bab 2 tinjauan pustakaeprints.umm.ac.id/39501/3/bab 2.pdf · rongga abdomen. pada kondisi hidup...
TRANSCRIPT
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hati
2.1.1 Anatomi
Hepar atau hati adalah organ terbesar yang terletak di sebelah kanan atas
rongga abdomen. Pada kondisi hidup hati berwarna merah tua karena kaya
akan persediaan darah (Sloane, 2004). Hati merupakan kelenjar terbesar
dalam tubuh manusia dengan berat kurang lebih 1,5 kg (Junqueira &
Carneiro., 2007). Sebagian besar hepar terletak di profunda arcus costalis
dextra dan hemidiaphragma dextra memisahkan hepar dari pleura, pulmo,
pericardium, dan cor. Hepar terbentang ke sebelah kiri untuk mencapai
hemidiaphragma sinistra (Snell, 2006).
Hepar terbagi menjadi empat lobus, yakni lobus dextra, lobus caudatus,
lobus sinistra, dan lobus qaudatus. Terdapat lapisan jaringan ikat yang tipis,
disebut dengan kapsula Glisson, dan pada bagian luar ditutupi oleh
peritoneum. Darah arteria dan vena berjalan di antara sel-sel hepar melalui
sinusoid dan dialirkan ke vena centralis. Vena centralis pada masing-masing
lobulus bermuara ke venae hepaticae. Dalam ruangan antara lobulus-lobulus
terdapat canalis hepatis yang berisi cabang-cabang arteria hepatica, vena
portae hepatis, dan sebuah cabang ductus choledochus (trias 12 hepatis).
(Sloane, 2004)
Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika yang mengelilingi
bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu yang membentuk
6
kapiler empedu yang dinamakan kanalikuli empedu yang berjalan diantara
lembaran sel hati (Amirudin, 2009).
Gambar 2.1 Anatomi Hepar
Sumber: Netter, 2006
2.1.2 Fisiologi Hati
Vena porta hepatika mengalirkan darah keluar dari sistem
venous usus dengan membawa nutrien yang diserap di dalam
saluran cerna ke hati. Hati melaksanakan berbagai fungsi metabolik.
Sebagai contoh, pada saat puasa hati akan menghasilkan sebagian
besar glukosa melalui glukoneogenesis serta glikogenolisis,
melakukan detoksifikasi, menyimpan glikogen dan memproduksi
getah empedu disamping berbagai protein serta lipid (Berkowitz,
2013).
7
Menurut Guyton & Hall (2008), hati mempunyai beberapa
fungsi yaitu:
a. Metabolisme karbohidrat
Fungsi hati dalam metabolisme karbohidrat adalah menyimpan
glikogen dalam jumlah besar, mengkonversi galaktosa dan fruktosa
menjadi glukosa, glukoneogenesis, dan membentuk banyak senyawa
kimia yang penting dari hasil perantara metabolisme karbohidrat.
b. Metabolisme lemak
Fungsi hati yang berkaitan dengan metabolisme lemak, antara lain:
mengoksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh
yang lain, membentuk sebagian besar kolesterol, fosfolipid dan
lipoprotein, membentuk lemak dari protein dan karbohidrat.
c. Metabolisme protein
Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah deaminasi asam amino,
pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh,
pembentukan protein plasma, dan interkonversi beragam asam amino
dan membentuk senyawa lain dari asam amino.
d. Lain-lain
Fungsi hati yang lain diantaranya hati merupakan tempat
penyimpanan vitamin, hati sebagai tempat menyimpan besi dalam
bentuk feritin, hati membentuk zat-zat yang digunakan untuk
koagulasi darah dalam jumlah banyak dan hati mengeluarkan atau
mengekskresikan obat-obatan, hormon dan zat lain.
8
2.1.3 Histologi
Sel–sel yang terdapat di hati antara lain: hepatosit, sel
endotel, dan sel makrofag yang disebut sebagai sel kuppfer, dan sel ito
(sel penimbun lemak). Sel hepatosit berderet secara radier dalam
lobulus hati dan membentuk lapisan sebesar 1-2 sel serupa dengan
susunan bata. Lempeng sel ini mengarah dari tepian lobulus ke
pusatnya dan beranastomosis secara bebas membentuk struktur seperti
labirin dan busa. Celah diantara lempeng-lempeng ini mengandung
kapiler yang disebut sinusoid hati (Junqueira & Carneiro., 2007).
Sinusoid hati merupakan saluran darah yang berliku–liku dan
melebar, memiliki diameter yang tidak teratur, dilapisi sel endotel
bertingkat yang tidak utuh (sel endotel bernefestra). Struktur yang
berliku-liku memungkinkan pertukaran zat yang efisien antara hepatosit
dan darah. Sinusoid dibatasi oleh 3 macam sel, yaitu sel endotel
(mayoritas) dengan inti pipih gelap, sel kupffer yang fagositik dengan
inti ovoid, dan sel stelat atau sel Ito atau liposit hepatik yang berfungsi
untuk menyimpan vitamin A dan memproduksi matriks ekstraseluler
serta kolagen. Aliran darah di sinusoid berasal dari cabang terminal
vena portal dan arteri hepatik, membawa darah kaya nutrisi dari saluran
pencernaan dan juga kaya oksigen dari jantung (Eroschenko, 2010;
Junqueira & Carneiro., 2007).
9
Gambar 2.2 Lobular Hormal Hepar
Sumber: Netter, 2006
Pada hati terdapat aliran darah yang dibagi dalam unit struktural
yang disebut asinus hepatik. Asinus hepatik memiliki bentuk seperti
buah berry, berada di traktus portal. Asinus ini terletak di antara dua
atau lebih venula hepatic terminal, dimana darah mengalir dari traktus
portalis ke sinusoid, lalu ke venula tersebut. Asinus hepatik terbagi
menjadi 3 zona: zona 1 terletak paling dekat dengan traktus portal
sehingga paling banyak menerima darah kaya oksigen, sedangkan
zona 3 terletak paling jauh dan hanya menerima sedikit oksigen. Zona
2 atau zona intermediet berada diantara zona 1 dan 3. Zona 3 ini
paling mudah terkena jejas iskemik (Junqueira & Carneiro., 2007).
10
2.2 Hepatitis Alkoholik
2.2.1 Definisi
Hepatitis alkoholik merupakan salah satu komplikasi dari penyakit
alkoholik yang mengancam jiwa, dengan angka kematian hampir 25%
(EASL, 2012). Meminum alkohol yang berkelanjutan akan
menyebabkan kondisi ini semakin fatal, yakni inflamasi pada hati.
Secara khas, pada pasien dengan hepatitis alkoholik akan
menunjukkan gejala yang nonspesifik seperti mual, muntah, anorexia,
nyeri kuadran kanan atas, pengecilan otot proksimal, dan demam.
Gejala yang paling sering timbul yang banyak membuat pasien
datang yakni termasuk distensi abdomen yang memburuk dan ikterus.
Dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan jaundis, hepatic
encephalopathy, asites, dan hepatomegali. Hepatomegali terjadi
karena efek gabungan dari pembengkakan hepatosit dan peregangan
kapsul hati dengan stimulasi berikutnya dari nosiseptor
mengakibatkan sensasi rasa nyeri ( R Liang, 2015).
Beberapa sitokin pro-inflamasi telah terdeteksi pada pasien
alkoholik hepatitis. Pada histologinya ditemukan infiltrasi neutrofil,
degenerasi pada sel hepatosit, bercak nekrosis dan fibrosis di
perivenular dan space perisinusoidal dari Disse, dan inklusi Mallory
hyaline (Basra et al., 2011)
Para peneliti percaya bahwa jika kebiasaan meminum alkohol tetap
berlangsung, pada beberapa pasien, inflamasi dapat berlanjut
11
menjadi sirosis alkoholik, dimana liver yang mulanya sehat akan
tergantikan oleh jaringan fibrosis, sehingga membut liver tak mampu
menjalankan fungsinya dengan baik (Yoon, 2002).
2.2.2 Faktor Resiko
Jumlah konsumsi alkohol merupakan faktor penting pada
perkembangan penyakit hati alkoholik (O’ Shea et al., 2010). Pola
konsumsi juga mempengaruhi. Mengkonsumsi alkohol di luar jam
makan meningkatkan resiko PHA 2,7 kali lipat (Lu X.L et al.,
2004).
Jenis alkohol yang dikonsumsi juga memiliki pengaruh terhadap
perekembangan HA. Suatu survei pada 30.000 orang di Denmark
menyatakan bahwa meminum beer lebih berhubungan dengan HA
daripada meminum wine. (Becker U et al., 2002)
Perubahan gaya hidup pada generasi muda juga faktor
penting dalam perkembangan penyakit ini. (Cheng HG, McBride
O., 2013). Faktor selain alkohol, yang mempengaruhi
perkembangan penyakit hati alkoholik, yakni termasuk demografi
dan faktor biologis seperti latar belakang etnik dan ras, jenis
kelamin, usia, tingkat pendidikan, pendapatan, dan keluarga (U.S.
Department of Health & Human Services, 2005).
Wanita memiliki kerentanan yang lebih terhadap penyakit
hati alkoholik. Level alkohol yang masuk ke aliran darah lebih
tinggi pada wanita daripada pria. Zat yang memecah alkohol
berbeda (jumlah). Pada wanita, enzim pemecah terdapat lebih
12
sedikit, hal ini memengaruhi pemecahan alkohol menjadi lebih
lambat. (U.S. Department of Health & Human Services, 2005).
2.2.3 Efek Toksik Alkohol terhadap Hepar
Secara umum, alkohol mengalami metabolisme melewati
jalur oksidatif, dengan penambahan molekul oksigen atau
pengurangan hidrogen (melalui aktivitas ADH, cytochrome P450,
and enzim katalase), serta jalur non-oksidatif (di jaringan
ekstrahepatik yang tidak mengandung ADH, sitokrom p450, dan
enzim katalase) (Zakhari, 2006).
Jalur utama dari jalur oksidatif yang berlangsung di hepar
yakni melalui enzim ADH (alcohol dehydrogenase), oleh karena itu
jika ADH rendah, maka dapat memicu kerusakan pada hepar. ADH
akan mengubah alkohol menjadi asetaldehid. Asetaldehid
diperkirakan memiliki efek toksik pada sel dengan cara membentuk
protein adduct dengan mengikat pada residual cysteine.
Asetaldehid merupakan reactive compound, yang sangat toksik
terhadap sel hepar karena dapat membentuk berbagai protein dan
DNA adducts yang memicu deplesi glutathionine, peroksidasi lipid,
dan kerusakan pada mitokondria (Setshedi M, Wands JR, Monte SM.,
2010).
Protein yang termodifikasi ini akan memicu respon imun
dan memproduksi autoantibodi. Alkohol juga akan memicu
lipogenesis dan inhibisi oksidasi asam lemak. Peningkatan sintesis
asam lemak akan memicu steatosis (Radan Bruha et al., 2012 ; Gao
13
B, 2011). Pembentukan adduct-asetaldehid menyebabkan
penurunan pembentukan protein yang membentuk lipoprotein hati.
Sekresi protein menjadi berkurang sehingga menyebabkan
penimbunan trigliserol dan protein di hati yang kemudian
menyebabkan influks air ke dalam hepatosit serta pembengkakan
hati. Pembengkakan hati juga akan menyebabkan hipertensi portal
dan kerusakan parenkim hati. Adduct-asetaldehid jug menyebabkan
peningkatan pembentukan peroksidasi lemak dan percepatan
kerusakan akibat radikal bebas dimana asetaldehid akan berikatan
langsung dengan glutation dan menurunkan kemampuan glutation
dalam mencegah akibat dari radikal bebas (Dawn, 2012)
Sumber utama ROS yaitu berasal dari mitokondria, retikulum
endoplasma, dan sel Kuppfer. Retikulum endoplasma merupakan organel
pusat untuk maturasi protein. Akibat adanya ikatan protein dan
asetaldehid, retikulum endoplasma menanggapi berbagai rangsangan
dengan menghasilkan maturasi protein dalam jumlah banyak dalam
lumen retikulum endoplasma yang mengaktifkan berbagai jalur sehingga
dapat menimbulkan stres retikulum endoplasma (Louvet and Mathurin,
2015). Kerusakan akibat asetaldehid semakin meningkat karena
kerusakan protein dan lemak menghilangkan kemampuan mitokondria
mengoksidasi NADH dan asetaldehid yang mengakibatkan penumpukan
kadar asetaldehid. Rasio NADH/NAD+ yang tinggi pada alkoholisme
kronik dapat menimbulkan asidosis laktat, ketoasidosis dan hipoglikemia.
Metabolisme etanol di dalam sel hepar menyebabkan
peningkatan produksi radikal bebas dengan berbagai mekanisme
14
sehingga terjadi stres oksidatif yang akan merusak jaringan hepar.
Reaksi antara etanol dengan H202 dan radikal reaktif spesies yang
lain akan menghasilkan radikal hidroksietil yang merupakan
oksidan kuat (Jawi et al., 2007)
Jalur oksidatif lain yakni enzim sitokrom P450 (termasuk
CYP2E1), dan enzim katalase. CYP2E1, yang terdapat di
mikrosomal, atau vesikel, dari membran pada retikulum
endoplasma, terinduksi oleh konsumsi alkohol kronis, dan akan
memetabolisme alkohol menjadi asetaldehida. Produksi ROS ,
seperti hidroksietil, anion superoksida, dan radikal hidroksil, akan
meningkatkan resiko kerusakan jaringan.
Reactive oxygen species (ROS), seperti hydrogen peroxide
dan superoxide ions, yang dipicu oleh CYP2E1, berpengaruh
terhadap profil pro-inflamasi pada PHA, yakni merekrut neutrofil
dan sel imun lainnya, meningkatkan sitokin pro-inflamasi di
sirkulasi (Seth et al., 2011).
Enzim katalase, yang terdapat pada peroksisom, mampu
mengoksidasi alkohol in vitro pada tersedianya H2O2 –generating
system, seperti complex NADPH oksidase atau enzim xanthine
oksidase (Zakhari, 2006).
Penelitian lain menemukan terjadi peningkatan produksi
radikal bebas di dalam hepar akibat induksi terhadap microsomal
cytochrome P-450 oleh etanol. Pada binatang percobaan yang
diberikan etanol 0,8 gram/Kg BB/hari, terjadi peningkatan radikal
15
bebas yang akan menimbulkan kerusakan pada sel-sel hepatosit dan
menimbulkan inflamasi pada jaringan hepar (Jawi et al., 2007).
Sebagai tambahan, induksi CYP2EI berkontribusi dalam
peroksidase lipid yang berhubungan dengan kerusakan liver akibat
alkohol. DiLuzio merupakan orang pertama yang melaporkan
bahwa ethanol membuat kenaikan peroksidasi lipid di liver, dan
kondisi tersebut dapat dicegah dengan antioksidan (Lieber, 2005).
Gambar 2.3 Histopatologi pada Hepatitis Alkoholik
Fitur histologis yang paling khas dari AH dibandingkan dengan
bentuk lain dari hepatitis adalah pembengkakan (swelling) sel
(terbentuk ballooned hepatocytes) (1), bentukan Mallory bodies (2),
disertai peradangan didominasi neutrofil (3).
Sumber: R. Lucey et al., 2009
Peningkatan jumlah neutrofil mungkin mencerminkan
peningkatan kehadiran sitokin, spesies oksigen reaktif, dan protease
dalam hepatosit. Telah ditemukan bahwa sitokin pro-inflamasi
termasuk tumor necrosis factor alpha (TNF-α), interleukin-1 (IL-1),
IL-6, dan IL-8 diaktifkan dan disekresikan oleh sel Kupffer dan sel-
sel inflamasi lainnya (neutrofil dan makrofag. Secara khusus, IL-8
3
2
1
16
terkenal karena aktivitas kemotaksis, yang dapat menjelaskan
keberadaan peningkatan neutrofil. sitokin inflamasi lainnya
termasuk TNF-α, IL-1 dan IL-6 diaktifkan oleh pelepasan radikal
bebas dan spesies oksigen reaktif disebabkan oleh stres oksidatif
dalam hepatosit dan sel-sel Kupffer. Sitokin inflamasi mungkin
berkontribusi terhadap patofisiologi penyakit hati alkoholik seperti
yang disarankan oleh beberapa studi (Liang R, 2015).
2.2.4 Penegakan Diagnosis
Penengakan diagnosis dapat dilakukan berdasarkan
perjalanan jumlah konsumsi alkohol, pemeriksaan fisik, dan data
tes laboratorium. ( Cohen SM, 2009).
Sejumlah ketidaknormalan pada tes laboratotium, termasuk
peningkatan serum aminotransferas, telah dilaporkan terjadi pada
pasien dengan luka pada hati yang disebabkan oleh alkohol, dan
digunakan untuk mendiagnosis penyakit hati alkoholik. Serum
aspartate aminotransferase secara khas naik hingga 2-6 kali diatas
normal pada hepatitis alkoholikberat. Pada 70% pasien, rasio
SGOT/SGPT lebih tinggi daripada 2, tanpa sirosis. Rasio lebih dari
3 mengindikasikan penyakit liver alkoholik. (O’Shea, et al., 2010).
AST/aspartat aminotransferase (SGOT/Serum Glutamat
Oksaloasetat Transaminase) merupakan enzim yang berada dalam
sel parenkim hati, sel darah, sel jantung dan sel otot. Oleh karena
itu, peningkatan pada AST tidak selalu menunjukkan adanya
17
kelainan di sel hati. Kadar normal AST darah 5–40 U/L dan kadar
normal ALT darah 5–35 U/L (Huang et al., 2006)
Asam lemak yang berakumulasi dan kemudian membentuk
metabolit yang bersifat toksik, dapat menyebabkan inflamasi,
cidera pada hepatosit, dan fibrosis. Hal ini tampak biasanya dapat
tampak pada autopsy.
2.3 Alkohol
2.3.1 Definisi
Alkohol adalah zat psikoaktif yang menyebabkan
kecanduan pada penggunanya. Konsumsi alkohol berlebih dalam
jangka pendek dapat menimbulkan efek keracunan alkohol. Efek
konsumsi alkohol dalam jumlah banyak dan jangka waktu lama
antara lain mengakibatkan kerusakan hati, gangguan neurologis,
gangguan kardiovaskuler, gangguan jiwa, dan kanker (CDC,
2014).
Alkohol mudah berdifusi dan distribusinya dalam jaringan
sesuai dengan kadar air jaringan tersebut. Semakin hidrofil
jaringan semakin tinggi kadar alkoholnya. Biasanya dalam 12 jam
telah tercapai keseimbangan kadar alkohol dalam darah, usus, dan
jaringan lunak ( Zakhari, 2006 ).
Setelah minum alkohol dalam keadaan puasa, kadar puncak
alkohol di dalam darah dicapai dalam waktu 30 menit.
Distribusinya berjalan cepat, dengan kadar obat dalam jaringan
18
mendekati kadar di dalam darah. Volume distribusi dari etanol
mendekati volume cairan tubuh total (0,5–0,7 L/Kg) (Masters,
2002).
2.3.2 Farmakologi Etanol
Ethanol dioksidasi menjadi asetaldehid oleh ADH, terutama
terjadi di liver. Dan asetaldehid termetabolisme menjadi asam
asetat oleh ALDH ( acetaldehyde dehydrogenase). Metabolisme
alkohol melibatkan 3 jalur, yaitu jalur sitosol, jalur peroksisom
dan jalur mikrosom.
a. Jalur Sitosol/Lintasan Alkohol Dehidrogenase.
Jalur ini adalah proses oksidasi dengan melibatkan enzim
alkohol dehidrogenase (ADH). Proses oksidasi dengan
menggunakan alkohol dehidrogenase terutama terjadi di dalam
hepar. Metabolisme alkohol oleh ADH akan menghasilkan
asetaldehid yang merupakan produk yang sangat reaktif dan
sangat beracun sehingga menyebabkan kerusakan beberapa
jaringan atau sel (Zakhari, 2006).
b. Jalur Peroksisom/Sistem Katalase
Melalui enzim katalase yang terdapat dalam
peroksisom (peroxysome) hidrogen yang dihasilkan dari
metabolism alkohol dapat mengubah keadaan redoks, dan pada
pemakaian alkohol yang lama dapat mengecil. Perubahan ini
dapat menimbulkan perubahan metabolisme lemak dan
karbohidrat, yang menyebabkan bertambahnya jaringan
19
kolagen dan dalam keadaan tertentu dapat menghambat sintesa
protein ( Zakhari, 2006) .
c. Jalur Mikrosom
Jalur ini juga sering disebut dengan sistem SOEM
(Sistem Oksidasi Etanol Mikrosom). yang terletak dalam
retikulum endoplasma. Dengan pertolongan 3 komponen
mikrosom ( sitokrom P-450, reduktase dan lesitin) alkohol
diuraikan menjadi asetaldehid (Zakhari, 2006).
2.4 Mengkudu
2.4.1 Definisi
Mengkudu (Morinda citrifolia L) atau yang disebut pace
maupun noni merupakan tumbuhan asli Indonesia yang sudah
dikenal lama oleh penduduk di Indonesia (Gambar 1).
Pemanfaatannya lebih banyak diperkenalkan oleh masyarakat
Jawa yang selalu memanfaatkan tanaman atau tumbuhan herbal
untuk mengobati beberapa penyakit (Djauhariya, 2006).
2.4.2 Taksonomi
1. Kingdom : Plantae
2. Subkingdom : Tracheobionta
3. Super Divisi : Spermatophyta
4. Divisi : Magnoliophyta
5. Kelas : Magnoliopsida
6. Ordo : Rubiales
7. Famili : Rubiaceae
20
8. Genus : Morinda
9. Spesies : Morinda citrifolia L. (Waha, 2002)
2.4.3 Morfologi
Gambar 2.4 Morinda citrifolia L
Sumber : Plantamor.com
Mengkudu merupakan tumbuhan tropis, dapat tumbuh
diberbagai tipe lahan. Kondisi lahan yang sesuai untuk tanman
mengkudu adalah pada lahan terbuka cukup sinar matahari,
tekstur tanah liat, liat berpasir, tanah agak lembap, dekat
dengan sumber air, subur, gembur, banyak mengandung bahan
organik dan drainasenya cukup baik. Tanaman ini tumbuh di
dataran rendah hingga pada ketinggian 1500 m. curah hujan
1500 – 3500 mm/ tahun, merata sepanjang tahun dengan bulan
kering <3 bulan, pH tanah 5-7 (Sudiarto, 2003).
Ciri dari tanaman mengkudu ini mudah sekali untuk dikenali
karena tanaman ini dapat tumbuh liar dimana saja bisa di
pekarangan rumah, pinggir jalan atau di taman dan di pot.
Ciri dari tanaman ini adalah :
21
a. Pohon tidak terlalu besar dengan tinggi 3-8 m. Batang
bengkok-bengkok, berakar tunggang. Bagian batang
mudah dibelah , kemudian dikeringkan serta dapat
digunakan sebagai tiang dan kayu bakar.
b. Daun besar dan tunggal, kebanyakan bersilang berhadapan,
bertangkai, bulat telur lebar hingga bentuk elips, dengan
ujung runcing, sisi atas hijau tua mengkilat, sama sekali
gundul, 5-17 cm. Daun penumpu bentuknya bervariasi,
kadang bulat telur, bertepi rata, hijau kekuningan, gundul,
dengan panjang 1,5 cm, dibawah karangan bunga selalu
cukup tinggi dan tumbuh menjadi satu. Tulang daun
menyirip. Daunnya menganduk banyak vitamin A.
c. Perbungaan mengkudu bertipe bongkol dengan tangkai 1-4
cm, rapat, berbunga banyak, tumbuh di ketiak. Bunga
berbau harum dan mahkotanya berbentuk tabung, terompet,
putih, dalam lehernya berambut wol, panjangnya tabung
bisa mencapai 1,5 cm. Benang sari berjumlah 5, tumbuh
jadi satu dengan tabung mahkota hingga berukuran cukup
tinggi, tangkai sari berambut wol.
d. Buah yang bulat atau lonjong seperti telur ayam.
Permukaan buah terbagi dalam sel-sel poligonal (bersegi
banyak) yang berbintik-bintik atau berkutil. Bakal buah
pada ujungnya berkelopak dan berwarna hijau kekuningan.
Awalnya buah berwarna hijau ketika masih muda, dan
22
menjadi putih kekuningan menjelang buahnya masak dan
setelah benar-benar matang menjadi putih transparan dan
lunak. Daging buah tersusun atas buah-buah batu yang
berbentuk pyramid atau bentuk memanjang segitiga dan
berwarna coklat kemerahan.
e. Biji berwarna hitam, memiliki albumen yang keras dan
ruang udara yang tampak jelas. Bijinya tetap memiliki daya
tumbuh tinggi, walaupun 9 telah disimpan selama 6 bulan.
Perkecambahannya 3 - 9 minggu setelah biji disemaikan.
Pertumbuhan tanaman setelah biji tumbuh sangat cepat.
Perbungaan dan pembuahan dimulai pada tahun ke-3 dan
berlangsung terus-menerus sepanjang tahun. Umur
maksimum dari tanaman mengkudu adalah sekitar 25 tahun
(Alviventiasari,2012 ; Djauhariya et al., 2006).
2.4.4 Kandungan Senyawa Kimia
Tanaman mengkudu adalah salah satu tanaman yang sudah
dimanfaatkan sejak lama hampir di seluruh belahan dunia. Di
negeri Cina, laporan-laporan mengenai khasiat tanaman
mengkudu telah ditemukan pada tulisan-tulisan kuno yang
dibuat pada masa dinasti Han sekitar 2000 tahun lalu. Di
Hawaii, mengkudu malah telah dianggap sebagai tanaman suci
karena ternyata tanaman ini sudah digunakan sebagai obat
tradisional sejak lebih dari 1500 tahun lalu. Mengkudu telah
diketahui dapat mengobati berbagai macam penyakit, seperti
23
tekanan darah tinggi, kejang, obat menstruasi, artistis, kurang
nafsu makan, artheroskleorosis, gangguan saluran darah, dan
untuk meredakan rasa sakit (Djauhariya, 2003).
Sebanyak 160 senyawa fitokimia telah teridentifikasi dari
tanaman menkudu. Mikronutrien terbesar yang ditemukan
dalam tanaman mengkudu adalah senyawa fenol, asam organik
dan alkaloid. Senyawa golongan fenol yang paling banyak
ditemukan dan penting adalah antrakuinon (damnnacanthal,
moridon dan morindin), acubitin, asperulosida dan skopoletin
(Blanco et al., 2006).
Buah mengkudu menghasilkan sederatan antioksidan
diantaranya: scopoletin, nitric oxide, vitamin C dan vitamin A.
Oksidan termasuk golongan senyawa oksigen reaktif yang
berasal dari oksigen (O2) dan sebagian diantaranya berbentuk
radikal bebas, sehingga seringkali radikal bebas digolongkan
dalam oksidan akan tetapi radikal bebas lebih berbahaya
daripada oksidan karena reaktivitasnya lebih tinggi dan
kecenderungan untuk menghasilkan radikal baru. (Prabowo,
1997; Freisleben, 2000). Sejumlah vitamin telah dilaporkan
terdapat pada buah mengkudu, terutama vitamin C (asam
askorbat) sebanyak 24-158mg/100 g dry matter (Shovie &
Whistler, 2001).
Salah satu alkaloid penting yang terdapat dalam buah
mengkudu adalah xeronine. Xeronine dihasilkan juga oleh
24
tubuh manusia dalam jumlah terbatas yang berfungsi untuk
mengaktifkan enzim-enzim dan mengatur fungsi protein di
dalam sel. Xeronine ditemukan pertama kali oleh Dr. Ralph
Heinicke (ahli biokimia). Walaupun buah mengkudu hanya
mengandung sedikit xeronine, tetapi mengandung bahan-bahan
pembentuk (prekursor) xeronine, yaitu proxeronine dalam
jumlah besar. Proxeronine akan berkombinasi dengan protein
pada manusia, sehingga dapat meningkatkan fungsi sel
(Solomon, 1999).
Proxeronine adalah sejenis asam koloid yang tidak
mengandung gula, asam amino atau asam nukleat seperti
koloid-koloid lainnya dengan bobot molekul relatif besar, lebih
dari 16.000. Apabila mengkonsumsi proxeronine maka kadar
xeronine di dalam tubuh akan meningkat. Di dalam tubuh
manusia (usus) enzim proxeronase dan zat-zat lain akan
mengubah proxeronine menjadi xeronine. Fungsi utama
xeronine adalah mengatur bentuk dan rigiditas (kekerasan)
protein-protein spesifik yang terdapat di dalam sel. Hal ini
penting mengingat bila protein-protein tersebut berfungsi
abnormal maka tubuh akan mengalami gangguan kesehatan
(Heinicke 2001).
2.5 Tikus Putih
2.5.1 Karakteristik
Lebih dari 90% dari semua hewan uji yang
digunakan di dalam berbagai penelitian adalah binatang pengerat,
25
terutama mencit (Mus musculus L.) dan tikus (Rattus norvegicus L.).
Tikus memiliki banyak keunggulan sebagai hewan uji coba yaitu
memiliki kesamaan fisiologis dan genetik dengan manusia, siklus
hidup yang relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi
sifat-sifatnya tinggi, mudah dalam penanganan dan pemberian
perlakuan (Adiyati, 2011)
Gambar 2.5 Tikus putih (Rattus novergicus) galur Wistar
(Janvier Labs, 2013)
Klasifikasi Tikus putih (Rattus norvegicus) adalah (Krinke, 2006):
Kingdom : Animalia
Divisi : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus L.
26
2.5.2 Anatomi dan fisiologi hepar tikus
Hepar tikus (Rattus norvegicus) rata-rata memiliki berat 10 g dengan
berat badan tikus rata-rata 250 g (Martin and Neuhaus, 2007) atau sekitar 3%
dari berat badan tubuhnya (Koolhaas, 2010). Hepar tikus dibagi menjadi 4
lobus yaitu lobus medial (a), lobus lateral sinistra (b), lobus lateral dextra (c),
lobus kaudatus (d). Tikus tidak memiliki kandung empedu. Namun secara
fisiologis, fungsinya sama seperti hepar manusia yaitu metabolisme energi,
mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresikan, menghasilkan
enzim glikogenik dan sekresi garam empedu (Martin & Neuhaus, 2007).
Gambar 2.6. Hepar tikus putih (Rattus novergicus strain wistar)
Sumber: Bredo, 2011
2.5.3 Histologi hepar tikus
Hepar tikus tersusun atas sel parenkim yaitu sel hepatosit dan sel
non parenkim seperti sel kupffer dan sel endotel. Sediaan histologi hepar
tikus dengan metode pewarnaan hematoxilin eosin didapatkan pola yang
27
mirip dengan histologi hepar pada manusia. Terdapat area porta yang terdiri
dari triad hepatik, yang merupakan cabang dari vena porta, arteri hepatik,
dan duktus empedu. Keberadaan area portal yang diikuti vena sentral
menunjukan struktur lobular pada hepar tikus (Barrata, 2009).
Berdasarkan suplai oksigen yang diterima, hepar tikus terbagi
menjadi 3 zona. Zona 1 yang mengelilingi triad porta dimana darah
teroksigenasi berasal dari arteri hepatik, zona 3 terletak di sekeliling vena
sentralis dimana daerah ini minim suplai oksigen, dan zona 2 yang berada
diantara zona 1 dan zona 3 (Savannah, 2016).
Tabel. 2.1 Perbandingan Hepar Tikus dan Hepar Manusia
Tikus Putih Manusia
Terbagi menjadi 3 zona Terbagi menjadi 3 zona
Lobus kaudatus terlihat jelas Lobus kaudatus tidak terlihat jelas
3% berat badan tikus 2,5 % berat badan manusia
Vena portal terbagi trifucatio Vena portal terbagi bifucatio
Barata, 2009
Tikus putih atau yang lebih dikenal dengan tikus albino ini lebih banyak
dipilih karena tikus yang dilahirkan dari perkawinan antara tikus albino jantan dan
betina mempunyai tingkat kemiripan genetis yang besar, yaitu 98%, meskipun
sudah lebih dari 20 generasi. Bahkan setelah terjadi perkawinan tertutup di antara
tikus albino ini, mereka masih mempunyai kemiripan genetis yang sangat besar
yaitu 99,5% (Krinke, 2006).