bab 2 perilaku ibu tentang makanan jajanan yang
DESCRIPTION
jjjTRANSCRIPT
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku
Menurut Bloom yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) bahwa perilaku
seseorang terdiri atas kognitif, yaitu dapat diukur dari pengetahuan, afektif dapat
diukur dari sikap atau tanggapan dan psikomotor yang dapat diukur dari tindakan
(praktek) yang dilakukan.
2.1.1 Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Jajanan Anak
Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari
berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk,
petugas kesehatan, kerabat dan sebagainya. Pengetahuan ini dapat membentuk
keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai dengan keyakinan tersebut.
Notoatmodjo (2003), mengatakan bahwa pengetahuan merupakan resultan dari akibat
proses penginderaan terhadap suatu objek. Penginderaan tersebut sebagian besar
berasal dari penglihatan dan pendengaran.
Pengetahuan ibu serta keterampilan seorang ibu sangat diperlukan dalam
upaya pemilihan bahan makanan yang tepat dan baik, cara pengolahan dengan
berbagai bumbu, kemudian cara penyajian hidangan yang menarik. Makin tinggi
pengetahuan manusia, makin banyak yang dilakukan dalam tata laksana makan agar
makanan menjadi lebih berguna bagi tubuh (Maryati, 2000).
Pengetahuan ibu sangat berpengaruh di dalam pelaksanaan atau penerapan di
rumah tangganya. Semakin banyak pengetahuan ibu tentang gizi maka dapat
diperhitungkan jenis makanan yang dipilih untuk dikonsumsinya. Ibu yang tidak
Universitas Sumatera Utara
mempunyai pengetahuan gizi yang cukup akan memilih berdasarkan panca inderanya
dan tidak mengadakan pemilihan berdasarkan nilai gizi makanan, baik dalam
pemberian makanan jajanan anaknya secara sembarang. Sebaiknya mereka yang
semakin banyak pengetahuan gizinya, lebih banyak mempertimbangkan secara
rasional dan pengetahuan tentang nilai gizi makanan tersebut dalam memilihkan
makanan jajanan buat anaknya (Soediaotama, 2003).
Dari hasil penelitian Hermina (2004) menyatakan bahawa ada perbedaan
bermakna antara tingkat pengetahuan ibu dengan makanan anak. Pada penelitian
tersebut diberikan materi kepada ibu yang memiliki tingkat pengetahuan baik dan
tingkat pengetahuan kurang. Pada ibu yang tingkat pengetahuan kurang hanya dapat
menjawab 24% dari pertanyaan yang diajukan dan 39% yang dapat dijawab oleh
yang tingkat pengetahuan baik.
Dari hasil penelitian Devi (2004), didapat bahwa status gizi anak sangat baik
87,5% responden telah mencapai status gizi baik. Apabila dikaitkan dengan perilaku
makan anak, dimana 77 % responden mempunyai nilai perilaku makan cukup baik
dan 13% amat baik, maka hal ini dapat dikatakan ada pertimbangan antara perilaku
makan anak dengan status gizi anak. Dari hasil penelitian ini ada hubungan antara
pendidikan ibu dan pengetahuan gizi ibu terhadap perilaku makan anak, semakin
tinggi tingkat pendidikannya, semakin baik perilaku konsumsi makan anak dan
semakin baik status gizinya.
Menurut pakar pendidikan, untuk membantu proses pendidikan anak,
sebaiknya orang tua menambah pengetahuan, sebab semakin tinggi pengetahuan
orang tua makin banyak pengetahuan yang dapat diberikan kepada anak-anaknya.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini sejalan dengan pendapat Karyadi (1999) yang menyatakan bahwa anak belajar
tentang apa yang dimakan dan tidak dimakan berdasarkan apa yang dilihat dan
kemudian ditirunya, dalam keluarga ibu merupakan objek lekat anak sehingga
pendidikan ibu akan berpengaruh terhadap perilaku anak (Devi, 2004).
2.1.2 Sikap Ibu Tentang Makanan Jajanan
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek. Sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam
kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial (Notoatmodjo, 2003).
Untuk dapat konsisten, sikap harus bertahan dalam sikap antar waktu. Untuk
dapat konsisten, sikap harus bertahan dalam diri individu untuk waktu yang relatif
panjang. Sikap yang sangat cepat berubah, yang labil tidak dapat bertahan lama
dikatakan sebagai sikap yang inkonsisten. Konsistensi juga diperlihatkan oleh tidak
adanya kebimbangan dalam bersikap. Konsistensi dalam bersikap tidak sama
tingkatannya pada setiap diri individu dan setiap objek sikap. Sikap yang tidak
konsisten yang tidak menunjukan kesesuaian antara pernyataan sikap dan perilakunya
atau yang mudah berubah-ubah dari waktu ke waktu yang sulit diinterpretasikan dan
tidak banyak berarti dalam memahami serta memprediksi perilaku individu yang
bersangkutan. Harus dibedakan antara pengertian sikap yang tidak konsisten dan
pengertian sikap yang tidak memihak. Sikap yang tidak memihak atau tetap disebut
Universitas Sumatera Utara
sikap juga walaupun arahnya tidak positif dan tidak negatif. Orang bias saja bersikap
netral secara konsisten (Azwar, 2007).
Sikap dikatakan memiliki spontanitas yang tinggi apabila dapat dinyatakan
secara terbuka tanpa harus melakukan, menggungkapkan atau desakan lebih dahulu
agar individu mengemukakannya. Hal ini tampak dari pengamatan terhadap indikator
sikap atau perilaku sewaktu individu berkesempatan untuk mengemukakan sikapnya
dalam berbagai bentuk skala sikap yang umum harus di jawab dengan setuju atau
tidak setuju, spontanitas sikap ini pada umumnya tidak dapat terlihat (Azwar, 2007).
Tingkat pengetahuan gizi seorang (ibu rumah tangga) berpengaruh terhadap
sikap dalam pemilihan serta penyelenggaraan makanan. Selanjutnya akan
berpengaruh terhadap gizi seseorang. Dalam keadaan sehat seseorang akan lebih
mudah mengkonsumsi makanan terutama anak-anak (anak sekolah). Anak sekolah
yang dalam keadaan sehat ia tidak akan kekurangan makanan yang sangat diperlukan
oleh tubuhnya.
Sikap ibu rumah tangga terhadap penyediaan makanan sarapan pagi akan
meningkatkan kesehatan anggota keluarga. Pengetahuan yang dimiliki tentang
manfaat sarapan pagi membantu sikap ibu dalam menyediakan makanan tersebut bagi
keluarganya. Sikap ibu dalam menyikapi makanan jajanan anak harus lebih hati-hati,
dimana makanan jajanan anak yang diedarkan sangat berbahaya mengandung bahan-
bahan kimia yang sangat berbahaya bagi kesehatan anak. Sikap ibu dalam penyediaan
makanan cemilan buat bekal anak di sekolah yang mirip dengan makanan jajanan
yang dijual di pasaran dapat meningkatkan kesehatan pada anak, terkadang anak
susah dalam mengkonsumsi makanan dan minuman yang dihidangkan oleh ibunya,
Universitas Sumatera Utara
anak lebih suka jajan di luar dibandingkan makan makanan yang tersedia di
rumahnya (Anonim, 2009).
2.1.3 Tindakan Ibu Tentang Makanan Jajanan Anak
Tindakan merupakan aturan yang dilakukan, melakukan/mengadakan aturan
atau mengatasi sesuatu atau perbuatan. Adanya hubungan yang erat antara sikap dan
tindakan didukung oleh pengetahuan. Sikap yang menanyakan bahwa sikap
merupakan kecenderungan untuk bertindak dan nampak jadi lebih konsisten, serasi
sesuai dengan sikap (Notoatmodjo, 2003).
Anak-anak sangat suka jajan makanan dan minuman sembarangan dari pada
makanan di rumah, makanan jajanan mudah ditemui baik di sekolah, di lingkungan
rumah dengan harga yang terjangkau dan dapat menarik perhatian anak. kurang
seleranya anak dalam mengkonsumsi makanan dan minuman yang dihidangkan oleh
ibunya. Anak suka jajan bisa jadi karena adanya pengaruh dari lingkungan, bisa dari
teman sepermainannya ataupun dari tayangan iklan. Anak suka jajan bisa jadi karena
pengaruh dari orangtua atau orang dekat yang ada dalam satu rumah yang kerap jajan.
Misalnya, jarang memasak dan lebih sering membeli makanan matang (siap makan)
untuk keluarga. Anak lebih sering diberikan uang berlebihan, sehingga sisa yang ada
dihabiskannya untuk jajan (Anonim, 2009).
Kebiasaan anak berpengaruh terhadap gizi anak, pertumbuhan dan
perkembangan anak. Gizi dapat diperoleh dari makanan yang sehat, oleh sebab itu
keluarga perlu mendapat perhatian dari penyelenggara makanan yaitu ibu rumah
tangga. Tugas utama seorang ibu rumah tangga adalah menyiapkan hidangan bagi
anggota keluarga dengan sebaik-baiknya (Maryati S, 2000). Untuk membuat dan
Universitas Sumatera Utara
menyusun hidangan yang tepat harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan. Dengan
pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki akan lebih mudah untuk mempraktekkan
bagaimana cara pengolahan serta penyajian makanan seperti sarapan pagi yang baik
dan membekali makanan yang sehat untuk dibawa ke sekolahnya sehingga dapat
mengurangi anak-anak mengkonsumsi makanan jajanan (Kristiana, 2009).
Psikologi Mayke Tedjasaputra dari Universitas Indonesia mengungkapkan
bahwa budaya ingin serba cepat mempengaruhi anak termasuk kebiasaan mereka
untuk jajan. Pola jajan pada anak terbentuk melalui pembiasaan, semula anak meniru
orangtuanya yang suka jajan dan di sekolah mereka meniru kebiasaan teman-
temannya yang juga suka jajan. Perilaku ini semakin kuat karena dukungan
lingkungan, seperti keberadaan penjual makanan di kantin atau di sekitar sekolah.
Penjual makanan keliling yang lewat di depan rumah juga mendorong anak untuk
jajan. Para ibu masa kini banyak yang bekerja di luar rumah. Mereka lalu merasa
tidak punya waktu untuk membuat bekal makanan. Faktor harga yang lebih murah
juga mendorong orangtua untuk membeli makanan siap saji daripada harus membuat
sendiri. Kebiasaan orangtua mengajak anak-anaknya "makan di luar" setiap akhir
pekan, menurut Mayke, juga bisa mendorong perilaku senang jajan. Anak jadi punya
anggapan bahwa makan di mal, restoran, atau warung sebagai bentuk rekreasi. Faktor
lain yang menyebabkan anak suka jajan adalah kurang bervariasinya makanan di
rumah. Anak menjadi bosan dengan makanan yang disiapkan di rumah lalu tergiur
dengan jajanan.
Kebiasaan jajan ini lalu diperkuat oleh lingkungan, terutama di permukiman
padat penduduk. Ketika salah satu anak tetangga jajan, anak-anak lain tidak mau
Universitas Sumatera Utara
kalah. Mereka lalu meminta jajan kepada orangtuanya dan menangis kalau tidak
diberi. Orangtua merasa tidak tega dan akhirnya memberi jajan kepada anaknya.
Dampak negatif muncul pada anak yang sering jajan. Anak menjadi tidak mau
makan, terutama bila mereka jajan berdekatan dengan waktu makan. Anak juga tidak
punya selera terhadap makanan rumah karena mereka terbiasa jajan. Sering kita
melihat orangtua terpaksa menyuapi anaknya sambil memberikan camilan agar
anaknya mau makan (Indriasari, 2007).
Mayke dalam Penelitian Indiriasari (2007) mengungkapkan, orangtua punya
tanggung jawab membentuk kebiasaan positif kepada anak meskipun mereka sibuk
bekerja. Mayke menyarankan agar orangtua tetap menyempatkan diri membuat bekal
makanan sendiri. Orangtua bisa bangun lebih pagi untuk menyiapkan bekal makan
anak atau segala sesuatunya sudah disiapkan malam harinya sehingga pagi tinggal
menyelesaikan pekerjaan yang belum disiapkan, menyiapkan bekal tidak harus
dilakukan oleh ibu, tetapi juga bisa dilakukan oleh ayah. Usaha orangtua menyiapkan
bekal anak juga berpengaruh positif terhadap jiwa anak. Anak merasa diperhatikan
karena orangtua mau bersusah payah membuatkan makanan untuknya (Indriasari,
2007).
Tindakan ibu yang harus dilakukan agar anak bisa sehat dan terhindar dari
bahaya makanan jajanan yaitu ibu harus membuat bekal makanan anak untuk dibawa
ke sekolah. Ibu meluangkan waktunya untuk membuatkan bekal untuk anak sekolah,
dan kreatiflah dalam membuat makanan ringan dengan menyusun menu biar anak
tidak bosan, penyusunan menu dalam menyiapkan bekal buat anak yang mirip dengan
jajanan yang ada di sekolah, supaya anak akan lebih suka makanan yang ibu buat
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan dengan membeli jajanan. Ibu juga harus dapat menyediakan makanan
camilan yang sesuai dengan selera anak. Sediakan makanan yang mirip dengan
jajanan kesukaan anak di rumah (Anonim, 2009).
2.2 Makanan Jajanan
2.2.1 Definisi Makan Jajanan
Iswarawanti (2004) mendefinisikan makanan jajan (street food) yaitu
makanan dan minuman yang dipersiapkan dan atau dijual oleh pedagang kaki lima di
jalanan atau di tempat-tempat keramaian umum lainnya yang langsung dimakan atau
dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan yang lebih lanjut. Sedangkan Supriasa
(2001) mendefinisikan makanan jajanan yaitu merupakan campuran dari berbagai hal
bahan makanan yang dianalisis secara bersamaan dalam bentuk olahan.
2.2.2. Jenis Makanan Jajanan Anak
Menurut Winarno jenis makanan jajanan dibagi atas 4 kelompok yaitu:
1. Makanan utama, seperti rames, nasi pecel, bakso, mi ayam, dan sebagainya.
2. Snack atau makanan penganan seperti kue-kue, onde-onde, pisang goreng dan
sebagainya.
3. Golongan minuman seperti cendol, es krim, es teler, es buah, es teh, es dawet dan
sebagainya.
4. Buah-buahan segar.
Pada saat jajan, anak umumnya membeli makanan berat atau makanan kecil
padat energi terbuat dari karbohidrat (tepung-tepungan), gorengan banyak lemak dan
harganya murah. Makanan jenis ini tidak cukup mengantikan makan siang yang
Universitas Sumatera Utara
biasanya memperhatikan konsep sehat (nasi, lauk, sayur dan buah). Anak-anak
tertarik dengan jajanan sekolah karena warnanya menarik, rasanya yang menggugah
selera berasa manis dan harganya terjangkau misalnya makanan ringan, sirup, bakso,
mi ayam dan sebagainya (Khomsan, 2003).
Salah satu yang perlu diwaspadai adalah permen mempunyai aneka cita rasa
maupun bentuk kesukaan setiap anak. Permen tidak memberikan kontribusi gizi yang
berarti karena kandungan gizinya yang hampir nol, kecuali energi. Oleh karena itu,
mengkonsumsi permen secara berlebihan dan menjadi pola makan hanya akan
menambah masukan energi ke dalam tubuh tanpa memberi zat gizi (Khomsan,
2003).
Jenis makanan atau minuman yang disukai anak-anak adalah makanan yang
mempunyai rasa manis, enak, dengan warna yang menarik dan tekstur yang lembut.
Jenis makanan jajanan anak seperti coklat, permen, jelly dan biskuit serta makanan
ringan merupakan produk makanan favorit bagi sebagian anak-anak. Kelompok
produk minuman dikenal dengan berbagai minuman warna-warni dalam kemasan
maupun es sirop tanpa label, minuman jelly, es susu, milk ice dan minuman ringan
(soft drink) (Nuraini, 2007).
Minuman ringan (soft drink) umumnya hanya kaya kalori tetapi kandungan
gizinya sangat rendah. Berbagai jenis keripik atau chips yang termasuk ke dalam junk
food umunya disukai oleh anak-anak. Chips terbuat dari umbi umbian ( kentang) atau
serealia (jagung) digoreng dan ditambahkan dengan penyedap rasa. Junk food yang
kaya kalori dan rendah gizi ini bisa dimakan sebagai makanan selingan. Karena
kandungan kalori yang tinggi, sering anak-anak yang baru makan chips menjadi tidak
mau makan karena merasa kenyang. Dalam hal ini perlu disadari bahwa berapapun
Universitas Sumatera Utara
No Jajanan Ukuran Berat (g)
Energi (kalori)
Protein (g)
1. Bakwan 1 buah 40 100 1,7 2. Bakso 1 porsi 250 100 10,3 3. Chiki 1 bungkus 16 80 2,0 4. Coklat 1 bungkus 16 472 2,0 5. Es mambo 1 bungkus 25 152 0,0 6. Gado-gado 1 porsi 150 203 6,7 7. Klepon 4 buah 50 107 0,4 8. Misro 1 buah 50 109 0,4 9. Pisang Goreng 1 buah 60 132 1,4 10. Permen 1 buah 2 100 0,0 11. Risoles 1 buah 40 134 2,1 12. Siomay 1 porsi 170 95 4,4
bungkus chips yang dimakan tidak bisa menggantikan makanan lengkap yang tersaji
di meja keluarga. Oleh kerena itu orang tua harus mengizinkan anaknya untuk makan
chips sesudah makan makanan utama (Khomsan , 2003).
Tabel 2.1. Kandungan Gizi Berbagi Jenis Jajanan
Sumber: Supariasa, dkk, 2001
2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Makanan Jajanan
a. Pendidikan Gizi Ibu
Pendidikan gizi dapat diartikan sebagai upaya membuat seseorang atau
kelompok masyarakat sadar akan pentingnya gizi. Melalui pendidikan gizi
diharapkan pengetahuan seseorang mengenai gizi dan makanan sehat menjadi lebih
baik, pada gilirannya akan memperbaiki status gizi masyarakat. Dalam hubungan
dengan perubahan kebiasaan makan, pendidikan gizi sangat diperlukan karena dapat
membentuk sikap mental dan perilaku positif terhadap gizi. Kebiasaan makan pada
masa kanak-kanak akan berpengaruh terhadap keadaan gizi mereka sesudah dewasa.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu, pendidikan kebiasaan makan yang baik harus ditanamkan dari umur
semuda-mudanya (Hermina, 2004).
b. Faktor Sosial Ekonomi Keluarga
Membekali anak dengan uang jajan sebagai pengganti sarapan pagi,
sebenarnya kurang baik karena sulit mengontrol anak dalam menggunakan uang
jajannya. Mungkin anak membeli makanan jajanan yang tidak menguntungkan dan
tidak terjamin keamanannya. Dampak yang lebih lanjut dari seringnya anak jajan di
luar rumah menyebabkan banyaknya ibu-ibu mengeluh, dimana kelompok usia
sekolah ini mempunyai nafsu makan yang kurang untuk mengkonsumsi makanan di
rumah (Sediaoetama, A.D.1991). Timbulnya kebiasaan jajan akan mempengaruhi
konsumsi makan di rumah. Bila anak terlalu banyak jajan dan dilakukan pada saat
yang seharusnya untuk makan di rumah akan dapat menurunkan nafsu makan anak.
Pendapatan keluarga merupakan faktor yang mempengaruhi konsumsi
pangan, dimana terdapat hubungan yang positif antara pendapatan dan gizi karena
pendapatan merupakan faktor penting bagi pemilihan kuantitas dan kualitas makanan
yang dikonsumsi. Keluarga yang berpendapatan rendah sering kali tidak mampu
membeli panagn dalam jumlah yang diperlukan sehingga kebutuhan gizi anggota
keluarga kurang tercukupi (Berg, 1986). Hal senada diungkapakan oleh Soehardjo
(1989) bahwa jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi keluarga dipengaruhi oleh
status ekonomi.
Suriyati (2005) mengatakan kegemaran jajan pada anak tidak terlepas dari
keadaan ekonomi dan kebiasaan makan keluarga, karena pada hakikatnya kebiasaan
makan juga tidak lepas kaitanya dengan kehidupan ekonomi keluarga pada umumnya.
Universitas Sumatera Utara
Walaupun tidak berlaku secara umum, kebiasaan jajan anak salah satunya
dikarenakan anak mendapatkan uang saku dari orang tua.
Jika anak terbiasa mendapat uang jajan yang berlebihan dapat memberikan
dampak negatif pada anak. Anak cenderung menjadi pemboros dan membuka
peluang untuk mengerjakan hal-hal yang tidak bermanfaat. Dan kebutuhan yang
diberikan kepada anak juga harus sesuai dengan kemampuan orang tua. Jadi
mencukupi kebutuhan anak tidak harus dengan makanan yang mahal-mahal, tetapi
dengan makanan yang gizinya baik, bersih, terjangkau dan disukai anak (Agusri,
2001).
c. Media Massa
Media massa sangat berperan dalam menampilkan produk-produk makanan
yang banyak beredar di pasaran terutama makanan jajanan. Banyaknya makanan yang
kurang menampilkan perilaku dan pola makan yang benar dalam aspek gizi dan
kesehatan akan memberikan dampak bagi anak-anak yang menontonnya, karena
mereka ingin mencoba makanan tersebut (Suryati, 2005).
d. Biologis dan Lingkungan Anak
Kebiasaan jajan anak tidak terlepas dari kebutuhan biologis anak yang perlu
dipenuhi. Dengan jajan berarti kebutuhan biologis anak terpenuhi, yaitu rasa lapar
atau haus yang disebabkan kegiatan fisik di sekolah yang memang membutuhkan
tambahan energi. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya yang mempengaruhi
kebiasaan jajan anak adalah lingkungan, misalkan saja karena perasaan gengsi atau
dorongan teman, maka mendorong anak tersebut untuk jajan sehingga memberikan
perasaan meningkat status atau gengsi. Jajan juga memberikan keasyikan tersendiri,
makanan apapun jika dimakan beramai-ramai dengan teman akan terasa enak. Di
Universitas Sumatera Utara
sekolah, anak-anak menemukan makanan yang lain dari yang ada di rumah dan
mendapatkan suasana yang lain dengan menikmati makanan jajanan. Jadi, dalam hal
ini anak ikut terbawa dengan temannya untuk membeli makanan jajanan (Suryati,
2005).
2.2.4 Makanan Jajanan Anak yang Mengandung Pemanis Sintetis
Pemanis sintetis atau pemanis non kalori merupakan zat yang dapat
menimbulkan rasa manis atau dapat meningkatkan rasa manis, sedangkan kalori yang
dihasilkannya jauh lebih rendah dari pada gula. Pemanis sintetik hanya terkandung 2
persen kandungan kalori gula, artinya kandungan kalorinya jauh lebih rendah dari
gula. Tingkat kemanisan pemanis sintetis berkisar 50 - 3.000 kali lebih manis dari
gula. Beberapa jenis pemanis sintetik yang beredar di pasaran yaitu sakarin, aspartam
dan siklamat. Zat pemanis berfungsi untuk menambah rasa manis pada makanan dan
minuman. Zat pemanis dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Zat Pemanis Alami
Pemanis ini dapat diperoleh dari tumbuhan, seperti kelapa, tebu, dan aren.
Selain itu, zat pemanis alami dapat pula diperoleh dari buah buahan dan madu. Zat
pemanis alami berfungsi juga sebagai sumber energi. Jika kita mengkonsumsi
pemanis alami secara berlebihan, kita akan mengalami risiko kegemukan.
b. Zat Pemanis Sintetik
Pemanis buatan tidak dapat dicerna oleh tubuh manusia sehingga tidak
berfungsi sebagai sumber energi. Oleh karena itu, orang-orang yang memiliki
penyakit kencing manis (diabetes melitus) biasanya mengkonsumsi pemanis sintetik
sebagai pengganti pemanis alami. Contoh pemanis sintetik, yaitu sakarin, natrium
siklamat, magnesium siklamat, kalsium siklamat, aspartam dan dulsin. Pemanis
Universitas Sumatera Utara
buatan memiliki tingkat kemanisan yang lebih tinggi dibandingkan pemanis alami.
Garam-garam siklamat memiliki kemanisan 30 kali lebih tinggi dibandingkan
kemanisan sukrosa. Namun, kemanisan garam natrium dan kalsium dari sakarin
memiliki kemanisan 800 kali dibandingkan dengan kemanisan sukrosa 10%.
Walaupun pemanis buatan memiliki kelebihan dibandingkan pemanis alami,
kita perlu menghindari konsumsi yang berlebihan karena dapat memberikan efek
samping bagi kesehatan. Misalnya, penggunaan sakarin yang berlebihan selain akan
menyebabkan rasa makanan terasa pahit juga merangsang terjadinya tumor pada
bagian kandung kemih. Contoh lain, garam-garam siklamat pada proses metabolisme
dalam tubuh dapat menghasilkan senyawa sikloheksamina yang bersifat karsinogenik
(senyawa yang dapat menimbulkan penyakit kanker). Garam siklamat juga dapat
memberikan efek samping berupa gangguan pada sistem pencernaan terutama pada
pembentukan zat dalam sel.
Siklamat adalah garam natrium dan kalsium siklamat yang mempunyai
kemanisan 30 kali lebih tinggi dari gula, siklamat sangat disukai rasanya yang murni
tanpa ada cita rasa tambahan. Siklamat mampu memberikan kemanisan lebih tinggi
jika dicampur dengan sakarin, sekaligus menutupi rasa pahit dari sakarin. Sedangkan
sakarin merupakan pemanis sintetik yang paling banyak digunakan dalam bahan
makanan. Perpaduan garan natrium dan kalium sakarin ini pada kosentrasi 10 persen
dalam larutan mempunyai tingkat kemanisan 300 kali lebih tinggi dari pada gula,
namun sakarin mempunyai rasa tambahan sedikit pahit makanya sering ditambahkan
dengan siklamat.
Aspartam pertama sekali ditemukan oleh James Schslatte pada tahun 1965
sebagai hasil percobaan yang gagal. Aspartam yang tingkat kemanisannya 200 kali
Universitas Sumatera Utara
dari gula tidak mempunyai rasa tambahan. Secara kimia asapartam merupakan
campuran dua asam amino alami yaitu asam asapartam dan fenilalanin. Dari segi gizi
aspartam dapat diurai oleh tubuh menjadi kedua asam amino tersebut dan termaksud
pemanis nurtritif, aspartam tidak tahan suhu tinggi dan aspartam sering dipakai pada
minuman, es krim dan yoghurt dan apabila di dicerna oleh tubuh aspartam akan
menghasilkan asam aspartam dan fenilalanin (Anonim, 2007).
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pemanis buatan pangan rendah
kalori dan pangan tanpa penambahan gula. Sampel-sampel yang diteliti LKJ meliputi
produk jelly, permen, dan minuman. Ada 25 merek jelly, 16 merek minuman serbuk,
dan delapan merek permen. Kelebihan zat pemanis ditemukan bukan hanya pada
merek-merek tak terkenal, tetapi juga brand-brand yang sering tampil di layar televisi.
Beberapa produk, seperti Okky Jelly Drink, Okky Bolo Drink, Happydent White,
Yulie Jelly, Donna Jelly, Lotte Juicy Fresh, Vidoran Freshdrink, Naturade Gold, dan
Mariteh Instant tidak mencantumkan batas maksimum penggunaan pemanis buatan
Aspartam. Riset European Ramazzini Foundation tahun 2008 membuktikan bahwa
pemanis buatan Aspartam berisiko memicu kanker dan leukimia pada tikus percobaan
bahkan pada dosis pemberian Aspartam hanya 20mg/kg BB (Anonim, 2007).
Secara anatomis tikus mirip dengan manusia apa yang terjadi tikus sangat
mungkin terjadi pula pada manusia, karena itu pencantuman komposisi pemanis pada
produk amat penting, sebab ada Acceptable Daily Intake (ADI) atau batas jumlah
pemanis yang boleh dikonsumsi seseorang sepanjang hidup. Dari riset BPOM pada
November-Desember 2002 sudah menunjukkan bahwa konsumsi Siklamat sudah
mencapai 240 persen ADI, sementara sakarin pemanis buatan pemicu kanker kemih
sebanyak 12,2 persen nilai ADI (Anonim, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Daftar Pemanis Buatan (sintetis) yang Diizinkan di Indonesia Nama
Pemanis Sintetis
ADI Jenis Bahan Makanan Batas Maksimal Penggunaan
Aspartam 0-40 mg Sakarin (serta garam Natrium)
0-2,5 mg Makanan yang berkalori
a. Permen karet b. permen c. saus d. Es lilin e. jam dan jeli f. Minuman ringan g. Minuman Yoghurt h. Es krim dan
sejenisnya i. Minuman ringan
terfermentasi
a. 50mg/kg(sakarin) b. 100mg/kg(Na-sakarin) c. 300mg/kg(Na-sakarin) d. 300mg/kg(Na-sakarin) e. 200mg/kg(Na-sakarin) f. 300mg/kg(Na-sakarin) g. 300mg/kg(Na-sakarin) h. 200mg/kg(Na-sakarin) i. 50mg/kg(Na-sakarin)
Siklamat (serta garam natrium dan garam kalsium)
Makanan berkalori rendah a. Permen karet b. b.Permen c. Saus d. Es krim dan
sejenisnya e. Es lilin
a. 500mg/kg dihitung sebagai
asam siklamat b. 1g/kg dihitung sebagai asam
siklamat c. 3gr/kg dihitung sebagai asam
siklamat d. 2gr/kgdihitung sebagai asam
siklamat e. 1gr/kg dihitung sebagai asam
siklamat. a. Jam dan jeli
b. Minuman ringan c. Minuman Yogyurt d. Minuman ringan e. terfermentasi
a. 1gr/kg dihitung sebagai b. asam siklamat c. 1gr/kg dihitung sebagai
asam siklamat d. 1gr/kg dihitung sebagai e. asam siklamat f. 1gr/kg dihitung sebagai
asam siklamat. Sumber: Permenkes RI no. 208/Menkes/Per/IV/1985
Universitas Sumatera Utara
2.3 Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Perilaku Ibu tentang Makanan Jajanan yang Mengandung Pemanis Buatan (Sintetik)
Dari kerangka konsep diatas dijelaskan bahwa pengetahuan ibu tentang
makanan jajanan berpemanis buatan dapat dilihat dari karakteristik ibu (umur,
pendidikan, pekerjaan dan pendapatan keluarga) dan sumber informasi mengenai
makanan jajanan berpemanis buatan (media cetak, media elektronik, petugas
kesehatan, keluarga/ kerabat), sedangkan tindakan ibu tentang makanan jajanan
berpemanis buatan dapat dilihat dari pengetahuan dan sikap ibu tentang makanan
jajanan yang mengandung pemanis buatan (sintetik) dan juga pengetahuan langsung
berhubungan dengan tindakan ibu.
Karakteristik Ibu - Umur - Pendidikan - Pekerjaan - Pendapatan Keluarga
Pengetahuan Ibu
Sikap Ibu
Tindakan Ibu
Sumber Informasi mengenai makanan jajanan yang berpemanis buatan :
Media Cetak Media Elektronik Petugas kesehatan Keluarga / kerabat
Universitas Sumatera Utara