bab 2 tinjauan pustakaeprints.umm.ac.id/39501/3/bab 2.pdf · rongga abdomen. pada kondisi hidup...

23
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hati 2.1.1 Anatomi Hepar atau hati adalah organ terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga abdomen. Pada kondisi hidup hati berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah (Sloane, 2004). Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh manusia dengan berat kurang lebih 1,5 kg (Junqueira & Carneiro., 2007). Sebagian besar hepar terletak di profunda arcus costalis dextra dan hemidiaphragma dextra memisahkan hepar dari pleura, pulmo, pericardium, dan cor. Hepar terbentang ke sebelah kiri untuk mencapai hemidiaphragma sinistra (Snell, 2006). Hepar terbagi menjadi empat lobus, yakni lobus dextra, lobus caudatus, lobus sinistra, dan lobus qaudatus. Terdapat lapisan jaringan ikat yang tipis, disebut dengan kapsula Glisson, dan pada bagian luar ditutupi oleh peritoneum. Darah arteria dan vena berjalan di antara sel-sel hepar melalui sinusoid dan dialirkan ke vena centralis. Vena centralis pada masing-masing lobulus bermuara ke venae hepaticae. Dalam ruangan antara lobulus-lobulus terdapat canalis hepatis yang berisi cabang-cabang arteria hepatica, vena portae hepatis, dan sebuah cabang ductus choledochus (trias 12 hepatis). (Sloane, 2004) Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika yang mengelilingi bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu yang membentuk

Upload: doanhanh

Post on 28-Apr-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hati

2.1.1 Anatomi

Hepar atau hati adalah organ terbesar yang terletak di sebelah kanan atas

rongga abdomen. Pada kondisi hidup hati berwarna merah tua karena kaya

akan persediaan darah (Sloane, 2004). Hati merupakan kelenjar terbesar

dalam tubuh manusia dengan berat kurang lebih 1,5 kg (Junqueira &

Carneiro., 2007). Sebagian besar hepar terletak di profunda arcus costalis

dextra dan hemidiaphragma dextra memisahkan hepar dari pleura, pulmo,

pericardium, dan cor. Hepar terbentang ke sebelah kiri untuk mencapai

hemidiaphragma sinistra (Snell, 2006).

Hepar terbagi menjadi empat lobus, yakni lobus dextra, lobus caudatus,

lobus sinistra, dan lobus qaudatus. Terdapat lapisan jaringan ikat yang tipis,

disebut dengan kapsula Glisson, dan pada bagian luar ditutupi oleh

peritoneum. Darah arteria dan vena berjalan di antara sel-sel hepar melalui

sinusoid dan dialirkan ke vena centralis. Vena centralis pada masing-masing

lobulus bermuara ke venae hepaticae. Dalam ruangan antara lobulus-lobulus

terdapat canalis hepatis yang berisi cabang-cabang arteria hepatica, vena

portae hepatis, dan sebuah cabang ductus choledochus (trias 12 hepatis).

(Sloane, 2004)

Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika yang mengelilingi

bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu yang membentuk

6

kapiler empedu yang dinamakan kanalikuli empedu yang berjalan diantara

lembaran sel hati (Amirudin, 2009).

Gambar 2.1 Anatomi Hepar

Sumber: Netter, 2006

2.1.2 Fisiologi Hati

Vena porta hepatika mengalirkan darah keluar dari sistem

venous usus dengan membawa nutrien yang diserap di dalam

saluran cerna ke hati. Hati melaksanakan berbagai fungsi metabolik.

Sebagai contoh, pada saat puasa hati akan menghasilkan sebagian

besar glukosa melalui glukoneogenesis serta glikogenolisis,

melakukan detoksifikasi, menyimpan glikogen dan memproduksi

getah empedu disamping berbagai protein serta lipid (Berkowitz,

2013).

7

Menurut Guyton & Hall (2008), hati mempunyai beberapa

fungsi yaitu:

a. Metabolisme karbohidrat

Fungsi hati dalam metabolisme karbohidrat adalah menyimpan

glikogen dalam jumlah besar, mengkonversi galaktosa dan fruktosa

menjadi glukosa, glukoneogenesis, dan membentuk banyak senyawa

kimia yang penting dari hasil perantara metabolisme karbohidrat.

b. Metabolisme lemak

Fungsi hati yang berkaitan dengan metabolisme lemak, antara lain:

mengoksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh

yang lain, membentuk sebagian besar kolesterol, fosfolipid dan

lipoprotein, membentuk lemak dari protein dan karbohidrat.

c. Metabolisme protein

Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah deaminasi asam amino,

pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh,

pembentukan protein plasma, dan interkonversi beragam asam amino

dan membentuk senyawa lain dari asam amino.

d. Lain-lain

Fungsi hati yang lain diantaranya hati merupakan tempat

penyimpanan vitamin, hati sebagai tempat menyimpan besi dalam

bentuk feritin, hati membentuk zat-zat yang digunakan untuk

koagulasi darah dalam jumlah banyak dan hati mengeluarkan atau

mengekskresikan obat-obatan, hormon dan zat lain.

8

2.1.3 Histologi

Sel–sel yang terdapat di hati antara lain: hepatosit, sel

endotel, dan sel makrofag yang disebut sebagai sel kuppfer, dan sel ito

(sel penimbun lemak). Sel hepatosit berderet secara radier dalam

lobulus hati dan membentuk lapisan sebesar 1-2 sel serupa dengan

susunan bata. Lempeng sel ini mengarah dari tepian lobulus ke

pusatnya dan beranastomosis secara bebas membentuk struktur seperti

labirin dan busa. Celah diantara lempeng-lempeng ini mengandung

kapiler yang disebut sinusoid hati (Junqueira & Carneiro., 2007).

Sinusoid hati merupakan saluran darah yang berliku–liku dan

melebar, memiliki diameter yang tidak teratur, dilapisi sel endotel

bertingkat yang tidak utuh (sel endotel bernefestra). Struktur yang

berliku-liku memungkinkan pertukaran zat yang efisien antara hepatosit

dan darah. Sinusoid dibatasi oleh 3 macam sel, yaitu sel endotel

(mayoritas) dengan inti pipih gelap, sel kupffer yang fagositik dengan

inti ovoid, dan sel stelat atau sel Ito atau liposit hepatik yang berfungsi

untuk menyimpan vitamin A dan memproduksi matriks ekstraseluler

serta kolagen. Aliran darah di sinusoid berasal dari cabang terminal

vena portal dan arteri hepatik, membawa darah kaya nutrisi dari saluran

pencernaan dan juga kaya oksigen dari jantung (Eroschenko, 2010;

Junqueira & Carneiro., 2007).

9

Gambar 2.2 Lobular Hormal Hepar

Sumber: Netter, 2006

Pada hati terdapat aliran darah yang dibagi dalam unit struktural

yang disebut asinus hepatik. Asinus hepatik memiliki bentuk seperti

buah berry, berada di traktus portal. Asinus ini terletak di antara dua

atau lebih venula hepatic terminal, dimana darah mengalir dari traktus

portalis ke sinusoid, lalu ke venula tersebut. Asinus hepatik terbagi

menjadi 3 zona: zona 1 terletak paling dekat dengan traktus portal

sehingga paling banyak menerima darah kaya oksigen, sedangkan

zona 3 terletak paling jauh dan hanya menerima sedikit oksigen. Zona

2 atau zona intermediet berada diantara zona 1 dan 3. Zona 3 ini

paling mudah terkena jejas iskemik (Junqueira & Carneiro., 2007).

10

2.2 Hepatitis Alkoholik

2.2.1 Definisi

Hepatitis alkoholik merupakan salah satu komplikasi dari penyakit

alkoholik yang mengancam jiwa, dengan angka kematian hampir 25%

(EASL, 2012). Meminum alkohol yang berkelanjutan akan

menyebabkan kondisi ini semakin fatal, yakni inflamasi pada hati.

Secara khas, pada pasien dengan hepatitis alkoholik akan

menunjukkan gejala yang nonspesifik seperti mual, muntah, anorexia,

nyeri kuadran kanan atas, pengecilan otot proksimal, dan demam.

Gejala yang paling sering timbul yang banyak membuat pasien

datang yakni termasuk distensi abdomen yang memburuk dan ikterus.

Dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan jaundis, hepatic

encephalopathy, asites, dan hepatomegali. Hepatomegali terjadi

karena efek gabungan dari pembengkakan hepatosit dan peregangan

kapsul hati dengan stimulasi berikutnya dari nosiseptor

mengakibatkan sensasi rasa nyeri ( R Liang, 2015).

Beberapa sitokin pro-inflamasi telah terdeteksi pada pasien

alkoholik hepatitis. Pada histologinya ditemukan infiltrasi neutrofil,

degenerasi pada sel hepatosit, bercak nekrosis dan fibrosis di

perivenular dan space perisinusoidal dari Disse, dan inklusi Mallory

hyaline (Basra et al., 2011)

Para peneliti percaya bahwa jika kebiasaan meminum alkohol tetap

berlangsung, pada beberapa pasien, inflamasi dapat berlanjut

11

menjadi sirosis alkoholik, dimana liver yang mulanya sehat akan

tergantikan oleh jaringan fibrosis, sehingga membut liver tak mampu

menjalankan fungsinya dengan baik (Yoon, 2002).

2.2.2 Faktor Resiko

Jumlah konsumsi alkohol merupakan faktor penting pada

perkembangan penyakit hati alkoholik (O’ Shea et al., 2010). Pola

konsumsi juga mempengaruhi. Mengkonsumsi alkohol di luar jam

makan meningkatkan resiko PHA 2,7 kali lipat (Lu X.L et al.,

2004).

Jenis alkohol yang dikonsumsi juga memiliki pengaruh terhadap

perekembangan HA. Suatu survei pada 30.000 orang di Denmark

menyatakan bahwa meminum beer lebih berhubungan dengan HA

daripada meminum wine. (Becker U et al., 2002)

Perubahan gaya hidup pada generasi muda juga faktor

penting dalam perkembangan penyakit ini. (Cheng HG, McBride

O., 2013). Faktor selain alkohol, yang mempengaruhi

perkembangan penyakit hati alkoholik, yakni termasuk demografi

dan faktor biologis seperti latar belakang etnik dan ras, jenis

kelamin, usia, tingkat pendidikan, pendapatan, dan keluarga (U.S.

Department of Health & Human Services, 2005).

Wanita memiliki kerentanan yang lebih terhadap penyakit

hati alkoholik. Level alkohol yang masuk ke aliran darah lebih

tinggi pada wanita daripada pria. Zat yang memecah alkohol

berbeda (jumlah). Pada wanita, enzim pemecah terdapat lebih

12

sedikit, hal ini memengaruhi pemecahan alkohol menjadi lebih

lambat. (U.S. Department of Health & Human Services, 2005).

2.2.3 Efek Toksik Alkohol terhadap Hepar

Secara umum, alkohol mengalami metabolisme melewati

jalur oksidatif, dengan penambahan molekul oksigen atau

pengurangan hidrogen (melalui aktivitas ADH, cytochrome P450,

and enzim katalase), serta jalur non-oksidatif (di jaringan

ekstrahepatik yang tidak mengandung ADH, sitokrom p450, dan

enzim katalase) (Zakhari, 2006).

Jalur utama dari jalur oksidatif yang berlangsung di hepar

yakni melalui enzim ADH (alcohol dehydrogenase), oleh karena itu

jika ADH rendah, maka dapat memicu kerusakan pada hepar. ADH

akan mengubah alkohol menjadi asetaldehid. Asetaldehid

diperkirakan memiliki efek toksik pada sel dengan cara membentuk

protein adduct dengan mengikat pada residual cysteine.

Asetaldehid merupakan reactive compound, yang sangat toksik

terhadap sel hepar karena dapat membentuk berbagai protein dan

DNA adducts yang memicu deplesi glutathionine, peroksidasi lipid,

dan kerusakan pada mitokondria (Setshedi M, Wands JR, Monte SM.,

2010).

Protein yang termodifikasi ini akan memicu respon imun

dan memproduksi autoantibodi. Alkohol juga akan memicu

lipogenesis dan inhibisi oksidasi asam lemak. Peningkatan sintesis

asam lemak akan memicu steatosis (Radan Bruha et al., 2012 ; Gao

13

B, 2011). Pembentukan adduct-asetaldehid menyebabkan

penurunan pembentukan protein yang membentuk lipoprotein hati.

Sekresi protein menjadi berkurang sehingga menyebabkan

penimbunan trigliserol dan protein di hati yang kemudian

menyebabkan influks air ke dalam hepatosit serta pembengkakan

hati. Pembengkakan hati juga akan menyebabkan hipertensi portal

dan kerusakan parenkim hati. Adduct-asetaldehid jug menyebabkan

peningkatan pembentukan peroksidasi lemak dan percepatan

kerusakan akibat radikal bebas dimana asetaldehid akan berikatan

langsung dengan glutation dan menurunkan kemampuan glutation

dalam mencegah akibat dari radikal bebas (Dawn, 2012)

Sumber utama ROS yaitu berasal dari mitokondria, retikulum

endoplasma, dan sel Kuppfer. Retikulum endoplasma merupakan organel

pusat untuk maturasi protein. Akibat adanya ikatan protein dan

asetaldehid, retikulum endoplasma menanggapi berbagai rangsangan

dengan menghasilkan maturasi protein dalam jumlah banyak dalam

lumen retikulum endoplasma yang mengaktifkan berbagai jalur sehingga

dapat menimbulkan stres retikulum endoplasma (Louvet and Mathurin,

2015). Kerusakan akibat asetaldehid semakin meningkat karena

kerusakan protein dan lemak menghilangkan kemampuan mitokondria

mengoksidasi NADH dan asetaldehid yang mengakibatkan penumpukan

kadar asetaldehid. Rasio NADH/NAD+ yang tinggi pada alkoholisme

kronik dapat menimbulkan asidosis laktat, ketoasidosis dan hipoglikemia.

Metabolisme etanol di dalam sel hepar menyebabkan

peningkatan produksi radikal bebas dengan berbagai mekanisme

14

sehingga terjadi stres oksidatif yang akan merusak jaringan hepar.

Reaksi antara etanol dengan H202 dan radikal reaktif spesies yang

lain akan menghasilkan radikal hidroksietil yang merupakan

oksidan kuat (Jawi et al., 2007)

Jalur oksidatif lain yakni enzim sitokrom P450 (termasuk

CYP2E1), dan enzim katalase. CYP2E1, yang terdapat di

mikrosomal, atau vesikel, dari membran pada retikulum

endoplasma, terinduksi oleh konsumsi alkohol kronis, dan akan

memetabolisme alkohol menjadi asetaldehida. Produksi ROS ,

seperti hidroksietil, anion superoksida, dan radikal hidroksil, akan

meningkatkan resiko kerusakan jaringan.

Reactive oxygen species (ROS), seperti hydrogen peroxide

dan superoxide ions, yang dipicu oleh CYP2E1, berpengaruh

terhadap profil pro-inflamasi pada PHA, yakni merekrut neutrofil

dan sel imun lainnya, meningkatkan sitokin pro-inflamasi di

sirkulasi (Seth et al., 2011).

Enzim katalase, yang terdapat pada peroksisom, mampu

mengoksidasi alkohol in vitro pada tersedianya H2O2 –generating

system, seperti complex NADPH oksidase atau enzim xanthine

oksidase (Zakhari, 2006).

Penelitian lain menemukan terjadi peningkatan produksi

radikal bebas di dalam hepar akibat induksi terhadap microsomal

cytochrome P-450 oleh etanol. Pada binatang percobaan yang

diberikan etanol 0,8 gram/Kg BB/hari, terjadi peningkatan radikal

15

bebas yang akan menimbulkan kerusakan pada sel-sel hepatosit dan

menimbulkan inflamasi pada jaringan hepar (Jawi et al., 2007).

Sebagai tambahan, induksi CYP2EI berkontribusi dalam

peroksidase lipid yang berhubungan dengan kerusakan liver akibat

alkohol. DiLuzio merupakan orang pertama yang melaporkan

bahwa ethanol membuat kenaikan peroksidasi lipid di liver, dan

kondisi tersebut dapat dicegah dengan antioksidan (Lieber, 2005).

Gambar 2.3 Histopatologi pada Hepatitis Alkoholik

Fitur histologis yang paling khas dari AH dibandingkan dengan

bentuk lain dari hepatitis adalah pembengkakan (swelling) sel

(terbentuk ballooned hepatocytes) (1), bentukan Mallory bodies (2),

disertai peradangan didominasi neutrofil (3).

Sumber: R. Lucey et al., 2009

Peningkatan jumlah neutrofil mungkin mencerminkan

peningkatan kehadiran sitokin, spesies oksigen reaktif, dan protease

dalam hepatosit. Telah ditemukan bahwa sitokin pro-inflamasi

termasuk tumor necrosis factor alpha (TNF-α), interleukin-1 (IL-1),

IL-6, dan IL-8 diaktifkan dan disekresikan oleh sel Kupffer dan sel-

sel inflamasi lainnya (neutrofil dan makrofag. Secara khusus, IL-8

3

2

1

16

terkenal karena aktivitas kemotaksis, yang dapat menjelaskan

keberadaan peningkatan neutrofil. sitokin inflamasi lainnya

termasuk TNF-α, IL-1 dan IL-6 diaktifkan oleh pelepasan radikal

bebas dan spesies oksigen reaktif disebabkan oleh stres oksidatif

dalam hepatosit dan sel-sel Kupffer. Sitokin inflamasi mungkin

berkontribusi terhadap patofisiologi penyakit hati alkoholik seperti

yang disarankan oleh beberapa studi (Liang R, 2015).

2.2.4 Penegakan Diagnosis

Penengakan diagnosis dapat dilakukan berdasarkan

perjalanan jumlah konsumsi alkohol, pemeriksaan fisik, dan data

tes laboratorium. ( Cohen SM, 2009).

Sejumlah ketidaknormalan pada tes laboratotium, termasuk

peningkatan serum aminotransferas, telah dilaporkan terjadi pada

pasien dengan luka pada hati yang disebabkan oleh alkohol, dan

digunakan untuk mendiagnosis penyakit hati alkoholik. Serum

aspartate aminotransferase secara khas naik hingga 2-6 kali diatas

normal pada hepatitis alkoholikberat. Pada 70% pasien, rasio

SGOT/SGPT lebih tinggi daripada 2, tanpa sirosis. Rasio lebih dari

3 mengindikasikan penyakit liver alkoholik. (O’Shea, et al., 2010).

AST/aspartat aminotransferase (SGOT/Serum Glutamat

Oksaloasetat Transaminase) merupakan enzim yang berada dalam

sel parenkim hati, sel darah, sel jantung dan sel otot. Oleh karena

itu, peningkatan pada AST tidak selalu menunjukkan adanya

17

kelainan di sel hati. Kadar normal AST darah 5–40 U/L dan kadar

normal ALT darah 5–35 U/L (Huang et al., 2006)

Asam lemak yang berakumulasi dan kemudian membentuk

metabolit yang bersifat toksik, dapat menyebabkan inflamasi,

cidera pada hepatosit, dan fibrosis. Hal ini tampak biasanya dapat

tampak pada autopsy.

2.3 Alkohol

2.3.1 Definisi

Alkohol adalah zat psikoaktif yang menyebabkan

kecanduan pada penggunanya. Konsumsi alkohol berlebih dalam

jangka pendek dapat menimbulkan efek keracunan alkohol. Efek

konsumsi alkohol dalam jumlah banyak dan jangka waktu lama

antara lain mengakibatkan kerusakan hati, gangguan neurologis,

gangguan kardiovaskuler, gangguan jiwa, dan kanker (CDC,

2014).

Alkohol mudah berdifusi dan distribusinya dalam jaringan

sesuai dengan kadar air jaringan tersebut. Semakin hidrofil

jaringan semakin tinggi kadar alkoholnya. Biasanya dalam 12 jam

telah tercapai keseimbangan kadar alkohol dalam darah, usus, dan

jaringan lunak ( Zakhari, 2006 ).

Setelah minum alkohol dalam keadaan puasa, kadar puncak

alkohol di dalam darah dicapai dalam waktu 30 menit.

Distribusinya berjalan cepat, dengan kadar obat dalam jaringan

18

mendekati kadar di dalam darah. Volume distribusi dari etanol

mendekati volume cairan tubuh total (0,5–0,7 L/Kg) (Masters,

2002).

2.3.2 Farmakologi Etanol

Ethanol dioksidasi menjadi asetaldehid oleh ADH, terutama

terjadi di liver. Dan asetaldehid termetabolisme menjadi asam

asetat oleh ALDH ( acetaldehyde dehydrogenase). Metabolisme

alkohol melibatkan 3 jalur, yaitu jalur sitosol, jalur peroksisom

dan jalur mikrosom.

a. Jalur Sitosol/Lintasan Alkohol Dehidrogenase.

Jalur ini adalah proses oksidasi dengan melibatkan enzim

alkohol dehidrogenase (ADH). Proses oksidasi dengan

menggunakan alkohol dehidrogenase terutama terjadi di dalam

hepar. Metabolisme alkohol oleh ADH akan menghasilkan

asetaldehid yang merupakan produk yang sangat reaktif dan

sangat beracun sehingga menyebabkan kerusakan beberapa

jaringan atau sel (Zakhari, 2006).

b. Jalur Peroksisom/Sistem Katalase

Melalui enzim katalase yang terdapat dalam

peroksisom (peroxysome) hidrogen yang dihasilkan dari

metabolism alkohol dapat mengubah keadaan redoks, dan pada

pemakaian alkohol yang lama dapat mengecil. Perubahan ini

dapat menimbulkan perubahan metabolisme lemak dan

karbohidrat, yang menyebabkan bertambahnya jaringan

19

kolagen dan dalam keadaan tertentu dapat menghambat sintesa

protein ( Zakhari, 2006) .

c. Jalur Mikrosom

Jalur ini juga sering disebut dengan sistem SOEM

(Sistem Oksidasi Etanol Mikrosom). yang terletak dalam

retikulum endoplasma. Dengan pertolongan 3 komponen

mikrosom ( sitokrom P-450, reduktase dan lesitin) alkohol

diuraikan menjadi asetaldehid (Zakhari, 2006).

2.4 Mengkudu

2.4.1 Definisi

Mengkudu (Morinda citrifolia L) atau yang disebut pace

maupun noni merupakan tumbuhan asli Indonesia yang sudah

dikenal lama oleh penduduk di Indonesia (Gambar 1).

Pemanfaatannya lebih banyak diperkenalkan oleh masyarakat

Jawa yang selalu memanfaatkan tanaman atau tumbuhan herbal

untuk mengobati beberapa penyakit (Djauhariya, 2006).

2.4.2 Taksonomi

1. Kingdom : Plantae

2. Subkingdom : Tracheobionta

3. Super Divisi : Spermatophyta

4. Divisi : Magnoliophyta

5. Kelas : Magnoliopsida

6. Ordo : Rubiales

7. Famili : Rubiaceae

20

8. Genus : Morinda

9. Spesies : Morinda citrifolia L. (Waha, 2002)

2.4.3 Morfologi

Gambar 2.4 Morinda citrifolia L

Sumber : Plantamor.com

Mengkudu merupakan tumbuhan tropis, dapat tumbuh

diberbagai tipe lahan. Kondisi lahan yang sesuai untuk tanman

mengkudu adalah pada lahan terbuka cukup sinar matahari,

tekstur tanah liat, liat berpasir, tanah agak lembap, dekat

dengan sumber air, subur, gembur, banyak mengandung bahan

organik dan drainasenya cukup baik. Tanaman ini tumbuh di

dataran rendah hingga pada ketinggian 1500 m. curah hujan

1500 – 3500 mm/ tahun, merata sepanjang tahun dengan bulan

kering <3 bulan, pH tanah 5-7 (Sudiarto, 2003).

Ciri dari tanaman mengkudu ini mudah sekali untuk dikenali

karena tanaman ini dapat tumbuh liar dimana saja bisa di

pekarangan rumah, pinggir jalan atau di taman dan di pot.

Ciri dari tanaman ini adalah :

21

a. Pohon tidak terlalu besar dengan tinggi 3-8 m. Batang

bengkok-bengkok, berakar tunggang. Bagian batang

mudah dibelah , kemudian dikeringkan serta dapat

digunakan sebagai tiang dan kayu bakar.

b. Daun besar dan tunggal, kebanyakan bersilang berhadapan,

bertangkai, bulat telur lebar hingga bentuk elips, dengan

ujung runcing, sisi atas hijau tua mengkilat, sama sekali

gundul, 5-17 cm. Daun penumpu bentuknya bervariasi,

kadang bulat telur, bertepi rata, hijau kekuningan, gundul,

dengan panjang 1,5 cm, dibawah karangan bunga selalu

cukup tinggi dan tumbuh menjadi satu. Tulang daun

menyirip. Daunnya menganduk banyak vitamin A.

c. Perbungaan mengkudu bertipe bongkol dengan tangkai 1-4

cm, rapat, berbunga banyak, tumbuh di ketiak. Bunga

berbau harum dan mahkotanya berbentuk tabung, terompet,

putih, dalam lehernya berambut wol, panjangnya tabung

bisa mencapai 1,5 cm. Benang sari berjumlah 5, tumbuh

jadi satu dengan tabung mahkota hingga berukuran cukup

tinggi, tangkai sari berambut wol.

d. Buah yang bulat atau lonjong seperti telur ayam.

Permukaan buah terbagi dalam sel-sel poligonal (bersegi

banyak) yang berbintik-bintik atau berkutil. Bakal buah

pada ujungnya berkelopak dan berwarna hijau kekuningan.

Awalnya buah berwarna hijau ketika masih muda, dan

22

menjadi putih kekuningan menjelang buahnya masak dan

setelah benar-benar matang menjadi putih transparan dan

lunak. Daging buah tersusun atas buah-buah batu yang

berbentuk pyramid atau bentuk memanjang segitiga dan

berwarna coklat kemerahan.

e. Biji berwarna hitam, memiliki albumen yang keras dan

ruang udara yang tampak jelas. Bijinya tetap memiliki daya

tumbuh tinggi, walaupun 9 telah disimpan selama 6 bulan.

Perkecambahannya 3 - 9 minggu setelah biji disemaikan.

Pertumbuhan tanaman setelah biji tumbuh sangat cepat.

Perbungaan dan pembuahan dimulai pada tahun ke-3 dan

berlangsung terus-menerus sepanjang tahun. Umur

maksimum dari tanaman mengkudu adalah sekitar 25 tahun

(Alviventiasari,2012 ; Djauhariya et al., 2006).

2.4.4 Kandungan Senyawa Kimia

Tanaman mengkudu adalah salah satu tanaman yang sudah

dimanfaatkan sejak lama hampir di seluruh belahan dunia. Di

negeri Cina, laporan-laporan mengenai khasiat tanaman

mengkudu telah ditemukan pada tulisan-tulisan kuno yang

dibuat pada masa dinasti Han sekitar 2000 tahun lalu. Di

Hawaii, mengkudu malah telah dianggap sebagai tanaman suci

karena ternyata tanaman ini sudah digunakan sebagai obat

tradisional sejak lebih dari 1500 tahun lalu. Mengkudu telah

diketahui dapat mengobati berbagai macam penyakit, seperti

23

tekanan darah tinggi, kejang, obat menstruasi, artistis, kurang

nafsu makan, artheroskleorosis, gangguan saluran darah, dan

untuk meredakan rasa sakit (Djauhariya, 2003).

Sebanyak 160 senyawa fitokimia telah teridentifikasi dari

tanaman menkudu. Mikronutrien terbesar yang ditemukan

dalam tanaman mengkudu adalah senyawa fenol, asam organik

dan alkaloid. Senyawa golongan fenol yang paling banyak

ditemukan dan penting adalah antrakuinon (damnnacanthal,

moridon dan morindin), acubitin, asperulosida dan skopoletin

(Blanco et al., 2006).

Buah mengkudu menghasilkan sederatan antioksidan

diantaranya: scopoletin, nitric oxide, vitamin C dan vitamin A.

Oksidan termasuk golongan senyawa oksigen reaktif yang

berasal dari oksigen (O2) dan sebagian diantaranya berbentuk

radikal bebas, sehingga seringkali radikal bebas digolongkan

dalam oksidan akan tetapi radikal bebas lebih berbahaya

daripada oksidan karena reaktivitasnya lebih tinggi dan

kecenderungan untuk menghasilkan radikal baru. (Prabowo,

1997; Freisleben, 2000). Sejumlah vitamin telah dilaporkan

terdapat pada buah mengkudu, terutama vitamin C (asam

askorbat) sebanyak 24-158mg/100 g dry matter (Shovie &

Whistler, 2001).

Salah satu alkaloid penting yang terdapat dalam buah

mengkudu adalah xeronine. Xeronine dihasilkan juga oleh

24

tubuh manusia dalam jumlah terbatas yang berfungsi untuk

mengaktifkan enzim-enzim dan mengatur fungsi protein di

dalam sel. Xeronine ditemukan pertama kali oleh Dr. Ralph

Heinicke (ahli biokimia). Walaupun buah mengkudu hanya

mengandung sedikit xeronine, tetapi mengandung bahan-bahan

pembentuk (prekursor) xeronine, yaitu proxeronine dalam

jumlah besar. Proxeronine akan berkombinasi dengan protein

pada manusia, sehingga dapat meningkatkan fungsi sel

(Solomon, 1999).

Proxeronine adalah sejenis asam koloid yang tidak

mengandung gula, asam amino atau asam nukleat seperti

koloid-koloid lainnya dengan bobot molekul relatif besar, lebih

dari 16.000. Apabila mengkonsumsi proxeronine maka kadar

xeronine di dalam tubuh akan meningkat. Di dalam tubuh

manusia (usus) enzim proxeronase dan zat-zat lain akan

mengubah proxeronine menjadi xeronine. Fungsi utama

xeronine adalah mengatur bentuk dan rigiditas (kekerasan)

protein-protein spesifik yang terdapat di dalam sel. Hal ini

penting mengingat bila protein-protein tersebut berfungsi

abnormal maka tubuh akan mengalami gangguan kesehatan

(Heinicke 2001).

2.5 Tikus Putih

2.5.1 Karakteristik

Lebih dari 90% dari semua hewan uji yang

digunakan di dalam berbagai penelitian adalah binatang pengerat,

25

terutama mencit (Mus musculus L.) dan tikus (Rattus norvegicus L.).

Tikus memiliki banyak keunggulan sebagai hewan uji coba yaitu

memiliki kesamaan fisiologis dan genetik dengan manusia, siklus

hidup yang relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi

sifat-sifatnya tinggi, mudah dalam penanganan dan pemberian

perlakuan (Adiyati, 2011)

Gambar 2.5 Tikus putih (Rattus novergicus) galur Wistar

(Janvier Labs, 2013)

Klasifikasi Tikus putih (Rattus norvegicus) adalah (Krinke, 2006):

Kingdom : Animalia

Divisi : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Rodentia

Famili : Muridae

Subfamili : Murinae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus L.

26

2.5.2 Anatomi dan fisiologi hepar tikus

Hepar tikus (Rattus norvegicus) rata-rata memiliki berat 10 g dengan

berat badan tikus rata-rata 250 g (Martin and Neuhaus, 2007) atau sekitar 3%

dari berat badan tubuhnya (Koolhaas, 2010). Hepar tikus dibagi menjadi 4

lobus yaitu lobus medial (a), lobus lateral sinistra (b), lobus lateral dextra (c),

lobus kaudatus (d). Tikus tidak memiliki kandung empedu. Namun secara

fisiologis, fungsinya sama seperti hepar manusia yaitu metabolisme energi,

mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresikan, menghasilkan

enzim glikogenik dan sekresi garam empedu (Martin & Neuhaus, 2007).

Gambar 2.6. Hepar tikus putih (Rattus novergicus strain wistar)

Sumber: Bredo, 2011

2.5.3 Histologi hepar tikus

Hepar tikus tersusun atas sel parenkim yaitu sel hepatosit dan sel

non parenkim seperti sel kupffer dan sel endotel. Sediaan histologi hepar

tikus dengan metode pewarnaan hematoxilin eosin didapatkan pola yang

27

mirip dengan histologi hepar pada manusia. Terdapat area porta yang terdiri

dari triad hepatik, yang merupakan cabang dari vena porta, arteri hepatik,

dan duktus empedu. Keberadaan area portal yang diikuti vena sentral

menunjukan struktur lobular pada hepar tikus (Barrata, 2009).

Berdasarkan suplai oksigen yang diterima, hepar tikus terbagi

menjadi 3 zona. Zona 1 yang mengelilingi triad porta dimana darah

teroksigenasi berasal dari arteri hepatik, zona 3 terletak di sekeliling vena

sentralis dimana daerah ini minim suplai oksigen, dan zona 2 yang berada

diantara zona 1 dan zona 3 (Savannah, 2016).

Tabel. 2.1 Perbandingan Hepar Tikus dan Hepar Manusia

Tikus Putih Manusia

Terbagi menjadi 3 zona Terbagi menjadi 3 zona

Lobus kaudatus terlihat jelas Lobus kaudatus tidak terlihat jelas

3% berat badan tikus 2,5 % berat badan manusia

Vena portal terbagi trifucatio Vena portal terbagi bifucatio

Barata, 2009

Tikus putih atau yang lebih dikenal dengan tikus albino ini lebih banyak

dipilih karena tikus yang dilahirkan dari perkawinan antara tikus albino jantan dan

betina mempunyai tingkat kemiripan genetis yang besar, yaitu 98%, meskipun

sudah lebih dari 20 generasi. Bahkan setelah terjadi perkawinan tertutup di antara

tikus albino ini, mereka masih mempunyai kemiripan genetis yang sangat besar

yaitu 99,5% (Krinke, 2006).