bab 2 landasan teori dan kerangka pemikiran 2.1. …thesis.binus.ac.id/doc/bab2/2011-1-00470-mn...

30
6 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Entrepreneur 2.1.1.1. Pengertian Entrepreneur Menurut Zimmerer dalam Winardi (2003, p.17) Entrepreneur adalah orang yang berinovasi sehingga mampu menciptakan sesuatu yang baru, dengan menghadapi tantangan, resiko dan juga ketidakpastian dengan tujuan mencari laba dengan mengidentifikasi peluang dengan jalan mengkombinasikan beberapa sumber daya. Menurut Drucker dalam Alma (2008, p.2) Entrepreneur adalah seorang yang mampu memanfaatkan peluang. Sedangkan menurut Schumpeter dalam Alma (2008, p.24) Entrepreneur adalah orang yang melihat adanya peluang kemudian menciptakan sebuah organisasi untuk memanfaat peluang tersebut. Menurut Sarosa (2005, p.2) Entrepreneur adalah seseorang yang mempunyai visi, semangat, dan melakukan tindakan-tindakan nyata dalam usaha meciptakan dan mengembangkan sendiri sumber-sumber income nya tanpa bergantung semata-mata pada orang lain. Menurut teori-teori diatas, dapat disimpulkan bahwa entrepreneur adalah seorang yang memiliki visi dan semangat serta kemampuan dalam memanfaatkan peluang yang ada dengan berinovasi dan memberdayakan beberapa sumber daya yang tersedia.

Upload: truongtruc

Post on 26-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

6

BAB 2

LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Entrepreneur

2.1.1.1. Pengertian Entrepreneur

Menurut Zimmerer dalam Winardi (2003, p.17) Entrepreneur adalah orang

yang berinovasi sehingga mampu menciptakan sesuatu yang baru, dengan

menghadapi tantangan, resiko dan juga ketidakpastian dengan tujuan mencari

laba dengan mengidentifikasi peluang dengan jalan mengkombinasikan beberapa

sumber daya.

Menurut Drucker dalam Alma (2008, p.2) Entrepreneur adalah seorang yang

mampu memanfaatkan peluang. Sedangkan menurut Schumpeter dalam Alma

(2008, p.24) Entrepreneur adalah orang yang melihat adanya peluang kemudian

menciptakan sebuah organisasi untuk memanfaat peluang tersebut.

Menurut Sarosa (2005, p.2) Entrepreneur adalah seseorang yang

mempunyai visi, semangat, dan melakukan tindakan-tindakan nyata dalam

usaha meciptakan dan mengembangkan sendiri sumber-sumber income nya

tanpa bergantung semata-mata pada orang lain.

Menurut teori-teori diatas, dapat disimpulkan bahwa entrepreneur adalah

seorang yang memiliki visi dan semangat serta kemampuan dalam

memanfaatkan peluang yang ada dengan berinovasi dan memberdayakan

beberapa sumber daya yang tersedia.

7

2.1.1.2. Sifat-sifat entrepreneur

Alma (2008, p.53) Adapun sifat-sifat yang perlu di miliki seorang

entrepreneur agar berhasil adalah sebagai berikut :

1. Percaya diri

Sifat utama dari percaya diri di mulai dari pribadi yang mantap, tidak mudah

terombang-ambing oleh pendapat dan saran orang lain melainkan

menggunakan sebagian saran tersebut sebagai masukan.

2. Berorientasi pada tugas dan hasil

Sifat seorang entrepreneur tidak mengutamakan prestige dahulu melainkan

focus kepada prestasi yg ingin di capai.

3. Pengambilan resiko

Ciri pengambilan resiko berpengaruh penting dalam dunia wirausaha yang

penuh resiko dan tantangan. Hal penting yang harus diperhatikan adalah

bahwa bagaimana seorang entrepreneur mengambil sebuah resiko dengan

penuh pertimbangan.

4. Kepemimpinan

Dalam diri seorang entrepreneur mutlak memiliki jiwa kepemimpinan.

Seorang pemimpin yang baik harus mendengar saran dan kritik dari

bawahannya demi kemajuan kinertja perusahan.

5. Keorisinilan

Yang di maksud dengan orisinil disini adalah seorang entrepreneur tidak

hanya mengekor pada orang lain, tetapi memiliki pendapat sendiri, ide yang

orisinil dan mampu menrealisasikan ide tersebut.

8

6. Berorientasi pada masa depan

Seorang entrepreneur haruslah perspektif, mempunyai visi ke depan. Sebab

sebuah usaha bukan didirikan untuk sementara tetapi untuk selamanya.

Untuk menyiapkan visi yang jauh ke depan, entrepreneur perlu menyusun

perencanaan dan strategi yang matang.

7. Kreatifitas dan inovasi

kreatifitas meurpakan kemampuan untuk mengembangkan ide baru dan

menemukan cara baru dalam melihat peluang ataupun problem yang akan

dihadapi. Inovasi adalah kemampuan untuk menggunakan solusi kreatif

dalam mengisi peluang sehingga dapat membawa manfaat dalam kehidupan

masyarakat.

2.1.1.3. Tipe-tipe Entrepreneur

Menurut Alma (2008, p.33) ada tiga tipe utama dari seorang entrepreneur

adalah sebagai berikit :

1) Craftman

Wirausaha ahli pada umumnya adalah seorang penemu dalam bidang

penelitian yang menjual lisensi idenya untuk dijadikan produk komersial.

2) The Promoter

Seorang individu yang berlatar belakang marketing yang kemudian

mengembangkan perusahaannya sendiri.

3) General Manager

Seorang individu yang ideal yang secara sukses bekerja pada perusahaan

dan menguasai banyak keahlian.

9

2.1.1.4. Keuntungan dan Kelemahan Seorang Entrepreneur

Menurut Alma (2008, p.4), keuntungan dan kelemahan entrepreneur dapat

dijelaskan sebagai berikut

1. Keuntungan Entrepreneur :

a. Membuka peluang untuk mencapai tujuan pribadi.

b. Membuka peluang untuk mendemonstrasikan kemampuan pribadi.

c. Membuka peluang untuk mendapatkan keuntungan secara maksimal.

d. Membuka peluang untuk membantu masyarakat.

2. Kelemahan Entrepreneur :

a. Memperoleh pendapatan yang tidak pasti dan memikul resiko.

b. Bekerja keras tanpa batasan waktu.

c. Tanggung jawabnya besar.

2.1.1.5. Karakteristik entrepreneur

Terdapat beberapa karakteristik yang harus di miliki oleh seorang

entrepreneur, yaitu :

1. Creation, yaitu menciptakan suatu peluang bisnis dari peluang yang ada

2. Innovation, mengembangkan inovasi dalam lingkup bisnisnya yang meliputu

produk baru, proses, market, material atau organisasi.

3. Risk undertake, setiap entrepreneur menerima dan mengambil resiko bahwa

bisnis yang dijalankannya mungkin akan mengalami kerugian atau

kegagalan.

10

4. General management, pemilik bisnis harus dapat mengelola dan

mengalokasikan sumber dayanya yang terbatas, dan yang terakhir adalah

performance intention, menciptakan pertumbuhan yang tinggi dan

menghasilkan laba. (Yulianto, 2009)

Empat (4) sisi potensial yang dimiliki manusia untuk maju (menurut Stephen

Covey, dalam bukunya The First Thing’ First) :

1. Self awareness adalah sikap mawas diri

2. Cousience adalah mempertajam suara hati, supaya menjadi manusia

berkehendak baik, seraya memunculkan keunikan serta memiliki misi dalam

hidup.

3. Independent Will adalah pandangan independent untuk bekal bertindak dan

kekuatan untuk mentrandensi

4. Creatif Imagination adalah berfikir dan mengarah ke depan untuk

memecahkan masalah dengan imajinasi, khayalan serta adaptasi yang tepat.

(http://www.scribd.com/kewirausahaan/d/28609207)

11

2.1.2. Leadership

2.1.2.1. Pengertian Leadership

Dubrin (2005, p.3) mengemukakan bahwa kepemimpinan itu adalah upaya

mempengaruhi banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan, cara

mempengaruhi orang dengan petunjuk atau perintah, tindakan yang

menyebabkan orang lain bertindak atau merespons dan menimbulkan perubahan

tujuan.

Siagian (2002, p.62) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah

kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain (para bawahannya)

sedemikian rupa sehingga orang lain itu mau melakukan kehendak pemimpin

meskipun secara pribadi hal itu mungkin tidak disenanginya. Nimran (2004,

p.64) mengemukakan bahwa kepemimpinan atau leadership adalah merupakan

suatu proses mempengaruhi perilaku orang lain agar berperilaku seperti yang

akan dikehendaki.

Kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi

sekelompok orang kearah pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Daft (2003,

P.514). House (1998) seperti yang dikutip Yukl (2002, p.3) mendefinisikan

kepemimpinan sebagai kemampuan seseorang untuk mempengaruhi,

memotivasi dan memungkinkan orang lain memberikan sumbangsih bagi

keefektifan serta keberhasilan organisasi. Kegiatan kepemimpinan manajemen

dapat berpengaruh pada sikap karyawan. Beech (2000, P.210-218)

Dari berbagai macam teori di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan

adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi dan memotivasi orang lain

untuk bertindak di dalam sebuah organisasi demi mencapai tujuan organisasi

tersebut.

12

2.1.2.2. Peranan Leadership

Siagian (2002, p.66) mengemukakan bahwa peranan pemimpin atau

kepemimpinan dalam organisasi atau perusahaan ada tiga bentuk yaitu peranan

yang bersifat interpersonal, peranan yang bersifat informasional, dan peran

pengambilan keputusan. Yang dimaksud dengan peranan yang bersifat

interpersonal dalam organisasi adalah bahwa seorang pemimpin dalam

perusahaan atau organisasi merupakan simbol akan keberadaan organisasi,

seorang pemimpin bertanggung jawab untuk memotivasi dan memberikan

arahan kepada bawahan, dan seorang pemimpin mempunyai peran sebagai

penghubung. Peranan yang bersifat informasional mengandung arti bahwa

seorang pemimpin dalam organisasi mempunyai peran sebagai pemberi,

penerima dan penganalisa informasi. Sedangkan peran pemimpin dalam

pengambilan keputusan mempunyai arti bahwa pemimpin mempunyai peran

sebagai penentu kebijakan yang akan diambil berupa strategi-strategi bisnis

yang mampu untuk mengembangkan inovasi, mengambil peluang atau

kesempatan dan bernegosiasi dan menjalankan usaha dengan konsisten.

Yasin (2001, p.6) mengemukakan bahwa keberhasilan kegiatan usaha

pengembangan organisasi, sebagian besar ditentukan oleh kualitas

kepemimpinan atau pengelolanya dan komitmen pimpinan puncak organisasi

untuk investasi energi yang diperlukan maupun usaha-usaha pribadi pimpinan.

13

Anoraga et al. (1995) dalam Tika (2006, p.64) mengemukakan bahwa ada

sembilan peranan kepemimpinan seorang dalam organisasi yaitu pemimpin

sebagai perencana, pemimpin sebagai pembuat kebijakan, pemimpin sebagai

ahli, pemimpin sebagai pelaksana, pemimpin sebagai pengendali, pemimpin

sebagai pemberi hadiah atau hukuman, pemimpin sebagai teladan dan lambang

atau simbol, pemimpin sebagai tempat menimpakan segala kesalahan, dan

pemimpin sebagai pengganti peran anggota lain.

2.1.2.3. Gaya Kepemimpinan

Dalam buku Purwanto (2006, p.25-26) Adapun gaya kepemimpinan yang

diterapkan dalam suatu organisasi, maka komunikasi antarpribadi yaitu manajer

dan bawahan (karyawan) harus tetap terjaga dengan baik. menurut Ludlow dan

Panton, terdapat empat gaya kepemimpinan (Leadership style) yang dapat

diterapkan dalam situasi dan kondisi yang juga berbeda, antara lain: pengarahan

(directing), pembekalan (coaching), dukungan (supporting), dan pendelegasian

(delegating).

a. Directing (pengarahan)

Gaya kepemimpinanpengarahan tepat digunakan pada situasi dan

kondisi dimana para karyawan belum memiliki pengalaman yang cukup

dalam menjalankan suatu tugas tertentu. Di samping itu, tugas pekerjaan

yang harus diselesaikan juga cendurung kompleks dan rumit. Oleh karena

itu, seorang manajer harus mampu menjelaskan sejelas mungkin dan rinci

tentang apa yang harus dikerjakan, bagaimana cara mengerjakan, dan

kapan pekerjaan tersebut harus dapat diselesaikan.

14

b. Coaching (pembekalan)

Gaya kepemimpinan pembekalan tepat digunakan pada situasi dan

kondisi dimana para karyawan telah memiliki pengalaman yang cukup dalam

menyelesaikan pekerjaan. Disamping itu, para karyawan memiliki motivasi

yang cukup tinggi dalam menyelesaikan setiap pekerjaannya. Dalam hal ini,

seorang manajer perlu juga memberikan penjelasan seperlunya terhadap

tugas dan pekerjaan yang belum dipahami dengan baik oleh para karyawan.

c. Supporting (dukungan)

Gaya kepemimpinan dukungan tepat digunakan pada situasi dan kondisi

dimana para karyawan telah mengenal teknik-teknik yang dituntut dan telah

mengembangkan hubungan yang baik dengan seorang manajer. Dalam hal

ini seorang manajer lebih banyak terlibat dalam berbagai keputusan kerja

dan memperoleh berbagai masukan dan saran - saran dari para karyawan

yang sangat berharga bagi peningkatan prestasi kerja.

d. Delegating (pendelegasian)

Gaya kepemimpinan pendelegasian tepat digunakan pada situasi dan

kondisi dimana para karyawan telah memahami dengan baik tugas-tugas

pekerjaan yang harus diselesaikan, sehingga mereka layak untuk menerima

pendelgasian tugas dari seorang manajer. Meskipun telah mendelagasikan

sebagai tugas pekerjaannya, seorang manajer juga harus tetap melakukan

pemantauan (monitoring) atas kinerja para karyawannya, untuk memastikan

bahwa mereka tetap berada pada jalur sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan.

15

2.1.2.4. Teori Kepemimpinan ( Leadership )

Beberapa teori telah dikemukakan para ahli majemen mengenai timbulnya

seorang pemimpin. Teori yang satu berbeda dengan teori yang lainnya. Di

antara berbagai teori mengenai lahirnya paling pemimpin ada tiga di antaranya

yang paling menonjol yaitu sebagai berikut :

1. Teori Genetie

Inti dari teori ini tersimpul dalam mengadakan "leaders are born and not

made". Bahwa penganut teori ini mengatakan bahwa seorang pemimpin

akan karena ia telah dilahirkan dengan bakat pemimpin.Dalam keadaan

bagaimana pun seorang ditempatkan pada suatu waktu ia akn menjadi

pemimpin karena ia dilahirkan untuk itu. Artinya takdir telah menetapkan ia

menjadi pemimpin.

2. Teori Sosial

Jika teori genetis mengatakan bahwa "leaders are born and not made",

make penganut-penganut sosial mengatakan sebaliknya yaitu : "Leaders are

made and not born".

Penganut-penganut teori ini berpendapat bahwa setiap orang akan dapat

menjadi pemimpin apabila diberi pendidikan dan kesempatan untuk itu.

3. Teori Ekologis

Teori ini merupakan penyempurnaan dari kedua teori genetis dan teori

sosial. Penganut-ponganut teori ini berpendapat bahwa seseorang hanya

dapat menjadi pemimpin yang baik apabila pada waktu lahirnya telah

memiliki bakat-bakat kepemimpinan, bakat mana kemudian dikembangkan

melalui pendidikan yang teratur dan pangalaman-pengalaman yang

memungkinkannya untuk mengembangkan lebih lanjut bakat-bakat yang

memang telah dimilikinya itu.

16

Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori genetis dan teori

sosial dan dapat dikatakan teori yang paling baik dari teori-teori

kepemimpinan.Namun demikian penyelidikan yang jauh yang lebih mendalam

masih diperlukan untuk dapat mengatakan secara pasti apa faktor-faktor yang

menyebabkan seseorang timbul sebagai pemimpin yang baik.

(http://akbar-fadilah.blogspot.com/2010/01/teori-kepemimpinan-dan-tipe-

tipe.html )

2.1.3. Entrepreneurial Leadership (Kepemimpinan Wirausaha)

2.1.3.1. Pengertian Entrepreneurial Leadership

Thornberry (2006, p.24) Entrepreneurial Leadership adalah lebih sebagai

pengusaha yang bisa menciptakan perubahan dari pada bertransaksi dengan

perusahaan lain, karena dengan adanya perubahan akan menjadikan perubahan

lebih berkembang dan berjalan mengikuti trend pasar yang berlaku.

Goosen (2007, p.104) kepemimpinan entrepreneur (entrepreneurial

leadership), baik individu maupun organisasi menciptakan kebudayaan

entrepreneur dengan mengembangkan pelatihan budaya kewirausahaan dan

penggabungan proses-proses entrepreneur, serta inisiatif-inisiatif baru yang

brilliant.

Entrepreneurial leadership merupakan semangat, sikap, perilaku dan

kemampuan seseorang dalam memimpin menangani usaha atau kegiatan yang

mengarah pada upaya cara kerja teknologi dan produk baru dengan

meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan

keuntungan yang lebih besar.

(Yulianto , 2009 )

17

Menurut Winardi (2008, p.20) Entrepreneur yang inovatif bereksperimentasi

secara agresif, dan mereka terampil mempraktekkan transformasi-transformasi

kemungkinan-kemungkinan atraktif.

Dari teori-teori diatas dapat disimpulkan bahwa entrepreneurial leadership

merupakan semangat, sikap dan kemampuan seseorang dalam memimpin suatu

organisasi agar dapat menjadi lebih inovatif dan mampu menciptakan perubahan

serta dapat menciptakan suatu kebudayaan yang baru di dalam sebuah

organisasi.

2.1.3.2. Dimensi penting dalam Entrepreneurial Leadership

Dalam bukunya J.Winardi (2008, p.193-196), terdapat 5 dimensi di dalam

perusahaan yang dijalankan dengan entrepreneurial leadership, yaitu :

1. Orientasi strategi yang di dorong persepsi peluang

Seorang entrepreneur tergantung kepada persepsinya tentang peluang yang

ada. Entrepreneur menggunakan sistem-sistem perencanaan dan

pengukuran kinerja guna mengendalikan sumber-sumber daya yang ada.

2. Komitmen terhadap peluang-peluang

Entrepreneur dengan jelas bersedia menerima resiko dari keputusan dan

peluang-peluang yang diambilnya. Dan entrepreneur dengan teliti dan dalam

jangka waktu singkat mampu melihat suatu peluang dan memanfaatkannya.

3. Komitmen sumber-sumber daya

Seorang entrepreneur terbiasa dengan kondisi dimana ia menyalurkan

sumber-sumber daya dan memantaunya secara periodik.

4. Pengendalian sumber-sumber daya

Entreperenur yang menyediakan sumber-sumber daya bagi perusahaan,

juga ikut mengendalikan. Mereka disiplin dalam aturan mengendalikan

18

sumber-sumber daya yang dimiliki perusahaan, sehingga bersikap kurang

fleksibel, namun bukan pula memaksa. Terhadap pihak-pihak yang bekerja

dengannya dalam perusahaan, seorang entrepreneur yang memimpin secara

entrepreneurial akan senantiasa memberikan ide-ide kepada mereka. ikut

membantu mereka saat mengalami kesulitan dalam mencari suatu metode

atau cara terbaik yang dapat ditempuh dalam perusahaan.

5. Visi yang realistik

Entrepreneur memang bersedia mengambil resiko yang telah

diperhitungkan, hal ini dikarenakan mereka memiliki visi yang realistik yang

sudah mereka rencanakan dalam pencapaian tujuan. Visi tersebut pun

direalisasikan dengan mendukung penuh orang-orang dalam perusahaannya.

2.1.3.3. Persyaratan yang efektif dalam Entrepreneurial Leadership

Menurut (Bergstrom, 2005) ada 5 persyaratan yang efektif dalam

entrepreneurial leadership, sebagai berikut :

1. Memiliki komitmen dan upaya yang istimewa dari pihak perusahaan.

2. Meyakinkan para karyawan bahwa mereka dapat mencapai tujuan

perusahaan.

3. Membuat visi perusahaan yang menarik.

4. Menunjukan kepemimpinan yang baik sesuai dengan yang telah dijanjikan

untuk perkembangan perusahaan guna mencapai hasil yang luar biasa.

5. Tetap bertahan dalam menghadapin perubahan lingkungan.

( Yulianto , 2009 )

19

2.1.4. Motivasi

2.1.4.1. Pengertian Motivasi

Dalam bukunya Robbins (2006, p.213) mengemukakan motivasi sebagai

proses yang ikut menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam

usaha mencapai sasaran.

Hasibuan (2000, p.142) motivasi adalah pemberian daya penggerak yang

menciptakan kegairahan seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja

efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.

Jadi motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan

potensi bawahannya, agar mau bekerja sama secara produktif, berhasil

mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan

Menurut Bruce (2003) yang dikutip oleh Rahayuningsih, pertumbuhan dan

perkembangan pribadi merupakan salah satu cara mempengaruhi motivasi

pekerja sehingga memaksimalkan kontribusi dan memperbaiki produktivitas

perusahaan. Beberapa faktor penting yang menghubungkan motivasi pekerja

dengan tingkat kinerja serta produktivitas yang lebih tinggi yaitu kondisi kerja,

penugasan khusus, gaji, teknik-teknik yang sesuai dan inovatif serta

menggunakannya sesuai gaya kepemimpinan, naluri bisnis dan keterampilan

Radig (1998), Soegiri (2004, p.27-28) dalam Antoni (2006, p.24)

mengemukakan bahwa pemberian dorongan sebagai salah satu bentuk motivasi,

penting dilakukan untuk meningkatkan gairah kerja karyawan sehingga dapat

mencapai hasil yang dikehendaki oleh manajemen. Hubungan motivasi, gairah

kerja dan hasil optimal mempunyai bentuk linear dalam arti dengan pemberian

motivasi kerja yang baik, maka gairah kerja karyawan akan meningkat dan hasil

20

kerja akan optimal sesuai dengan standar kinerja yang ditetapkan. Gairah kerja

sebagai salah satu bentuk motivasi dapat dilihat antara lain dari tingkat

kehadiran karyawan, tanggung jawab terhadap waktu kerja yang telah

ditetapkan. Mangkunegara (2005, p.101) mengemukakan bahwa terdapat 2

(dua) teknik memotivasi kerja pegawai yaitu:

1) Teknik pemenuhan kebutuhan pegawai, artinya bahwa pemenuhan

kebutuhan pegawai merupakan fundamen yang mendasari perilaku

kerja.

2) Teknik komunikasi persuasif, adalah merupakan salah satu teknik

memotivasi kerja pegawai yang dilakukan dengan cara mempengaruhi

pegawai secara ekstra logis.

Teknik ini dirumuskan dengan istilah “AIDDAS” yaitu Attention (perhatian),

Interest (minat), Desire (hasrat), Decision (keputusan), Action (aksi atau

tindakan), dan Satisfaction (kepuasan). Penggunaannya, pertama kali pemimpin

harus memberikan perhatian kepada pegawai tentang pentingnya tujuan dari

suatu pekerjaan agar timbul minat pegawai terhadap pelaksanaan kerja, jika

telah timbul minatnya maka hasratnya akan menjadi kuat untuk mengambil

keputusan dan melakukan tindakan kerja dalam mencapai tujuan yang

diharapkan oleh pemimpin. Dengan demikian, pegawai akan bekerja dengan

motivasi tinggi dan merasa puas terhadap hasil kerjanya.

Menurut teori-teori di atas, disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu

proses mempengaruhi orang lain dengan bentuk pemberian dorongan yang

dapat menggairahkan seseorang sehingga orang tersebut dapat bekerja lebih

efektif dan memberikan kontribusi yang maksimal bagi perusahaan.

21

2.1.4.2. Jenis-Jenis motivasi

Pada garis besarnya, motivasi yang diberikan manajer kepada karyawan

dapat dibagi menjadi dua yaitu “motivasi positif dan motifasi negatif”

(Heidjrachman & Husnan, 2002, p.204; hasibuan, 2007, P.150) :

1. Motivasi positif adalah proses untuk mencoba mempengaruhi orang lain

menjalankan sesuatu yang di inginkan dengan cara memberikan

kemungkinan untuk mendapatkan hadiah. Manajer memberikan

kemungkinan karyawan untuk mendapatkan “hadiah” dapat berupa

tambahan uang, tambahan penghargaan, promosi, dan lain sebagainya.

2. Motivasi negatif adalah proses untuk mempengaruhi seseorang

agarbersedia melakukan sesuatu yang di inginkan manajer, tetapi teknik

dasar yang digunakan adalah lewat kekuatan ketakutan atau ancaman.

Karyawan apabila tidak melakukan sesuatu yang diinginkan, maka

manajer data mengancam bahwa karyawan tersebut akan kehilangan

suatu pengakuan, kesempatan yang baik, uang, atau mungkin jabatan.

Para manajer dapat melakukan dua jenis motivasi tersebut tergantung pada

situasi dan karakteristik karyawan, sebab setiap individu karyawan adalah

berbeda antara satu dengan yang lain. Artinya manajer dapat menggunakan

motivasi negatif kepada bawahan yang sulit berubah ke arah yang lebih baik,

kecuali dengan menerapkan suatu ancaman. Sebaliknya manajer dapat

menggunakan motivasi positif kepada karyawan, apabula karyawan yang

bersangkutan dapat dengan mudah melakukan perubahan ke arah yang lebih

baik.

22

2.1.4.3. Teori Hierarki Kebutuhan

Dalam buku karangan Robbin (2006, p.214) Teori motivasi yang paling

terkenal adalah hierarki kebutuhan yang di ungkapkan Abaraham Maslow,

hipotesis mengatakan bahwa di dalam diri semua manusia ada lima jenjang

kebutuhan berikut:

1. Psikologis : Antara lain rasa lapar, haus, perlindungan [pakaian dan

perumahan], seks dan kebutuhan jasmani lain.

2. Keamanan : Antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap

kerugian fisik dan emosional.

3. Sosial : Mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima-baik, dan

persahabatan.

4. Penghargaan : Mencakup faktor rasa hormat internal seperti harga-diri,

otonomi, dan prestasi; dan faktor hormat eskternal seperti misalnya

status, pengakuan, dan perhatian.

5. Aktualisasi-diri : Dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi;

mencakup pertumbuhan, mencapai potensialnya, dan pemenuhan-diri.

Dalam buku Robbin (2006, p.215) menurut Maslow, jika anda ingin

memotivasi seseorang, anda perlu memahami sedang berada pada anak-tangga

manakah orang itu dan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan

itu atau kebutuhan di atas tingkat itu.

23

Sumber : www.Google.co.id

Gambar 2.1 Hierarki Kebutuhan Maslow

2.1.4.4. Teori X dan Teori Y

Dalam buku Robbin (2006, p.216-218) Douglas McGregor mengemukan dua

pandangan yang jelas berbeda mengenai manusia. Pada dasarnya yang satu

negatif, yang ditandai sebagai Teori X, dan yang lain positif, yang ditandai

dengan Teori Y. Setelah mengkaji cara para manajer mengenai kodrat manusia

didasarkan pada kelompok asumsi tertentu, dan menurut asumsi-asumsi ini,

manajer cenderung menularkan cara berperilakunya ke para bawahan.

Menurut Teori X, empat asumsi yang dipegang para manajer adalah sebagai

berikut :

1. Karyawan secara inheren tidak menyukai kerja dan bila dimungkinkan

akan mencoba menghindarinya.

2. Karena karyawan tidak menyukai kerja, mereka harus dipaksa, diawasi,

atau diancam dengan hukuman untuk sasaran.

3. karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari pengarahan

formal bila mungkin.

4. Kebanyakan karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor

lain yang terkait dengan kerja dan akan menunjukkan ambisi yang

rendah.

24

Kontras dengan pandangan negatif mengenai kodrat manusia ini, McGregor

mencatat empat asumsi positif yang disebutnya sebagai Teori Y :

1. Karyawan dapat memandang kerja sebagai kegiatan alami yang sama

dengan istirahat atau bermain.

2. Orang-orang akan melakukan pengarahan diri dan pengawasan diri jika

mereka memiliki komitmen pada sasaran.

3. Rata-rata orang dapat belajar untuk menerima, bahkan mengusahakan,

tanggung jawab.

4. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif menyebar luas ke

semua orang dan tidak hanya milik mereka yang berada dalam posisi

manajemen.

Teori X mengasumsikan bahwa kebutuhan tingkat rendah mendominasi

individu. Teori Y mengasumsikan bahwa kebutuhan tingkat tinggi mendominasi

individu. MCGregor sendiri menganut keyakinan bahwa asumsi Teori Y lebih

sahih daripada Teori X. Oleh karena itu ia mengusulkan ide-ide seperti

pengambilan keputusan partisipasif, pekerjaan yang bertanggung jawab dan

menantang, dan hubungan kelompok yang baik sebagai pendekatan-pendekatan

yang akan memaksimalkan motivasi kerja karyawan. Sayangnya tidak ada bukti

yang mengkonfirmasikan bahwa masing-masing rangkaian asumsi itu sahih atau

bahwa menerima asumsi Teori Y dan mengubah tindakan seorang agar sesuai

dengan asumsi itu akan mendorong pekerja lebih termotivasi.

25

2.1.4.5. Teori Dua Faktor

Herzberg sebagaimana diuraikan dalam Davis & Newstrom, (1995), Parrek,

(1996), Munandar, (2001), dan Hasibuan, (2003), membagi motivasi kerja

kedalam 2 (dua) faktor, yang diberi nama Teori Dua Faktor (Herzberg’s Two

Factors Motivation Theory), yaitu :

1. Faktor yang berkaitan dengan isi pekerjaan, yang merupakan faktor

instrinsik dari pekerjaan tersebut, antara lain :

a) Tanggung jawab (responsibility), besar kecilnya tanggung jawab

yang dirasakan dan diberikan kepada seorang karyawan

b) Kemajuan (advancement), besar kecilnya kemungkinan karyawan

dapat maju dalam pekerjaannya;

c) Pekerjaan itu sendiri (the work itself), besar kecilnya tantangan yang

dirasakan oleh karyawan dari pekerjaannya

d) Pencapaian (achievement), besar kecilnya kemungkinan karyawan

mencapai prestasi kerja, mencapai kinerja yang tinggi

e) Pengakuan (recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan

kepada karyawan atas kinerja yang dicapai.

2. Kelompok faktor yang lain yang menimbulkan ketidakpuasan, berkaitan

dengan konteks pekerjaan, berupa faktor-faktor ekstrinsik dari

pekerjaan, yaitu :

26

a) Kebijakan dan administrasi perusahaan (company policy and

administration, derajat kesesuaian yang dirasakan karyawan dari

semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam organisasi

b) Kondisi kerja (working condition), derajat kesesuaian kondisi kerja

dengan proses pelaksanaan tugas pekerjaannya

c) Gaji dan upah (wages or salaries), derajat kewajaran dari gaji yang

diterima sebagai imbalan kinerjanya

d) Hubungan antar pribadi (interpersonal relation), derajat kesesuaian

yang dirasakan dalam berinteraksi dengan karyawan yang lain

e) Kualitas supervisi (quality supervisor), derajat kewajaran penyeliaan

yang dirasakan dan diterima oleh karyawan.

( http://www.psikomedia.com/art/artikel.php?id=44 )

Menurut Frederick Herzberg dalam Robbins (2006, p.218) teori motivasi dua

faktor ini dipengaruhi oleh faktor-faktor intrinsik berhubungan dengan kepuasan

kerja, sedangkan faktor-faktor ekstrinsik berhubungan dengan ketidakpuasan.

2.1.5. Kinerja Karyawan

2.1.5.1. Pengertian Kinerja Karyawan

Performance atau kinerja menurut Prawirosentono (2000, p.1) adalah hasil

kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam

organisasi, sesuai dengan wewenangnya dan tanggung jawabnya masing-

masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara

legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

27

Kinerja Sumber daya manusia merupakan istilah yang berasal dari kata Job

Performance atau Aktual Performance (prestasi kerja atau prestasi

sesungguhnya yang dicapai seseorang). Definisi kinerja karyawan adalah hasil

kerja kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang karyawan dalam melaksanakan

tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Oleh karena

itu maka dapat disimpulkan bahwa kinerja SDM adalah prestasi kerja atau hasil

kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM per satuan

periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung

jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2000:67).

Dari teori-teori di atas, disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah besarnya

kontribusi yang diberikan oleh seseorang di dalam sebuah organisasi sesuai

dengan wewenang dan tanggung jawabnya.

2.1.5.2. Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah pengetahuan

(knowledge), ketrampilan (skill), dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai

dengan pendapat Mangkunegara (2000: 67):

a. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan yaitu kemampuan yang dimiliki karyawan yang lebih

berorientasi pada intelejensi dan daya pikir serta penguasaan ilmu yang luas

yang dimiliki karyawan. Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh

tingkat pendidikan, media dan informasi yang diterima.

b. Ketrampilan (skill )

Kemampuan dan penguasaan teknis operasional dibidang tertentu yang

dimiliki karyawan.Seperti ketrampilan konseptual (Conseptual Skill),

ketrampilan manusia (Human Skill), dan Ketrampilan Teknik (Technical Skill )

28

c. Faktor motivasi (Motivation)

Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap

situasi kerja dilingkungan perusahaannya. Mereka yang bersikap positif

terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang tinggi

sebaiknya jika mereka bersifat negatif terhadap situasi kerjanya akan

menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud

mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan

pemimpin, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.

2.1.5.3. Cara - Cara untuk Meningkatkan Kinerja

1. Memberikan dukungan atau dorongan kepada karyawan untuk berkembang

• Memberi kesempatan kepada karyawan untuk melakukan pekerjaan yang

berbeda, mengembangkan potensi diri, tumbuh dan berkembang.

• Memberi motivasi kepada karyawan untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan sesuai pekerjaan

2. Membuat standart kerja yang jelas

• Memudahkan mengontrol kinerja atau performance karyawan

• Dengan adanya standart yang jelas, karyawan akan berusaha mencapai

standart tersebut dengan cara memperbaiki performance atau kinerja

3. Menetapkan area tanggung jawab dalam bekerja

• Adanya tanggung jawab yang tinggi, memotivasi karyawan untuk

meningkatkan performance agar tanggung jawabnya terselesaikan

dengan baik

29

4. Mendorong karyawan untuk dapat mencapai standart kerja atau

Performance yang baik

• Menjadikan karyawan sebagai partner

• Menghargai pendapat mereka atau mengajak mereka berkomunikasi

5. Membuat dokumen kesepakatan dengan karyawan

• Dokumen berisi kesepakatan untuk mencapai standart

• Digunakan untuk kontrol kinerja karyawan

6. Menentukan rangkaian atau urutan kegiatan

• Menjadikan situasi kerja lebih sistematis

• Karyawan tidak tumpang tindih dalam melakukan pekerjaan

7. Mengawasi dan mengikuti karyawan dalam melakukan pekerjaan

• Mengetahui kebutuhan karyawan untuk mencapai standart

• Menunjukkan kepedulian kepada karyawan sehingga mereka termotivasi

untuk mencapai kesuksesan

8. Memperjelas tentang pemberian reward atau penghargaan

• Mendorong karyawan untuk berperilaku lebih baik

• Reward faktor pendorong meningkatnya performance

(http://www.kebijakankesehatan.co.cc/2009/10/cara-meningkatkan-

performance-karyawan.html)

30

2.1.5.4. Siklus Manajemen Kinerja

Jerome (2001, p.5-6), evaluasi kineja hanyalah salah satu bagian siklus

berkelanjutan yang bisa digunakan oleh manajer untuk mengelola kinerja

individu dan tim. Bole percaya atau tidak, untuk bisa mencapai evaluasi kinerja

yang efektif harus memulai dengan fase perencanaan.

Sumber : Paul J.Jerome, ”Mengevaluasi Kinerja Karyawan”

Gambar 2.2 Siklus Manajemen Kinerja

Selama fase perencanaan, manajer dan karyawan bersama-sama menyusun

rencana kinerja. Rencana kinerja berfungsi sebagai peta siklus manajemen

kinerja, dan berdampak pada fase pembinaan maupun evaluasi.

31

Ada 3 komponen rencana kinerja :

1. Deskripsi jabatan

Secara jelas menetapkan tanggung jawab pekerjaan dan juga

mencakup pengukuran evaluasi.

2. Sasaran kinerja

Menetapkan sasaran individual secara spesifik, dalam bidang proyek,

proses, kegiatan rutin, dan nilai inti yang akan menjadi tanggung

jawab karyawan. sasaran kinerja ini ditambahkan pada deskripsi

jabatan.

3. Rencana tindakan kinerja

Menetapkan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencapai

masing-masing sasaran tersebut.

Dalam fase pembinaan, rencana kinerja yang disepakati diimplementasikan.

Seorang manajer harus membantu karyawannya yang mengalami kesulitan

untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, yaitu mendiagnosis kebutuhan kinerja,

memberikan pengarahan dan dukungan terus-menerus, sering memberikan

umpan balik untuk mendorong dan mengarahkan upaya kinerja.

Sepanjang proses, seorang manajer juga mendokumentasikan cara

karyawan melakukan pekerjaannya. Karena dengan mendokumentasikan, ketika

melakukan fase evaluasi dan melakukan evaluasi kinerja, pekerjaan anda akan

menjadi jauh lebih mudah.

32

2.1.5.5. Penilaian dan Pengukuran Kinerja

Menurut buku Manajemen Sumber Daya Manusia karangan Tjutju Yuniarsih

dan Suwatno (2008, p.161) Kinerja merupakan prestasi nyata yang di tampilkan

seseorang setelah yang bersangkutan menjalankan tugas dan perannya dalam

organisasi. kinerja produktif merupakan tingkatan prestasi yang menunjukkan

hasil guna yang tinggi. Muchdarsyah Sinungan (2003, p.3) menegaskan bahwa

ketercapaian kinerja produktif perlu ditunjang oleh : ”kemauan kerja yang tinggi,

kemampuan kerja yang sesuai dengan isi kerja, lingkungan kerja yang nyaman,

penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum, jaminan sosial

yang memadai, kondisi kerja yang manusiawi, dan hubungan kerja yang

harmonis.” Oleh karena itu, kinerja produktif pada akhirnya tumbuh dari inovasi

cara kerja.

Penilaian dan pengukuran kinerja merupakan bagian penting dalam

menentukan tingkat produktivitas seseorang. Penilaian kinerja adalah bagian dari

proses manajemen sumber daya manusia yang menitikberatkan pada upaya

”memotret” hasil yangtelah dicapai secara objektif, sebagai bahan dasar ketika

dilakukan pengukuran; sedangkan pengukuran kinerja lebih menitikberatkan

pada upaya untuk melakukan perbandingan antara hasil yang dicapai dengan

rencana atau standar yang sudah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian bisa

diketahui kadar atau tingkat ketercapaiannya, untuk kemudian dijadikan

feedback ataupun feedforward.

33

2.1.6. Kajian Penelitian Terdahulu

2.1.6.1 Brahmasari, Ida Ayu (2008)

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa motivasi kerja berpengaruh positif

tetapi tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan, artinya meskipun motivasi

kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja tetapi belum

tentu mempengaruhi kinerja perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena karyawan

yang merasa puas karena telah dipenuhi kebutuhannya oleh manajemen dapat

bekerja secara optimal. Belum optimalnya kerja seorang karyawan dibatasi oleh

adanya kebijakan atasan misalnya berhubungan dengan waktu lembur, yaitu

karyawan yang telah terpuaskan kebutuhannya merasa bahwa manajemen telah

memberikan penghargaan kepada dirinya sehingga dia merasa harus bekerja

dengan profesional artinya apabila terdapat pekerjaan yang melekat pada dirinya

yang sampai dengan jam kerja belum selesai tetapi dapat diselesaikan hari

tersebut, karyawan tersebut bermaksud untuk menyelesaikannya karena

dedikasi dan loyalitas terhadap pekerjaannya meskipun tidak diperhitungkan

waktu lembur. Tetapi pihak manajemen menentukan bahwa sesuai ketentuan

yang ada hal tersebut tidak diperkenankan, akhirnya karyawan tersebut akan

menyelesaikan pada hari berikutnya. Hal inilah yang salah satunya menjadi suatu

pertimbangan dan alasan bahwa motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap

kepuasan kerja tetapi motivasi kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap

kinerja perusahaan.

34

Sedangkan Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa kepemimpinan

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan, artinya

kepemimpinan merupakan suatu upaya untuk memengaruhi banyak orang

melalui proses komunikasi untuk mencapai tujuan organisasi diharapkan dapat

menimbulkan perubahan positif berupa kekuatan dinamis yang dapat

mengkoordinasikan organisasi dalam rangka mencapai tujuan jika diterapkan

sesuai dengan koridor yang telah ditetapkan kedua belah pihak sesuai dengan

jabatan yang dimilik.

2.1.6.2 Wahyuddin, Muhammad and A, Djumino (2002).

Berdasarkan hasil penelitian dari variabel independen yaitu kepemimpinan,

dan motivasi membenarkan hipotesis, yang menyatakan, baik masing-masing

atau secara bersama-sama, variabel kepemimpinan, dan motivasi mempunyai

pengaruh yang positif terhadap kinerja pegawai terbukti Kontribusi variabel

kepemimpinan, dan motivasi terhadap kinerja pegawai yang dinyatakan dengan

nilai prosentase sebesar 90,0 %, sedangkan sisanya sebesar 10,0 % dijelaskan

atau dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya, sehingga boleh dikatakan variabel

yang diambil dalam penelitian mampu memberikan gambaran mengenai faktor

yang mempengaruhi kinerja pegawai.

35

2.2. Kerangka Pemikiran

Sumber : Hasil pengolahan data

Gambar 2.3 Kerangka Konspetual Penelitian

2.3. Hipotesis

Ho : Tidak ada pengaruh antara entrepreneurial leadership dan motivasi

terhadap kinerja karyawan dalam perusahaan.

H1 : Ada pengaruh antara entrepreneurial leadership dan motivasi terhadap

kinerja karyawan dalam perusahaan.