bab 3 kepedulian gks terhadap lingkungan hidup...
TRANSCRIPT
56
Bab 3
KEPEDULIAN GKS TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP
3.1 Pendahuluan
Bab ini berisi hasil penelitian yang sudah dilakukan di GKS. Penulis akan
membahas bagaimana sejarah singkat pertumbuhan GKS sebagai gambaran dari keadaan
GKS, komposisi pendeta jemaat di GKS, bagaimana bentuk-bentuk dari kepedulian GKS
terhadap lingkungan hidup, bagaimana kepedulian GKS terhadap lingkungan hidup pada aras
sinode Bahkan penulis juga akan memaparkan apa saja faktor pendukung dan faktor
penghambat kepedulian GKS terhadap lingkungan hidup.
3.2 Gambaran Umum tentang GKS
3.2.1 Sejarah Singkat Pertumbuhan GKS
GKS berdiri sendiri pada tanggal 15 Januari 1947 sebagai hasil
pekabaran Injil Zending Gereformeed Kerken in Nederland (GKN) sejak tahun
1881. Sejarah pekabaran Injil di Sumba dibagi dalam 3 periode, yakni: Periode
perintisan (1881-1902), periode peletakkan dasar (1902-1947), dan periode berdiri
sendiri (1947-sekarang).1
Sejak berdiri sendiri GKS mengalami dinamika-dinamika dalam
berbagai pelayanannya yang mana hal tersebut terbagi dalam empat periode waktu,
yakni:2
1. Tahun 1947 hingga 1972 GKS dalam periode mencari bentuk.
1Majelis Sinode GKS.Garis-Garis Besar Kebijakan Umum Tahun 2014-2018. BPMS GKS. (Waingapu:
2014), 2. 2 Ibid.,2.
57
2. Tahun 1970-an, GKS menyusun Rencana Lima Tahun (RELITA) sebagai
rencana pendewasaan.
3. Pada tahun 1980-an muncul kesadaran untuk makin terlibatnya warga secara
aktif dalam Pekabaran Injil (PI).
4. Tahun 1990-an merupakan masa berbenah diri dan terjadi beberapa perubahan
dalam pertumbuhan GKS, misalnya: mulai tahun 1990 pelaksanaan sidang
sinode dilakukan dalam 4 tahunsekali; dilakukan kerja sama denga UKSW dan
disusun Rencana Induk Pengembangan tahun 1992-2002; Tata Gereja GKS
yang baru ditetapkan pada tahun 1998 di Sidang Sinode Ombarade, dan lain-
lain.
3.2.2 Wilayah Pelayanan
Wilayah pelayanan GKS meliputi seluruh pulau Sumba. Sejauh ini
belum ada rencana atau wacana untuk membangun gereja di wilayah luar Sumba.
Warga GKS yang tinggal diluar Sumba biasanya bergabung dengan gereja yang
seasaz dengan GKS. GKS terdiri dari 171 jemaat mandiri, dimana 10% jemaatnya
berada di ibu kota kabupaten (Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat dan
Sumba Barat Daya). Sedangkan selebihnya berada di wilayah pedesaan dengan
kondisi bentangan alam yang berbukit-bukit. Keadaan wilayah seperti ini juga
biasanya mempengaruhi keadaan ekonomi jemaat.3
3 Ibid,. 2.
58
3.2.3 Statistik Pertumbuhan Jemaat
Pada beberapa tahun terahir ini, GKS terus mengalami pertumbuhan
dan perkembangan baik dari jumlah anggota jemaat, jemaat mandiri dan juga
klasis. Hingga tahun 2014, jemaat mandiri berjumlah 171 jemaat. Hal ini juga
masih terus bertambah seiring dengan upaya percepatan kemandirian cabang-
cabang jemaat GKS. Jumlah cabang dan ranting/Pos PI secara keseluruhan
mencapai 750-780 buah. Untuk lebih jelasnya, berikut tabel tentang jumlah jemaat
disetiap kabupaten.4
Tabel. 3.1 Data Jumlah Jemaat ditiap Kabupaten
No. KABUPATEN JUMLAH JEMAAT
1. Sumba Timur 64
2. Sumba Tengah 29
3. Sumba Barat 26
4. Sumba Barat Daya 52
Jumlah 171
Sumber:Garis-Garis Besar Kebijakan Umum GKS Tahun 2014-2018.
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kabupaten Sumba Timur
yang paling banyak jumlah jemaatnya karena wilayah ini yang paling luas dari
semua kabupaten yang ada. Tetapi di tiga kabupaten lain juga mengalami
peningkatan yang signifikan setiap tahunnya. Ada pun laju pertumbuhan jemaat
GKS setiap tahunnya adalah sebagai berikut: Jumlah jemaat mandiri pada tahun
2010 adalah 142 jemaat. Pada tahun 2011 ada penambahan 3 jemaat. Demikian
4 Ibid., 4.
59
pula pada tahun 2012 bertambah 4 jemaat, tahun 2013 bertambah 7 jemaat, dan
tahun 2014 bertambah 15 jemaat. Sehingga jumlah keseluruhan jemaat dari tahun
2010 sampai dengan tahun 2014 adalah 171 jemaat.5
3.2.4 Jumlah Klasis
Jemaat-jemaat yang ada di GKS tergabung dalam 32 klasis di mana
setiap klasis terdiri dari 3-10 jemaat terdekat yang terhimpun dalam satu klasis.
Ada 11 klasis yang memiliki lebih dari 5 jemaat dalam satu klasis, yakni: klasis
Pahunga Lodu, Rindi Umalulu, Matawailuri, Kambaniru, Padira Tana,
Waikabubak, Wanukaka, Lamboya, Waimarangu, Yango, Kodi, dan Kodi Umbu
Ngedo.6
Tabel. 3.2 Tabel Jumlah Klasis ditiap Kabupaten
No. Kabupaten Jumlah Klasis
1. Sumba Timur 14
2. Sumba Tengah 5
3. Sumba Barat 4
4. Sumba Barat Daya 9
Jumlah 32
Sumber:Garis-Garis Besar Kebijakan Umum GKS Tahun 2014-2018.
Keadaan klasis yang seperti ini merupakan salah satu tantangan
tersendiri bagi GKS. Karena dengan wilayah klasis yang terlalu luas dan jarak yang
cukup jauh menyulitkan para pelayan untuk berkumpul atau pun bekerja sama
5 Ibid,. 4
6 Ibid,. 4
60
sekaligus tukar pikiran mengusahakan pengembangan dan kemajuan bersama
dalam klasis tersebut. Jarak yang jauh akan membutuhkan biaya yang banyak,
waktu dan tenaga yang lebih pula untuk berkumpul bersama.
3.2.5 Jumlah keanggotaan GKS
Jumlah warga jemaat menurut data yang ada kurang lebih 426.192 jiwa,
belum termasuk anak-anak dan simpatisan. Sedangkan jumlah warga per-jemaat
kurang lebih 3000 jiwa. Di antara jemaat-jemaat se-GKS, ada 4 jemaat yang
memiliki jumlah warga jemaat terbanyak yakni, Waingapu, Waikabubak, Payeti,
Kambaniru dan Kalumbukuni. Adapun jumlah jemaatnya dipaparkan dalam tabel
berikut.
Tabel 3.3, Jumlah warga jemaat terbanyak di GKS
No. Jemaat Jumlah Warga
1. Waingapu 9256 jiwa
2. Payeti 8226 jiwa
3. Waikabubak 7577 jiwa
4. Kambaniru 7456 jiwa
5. Kalumbu Kuni 6310 jiwa
Sumber:Garis-Garis Besar Kebijakan Umum GKS Tahun 2014-2018.
Jumlah jemaat yang ada di sinode belum valid. Permasalahan yang
dihadapi adalah pendataan warga jemaat yang harus terus diperbaharui sesuai
pertumbuhan dan laju perkembangan jemaat. Jumlah ini masih harus
61
diuji/divalidasi lebih lanjut. Berikut akan diuraikan dalam tabel jumlah warga
jemaat di tiap kabupaten beserta jumlah jemaat, jumlah klasis dan jumlah
pendetanya.
Tabel 3.4, Tabel Kompilasi Klasis, Jemaat, Pendeta dan jumlah Warga.
No. Kabupaten Klasis Jemaat Pendeta Warga
1. Sumba Timur 14 64 80 180.318
2. Sumba Tengah 5 29 29 53.900
3. Sumba Barat 4 26 30 68.950
4. Sumba Barat Daya 9 52 52 123.024
Total 32 171 191 426.192
Sumber:Garis-Garis Besar Kebijakan Umum GKS Tahun 2014-2018.
3.2.6 Jumlah Pelayan
Pada saat ini, pendeta aktif di GKS berjumlah 222 orang. Di antara
pendeta aktif, pendeta jemaat berjumlah 191 orang yang tersebar di seluruh
wilayah Sumba. Sedangkan pendeta umum berjumlah 25 orang yang juga diutus
oleh jemaat ke perguruan tinggi, lembaga kesehatan atau pun lembaga pemerintah.
Terdapat 6 orang pendeta layak panggil yang sedang dipersiapkan. Selanjunya,
ratio pelayanan setiap pendeta jemaat melayani 2600-2700 warga jemaat.
Di GKS, jumlah pelayan lain seperti vicaris berjumlah 87 orang, terdiri
dari 79 orang vicaris dan 8 orang yang sedang orientasi vicaris. Jumlah majelis
jemaat kurang lebih 78 orang per-jemaat dengan rincian 72,7% penatuan, 1,7%
pendeta dan 25,6% diaken.
62
Tabel 3.5, Penugasan Pendeta Umum GKS
Penugasan Pendeta Umum GKS
No. Penugasan Jumlah
1. Sinode GKS 4
2. STT GKS 5
3. YUMERKRIS 3
4. STIE Kriswina 1
5. UKAW 5
6. UKDW 1
7. STT Cipanas 1
8. DPRD 3
Jumlah Total 23
Sumber:Garis-Garis Besar Kebijakan Umum GKS Tahun 2014-2018.
Selanjutnya, akan ditunjukkan juga bagaimana pertambahan dan ratio
jemaat dan pendeta jemaat, seperti yang terlihat dalam tabel berikut.
Tabel 3.6, Pertambahan dan Ratio Jemaat dan Pendeta Jemaat
Tahun Jemaat Pendeta Jemaat Ratio
2010 142 158 1:1.126
2011 145 162 1:1.117
2012 149 164 1:1.110
2013 155 174 1:1083
2014 171 191 1:1.113
Sumber:Garis-Garis Besar Kebijakan Umum GKS Tahun 2014-2018.
63
Dari tabel-tabel di atas sangat terlihat jelas bahwa jumlah warga jemaat
dan jumlah pelayan tidak seimbang. Karena satu orang pendeta harus melayani
seribu lebih warga jemaat. Apalagi di GKS, rata-rata jumlah pendeta di tiap jemaat
hanya satu orang. Sehingga pasti pelayanan yang dilakukan juga kurang efektif
meski pun ada tenaga lain yang membantu seperti Guru Injil, Kaum Awam Pelayan
dan Majelis.
3.3 Komposisi Pendeta Jemaat di GKS
Pendeta-pendeta di GKS merupakan orang-orang asli Sumba, meski pun ada
beberapa pendeta yang berasal dari suku yang berbeda seperti, Sabu, Ambon atau pun Jawa.
Rata-rata pendeta yang berasal dari luar pulau Sumba ini menjadi pendeta GKS karena
pernikahan, kecuali orang Sabu karena sudah sejak dahulu pindah ke Sumba.
Jika dilihat dari latar belakang pendidikan, pendeta-pendeta yang melayani di GKS
merupakan lulusan dari berbagai sekolah Teologi yang ada di Indonesia, seperti: UKAW
(Kupang), UKSW (Salatiga), UKDW (Yogyakarta), INTIM Makassar, STT Jakarta, atau pun
dari STT Lewa milik GKS sendiri. Dengan latar belakang pendidikan teologi yang berbeda-
beda ini mempengaruhi pola pikir dan gaya kepemimpinan dari pendeta-pendeta yang ada di
GKS. STT Intim Makassar misalnya yang sangat menekankan Teologi, lulusan dari STT ini
akan berbeda dengan lulusan UKSW yang menekankan sosiologi agama. Bagaimana cara
berteologi yang dimiliki oleh pendeta, itulah yang akan menentukan bagaimana ia memimpin
jemaatnya dan menuntunnya dalam menjawab masalah-masalah sosial yang ada, termasuk
masalah lingkungan hidup.7
7 Badan Pelaksana Majelis Sinode GKS. Laporan Sidang Sinode ke-41. Ramuk. 12-15 Juli 2014.
64
Dari data pendeta yang ada, kebanyakan pendeta yang melayani di GKS
merupakan lulusan dari UKAW Kupang. Memang cukup sulit untuk mengetahui secara jelas
berapa jumlah pendeta yang lulus dari masing-masing sekolah teologi yang sudah dijelaskan
di atas. Karena dari data yang diperoleh dari GKS, tidak mencantumkan hal itu. Tetapi dari
gelar yang dimiliki, sangat terlihat bahwa hampir 90% bergelar S.Th (Sarjana Theologia),
sedangkan sisanya bergelar S.Si-Teol (Sarjana Sains Teologi). Untuk lebih jelasnya, akan
terlihat dalam tabel berikut ini.8
Tabel. 3.7, Komposisi Pendeta Jemaat di salah satu Klasis
Klasis Jemaat Pendeta
Matawai Luri
Tanarara Pdt. Dina Rambu L.H. Ndewa, S. Th
Matawaiwatu Pdt. Yohanes Meta Yiwa, S. Th
Kamanggih Pdt. Endal Meta Yiwa, S. Th
Mauramba Pdt. Stefanus Kendal, S. Th
Penang Pdt. Ferdinand K. Nggenggal, S. Th
Lai Ronja Pdt. Yantina Tamu Ina, S. Si
Lai Mbonga Pdt. Eriana Pataledi, S. Th
Rindi
Kayuri Pdt. Tanece W. Welem, S.Th
Melolo Pdt. Frida R. Kore, S. Th
Tana lingu Pdt. Trince B. Dondu, S. Th
Tana Raing Pdt. Katrina Remi Hau, S. Th
Pau Umabara Pdt. Efraim Anamila, S. Si
Praibakul Pdt. Katrina Rada Boku, S. Th
8 Ibid.,
65
Wanukaka
Wai Hura Pdt. Verawati R. Ndjata, S. Th
Pdt. Maryanti B. Bara Gae, S. Th
Kaka Pahwano Pdt. Dra. Astaty Lay, S. Th
Rua Pdt. Karel Novri Radjah, S. Th
Puli Pdt. Marlin M. T. Radjah, S. Th
Waika’awatu Pdt. Sofia Ester Malo, S. Th
Pahola Pdt. Erniati Dangu Wali, S. Th
Hupu Mada Pdt. Hermanus Dahwali, S. Th
Sumber:Garis-Garis Besar Kebijakan Umum GKS Tahun 2014-2018.
Berdasarkan tabel ini, sangat jelas bahwa perbandingan gelar S. Th dan S. Si di
GKS sangatlah jauh. Dalam 3 klasis diatas, hanya ada satu yang bergelar S.Si dalam klasis
yang berbeda, sedangkan sisanya adalah S. Th. Jika dilihat lebih jauh dalam klasis-klasis
yang lain malah sama sekali tidak ada pendeta yang bergelar S. Si seperti yang terjadi di
klasis Wanukaka.
3.4 Sejarah Singkat Kepedulian GKS terhadap Lingkungan Hidup
Masalah lingkungan merupakan salah satu masalah serius yang sudah lama terjadi
di pulau Sumba. Permasalahan ini pada beberapan tahun terakhir ini cukup menyita perhatian
baik pemerintah maupun gereja dalam hal ini GKS. Menurut pengakuan bapak Rory selaku
koordinator bidang Kesaksian dan Pelayanan, kepedulian GKS terhadap lingkungan sudah
lama dibahas dan dilakukan.
“Pada sidang sinode ke-36 di jemaat Karita tahun 1994, GKS sudah gencar membahas
tentang isu lingkungan karena orang suka membakar padang ketika membuka ladang. Nah
66
disitu GKS mulai membuat seruan-seruan ke warga jemaatnya untuk tidak seperti itu.
Kalau kita cinta lingkungankan tidak boleh seperti itu. Mereka kalau mau pindah lahan,
mereka bakar lahan disini, kalau kejar hewan untuk berburu bakar padang. Gereja melihat
bahwa ini kurang bagus. Sejak sidang sinode ke-36 di Karita GKS sudah mulai berbicara
mengenai hal itu”.9
Pembahasan mengenai permasalahan lingkungan ini dilatar belakangi oleh
kebiasaan-kebiasaan masyarakat Sumba membakar padang dan hutan untuk alasan-alasan
sederhana, seperti yang telah dikemukakan diatas karena hal ini menyebabkan banyak
masalah, seperti kekeringan dan api yang merambat menyebabkan kebakaran yang lebih
besar di mana semua tanaman dan pohon-pohon di padang dan hutan ikut terbakar.10
3.5 Kepedulian GKS Terhadap Lingkungan Hidup
Pembahasan mengenai masalah lingkungan merupakan suatu pembahasan yang
penting dan serius di pulau Sumba. Terutama ketika pulau Sumba sering mengalami
kekeringan akibat kemarau panjang yang mengakibatkan angka kemiskinan semakin
meningkat. Selain itu, ada masalah baru juga yang muncul seperti masalah tambang emas
yang dilakukan di gunung Wanggameti Sumba Timur. Berdasarkan masalah-masalah ini,
gereja dalam hal ini GKS juga turut mengambil bagian dalam membahas masalah lingkungan
hidup yang terjadi ini secara serius. Pembahasan ini diangkat pada persidangan sinode ke-40
di Parewatana tahun 2010, seperti yang dikatakan oleh ketua umum sinode GKS, bapak
Alfred Djama Samani.
Kita mulai membahas itu secara serius pada persidangan ke-40 di Parewatana dengan
mengeluarkan surat pengembalaan terkait dengan posisi GKS dan lingkungan. Dan pada
waktu itu kita sempat berlawanan juga dengan pemerintah, terkait masalah tambang mas di
9 Wawancara dengan bapak Yulius Rory Teofilus, koordinator bidang kesaksian dan pelayanan, kantor
Sinode, 26 Oktober 2015, pukul 10:20 Wita. 10
Wawancara dengan bapak Yulius Rory Teofilus, koordinator bidang kesaksian dan pelayanan, kantor
Sinode, 26 Oktober 2015, pukul 10:20 Wita.
67
Wanggameti. Sehingga pada waktu itu dikeluarkan surat dan kita tetapkan bulan Agustus
sebagai bulan lingkungan hidup.11
Pembahasan serius ini diikuti dengan penetapan bulan Agustus sebagai bulan
lingkungan hidup. Penetapan bulan lingkungan ini disertai dengan pembuatan bahan khotbah
dan bahan PA tentang lingkungan selama satu bulan untuk menolong jemaat menyadari
pentingnya menjaga dan memelihara lingkungan hidup.12
Hal ini juga diakui oleh ibu Pdt.
Marlin Lomi selaku sekretaris umum sinode.
Secara sinode, dalam rangka pelestarian lingkungan dalam setiap pertemuan kita
menjadikanhal itu pembahasan tapi juga kita pernah membuat di bulan keluarga khotbah
yang bertemakan lingkungan, itu pada bulan oktober. Kalau tidak salah tahun lalu.13
Tetapi menurut beliau menjadikan bulan Agustus sebagai bulan lingkungan hidup
bagi warga Sumba sebenarnya kurang cocok, karena pada bulan itu, musim kekeringan
sedang mencapai puncak. Sehingga pada bulan Agustus itu hanya berupa himbauan,
sedangkan aksi nyatanya baru dilakukan pada bulan November yakni pada saat hujan mulai
turun.14
Secara sinodal, program-program kerja yang akan dilakukan selain dibahas dalam
persidangan sinode, hal itu dibahas dan diputuskan juga dalam Rapat Tahunan. Hal ini
dilakukan, mengingat sidang sinode GKS dilakukan dalam 4 tahun sekali, sedangkan dalam
proses pelaksanaan program mengalami banyak perkembangan ataupun perubahan. Karena
itulah ada rapat tahunan juga yang dilakukan oleh perangkat sinode. Sehingga melalui rapat
11
Wawancara dengan pak Alfred Djama Samany, ketua umum sinode GKS, kantor sinode, 29 Oktober 2015,
pukul 09.30 Wita. 12
Wawancara dengan pak Alfred Djama Samany, ketua umum sinode GKS, kantor sinode, 29 Oktober 2015,
pukul 09.30 Wita. 13
Wawancara dengan ibu Marlin Lomi, sekretaris umum GKS, kantor sinode 26 Oktober 2015, pukul 11.00
Wita.
14
Wawancara dengan ibu Marlin Lomi, sekretaris umum GKS, kantor sinode 26 Oktober 2015, pukul 11.00
Wita.
68
tahunan ini, setiap bidang dan komisi yang ada di sinode akan melaporkan hasil pelaksanaan
kegiatan yang dilakukan. Pada rapat tahunan ini juga dilakukan evaluasi terhadap setiap
kegiatan yang telah dilakukan sekaligus juga penetapan kembali program-program kegiatan
apa yang akan dilakukan dalam 1 tahun ke depannya.15
Di sinode GKS, dalam struktur organisasinya, terdapat 4 bidang yang akan
mengatur setiap program-program pelayanan yang ada. Ada pun bidang-bidang tersebut
yakni, bidang Organisasi dan Ketenagaan (ORTEG), bidang Kesaksian dan Pelayanan
(KESPEL), bidang Bimbingan dan Latihan (BINLAT) dan bidang Penelitian dan
Pengembangan. Sedangkan komisi-komisinya antara lain, komisi Anak/Remaja, komisi
Pemuda dan komisi Perempuan. Berbagai pembahasan dalam sidang sinode menghasil
keputusan-keputusan sinode yang kemudian dijabarkan dalam berbagai program-program
kerja GKS. Semua program kerja itu termuat dalam Garis-Garis Besar Kebijakan Umum
(GBKU) GKS.16
GBKU ini mejadi patokan bagi semua program kegiatan yang dilakukan.
GBKU sendiri dirancang atas dasar keputusan sinode yang menunjuk dan memilih
panitia penyusun untuk merancang dan menyusun GBKU. Panitia ini kemudian melaporkan
kepada sidang I Majelis Sinode GKS untuk ditetapkan menjadi GBKU GKS, seperti yang
terbaru misalnya, periode 2014-2018.
Selain itu, dalam pembahasan sidang sinode ke-41 di Ramuk tahun lalu, salah satu
isu aktual yang dibahas adalah masalah lingkungan hidup. Pembahasan lingkungan hidup
dilihat sebagai masalah yang serius, mengingat bahwa lingkungan hidup yang baik, bersih,
dan sehat sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Tetapi dalam kenyataannya
15
Wawancara dengan ibu Marlin Lomi, Sekretaris Umum GKS, kantor Sinode, 26 Oktober 2015, pukul
11.00 Wita. 16
Majelis Sinode GKS.Garis-Garis Besar Kebijakan Umum Tahun 2014-2018. BPMS GKS. (Waingapu:
2014), 24.
69
terjadi pengrusakan lingkungan hidup yang besar, sebagai akibat ladang berpindah,
pembakaran hutan, illegal loging, eksplorasi dan eksploitasi hutan. Selain itu, kurangnya juga
kesadaran mengenai gerakan reboisasi. Karena itu dengan memperhatikan keputusan sidang
Majelis Sinode II, pasal 24 tentang pemberdayaan lingkungan hidup serta sidang Majelis V,
pasal 16 tentang lanjutan monitoring kegiatan lingkungan maka, sidang sinode GKS
memutuskan bahwa:17
1. BPMS tetap menjalin kerjasama dengan Dinas Kemakmuran dan LSM yang bergerak
di bidang kelestarian lingkungan hidup serta mempercayakan kepada jemaat melalui
BPMS GKS terkait pengadaan tanaman umur panjang
2. Menyerukan kepada jemaat untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup dengan
reboisasi dan pemanfaatan lahan tidur.
3. Membangun pemahaman bersama melalui seminar, khotbah, katekisasi, PART/PKS.
Kemudian, dalam persidangan sinode yang lalu GKS juga secara khusus membahas
tentang sikap GKS terhadap eksploitasi hutan. Persidangan sinode tersebut melihat bahwa
perlunya sikap nyata dari GKS untuk menyikapi masalah eksplorasi dan eksplotasi yang
berdampak pada lingkungan. Pada sidang Sinode II BPMS ditugaskan untuk mengeluarkan
himbauan kepada PEMDA, DPRD, Gubernur, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri
Pertambangan dan Energi. Karena itu, sidang sinode ke-41 GKS memutuskan:
1. Memberi tugas kepada BPMS GKS untuk terus menyuarakan dan mendesak PEMDA
untuk mencabut surat ijin eksploitasi sesegera mungkin.
2. Majelis jemaat dan BPMJ terus melakukan pendampingan pastoral bagi jemaat dan
masyarakat yang berada di sekitar area pertambangan.
17
Daftar keputusan Sidang Sinode ke-41 GKS. Sinode GKS. Ramuk, 15-22 Juli 2014.
70
Daftar-daftar keputusan ini juga yang akan lebih menguatkan program yang sudah
dirancang dalam GBKU. Oleh karena itu, daftar keputusan ini juga dikirimkan kepada klasis-
klasis dan jemaat-jemaat disamping sudah ada perutusan dalam persidangan sinode. Hal ini
penting, agar apa yang belum jelas dari yang disampaikan oleh perutusan, dapat diperjelas
kembali melalui daftar-daftar keputusan sinode.
Selanjutnya, Bidang yang menangani masalah lingkungan hidup pada aras sinode
adalah bidang Kesaksian dan Pelayanan. Secara keseluruhan, bidang ini bertugas untuk
meningkatkan mutu kehidupan dalam berbagai bidang kehidupan seperti (sosial, ekonomi,
pendidikan dan kesehatan). Adapun rancangan kegiatan yang disusun oleh bidang Kesaksian
dan Pelayanan untuk periode 2014-2018 antara lain sebagai berikut:18
Tabel 3.8, Tabel Program Kerja Bidang KESPEL
No. Program Kegiatan Jem Kls Sin
1
Pemberdayaan
ekonomi
Pelatihan dan pemberdayaan
kelompok tani dan nelayan
s
s
Pelatihan dan pemberdayaan
kelompok wira usahan kecil
Pelatihan dan pemberdayaan
kelompok pengrajin
2
Pemberdayaan
Pelayanan obat
Pelatihan tenaga medis (kader
18
Majelis Sinode GKS.Garis-Garis Besar Kebijakan Umum Tahun 2014-2018. BPMS GKS. (Waingapu:
2014), 27-28.
71
kesehatan masyarakat posyandu, dll)
Pelayanan kesehatan ibu dan anak
3
Pemberdayaan
bidang pendidikan
Pengembangan kompetensi dan
kualifikasi tenaga pendidikan
Pengembangan kesadaran tentang
mutu pendidikan
Kunjungan BPMJ, BPMK, BPMS
secara berkala ke semua sekolah
Yapmas
Pengadaan buku sekolah melalui
unit usaha GKS
Penyediaan perpustakaan keliling
oleh TB GKS
Pengembangan Pendidikan Anak
Usia Dini
Pengembangan Pusan Pembinaan
Anak (PPA)
4
Pemeliharaan dan
Pelestarian
lingkungan
Pemanfaatan lahan gereja
Sosialisasi hutan keluarga
Pemeliharaan dan pelestarian
sumber air
Pelatihan pembibitan anakan bagi
warga jemaat
72
5
Penyadaran bahaya
narkoba, HIV/AIDS
Pembinaan keluarga tentang bahaya
narkoba dan HIV/AIDS
Pembinaan generasi muda tentang
bahaya narkoba dan HIV/AIDS
6
Penanggulangan
bencana
Survey lokasi/sasaran bencana alam
Penyiapan panduan penanggulangan
bencana
Aksi penanggulangan bencana
Pelayanan pasca bencana
7 KDRT Pelaksanaan program terapan
8 Kesetaraan Gender Partisipasi yang meningkat dalam
peran gender masyarakat
Sumber:Garis-Garis Besar Kebijakan Umum GKS Tahun 2014-2018.
Keterangan:
Jem: Jemaat, Kls: Klasis, Sin: Sinode. Tanda kotak hitam pada kolom jemaat, klasis atau
pun sinode menunjukkan bahwa kegiatan itu dilakukan di semua aras, baik di jemaat,
klasis, maupun sinode. Jika kotak hitam hanya ada pada salah satu kolom, hal itu berarti
kegiatan tersebut hanya di lakukan di aras sinode saja atau pun di jemaat saja.
Berdasarkan tabel program dari bidang KESPEL ini, menunjukkan bahwa sudah
ada program-program yang sedang diusahakan dan dijalankan oleh GKS dalam rangka
memelihara dan melestarikan lingkungan hidup. Hal ini diakui juga oleh koordinator dari
bidang ini Pak Rory, bahwa untuk mewujudkan program-program kerja ini, bidang KESPEL
73
sinode GKS telah menjalin kerja sama dengan pemerintah yakni dinas kehutanan dan
pertanian untuk pengadaan bibit atau pun anakan pohon dalam rangka reboisasi atau
penghijaun.
“Program sinode sasarannya adalah jemaat. Jadi, kita tetap melakukan fungsi monitoring
dan evaluasi oleh sinode GKS tetapi basisnya ada di jemaat, sasarannya adalah jemaat.
Warga jemaat dengan hutan keluarga atau pun hutan gereja yang memakai manfaat lahan.
Tidak harus sinode terus-menerus, kan ada majelis jemaat. Mereka langsung bertemu
dengan masyarakat, bukan sekali-sekali saja. Karena ada 4 kabupaten ini yang harus kita
lihat. Sasarannya tetap pada warga jemaat melalui pintu jemaat”19
Pada beberapa tahun terakhir ini, ada sebuah program dari bidang KESPEL yang
cukup menolong jemaat dalam mengembangkan kesadaran tentang kepedulian terhadap
lingkungan. Program itu adalah hutan gereja, kemudian berkembang menjadi hutan keluarga.
Pengembangan hutan gereja dan hutan keluarga ini bermula dari program pemerintah
kabupaten Sumba Timur yang mencanangkan hutan rakyat. Hal ini disampaikan oleh bapak
Ketua Umum Sinode GKS.20
Ketika pemerintah mencanangkan program ini, gereja dalam hal ini GKS melihat
ide ini sebagai ide yang sangat baik untuk dikembangkan dalam kontekskehidupan bergereja.
Hal ini sekaligus sebagai bentuk dukungan gereja terhadap usaha pemerintah untuk
mengembangkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya memperhatikan lingkungan
hidup dengan cara menanam pohon-pohon umur panjang. Namun, GKS kemudian membuat
itu lebih spesifik menjadi hutan gereja dan hutan keluarga.21
Sejauh ini, kerja sama di antara pemerintah dan GKS masih terus berlangsung dan
cukup berhasil. Di samping itu, melalui program sinode, pemerintah juga bisa menyalurkan
19
Wawancara dengan Pak Yulius Rory Teofilus, koordinator bidang kesaksian dan pelayanan, kantor Sinode, 26 Oktober 2015, pukul 10:20 Wita.
20 Wawancara dengan pak Alfred Djama Samani, ketua umum sinode GKS, kantor sinode, 29 Oktober 2015,
pukul 09.30 Wita. 21
Wawancara dengan pak Alfred Djama Samani, ketua umum sinode GKS, kantor sinode, 29 Oktober 2015,
pukul 09.30 Wita.
74
bantuan lain kepada masyarakat seperti padat karya terhadap masyarakat miskin, terutama
pada musim kering seperti sekarang ini. Pada musim kemarau seperti ini, banyak masyarakat
yang kekurangan bahan makanan karena lahan mereka kering dan mengakibatkan gagal
panen, sehingga melalui program ini, masyarakat mendapat bantuan.22
Hasil dari kerja sama ini, dirasakan oleh salah satu jemaat yang sudah menjadi
trand center dalam menjalankan hutan keluarga yakni jemaat Tangga Madita. Jemaat ini
sudah memperoleh hasil yang cukup memuaskan dari hasil tanaman pohon-pohon produktif
yang sudah dilakukan selama ini. Menurut ibu sekum, yang juga merupakan pendeta di
jemaat ini, sudah ada 50 buah rumah yang berdiri sebagai hasil dari pohon yang ditanam
sendiri oleh warga jemaat. Program ini sangat membantu warga jemaat untuk melakukan
pelestarian lingkunga hidup. Karena dengan adanya pohon-pohon di sekitar rumah akan
membuat udara lebih sejuk dan tidak terlalu panas. Selain itu juga, hutan keluarga ini sangat
menolong warga jemaat dalam pengadaan kayu untuk kebutuhan pembangunan rumah
mereka, sekaligus juga meningkatkan ekonomi keluarga ketika hasil pohon itu bisa dijual.
Sehingga hal ini sangat membantu warga jemaat dan mempengaruhi masyarakat umum juga
untuk menyadari pentingnya menanam pohon-pohon produktif.23
Lebih lanjut, ibu Marlin Lomi menjelaskan bahwa untuk mencapai hasil ini
bukanlah perkara yang mudah. Karena untuk melakukan penyadaran terhadap warga jemaat
membutuhkan kesabaran yang lebih dan juga ketekunan. Menurutnya, warga jemaat Tangga
Madita mencapai hasil seperti sekarang ini membutuhkan waktu 5-8 tahun. Itu pun karena
warga jemaat melihat bukti yang dihasilkan oleh beberapa orang yang mempraktekkan hutan
22
Wawancara dengan Pak Yulius Rory Teofilus, koordinator bidang kesaksian dan pelayanan, kantor
Sinode, 26 Oktober 2015, pukul 10:20 Wita. 23
Wawancara dengan ibu Marlin Lomi, sekretaris umum GKS, kantor sinode 26 Oktober 2015, pukul 11.00
Wita.
75
keluarga ini. Sehingga sekarang ini, hampir semua warga jemaat sudah melakukan
penanaman pohon-pohon produktif di sekitar rumah-rumah mereka.24
3.6 Faktor Pendukung tentang Kepedulian GKS terhadap Lingkungan Hidup
Berdasarkan percakapan yang dilakukan dengan bapak dan ibu perangkat sinode
GKS, adapun faktor pendukung tentang kepedulian GKS terhadap lingkungan hidup, antara
lain:
a. Kerja sama dengan pemerintah. Hal ini sangat menolong GKS dalam pengadaan bibit
atau pun anakan pohon-pohon yang diperlukan seperti cendana, Mahoni, Gamalina
dan beberapa tanaman umur panjang lain. Selain itu, melalui kerja sama dengan
pemerintah GKS juga dapat secara bersama melakukan sosialisasi atau pun berdiskusi
melalui forum resmi atau pun tidak resmi, seperti mengenai program STBM (Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat) terkait dengan kebersihan. Program ini menolong
masyarakat tentang pentingnya memiliki WC. Karena di Sumba, khususnya di
pedesaan masih banyak masyarakat yang tidak memiliki WC.25
b. Ketersediaan lahan atau lokasi. Sumba merupakan wilayah yang cukup luas dan
sampai saat ini masih tersedia lahan kosong untuk melakukan penghijauan. Kondisi
ini sebenarnya sangat baik untuk terus mengembangkan baik, hutan rakyat, hutan
gereja maupun hutan kelaurga.26
Hal ini juga didukung oleh pendapat ibu sekum
24
Wawancara dengan ibu Marlin Lomi, sekretaris umum GKS, kantor sinode 26 Oktober 2015, pukul 11.00
Wita. 25
Wawancara dengan Pak Yulius Rory Teofilus, koordinator bidang kesaksian dan pelayanan, kantor
Sinode, 26 Oktober 2015, pukul 10:20 Wita. 26
Wawancara dengan Pak Alfred Djama Samani, ketua umum sinode GKS, kantor sinode, 29 Oktober 2015,
pukul 09.30 Wita.
76
bahwa setiap orang Sumba pasti memiliki halaman yang cukup di sekitar rumah untuk
ditanami beberapa pohon umur panjang.27
c. Adanya upaya menggunakan cara yang baru untuk membangun rumah dengan
menggunakan baja ringan. Sehingga penebangan kayu untuk kebutuhan pembangunan
diminimalisir.
d. Dasar Alkitabiah. Seruan-seruan melalui mimbar dan bahan-bahan PA dapat menjadi
pendorong bagi jemaat untuk menyadari pentingnya memperhatikan lingkungan.
Karena Tuhan sudah perintahkan dalam firman-Nya. Misalnya, dalam kebersihan
lingkungan, tidak boleh BAB sembarangantertulis dalam Ulangan 23:12-13 yang
berisi perintah Tuhan kepada Israel saat mereka berada di padang gurun.28
3.7 Faktor-faktor Penghambat Kepedulian GKS terhadap Lingkungan Hidup
Selain faktor-faktor pendukung, terdapat juga faktor-faktor penghambat dari
kepedulian GKS terhadap lingkungan hidup, antara lain sebagai berikut:
a. Kebiasaan orang-orang Sumba membakar padang. Hal ini merupakan kebiasaan yang
sudah menjadi budaya, karena setiap tahun masyarakat Sumba khususnya Sumba
Timur selalu membakar padang. Menurut semua perangkat sinode yang penulis
wawancarai tingkat pembakaran padang dan hutan dari bulan Agustus lalu hingga
sekarang terus meningkat. Bahkan taman Nasional pun ikut terbakar, sehingga
mengakibatkan semua tanaman pun mati. Apalagi dengan keadaan Sumba saat ini
yang belum hujan. Kebiasaan ini, sangat memperparah cuaca sehingga semakin panas.
27
Wawancara dengan ibu Marlin Lomi, sekretaris umum GKS, kantor sinode 26 Oktober 2015, pukul 11.00
Wita. 28
Wawancara dengan Pak Yulius Rory Teofilus, koordinator bidang kesaksian dan pelayanan, kantor
Sinode, 26 Oktober 2015, pukul 10:20 Wita.
77
b. Kesadaran jemaat yang masih sangat rendah mengenai pentingnya memperhatikan dan
melestarikan lingkungan hidup. Keadaan ini juga semakin memperparah keberadaan
hutan yang ada, karena masyarakat hanya mau menebang dan memakai sumber daya
alam tetapi tidak mau mengembangkan dan melakukan pembangunan berkelanjutan.
Contoh, ketika terjadi kebakaran, ketika kita lewat, kita lihat ada terbakar kita tidak
turun padamkan api tidak. Kita berpikirkan kan ada polhut (polisi hutan) mereka
yang harus padamkan ini. Tapi kalau ini semua punya pikiran yang sama dan merasa
itu adalah tanggung jawab bersama siapa pun pasti akan pedulikan. Sangat berbeda
sekali pola pikir kita dengan orang Barat, kalau orang Barat mereka tidak mau tahu
ini tugasnya siapa, semua bertanggung jawab. Kalau kita, sering saling menunggu
dan tidak merasa memiliki.
Kurangnya kesadaran jemaat juga mempengaruhi kemauan mereka untuk menanam
pohon apalagi memelihara. Mungkin untuk menanam saja tidak terlalu sulit tetapi
proses pemeliharaan tanaman itu terkadang yang sulit bagi jemaat.
Selain itu, sikap acuh mereka yang sangat memprihatinkan ketika gereja sudah
berusaha menjalin kerja sama dengan pemerintah tetapi ketika anakan itu sudah
tersedia, mereka sama sekali tidak mempedulikan. Bahkan sampai anakan itu diantar
ke rumah-rumah mereka juga tidak memiliki respon yang positif, malah mereka
bertanya: itu apa?
Sikap seperti ini juga membuat gereja cukup kesulitan untuk mengajar dan
menyadarkan jemaat. Seolah-olah jemaat masih merasa asing dengan apa yang
diusahakan gereja.
c. Pengaruh iklim yang tidak menentu.
Kita boleh menanam kalau kemarau panjang akan jadi soal, kita boleh menanam tapi
kalau juga tingkat pembakarannya tinggi, pembakaran hutannya, ini juga jadi soal.
Tapi kalau pembakaran padang dan hutan ada dua, bisa disebabkan oleh manusia,
tapi bisa juga oleh alam. Maksudnya begini, terlalu panas bumi ini tinggi gesekan
kayu dan batu saja bisa jadi api. Contoh: kemarin kita pulang dari Ramuk, masa ada
di gunung tertinggi bisa ada asap. Tidak mungkin ada orang yang membakar itu!
berdasarkan hasil pembicaraan dengan masyarakat juga seperti itu. Tidak ada orang
yang bakar tapi karena panas bumi tinggi, jadi gesekan batu dan kayu bisa jadi api.29
29
Wawancara dengan ibu Marlin Lomi, sekretaris umum GKS, kantor sinode 26 Oktober 2015, pukul 11.00
Wita.
78
Ketika warga jemaat memiliki semangat untuk menanam tetapi kesediaan air terbatas,
bahkan untuk kebutuhan pokok seperti masak dan mandi saja susah bagaimana
mungkin mereka masih berpikir untuk menyiram pohon?
d. Karakter warga jemaat yang hanya menginginkan sesuatu yang instan. Hal ini sangat
nampak melalui tindakan mereka yang menjual pohon yang mereka sudah tanam
dengan harga yang sangat murah karena urusan mendadak, sedangkan mereka harus
tetap memelihara pohon itu sampai waktunya pembeli mau menebangnya. Mereka
yang berusaha keras menanam dan memelihara tetapi mereka tidak menikmati hasil
yang memuaskan. Fenomena ini juga yang merisaukan para pelayan GKS saat ini.
e. Ketidak tertiban hewan peliharaan. Sumba dikenal dengan sebutan sandlewood karena
di pulau ini ada banyak hewan peliharaan, seperti: kuda, sapi, kerbau, kambing dan
seterusnya. Banyaknya hewan peliharaan menjadi salah satu penyebab utama mengapa
banyak warga jemaat malas untuk menanam pohon. Karena ketika mereka menanam,
dan tanaman itu mulai tumbuh dan dirawat dengan baik, namun ketika ada hewan yang
merusakkannya maka itu akan melemahkan kembali semangat warga jemaat untuk
memperhatikan lingkungan. Seperti yang terjadi di salah satu jemaat yakni jemaat
Nggongi, meskipun pagar yang dibuat dua sampai tiga lapis, hewan-hewan tetap bisa
merubuhkan pagar tersebut dan merusak segala tanaman yang ada di kebun. Sehingga
ini juga menjadi salah satu tantangan besar yang dihadapi.
79
f. Situasi real di Sumba di mana kondisi hutan tinggal 6-8% (terkait dengan penebangan
liar, pembakaran hutan/padang, sistem perladangan berpindah, dan lain-lain).30
Hal-hal ini merupakan faktor-faktor penghambat yang sampaikan oleh perangkat
sinode. Namun, sebenarnya ada factor penghambat lain yang lebih utama yang tidak diungkapkan
oleh para perangkat sinode namun termuat dalam GBKU GKS, di mana hal ini merupakan
penghambat utama, adalah sebagai berikut:
1. Pendasaran teologis yang belum dibangun terkait dengan peran gereja dalam menjaga
integritas ciptaan.31
Masalah ini juga merupakan masalah serius dan sangat mendasar
yang dihadapi GKS. Mengingat GKS merupakan salah satu lembaga keagamaan. Jika
dasar teologisnya belum jelas, maka GKS juga akan kesulitan menolong warganya
untuk memahami apa artinya lingkungan hidup bagi kehidupan mereka dan apa alasan
paling penting lingkungan hidup harus dilindungi dan dilestarikan.
2. Upaya konkrit gereja dalam pengelolaan Sumber Daya Alam dan Ekologi yang masih
sangat terbatas. Gereja masih terpaku pada penghijauan dan belum memperhatikan
aspek sumber daya alam yang lain. Sehingga hal ini juga mempengaruhi dalam
perencanaan program kegiatan yang terkait dengan lingkungan hidup.32
3.8 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis menemukan bahwa kepedulian GKS
terhadap lingkungan sudah ada. Hal itu terbukti dari pembahasan sidang sinode yang sudah
30
Majelis Sinode GKS. Garis-Garis Besar Kebijakan Umum Tahun 2014-2018. BPMS GKS. (Waingapu:
2014), 19. 31
Majelis Sinode GKS. Garis-Garis Besar Kebijakan Umum Tahun 2014-2018. BPMS GKS. (Waingapu:
2014), hal. 18. 32
Ibid., 18.
80
memasukkan masalah lingkungan hidup menjadi salah satu pembahasan penting. Meski pun
pembahasan serius ini kesannya terlambat karena lingkungan hidup sudah mengalami
masalah dan kerusakan khususnya mengenai tambang. Tetapi dengan melihat semangat GKS
dalam mengupayakan kelestarian lingkungan hidup melalui penghijauan merupakan suatu
langkah awal yang sangat baik.
Namun, di tengah semangat tinggi yang dimiliki GKS tidak terlepas dari berbagai
tantangan-tantangan yang dihadapi. Tantangan-tantangan ini tidaklah dengan mudah untuk
diatasi karena menyangkut karakter dan kesadaran pribadi. Di mana masih banyak
masyarakat Sumba yang belum menyadari tentang pentingnya memelihara lingkungan hidup
dengan terus melakukan pembakaran hutan, penebangan liar dan lain-lain. Untuk itu, di
dalam pembahasan selanjutnya penulis akan membahas lebih jauh mengenai bentuk
kepedulian GKS ini terhadap lingkungan hidup disertai dengan analisa-analisa kritis
berdasarkan teori yang ada di bab 2.