bab 2 - penalaran - 9a bpkp - kelompok 3

25
MATA KULIAH TEORI AKUNTANSI PENALARAN (REASONING) Albar Wajid Fayardi / 03 / 134060018255 Dimas Jatu Widiatmaja / 10 / 134060018269 Indayanita Susia Situmeang / 16 / 134060018279 Moch. Fauzul Iman / 21 / 134060018286 KELAS 9A D IV KURIKULUM KHUSUS BPKP SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA 2014

Upload: dimas-jatu-widiatmaja

Post on 08-Feb-2016

383 views

Category:

Documents


55 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 2 - Penalaran - 9A BPKP - Kelompok 3

MATA KULIAH TEORI AKUNTANSI

PENALARAN (REASONING)

Albar Wajid Fayardi / 03 / 134060018255 Dimas Jatu Widiatmaja / 10 / 134060018269 Indayanita Susia Situmeang / 16 / 134060018279 Moch. Fauzul Iman / 21 / 134060018286

KELAS 9A D IV KURIKULUM KHUSUS BPKP

SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA

2014

Page 2: Bab 2 - Penalaran - 9A BPKP - Kelompok 3

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akuntansi adalah pengukuran, penjabaran, atau pemberian kepastian mengenai informasi

yang akan membantu manajer, investor, otoritas pajak dan pembuat keputusan lain untuk

membuat alokasi sumber daya keputusan di dalam perusahaan, organisasi, dan lembaga

pemerintah. Akuntansi adalah seni dalam mengukur, berkomunikasi dan

menginterpretasikan aktivitas keuangan.

Teori akuntansi merupakan suatu pengetahuan yang menjelaskan mengapa praktik

akuntansi berjalan seperti yang ada sekarang. Teori akuntansi berkepentingan untuk

menghasilkan pernyataan-pernyataan umum (yang bermula dari hipotesis) sebagai

penjelasan praktik akuntansi. Penjelasan praktik akuntansi tersebut hanya bisa diperoleh

melalui penalaran yang baik, sehingga diperoleh keyakinan bahwa suatu pernyataan atau

argumen layak untuk diterima atau ditolak.

Pada makalah ini kami mencoba untuk menyajikan pembahasan mengenai penalaran

(reasoning), dimana penalaran merupakan pengetahuan tentang prinsip-prinsip berpikir

logis yang menjadi basis dalam diskusi ilmiah.

B. Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah antara lain:

1. Memahami definisi, unsur, dan struktur penalaran;

2. Memperoleh pemahaman mengenai peranan asersi, keyakinan, dan argumen dalam

mempelajari teori akuntansi;

3. Memperoleh pengetahuan mengenai kecohan-kecohan yang dapat mengganggu

penalaran dan mengetahui aspek-aspek manusia yang mempengaruhi penalaran

tersebut.

Page 3: Bab 2 - Penalaran - 9A BPKP - Kelompok 3

2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Reasoning (Penalaran)

Menurut Suwardjono, penalaran merupakan pengetahuan tentang prinsip-prinsip berpikir

logis yang menjadi basis dalam diskusi ilmiah. Penalaran juga merupakan suatu ciri

sikap (attitude) ilmiah yang sangat menuntut kesungguhan (commitment) dalam

menemukan kebenaran ilmiah.

Terdapat beberapa definisi mengenai penalaran (reasoning) di antaranya yaitu:

Reasoning encompasses many of the processes we use to form and evaluate beliefs-

beliefs about the world, about people, about the truth or falsity of claims we

encounter or make. It involves the production and evaluation of arguments, the

making of inferences and the drawing of conclusions, the generation and testing of

hypotheses. It requires both deduction and induction, both analysis and synthesis,

and both criticality and creativity (Nickerson, 1986)

(Penalaran meliputi banyak proses yang digunakan untuk membentuk dan

mengevaluasi keyakinan mengenai dunia, orang, maupun kebenaran ataupun

kesalahan atas claim yang kita temui atau kita buat. Hal ini melibatkan pembuatan

dan evaluasi argumen, pembuatan dugaan serta penyusunan kesimpulan,pembuatan

dan pengujian hipotesis. Hal ini juga membutuhkan deduksi dan induksi, analisis

dan sintesis, serta sikap kritis dan kreativitas)

Dari pengertian penalaran oleh Nickerson, Suwardjono menyimpulkan definisi

penalaran sebagai proses berpikir logis dan sistematis untuk membentuk dan

mengevaluasi suatu keyakinan (belief) terhadap suatu pernyataan atau asersi

(assertion).

Dalam buku Dictionary of Philosophy, Peter A. Angeles (1981) mendefinisikan

reasoning dalam tiga cara yaitu:

1. The process of inferring conclusions from statements. (Proses pengambilan

kesimpulan dari pernyataan)

2. The application of logic and/or abstract thought patterns in the solution of

problems or the act of planning. (Aplikasi logika dan/atau pola pikir abstrak

dalam solusi masalah atau kegiatan perencanaan)

3. The ability to know some thingswithout recourse directly to sense perceptions or

immediate experience. (Kemampuan untuk mengetahui sesuatu tanpa

merasakan dengan panca indera secara langsung ataupun dari pengalaman

langsung)

Suwardjono mengatakan bahwa penalaran melibatkan inferensi (inference), yaitu proses

penurunan konsekuensi logis dan melibatkan pula proses penarikan simpulan dari

serangkaian pernyataan atau asersi, proses ini dapat bersifat deduktif maupun induktif.

Kita sering mendengar istilah teori, apakah yang membedakan penalaran dengan teori?

Menurut Suwardjono teori merupakan sarana untuk menyatakan suatu keyakinan

sedangkan penalaran merupakan proses untuk mendukung keyakinan tersebut.

Page 4: Bab 2 - Penalaran - 9A BPKP - Kelompok 3

3

Selain itu terdapat juga istilah argumen, apakah yang membedakan argumen dengan

penalaran?

Trudy Govier (1989) dalam jurnalnya yang berjudul “Critical Thinking as Argument

Analysis” menyatakan bahwa “An argument is a publicly expressed tool of persuasion.

Typically it takesthinking to construct an argument. Reasoning is distinguished

fromarguing along these lines: reasoning is what you may do before youargue, and your

argument expresses some of your (best) reasoning. Butmuch reasoning is done before

and outside the context of argument”.

(Suatu argumen secara umum merupakan alat persuasi. Secara khusus, diperlukan

pemikiran untuk membangun suatu argumen. Yang membedakan penalaran dengan

argumentasi dalam hal ini yaitu: penalaran adalah apa yang dilakukan sebelum

berargumen, dan argumen mengekspresikan sebagian dari penalaran (yang terbaik).

Namun demikian banyak penalaran yang dilakukan sebelum dan diluar konteks dari

suatu argumentasi).

B. Unsur dan Struktur Penalaran

Struktur dan proses penalaran terdiri dari tiga konsep penting yaitu:

1. Asersi

Merupakan suatu pernyataan yang menegaskan bahwa sesuatu adalah benar.

2. Keyakinan

Merupakan tingkat kebersediaan (willingness) untuk menerima bahwa suatu

pernyataan atau teori (penjelasan) mengenai suatu fenomena atau gejala (alam atau

sosial) adalah benar.

3. Argumen

Merupakan serangkaian asersi beserta keterkaitan (artikulasi) dan inferensi atau

penyimpulan yang digunakan untuk mendukung suatu keyakinan. Argumen menjadi

unsur penting dalam penalaran karena digunakan untuk membentuk, memelihara,

atau mengubah suatu keyakinan.

Struktur penalaran menggambarkan hubungan antara ketiga konsep tersebut dalam

menghasilkan daya dukung atau bukti rasional terhadap keyakinan tentang suatu

pernyataan.

Page 5: Bab 2 - Penalaran - 9A BPKP - Kelompok 3

4

Bagan proses atau struktur penalaran dapat digambarkan dengan alur sebagai berikut:

Argumen dalam proses penalaran merupakan salah satu bentuk bukti yang oleh Mautz

dan Sharaf (1984) disebut sebagai argumentasi rasional. Selain itu terdapat dua jenis

bukti lain yaitu:

- Bukti Natural (Natural evidence)

- Bukti Ciptaan (Created evidence)

Namun demikian dalam teori akuntansi yang akan banyak diperlukan adalah bentuk

argumentasi rasional karena pembahasannya mengenai masalah konseptual, terutama

apabila akuntansi dipandang sebagai teknologi dan teori akuntansi dianggap sebagai

penalaran logis.

Bukti sendiri merupakan sesuatu yang memberi dasar rasional dalam pertimbangan untuk

menetapkan kebenaran suatu pernyataan.

C. Asersi

1. Pengertian Asersi

Asersi (pernyataan) memuat penegasan tentang sesuatu atau realitas. Pada umumnya

asersi dinyatakan dalam bentuk kalimat.

Beberapa contoh asersi, antara lain :

Manusia adalah makhluk sosial.

Beberapa obat batuk menyebabkan kantuk.

Statemen aliran kas bermanfaat bagi investor dan kreditor.

Perusahaan besar akan memilih metoda MPKP.

Dalam sektor publik, anggaran merupakan alat pengendalian dan

pengawasan yang paling andal.

Beberapa asersi mengandung pengkuantifikasi yaitu semua (all), tidak ada (no), dan

beberapa (some). Asersi yang memuat pengkuantifikasi semua dan tidak ada

Page 6: Bab 2 - Penalaran - 9A BPKP - Kelompok 3

5

merupakan asersi universal sedangkan yang memuat penguantifikasi beberapa

merupakan asersi spesifik. Pengkuantifikasi diperlukan untuk menentukan

ketermasukan (inclusiveness) atau keuniversalan asersi.

Dalam penullisan, asersi ada yang dinyatakan secara makna (meaning). Asersi yang

disajikan secara makna biasanya cenderung akan salah diinterpretasikan dalam

kondisi keterbatasan bahasa dan sudut pandang. Oleh karena itu, asersi yang

disajikan secara makna akan mengganggu evaluasi argumen. Maka biasanya asersi

dinyatakan dalam bentuk struktur atau bentuk (form). Contoh penyajian struktur

umum asersi:

Semua A adalah B.

Tidak ada satupun A adalah B.

Beberapa A adalah B.

Dengan cara penyajian struktur umum asersi seperti diatas, asersi lebih dapat dinilai

dengan valid dalam mengevaluasi argumen, karena tidak akan terpengaruh dari segi

makna dan realitas sebenarnya.

Asersi juga dapat ditampilkan dalam bentuk diagram. Dengan menampilkannya

dalam bentuk diagram maka akan dapat terlihat jelas hubungan ketermasukan dari

asersi tersebut.

Berikut adalah contoh hubungan asersi yang digambarkan dalam diagram

a. Hubungan Inklusi

Semua A adalah B

Tidak semua B adalah A

b. Hubungan Eksklusi

Tidak satupun A adalah B

Tidak satupun B adalah A

c. Hubungan Saling Isi (Overlaping)

Beberapa B adalah A

Beberapa A adalah B

Page 7: Bab 2 - Penalaran - 9A BPKP - Kelompok 3

6

2. Asersi untuk Interpretasi Istilah

Penyajian asersi dalam bentuk diagram dapat digunakan untuk mengevaluasi

ketepatan makna dari suatu istilah. Seperti contohnya frase “Meja biru bundar”

tidak akan sama dengan “Meja Bundar Biru”. Dalam kenyataannya penggunaan

istilah “Bersertifikat Akuntan Publik” atau BAP dinilai tidak tepat dengan kaidah

bahasa Indonesia yang menggunakan DM yaitu diterangkan-menerangkan.

Penyimpangan makna dari suatu asersi mengindikasikan suatu argumen atau

penalaran dalam mengartikan suatu istilah asing terkadang tidak valid atau berbeda-

beda.

3. Jenis Asersi

Asersi dapat diklasifikasikan menjadi asumsi (assumption), hipotesis (hypothesis),

dan pernyataan fakta (statement of fact). Asumsi adalah asersi yang diyakini benar

meskipun orang tidak dapat mengajukan atau menunjukkan bukti tentang

kebenarannya secara meyakinkan atau asersi yang orang bersedia untuk menerima

sebagai benar untuk keperluan diskusi atau debat. Hipotesis adalah asersi yang

kebenarannya belum atau tidak diketahui tetapi diyakini bahwa asersi tersebut dapat

diuji kebenarannya. Pernyataan fakta adalah asersi yang bukti tentang kebenarannya

diyakini sangat kuat atau bahkan tidak dapat dibantah.

4. Fungsi Asersi

Asersi memegang fungsi yang sangat penting dalam pembentukan argumen, yaitu

dapat berfungsi sebagai premis dan konklusi. Premis adalah asersi yang digunakan

untuk mendukung konklusi. Konklusi adalah asersi yang diturunkan dari

serangkaian asersi. Konklusi dari suatu argumen dapat menjadi premis dalam

argumen yang lainnya.

Prinsip yang dipakai adalah suatu kredibilitas konklusi tidak dapat melebihi

kredibilitas terendah premis-premis yang digunakan untuk menurunkan konklusi.

Artinya, kalau konklusi diturunkan dari serangkaian premis yang salah satu

merupakan pernyataan fakta dan yang lain asumsi, konklusi tidak dapat dipandang

sebagai pernyataan fakta. Dengan kata lain, keyakinan terhadap konklusi dibatasi

oleh keyakinan terhadap premis.

D. Keyakinan

1. Pengertian Keyakinan

Keyakinan terhadap asersi adalah tingkat kebersediaan untuk menerima bahwa

asersi tersebut benar. Keyakinan diperoleh karena kepercayaan (confidence) tentang

kebenaran yang dilekatkan pada suatu asersi. Suatu asersi dapat dipercaya karena

adanya bukti yang kuat untuk menerimanya sebagai hal yang benar.

Orang dikatakan yakin terhadap suatu asersi bila dia menunjukkan perbuatan, sikap,

dan pandangan seolah-olah asersi tersebut benar karena dia percaya bahwa asersi

tersebut benar. Kepercayaan diberikan kepada suatu asersi biasanya setelah

Page 8: Bab 2 - Penalaran - 9A BPKP - Kelompok 3

7

dilakukan evaluasi terhadap asersi atas dasar argumen yang digunakan untuk

menurunkan asersi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa keyakinan merupakan

produk, hasil, atau tujuan suatu penalaran. Berbagai faktor mempengaruhi tingkat

keyakinan seseorang atas suatu asersi. Karakteristik (sifat) asersi menentukan

mudah-tidaknya keyakinan seseorang dapat diubah melalui penalaran.

2. Properitas Keyakinan

Semua penalaran bertujuan untuk menghasilkan keyakinan terhadap asersi yang

menjadi konklusi penalaran. Pemahaman terhadap beberapa properitas (sifat)

keyakinan sangat penting dalam mencapai keberhasilan berargumen. Argumen

dianggap berhasil kalau argumen tersebut dapat mengubah keyakinan. Berikut ini

dibahas properitas keyakinan yang perlu disadari dalam berargumen :

a. Keadabenaran (Plausibility)

Sebagai produk penalaran, untuk dapat menimbulkan keyakinan, suatu

asersi harus ada benarnya (plausible). Keadabenaran atau plaisibilitas

(plausibility) suatu asersi bergantung pada apa yang diketahui tentang isi asersi

atau pengetahuan yang mendasari (the uderlying knowledge) dan pada sumber

asersi (the source). Pengetahuan yang mendasari (termasuk pengalaman)

biasanya menjamin kebenaran asersi. Oleh karena itu, konsistensi suatu asersi

dengan pengetahuan yang mendasari akan menentukan plausibilitas asersi.

b. Bukan Pendapat

Keyakinan adalah sesuatu yang harus dapat ditunjukkan atau dibuktikan secara

objektif apakah tia salah atau benar dan sesuatu yang diharapkan menghasilkan

kesepakatan (agreement) oleh setiap orang yang mengevaluasinya atas dasar

fakta objektif. Pendapat atau opini adalah asersi yang tidak dapat ditentukan

benar atau salah karena berkaitan dengan kesukaan (preferensi) atau selera.

Berbeda dengan keyakinan, plausibilitas pendapat tidak dapat ditentukan.

Artinya, apa yang benar bagi seseorang dapat salah bagi yang lain. Walaupun

dalam kenyataannya kedua konsep tersebut tidak dibedakan secara tegas,

penalaran logis yang dibahas di sini lebih ditujukan pada keyakinan daripada

pendapat.

c. Bertingkat

Keyakinan yang didapat dari suatu asersi tidak bersifat mutlak tetapi bergradasi

mulai dari sangat maragukan sampai sangat meyakinkan (convincing). Tingkat

keyakinan ditentukan oleh kuantitas dan kualitas bukti untuk mendukung asersi.

Orang yang objektif dan berpikir logis tentunya akan bersedia untuk mengubah

tingkat keyakinannya manakala bukti baru mengenai plausibilitas suatu asersi

diperoleh.

d. Berbias

Selain kekuatan bukti objektif yang ada, keyakinan dipengaruhi oleh preferensi,

keinginan, dan kepentingan pribadi yang karena sesuatu hal perlu

dipertahankan. Idealnya, dalam menilai plausibilitas suatu asersi orang harus

bersikap objektif dengan pikiran terbuka (open mind). Pada umumnya, bila

Page 9: Bab 2 - Penalaran - 9A BPKP - Kelompok 3

8

orang mempunyai kepentingan, sangat sulit baginya untuk bersikap objektif.

Dengan bukti objektif yang sama, suatu asersi akan dianggap sangat

meyakinkan oleh orang yang mempunyai kepentingan pribadi yang besar dan

hanya dianggap agak atau kurang meyakinkan oleh orang yang netral. Demikian

pula sebaliknya.

e. Bermuatan Nilai

Orang melekatkan nilai (value) terhadap suatu keyakinan. Nilai keyakinan

adalah tingkat penting-tidaknya suatu keyakinan perlu dipegang atau

dipertahankan seseorang. Nilai keyakinan bagi seseorang akan tinggi apabila

perubahan keyakinan mempunyai implikasi serius terhadap filosofi, sistem nilai,

martabat, pendapatan potensial, dan perilaku orang tersebut.

f. Berkekuatan

Kekuatan keyakinan adalah tingkat kepercayaan yang dilekatkan seseorang pada

kebenaran suatu asersi. Orang yang nyatanya tidak mengerjakan apa yang

terkandung dalam asersi menandakan bahwa keyakinannya terhadap

kebenaran asersi lemah. Dapat dikatakan bahwa semua properitas keyakinan

merupakan faktor yang menentukan tingkat kekuatan keyakinan seseorang.

g. Veridikal (Veridicality)

Veridikalitas (veridicality) adalah tingkat kesesuaian keyakinan dengan realitas.

Realitas yang dimaksud di sini adalah apa yang sungguh-sungguh benar tentang

asersi yang diyakini. Dengan kata lain, veridikalitas adalah mudah tidaknya

fakta ditemukan dan ditunjukkan untuk mendukung keyakinan.

h. Berketertempaan (Malleability)

Ketertempaan (malleability) atau kelentukan keyakinan berkaitan dengan

mudah tidaknya keyakinan tersebut diubah dengan adanya informasi yang

relevan. Berbeda dengan veridikalitas, ketertempaan tidak memasalahkan

apakah suatu asersi sesuai atau tidak dengan realitas tetapi lebih memasalahkan

apakah keyakinan terhadap suatu asersi dapat diubah oleh bukti.

E. Argumen

1. Pengertian Argumen

Pengertian argumen menurut Nickerson (1986):

An argumen is an effort to convince someone to believe or to do something. An

argumen is a set of assertion, one of which is a conclusion or key assertion, and the

rest of which are intended to support that conclusion or key assertion.

Dalam arti positif, argumen dapat disamakan dengan penalaran logis untuk

menjelaskan atau mengajukan bukti rasional tentang suatu asersi.

2. Anatomi Argumen

Argumen terdiri atas serangkaian asersi. Asersi dapat berfungsi sebagai premis atau

konklusi (atau asersi kunci) yang merupakan komponen argumen. Berikut ini adalah

beberapa contoh argumen:

Page 10: Bab 2 - Penalaran - 9A BPKP - Kelompok 3

9

Merokok adalah penyebab kanker karena kebanyakan penderita kanker adalah

perokok.

Jika suatu binatang menyusui, maka binatang tersebut mempunyai paru-paru

karena semua binatang menyusui mempunyai paru-paru.

Kreditor adalah pihak yang dituju oleh pelaporan keuangan sehingga statemen

keuangan harus memuat informasi tentang kemampuan membayar utang.

Karena akuntansi menekankan substansi daripada bentuk, statemen keuangan

beberapa perusahaan yang secara yuridis terpisah tetapi secara ekonomik

merupakan satu perusahaan harus dikonsolidasi.

Karena akuntansi menganut kesatuan usaha ekonomik, beberapa perusahaan

yang secara yuridis terpisah harus dianggap sebagai satu kesatuan ekonomik

kalau perusahaan-perusahaan tersebut ada di bawah satu kendali. Oleh karena

itu, laporan konsolidasian harus disusun oleh perusahaan pengendali.

Sebagai suatu argumen, asersi yang satu harus mendukung asersi yang lain yang

menjadi konklusi. Kata-kata dengan huruf miring di atas merupakan kata indikator

argumen yang dapat digunakan untuk menunjuk mana premis dan mana

konklusi.

Dalam banyak hal, argumen tidak menunjukkan secara eksplisit kata-kata indikator

sehingga tidak dapat segera diidentifikasi mana premis dan mana konklusi.

Akibatnya, sulit untuk menentukan mana asersi yang mendukung dan mana

asersi yang didukung sehingga dapat timbul berbagai interpretasi terhadap argumen.

Bila hal ini terjadi, premis dan konklusi dapat diidentifikasi dengan principle of

charitable interpretation (prinsip interpretasi terdukung). Prinsip ini

menyatakan bahwa bila terdapat lebih dari satu interpretasi terhadap suatu

argumen, argumen harus diinterpretasi sehingga premis-premis yang terbentuk

memberi dukungan yang paling kuat terhadap konklusi yang dihasilkan. Dengan

kata lain, argumen yang dipilih adalah argumen yang plausibilitasnya paling tinggi

atau yang paling masuk akal (valid) dalam konteks yang dibahas.

3. Jenis Argumen

a) Argumen Deduktif

Argumen atau penalaran deduktif adalah proses penyimpulan yang berawal dari

suatu pernyataan umum yang disepakati (premis) ke pernyataan khusus

sebagai simpulan (konklusi). Argumen deduktif disebut juga argumen logis

karena kalau premis-premisnya benar konklusinya harus benar (valid).

Kebenaran konklusi tidak selalu berarti bahwa konklusi merefleksi realitas

(truth). Hal inilah yang membedakan argumen sebagai bukti rasional dan bukti

fisis/langsung/empiris berupa fakta. Salah satu bentuk penalaran deduktif adalah

suatu penalaran yang disebut silogisma. Silogisma terdiri atas tiga

komponen yaitu premis major (major premise), premis minor (minor premise),

dan konklusi (conclusion). Dalam silogisma, konklusi diturunkan dari premis

yang diajukan seperti contoh berikut:

Premis major : Semua binatang menyusui mempunyai paru-paru.

Page 11: Bab 2 - Penalaran - 9A BPKP - Kelompok 3

10

Premis minor : Kucing binatang menyusui.

Konklusi : Kucing mempunyai paru-paru.

“Semua binatang menyusui” dalam contoh di atas disebut anteseden

(antecedent) sedangkan “mempunyai paru-paru” merupakan konsekuen

(consequent). Dalam silogisma, konklusi akan benar bila kedua premis benar

dan premis minor menegaskan anteseden (disebut pola modus ponens) atau

premis minor menyangkal konsekuen (disebut pola modus tollens). Konklusi di

atas benar karena “kucing binatang menyusui” menegaskan “semua binatang

menyusui” sebagai anteseden. Jadi, konklusi mengikuti kedua premis secara

logis.

Penalaran deduktif berlangsung dalam tiga tahap yaitu: (1) penentuan

pernyataan umum (premis major) yang menjadi basis penalaran, (2) penerapan

konsep umum ke dalam situasi khusus yang dihadapi (proses deduksi), (3)

penarikan simpulan secara logis yang berlaku untuk situasi khusus tersebut.

Penalaran deduktif dalam akuntansi digunakan untuk memberi keyakinan

tentang simpulan-simpulan yang diturunkan dari premis yang dianut. Dalam

teori akuntansi, premis major sering disebut sebagai postulat (postulate).

Sebagai penalaran logis, argumen-argumen yang dihasilkan dengan pendekatan

deduktif dalam akuntansi akan membentuk teori akuntansi.

Evaluasi Penalaran Deduktif

Tujuan utama mengevaluasi argumen adalah untuk menentukan apakah

konklusi argumen benar dan meyakinkan. Untuk menilai suatu argumen

deduktif (logis), Nickerson (1986) mengajukan empat pertanyaan yang harus

dijawab, yaitu:

(1) Apakah argumen lengkap?

(2) Apakah artinya jelas?

(3) Apakah argumen valid? (Apakah konklusi mengikuti premis?)

(4) Apakah premis dapat dipercaya (diterima)?

Keempat pertanyaan di atas merupakan kriteria evaluasi yang terdiri atas

kelengkapan, kejelasan, kesahihan, dan kepercayaian. Apabila jawaban

untuk keempat pertanyaan di atas adalah positif, maka konklusi memberi

keyakinan tentang kebenarannya.

Kelengkapan: validitas konklusi menjadi kurang meyakinkan bila premis-

premis yang diajukan tidak lengkap.

Kejelasan: keyakinan merupakan fungsi kejelasan makna. Kejelasan tidak

hanya diterapkan untuk makna premis tetapi juga untuk hubungan antarpremis

(inferensi dan penyimpulan). Keterbatasan bahasa, kesalahan bahasa, dan

keterbatasan pengetahuan tentang topik yang dibahas merupakan faktor yang

menentukan kejelasan dan bahkan pemahaman argumen.

Kesahihan (validitas) merupakan kriteria utama untuk menilai penalaran

logis. Perlu dibedakan di sini antara validitas dan kebenaran (truth). Validitas

adalah sifat yang melekat pada argumen sedangkan kebenaran adalah sifat

Page 12: Bab 2 - Penalaran - 9A BPKP - Kelompok 3

11

yang melekat pada asersi. Secara struktural, validitas argumen tidak

bergantung pada kebenaran asersi. Artinya, argumen dikatakan valid kalau

konklusi diturunkan secara logis dari premis tanpa memperhatikan apakah

premis itu sendiri benar atau salah.

Hubungan Kebenaran Premis dan Kebenaran Logis Konklusi

dalam Penalaran Deduktif

Keterpercayaian melengkapi ketiga kriteria sebelumnya agar konklusi

meyakinkan sehingga orang bersedia menerima. Orang bersedia menerima suatu

asersi kalau dia percaya pada asersi tersebut. Orang dapat percaya pada suatu

asersi kalau asersi tersebut ada benarnya (plausible).

b) Argumen Induktif

Penalaran ini berawal dari suatu pernyataan atau keadaan yang khusus dan

berakhir dengan pernyataan umum yang merupakan generalisasi dari keadaan

khusus tersebut. Dalam argumen ada benarnya (plausible), konklusi merupakan

generalisasi dari premis sehingga tujuan argumen adalah untuk meyakinkan

bahwa probabilitas atau kebolehjadian (likelihood) kebenaran konklusi

cukup tinggi atau sebaliknya, ketakbenaran konklusi cukup rendah

kebolehjadiannya (unlikely). Karena konklusi (generalisasi) didasarkan pada

pengamatan atau pengalaman yang nyatanya terjadi, penalaran induktif disebut

pula generalisasi empiris (empirical generalization).

Dalam penalaran induktif, kebenaran premis tidak selalu menjamin

sepenuhnya kebenaran konklusi. Kebenaran konklusi hanya dijamin dengan

tingkat keyakinan (probabilitas) tertentu. Artinya, jika premis benar, konklusi

tidak selalu benar (not necessarily true).

c) Argumen dengan Analogi

Penalaran dengan analogi adalah penalaran yang menurunkan konklusi atas

dasar kesamaan atau kemiripan (likeness) karakteristik, pola, fungsi, atau

hubungan unsur (sistem) suatu objek yang disebutkan dalam suatu asersi.

Analogi bukan merupakan suatu bentuk pembuktian tetapi merupakan

suatu sarana untuk meyakinkan bahwa asersi konklusi mempunyai

Page 13: Bab 2 - Penalaran - 9A BPKP - Kelompok 3

12

kebolehjadian untuk benar. Walaupun analogi banyak digunakan dalam

argumen, argumen semacam ini banyak mengandung kelemahan. Perbedaan-

perbedaan penting yang mempengaruhi (melemahkan) konklusi sering

tersembunyi atau disembunyikan. Perbedaan sering lebih dominan daripada

kemiripan. Dalam analogi nahkoda misalnya, warga dalam kapal jumlahnya

lebih kecil dan tidak terdapat lembaga perwakilan seperti dalam negara.

Karena bukan merupakan pembuktian, analogi sering disalahgunakan untuk

pembuktian sebagai cara untuk mengecoh orang.

d) Argumen Sebab-Akibat

Menyatakan konklusi sebagai akibat dari asersi tertentu disebut juga dengan

argumen dengan penyebaban (argument by causation) atau generalisasi kausal

(causal generalization). Untuk dapat menyatakan adanya hubungan kausal

perlu diadakan pengujian tentang apa yang sebenarnya terjadi. Kaidah untuk

menguji adanya hubungan kausal adalah apa yang disebut kaidah kecocokan

(method of agreement), kaidah kecocokan negatif (negative canon of

agreement) dan kaidah perbedaan (method of difference) yang dikemukakan

oleh John Stuart Mill (sehingga seluruh kaidah disebut dengan kaidah Mill).

Kaidah kecocokan menyatakan bahwa jika dua kasus (atau lebih) dalam suatu

fenomena mempunyai satu dan hanya satu kondisi atau faktor yang sama (C),

maka kondisi tersebut dapat menjadi penyebab timbulnya gejala (Z).

Kaidah kecocokan negatif menyatakan bahwa jika tiadanya suatu faktor (C)

berkaitan dengan tiadanya gejala (Z), maka ada bukti bahwa hubungan faktor

dan gejala tersebut bersifat kausal.

Kaidah perbedaan menyatakan bahwa jika terdapat dua kasus atau lebih

dalam suatu fenomena, dan dalam salah satu kasus suatu gejala (Z)

muncul sementara dalam kasus lainnya gejala tersebut (Z) tidak muncul; dan

jika faktor tertentu (C) terjadi ketika gejala tersebut (Z) muncul, dan faktor

tersebut (C) tidak terjadi ketika gejala tersebut (Z) tidak muncul; maka dapat

dikatakan bahwa terdapat hubungan kausal antara faktor (C) dan gejala (Z)

tersebut.

4. Kriteria Penyebaban

Kaidah perbedaan Mill sebenarnya merupakan suatu rancangan untuk menguji

secara ekperimental apakah memang terdapat hubungan kausal. Untuk menguji

dan menyatakan bahwa suatu faktor atau variabel (C) menyebabkan suatu gejala

atau variabel lain (Z) terjadi, tiga kriteria berikut harus dipenuhi:

(1) C dan Z bervariasi bersama. Bila C berubah, Z juga berubah.

(2) Perubahan C terjadi sebelum atau mendahului perubahan Z terjadi.

(3) Tidak ada faktor lain selain C yang mempengaruhi perubahan Z.

Page 14: Bab 2 - Penalaran - 9A BPKP - Kelompok 3

13

Kriteria (1) harus dipenuhi karena hubungan sebab-akibat hanya terjadi jika ada

perubahan baik faktor sebab maupun faktor akibat. Perubahan di sini harus diartikan

secara luas sebagai perbedaan keadaan (status/klasifikasi/gejala) atau nilai

(skor/peringkat). Kriteria (2) harus dipenuhi karena penyebaban menuntut adanya

pengaruh satu faktor terhadap faktor yang lain dalam selang waktu tertentu. Oleh

karena itu, perubahan faktor sebab harus terjadi dahulu sebelum perubahan faktor

akibat terjadi. Dengan kata lain, harus ada semacam ketergantungan atau dependensi

faktor akibat pada faktor sebab. Selang waktu tersebut dapat sekejap atau lama

bergantung pada masalah yang dibahas.

Untuk meyakinkan bahwa faktor sebab benar-benar menyebabkan faktor akibat,

kriteria (3) harus dipenuhi. Tidak adanya faktor-faktor lain selain faktor sebab

yang diteorikan harus diartikan bahwa faktor-faktor lain tersebut memang tidak ada

atau kalau ada, pengaruh faktor-faktor lain tersebut dapat dikendalikan, diukur, atau

diisolasi sehingga diperoleh keyakinan yang tinggi bahwa perubahan faktor sebab

benar-benar menyebabkan perubahaan faktor akibat. Misalnya, untuk meyakinkan

apakah kegaduhan (noise) menyebabkan turunnya produktivitas ayam petelur, faktor

lain yang diduga juga merupakan penyebab seperti penyinaran, temperatur, dan jenis

makanan harus dikendalikan atau dijaga konstan.

5. Penalaran Induktif dalam Akuntansi

Penalaran induktif dalam akuntansi pada umumnya digunakan untuk menghasilkan

pernyataan umum yang menjadi penjelasan (teori) terhadap gejala akuntansi tertentu.

Pernyataan-pernyataan umum tersebut biasanya berasal dari hipotesis yang diajukan

dan diuji dalam suatu penelitian empiris. Hipotesis merupakan generalisasi yang

Page 15: Bab 2 - Penalaran - 9A BPKP - Kelompok 3

14

dituju oleh penelitian akuntansi. Bila bukti empiris konsisten dengan (mendukung)

generalisasi tersebut maka generalisasi tersebut menjadi teori yang valid dan

mempunyai daya prediksi yang tinggi.

Dalam praktiknya, penalaran induktif tidak dapat dilaksanakan terpisah dengan

penalaran deduktif atau sebaliknya. Kedua penalaran tersebut saling berkaitan.

Premis dalam penalaran deduktif, misalnya, dapat merupakan hasil dari suatu

penalaran induktif. Demikian juga, proposisi-proposisi akuntansi yang diajukan

dalam penelitian biasanya diturunkan dengan penalaran deduktif. Bila dikaitkan

dengan perspektif teori yang lain, teori akuntansi normatif biasanya berbasis

penalaran deduktif sedangkan teori akuntansi positif biasanya berbasis penalaran

induktif. Secara umum dapat dikatakan bahwa teori akuntansi sebagai penalaran

logis bersifat normatif, sintaktik, semantik, dan deduktif sementara teori

akuntansi sebagai sains bersifat positif, pragmatik, dan induktif.

F. Kecohan (Fallacy)

1. Pengertian Kecohan

Apabila terdapat suatu asersi yang nyatanya membujuk dan dianut oleh banyak

orang padahal tidak karena argumen yang diajukan mengandung cacat (faulty)

apapun faktornya, maka dapat dipastikan terjadi kesalahan yang disebut kecohan

atau salah nalar (fallacy). Menurut Cederblom dan Paulsen (1986), kecohan

mempunyai definis sebagai berikut:

Page 16: Bab 2 - Penalaran - 9A BPKP - Kelompok 3

15

A fallacy is a kind of argument or appeal that tends to persuade us, even though it is

faulty. ... Fallacies are arguments that tend to persuade but should not persuade (hlm.

102).

Orang dapat terkecoh oleh dirinya sendiri sehingga dia berpikir bahwa

dia mengajukan argumen yang valid padahal sebenarnya tidak valid. Sebaliknya,

orang dapat mengecoh orang lain dengan sengaja semata-mata karena ingin

memaksakan kehendak atau ingin menangnya sendiri sehingga dia akan

menggunakan segala taktik untuk meyakinkan orang lain tentang keyakinan atau

pendapatnya dengan menyampingkan masalah pokok atau menyembunyikan

argumen yang valid. Oleh karena itu, perlu dibedakan kecohan lantaran taktik

atau akal bulus (yang oleh Nickerson disebut dengan stratagem) dan kecohan lantaran

salah logika atau nalar dalam argumen (reasoning fallacy). Ciri yang membedakan

keduanya adalah maksud atau niat (intention) untuk berargumen.

2. Stratagem

Stratagem adalah pendekatan atau cara-cara untuk mempengaruhi keyakinan

orang dengan cara selain mengajukan argumen yang valid atau masuk akal

(reasonable argument). Stratagem merupakan salah satu bentuk argumen karena

merupakan upaya untuk menyakinkan seseorang agar dia percaya atau bersedia

mengerjakan sesuatu. Berbeda dengan argumen yang valid, stratagem biasanya

digunakan untuk membela pendapat yang sebenarnya keliru atau lemah dan tidak

dapat dipertahankan secara logis. Karenanya, stratagem dapat mengandung

kebohongan (deceit) dan muslihat (trick). Ada beberapa klasifikasi dari stratagem itu

sendiri, yaitu sebagai berikut:

a. Persuasi Tak Langsung

Persuasi tak langsung merupakan stratagem untuk menyakinkan seseorang akan

kebenaran suatu pernyataan bukan langsung melalui argumen atau penalaran

melainkan melalui cara-cara yang sama sekali tidak berkaitan dengan validitas

argumen. Contohnya seringkali kita jumpai dalam periklanan (advertising), untuk

membujuk agar orang mau membeli produk, orang tidak disuguhi argumen

tentang mengapa produk tersebut berkualitas melainkan dengan menonjolkan

suatu pandangan bahwa seorang selebritis menggunakan produk tersebut.

Harapannya adalah orang yang tidak menggunakan produk akan merasa bahwa dia

tidak termasuk dalam golongan yang bergaya hidup selebritis.

b. Membidik Orangnya

Stratagem ini digunakan untuk melemahkan atau menjatuhkan suatu posisi atau

pernyataan dengan cara menghubungan pernyataan atau argumen yang diajukan

seseorang dengan pribadi orang tersebut. Dengan cara ini diharapkan bahwa daya

bujuk argumen akan menjadi turun atau jatuh. Taktik ini sering disebut

argumentum ad hominem. Contoh cari stratagem ini adalah misalkan:

“Dia tidak mungkin menjadi pemimpin yang andal karena dia bekas militer (atau

tahanan politik yang pernah dihukum”

Page 17: Bab 2 - Penalaran - 9A BPKP - Kelompok 3

16

Berkaitan dengan stratagem ini, orang sering menggunakan taktik ungkapan

merendahkan (put-downs) untuk menyanggah/menghindari argumen dengan

ungkapan-ungkapan berikut (diucapkan dengan nada meninggi):

“Yang anda katakan itu adalah lelucon baru yang belum pernah saya

dengar!”

c. Menyampingkan Masalah

Stratagem ini dilakukan dengan cara mengajukan argumen yang tidak bertumpu

pada masalah pokok atau dengan cara mengalihkan masalah ke masalah yang lain

yang tidak bertautan. Hal ini sering dilakukan bila seseorang (karena sesuatu hal)

tidak bersedia menerima argumen yang dia tahu lebih valid dari argumen yang

dipegangnya. Pendekatan ini juga merupakan salah satu contoh salah nalar karena

penyampingan dilakukan dengan memberi penjelasan yang tidak menjawab

masalah, contohnya adalah:

“Gerakan antikorupsi tidak perlu digalakkan lagi karena nyatanya

banyak orang yang melakukan korupsi tidak mendapatkan sanksi

hukum.”

Stratagem penyampingan masalah (avoiding the issue) sering digunakan oleh

politikus untuk menghidari pertanyaan yang dapat memalukannya dalam suatu

jumpa pers dengan cara menyalahartikan pertanyaan dan menjawab pertanyaan

yang disalahartikan tersebut. Penyampingan masalah pokok sering disebut dengan

taktik red herring, karena sering digunakan dalam perdebatan politik untuk

menutupi atau menghindari kekalahan dalam argumen.

d. Misrepresentasi

Stratagem ini biasa digunakan untuk menyanggah atau menjatuhkan posisi

lawan dengan cara memutarbalikkan atau menyembunyikan fakta baik secara

halus maupun terang-terangan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara misalnya:

mengekstremkan posisi lawan, menyalahartikan maksud baik posisi lawan, atau

menonjolkan kelemahan dan menyembunyikan keunggulan argumen lawan.

Sebagai contoh, seorang anggota DPR dari Partai A mengajukan argumen untuk

mendukung agar pemerintah mengurangi anggaran untuk pertahanan dan

menambah anggaran untuk pendidikan. Anggota dari Partai B, sebagai

penyanggah, menuduh anggota dari Partai A ingin menghancurkan militer dan

menempatkan negara pada kondisi kurang aman. Ini merupakan misrepresentasi

dengan mengekstremkan posisi lawan.

e. Imbauan Cacah

Stratagem ini biasanya digunakan untuk mendukung suatu posisi dengan

menunjukkan bahwa banyak orang melakukan apa yang dikandung posisi

tersebut.

Sebagai contoh, suatu kelompok memegang posisi untuk membolehkan penaikan

harga (mark-up) kontrak atau tender karena banyak rekanan melakukan hal

tersebut. Dalam promosi produk, pengiklan membuat klaim “Sembilan dari

sepuluh bintang film menggunakan sabun merek X” untuk membujuk konsumer

agar membeli sabun tersebut. Imbauan cacah (appeal to number) didasarkan

Page 18: Bab 2 - Penalaran - 9A BPKP - Kelompok 3

17

pada asumsi bahwa majoritas orang melakukan suatu hal atau popularitas suatu

hal menunjukkan bahwa hal tersebut adalah benar atau tidak dapat salah.

Mengajukan asumsi ini untuk mendukung posisi tidak sama dengan mengajukan

argumen tetapi lebih merupakan stratagem.

f. Imbauan Autoritas

Stratagem ini hampir sama dengan imbauan cacah kecuali bahwa banyaknya orang

atau popularitas diganti dengan autoritas. Dengan imbauan autoritas,

orang berusaha meningkatkan daya bujuk suatu posisi dengan menunjukkan bahwa

posisi tersebut dipegang oleh orang yang mempunyai autoritas dalam masalah

bersangkutan tanpa menunjukkan bagaimana autoritas bernalar. Apakah stratagem

ini dapat dianggap sebagai kecohan bergantung pada situasi nyata yang

melatarbelakangi karena kalau autoritas dan penalarannya memang layak orang

akan terbujuk ke arah yang benar. Akan tetapi, kalau autoritas semata-mata

dijadikan alat untuk membujuk maka kecohanlah yang terjadi.

Sebagai contoh, seorang akademisi ditanya mengapa dia memakai istilah

beban bukan biaya untuk padan kata expense. Akademisi tersebut dapat

mengajukan stratagem bahwa dia menggunakan istilah beban karena autoritas

(Ikatan Akuntan Indonesia) menggunakan istilah tersebut tanpa mempersoalkan

apakah istilah tersebut layak atau tidak.

Berkaitan dengan stratagem ini adalah imbauan autoritas yang tidak tepat

(appeal to inappropriate authority). Dengan taktik ini, penalar berusaha untuk

meningkatkan kredibilitas dan daya bujuk suatu posisi dengan menunjukkan bahwa

posisi tersebut juga dipegang oleh orang yang diakui sebagai ahli di bidang yang

tidak berpautan dengan masalah yang dibahas.

g. Imbauan Tradisi

Stratagem ini didasarkan pada sesuatu hal yang telah lama diyakini dan dilakukan

oleh banyak orang karena semata-mata memang begitulah cara yang telah lama

dilakukan orang. Namun, kenyataan bahwa sesuatu telah lama dikerjakan dengan

cara tertentu di masa lampau tidak dengan sendirinya menjadi argumen untuk

meneruskan cara tersebut khususnya kalau terdapat cara lain yang terbukti lebih

valid atau baik (secara rasional dan praktis). Misalnya seorang dosen berargumen

bahwa skripsi mahasiswa harus ditulis dengan mesin ketik (bukan komputer)

karena tradisi penulisan jaman dulu.

Hal yang perlu dicatat dalam kaitannya dengan argumen ini adalah bahwa maksud

baik tradisi tidak merupakan alasan yang kuat untuk mempertahankannya atau

untuk menolak mempertimbangkan bukti baru kalau memang terdapat bukti kuat

baru bahwa maksud tersebut tidak lagi valid. Prinsip ini sering disebut the purpose

defeats the law.

h. Dilema Semu

Dilema semu (false dilemma) adalah taktik seseorang untuk mengaburkan

argumen dengan cara menyajikan gagasannya dan satu alternatif lain

kemudian mengkarakterisasi alternatif lain sangat jelek, merugikan, atau

mengerikan sehingga tidak ada cara lain kecuali menerima apa yang diusulkan

penggagas.

Page 19: Bab 2 - Penalaran - 9A BPKP - Kelompok 3

18

Misalnya, dalam suatu perdebatan tentang amandemen udang-undang dasar,

seorang anggota fraksi mengatakan (untuk meyakinkan anggota dewan yang lain):

“Kita harus menyetujui amandemen ini atau negara kita akan hancur.”

Kecohan terjadi karena pengargumen mengklaim bahwa hanya ada dua alternatif

dan yang satu jelas tidak diinginkan sehingga hanya alternatif yang

diusulkannya yang harus diterima. Akan tetapi, dia mengecoh seakan-akan hanya

ada dua alternatif padahal kenyataannya ada beberapa alternatif lain yang lebih

valid. Dalam banyak hal, masih sering dijumpai banyak orang yang tidak cukup

kritis untuk menanyakan apakah ada alternatif lain yang lebih masuk akal.

i. Imbauan Emosi

Daya bujuk argumen sering dicapai dengan cara membaurkan emosi dengan

nalar. Dengan kata lain, daya nalar orang dimatikan dengan cara menggugah

emosinya. Membidik orangnya (argumen ad hominem) atau imbauan autoritas

sebenarnya merupakan salah satu bentuk imbauan emosi.

Dengan menggugah emosi, pengargumen sebenarnya berusaha menggeser

dukungan nalar (support) validitas argumennya dengan motif (motive). Dengan

taktik ini, emosi orang yang dituju diagitasi sehingga dia merasa tidak enak untuk

tidak menerima alasan yang diajukan. Dua stratagem yang dapat digunakan

untuk mencapai hal ini adalah imbauan belas kasih (appeal to pity) dan imbauan

tekanan/kekuasaan (appeal to force).

Contoh yang digunakan dalam imbauan belas kasih misalnya, seorang mahasiswa

yang telah dikeluarkan dari universitas (memang secara akademik tidak mampu

menyelesaikan kuliahnya dalam waktu yang ditentukan) datang ke rektor.

Mahasiswa tersebut mengajukan pencabutan keputusan dan mengajukan

argumen bahwa keputusan pengeluarannya akan menyebabkan dia dalam

kesulitan dan penderitaan.

3. Salah Nalar (Reasoning Fallacy)

Berbeda dengan stratagem yang lebih merupakan taktik atau pendekatan

yang sengaja digunakan untuk meyakinkan kebenaran suatu asersi, salah nalar

merupakan suatu bentuk kesalahan penyimpulan lantaran penalarannya mengan-

dung cacat sehingga simpulan tidak valid atau tidak dapat diterima. Demikian

juga, salah nalar biasanya bukan kesengajaan (intentional) dan tidak dimaksud-

kan untuk mengecoh atau mengelabuhi (to deceive). Berikut ini adalah beberapa

salah nalar yang banyak dijumpai dalam suatu diskusi ilmiah:

1) Menegaskan Konsekuan

Sebagaimana kita ketahui pada bab sebelumnya bahwa agar argumen valid maka tia

harus mengikuti kaidah menegaskan anteseden (affirming the antecedent atau

modus ponens). Bila simpulan diambil dengan pola premis yang menegaskan

konsekuen, akan terjadi salah nalar. Berikut struktur dan contoh argumen yang valid

dan salah nalar.

Page 20: Bab 2 - Penalaran - 9A BPKP - Kelompok 3

19

Valid: Tak valid:

Menegaskan anteseden (modus ponens) Menegaskan konsekuen Premis (1): Jika saya di Semarang, maka

saya di Jawa Tengah

Premis (1): Jika saya di Semarang, maka saya di Jawa Tengah

Premis (2): Saya di Semarang Premis (2): Saya di Jawa Tengah

Konklusi: Saya di Jawa Tengah Konklusi: Saya di Semarang

2) Menyangkal Anteseden

Kebalikan dari salah nalar menegaskan konsekuen adalah menyangkal anteseden.

Suatu argumen yang mengandung penyangkalan akan valid apabila konklusi

ditarik mengikuti kaidah menyangkal konsekuen (denying the consequent atau

modus tollens). Bila simpulan diambil dengan struktur premis yang menyangkal

anteseden, simpulan akan menjadi tidak valid. Berikut struktur dan contoh

argumen yang valid dan salah nalar. Valid: Takvalid:

Menyangkal konsekuen (modus tollens) Menyangkal anteseden Premis (1): Jika saya di Semarang, maka

saya di Jawa Tengah

Premis (1): Jika saya di Semarang, maka saya di Jawa Tengah

Premis (2): Saya tidak di Jawa Tengah Premis (2): Saya tidak di Semarang Konklusi: Saya tidak di Semarang Konklusi: Saya tidak di Jawa Tengah

3) Pentaksaan (Equivocation)

Salah nalar dapat terjadi apabila ungkapan dalam premis yang satu mempunyai

makna yang berbeda dengan makna ungkapan yang sama dalam premis lainnya.

Salah nalar dapat juga terjadi karena konteks premis yang satu berbeda dengan

konteks premis lainnya. Argumen dalam bahasa Inggris berikut memberi ilustrasi

salah nalar ini (Nickerson, 1986, hlm. 4).

Premis Major: Nothing is better than eternal happiness Premis Minor: A spicy chicken is better than nothing

Konklusi: A spicy chicken is better than eternal happines

Secara struktural, argumen di atas menjadi salah nalar karena kata nothing dalam

premis major berbeda maknanya dengan kata nothing dalam premis minor. Dalam

premis major, nothing bermakna tidak ada satupun dari himpunan objek yang

memenuhi syarat sehingga kebahagiaan abadi adalah satu-satunya yang terbaik.

Sementara itu, nothing dalam premis minor bermakna tidak tersedianya anggota

lain dalam himpunan yang di dalamnya spicy chicken merupakan salah satu anggota

sehingga spicy chicken bukan satu-satunya yang terbaik.

4) Perampatan-lebih (Overgeneralization)

Salah nalar ini adalah dengan cara melekatkan (mengimputasi) karakteristik

sebagian kecil anggota ke seluruh anggota himpunan, kelas, atau kelompok

secara berlebihan. Bila seseorang menyimpulkan bahwa warga Kampung X

adalah pencuri karena dia mendapati bahwa dua pencuri yang baru saja ditangkap

berasal dari Kampung X maka dia telah melakukan salah nalar.

Salah nalar yang bartalian dengan perampatan lebih adalah apa yang dikenal

dengan istilah penstereotipaan (stereotyping). Salah nalar ini terjadi bila penalar

Page 21: Bab 2 - Penalaran - 9A BPKP - Kelompok 3

20

mengkategori seseorang sebagai anggota suatu kelompok kemudian melekatkan

semua sifat atau kualitas kelompok kepada orang tersebut.

5) Parsialitas (Partiality)

Penalar kadang-kadang terkecoh karena dia menarik konklusi hanya atas dasar

sebagian dari bukti yang tersedia yang kebetulan mendukung konklusi. Hal ini

mirip dengan perampatan lebih lantaran sampel kecil atau ketakrepresentatifan

bukti. Kadang-kadang kita sengaja memilih dan melekatkan bobot yang tinggi

pada bukti (argumen) yang cenderung mendukung konklusi atau keyakinan yang

kita sukai dengan mengabaikan bukti yang menentang konklusi tersebut.

Kesalahan semacam ini tidak harus merupakan suatu stratagem karena penalar

tidak bermaksud mengecoh atau menjatuhkan lawan tetapi karena semata-mata

dia tidak objektif (bias) dalam penggunaan atau pengumpulan bukti.

Dalam penelitian, peneliti sering bias dalam pengumpulan data dengan membuat

pertanyaan yang mengarahkan responden (disebut leading questions). Bila

peneliti berupaya untuk mendukung teori yang disukainya dengan mengarahkan

bukti secara bias, hal tersebut disebut membangun kasus (building the case).

6) Pembuktian dengan Analogi

Analogi lebih merupakan suatu sarana untuk meyakinkan bahwa asersi konklusi

mempunyai kebolehjadian (likelihood) untuk benar. Dengan kata lain, bila premis

benar, konklusi atas dasar analogi belum tentu benar. Jadi, analogi dapat

menghasilkan salah nalar.

Premis 1: Komputer mempunyai CPU yang bekerja seperti otak Premis 2: Otak berpikir

Konklusi: Komputer berpikir

Dalam pengembangan istilah, analogi sering diartikan sebagai mengikuti

kaidah atau struktur ungkapan yang sama. Dengan makna ini, menggunakan

analogi untuk menurunkan istilah bukan merupakan salah nalar tetapi merupakan

sarana untuk mengaplikasi kaidah secara taat asas. Salah nalar justru akan terjadi

kalau kaidah tidak diikuti.

7) Merancukan Urutan Kejadian dengan Penyebaban

Kesalahan yang sering dilakukan orang adalah merancukan urutan kejadian

(temporal succession) dengan penyebaban (causation). Bila kejadian B selalu

mengikuti kejadian A, orang cenderung menyimpulkan bahwa B disebabkan

oleh A. Karena malam selalu mengikuti siang, tidak berarti bahwa siang

menyebabkan malam. Salah nalar terjadi bila urutan kejadian disimpulkan

sebagai penyebaban. Kesalahan ini sering disebut dalam bahasa Latin post hoc

ergo propter hoc (setelah ini, maka karena ini).

Dalam penelitian ekperimental yang bertujuan untuk menguji hubungan

penyebaban, konklusi dapat salah atau meragukan karena terdapat faktor

penyebab selain yang diteliti yang ternyata juga mempengaruhi faktor akibat. Bila

hal ini terjadi, maka dikatakan bahwa penelitian tersebut mempunyai validitas

internal (internal validity) yang rendah.

Page 22: Bab 2 - Penalaran - 9A BPKP - Kelompok 3

21

8) Menarik Simpulan Pasangan

Kemampuan seseorang untuk menyajikan argumen sering menjadikan argumen

yang valid atau benar menjadi kurang meyakinkan. Akibatnya, orang sering lalu

menyimpulkan bahwa konklusinya tidak benar atau valid. Hal penting yang perlu

diingat adalah bahwa kemampuan seseorang untuk menyajikan argumen yang

mendukung atau menyangkal suatu posisi tidak menentukan kebenaran (truth)

atau ketakbenaran (falsity) konklusi (posisi). Kebenaran konklusi atau posisi

memang harus didukung oleh argumen yang meyakinkan.

Salah nalar terjadi kalau orang menyimpulkan bahwa suatu konklusi salah

lantaran argumen tidak disajikan dengan meyakinkan (tidak konklusif) sehingga

dia lalu menyimpulkan bahwa konklusi atau posisi pasanganlah yang benar.

Kecohan ini mirip dengan bentuk salah nalar menyangkal anteseden yang telah

dibahas sebelumnya.

G. Aspek Manusia Dalam Penalaran

Aspek manusia merupakan salah satu bagian terpenting dalam penalaran, karena suatu

proses untuk mengubah keyakinan melalui argumen bergantung kepada dua hal yaitu:

Manusia yang meyakini

Asersi yang menjadi objek keyakinan

Kendala yang ada ialah manusia tidak selalu rasional dan tidak semua asersi dapat

ditentukan kebenarannya secara objektif dan tuntas. Beberapa aspek manusia yang dapat

menjadi penghalang dalam penalaran serta pengembangan ilmu dijelaskan sebagai

berikut:

1. Penjelasan Sederhana

Kebutuhan akan penjelasan merupakan fondasi berkembangnya ilmu pengetahuan.

Namun seringkali keinginan yang kuat untuk memperoleh penjelasan menjadikan

orang cepat puas dengan penjelasan sederhana yang pertama didapatkannya

sehingga tidak lagi berupaya untuk mengevaluasi kelayakannya ataupun

mengkomparasinya dengan penjelasan lain, atau dengan kata lain orang menjadi

tidak kritis.

2. Kepentingan Mengalahkan Nalar

Kepentingan seringkali memaksa seseorang untuk memihak kepada suatu posisi

meskipun posisi tersebut lemah dari sisi argumen. Hal ini umum terjadi pada

kalangan yang mendapat julukan pakar atau ilmuwan apalagi yang memiliki

kekuasaan politis. Oleh karena itu suatu proses pengembangan pengetahuan dan

profesi harus didukung kebebasan akademik yang menjadi ciri penting lingkungan

akademik kondusif. Kebebasan akademik sendiri diartikan sebagai kebebasan untuk

berbeda pendapat secara akademik dalam suatu forum yang memungkinkan

akademisi berargumen secara terbuka.

Suatu kasus nyata yang menunjukkan adanya kepentingan yang mengalahkan nalar

dalam pengembangan pengetahuan adalah sikap kolega Galileo yang menolak untuk

mempertimbangkan bukti yang diajukan oleh Galileo mengenai bulan atau satelitnya

planet Jupiter, padahal mereka merupakan pakar dan ilmuwan yang juga sekaligus

Page 23: Bab 2 - Penalaran - 9A BPKP - Kelompok 3

22

pemuka masyarakat dan penguasa. Keadaan yang dibentuk dari sikap tersebut

menjadikan perbedaan pandangan tidak akan terbuka untuk diskusi dan kebenaran

ilmiah tidak akan tercapai.

3. Sindroma Tes Klinis

Merupakan suatu sindrom ketakutan seseorang atas munculnya gagasan baru yang

dapat mematahkan gagasan lama yang dibuatnya ataupun diyakini sebelumnya.

Sindrom ini awalnya berasal dari gambaran seseorang yang meyakini dirinya

mengidap suatu penyakit namun tidak berani untuk memeriksakan diri karena takut

dugaannya tersebut benar.

4. Mentalitas Djoko Tingkir

Merupakan sikap yang menunjukkan mental orang/sekelompok orang yang berada

dibawah kekuasaan/tekanan ataupun memuja/mengagumi/meninggikan/

menghormati kolega, senior, ataupun atasannya sehingga memihak dan mengajarkan

sesuatu yang sebenarnya salah dan menyembunyikan apa yang sebenarnya valid

semata-mata untuk menghormati/menyenangkan kolega, senior, ataupun atasan

maupun untuk melindungi diri dari tekanan.

5. Merasionalkan daripada Menalar

Seringkali orang yang sudah memihak kepada suatu posisi yang ternyata lemah atau

salah, dalam diskusi dia tidak lagi bertujuan untuk mencari kebenaran atau validitas

melainkan untuk membela diri atau menutupi rasa malu. Apabila hal ini yang terjadi,

maka orang tersebut tidak lagi menalar (to reason) melainkan merasionalkan (to

rationalize). Selain itu hal ini dapat juga terjadi apabila seseorang memiliki

pengetahuan terbatas atas topik yang didiskusikan namun yang bersangkutan tidak

mau mengakuinya.

Apabila hal ini terjadi maka tujuan diskusi bukan lagi untuk menemukan solusi

melainkan untuk mencari kemenangan.

6. Persistensi

Persistensi adalah kekuatan/keteguhan keyakinan seseorang terhadap suatu

keyakinan, terkadang karena suatu kepentingan orang sering bersikap persisten

terhadap keyakinannya meski terdapat argumen lain yang kuat bahwa keyakinan

orang tersebut adalah salah dan seharusnya melepas keyakinannya.

Sebenarnya, sampai tingkatan tertentu sikap ini diperlukan dan penting agar orang

tidak dengan mudahnya pindah keyakinan atau paradigma seperti orang plin-plan.

Selain itu juga persistensi memiliki tujuan agar dapat diperoleh argumen atau bukti

kuat yang menunjukkan bahwa suatu keyakinan itu salah.

Namun demikian, manusia tidak selalu dapat bersikap objektif dan tidak memihak,

apabila terdapat kepentingan yang dirasa perlu dipertahankan, maka persistensi yang

berlebihan terhadap suatu keyakinan seringkali terjadi bahkan oleh ilmuwan maupun

pakar, hal ini menyebabkan konversi keyakinan sulit terjadi.

Page 24: Bab 2 - Penalaran - 9A BPKP - Kelompok 3

23

BAB III

SIMPULAN

Penalaran merupakan pengetahuan tentang prinsip-prinsip berpikir logis yang menjadi basis

dalam diskusi ilmiah. Penalaran juga merupakan suatu ciri sikap (attitude) ilmiah yang sangat

menuntut kesungguhan (commitment) dalam menemukan kebenaran ilmiah. Penalaran

melibatkan proses penurunan konsekuensi logis (inferensi) dan proses penarikan simpulan

dari serangkaian pernyataan atau asersi. Proses tersebut dapat bersifat deduktif maupun

induktif. Struktur dan proses penalaran terdiri dari tiga konsep penting, yaitu asersi,

keyakinan, dan argumen.

Asersi merupakan suatu pernyataan yang menegaskan bahwa sesuatu adalah benar. Asersi

berperan penting dalam pembentukan argumen, yaitu dapat berfungsi sebagai premis dan

konklusi. Premis adalah asersi yang digunakan untuk mendukung konklusi. Konklusi adalah

asersi yang diturunkan dari serangkaian asersi.

Asersi dapat diklasifikasikan menjadi asumsi, hipotesis, dan pernyataan fakta. Asumsi adalah

asersi yang diyakini benar meskipun orang tidak dapat mengajukan atau menunjukkan bukti

tentang kebenarannya secara meyakinkan atau asersi yang orang bersedia untuk menerima

sebagai benar untuk keperluan diskusi atau debat. Hipotesis adalah asersi yang kebenarannya

belum atau tidak diketahui tetapi diyakini bahwa asersi tersebut dapat diuji kebenarannya.

Pernyataan fakta adalah asersi yang bukti tentang kebenarannya diyakini sangat kuat atau

bahkan tidak dapat dibantah.

Keyakinan merupakan tingkat kebersediaan untuk menerima bahwa suatu pernyataan atau

teori mengenai suatu fenomena atau gejala adalah benar. Keyakinan terhadap asersi adalah

tingkat kebersediaan untuk menerima bahwa asersi tersebut benar. Keyakinan diperoleh

karena kepercayaan (confidence) tentang kebenaran yang dilekatkan pada suatu asersi. Suatu

asersi dapat dipercaya karena adanya bukti yang kuat untuk menerimanya sebagai hal

yang benar.

Argumen merupakan serangkaian asersi beserta keterkaitan (artikulasi) dan inferensi atau

penyimpulan yang digunakan untuk mendukung suatu keyakinan. Argumen menjadi unsur

penting dalam penalaran karena digunakan untuk membentuk, memelihara, atau mengubah

suatu keyakinan. Argumen dapat disamakan dengan penalaran logis untuk menjelaskan atau

mengajukan bukti rasional tentang suatu asersi. Apabila terdapat lebih dari satu

interpretasi terhadap suatu argumen, argumen harus diinterpretasi sehingga premis-premis

yang terbentuk memberi dukungan yang paling kuat terhadap konklusi yang dihasilkan.

Apabila terdapat suatu asersi yang nyatanya membujuk dan dianut oleh banyak orang padahal

tidak karena argumen yang diajukan mengandung cacat (faulty) apapun faktornya, maka

dapat dipastikan terjadi kesalahan yang disebut kecohan atau salah nalar (fallacy). Ada

perbedaan antara kecohan lantaran taktik atau akal bulus (stratagem) dan kecohan lantaran

salah logika atau nalar dalam argumen (reasoning fallacy). Ciri yang membedakan keduanya

adalah maksud atau niat (intention) untuk berargumen.

Aspek manusia merupakan salah satu bagian terpenting dalam penalaran, karena suatu proses

untuk mengubah keyakinan melalui argumen bergantung pada manusia yang meyakini dan

asersi yang menjadi objek keyakinan. Kendala yang jamak terjadi adalah manusia tidak selalu

rasional dan tidak semua asersi dapat ditentukan kebenarannya secara objektif dan tuntas.

Page 25: Bab 2 - Penalaran - 9A BPKP - Kelompok 3

24

DAFTAR PUSTAKA

Suwardjono, 2005. Teori Akuntansi : Perekayasaan Pelaporan Keuangan (Edisi III).

Yogyakarta: BPFE.

Cohen, Ted. The Journal of Philosophy, Vol. 87, No. 12 (Dec., 1990), pp. 702-708

http://id.wikipedia.org/wiki/Akuntansi

http://www.slideshare.net/xyrces/ringkasan-teori-akuntansi-suwardjono