bab 2 tinjauan pustakaeprints.umm.ac.id/39312/3/bab 2.pdfsetelah terjadi luka maka tepi luka...

26
5 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rongga Mulut 2.1.1 Embriologi Rongga Mulut Perkembangan bibir dan palatum memiliki perbedaan waktu pembentukan. Bibir dibentuk pada minggu ke-8 usia kehamilan dan langit-langit (palatum) pada minggu ke-10 sampai minggu ke-12 (Nahai F R, 2005) (Smith's & Grabb, 2014) Gambar 2.1 Tonjolan wajah Berdasarkan gambar 2.1 terbentuknya 5 tonjolan wajah yang terbentuk pada minggu ke-4. Diantaranya adalah: processus mandibularis, sepasang processus maxillaris, sepasang processus mandibularis. Pada minggu ke-5 tanda letak (placodes) masuk untuk membentuk lubang hidung, seperti tampak pada gambar 2.2 (Burg ML, et al., 2016; Sinnatamby, 2011; Sadler T, 2012)

Upload: phamnhi

Post on 12-Jul-2019

248 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39312/3/BAB 2.pdfSetelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah, yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah

5

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rongga Mulut

2.1.1 Embriologi Rongga Mulut

Perkembangan bibir dan palatum memiliki perbedaan waktu pembentukan.

Bibir dibentuk pada minggu ke-8 usia kehamilan dan langit-langit (palatum) pada

minggu ke-10 sampai minggu ke-12 (Nahai F R, 2005)

(Smith's & Grabb, 2014)

Gambar 2.1

Tonjolan wajah

Berdasarkan gambar 2.1 terbentuknya 5 tonjolan wajah yang terbentuk pada

minggu ke-4. Diantaranya adalah: processus mandibularis, sepasang processus

maxillaris, sepasang processus mandibularis. Pada minggu ke-5 tanda letak

(placodes) masuk untuk membentuk lubang hidung, seperti tampak pada gambar 2.2

(Burg ML, et al., 2016; Sinnatamby, 2011; Sadler T, 2012)

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39312/3/BAB 2.pdfSetelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah, yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah

6

(Smith's & Grabb, 2014)

Gambar 2.2

Bentukan Lubang Hidung

Sepasang processus maxillaris telah berkembang ke medial dan mendorong

sepasang benjolan nasalis medial pada minggu ke-6. Fusi dari tonjolan nasalis

medial membentuk: filtrum, bibir tengah atas, ujung hidung, dan columella. Fusi dari

sepasang tonjolan maxillaris dengan sepasang tonjolan nasalis medial membentuk

bibir atas sempurna (tonjolan maxillaris membentuk bibir lateral). Sedangkan

tonjolan nasalis lateralis membentuk ala nasalis bilateral, seperti pada gambar 2.3

(Singh & Pal, 2007; Sadler T, 2012).

(Smith's & Grabb, 2014)

Gambar 2.3

Bentukan ala nasalis bilateral

Pembentukan palatum dimulai pada akhir minggu ke-5 dari perkembangan, dan

sempurna pada minggu ke-12. Dikatakan sempurna jika telah terbentuk palatum

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39312/3/BAB 2.pdfSetelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah, yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah

7

primer dan palatum sekunder yang dibatasi oleh foramen incisivus, seperti tampak

pada gambar 2.4 (Burg ML, et al., 2016)

(Smith's & Grabb, 2014)

Gambar 2.4

Palatum primer dan palatum sekunder dibatasi oleh foramen incisivus

a. Palatum Primer

(Smith's & Grabb, 2014)

Gambar 2.5

Bentukan palatum primer

Palatum primer terdiri dari arcus alveolaris maxillaris dengan 4 incisors

dan palatum durum didepan foramen incisivus. Palatum primer terbentuk

sebelum palatum sekunder, seperti pada gambar 2.5 (Dudek, 2014).

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39312/3/BAB 2.pdfSetelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah, yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah

8

b. Palatum Sekunder

Selama minggu ke-6 pertumbuhan palatum sekunder seperti rak dari

processus maxillaris bilateral, tumbuh secara vertical kebawah pada kedua

sisi dari lidah. Selama minggu ke-7 lidah pindah kebawah dan bentukan rak

berpindah tempat ke posisi horizontal bawah lidah. Fusi palatum terjadi

secara haluan dari depan ke belakang dan satu minggu kemudian dengan

adanya fusi uvula (Dudek, 2014; Smith, 2013)

(Smith's & Grabb, 2014)

Gambar 2.6

Bentukan Palatum Sekunder

2.1.2 Anatomi Rongga Mulut

2.1.2.1 Bibir

Bibir berbeda dari struktur sekitarnya. Bibir atas dimulai dari lubang

hidung dan dasar ala nasi setiap sisi dan berakhir di lateral pada lipatan

nasolabial. Bibir atas dibagi menjadi subunit oleh phitral columns. Phitral

columns terbentuk oleh serat m.orbicularis oris kontralateral yang melalui

garis tengah. Lekukan ditengah antar phitral columns disebut phitral groove.

Cupid’s bow merupakan bagian persimpangan kulit dan vermillion diantara

phitral columns. Bibir bagian bawah dimulai dari lipatan orbicularis oris

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39312/3/BAB 2.pdfSetelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah, yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah

9

adalah otot bibir yang paling penting, berfungsi sebagai sfingter dan untuk

bicara (Matros & Pribaz, 2014).

Suplai darah ke bibir berasal dari a. karotis eksterna yang diteruskan ke

a. fasialis. Arteri fasialis bercabang menjadi a. labialis superior dan inferior.

Inervasi motorik otot ibir dipersarafi oleh cabang N. fasialis (VII). Cabang

zygomaticus dan buccal berfungsi untuk elevasi, sedangkan N. mandibular

marginal menginervasi otot depresor bibir. Inervasi sensorisnya dipersarafi

oleh cabang infraorbital (V2) dan mental (V3) dari N. trigeminal (Matros &

Pribaz, 2014).

(Zol B & Marks, 2007)

Gambar 2.7

Anatomi bibir normal (A) Philtral columns (B) Cupid’s bow (C) Komisura (D)

White roll (E) Vermillion (G) Philtral groove

Vermillion terdiri dari epitel stratified squamous dibagian luar dan

transisi epitel squamous didalam mulut (Matros & Pribaz, 2014).

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39312/3/BAB 2.pdfSetelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah, yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah

10

1.2 Sumbing Bibir

2.2.1 Definisi Sumbing Bibir

Sumbing bibir merupakan cacat berupa celah pada bibir atas yang dapat

berlanjut sampai ke gusi, rahang, dan langit-langit (Bisono, 2003).

2.2.2 Etiologi Sumbing Bibir

Etiologi sumbing bibir belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor

yang diduga mejadi pencetus terjadinya sumbing bibir. Secara garis besar,

faktor yang diduga menjadi penyebab terjadinya sumbing bibir dalam 2

kelopok yaitu:

1. Heredity

Keluarga yang memiliki satu anak atau orang tua yang memiliki

sumbing bibir dan langit-langit, risiko anak pada kehamilan

berikutnya memiliki sumbing bibir dan langit-langit adalah 4%.

Apabila dua anak sebelumnya memiliki sumbing bibir dan langit-

langit, risikonya meningkat menjadi 9%, dan jika satu orang tua dan

satu anak terkena dampak sebelumnya maka risiko untuk anak-anak

dari kehamilan berikutnya adalah 17% (Hopper, et al., 2007).

2. Lingkungan

a. Faktor usia ibu

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan

antara usia ibu dengan kejadian sumbing bibir. Hasil penelitian

masih diperdebatkan, akan tetapi penelitian terakhir dilakukan

Berg (2015) menunjukkan peningkatan usia ibu akan

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39312/3/BAB 2.pdfSetelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah, yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah

11

meningkatkan risiko memiliki bayi dengan sumbing bibir (Berg,

et al., 2015).

b. Penggunaan obat-obatan pada ibu

Penggunaan obat pada ibu hanya memberikan pengaruh kecil

untuk sumbing bibir. Namun penelitian telah menunjukkan

bahwa penggunaan antagonis folat maternal (asam valproate dan

karbamazepin), penghambat reductase dihydrofolate

benzodiazepine, nsaid, retinoid, dan kortikosteroid dikaitkan

dengan peningkatan sumbing bibir. Paparan obat antikonvulsan

yaitu fenitoin selama 5-6 minggu masa kehamilan dapat

menyebabkan sumbing bibir (Al-Hadad, et al., 2014).

c. Penyakit ibu

Ibu dengan diabetes mellitus memiliki risiko yang lebih tinggi

untuk memiliki anak sumbing bibir (Al-Hadad, et al., 2014).

d. Nutrisi

Peran asupan nutrisi ibu dalam perkembangan malformasi

bawaan pada anak telah dipelajari dengan tujuan untuk

menjelaskan etiologi cacat lahir spesifik dan menginformasikan

strategi pencegahan yang efektif. Bukti menunjukkan bahwa

asupan nutrisi ibu mempengaruhi risiko melahirkan anak dengan

sumbing bibir (Al-Hadad, et al., 2014).

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39312/3/BAB 2.pdfSetelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah, yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah

12

2.2.3 Pembentukan Sumbing Bibir

Kegagalan penyatuan tonjolan maxillaris dan nasalis secara unilateral

atau bilateral menghasilkan sumbing bibir dengan atau tanpa palatum

primer. Kegagalan penyatuan bentukan rak palatum menghasilkan sumbing

pada palatum sekunder.

(Smith's & Grabb, 2014)

Gambar 2.8

Pembentukan Sumbing

2.2.4 Klasifikasi Sumbing Bibir

Klasifikasi sumbing bibir satu sisi (unilateral) dibagi menjadi:

1. Sumbing bibir satu sisi lengkap (Complete Unilateral Cleft Lip) adalah

sumbing bibir pada satu sisi bibir atas sampai ke lubang hidung, mengenai

prosesus alveolaris dan kadang-kadang sampai palatum durum dan

palatum mole (Oneida & Arosarena, 2007).

2. Sumbing bibir satu sisi tidak lengkap (Incomplete Unilateral Cleft Lip)

adalah sumbing bibir pada satu sisi atas tanpa ada tanda-tanda anomaly

pada prosesus alveolaris (Oneida & Arosarena, 2007).

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39312/3/BAB 2.pdfSetelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah, yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah

13

2.2.1 Operasi Sumbing Bibir

2.2.5.1 Teknik Millard

Kongres International Operasi Plastik pertama di Stockholm pada

tahun 1955 menandai titik balik operasi sumbing bibir saat dokter Millard

mempresentasikan tekniknya: rotation advancement flaps. Ralph Millard

mengembangkan teknik rotation advancement, model rotation

advancement flap didasarkan pada garis melengkung (rotasi) pada sisi bibir

yang tidak sumbing untuk menyeimbangkan perbedaan tinggi bibir.

Dengan teknik ini tinggi bibir lebih simetris, lebar kolom philtrum dan dasar

nasal yang simetris dapat dicapai. Garis melengkung yang simetris dibuat

pada sisi sumbing dengan pemanjangan kecil dibawah ala nasal untuk

mencapai akses ke hidung (Knezevic, et al., 2017).

Setelah presentasi Millard tentang teknik rotation advancement ada

kekhawatiran pada pemendekan bibir yang terjadi. Millard setelah itu

mengganti tekniknya dengan back-cut untuk memungkinkan rotasi lebih

dan panjang dari medial flap. Teknik rotation advancement telah

mengalami beberapa modifikasi yang dibuat oleh beberapa dokter bedah

plastik (Knezevic, et al., 2017).

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39312/3/BAB 2.pdfSetelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah, yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah

14

(Knezevic, et al., 2017)

Gambar 2.9

Teknik Millard

2.2.5.2 Teknik Noordhoff

Banyak teknik yang sudah dimodifikasi dan digunakan untuk

memperbaiki sumbing bibir unilateral. Ini termasuk teknik Noordhoff.

Millard mengembangkan konsep rotation advancement sedangkan

Noordhoff memodifikasinya dengan menambahkan segitiga kecil diatas

white roll (Ajmal, et al., 2010).

Banyak teknik yang sudah dimodifikasi dan digunakan untuk

memperbaiki sumbing bibir unilateral. Ini termasuk teknik Noordhoff.

Millard mengembangkan konsep rotation advancement sedangkan

Noordhoff memodifikasinya dengan menambahkan segitiga kecil diatas

white roll. Teknik Noordhoff sudah terbukti efisien digunakan untuk

mengurangi vermilion notch dengan menghindari penutupan garis lurus

pada vermilion, dimana teknik Millard dapat menghasilkan notch pada

beberapa pasien (Jan, et al., 2012).

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39312/3/BAB 2.pdfSetelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah, yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah

15

Teknik Noordhoff sudah terbukti efisien digunakan untuk

mengurangi vermilion notch dengan menghindari penutupan garis lurus

pada vermilion, dimana teknik Millard dapat menghasilkan notch pada

beberapa pasien (Cheema, et al., 2012).

(Neligan, 2012)

Gambar 2.10

Teknik Noordhoff

2.2.5.3 Teknik Tennison Randall

Prosedur Tennison Randall dikenal sebagai design geometris yang

membutuhkan pengukuran pra-bedah yang tepat. Operasi dilakukan

secara ketat, dan keuntungan dari teknik adalah efek lip advancement

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39312/3/BAB 2.pdfSetelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah, yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah

16

antara dasar alar dan cupid bow pada sisi yang terkena. Teknik Tennison

Randall ini cukup efisien. Terbukti untuk mengurangi vermilion notch

dengan menghindari penutupan garis lurus pada vermilion dan dapat

membantu menurunkan cupid’s bow (Al Hafiz, et al., 2017).

Titik 1 adalah titik tengah cupid bow di perbatasan vermilion. Titak

2 adalah puncak cupid bow di sisi non-celah. Titik 3 adalah puncak cupid

bow di sisi celah sehingga panjang 1-2 sama dengan panjang 1-3 (titik 3

berhubungan dengan titik 13). Bibir medial didorong ke arah celah

tersebut, meluruskan kolumela di garis tengah. Titik 5 adalah titik di

perbatasan vermilion dari medial di dasar kolumela. Titik 4 adalah titik

dasar kolumela yang berhubungan dengan lubang hidung yang

berlawanan (Al Hafiz, et al., 2017)

Titik 6 adalah titik di dasar lubang hidung dari lateralis, dengan

hubungan yang sama dengan celah sisi dasar alar sebagai titik 4 pada sisi

non-celah dasar alar. Jalur 5-3 ditarik garis. Titik 7 ditemukan pada garis

tengah phitral sehingga sudut 5-3-7 sekitar sudut kanan. Garis 3-7 ditarik.

Titik 8 terletak di perbatasan vermilion dari lateral, jarak dari titk 8 untuk

komisura mulut ipsilateral sama dengan jarak dari titik 2 ke sisi non-

celah. Titik 10 sekitar titik tengah 7-13, dan titik 11 adalah sekitar titik

tengah 9-12. Letak titik 9 dan 12 bervariasi, sesuai dengan ukuran celah

dan jumlah jaringan (Al Hafiz, et al., 2017).

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39312/3/BAB 2.pdfSetelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah, yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah

17

(Al Hafiz, et al., 2017)

Gambar 2.11

Titik-titik imajiner pada teknik Tennison Randall

1.2 Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka merupakan sebuah proses transisi yang merupakan proses

paling kompleks dalam fisiologi manusia (Theddeus & Prasetyono, 2009). Jenis

penyembuhan yang paling sederhana terlihat pada penanganan luka oleh tubuh

seperti insisi pembedahan, dimana pinggir luka dapat saling didekatkan agar proses

penyembuhan dapat terjadi. Penyembuhan semacam itu disebut penyembuhan

primer atau healing by first intention (Sabiston, 2017).

Setelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah,

yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah itu terjadi reaksi peradangan akut

pada luka itu, dan sel-sel radang, khususnya makrofag, memasuki bekuan darah dan

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39312/3/BAB 2.pdfSetelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah, yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah

18

mulai menghancurkannya. Pada luka lainnya, diperlukan jahitan untuk mendekatkan

kedua tepi luka sampai terjadi terjadinya penyembuhan (Sabiston, 2017).

Jahitan dapat dilepas jika sudah terjadi organisasi dan regenerasi epitel pada

saat dimana tepi luka tidak akan membuka lagi, jika benang dilepas. Jadi, pada daerah

kulit dimana secara relative terdapat tegangan yang kecil, maka benang bedah dapat

dilepaskan dalam beberapa hari, lama sebelum kekuatan maksimal scar tercapai, dan

sebelum diletakkannya kolagen dalam jumlah yang cukup (Sabiston, 2017).

(Sabiston, 2017)

Gambar 2.12

Penyembuhan Luka Primer

Jenis penyembuhan luka yang lain adalah penyembuhan luka sekunder

(penyembuhan spontan). Penyembuhan luka sekunder yaitu penyembuhan luka

yang dibiarkan tetap terbuka. Luka akan menutup spontan dengan kontraksi dan re-

epitelisasi luka. Penyembuhan sekunder memerlukan waktu yang lebih lama

(Sjamsuhidajat & Jong, 2010).

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39312/3/BAB 2.pdfSetelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah, yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah

19

(Sjamsuhidajat & Jong, 2010)

Gambar 2.13

Penyembuhan Luka Sekunder

2.2.1 Fase Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka yang dibagi dalam tiga fase, yaitu fase inflamasi,

proliferasi, dan penyudahan yang merupakan perupaan kembali (remodelling)

jaringan (Sjamsuhidajat & Jong, 2010).

a. Hemostasis dan Inflamasi

Fase inflamasi merupakan fase pertama proses penyembuhan luka.

Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan

dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi,

pengerutan pembuluh darah yang putus (retraksi) dan hemostasis.

Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah

saling melengket, dan bersama dengan jala fibrin yang terbentuk

membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. Trombosit yang

berlekatan akan berdegranulasi, melepas kemoaktratan yang menarik sel

radang, mengaktifkan fibroblast lokal dan sel endotel serta

vasokonstriktor. Sementara itu terjadi reaksi inflamasi (Sjamsuhidajat &

Jong, 2010).

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39312/3/BAB 2.pdfSetelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah, yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah

20

Setelah hemostasis proses koagulasi akan mengaktifkan kaskade

komplemen. Sel mast dan jaringan ikat menghasilkan serotonin dan

histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi

eksudasi cairan, penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat

yang menyebabkan udem dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinik

radang menjadi jelas berupa warna kemerahan karena kapiler melebar

(rubor), suhu hangat (kalor), rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan

(tumor) (Sjamsuhidajat & Jong, 2010).

Proses hemostasis dan inflamasi terjadi dengan mulai dilepaskannya

chemotactic factor dari lokasi luka. Definisi luka, dimana terjadi rusaknya

integritas jaringan, yang mengarah ke pembagian pembuluh darah dan

kontak langsung antara matriks ekstraseluler dengan platelet. Paparan

antara kolagen subendotelial dengan platelet menyebabkan terjadinya

agregasi platelet, degranulasi, dan aktivasi dari kaskade koagulasi.

Platelet α mengeluarkan sejumlah bahan wound-active, seperti PDGF,

TGF-β, PAF, fibronektin, dan serotonin. Selain mencapai hemostasis,

bekuan fibrin berfungsi sebagai perancah sel inflamasi seperti leukosit

PMNs, neutrofil, dan monosit untuk bermigrasi ke luka (Brunicardi, et al.,

2006).

Infiltrasi selular setelah cedera mengalami proses dengan urutan

yang telah ditentukan. PMNs adalah sel pertama yang menginfiltrasi

lokasi luka, yang memuncak pada 24 hingga 48 jam sejak luka timbul.

Peningkatan permeabilitas pembuluh darah, pelepasan prostaglandin

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39312/3/BAB 2.pdfSetelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah, yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah

21

lokal, dan adanya zat chemotactic seperti faktor komplemen, IL-1, TNF-

α, TGF-β, platelet faktor 4, atau semua zat dari bakteri merangsang

neutrofil bermigrasi (Brunicardi, et al., 2006).

Peran utama dari neutrofil adalah fagositosis bakteri dan debris

jaringan. PMNs juga merupakan sumber utama sitokin inflamasi selama

fase awal, khususnya TNF-α, yang mungkin memiliki pengaruh

signifikan terhadap angiogenesis selanjutnya dan sintesis kolagen. PMNs

juga melepaskan protease seperti collagenase, yang berpartisipasi dalam

matriks dan degradasi substansi dasar dalam fase awal penyembuhan

luka. Selain peran mereka dalam membatasi infeksi, sel-sel ini tidak

muncul untuk memainkan peran dalam deposisi kolagen atau akuisisi

kekuatan luka mekanik. Sebaliknya, faktor neutrofil telah terlibat dalam

menunda penutupan luka epitel (Brunicardi, et al., 2006).

Makrofag, seperti neutrofil, berpartisipasi dalam debridement luka

melalui fagositosis dan berkontribusi untuk stasis mikro melalui oksigen

radikal dan sintesis oksida nitrat. Fungsi makrofag yang paling penting

adalah aktivasi dan perekrutan sel lain melalui mediator seperti sitokin

dan growth factor, serta interaksi langsung dengan sel-sel dan ICAM.

Dengan melepaskan mediator seperti growth factor TGF-β, VEGF, IGF,

EGF, dan laktat, makrofag mengatur proliferasi sel, sintesis matriks, dan

angiogenesis. Makrofag juga memainkan peran penting dalam mengatur

angiogenesis dan deposisi matriks dan remodeling (Brunicardi, et al.,

2006).

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39312/3/BAB 2.pdfSetelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah, yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah

22

Limfosit-T adalah sel inflamasi lain yang secara rutin menginvasi

luka. Dengan jumlah lebih kecil dari makrofag, limfosit-T mengalami

puncaknya sekitar 1 minggu post-injury dan sebagai jembatan transmisi

dari fase inflamasi ke fase proliferasi penyembuhan. Meskipun diketahui

penting untuk penyembuhan luka, peran limfosit dalam penyembuhan

luka tidak sepenuhnya diketahui. Data signifikan mendukung hipotesis

bahwa limfosit T memainkan peran aktif dalam modulasi lingkungan

luka. Penipisan dari limfosit-T menurunkan kekuatan dan konten kolagen,

sementara penipisan selektif dari subset CD8+ limfosit T supresor

meningkatkan penyembuhan luka. Namun, penipisan subset helper CD4

tidak berpengaruh. Limfosit juga memberikan suatu efek down-

regulating pada sintesis kolagen fibroblast oleh interferon IFN-ã, TNF-á,

dan IL-1. Efek ini hilang jika sel-sel secara fisik terpisah, menunjukkan

bahwa sintesis matriks ekstraseluler diatur tidak hanya melalui faktor

larutan tetapi juga oleh kontak langsung sel antara limfosit dan fibroblast

(Brunicardi, et al., 2006).

Fase ini merupakan bagian yang esensial dari proses penyembuhan

dan tidak ada upaya yang dapat menghentikan proses ini. Jika proses ini

diperpanjang oleh adanya jaringan yang mengalami devitalisasi secara

terus menerus, adanya benda asing, pengelupasan jaringan yang luas,

trauma kambuhan, atau oleh penggunaan yang tidak bijaksana preparat

topikal untuk luka, seperti antiseptik, antibiotik, atau krim asam, maka

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39312/3/BAB 2.pdfSetelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah, yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah

23

penyembuhan diperlambat dan kekuatan regangan luka menjadi tetap

rendah (Morison, 2004).

b. Fase Proliferasi

Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol

adalah proses proliferasi fibroblast. Fibroblast berasal dari sel mesenkim

yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam

aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang

akan mempertautkan tepi luka. Pada fase ini serat dibentuk dan

dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan pada luka

yang cenderung mengerut. Sifat ini, bersama dengan sifat kontraktil

miofibroblast, menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase ini

kekuatan regangan luka mencapai 25% jaringan normal (Sjamsuhidajat &

Jong, 2010).

Fase proliferasi adalah fase kedua dari penyembuhan luka dan

prosesnya berkisar dari hari ke-4 sampai ke-12. Selama fase ini,

kontinuitas jaringan dibentuk kembali. Fibroblast dan sel endotel adalah

kumpulan sel terakhir menginvasi daerah luka, dan chematactic factor

terkuat untuk fibroblast adalah PDGF. Saat memasuki lingkungan luka,

fibroblast yang masuk harus terlebih dahulu berproliferasi, dan kemudian

menjadi aktif untuk melaksanakan fungsi utama mereka yaitu renovasi

sintesis matriks. Aktivasi ini terutama dimediasi oleh sitokin dan growth

factor yang dilepaskan oleh makrofag (Brunicardi, et al., 2006).

Fibroblast yang terisolasi pada luka mensintesis kolagen lebih

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39312/3/BAB 2.pdfSetelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah, yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah

24

banyak daripada fibroblast biasa, mereka berkembang biak lebih sedikit,

dan mereka secara aktif melakukan kontraksi matriks. Meskipun jelas

bahwa lingkungan luka kaya sitokin memainkan peran penting dalam

perubahan fenotipik dan aktivasi mediator, meskipun hanya beberapa

yang diketahui. Sel endotel juga berproliferasi secara ekstensif selama

fase penyembuhan. Sel-sel ini berpartisipasi dalam pembentukan kapiler

baru (angiogenesis), suatu proses yang penting untuk keberhasilan

penyembuhan luka. Sel endotel bermigrasi dari venula utuh yang dekat

dengan luka. Migrasi mereka, replikasi, dan pembentukan tubulus baru

kapiler berada di bawah pengaruh sitokin dan growth factor seperti TNF-

á, TGF-â, dan VEGF. Meskipun banyak sel lain yang menghasilkan

VEGF, tetapi makrofag merupakan sumber utama dalam penyembuhan

luka, dan VEGF reseptor utamannya terletak pada sel endotel (Brunicardi,

et al., 2006).

Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast, dan

kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan

yang berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka

yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi

permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk

dari proses mitosis. Proses migrasi hanya bisa terjadi ke arah yang lebih

rendah atau datar, sebab epitel tak dapat bermigrasi ke arah yang lebih

tinggi. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan

menutup seluruh permukaan luka (Sjamsuhidajat & Jong, 2010).

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39312/3/BAB 2.pdfSetelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah, yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah

25

Epitelisasi terjadi sampai tiga kali lebih cepat di lingkungan yang

lembab (di bawah balutan oklusif atau balutan semipermiabel) daripada

di lingkungan yang kering (Morison, 2004).

Dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia dengan

pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses

pematangan dalam fase penyudahan (Sjamsuhidajat & Jong, 2010).

c. Maturasi dan Remodeling

Maturasi dan remodeling jaringan parut dimulai selama fase

fibroplastik, dan ditandai oleh reorganisasi kolagen yang telah disintesis

sebelumnya. Kolagen adalah dipecah MMPs, dan kolagen pada luka

merupakan hasil keseimbangan antara kolagenolisis dan sintesis kolagen.

Ada pergeseran pada sintesis kolagen dan akhirnya kembali terjadi

pembentukan matriks ekstraseluler yang terdiri dari jaringan parut kaya

kolagen yang relatif aselular (Brunicardi, et al., 2006).

Luka dan integritas kekuatan mekanik di luka baru ditentukan oleh

kuantitas dan kualitas kolagen yang baru disimpan. Pengendapan matriks

pada lokasi luka mengikuti pola karakteristik fibronektin dan kolagen tipe

III merupakan perancah matriks awal glukosaminoglikan dan

proteoglikan merupakan komponen matriks signifikan berikutnya, dan

kolagen tipe I adalah matriks akhir. Setelah beberapa minggu pasca injuri

jumlah kolagen dalam luka mencapai plateau, tapi kekuatan terus

meningkat selama beberapa bulan lagi. Pembentukan fibril dan cross-

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39312/3/BAB 2.pdfSetelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah, yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah

26

linking fibril menghasilkan penurunan kelarutan kolagen, peningkatan

kekuatan, dan peningkatan ketahanan terhadap degradasi enzimatik

matriks kolagen. Remodeling jaringan parut berlanjut terus hingga 6

sampai 12 bulan pasca cedera, dengan secara bertahap menghasilkan

jaringan parut yang matang, avaskular, dan aselular (Brunicardi, et al.,

2006).

Kolagenolisis adalah hasil dari aktivitas kolagenase, sebuah

metalloproteinase matriks yang membutuhkan aktivasi baik sintesis

kolagen maupun lisin kolagen, keduanya dikendalikan oleh sitokin dan

growth factor. Beberapa faktor mempengaruhi kedua aspek remodeling

kolagen tersebut. Sebagai contoh, TGF-â meningkatkan transkripsi

kolagen baru dan juga menurunkan perusahaan kolagen dengan

menstimulasi sintesis inhibitor jaringan dari metalloproteinase. Peristiwa

hemostasis ini, deposisi kolagen dan degradasi, adalah penentu utama

kekuatan dan integritas luka (Brunicardi, et al., 2006).

2.3.2 Pembentukan Scar

Dalam 24 jam, karena rangsangan PDGF, fibroblast dalam jaringan

subkutis berpindah. Segera setelah itu, kolagen dikeluarkan, dimulai

proses penjahitan, dan proses penyatuan kuat antara tepi-tepi luka. Pada

luka yang sudah sembuh. Pengukuran hidroksiprolin tinggi pada hari ke

4-12, dan akan mulai berkurang dengan cepat. Kekuatan tegangan luka

terus meningkat bila kolagen matur. Dua proses utama yang bekerja

selama maturase: (1) ikatan dalam molekul-molekul kolagen dan antara

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39312/3/BAB 2.pdfSetelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah, yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah

27

serat-serat kolagen serta (2) ‘remodeling’ arah berkas kolagen (Sabiston,

2017).

Untuk melakukan ‘remodeling’, berkas kolagen yang sudah ada akan

dilarutkan oleh kolagenase jaringan; jaringan baru terbentuk dan tersusun

untuk menahan garis tegangan melewati luka. Jahitan antar jaringan tepi

luka menimbulkan penyembuhan yang baik. Pada penyembuhan

sederhana, kekuatan kolagen dan kecepatan mencapai maturase bervariasi

sesuai keparahan luka. Jadi luka pada kulit akan sembuh dengan baik

dalam waktu 2-3 minggu (Sabiston, 2017).

2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka terbagi menjadi dua:

1. Faktor Lokal

a. Oksigenasi

Oksigenasi merupakan factor terpenting yang berpengaruh

pada kecepatan penyembuhan. Hal ini tampak secara klinik: pada

daerah dengan vaskularisasi yang baik, seperti wajah dan lidah.

Penyembuhan terhalang apabila jahitan terlalu ketat (Sabiston,

2017).

2. Faktor Umum

a. Nutrisi

Kekurangan vitamin C menghalangi hidroksilasi prolin dan

lisin, sehingga kolagen tidak dikeluarkan oleh fibroblast. Penilaian

nutrisi yang berkelanjutan diperlukan karena penampilan visual

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39312/3/BAB 2.pdfSetelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah, yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah

28

pasien atau luka bukanlah indicator yang dapat diandalkan pasien

untuk menerima berapa jumlah nutrisi yang tepat diterima oleh

pasien (Sabiston, 2017; Cathy, et al., 2011)

b. Usia

Usia dapat mengganggu semua tahap penyembuhan luka

seperti: perubahan vaskuler mengganggu sirkulasi ke daerah luka,

penurunan fungsi hati mengganggu sintesis faktor pembekuan,

respons inflamasi lambat, pembentukan antibodi dan limfosit

menurun, jaringan kolagen kurang lunak, jaringan parut kurang

elastis (Sabiston, 2017; S & L.A., 2010).

Seiring dengan bertambahnya usia, perubahan yang terjadi

dikulit yaitu frekuensi penggunaan sel epidermis, respon inflamasi

terhadap cedera, persepsi sensoris, proteksi mekanis, dan fungsi

barier kulit. Kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan

pertumbuhan atau kematangan usia seseorang, namun selanjutnya

proses penuaan dapat menurunkan sistem perbaikan sel sehingga

dapat memperlambat proses penyembuhan luka (Moya, 2004).

Menurut Alice dkk (2014) bahwa anak-anak yang sehat tanpa

adanya gangguan seperti status gizi buruk atau gangguan

perkembangan saraf penyembuhan lukanya lebih cepat (Alice, et al.,

2014).

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39312/3/BAB 2.pdfSetelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah, yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah

29

c. Steroid

Steroid menghalangi penyembuhan dengan menekan proses

peradangan dan menambah lisis kolagen. Efeknya sangat nyata

selama 4 hari pertama, setelah itu efeknya berkurang hanya untuk

menghambat ketahanan normal terhadap infeksi (Sabiston, 2017).

2.3.4 Hubungan Antara Tingkat Keparahan Sumbing Bibir dan Kualitas Scar

Bermudez dkk (2013) mengklasifikasikan sumbing bibir menjadi tiga

derajat tingkat keparahan yaitu: ringan, sedang, dan berat. Tingkat keparahan

ringan yaitu hanya sumbing dibagian bibir inkomplit (jembatan jaringan

sampai dengan tepi vermillion). Tingkat keparahan sedang yaitu sumbing

bibir dapat inkomplit (jembatan jaringan hanya pada nasal sill) atau komplit

(adanya distorsi ala nasi minim). Dan tingkat keparahan sumbing berat yaitu

sumbing bibir komplit (distorsi ala nasi tampak nyata dan langit-langit cleft)

(Bermudez, et al., 2013).

Pasien sumbing bibir dengan tingkat keparahan berat akan memerlukan

perawatan bedah yang lebih kompleks. Semakin lebar celah sumbing akan

mempengaruhi kualitas scar pasca operasi. Hal tersebut berhubungan dengan

ketegangan jahitan yang akan mempengaruhi proses penyembuhan luka,

yaitu oksigenasi jaringan. Oksigenasi merupakan faktor terpenting yang

dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka, dimana oksigenasi

berhubungan dengan vaskularisasi. Jika pada proses penyembuhan luka

terganggu, maka akan dapat mempengaruhi kualitas scar (Sabiston, 2017;

Richard, et al., 2007)

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39312/3/BAB 2.pdfSetelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan oleh sedikit bekuan darah, yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah

30

Scar pasca operasi ataupun trauma, umunya akan sulit diprediksi. Baik

buruknya scar umumnya juga berhubungan dengan kolagen pada fase

remodeling. Sintesis dan degradasi serat kolagen akan menentukan fase

remodeling. Ketika luka mencapai kematangan, sitokin ekstraseluler akan

berubah untuk penghentian dan sintesis kolagen lebih lanjut. Umumnya luka

yang mencapai maturasi normal, maka tidak akan terjadi discoloration pada

kulit sekitarnya (S & L.A., 2010; Daegu & Aram, 2014; Thomas, et al., 2001).

Scar biasanya dibedakan dari kulit normal dari segi peninggian

jaringan (hypertrophy), perubahan warna (discoloration), pelebaran

jaringan (spreading), dan bekas jahitan yang tampak pada jaringan tersebut

(Bermudez, et al., 2013). Kualitas adalah baik buruknya sesuatu. Kualitas

scar adalah baik buruknya scar pasca operasi. Kualitas scar dapat dinilai

dari empat 30actor, yaitu:

a. Hypertrophy (peninggian jaringan yang terjadi pada bekas luka

operasi)

b. Discoloration (perubahan warna yang terjadi pada bekas luka operasi)

c. Spreading (pelebaran yang terjadi pada bekas luka operasi)

d. Suture Marks (bekas jahitan yang tampak pada bekas luka operasi)