bab 2 tinjauan pustaka 2.1konsep diabetes mellitus …

36
7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Diabetes Mellitus 2.1.1 Definisi Diabetes Mellitus (DM) merupakan keadaan dimana terjadi gangguan metabolisme pada penderitanya yang ditandai dengan kenaikan kadar glukosa atau hiperglikemia sehingga abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan dapat menimbulkan komplikasi kronis seperti mikrovaskular, makrovaskular dan neuropati (Yuliana elin, 2009). 2.1.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus Klasifikasi DM menurut Brunner & Suddarth (2013) adalah : 1. DM tipe 1 DM tipe 1 ini ditandai adanya kerusakan pada sel-sel beta pancreas akibat proses autoimun. DM tipe 1 ini biasanya dialami < usia 30tahun. 2. DM Tipe 2 Penyebab dari DM tipe 2 ini dikarenakan berkuragnya sensitivitas tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). DM tipe 2 ini banyak menyerang pasien diatas usia 30tahun. 2.1.3 Etiologi Diabetes Mellitus Dimulai dari produksi insulin yang tidak efektif (resisten). Dimana insulin berfungsi untuk menyalurkan glukosa ke dalam sel tubuh agar dapat diubah menjadi energi. Saat insulin tidak dapat lagi memasukkan glukosa ke dalam sel maka akan terjadi peningkatan jumlah glukosa yang akhirnya akan muncul hiperglikemia. Menurut Amin & Hardhi (2015) penyebab 2 tipe utama DM sebagai berikut : 1. DM tipe 1

Upload: others

Post on 16-Nov-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Diabetes Mellitus2.1.1 Definisi

Diabetes Mellitus (DM) merupakan keadaan dimana terjadi

gangguan metabolisme pada penderitanya yang ditandai dengan

kenaikan kadar glukosa atau hiperglikemia sehingga abnormalitas

metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh

penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau

keduanya dan dapat menimbulkan komplikasi kronis seperti

mikrovaskular, makrovaskular dan neuropati (Yuliana elin, 2009). 2.1.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus

Klasifikasi DM menurut Brunner & Suddarth (2013) adalah :1. DM tipe 1

DM tipe 1 ini ditandai adanya kerusakan pada sel-sel beta

pancreas akibat proses autoimun. DM tipe 1 ini biasanya

dialami < usia 30tahun.2. DM Tipe 2

Penyebab dari DM tipe 2 ini dikarenakan berkuragnya

sensitivitas tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). DM tipe

2 ini banyak menyerang pasien diatas usia 30tahun.2.1.3 Etiologi Diabetes Mellitus

Dimulai dari produksi insulin yang tidak efektif (resisten).

Dimana insulin berfungsi untuk menyalurkan glukosa ke dalam sel

tubuh agar dapat diubah menjadi energi. Saat insulin tidak dapat

lagi memasukkan glukosa ke dalam sel maka akan terjadi

peningkatan jumlah glukosa yang akhirnya akan muncul

hiperglikemia. Menurut Amin & Hardhi (2015) penyebab 2 tipe

utama DM sebagai berikut :1. DM tipe 1

8

DM ini ditandai dengan sel-sel beta pancreas yang dihancurkan

yang disebabkan oleh :a. Faktor genetik

Penderita tidak mempunyai keturunan diabetes tipe itu

sendiri, tetapi penderita mempunyai suatu faktor

predisposisi kearah terjadinya DM tipe 1.b. Faktor imunologi

autoimun menjadi salah satu gangguan imunologi apalagi

karena disertai pembentukan sel-sel antibody antipankreatik

atau merusak sel-sel penyekresi insulin.c. Faktor lingkungan

Yang mengubah fungsi sel beta antara lain agen yang dapat

menimbulkan infeksi seperti virus atau toksin yang dapat

menyebabkan ekstruksi pada sel beta.2. DM tipe 2

DM ini disebabkan oleh sel beta yang megalami kegagalan

relative dan resistensi insulin. Faktor resiko yang berhubungan

adalah :a. Genetik

Faktor keturunan menjadi kendali penting dikarenakan

penurunan gen sewaktu dalam kandunganlebih dominan

dari ibu. Sedangkan jika saudara kandung yang menderita

DM maka resiko untuk menderita DM adalah 10% dan

90% untuk kembar identik (Diabetes UK, 2010)b. Usia

Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65

tahun sesuai dengan hasil penelitian di Negara maju

menunjukkan bahwa kelompok umur yang beresiko terkena

DM tipe 2 adalah usia 65 tahun keatas. Di Negara

berkembang kelompok umur yang beresiko menderita DM

9

tipe 2 adalah usia 46-64 tahun karena pada usi tersebut

terjadi intoleransi gula (Budhiarta dalam Sanjaya 2009).c. Obesitas

Berat badan lebih dari 90kg akan berpeluang jauh lebih

besar terkena DM dari pada yang kurang dari 90kg.

Sembilan dari sepuluh orang dengan obesitas berpotensi

untuk terserang DM karena obesitas mengakibatkan sel-sel

beta pancreas mengalami hipertropi yangakan berpengaruh

terhadap penurunan produksi insulin (Hasdianah, 2012)d. Gaya Hidup

Gaya Hidup yang berdampak pada munculnya DM

khususnya tipe 2 adalah gaya hidup yang kurang

melakukan aktivitas bergerak, konsumsi makanan yang

tinggi lemak dan rendah serat dapat dikatakan sebagai

kesalahan pola makan sehingga berdampak pada kelebihan

berat badan, yang selanjutnya dapat mengurangi sensitivitas

jaringan terhadap insulin dalam tubuh (Nidia, 2012).2.1.4 Patofisiologi Diabetes Mellitus

1. Patofisiologi DM tipe 1

Kondisi dimana penyakit autoimun yaitu sistem imunitas

menyerang dan menghancurkan sel yang memproduksi insulin

beta pankreas yang ditandai dengan ditemukannya anti insulin

dalam darah. Akhirnya, kebutuhan insulin untuk tubuh tidak

dapat terpenuhi karena adanya kekurangan sel beta pankreas

yang berfungsi memproduksi insulin (NIDDK, 2016).

2. Patofisiologi DM tipe 2

10

Kondisi ini timbul diakibatkan oleh tubuh yang tidak mampu

lagi untuk memproduksi insulin yang cukup, ditandai dengan

berkurangnya sel beta atau defisiensi insulin dan resistensi

insulin perifer (ADA, 2014). Resistensi insulin perifer ini

berarti telah terjadi kerusakan pada reseptor-reseptor insulin

dalam tubuh sehingga menyebabkan insulin menjadi kurang

keefektifannya dalam mengantar pesan-pesan biokimia menuju

sel-sel. Sehingga obat oral gagal untuk merangsang pelepasan

insulin yang memadai, akhirnya pemberian obat melalui

suntikan dapat menjadi alternatif (CDA, 2013).

11

2.1.5 PathwayDiabetes Mellitus

Reaksiautoimun

obesitas, usia,genetik

DM Tipe

2Sel beta pancreas

hancur

DM Tipe

1Sel beta pancreas

hancur Defisiensi Insulin

Anabolisme protein

pemakaian glukosa

Lipolisis ↑katabolisme protein

kerusakanpada

antibody

kekebalantubuh ↓

neuropatisensoriperifer

resikoinfeksi

klien merasatidak sakitsaat luka

ketidakseimbangannutrisi kurang darikebutuhan tubuh

Pusatlapar dan

haus

merangsang

hipotalam

Polidipsidan

polifagi

arterosklerosis

Gliserol asamlemak bebas

ketoge

nesis

ketouria

-mual, muntah-hiperventilasi

ketoasidosis

makrovaskuler mikrovaskule

r

nyeri aku

miokard infark

jantung cerebr

alpenyum

batan otak

stroke

resiko

cedera

gangguanpenglihata

n

ginjalretina

neuropati

nekrosis luka

Glycosuria

Hiperglikem

ia

osmoti

c

diuresis

poliuri

a

dehidra

si

kekurangan volume

cairan

gagalginjal

Gangrenkerusakan integritas

jaringan Ansietas

viskos

itas

alirandarah ↓

iskemi

k

Gambar 2.1 Pathway Diabetes Mellitus, Nurarif, A. H & Kusuma, H.

2015

12

2.1.6 Manifestasi Klinis Diabetes MellitusAdanya penyakit DM justru sering tidak dirasa dan tidak

disadari oleh pasien. Beberapa gejala yang perlu mendapat

perhatian bagi pasien DM menurut Corwin (2009) yaitu :1. Keluhan Klasik

a. Poliuriaketika jumlah kadar gula meningkat, maka glukosa tersebut

akan disekresi melalui urine, jika kadar glukosanya jauh

lebih tinggi lagi, maka ginjal akan membuang air tambahan

guna mengencerkan sejumlah glukosa yang telah hilang

tersebut, klien menjadi sering berkemih dalam jumlah yang

banyak itu karena ginjal menghasilkan air kemih dalam

jumlah yang lebih pula.b. Polidipsi

Penderita akan sangat sering mengalami rasa haus oleh

karena banyak cairan yang keluar melalui urine. Tentunya

klien akan mengatasinya dengan banyak minum.c. Polifagi

Lapar akan sering sekali dialami pasien DM karena kalori

dalam makanan yang pasien makan setelah diolah atau

dimetabolisasikan menjadi glukosa justru tidak seluruhnya

mampu dimanfaatkan dengan semestinya, akibatnya dari

banyak kalori yang telah hilang kedalam urine, untuk

mengkompensasinya, tentunya pasien akan banyak makan.d. Penurunan berat badan

Berat badan menurun akan dapat berlangsung bahkan

dalam waktu yang relative singkat. Hal ini karena sejumlah

besar kalori hilang kedalam urine dan juga karena glukosa

yang tidak mampu masuk kedalam sel, sehingga untuk

13

menghasilkan tenaga, sel akan kekurangan sumber bahan

bakar dan terpaksa mengambil dari cadangan lain yaitu sel

lemak dan otot. Akibatnya, klien kehilangan jaringan lemak

dan otot sehingga berat badan berkurang.2. Keluhan Lain

a. Kelelahan dan kelemahan, penglihatan berubah secara

mendadak, kesemutan ditangan dan kaki, kulit teraba

kering, perlukaan yang lambat sembuh, atau terjadi infeksi

yang berulang-ulang.b. Permulaan DM tipe 1 biasanya mual, muntah, atau nyeri

lambung.c. Sedang DM tipe 2 apabila diabetes tersebut tidak terdeteksi

selama bertahun-tahun akan muncul komplikasi misalnya

penyakit mata,neuropati perifer, penyakit vascular perifer

dan sebelum diagnosis yang sebenarnya ditegakkan.d. Muncul tanda dan gejala ketoasidosis diabetes (DKA)

seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, dan

nafas berbau buah yang berlanjut pada tingkat kesadaran

yang menurun sampai kematian.2.1.7 Komplikasi Diabetes mellitus

Komplikasi yang muncul pada klien dengan DM bersifat

akut dan juga kronis, diantaranya :1. Komplikasi akut

a. Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) muncul

sebagai wujud dari komplikasi DM yang disebabkan oleh

pengobatan yang kurang tepat.b. Ketoasidosis diabetik

Biasa disebut KAD yang disebabkan karena kelebihan

kadar glukosa dalam darah sedangkan kadar insulin dalam

14

tubuh sudah sangat menurun akhirnya terjadi kekacauan

metabolic.c. Sindrom Hiperglikemia Hiperosmoler Nonketotik Koma

(HHNK) Sindrom ini merupakan salah satu komplikasi DM dengan

hiperglikemia cukup berat karena kadar glukosa serumnya

lebih dari 600 mg/dl.2. Komplikasi kronik

a. Mikroangiopati (kerusakan yang terjadi dipembuluh darah

perifer) sehingga mengakibatkan gangguan pada beberapa

fungsi tubuh, yaitu:1) Retinopati diabetika (kerusakan yang menyerang retina

mata penderita) dapat meyebabkan kebutaan pada

penderitanya.2) Neuropati diabetika (kerusakan yang menyerang

pembuluh darah perifer) akhirnya muncul gangguan

sensori pada beberapa bagian tubuh.3) Nefropati diabetika (kerusakan atau kelainan terdapat

pada ginjal) yang menyebabkan kegagalan pada ginjalb. Makroangiopati

1) Kelainan jantung dan pembuluh darah seperti IMA dan

kelainan fungsi jantung lainnya yang disebabkan

arteriskelosis.2) Gangguan sistem pembuluh darah otak atau stroke3) Munculnya gangguan pembuluh darah kaki.

c. Gangren diabetika karena adanya luka yang tidak kunjung

sembuh (Clevo Rendi, 2012).2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik

Untuk menentukan penyakit DM selain mengkaji tanda dan

gejala yang muncul dan dialami pasien, juga harus dilaksanakan tes

diagnostik, diantaranya :1. Kadar glukosa darah

15

Tabel 2.1 Kriteria Diabetes Mellitus

Jenis Indikator Nilai IndikatorGlukosa plasma

sewaktu

Tidak puasa >200mg/dl Diambil setiap

waktu/diperlukanGlukosa plasma

puasa

Puasa >140mg/dl Diambil setelah

klien puasa 8jamTTGO Puasa >200mg/dl 2jam pp

2. Tes laboratorium DMPada pasien DM jenis tes dapat berupa tes saring, tes

monitoring terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi.a. Tes saring

Tes saring pada DM adalah:1) Gula Darah Puasa, Gula Darah Sewaktu2) Tes glukosa urin:

a) Tes konvensional (metode reduksi/benedict)b) Tes carik celup (metode glucose oxidase)

b. Tes monitoring terapiTes-tes monitoring tarapi DM adalah:1) GDP : plasma vena, darah kapiler2) GD2PP : plasma vena3) A1c : darah vena, darah kapiler

c. Tes untuk mendeteksi komplikasiTes-tes untuk mendeteksi komplikasi adalah:1) Mikroalbuminuria : Ureum, kreatinin, asam urat2) Kolestrol total3) Kolestrol LDL 4) Kolestrol HDL5) Trigliserida

2.1.8 PenatalaksanaanTujuan utama terapi DM yaitu guna menormalkan dan

menstabilkan insulin dan juga kadar glukosa darah yang nantinya

untuk memperkecil persentase komplikasi yang mungkin dapat

muncul. Caranya yaitu harus senantiasa memelihara kualitas hidup

yang baik. Komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :a. Manajement diet

Untuk mencapai keseimbangan dan untuk mempertahankan

kadar glukosa darah dan juga lipid mendekati normal,

16

mencapai dan mempertahankan berat badan dalam batas

normal, serta meningkatkan kualitas hidup (Damayanti, 2015). b. Terapi nutrisi

Terapi nutrisi dikhususkan untuk meningkatkan nutrisi pasien

DM ini agar lebih intensif lagi dengan menilai makanan dan

asupan gizi, memberikan konseling yang menghasilkan

peningkatan kesehatan dan dapat mengurangi komplikasi DM.

Terapi nutrisi diabetes dapat menghasilkan penghematan biaya

dan peningkatan hasil seperti pengurangan A1c. Terapi nutrisi

dapat dipersonalisasi berdasarkan kebutuhan pasien,

komorbiditas, kondisi kronis yang ada dan faktor kunci lainnya

(Redmon, 2014).c. Latihan fisik (olahraga)

Dengan berolahraga dapat mengaktifasi ikatan insulin dan

reseptor insulin di membran plasma sehingga dapat

menurunkan kadar glukosa dalam darah. Latihan fisik yang

rutin dapat memelihara berat badan yang normal dengan indeks

massa tubuh. Manfaat dari latihan fisik ini adalah dapat

menurunkan kadar gula darah dengan meningkatkan

pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian

insulin, memperbaiki sirkulasi darah dan tonus otot, mengubah

kadar lemak dalam darah (Damayanti, 2015).d. Pemantauan kadar gula darah (monitoring)

Pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri

memungkinkan untuk deteksi dan mencegah hiperglikemia atau

hipoglikemia, pada akhirnya akan mengurangi komplikasi

diabetik jangka panjang. Beberapa hal yang harus dimonitoring

17

adalah glukosa darah, glukosa urin, keton darah, keton urin.

(Damayanti, 2015).e. Pendidikan perawatan kaki

Pendidikan harus didasarkan pada pengetahuan pasien tentang

kebutuhan individu dan faktor risikonya. Pendidikan harus

mencakup: 1) Memeriksakan kaki setiap hari terkait luka, memar,

perdarahan, kemerahan dan masalah kuku.2) Harus diusahakan untuk mencuci kaki setiap hari kemudian

mengeringkan dengan cara yang benar.3) Tidak merendam kaki tanpa anjuran oleh dokter, perawat

atau tenaga kesehatan yang bersangkutan (Redmon, 2014). f. Berhenti merokok

Perilaku merokok dapat meningkatkan risiko komplikasi

makrovaskuler 4-400% pada orang dewasa dengan DM.

Seiring berjalannya waktu, produk tembakau dan nikotin telah

diperluas (Termasuk e-rokok, pipa air dan produk larut).tim

perawatan harus disarankan tentang ini, perkembangan dalam

rangka untuk menyaring dan memberi nasihat tepat. Berhenti

mengkonsumsi tembakau sangat mungkin menjadi salah satu

faktor kebanyakan intervensi bermanfaat yang tersedia, dan

harus ditekankan oleh dokter (Redmon, 2014).g. Terapi farmakologi

Menjaga kadar gula darah tetap dalam batas kondisi mendekati

normal adalah tujuan diberikannya terapi insulin ini. Pada DM

tipe 2, insulin memang diperlukan sebagai terapi jangka

panjang agar dapat membantu mengendalikan kadar glukosa

darah jika dengan beberapa cara seperti terapi nutrisi, latihan

18

fisik dan obat hipoglikemia oral tersebut tidak dapat membantu

kadar gula darah dalam rentang normal. h. Pendidikan kesehatan

Pemberian pemahaman terhadap penderita tentang penyakit

DM sangatlah penting dan memerlukan perilaku penanganan

yang khusus seumur hidup. Pasien tidak hanya sekedar tau tapi

juga belajar keterampilan untuk merawat dirinya sendiri agar

menghindari fluktuasi kadar glukosa darah yang mungkin bisa

terjadi secara mendadak, dan juga harus memiliki perilaku

preventif dalam gaya hidup untuk menghindari komplikasi

diabetik jangka panjang. Pasien diharuskan mengerti dan

memamhami mengenai nutrisi untuk penderita DM, manfaat

dan efek samping terapi, latihan, perkembangan penyakit,

strategi pencegahan, teknik pengontrolan gula darah dan

penyesuaian terhadap terapi lainnya (Damayanti, 2015).2.2 Konsep Gangren

2.2.1 Definisi

Gangren adalah jaringan nekrosis yang dapat diebut juga

sebagai jaringan mati yang disebabkan oleh terdapatnya emboli

dalam pembuluh darah besar arteri pada bagian tubuh sehingga

menghentikan suplai darah. Juga dapat terjadi akibat dari adanya

proses inflamasi dalam waktu yang lama, adanya luka karena

gigitan serangga, terbakar atau mungkin kecelakaan saat bekerja,

proses degenerative (arteriosklorosis) atau DM (Maryunani, 2013).

Diabetes mellitus dalam waktu yang lanjut akan menyebabkan

19

komplikasi angiopathy dan neuropathy yang merupakan penyebab

dasar terjadinya gangren (Dwi Erin, 2015)

2.2.5 Etiologi Gangren

Penyebab dari ulkus kaki diabetik ada beberapa komponen

yaitu meliputi neuropati sensori perifer, trauma, deformitas,

iskemia, pembentukan kalus, infeksi dan edema.Faktor utama

penyebab terjadinya ulkus diabetikum terdiri dari 2 faktor yaitu

yang pertama faktor endogen dan selanjutnya faktor eksogen.

Faktor endogen terdiri dari genetik metabolik, angiopati diabetik,

neuopati diabetik sedangkan dari faktor eksogen yaitu trauma,

infeksi, dan obat-obatan (Wijaya & Putri, 2013).Terdapat 2

penyebab ulkus diabetik secara umum yaitu neuropati dan

angiopati diabetik. Neuropati diabetik adalah suatu kelainan pada

urat saraf akibat dari diabetes melitus yang dapat merusak urat

saraf penderita dan menyebabkan menurun bahkan hilangnya

sensasi nyeri pada kaki. Kerusakan saraf menyebabkan mati rasa

dan menurunnya kemampuan merasakan sensasi sakit, panas atau

dingin. Titik tekanan seperti kaki depan lebih banyak menahan

berat badan sangat rentan terhadap luka tekan.Angiopati diabetik

merupakan suatu penyempitan pada pembuluh darah besar atau

kecil yang jika dialami penderita diabetes mellitus akan mudah

menyebabkan penyempitan dan penyumbatan oleh gumpalan

darah.Jika terjadi sumbatan pada pembuluh darah sedang atau

besar pada tungkai, maka dapat mengakibatkan terjadinya gangren

20

diabetik, yaitu luka pada daerah kaki yang berbau busuk dan

berwarna merah kehitaman. Adapun angiopati dapat menyebabkan

terganggunya asupan nutrisi, oksigen serta antibiotik sehingga kulit

akan sulit sembuh. Hal ini dapat mengakibatkan berkurangnya

pada asupan nutrisi dan oksigen ke jaringan tersebut, sehingga

timbullah risiko terbentuknya nekrotik (Maryunani, 2013).

2.2.6 Patofisiologi

Salah satu akibat komplikasi kronik DM adalah ulkus

diabetik yang disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut

dengan trias yaitu Iskemik, Neuropati dan Infeksi. Pada penderita

DM apabila kadar glukosa dalam darah tidak terkendali dalam

jangka waktu yang lama maka akan terjadi komplikasi kronik yaitu

neuropati yang menimbulkan perubahan jaringan saraf karena

adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan

akson mnghilang, penurunan kecepatan induksi, parastesia,

menurunnya reflek otot, atrofi otot, keringat berlebihan, kulit

kering dan hilang rasa, apabila penderita diabetes tidak berhati-hati

dapat terjadi trauma yang akan menjadi ulkus diabetika. Iskemik

merupakan keadaan yang disebabkan oleh kekurangan darah dalam

jaringan secara otomatis jaringan juga kekurangan oksigen. Hal ini

disebabkan adanya proses makroangiopati pada pembuluh darah

sehingga sirkulasi jaringan menurun ditandai dengan hilang atau

kekurangannya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan

poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal yang akan

21

berlanjut menjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus. Timbul

juga ateroklrosis yang merupakan kondisi dimana arteri menebal

dan menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam

pembuluh darah. Menebalnya arteri dikaki akan mengurangi

suplai darah sehingga mengakibatkan kesemutan, rasa tidak

nyaman dan berdampak pada kematian jaringan yang berkembang

menjadi gangren diabetika. Proses angiopati pada penderita DM

berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer,

sering terjadi ada tungkai bawah terutama kaki, akibat perifer

jaringan bagian distal dari tungkai menjadi berkurang kemudian

timbul ulkus diabetika. Pada DM yang tidak terkendal akan

menyebabkan penebalan tunika intima (hyperplasia membrane

basalis arteri) pada pembuluh darah besar dan pembuluh darah

kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran albumin kelenjar kapiler

sehingga mengganggu distribusi darah ke jaringan dan timbul

nekrosis jarigan yang mengakibatkan ulkus diabteika. (Hastuti

2009)

2.2.7 Gejala Umum

Berdasarkan jenis gangrene gejalanya dibedakan menjadi:

1. Gangrene keringBiasanya akan dijumpai munculnya gejala permulaan berupa

nyeri pada daerah yang bersangkutan, daerah menjadi berwarna

pucat, kebiruan dan bercak ungu yang lama-kelamaan

menghitam. Tidak teraba denyut nadi namun bila diraba terasa

kering dan dingin. Ganggren berbatas tegas dengan rasa

22

nyeri/sakit lambat laun berkurang dan akhirnya menghilang.

Gangren kering ini dapat terlepas dari jaringannya yang utuh.2. Gangren basah

Terdapat bengkak pada daerah yang mengalami perlukaan,

terjadi perubahan warna mulai dari merah tua menjadi hijau

yang akhirnya kehitaman, dingin, basah, lunak dan muncul

jaringan nekrosis yang berbau busuk ada juga yang tidak.2.2.8 Faktor Resiko

Penderita DM yang beresiko tinggi mengalami gangren menurut

Brunner & Suddarth, (2013) yaitu :1. Usia pasien yang melebihi 40tahun2. Riwayat perokok3. Penurunan denyut nadi perifer4. Penurunan sensitibilitas5. Deformitas anatomis / bagian yang menonjol (seperti kalus)6. Riwayat ulkus kaki (amputasi)7. Pengendalian kadar glukosa yang buruk.

2.3 Konsep Ansietas2.3.5 Definisi Ansietas

Ansietas merupakan Perasaan kurang nyaman atau perasaan

khawatir yang tidak jelas disertai respon autonom (sumber biasaya

tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu), perasaan takut

yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini

merupakan tanda isyarat kewaspadaan yang memperingatkan

individu akan adanya bahaya dan kemampuan individu untuk

bertindak menghadapi ancaman tersebut (Bulechek, dkk 2013)

2.3.6 Klasifikasi ansietas

Menurut Febriana (2015) ansietas (kecemasan) dalam

konteksnya dibagi dalam beberapa tingkatan yaitu :

1. Ansietas (kecemasan) ringan

23

Kecemasan yang masih erat kaitannya dengan ketegangan yang

dihadapi sehari-hari. Kriteria kecemsan ringan adalah

peningkatan konsentrasi dan perhatian, waspada mampu

menghadapi situasi yangbermasalah ingin tahu, mengulang

pertanyaan dan kurang tidur.2. Ansietas (kecemasan) sedang

Individu akan terfokus hanya pada fikiran yang menjadi

perhatiannya, terjadi penyempitan lapang persepsi, tidak

perhatian, sulit konsentrasi, sulit beradaptasi, pernafasan dan

denyut nadi meningkat, tremor.3. Ansietas (kecemasan) berat

Lapang persepsi pada individu sangat sempit. Individu terpusat

perhatiannya pada sesuatu detil yang kecil (spesifik) dan tidak

dapat berfikir terhadap hal-hal lain. Perlu banyak perhatian atau

arahan untuk berfokus pada area lain. Kriteria kecemasan berat

antara lain persepsi turun, tidak mampu konsntrasi,

kebingungan, kesulitan untuk komunikasi, hiperventilasi,

takikardi, sakit kepala dan mual.4. Panik

Individu kehilangan kendali dirinya dan akan terjadi

peningkatan aktifitas motorik, berkurangnya kemampuan

berhubungan dengan orang lain, penyimpangan persepsi dan

tidak mampu berfikir secara rasional. Biasanya juga akan

disertai dengan disorganisasi kepibadian.2.3.3 Batasan Karakteristik Ansietas

Menurut Herdman, T. Heather & Kamitsuru, S (2017) batasan

karakteristik ansietas (kecemasan) yaitu :

1. Perilaku

24

Perilaku meliputi penurunan produktivitas individu, gerakan

yang tidak sesuai, melihat objek hanya sepintas, gelisah,

insomnia, kontak mata yang buruk, mengekspresikan

kekhawatiran, mengintai, agitasi, dan selalu waspada.2. Affektif

Affektif meliputi gelisah, distress, kesedihan yang mendalam,

ketakutan, perasaan tidak adekuat, berfokus pada diri sendiri,

peningkatan kewaspadaan, iritabilitas, gugup senang

berlebihan, rasa nyeri yang meningkatkan ketidakberdayaan,,

disorientasi, menyesal, dan tidak yakin/ragu.3. Fisiologis

Fisologis meliputi wajah tegang, tremor tangan, peningkatan

keringat, peningkatan ketegangan, gemetar, suara bergetar.4. Simpatik

Simpatik meliputi anoreksia, eksitasi kardiovaskular, diare,

mulut kering, wajah merah, jantung berdebar-

debar,peningkatan tekanandarah, denyut nadi, reflek, frekuensi

dan pernafasan, pupil melebar, kesulitan bernafas,

vasokontriksi superfisial, lemah, kedutan pada otot.5. Parasimpatik

Parasimpatik meliputi nyeri pada abdomen, penurunan tekanan

darah, penurunan denyut nadi, diare, mual, vertigo, letih,

gangguan tidur, kesemutan pada ekstremitas, sering berkemih,

anyang-anyangan, dorongan segera berkemih.6. Kognitif

Kognitif meliputi individu menyadari gejala fisiologis yang

dialami, fikiran yang buntu, konfusi, penurunan lapang

persepsi, kesulitan dalam berkonsentrasi, penurunan pada

kemampuan untuk belajar dan memecahkan masalah, ketakutan

25

teradap konsekuensi yang tidak spesifik, pelupa, perhatian yang

terganggu, khawatir berlebihan, melamun, cenderung selalu

menyalahkan orang lain.2.3.4 Faktor yang berhubungan

Menurut Amin & Hardhi (2015) faktor-faktor yang berhubungan

dengan ansietas (kecemasan) sebagai berikut :1. Perubahan dalam (status ekonomi, status kesehatan, pola

interaksi, fungsi peran, status peran).2. Terkait keluarga3. Infeksi/ kontaminasi interpersonal4. Stress, Ancaman kematian5. Penyalahgunaan zat6. Ancaman pada (status ekonomi, lingkungan, status kesehatan,

pola interaksi, fungsi peran, status peran, konsep diri)7. Kebutuhan yang tidak dipenuhi8. Konflik tentang tujuan hidup

2.3.5 Manifestasi KlinisMenurut DPP PPNI (2017) manifestasi klinis ansietas yaitu :1. Mayor

a. Subjektif : perasaan bingung, merasa khawatir berlebih,

tidak mampu berkonsentrasi.b. Objektif : terlihat gelisah, tegang, dan sulit tidur.

2. Minora. Subjektif : mengeluhkan rasa pusing, tidak nafsu makan,

palpitasi, merasa lemah dan takberdaya.b. Objektif : Peningkatan respirasi, Peningkatan frekuensi

nadi, Peningkatan tekanan darah, tremor, wajah akan

terlihat sayu dan pucat, suara bergetar, kontak mata buruk,

sering berkemih, berorientasi pada masa lalu.2.3.6 Faktor yang mempengaruhi

Menurut DPP PPNI (2017) faktor yang berpengaruh yaitu :

1. Penyakit kronis progresif

2. Penyakit akut

26

3. Penyakit neurologis

4. Rencana operasi

5. Hospitalisasi

6. Mengalami kondisi yang belum jelas diagnosis penyakitnya

2.3.7 DampakAnsietas (kecemasan) dapat merangsang hipotalamus untuk

bekerja secara langsung dalam saraf otonom. Dari stimulasi respon

stress dapat meningkatkan kerja dari sistem saraf simpatis yang

merupakan bagian dari sistem saraf otonom yang fungsinya untuk

meningkatkan frekuensi denyut jantung dan juga meningkatkan

resistensi dari vascular di dalam tubuh. Dalam kondisi ini dapat

meningkatkan beban kerja dari jantung sehingga terjadilah

peningkatan kebutuhan oksigen dari jantung (Monhan, F. D, dkk

2007 dalam Aan Nuraeni, Ristina Mirwati, 2017).Stres fisik maupun emosional dapat juga mempengaruhi

sistem endokrin karena stress fisik maupun pikiran dapat

mengaktifkan amigdala.Respon yang ditimbulkan dari amigdala

tersebut yaitu menstimulus sistem hormonal dalam hipotalamus

dan merangsang keluarnya hormon CFR (Corticotropin Relasting

Factor). Hormon ini akan menstimulus hipofisis untuk melepaskan

hormone ACTH (adrenocorticotropic hormone) ke dalam darah.

Selanjutnya ACTH akan menstimulasi kelenjar adrenal untuk

menghasilkan kortisol. Peningkatan kortisol dapat menyebabkan

penekanan sistem imun pada tubuh, sehingga pasien dengan

27

ansietas (kecemasan) akan lebih rentan terkena infeksi (Gyuton &

Hall, 2007 dalam Aan Nuraeni, Ristina Mirwati,2017).2.4 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Pasien DM Komplikasi

Gangren dengan Masalah Keperawatan Ansietas2.4.1 Pengkajian

Tahap awal dari proses keperawatan adalah pengkajian.

Pengkajian dilakukan secara komperhensif dengan adanya aspek

biologis, psikologis, sosial, maupun spiritual. Adapun pengkajian

keperawatan pada pasien diabetes mellitus komplikasi gangren

diabetik menurut (Wijaya, Andra Saferi dan Mariza Putri, 2013) :

1. Identitas PasienIdentitas pasien dapat meliputi identitas pasien secara umum

yang terdiri dari nama pasien, umur, jenis kelamin, pendidikan,

agama, alamat,pekerjaan, status perkawinan, suku bangsa,

nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.2. Keluhan utama

Keluhan utama harus ditulis singkat dan jelas, yang merupakan

keluhan paling dirasa klien. Pada pasien diabetes mellitus

dengan gangrene keluhan utama paling dirasa umumnya badan

terasa lemas disertai penglihatan kabur, sering berkemih dan

terdapat gangguan mobilitas fisik karena gangrene. Pada

ansietas pasien menyatakan gelisah, atau bahkan insomnia.3. Riwayat kesehatan sekarang

Perjalanan pasien mulai dari keluhan pasien sebelum dibawa ke

rumah sakit sampai tiba di rumah sakit yang terdiri dari kapan

luka terjadi, penyebab terjadinya luka, dimana tempat luka dan

upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi luka tersebut.4. Riwayat kesehatan dahulu

28

Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit lain yang

ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit

pankreas, riwayat penyakit jantung, maupun arterosklerosis,

tindakan medis yang pernah didapat maupun obat-obatan yang

biasa digunakan penderita.5. Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat kesehatan keluarga dapat dilihat dari genogram

keluarga yang akan menunjukkan salah satu anggota keluarga

juga mengalami DM atau penyakit keturunan yang

mengakibatkan defisiensi insulin misalnya jantung, hipertensi.6. Riwayat psikososial

Riwayat psikososial meliputi informasi perilaku seperti

penurunan produktivitas, gerakan ekstra, gelisah, melihat

sepintas, insomnia, kontak mata yang buruk, mengekspresikan

kekhawatiran, agitasi, mengintai dan tampak waspada.

Informasi affektif seperti distress, kesedihan yang mendalam,

ketakutan, perasaan tidak adekuat, putus asa, gugup,

menggemerutukkan gigi, menyesal, ragu. Informasi kognitif

seperti Menyadari gejala fisiologis, bloking fikiran,konfusi,

penurunan lapang persepsi, kesulitan berkonsentrasi,

penurunan kemampuan belajar dan memecahkan masalah,

ketakutan teradap konsekuensi yang tidak spesifik, lupa,,

melamun dan cenderung menyalahkan orang lain. Selain

perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan

penyakitnya juga disertai tanggapan keluarga..7. Pola kebiasaan sehari-hari

a. Nutrisi1) Anoreksia

29

2) Mual dan muntahb. Aktivitas/ istirahat

1) Insomnia2) Kelemahan

c. Eliminasi1) Sering berkemih, anyang-anyangan2) Diare/konstipasi

d. HygieneKebersihan diri pasien biasanya dibantu oleh keluarga.

8. Pemeriksaan fisika. Keadaan umum

Dimulai dari pertama kali kita bertemu dengan klien dan

dilanjutkan dengan mengukur tanda-tanda vital klien.

Kesadaran klien diamati apakah compos mentis (GCS : 14-

15 = E4, V5, M6), apatis (GCS : 12-13), delirium (GCS :

10-11), samnolen (GCS : 7-9), spoor (GCS ; 5-6),

semikoma (GCS : 4) atau koma (GCS : 3 = E1, V1, M1).b. Tanda-tanda vital

Peningkatan/penurunan tekanan darah, suhu, denyut nadi,

dan peningkatan respirasi.c. Kepala dan muka

Inspeksi : mengamati bentuk kepala, kesimetrisan wajah,

ekspresi wajah biasanya tegang dan gelisah,

amati warna rambut dan keadaan rambut

mengenai kebersihan, amati apakah terdapat

edema atau bekas luka di kepala dan mukaPalpasi :mengkaji kerontokan pada rambut, pembengkakan

pada muka, adakah benjolan abnormal.d. Pemeriksaan Mata

Inspeksi : mengamati kesimetrisan mata kanan dan kiri,

mata juling ada/tidak, biasanya mata cowong

karena insomnia, konjungtiva merah muda atau

30

anemis, sklera ikterik/putih, pupil kanan kiri

isokor, reflek pupil terhadap cahaya miosis.Palpasi : mengkaji adanya nyeri tekan yang timbul pada

mata kanan maupun kiri.e. Pemeriksaan telinga

Inspeksi : mengamai kesimerisan telinga kanan dan kiri,

amati menggunakan alat pendengar atau tidak,

ada tidaknya lesi, ada tidaknya perdarahan, ada

serumen atau tidak.Palpasi : ada tidaknya nyeri tekan di telinga kanan kiri.

f. Pemeriksaan HidungInspeksi : mengamati keberadaan septum tepat di tengah

atau tidak, kaji adanya massa abnormal dalam

hidung dan adanya sekretPalpasi : mengkaji adanya fraktur dan nyeri saat ditekan.

g. Pemeriksaan MulutInspeksi: mengamati bibir apa ada kelainan kogenital (bibir

sumbing), kesimerisan, kelembaban,biasanya

mukosa bibir kering, sianosis atau tidak,

pembengkakan, lesi, amati adanya stomatitis

pada mulut,adakah gigi berlubang, warna gigi

dan lidah Palpasi : mengkaji adakah nyeri tekan pada pipi dan mulut

bagian dalam.h. Pemeriksaan Leher

Inspeksi: mengkaji adanya luka, kesimetrisan, massa

abnormalPalpasi : mengkaji adanya pembesaran vena jugularis dan

pembesaran kelenjar tiroid.i. Pemeriksaan payudara dan ketiak

Inspeksi : mengamati kesimetrisan payudarakanan dan kiri,

mengamati ada lesi atau tidak.

31

Palpasi : mengkaji adakah nyeri tekan saat ditekan.j. Pemeriksaan thorax

1) Paru-paruInspeksi : kesimetrisan, bentuk/ postur dada, gerakan

nafas, warna kulit, lesi, edema,

pembengkakan/penonjolan, RR

mengalami peningkatan.Palpasi : getaran dada sama/tidak.Perkusi : sonor bila berbunyi normal Auskultasi :normal bila terdengar vasikuler pada

kedua dan apakah ada suara tambahan3) Jantung

Inspeksi : mengamati ictus cordis tampak atau tidakPalpasi : teraba atau tidak ICSPerkusi : normalnya terdengar pekakAuskultasi : biasanya terdengar murmur

k. Pemeriksaan abdomenInspeksi : amati ada atau tidaknya luka, jaringan parut,

amati letak umbilicus, amati warna kulitAuskultasi : bising usus normal atau tidak (5-20/menit)Palpasi : ada atau tidaknya nyeri tekanPerkusi : kaji suara apakah timpani atau hipertimpani.

l. Pemeriksaan IntegumenInspeksi : amati warna kulit, kelembapan, turgor kulit.Palpasi : akral teraba hangat atau dingin, CRT (Capilary

Refil Time) pada jari normalnya <2 detik.m. Pemeriksaan Ekstremitas

Inspeksi: mengkaji kekuatan dan tonus otot, adakah

fraktur atau tidak.Palpasi : Ada atau tidaknya edema

o. Pemeriksaan GenetaliaInspeksi : Amati apakah terpasang kateter atau tidak.

9. Pemeriksaan penunjang

a. Kadar glukosa

1) Gula darah sewaktu / rendom > 200mg/dl.

2) Gula darah puasa / nuchter >140mg/dl

32

3) Gula darah 2 jam PP (post prandial )> 200mg/dl.

b. Aseton plasma: hasil (+) mencolok.

c. lemak bebas : peningkatan lipid dan kolesterol.

d. Osmolsaritas serum (> 330 osm/l)

e. Urinalisis : proteinuria, ketonuria glukosuria

i. Diagnosa KeperawatanDiagnosa Keperawatan merupakan penilaian dari respon

individu terhadap kesehatannya baik secara actual atau potensial,

yang dapat dilihat untuk mengidentifikasi dan memberikan

intervensi secara tepat agar mampu merubah status kesehatan klien

(Herdman, 2017). Adapun diagnosa keperawatan yang akan diteliti

pada studi kasus ini yaitu :Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam (status ekonomi,

lingkungan, kesehatan, pola interaksi, fungsi peran, status peran)2.4.2 Intervensi Keperawatan

SIKI (Standart Intervensi Keperawatan Indonesia)

mendefinisikan intervensi keperawatan adalah segala treatment

yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan oleh pengetahuan

dan penelitian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang di

harapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,2018). Dapat dijabarkan

dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSAKEPERAWATAN

TUJUAN DANKRITERIA HASIL

INTERVENSI

1. Ansietas Definisi : meminimalkankondisi individu danpengalaman subyektifterhadap objek yang tidakjelas dan spesifik akibat

SLKI :

1. Mampu membergambarankecemasan polakopingnya

SIKI :Terapi RelaksasiObservasi1. Identifikasi tingkat

penurunan energy,ketidakmampuan

33

antisipasi bahaya yabfmemungkinkan individumelakukan tindakanuntuk menghadapiancaman..Penyebab :1. Krisis situasional2. Kebutuhan tidak

terpenuhi3. Krisis maturasional4. Ancaman terhadap

konsep diri5. Ancaman terhadap

kematian6. Kekhawatiran

mengalamikegagalan

7. Disfungsi systemkeluarga

8. Hubungan orangtua-anak tidakmemuaskan

9. Faktor keturunan(tempramen mudahteragitasi sejak lahir)

10. Penyalahgunaan zat11. Terpapar bahaya

lingkungan (mis.toksin, polutan, danlain-lain)

12. Kurang terpaparinfomasi

Gejala dan TandaMayorSubjektif :1. Merasa bingung2. Merasa khawatir

dengan akibat dankondisi yangdihadapi

3. Sulit berkonsentrasiObjektif :1. Tampak gelisah2. Tampak tegang3. Sulit tidur

Gejala dan TandaMinorSubjektif :

sendiri

2. Mampumenunjukkanadanyapeningkatankonsentrasi

3. Mampumempertahankantingkat fungsiperan yangdiinginkanbesertapemecahanmasalahnya

4. Mampumengidentifikasidanmengemukakanpemicukecemasan,konflik danancaman

5. Menunjukankembalinyaketerampilandasar dalampemecahanmasalah

6. Menunjukanadanyapeningkatanfokus fikiran

7. Klien memilikipostur, ekspresiwajah, gerakandan tingkataktivitas yangmencerminkanpenurunantekanan stres ataucemas

8. Menunjukanpengendalian diriterhadapkecemasan

berkonsentrasi,atau gejala lainyang mengganggukemampuankognitif.

2. Identifikasi teknikrelaksasi yangpernah efektifdigunakan

3. Identifikasikesendiaan,kemampuan, danpenggunaan tekniksebelumnya

4. Periksa keteganganotot, frekuensinadi, tekanandarah, dan suhusebelum dansesudah latihan

5. Monitor responsterhadap terapirelaksasi

Terapeutik1. Ciptakan

lingkungan yangtenang dan tanpagangguan denganpencahayaan dansuhu ruangnyaman, jikamemungkinkan

2. Berikan informasitertulis tentangpersiapan danprosedur teknikrelaksasi

3. Gunakan pakaianlonggar

4. Gunakan nadasuara lembut danberirama

5. Gunakan relaksasisebagai strategipenunjang dengananalgesic atautindakan medis

34

1. Mengeluh pusing2. Anoreksia3. Palpitasi4. Merasa tidak

berdayaObjektif :1. Frekuensi nafas

meningkat2. Frekuensi nadi

meningkat3. Tekanan darah

meningkat4. Disforesis5. Tremor6. Muka tampak pucat7. Suara bergetar8. Kontak mata buruk9. Sering berkemih10. Berorientasi pada

masalalu

lain, jika sesuai

Edukasi1. Jelaskan tujuan,

manfaat, batasan,dan jenis relaksasiyang tersedia (mis.music, meditasi,nafas dalam,relaksasi ototprogresif)

2. Jelaskan secararinci intervensirelaksasi yangdipilih

3. Anjurkanmengambil posisinyaman

4. Anjurkan rileksdan merasakansensasi relaksasi

5. Anjurkan seringmengulangi ataumelatih teknikyang dipilih

6. Demonstrasikandan latih teknikrelaksasi (mis.nafas dalam,imajinasiterbimbing).

Sumber: Tim Pokja DPP PPNI,2018.

Dari beberapa intervensi diatas, peneliti mengambil intervensi terapi

relaksasi otot progresif. Pemberian Terapi Relaksasi Otot Progresif telah diuji

keefektifannya dalam beberapa penelitian yaitu sebagai berikut :

1. Artikel 1 : Jurnal Keperawatan dan Kebidanan (JKK) Vol.3/No.1

a. Judul : Relaksasi Otot Progresif Pada Klien Diabetes Mellitus

Dengan Masalah Keperawatan Ansietas di POLINDES kelurahan

Bendomungal Kecamatan Bangil

b. Peneliti : Yana Karina dan Esti Widiani

35

c. Metode : Penelitian ini merupakan rancangan studi kasus dengan

pendekatan proses keperawatan menggunakan intervensi teknik relaksasi

otot progresif. Klien dianalisa secara mendalam mengenai tingkat ansietas

dengan menggunakan nursing outcome yang mencakup tidak dapat

beristirahat, perasaan gelisah, rasa takut yang disampaikan secara lisan,

rasa cemas yang dirasakan secara lisan, peningkatan tekanan darah,

peningkatan frekuensi nadi, peningkatan frekuensi pernafasan, pusing,

gangguan tidur, perubahan pada pola BAB, perubahan pada pola makan.

d. Tujuan : Mengetahui pengaruh terapi relaksasi otot

progresif pada penderita diabetes mellitus yang mengalami ansietas.

e. Kata kunci : Diabetes Mellitus, Ansietas, Relaksasi Otot

Progresif

f. Latar Belakang :Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai

dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat

tubuh kekurangan insulin baik absolute maupun relatif dan gangguan

keseimbangan antara transportasi glukosa ke dalam sel sehingga

menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat. Penderita diabetes

mellitus akan muncul masalah diantaranya dapat berupa ansietas atau

kecemasan. Ansietas ini jika tidak diatasi akan semakin menyulitkan

dalam pengelolaan diabetes mellitus. Ansietas pada penderita diabetes

mellitus dikarenakan bahwa diabetes dianggap merupakan suatu penyakit

yang menakutkan, karena mempunyai dampak negatif yang kompleks

terhadap kelangsungan kecemasan individu. Ansietas terjadi karena

seseorang merasa terancam baik secara fisik maupun psikologis.

36

g. Hasil Penelitian : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

6X30 menit didapatkan hasil data subjektif yaitu klien merasakan rileks,

pusing klien sudah berkurang, klien senang diajarkan relaksasi tersebut,

klien sudah bisa merasakan kenyamanan saat beristirahat, klien

mengatakan juga menambahkan porsi makan dengan banyak serat agar

klien tidak mudah untuk konstipasi, klien buang air besar satu kali sehari

dengan konsistensi padat.

h. Kesimpulan : Setelah dilakukan tindakan terapi relaksasi otot

progresif menunjukkan bahwa masalah ansietas berhubungan dengan

status kesehatan saat ini teratasi dengan skor 4-5 atau dengan kategori

ringan dan tidak ada masalah.

2. Artikel 2 : Journal Of Islamic Nursing Vol.2/No.2

a. Judul : Penerapan Terapi Relaksasi Otot Progressif Pada

Klien Ansietas Di Kelurahan Ciwaringin, Bogor

b. Peneliti : Syisnawati, Budi Anna, Yossie Susanti Eka Putri

c. Metode : Pada penerapan terapi relaksasi otot progressif ini,

penulis menggunakan pendekatan hubungan interpersonal peplau,

sehingga proses awal dimulai dari identifikasi, eksploitasi dan resolusi

hingga pencapaian pemberian terapi relaksasi otot progressif.

d. Tujuan : Melaporkan adanya pengaruh penerapan terapi

keperawatan relaksasi otot progresif terhadap tanda dan gejala cemas.

e. Kata kunci : Terapi Relaksasi Otot Progresif, Ansietas

f. Latar belakang :Ansietas adalah kebingungan atau kekhwatiran,

ketidakberdayaan dan ketidakamanan pada sesuatu dihubungkan dengan

37

perasaan tidak menentu dan tidak berdaya. Ansietas merupakan suatu

keresahan atau perasaan ketidaknyamanan yang tidak mudah yang disertai

dengan respon autonomis, sumbernya sering kali tidak spesifik atau tidak

diketahui oleh individu.

g. Hasil Penelitian : Dilihat dari tanda dan gejala pada aspek afektif

sebelum diberikan tindakan keperawatan yang terbanyak adalah khawatir

dan gugup sebanyak 16 orang. Setelah diberikan terapi (post) semua klien

dengan diagnosa ansietas memiliki kemampuan spesialis untuk mengatasi

masalah ansietasnya. Rata-rata peningkatan kemampuan tersebut dialami

oleh semua responden yaitu sebanyak 16 orang.

h. Kesimpulan :Terapi relaksasi progressif berpengaruh terhadap

penurunan tanda dan gejala ansietas dan peningkatan kemampuan klien

ansietas yang di rawat. Relaksasi otot progressif merupakan salah satu

terapi spesialis yang sangat dianjurkan untuk menurunkan kecemasan pada

klien dengan penyakit kronik karena terapi ini memiliki efek yang besar

terhadap penurunan tanda dan gejala pada aspek fisiologis.

3. Artikel 3 : JRKN Vol. 02/No. 01/April/2018

a. Judul : Pengaruh Terapi Progressive Muscle Relaxation

Terhadap Kecemasan Dan Kualitas Hidup Pada Pasien Diabetes Mellitus

Tipe 2 Di Rs Muhammadiyah Lamongan.

b. Peneliti : Abdul Rokhman, Ahsan dan Lilik Supriati

c. Metode : Menggunakan metode quasi eksperimental dengan

pre-post test control group design dengan intervensi terapi

38

d. Tujuan : Mengetahui pengaruh terapi relaksasi otot

progresif terhadap kecemasan dan kualitas hidup pasien Diabetes Mellitus.

e. Kata kunci : Diabetes Mellitus tipe 2, Kecemasan, Kualitas

Hidup, Terapi Progressive Muscle Relaxation

f. Latar belakang : Diabetes mellitus merupakan sekelompok penyakit

metabolik dengan karakteristik terjadinya peningkatan kadar glukosa darah

(hiperglikemi), yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin, aktivitas

insulin dan keduanya. Beberapa dampak yang dialami oleh pasien

diantaranya dampak fisik yaitu retinopati diabetik, nefropati diabetic, dan

neuropati diabetic. Sedangkan dampak psikologis yang terjadi yaitu

kecemasan, kemarahan, berduka, malu, rasa bersalah, hilang harapan,

depresi, kesepian, tidak berdaya juga dapat menjadi pasif, tergantung,

merasa tidak nyaman, bingung dan merasa menderita.

g. Hasil penelitian : Hasil analisis indikator yang paling dipengaruhi

oleh terapi progressive muscle relaxation yaitu respon fisiologis dengan

nilai p < 0,000 (p value < 0,05). Terapi progressive muscle relaxation ini

mampu menurunkan respon fisiologis tubuh yang tegang menjadi rileks.

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan terdapat perbedaan

kecemasan pasien DM tipe 2 sebelum dan sesudah diberikan terapi

progressive muscle relaxation. Hasil uji statistik nilai p 0,000 (p< 0,005)

dengan selisih perbedaan kecemasan sebelum dan sesudah diberikan terapi

sebesar 2,72.

h. Kesimpulan : Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan

bahwa terdapat pengaruh terapi progressive muscle relaxation terhadap

39

kecemasan dan kualitas hidup pada pasien DM tipe 2. Namun pada

kualitas hidup antara kelompok

Pada perspektif Al-Quran mengenai ilmu penerapan kesehatan sangat di

perlukan untuk membawa kita dalam kesehatan didunia sebagai mana disebutkan

dalam firman Allah surat yunus ayat 57 :

  ?                  ددى ? هه وو رر هدو صص ل ى رف وما لل ءء وفا رش وو مم هك لب رر لمن ءة وظ رع مو رم هكم مت وء وجا مد وق هس رنا ل ا وه صي أو يويي

ون  رني رم مؤ هم مل لل ءة وم مح ور وو

“wahai manusia , telah datang kepada kalian kepadamu pelajaran dari tuhanmu

dan penyembuh bagi penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta

rahmat bagi orang-orang yang beriman.

Allah memberikan ilmu dan fikiran kepada manusia , untuk manusia

mampu berfikir dan bertindak dengan benar sesuai dengan hokum yang Allah

tetapkan. Berfikir dalam keadaan yang ada dengan didasarkan atas ilmu

pengetahuan akan memberikan pengaruh baik pada diri seseorang

(Wahyudi,2015).

2.4.3 ImplementasiSerangkaian kegiatan yang dilakukan perawat untuk

membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi

kestatus kesehaan yang baik dengan criteria hasil yang diharapkan.

Proses implementasi harus berpusat pada kebutuhan pasien, faktor-

faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan dan strategi

implementasi keperawatan (Dinarti & Mulyanti, 2017).2.4.4 Evaluasi

Merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang

merupkan perbandingan keadaan pasien dengan tujuan dan kriteria

40

hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Nikmatur & Saiful,

2012). Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan Nursing Outcome

Clasification (NOC) yaitu tingkat ansietas pasien berkurang, pasien

mampu mengontrol ansietas serta peningkatan koping.Tabel 2.4 Evaluasi

DiagnosaKeperawatan

Evaluasi Ttd

Ansietas S : berisi perkembangan keadaan klien pada apayang dirasakan, dan dikemukakan pasien.

O : berisi perkembangan yang bisa diamati dandiukur oleh perawat atau tim kesehatan

A : berisi penelitian dari kedua jenis data (subjektifdan objektif) apakah berkembang kearah perbaikanatau kemunduran.

P : berisi rencana penanganan pasien yangdidasarkan hasil analisis diatas yang berisimelanjutkan perencanaan sebelumnya,menghentikan perencanaan dan memodifikasiperencanaan.

41

2.5 Hubungan antar konsep

: Diteliti : Berhubungan

: Tidak diteliti : Berpengaruh

Gambar 2.3 Hubungan Antar Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien DM Komplikasi Gangren dengan Masalah Keperawatan Ansieta

Pasien DM dengan

gangren

Ansietas

(Kecemasan) :respon

emosionalmuncul

terhadap diri penderita

karena masalah

kesehatan yang

berdampak pada

kehilangan fungsi

tubuh dan penurunan

toleransi aktivitas

1. DM tipe 1a.Faktor genetikb. Faktor

imunologic.Faktor

lingkungan

2.DM tipe 2

a. Genetik

b. Gaya Hidup

c. Obesitas

d. Usia

Kecemasan pasien DM

dengan gangren :

1. Perilaku2. Affektif3. Fisiologis4. Simpatik5. Parasimpatik6. Kognitif

Studi Literatur Asuhan

Keperawatan Terapi Relaksasi

Otot Progresif

Pasien DM Komplikasi Gangren

dengan Masalah keperawatan

Ansietas

Komplikasi DM

1. Komplikasi akuta. Hipoglikemiab. KADc. Sindrom HHNK

2. Komplikasi kronika. Mikroangiopatib. Makroangiopatic. Gangren

46