bab 24

16
BAB 24 PAJAK PENGHASILAN RUANG LINGKUP 24.1 Bab ini mengatur akuntansi untuk pajak penghasilan. Pajak penghasilan badan diatur dalam Undang – undang No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Pajak penghasilan badan adalah jumlah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak badan usaha sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. Ada keterkaitan antara pajak dan akuntansi bagi entitas ber-SAK ETAP: a. Laba/ Rugi Versi Etap. Besarnya utang pajak berangkat dari perhitungan laba/rugi yang disusun secara akuntansi. b. Koreksi Positif/ Negatif.

Upload: nurul-hilal

Post on 02-Feb-2016

229 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Bab ini mengatur akuntansi untuk pajak penghasilan.• Pajak penghasilan badan diatur dalam Undang – undang No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Pajak penghasilan badan adalah jumlah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak badan usaha sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak.

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 24

BAB 24

PAJAK PENGHASILAN

RUANG LINGKUP

24.1 Bab ini mengatur akuntansi untuk pajak penghasilan.

Pajak penghasilan badan diatur dalam Undang – undang No. 36 tahun 2008 tentang

Pajak Penghasilan. Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek

pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Pajak

penghasilan badan adalah jumlah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak badan

usaha sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku atas penghasilan yang

diterima atau diperoleh dalam tahun pajak.

Ada keterkaitan antara pajak dan akuntansi bagi entitas ber-SAK ETAP:

a.Laba/ Rugi Versi Etap.

Besarnya utang pajak berangkat dari perhitungan laba/rugi yang disusun secara

akuntansi.

b. Koreksi Positif/ Negatif.

Wajib Pajak diwajibkan untuk melakukan penyesuaian/ koreksi positif/ negatif atas

laporan keuangan versi akuntansi sesuai dengan ketentuan UU Pajak Penghasilan.

Koreksi Positif merupakan koreksi atau penyesuaian yang mengakibatkan

penghasilan kena pajak atau laba fiskal meningkat. Sedangkan koreksi negatif

merupakan penyesuaian atau koreksi yang mengakibatkan penurunan penghasilan

kena pajak atau laba fiskal.

Page 2: BAB 24

c.Laba/ Rugi versi Fiskal.

Setelah dilakukan penyesuaian atau koreksi, kemudian wajib pajak melakukan

perhitungan berapakah laba/ rugi fiskal untuk menentukan berapa pajak penghasilan

terutang. Apabila dalam tahun pajak berjalan wajib pajak telah melakukan

pengangsuran pembayaran pajak melalui pihak ketiga maka angsuran tersebut dapat

mengurangi PPh Badan yang terutang. Sehingga dapat ditentukan berpa kurang/ lebih

bayarnya.

Apabila akuntansi memberikan kemudahan, begitu pula dengan perpajakan yang

mengatur kriteria sendiri tentang entitas yang tergolong kecil dan menengah yang

kriterianya tidak sama persis seperti pada SAK ETAP. Dalam ketentuan perpajakan

bagi entitas yang memiliki omzet <4,8 Milyar untuk perhitungan tarif telah diatur

berdasan PP 46 yang sifatnya final, dan untuk PPh Badannya mendaptkan fasilitas

sebesar 50% (Lima Puluh Persen) atau sebesar 12,5%.

24.2 Untuk tujuan ini, pajak penghasilan termasuk seluruh pajak domestik dan luar negeri

sebagai dasar penghasilan kena pajak. Pajak penghasilan juga termasuk pajak, misalnya

pemungutan dan pemotongan pajak, yang terutang oleh entitas anak, entitas asosiasi atau

joint venture atas distribusi ke entitas pelapor.

Berdasarkan UU PPh, yaitu pasal 31E dimana peredaran Bruto yang dimaksud dalam

Pasal 31E UU PPh merupakan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan

usaha sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih , dan memelihara

penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari Luar Indonesia, meliputi:

Page 3: BAB 24

a. Penghasilan yang dikenai PPh bersifat Final

b. Penghasilan yang dikenai PPh yang bersifat tidak Final

c. Penghasilan yang dikecualikan dari Objek Pajak.

Bunyi dari pasal 31E UU PPh:

“(1) Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp

50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan

tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17

ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian

peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta

rupiah).

(2) Besarnya bagian peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

dinaikkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.”

PENGAKUAN DAN PENGUKURAN

24.3 Entitas harus mengakui kewajiban atas seluruh pajak penghasilan periode berjalan dan

periode sebelumnya yang belum dibayar. Jika jumlah yang telah dibayar untuk periode

berjalan dan periode sebelumnya melebihi jumlah yang terutang untuk periode tersebut,

entitas harus mengakui kelebihan tersebut sebagai aset.

Dalam hal mengatur pajak penghasilan, SAK-ETAP menggunakan konsep pajak

terutang. SAK-ETAP mengakui beban pajak penghasilan untuk tahun berjalan sebesar

kewajiban pajak periode berjalan dan periode sebelumnya yang belum dibayar. Jika

jumlah yang telah dibayar untuk periode berjalan dan periode sebelumnya melebihi

jumlah yang terutang untuk periode tersebut, entitas harus mengakui kelebihan tersebut

Page 4: BAB 24

sebagai aset, yaitu PPh lebih bayar. Dan ini berbeda dengan SAK IFRS yang

menggunakan konsep pajak tangguhan, dimana beban pajak penghasilan perusahaan

tidak hanya berupa jumlah seluruh pajak penghasilan periode berjalan, dan periode

sebelumnya yang belum dibayar, tetapi juga termasuk pajak tangguhan.

PENGUNGKAPAN

24.4 Entitas harus mengungkapkan secara terpisah komponen-komponen utama beban pajak

penghasilan.

DISKUSI

Perlakuan Pajak atas Perusahaan Daerah Air Minum

Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata cara

Perpajakkan dan Undang- Undangg No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, PDAM A

tergolong sebagai subjek pajak dalam negeri dan wajib pajak badan. Selain itu PDAM A wajib

menghitung, menyetor dan melaporkan jumlah pajak yang terhutang atas penghasilan yang

diterimanya pada negara seperti perusahaan publik lainnya. Adapun rinciannya sebagai berikut :

Menghitung Pajak Penghasilan

PDAM A tergolong sebagai usaha kecil menengah sehingga menggunakan SAK ETAP

sebagai pedoman pembuatan laporan keuangan tetapi jika dilihat dari jumlah pendapatan

yang dihasilkan dalam suatu periode melebihi Rp 4.800.000.000 sehingga dalam

perhitungan pajak penghasilan terhutangnya menggunakan dasar hukum UU No. 36 Tahun

2008 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 17. Tarif pajak yang dikenakan atas penghasilan

Page 5: BAB 24

berseih setelah dikurangi biaya yang diakui perusahaan adalah 25 persen (%). Berikut

rincian skema perhitungan pajak penghasilan terhutang:

Pendapatan Usaha xxx

(-) Beban Usaha (xxx)

(+/-) Pendapatan (Beban) Lain-Lain xxx

= Laba (Rugi) Sebelum Pajak xxx

(*) Tarif Pajak Ps. 17 xxx

= Pajak Penghasilan Terhutang xxx

(-) Kredit Pajak (xxx)

= Pajak Penghasilan Lebih /Kurang Bayar xxx

Menyetor dan Melaporkan Pajak Penghasilan

PDAM A menyetor jumlah pajak penghasilan kurang bayar sesuai hasil perhitungan

menggunakan form Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Badan kepada Kantor Pelayanan

Pajak. PDAM A akan menerima 3 dokumen terkait penyetoran dan pelaporan tersebut,

yaitu :

a. Surat Setoran Pajak

b. Tanda Terima SPT Tahunan

c. Bukti Penerimaan Negara

Berdasarkan Undang-undang No. 34 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas UU No.18 Tahun

1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka PDAM A juga memberikan

kontribusi pajak sebesar 10 persen (%) atas pengambilan atau pemanfaatan air permukaan

dan kontribusi pajak sebesar 20% atas pemanfaat atau pengambilan air tanah.

Page 6: BAB 24

Pajak Penghasilan PDAM

PDAM merupakan subjek pajak dalam negeri dengan Nomor Pokok Wajib Pajak. Selain

merupakan subjek pajak PDAM juga tergolong sebagai wajib pajak badan yang mengakui

kewajiban pajaknya atas penghasilan yang diperoleh sebagai pendapatan air dan non air.

Atas pendapatan dan beban baik yang diperoleh dari usaha maupun non usaha tersebut maka

PDAM A menghitung pajak penghasilan terhutang yang didasarkan pada penghasilan neto

sebesar Rp 485.071.820. Berdasarkan Laporan Laba Rugi ditunjukkan bahwa pajak

penghasilan terhutang PDAM A sebesar Rp 61.787.949. Didukung oleh data Surat Setoran

Pajak PDAM A telah melunasi pajak penghasilan terhutang dengan setoran sebesar Rp

61.788.000.

Pajak Penghasilan PDAM

Jika dilihat dari deskripsi data maka dapat dihitung beban penyusutan aset tetap PDAM A

sebagai berikut.

Berdasarkan beban penyusutan tersebut maka terdapat perubahan total beban usaha menjadi

Rp 5.120.222.549 yang sebelumnya adalah sebesar Rp 5.007.878.521. Terdapat kenaikan

beban penyusutan sebesar Rp 112.344.028. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan tarif

penyusutan secara komersial dan fiskal. Berikut adalah koreksi fiskal sesuai perubahan beban

usaha tersebut.

Page 7: BAB 24

Koreksi fiskal tersebut menunjukkan bahwa terdapat selisih penghasilan kena pajak secara

komersial yaitu sebesar Rp 575.716.420 dan fiskal yaitu Rp 372.727.792. Hal ini juga

menunjukkan ada selisih sebesar Rp 202.988.628. Selisih tersebut timbul atas koreksi

negatif sebesar Rp 202.988.628 yang terdiri atas koreksi negatif atas kenaikan beban

penyusutan sebesar Rp 112.344.029 dan pendapatan bunga deposito sebesar Rp

90.644.599. Atas penghasilan kena pajak secara fiskal tersebut maka berikut perhitungan

pajak penghasilan terhutang.

Pendapatan usaha PDAM A pada tahun 2013 menunjukkan Rp 5.492.950.341. Hal ini

berarti pendapatan usaha yang dihasilkan melebihi Rp 4.800.000.000 sehingga dalam

Page 8: BAB 24

menghitung pajak penghasilan terhutang PDAM A sebagai BUMN menggunakan tarif

pasal 17 ayat 2a UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yaitu 25 %. Selain itu

PDAM A juga memperoleh fasilitas pengurang tarif 50 % sesuai dengan UU yang berlaku

yaitu pasal 31 E ayat 1 UU No. 36 tahun 2008. Pajak penghasilan terhutang PDAM sebesar

Rp 52.468.549. Jika dilihat pada tabel perhitungan pajak penghasilan maka terdapat lebih

bayar dari jumlah pajak penghasilan terhutang sebelumnya sebesar yaitu Rp 9.319.400.

Atas perhitungan pajak penghasilan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perhitungan

pajak penghasilan badan terhutang PDAM A tidak sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008

Tentang Pajak Penghasilan.

PDAM menyetor pajak penghasilan terhutang pada tanggal 29 April 2013 dengan

menggunakan Surat Setoran Pajak sebesar Rp 61.788.000. Hal ini menunjukkan bahwa

PDAM A menyetorkan pajak penghasilan terhutang sebelum batas pelaporan Surat

Pemberitahuan yaitu bulan april tahun 2014. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa

dalam menyelesaikan kewajiban menyetor pajak penghasilan terhutang PDAM A telah

sesuai dengan Undang – Undang No. 36 Tahun 2008.

PDAM A melaporkan Surat Pemberitahuan tahunan badan 2013 atas perhitungan dan

penyetoran pajak penghasilan tahun berjalan pada tanggal 28 Agustus 2014 sesuai dengan

tanda penerimaan Surat Pemberitahuan Tahunan tahun 2013. Batas waktu pelaporan Surat

Pemberitahuan tahunan badan adalah akhir bulan keempat tahun berjalan sesuai undang -

undang pajak penghasilan yang berlaku. Hal ini menunjukkan bahwa PDAM A terlambat

melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan Badan tahun 2013. Oleh karena itu dapat

disimpulkan bahwa dalam memenuhi kewajiban melaporkan terkait pajak penghasilan

PDAM A tidak seusai dengan Undang – Undang No. 36 Tahun 2008.

Page 9: BAB 24

Kesimpulan

Perhitungan pajak penghasilan terhutang PDAM A tidak sesuai dengan Undang – Undang

No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan karena pendapatan deposito tidak dikoreksi

dan terdapat perbedaan beban penyusutan secara fiskal dan komersial.

Penyetoran pajak penghasilan terhutang PDAM A sesuai Undang – Undang No. 36 Tahun

2008 Tentang Pajak Penghasilan karena disetor sebelum batas penyampaian SPT Tahunan

Badan.

Pelaporan SPT Tahunan Badan 2013 PDAM A tidak sesuai dengan Undang – Undang No.

36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan karena disetor melewati batas penyampaian SPT

Tahunan Badan yaitu april 2014.

Page 10: BAB 24

REFERENSI

SAK - Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (2009)

Paskahyati (2014). Perlakuan Akuntansi atas Pendapatan dan Pajak Penghasilan PDAM. Tax &

Accounting Review. Volume. 4, No.1.

http://www.jtanzilco.com/blog/detail/81/slug/aspek-pajak-penghasilan-bagi-entitas-ber-sak-etap

https://maskokilima.wordpress.com/2012/01/16/laporan-keuangan-berdasarkan-sak-etap-dalam-

spt-tahunan-pph/

Page 11: BAB 24

SAK – ETAP

BAB 24. PAJAK PENGHASILAN

Disusun Oleh:

NAMA : NURUL HILAL

NIM : 1401103030041

PPAkUNIVERSITAS SYIAH KUALADARUSSALAM, BANDA ACEH

2015