelumnya.
3.5 Statistik Durbin-Watson
Uji statistik Durbin-Watson menguji hipotesis bahwa tidak terdapat autokorelasi
pada nilai sisa/galat. Statistik Durbin-Watson adalah sebagai berikut (Supranto, 2001,
p270) :
∑
∑
=
−=
−=−
n
tt
t
n
tt
e
eeWD
1
2
21
2
)( (3-24)
Dimana : et adalah Xt – Ft
Distribusi Durbin-Watson adalah simetrik di sekitar 2, yaitu nilai tengahnya.
Dengan demikian selang kepercayaan dapat dibentuk yang melibatkan lima wilayah
seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini.
22
Gambar 3.1 Grafik Distribusi Durbin-Watson (Makridakis et al., 1999, p340)
Lima selang yang dimaksudkan adalah (Reksohadiprodjo, 1989, p94) :
1. Kurang dari DL maka ada autokorelasi positif.
2. Antara DL dan DU maka tidak dapat disimpulkan.
3. Antara DU dan 4 – DU maka tidak ada autokorelasi.
4. Antara 4 – DU dan 4 – DL maka tidak dapat disimpulkan.
5. Lebih dari 4 – DL maka ada autokorelasi negatif.
3.6 Software Engineering (Rekayasa Piranti Lunak)
Menurut Fritz Bauer (Pressman, 2001, p20), rekayasa piranti lunak adalah
“pembentukan dan pemakaian prinsip-prinsip rekayasa dengan tujuan untuk
menghasilkan piranti lunak yang ekonomis, terpercaya, dan bekerja efisien pada mesin
yang sebenarnya (komputer)”.
Menurut Pressman (2001, p20), rekayasa piranti lunak terbagi menjadi tiga
lapisan yang mampu mengontrol kualitas dari piranti lunak, yaitu :
23
a. Proses (Process)
Proses merupakan lapisan paling dasar dalam rekayasa piranti lunak. Proses
rekayasa piranti lunak adalah perekat yang menyatukan lapisan-lapisan teknologi
dan memungkinkan pengembangan yang rasional dan periodik dari piranti lunak
komputer.
b. Metode (Methods)
Metode rekayasa piranti lunak menyediakan secara teknikal bagaimana
membangun sebuah piranti lunak. Metode meliputi sekumpulan tugas yang luas,
termasuk di dalamnya analisis kebutuhan, perancangan, konstruksi program,
pengujian, dan penyangga. Metode dari rekayasa piranti lunak bergantung pada
sekumpulan prinsip dasar yang memerintah masing-masing area teknologi dan
memasukkan aktivitas pemodelan, serta teknik-teknik deskriptif lainnya.
c. Alat Bantu (Tools)
Alat bantu rekayasa piranti lunak menyediakan dukungan otomatis atau semi
otomatis untuk proses dan metode. Ketika alat bantu diintegrasi sehingga informasi
yang diciptakan oleh sebuah alat bantu dapat digunakan oleh yang lainnya, sebuah
sistem untuk mendukung pengembangan piranti lunak, yang juga disebut
Computer-Aided Software Engineering (CASE), dihasilkan. CASE
menggabungkan piranti lunak, perangkat keras, dan database piranti lunak untuk
menciptakan lingkungan rekayasa piranti lunak yang sejalan dengan CAD / CAE
(Computer-Aided Design / Engineering) untuk perangkat keras.
Menurut Pressman (2001, p28), dalam perancangan piranti lunak, dikenal linear
sequential model atau yang lebih dikenal dengan sebutan classic life cycle atau waterfall
model. Model ini menyarankan pendekatan yang sistematik dan berurutan untuk
24
pengembangan piranti lunak yang dimulai pada tingkat sistem dan dikembangkan
melalui analisis, desain, pengkodean, pengujian, dan penyangga. Model ini meliputi
serangkaian aktivitas, yaitu :
a. Rekayasa dan pemodelan sistem
Karena piranti lunak selalu menjadi bagian dari suatu sistem yang lebih besar,
maka yang perlu dilakukan pertama kali adalah menetapkan kebutuhan untuk
seluruh elemen-elemen sistem dan kemudian mengalokasikan sebagian dari
kebutuhan tersebut ke piranti lunak.
b. Analisis kebutuhan piranti lunak
Untuk dapat mengerti sifat dasar dari program yang dibangun, diperlukan
pengertian akan informasi yang diperlukan oleh piranti lunak.
c. Perancangan
Perancangan piranti lunak sebenarnya merupakan sebuah proses yang terdiri dari
banyak kegiatan, yang menitikberatkan pada empat atribut nyata dari sebuah
program, yaitu : struktur data, arsitektur piranti lunak, representasi tampilan, dan
detil prosedur.
d. Pengkodean
Dalam pengkodean, perancangan yang telah dilakukan diterjemahkan ke bentuk
yang dimengerti komputer.
e. Pengujian
Proses pengujian menitikberatkan pada bagian dalam piranti lunak secara logis,
memastikan bahwa semua pernyataan telah diuji, dan pada bagian-bagian luar
yang eksternal, yang memimpin pengujian untuk membuka kesalahan-kesalahan
25
dan memastikan bahwa masukan yang telah ditetapkan akan memproduksi hasil-
hasil yang sebenarnya yang disetujui dengan hasil-hasil yang dibutuhkan.
f. Penyangga
Penyangga dilakukan untuk mengantisipasi terhadap terjadinya kesalahan karena
perubahan sistem atau peningkatan kebutuhan pengguna akan fungsi baru.
Gambar 3.2. Waterfall Model
(Pressman, 1992, p25)
3.7 Diagram Alir (Flowchart)
Diagram alir (flowchart) adalah representasi grafis dari serangkaian aktivitas
operasi, pergerakan, inspeksi, delay, keputusan dan penyimpanan dari sebuah proses.
Diagram alir menggunakan simbol-simbol yang telah digunakan selama bertahun-tahun
untuk merepresentasikan jenis proses atau proses yang sedang dilakukan. Bentuk yang
sudah distandarisasi menyediakan sebuah metode yang umum dipakai oleh banyak
System Engineering
Coding
Analy sis
Design
Maintenance
Testing
26
orang untuk memvisualisasikan masalah-masalah bersama-sama dengan cara yang sama
(Hansen, 2005).
Berikut adalah simbol-simbol yang digunakan untuk menggambarkan diagram alir:
27
Tabel 3.2. Tabel Simbol Flowchart (http://home.att.net/~dexter.a.hansen/flowchart/flowchart.htm)
Notasi Arti Notasi
Proses / pengolahan
Predefined proses
Operasi input / output
Decision, berupa pertanyaan atau penentuan suatu keputusan
Terminal, untuk menandai awal dan akhir program
Preparation, untuk inisialisasi suatu nilai
Panah, sebagai penghubung antar komponen dan penunjuk arah
Manual input, input dari pengguna
On-page connector, sebagai penghubung dalam satu halaman
Off-page connector, sebagai penghubung antar halaman yang berbeda
28
3.8 State Transition Diagram (STD)
State Transition Diagram merupakan sebuah modelling tool yang digunakan
untuk mendeskripsikan sistem yang memiliki ketergantungan terhadap waktu. STD
merupakan suatu kumpulan keadaan atau atribut yang mencirikan suatu keadaan pada
waktu tertentu (Kowal, 1992, p329).
Berikut adalah notasi yang digunakan untuk menggambarkan STD :
Tabel 3.3. Tabel Notasi STD
(Kowal, 1998, p329) Notasi Arti Notasi
State
Arrow
Condition dan Action
Arti lambang dari notasi STD adalah sebagai berikut :
1. State
State merepresentasikan reaksi yang ditampilkan ketika suatu tindakan dilakukan.
Ada 2 jenis state, yaitu : state awal dan state akhir. State akhir dapat berupa
beberapa state, sedangkan state awal tidak lebih dari satu state.
Condition
Action
29
2. Arrow, disimbolkan dengan :
Arrow sering disebut juga dengan transisi state yang diberi label dengan ekspresi
aturan. Label tersebut menunjukan kejadian yang menyebabkan transisi terjadi.
3. Condition dan action
Condition adalah suatu event pada lingkungan eksternal yang dapat dideteksi oleh
sistem, sedangkan action adalah aksi yang dilakukan oleh sistem bila terjadi
perubahan state atau merupakan reaksi terhadap kondisi. Aksi akan menghasilkan
keluaran / tampilan.
3.9 Interaksi Manusia dengan Komputer
Untuk memperbaiki kegunaan suatu aplikasi, penting untuk mempunyai sebuah
tampilan muka yang direncanakan dengan baik. “Delapan Aturan Emas Rencana
Tampilan Muka” Shneiderman adalah sebuah panduan untuk rancangan interaksi yang
baik. Delapan aturan tersebut yaitu (Shneiderman, 1998, pp74-75) :
1. Berusaha untuk konsisten.
Urutan tindakan yang sesuai harus diwajibkan dalam situasi-situasi yang sama,
istilah serupa harus digunakan secara tepat, menu dan layar bantu.
2. Memungkinkan pemakai untuk menggunakan shortcut.
Seiring dengan frekuensi penggunaan yang meningkat, begitu juga hasrat atau
keinginan pemakai untuk mengurangi jumlah interaksi dan untuk meningkatkan
kecepatan interaksi.
30
3. Memberikan umpan balik yang informatif.
Untuk setiap tindakan pemakai sebaiknya ada beberapa sistem umpan balik.
Untuk hal-hal yang sering, responnya bisa bermacam-macam, sementara untuk
tindakan-tindakan yang jarang, responnya harus lebih besar.
4. Merancang dialog untuk hasil akhir.
Urutan tindakan harus diatur ke dalam kelompok-kelompok dengan sebuah
permulaan, pertengahan dan akhir. Umpan balik yang informatif dalam
penyelesaian tindakan-tindakan suatu kelompok memberikan kepuasan hasil
akhir kepada pemakai, sebuah rasa lega.
5. Menawarkan penanganan kesalahan secara sederhana.
Sebanyak mungkin, merancang sistem sehingga pemakai tidak membuat
kesalahan yang serius. Jika sebuah kesalahan dibuat, sistem harus mampu
menemukan kesalahan dan menawarkan cara yang sederhana untuk menangani
kesalahan tersebut.
6. Mengizinkan pembalikan tindakan yang mudah.
Fitur ini meringankan kecemasan, karena pemakai tahu bahwa kesalahan-
kesalahan dapat dilepaskan, jadi hal itu mendorong penyelidikan pilihan-pilihan
yang asing. Satuan perubahan mungkin sebuah tindakan tunggal, sebuah
pemasukan data atau sebuah kelompok tindakan yang lengkap.
7. Mendukung pengendalian secara internal.
Pemakai-pemakai yang berpengalaman menginginkan bahwa mereka dapat
mengendalikan sistem tersebut dan sistem tersebut dapat merespon tindakan
mereka. Merancang sistem untuk membuat pemakai sebagai pengambil tindakan.
31
8. Mengurangi ingatan jangka pendek.
Batasan informasi pada manusia dalam memproses ingatan jangka pendek
memerlukan tampilan secara sederhana, tampilan halaman-halaman dapat
digabungkan, sehingga pergerakan windows dapat dikurangi.