bab 2 landasan teori 2.1 kerangka teori -...
TRANSCRIPT
7
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Kerangka Teori
E-Learning
Definisi PembelajaranDefinisi Guru dan Siswa
MatematikaFungsi MatematikaTujuan Matematika
TAHAP 1 : ANALISA
- Kebutuhan Organisasi- Kebutuhan Pelatihan- Budaya Organisasi
- Infrastruktur
TAHAP 2 : PERENCANAAN
- Network- LMS
- Materi- Marketing
TAHAP 3 : PELAKSANAAN
- Pre-Launch- Launch
- Post Launch
TAHAP 4 : EVALUASI
- Level 1- Level 2- Level 3- Level 4
Definisi ManajemenDefinisi Multimedia
Change Management
Strategi Perubahan
Rich Picture
Sistem InformasiArsitektur dan Infrastruktur Sistem Informasi
Komponen Dasar Sistem Informasi
Data VS informasi
Jenis Data
Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Survei :- Wawancara- Kuesioner
Construct Skala SederhanaSkala Ordinal
BAB 2LANDASAN TEORI
Kesalahan Sistematis1. Response Bias
2. Non Response Bias
Gantt Chart
Goal E-Learning
Definisi E-Learning
3 Tipe E-Learning
5 Tipe Materi E-Learning
Prinsip Prinsip E-Learning
Design E-Learning yang baik
Strategi Pengembangan E-Learning
Penyajian Data
Cost Benefit Analysis
UML
Gambar 2.1 – Kerangka Teori
8
2.1.1 Definisi Pembelajaran
Pembelajaran menurut Puraningsih (Psiko Edukasi - Jurnal Pendidikan,
Psikologi dan Konseling, 2006, p64) adalah suatu proses kegiatan belajar dan mengajar
yang dilakukan di kelas atau di luar kelas, secara individual, kelompok atau klasikal
dengan tujuan menjadikan siswa belajar.
2.1.2 Definisi Guru dan Siswa
Menurut Puraningsih (Psiko Edukasi - Jurnal Pendidikan, Psikologi dan
Konseling, 2006, p64) Guru adalah orang yang pekerjaannya mengajar, bertindak
sebagai pengelola kegiatan pembelajaran, katalisator kegiatan pembelajaran, dan
peranan lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan pembelajaran yang
efektif. Siswa adalah orang yang belajar dan orang yang membutuhkan bantuan agar
kemungkinan potensi yang terdapat pada dirinya berkembang dengan baik. Siswa adalah
subyek dalam pembelajaran dan seseorang yang bertindak sebagai pencari, penerima dan
penyimpan pembelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
2.1.3 Matematika
2.1.3.1 Definisi Matematika
Puraningsih (Psiko Edukasi - Jurnal Pendidikan, Psikologi dan Konseling, 2006,
p65), menyatakan bahwa Matematika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
ilmu tentang bilangan, hubungan antar bilangan, dan prosedur operasional yang
digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. Dalam Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK), Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek
abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep
9
diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran yang sebelumnya sudah diterima, sehingga
keterkaitan antar konsep dalam matematika bersikap sangat kuat dan jelas.
2.1.3.2 Fungsi dan Tujuan Matematika
Puraningsih (Psiko Edukasi - Jurnal Pendidikan, Psikologi dan Konseling, 2006,
p65), menyatakan bahwa menurut Kurikulum Berbasis Kompetensi, matematika
mempunyai fungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar (melalui kegiatan
penyelidikan, eksplorasi dan eksperimen) sebagai alat pemecahan masalah melalui pola
pikir dan model matematika, serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik
dan diagram. Tujuan pembelajaran matematika adalah melatih cara berpikir secara
sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten.
2.1.4 Definisi Multimedia
Menurut Vaughan (2004, p1), multimedia adalah kombinasi dari text, grafik,
suara, gambar, animasi dan video yang dimanipulasi secara digital. Ketika user bisa
mengatur apa dan kapan masing-masing elemen itu disampaikan, maka multimedia yang
anda buat tadi, akan menjadi interaktif multimedia.
Menurut Turban et al. (2003, p104), software multimedia setidaknya
menggabungkan 2 media untuk input atau output dari data. Media-media ini meliputi
suara, animasi, video, text, grafik dan gambar. Multimedia dapat juga diartikan sebagai
kombinasi spatial-based media (teks dan gambar) dengan time-based media (suara dan
video)
10
2.1.5 Definisi Rich Picture
Mathiassen et al. (2000, p26) mendefinisikan rich picture sebagai suatu gambar
informal yang mewakili pengertian orang yang menggambar terhadap suatu situasi.
2.1.6 UML
2.1.6.1 Definisi UML
Menurut Turban, et al (2003, pp.115), UML (Unified Modelling Language)
adalah sebuah bahasa untuk menspesifikasikan, memvisualisasikan, membangun dan
mendokumentasikan “artifak” seperti class, object, dll didalam sistem software yang
berbasiskan objek. UML membuat penggunaan kembali dari “artifak” ini menjadi lebih
mudah karena UML menyediakan seperangkat set notasi umum yang dapat digunakan
untuk semua tipe project software.
Sedangkan, Menurut Whitten, et al (2004, pp.778), definisi UML (Unified
Modelling Language) adalah seperangkat alat permodelan yang digunakan untuk
menjelaskan sistem software dalam bentuk obyek.
2.1.6.2 9 Diagram UML
Whitten, et al (2004, 441-442) mengatakan UML mempunyai 9 diagram yang
dikelompokkan menurut perspektif yang berbeda untuk memodelkan sistem. Setiap
diagram menyediakan pandangan sistem informasi yang berbeda bagi team.
Pengelompokkan UML tersebut dibagi sebagai berikut :
1. Group 1 : Use-Case Model Diagram
2. Group 2 : Static Structure Diagram (Class Diagram dan Model Diagram)
11
3. Group 3 : Interaction Diagram (Sequence Diagram dan Collaboration
Diagram)
4. Group 4 : State Diagram (Statechart Diagram dan Activity Diagram)
5. Group 5 : Implementation Diagram (Component Diagram dan Deployment
Diagram)
2.1.6.3 Class Diagram
Menurut Mathiassen et al. (2000, p69), class diagram merupakan suatu
diagram yang menyediakan sebuah tampilan problem domain yang saling bertalian
dengan menggambarkan semua hubungan structural antara class dan objek didalam
model. Berikut ini merupakan gambar notasi dasar dan advance notation didalam class
diagram, serta notasi yang digunakan didalam object diagram.
12
Gambar 2.2 - Notasi dasar pada class diagram
Sumber : Mathiassen et al. (2000, p337)
.
Class Class Class Abstract class
Generalization Aggregation (logical)
a..b c..d
a..b c..d
Association
<<cluster>> Cluster
Cluster with description of content
<<cluster>> Cluster
Cluster without description of content
13
Gambar 2.3 - Notasi Lanjutan Pada Class Diagram
Sumber : Mathiassen et al. (2000, p338)
ClassAttribute
Operation
Class with attributes and operations
ClassAttribute
Operations
Abstract class with attributes and operations
“stereotype” Class
{properties}
Attribute : type + public attribute - private attribute
Operations (parameters) + public operation ()
Class with Stereotype, Properties, Attributes and operations
Component::Class Reference to a class that is defined in another component
“stereotype” Dependency
a..b c..d
role role
“stereotype” Name
Association with stereotype, name, ordering, multiplicities, and roles
Association with navigability direction
a..b c..d
Physical aggregation (composition)
<<component>> Component
Component with content
Textual specification
Note to an element
14
2.1.6.4 Usecase Diagram
Pengertian use case menurut Mathiassen et al. (2000, p120) adalah
sebuah pola yang menggambarkan interaksi antara actor dan sistem dalam application
domain. Berikut ini merupakan notasi yang digunakan didalam use case diagram.
Gambar 2.4 - Notasi Untuk Usecase Diagram
Sumber : Mathiassen et al. (2000, p343)
2.1.7 E-Learning
2.1.7.1 Definisi E-Learning
Effendi dan Zhuang (2005, pp.6-7), mengatakan bahwa e-learning dapat
mengacu pada semua kegiatan pelatihan yang menggunakan media elektronik atau
teknologi informasi.
Rosenberg (2006, p3), mengatakan bahwa definisi e-learning secara umum
adalah penggunaan teknologi (komputer atau electronic device lainnya) untuk
mendukung proses pembelajaran.
“actor” Actor
Use case group
Use case
Actor
Use case
Alternative symbol for
actor
Participation
Group of use cases
15
Sedangkan Clark dan Mayer (2003, p13), mendefinisikan e-learning sebagai
instruksi yang disampaikan di komputer dengan menggunakan CD-ROM, internet atau
intranet dengan fitur-fitur sebagai berikut :
Menyertakan materi yang relevan dengan tujuan pembelajaran
Menggunakan metode instruksional seperti contoh dan latihan untuk
membantu pembelajaran
Menggunakan elemen-elemen multimedia seperti text dan gambar untuk
menyampaikan materinya.
Membangun knowledge baru dan keahlian yang berhubungan dengan tujuan
pembelajaran secara individual atau untuk meningkatkan kinerja organisasi.
2.1.7.2 Terminologi E-Learning
Menurut Effendi dan Zhuang (2005, p6), ada banyak penggunaan terminologi
yang memiliki arti hampir sama dengan e-learning. Web-based learning, online
learning, computer-based training/learning, distance learning dan computer-aided
instruction adalah terminologi yang sering digunakan untuk menggantikan e-learning.
2.1.7.3 Strategi E-Learning
Menurut Effendi dan Zhuang (2005, pp.25-32), strategi e-learning melibatkan
empat tahap, yaitu : (1) Analisa, (2) Perencanaan, (3) Pelaksanaan dan (4) Evaluasi.
Keempat tahap di atas merupakan tahap-tahap yang saling berkesinambungan dan saling
mendukung.
16
2.1.7.3.1 Analisa
Dalam tahap ini ada 4 hal yang harus kita analisa, yaitu :
1. Kebutuhan Organisasi
Analisa kebutuhan organisasi melihat kebutuhan organisasi sekarang dan
apakah dampak e-learning akan memberikan dampak positif. Kita juga harus
menganalisa bagaimana harapan manajemen terhadap peran pelatihan di
organisasi kita dan bagaimana e-learning membantu perencanaannya. Dalam
menganalisa kebutuhan organisasi untuk pelatihan dan e-learning, ada
beberapa hal yang harus dicermati (Effendi dan Zhuang, 2005, pp.39-45),
yaitu :
1. Tujuan Perusahaan
Artinya, tujuan pelatihan yang kita buat dengan e-learning, harus selaras
dengan tujuan perusahaan dan membantu organisasi mencapai tujuannya,
atau harus meningkatkan kemampuan kerja karyawan sehingga tujuan
organisasi dapat dicapai.
2. Perubahan Teknologi
Apabila organisasi bergerak dalam industri yang mengalami perubahan
teknologi yang cepat, maka teknologi tersebut harus diterapkan dengan
cepat supaya organisasi tidak ketinggalan terhadap pesaingnya.
3. Struktur Perusahaan
Semakin banyak kantor cabang yang dimiliki, maka peranan e-learning
akan semakin besar, terutama bila kantor-kantor tersebut terhubung satu
sama lain dengan jaringan internet. Di samping itu, suatu organisasi yang
telah memiliki pusat pelatihan tidak membutuhkan e-learning jika
17
dibandingkan dengan organisasi yang belum memiliki pusat pelatihan
atau ruangan kelas tercukupi. Struktur dana atau budgeting organisasi
juga berpengaruh terhadap pemakaian e-learning. Program e-learning
yang baik dapat memakan biaya cukup besar untuk mendesainnya.
4. Lingkungan Perusahaan
Faktor-faktor eksternal seperti organisasi pemerintah, serikat buruh atau
organisasi masyarakat lain dapat mempengaruhi keputusan penggunaan
e-learning di suatu organisasi
2. Kebutuhan Pelatihan
Analisa kebutuhan pelatihan akan melihat kebutuhan organisasi dari segi
pelatihan secara lebih spesifik dan hubungannya dengan e-learning. Analisa
mengulas dasar dasar praktik analisa kebutuhan pelatihan, dimana kita dapat
melihat perbedaan (gap) antara kinerja yang dibutuhkan dengan kinerja
sumber daya manusia yang sebenarnya. Analisa perbedaan sering disebut
dengan gap analysis. Dalam analisa, kita akan berhubungan dengan pihak
karyawan dan atasannya agar mengetahui kondisi dan masalah pelatihan.
Langkah-langkah yang diambil dalam analisa kebutuhan pelatihan ini adalah
(Effendi dan Zhuang, 2005, p49) :
1. Menentukan kinerja yang diinginkan
2. Menentukan kinerja yang sebenarnya dan melihat perbedaan
3. Mencari penyebab perbedaan
4. Pemecahan masalah non-pelatihan
5. Pemecahan masalah pelatihan
18
5Tujuan Perusahaan Kinerja yang diinginkan
Kinerja yang sebenarrnya
Penyebab Perbedaan
Masalah Non-Pelatihan
Masalah Pelatihan
Perbedaan
1
3
4
2
Analisa kebutuhan pelatihan dapat diringkas dalam gambar 2.2 di bawah ini :
Gambar 2.5 – Analisis Kebutuhan Pelatihan
Sumber : Effendi dan Zhuang (2005, p49)
• Kinerja Yang Diinginkan
Kita harus membuat deskripsi mengenai pekerjaan yang diperlukan
sehingga akan lebih mudah melakukan perbandingan dan pengamatan
terhadap kinerja para karyawan. Deskripsi pekerjaan memuat keterangan
mengenai aktifitas yang dikerjakan pada suatu posisi tertentu. Kemudian
kita harus menentukan pula standar kinerja keahlian. Standar kinerja
merupakan tingkat kinerja minimal yang harus dimiliki oleh pekerja
untuk mencapai kinerja perusahaan.
19
• Menentukan Kinerja Saat Ini Dan Melihat Perbedaan (Gap Analysis)
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk melihat dan mengukur
kinerja anggota organisasi, yaitu dengan cara survey, observasi, interview
dan worksample.
• Mencari Penyebab Perbedaan
Dalam tahap ini, kita harus melihat dan menggali sampai ke akar
penyebabnya, sehingga tindakan yang akan diambil dapat lebih efektif.
Setelah kita mengetahui akarnya, kita harus mengambil tindakan yang
sesuai dengan akar permasalahan. Tindakan tersebut dapat berupa
pelatihan, tetapi bisa berupa pemecahan masalah non-pelatihan.
• Pemecahan Masalah Non-Pelatihan
Masalah non-pelatihan adalah masalah yang tidak perlu diselesaikan
dengan pelatihan, karena permasalahan tersebut tidak berhubungan
dengan kurangnya pengetahuan, keahlian dan sikap (knowledge, skill dan
attitude). Apabila ditemukan akar permasalahan yang tidak berhubungan
dengan kurangnya sikap, pengetahuan dan keahlian seperti rendahnya
penjualan, proses penyelesaian pekerjaan yang lama, maka
penyelesaiannya bisa dilakukan tanpa pelatihan.
Meskipun akar permasalahan yang ditemukan menuntut pemecahan
masalah non-pelatihan, tetapi pemakaian sistem e-learning masih
berperan penting. E-learning dalam hal ini berfungsi tidak hanya sebagai
sarana pelatihan, tetapi dapat pula berperan sebagai alat penyebaran
informasi atau komunikasi.
20
• Pemecahan Masalah Pelatihan
Masalah pelatihan adalah masalah yang perlu diselesaikan dengan
pelatihan, karena akar permasalahan tersebut berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan, keahlian dan sikap (knowledge,skill dan attitude)
Adanya identifikasi melalui analisa kebutuhan pelatihan meyakinkan kita
bahwa penggunaan e-learning akan memiliki peran yang langsung dan
lebih banyak pada pemecahan masalah.
3. Budaya Organisasi
Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam menganalisa budaya organisasi,
adalah sebagai berikut :
• Motivasi Pelatihan.
Apakah karyawan benar-benar menyadari bahwa pelatihan akan
membantu pekerjaan dan kinerja mereka di masa depan
• Persepsi Terhadap Departemen Pelatihan.
Apakah karyawan mempercayai departemen pelatihan yang berada di
dalam organisasinya atau lebih memilih mencari program pelatihan yang
di luar, karena tidak percaya dengan departemen pelatihan yang dimiliki.
• Dukungan Manajemen
Kita harus mengetahui bagaimana dukungan manajemen tingkat atas
terhadap pelatihan dan e-learning. Kita tidak dapat hanya mengandalkan
janji dan perkataan pimpinan. Kita pun harus meminta pimpinan untuk
21
bertindak mendukung usaha pelatihan, seperti di dalam proses
pengambilan keputusan dan mempromosikan pelatihan.
• Demografi Peserta
Kita harus melihat kondisi anggota organisasi yang akan menjadi peserta
pelatihan. Kita melihat beberapa aspek, seperti mayoritas umur, struktur
pendidikan dan jenis kelamin. Apabila karakteristik mereka kurang lebih
sama, maka penerapan e-learning akan lebih mudah.
• Budaya Kerja
Apabila suatu organisasi terbiasa memberikan kesibukan sangat tinggi
bagi semua anggotanya, maka kegiatan pelatihan dapat dianggap sebagai
gangguan. Maka dari itu, kita harus dapat menawarkan kelebihan e-
learning ini kepada mereka.
4. Infrastruktur
Kita harus menganalisa teknologi dan infrastruktur yang tersedia untuk
proses pembelajaran. Pertanyaan paling sederhana ialah, apakah karyawan
sudah memiliki fasilitas untuk mengakses e-learning. Apabila mereka semua
memiliki komputer yang sudah terhubung ke internet atau intranet, maka
penerapan e-learning akan lebih mudah. Apabila komputer yang ada tidak
tersambung ke internet atau intranet, maka pembelajaran dapat berlangsung
dengan media CD-ROM.
22
2.1.7.3.2 Perencanaan
Aspek perencanaan utama yang harus kita tinjau adalah :
• Network
Dibagian ini, kita akan merencanakan apa yang harus disiapkan dari segi
infrastruktur dan teknologi agar dapat menerapkan e-learning sesuai dengan
keinginan perusahaan.
• Learning Management System
E-learning memerlukan suatu platform untuk menjalankannya. Sistem
tersebut sering dinamakan Learning Management System (LMS). Oleh
karena itu, kita perlu merencanakan pula fungsi-fungsi yang harus dimiliki
LMS dan bagaimana kita mengembangkannya agar sesuai kebutuhan
organisasi.
• Materi
Materi yang ditawarkan harus sesuai dengan analisa kebutuhan pelatihan.
Kita merencanakan apakah materi pelajaran ingin dibuat sendiri atau dibeli
dari perusahaan penyedia jasa e-learniing. Apabila organisasi memutuskan
untuk membeli materi dari perusahaan luar (vendor), kita harus
merencanakan kriteria yang harus dipenuhi dan diamati saat memilih
perusahaan dan materi yang sesuai
• Marketing
Agar mencapai hasil maksimal, kita harus membuat pelajar atau karyawan
tertarik dan berminat mencoba e-learning. Oleh karena itu, kita harus
merencanakan cara pemasaran dan promosi yang cocok.
23
2.1.7.3.3 Pelaksanaan
Tim yang terkait mulai melaksanakan rencana kerja yang telah disepakati pada
tahap perencanaan. Pertama-tama, kita harus memilih anggota tim yang
dibutuhkan untuk melaksanakan rencana program e-learinng. Anggota tim dapat
berasal dari berbagai departemen dan latar belakang yang berbeda. Tahap ini
memerlukan keahlian project management yang andal untuk memastikan
koordinasi dan eksekusi pekerjaan sesuai rencana dan tidak menyimpang dari
tujuan dan strategi. Keahlian kepemimpinan (leadership skill) yang tinggi sangat
diperlukan agar tim dapat menyatu dan bekerja sama dengan baik. Tahap
pelaksanaan dapat dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan waktu pelaksanaan :
• Pre-Launch
Pada tahap ini, kita akan melaksanakan kegiatan yang harus dipersiapkan
sebelum peluncuran e-learning di organisasi. Pada dasarnya, kita harus
memastikan bahwa sistem kita tidak memiliki kelemahan atau kecurangan.
Kita mulai melakukan usaha untuk memancing minat anggota organisasi.
Tindakan yang dilakukan termasuk testing terakhir, antara lain : (users
acceptance test), pilot project, focus group, promosi (misal :: poster dan
email teaser).
• Launch
Setelah semua persiapan selesai, kita akan masuk bagian peluncuran atau
perkenalan e-learning kepada seluruh anggota organisasi. Peluncuran
perdana bisa dilakukan melalui berbagai macam pendekatan dan cara, baik
yang besar maupun sederhana
24
• Post-Launch
Setelah memperkenalkan program e-learning kepada seluruh anggota
organisasi, kita pun harus melakukan beberapa kegiatan untuk menjaga
tingkat keikutsertaan anggota dalam program e-learning dan menjaga
kepuasan pembelajaran peserta pelatihan.
2.1.7.3.4 Evaluasi
Penilaian akan dilakukan secara bertingkat sebagai berikut :
• Level 1
Mengukur kepuasan peserta pelatihan dari segi interaksi dan tampilan
program e-learning.
• Level 2
Mengukur hasil pembelajaran, apakah peserta pelatihan dapat menyerap
materi.
• Level 3
Mengukur apakah materi pembelajaran benar-benar digunakan oleh peserta
pelatihan ketika melakukan kegiatan sehari-hari, sehingga kinerja meningkat.
• Level 4
Mengukur berapa banyak hasil yang didapat oleh organisasi dengan adanya
sumber daya pelatihan e-learning sehingga kinerja sumber daya manusia
mereka meningkat. Hasil tersebut dapat dibandingkan dengan jumlah
investasi yang ditanam agar mendapatkan hasil ROI (Return On Investment)
dari penerapan e-learning
25
Setelah evaluasi, kita kembali melakukan analisa, perencanaan dan
pelaksanaan untuk mengembangkan program e-learning. Jadi, hasil evaluasi
yang dilakukan akan menjadi bahan untuk mengembangkan strategi berikutnya.
Apabila hasil evaluasi penerapan e-learning kurang memuaskan, kita harus
menganalisa dan mencari penyebabnya. Setelah mengetahui akar penyebabnya,
kita dapat merencanakan dan mengambil tindakan selanjutnya. Untuk ringkasan
dari empat langkah diatas, anda bisa melihatnya di Lampiran 1.
2.1.7.4 5 Tipe Materi E-Learning
Menurut Clark dan Mayer (2003, pp.15-16), materi e-learning dapat dibagi
menjadi 5 tipe : fakta, konsep, proses, prosedur dan prisip, seperti yang dijabarkan
dalam tabel 2.1 dibawah ini :
Tabel 2.1 – 5 Tipe Materi E-Learning
Tipe Materi Definisi Contoh
Fakta Data atau instance yang Halaman Login Unik dan spesifik Password saya : abcd Konsep Satu kategori yang terdiri Password di halaman web Dari banyak contoh Proses Urutan kejadian atau Proses kenaikan gaji Aktifitas Prosedur Satu tugas yang dilakukan Bagaimana cara untuk login Langkah demi langkah Prinsip Satu tugas yang dilakukan Bagaimana cara menutup Sesuai dengan petunjuk Penjualan.
Sumber : Clark dan Meyer (2003, p16)
26
2.1.7.5 Desain E-Learning Yang Baik
Menurut Effendi dan Zhuang (2005, pp.94-100), yang harus diperhatikan di
dalam mendesain materi pelajaran e-learning adalah :
1. Tampilan
Latar belakang yang ditampilkan harus menarik secara visual, tetapi jangan
sampai mengganggu konsentrasi pelajar. Oleh karena itu, kita harus memilih
gambar yang halus dan warna yang tidak terlalu kuat agar tidak mengganggu
tulisan di materi pelajaran.
Grafik yang ditampilkan dapat berupa 2d atau 3d.
Gunakan foto untuk menambah kedekatan dengan dunia nyata. Pelajar akan
merasa bahwa pelajaran benar-benar dapat diaplikasikan.
Gunakan animasi seperlunya untuk membuat pelajar tidak bosan.
Suara akan melibatkan pula indera lain pelajar sehingga menambah kesan
mendalam. Materi pelajaran e-learning dapat pula dibacakan atau dinarasikan.
Jika memungkinkan, anda dapat menggunakan video untuk memberikan hasil
terbaik, terutama bila pelajaran e-learning menggunakan demonstrasi.
2. Interaksi
Pada e-learning, interaksi diperlukan agar materi lebih mudah diserap dan
dimengerti, serta menghindari kebosanan. Interaksi dapat ditampilkan dengan
membuat beberapa tampilan, dimana pelajar harus memberikan respons atau
inisiatif dalam pelajaran. Misal : roll-over, hot text, drag and drop atau pertanyaan.
27
3. Kontrol
Digunakan untuk mengatur kecepatan materi pelajaran e-learning melalui
beberapa mekanisme berikut :
Menu : digunakan untuk melihat menu-menu bab di dalam pelajaran, untuk
mengulang materi yang telah dipelajari sebelumnya ataupun dilewati karena
telah menguasainya.
Panel : digunakan untuk mengontrol maju mundurnya halaman pelajaran.
Materi pelajaran harus dilengkapi pula dengan tombol panel, dimana pelajar
dapat berhenti sementara dan keluar dari pelajaran kapanpun. Panel yang
disajikan, sering disebut user interface, harus mudah dimengerti dan
digunakan.
Help : apabila pelajar tidak mengetahui tombol yang harus ditekan, ia dapat
melihat menu pertolongan dengan menekan tombol help atau tanda tanya.
4. Bentuk
Suatu bentuk materi e-learning dapat memiliki banyak bentuk dan metodologi,
seperti simulasi permainan dan lain lain. Berikut ini contoh-contohnya :
Text-Based : ini adalah bentuk paling sederhana dalam materi e-learning dan
seringkali dihindari karena sangat membosankan. Materi tersaji dalam bentuk
tulisan di layar hanya dengan tambahan sedikit gambar. Hal ini membuat
materi e-learning seperti buku biasa dan tidak berbeda dengan apa yang sering
dinamakan e-reading.
Text With Grafik And Animation : bentuk ini dapat efektif bila didesain
dengan benar, misalnya : animasi benar-benar menjelaskan suatu konsep rumit.
28
Simulasi : bentuk ini menggunakan teks, gambar, foto, dan animasi. Simulasi
sering digunakan dalam pelajaran e-learning yang bersifat soft-skill. Pelajar
akan dibawa ke dalam suatu pristiwa dan situasi yang terjadi di organisasi.
Pelajar akan memberikan respon terhadap masalah yang ada, lalu pelajaran e-
learning akan memberikan masukan. Situasi atau masalah yang digunakan
dalam simulasi dapat bersifat nyata (misalnya masalah penjualan di kantor)
maupun tidak nyata (misalnya petualangan di planet lain). Bentuk simulasi,
meskipun belum banyak di Indonesia, dapat menjadi trend bentuk pelatihan e-
learning masa depan.
Permainan : pelajar akan diberi permainan yang berhubungan dengan materi
pelajaran. Setiap langkah yang diambil oleh pelajar akan diberi nilai, lalu nilai
akan dijumlahkan menjadi nilai skor akhir. Pelajar dapat belajar dari langkah-
langkah yang diambilnya.
Blended-Learning : blended learning menggabungkan penggunaan materi e-
learning dan pelatihan di kelas. Materi e-learning dapat diberikan sebelum
pelatihan di kelas, sebagai materi pembuka, ataupun setelah kelas selesai, yang
berfungsi untuk mengulang pelajaran atau membantu pelajar lebih mengerti
tentang pelajaran. Sedangkan pelatihan di kelas berfungsi sebagai praktik
latihan, studi kasus atau diskusi.
Virtual Classroom : sifat virtual classroom sama seperti pelatihan di kelas,
tetapi pengajar dan pelajarnya berada di tempat berbeda. Pengajar memberikan
pelajaran di depan kamera dan ditayangkan melalui jaringan internet atau
intranet agar dapat diakses pelajar.
29
5. Susunan Materi
Pada e-learning, kita harus menyusun materi yang memancing keingintahuan
pelajar agar mau belajar lebih jauh. Materi yang diberikan pertama kali adalah
yang menarik minat pelajar. Ini dapat berupa materi yang paling membingungkan
atau rumit tetapi sering dijumpai sehari-hari agar membangkitkan keingintahuan
pelajar.
2.1.7.6 Goal E-Learning
Menurut Clark dan Mayer (2003, pp.17-18), e-learning mempunyai 2 jenis goal.
Pelajaran yang didesain dengan tujuan utamanya untuk membangun awareness atau
menyediakan informasi sebagai inform programs. misalnya : seorang karyawan baru
yang mempunyai orientasi pelatihan untuk me-review sejarah perusahaan dan
menjelaskan tentang struktur organisasi yang sedang berjalan. Sedangkan, perform
programs ialah pelajaran yang di desain untuk membangun keahlian khusus tertentu,
misal : evaluasi aplikasi pinjaman bank, pengunaan dari quality control tools.
Tabel 2.2 – Goal E-Learning
Goal Definisi Contoh Inform Pelajaran yang meng- Sejarah perusahaan Informasikan sesuatu Fitur produk baru Perform - Procedure Pelajaran yang membangun Bagaimana cara login Procedural-skills Perform - Principles Pelajaran yang membangun Bagaimana mendesain web Principal-based skills
Sumber : Clark dan Meyer (2003, p18)
30
2.1.7.7 Tipe E-Learning
Tabel 2.3 – Tipe E-Learning
Type Build lessons that Used For Receptive : include lots of information with inform goals information acquisition limited practice opportunities Directive : Require frequent respons from Perform-procedure goals
Response Strengthening learners with immediate feedback
Guided Discovery : Provide job-realistic problems Perform - principle goals. Knowledge Construction and supporting resources
Sumber : Clark dan Meyer (2003, p28)
Menurut Clark dan Mayer (2003, pp.28-30), e-learning mempunyai tipe-tipe
sebagai berikut :
Learning as Information Acquisition
Dalam pendekatan ini, metode instruksi tertentu digunakan untuk menampilkan
informasi dalam jumlah yang banyak dan efisien. Tugas dari instruktur ialah untuk
menyampaikan informasi dan tugas murid ialah untuk menerimanya. Pendekatan ini
biasa lebih dipakai ke arah inform programs dan sering juga disebut sebagai
receptive instruction atau show-and-tell.
Learning as Response Strengthening
Dalam pendekatan ini, metode instruksi yang digunakan adalah “Drill and
practice”, dimana instruktur akan menanyakan suatu pertanyaan dan kemudian
memberikan hadiah kepada jawaban yang benar ataupun hukuman kepada jawaban
yang salah. Tugas dari instruktur ialah untuk menyediakan materi yang pendek
31
mengenai suatu topik, yang diikuti dengan pertanyaan dan feedback yang bersifat
korektif. Tugas murid ialah untuk menjawab secara akurat pertanyaan yang
diberikan dan memperbaiki jawaban berdasarkan feedback yang diberikan oleh
instruktur. Pendekatan seperti ini lebih banyak dipakai untuk mengajarkan prosedur
dan biasa disebut dengan tipe pelatihan yang mengarahkan atau “show-and-do”.
Learning as Knowledge Construction
Pendekatan ini lebih mengarahkan murid untuk menyelesaikan suatu masalah
tertentu, misalnya murid mencoba untuk menyelesaikan suatu penjualan produk
bank yang melibatkan divisi antar cabang dengan panduan dari instruktur bagaimana
proses informasi itu akan berjalan. Tugas dari instruktur adalah untuk memandu pola
pikir murid dan tugas murid adalah untuk menyelesaikan masalah dengan materi
yang sudah disediakan. Pendekatan ini lebih sering disebut “guided discovery” dan
paling efektif digunakan untuk mentransfer performance goals, dimana panduan-
panduan akan disajikan di dalam pelatihan yang bisa dipakai di situasi nyata yang
tidak terprediksi sebelumnya.
2.1.7.8 Prinsip – Prinsip E-Learning
Menurut Clark dan Mayer (2003, p273), penerapan e-learning yang baik, harus
menggunakan beberapa prinsip prinsip sebagai berikut :
• Prinsip Multimedia : Gunakan text dan grafik daripada hanya kata-kata. Grafik
yang digunakan ialah grafik yang benar-benar berhubungan dengan pesan yang ingin
disampaikan dan fungsinya adalah untuk “edukasi, bukan untuk dekorasi”.
32
• Prinsip “Cntiguity” : Letakkan teks dan gambar yang saling berhubungan,
berdekatan satu dengan yang lainnya.
• Prinsip “Modality” : Gunakan suara (audio) ataupun teks yang dinarasikan daripada
hanya menampilkan teks di layar.
• Prinsip “Redudancy” : Sebuah teks yang ditampilkan di layar dan dibacakan pada
saat bersamaan hanya akan mengganggu pembelajaran.
• Prinsip “Coherence” : Menambahkan materi-materi menarik tertentu dapat
mengganggu pembelajaran (misal: teks yang terlalu detail)
• Prinsip “Personalization” : Gunakan percakapan sehari-hari untuk berkomunikasi
dengan user (misal : hai adik-adik).
2.1.8 Manajemen
2.1.8.1 Definisi Manajemen
Menurut Robbins dan Coutler (1999, p8), istilah manajemen mengacu pada
proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan
secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain.
2.1.8.2 Fungsi-Fungsi Manajemen
Fungsi-fungsi manajemen dibagi menjadi empat fungsi dasar (Robbins dan
Coutler, 1999, p11) :
• Merencanakan (Planning) :Menetapkan sasaran, merumuskan tujuan, menetapkan
strategi, membuat strategi dan mengembangkan subrencana untuk
mengkoordinasikan kegiatan.
33
• Mengorganisasikan (Organizing) : Menentukan apa yang perlu dilaksanakan, cara
pelaksanaannya dan siapa yang melaksanakannya.
• Memimpin (Leading) : Mengarahkan dan memotivasi semua pihak yang terlibat
dan memecahkan pertentangan.
• Mengawasi (Controlling) : Memantau kegiatan untuk memastikan bahwa kegiatan-
kegiatan diselesaikan seperti yang direncanakan.
2.1.9 Change Management
2.1.9.1 Definisi Change Management
Rosenberg (2006, pp.58-59) mendefinisikan change management sebagai
suatu usaha untuk menciptakan lingkungan dan budaya, yang mendukung dan menerima
cara pembelajaran baru di semua tingkatan. Lebih lanjut, Rosenberg mengatakan bahwa
semua usaha change management hanya untuk mencapai 3 hal berikut:
Membangun suatu lingkungan untuk perubahan, memastikan bahwa manusia, sistem
dan proses sudah siap untuk mendukung pendekatan pembelajaran yang baru.
Membantu untuk mengembangkan kinerja yang lebih baik, memastikan bahwa
orang-orang akan mendapatkan keuntungan dari pendekatan pembelajaran yang
baru, yang dinilai dengan kinerja mereka yang meningkat.
Menjaga komitmen tim, menjaga agar usaha manajemen perubahan tetap berjalan
sehingga para karyawan tidak kembali ke cara-cara mereka yang lama.
Sedangkan, Effendi dan Zhuang (2005, pp.109-110) mendefinisikan change
management sebagai perencanaan untuk melakukan perubahan. Change management
34
meliputi penyediaan lingkungan yang tepat untuk melakukan perubahan, memberikan
motivasi untuk melakukan perubahan dan mendapatkan komitmen orang-orang untuk
melakukan perubahan.
2.1.9.2 Strategi Change Management
Effendi dan Zhuang (2005, pp.111-116) mengatakan beberapa strategi yang
dapat diterapkan dalam mengatasi masalah dan membuat anggota organisasi menerima
perubahan adalah sebagai berikut :
• Libatkan Para Manager. Minta para manager agar mencoba beberapa pelajaran e-
learning agar mereka tertarik dan yakin pada efektifitas e-learning.
• Komunikasi. Komunikasikan tujuan dan keuntungan e-learning ke seluruh
organisasi.
• Penghargaan. Berikan penghargaan kepada seseorang yang telah mencapai target
pelatihan tertentu (misalnya telah menyelesaikan 20 modul program e-learning).
• Hasil. Tunjukkan kepada orang-orang kalau e-learning benar-benar memberikan
hasil yang diharapkan. Dapatkan komentar orang-orang yang telah menggunakan e-
learning dan gunakan sebagai alat promosi
• Libatkan CEO atau Presiden Direktur. Kita harus menyampaikan pesan bahwa
inisiatif penggunaan e-learning didukung sepenuhnya di organisasi karena CEO atau
presiden direktur ikut serta di dalamnya.
• Buat Lingkungan Yang Kondusif. Misal : menyediakan ruangan khusus untuk
pembelajaran, atau menaruh komputer di meja kerja sendiri, sehingga karyawan bisa
belajar kapan pun yang diinginkan.
35
• Pecah Belah Pelajaran E-Learning. Memecah-mecah pelajaran e-learning
menjadi beberapa bagian, seperti buku yang memiliki beberapa bab didalamnya.
Pelajar dapat mengikuti bab pertama dan kembali ke pekerjaannya, lalu kembali lagi
ke pelajaran tersebut untuk mengikuti bab kedua.
• Interaksi Antar Pelajar. Gunakan interaksi dengan pelajar. Sediakan fasilitas-
fasiltas yang dapat membantu pelajar untuk menyalurkan pertanyaannya atau
pendapatnya.
• Jangan Buat Kesalahan. Jangan membuat kesalahan di dalam desain, infrastruktur
dan akses teknologi.
2.1.10 Cost/Benefit Analysis
2.1.10.1 Definisi Cost/Benefit Analysis
Menurut Olson (2003, p67) Cost-Benefit analysis merupakan sebuah pendekatan
informal dalam pembuatan keputusan. Cost/benefit analysis digunakan untuk
mengidentifikasikan ukuran keuntungan dan biaya dalam bentuk keuangan dan
menggunakan rasio keuntungannya terhadap biaya yang dikeluarkan. Contoh yang
sangat sederhana adalah apakah kita akan memutuskan untuk membeli sebuah komputer
baru ketika komputer kita mati karena ketumpahan minuman. Sebuah proses untuk
menimbang biaya yang dikeluarkan untuk membeli baru atau memperbaiki dengan
manfaat yang diperoleh merupakan proses dari analisis cost-benefit ini.
36
2.1.10.2 Langkah-Langkah Membuat Cost/Benefit Analysis
Menurut Olson (2003, pp.68-69), ada beberapa langkah untuk menampilkan
sebuah analisis cost dan benefit yaitu:
• Definisikan tujuan dari sebuah proyek
• Mendokumentasikan proses yang sedang terjadi, apakah terdapat sistem yang
dipergunakan, bagaimana pembiayaannya dan arsitektur teknisnya seperti apa
• Memperkirakan kebutuhan di masa yang akan datang. Proses ini
mendokumentasikan peran sistem yang akan terjadi, siapa yang akan
menggunakannya, apakah ada penurunan atau kenaikan penggunanya
• Memilih setidaknya tiga buah alternatif yang bisa digunakan untuk membangun
sebuah proyek
• Memperkirakan biaya yang ada seperti aktifitas yang terjadi, sumber daya yang
digunakan, jenis biaya baik secara langsung maupun tidak langsung, biaya
tahunan dan biaya penyusutan (jika ada). Biaya diukur dari permulaan (startup),
pemenuhan (acquisition), development, maintenance dan operation.
• Memperkirakan keuntungan atau manfaat yang bisa diberikan. Nilai dari benefit
ini paling sulit untuk diperkirakan karena ada manfaat yang bisa diukur
(tangible) dan ada manfaat yang tidak dapat diukur (intagible). Jika terdapat
manfaat yang diberikan tidak bisa diukur dengan nilai maka diperlukan
pembobotan terhadap manfaat yang diberikan
• Evaluasi dari alternatif yang ada, dengan menggunakan diskon faktor dan
menghitung net present value dan payback period (estimasi waktu untuk
mengembalikan investasi)
37
2.1.10.3 Net Present Value
Menurut Olsen (2003, p70), Net Present Value (NPV) adalah sebuah
pemahaman arus kas diskonto dimana penilaian proyek lebih mempertimbangkan uang
yang diterima lebih awal lebih diinginkan daripada uang yang diterima di masa yang
akan datang. Sedangkan Weston dan Copeland (1999,p 372) berpendapat bahwa konsep
ini mengarah kepada pemahaman pencarian nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan
dari suatu investasi yang didiskontokan pada biaya modal dan nilainya dikurangi dengan
pengeluaran biaya awal proyek. Jika nilai NPV bernilai positif, maka sebaiknya proyek
tersebut dijalankan, jika hasilnya negatif maka sebaiknya proyek ditolak. Persamaan
untuk nilai sekarang bersih (NPV) adalah :
CF1 CF2 CFn NPV =
(1+k)1 +
(1+k)2 +…..+
(1+k)n
NPV = Net Present Value
CF = Cash Flow
k = Tingkat Bunga
2.1.10.4 Payback Period
Olson (2003, p69) mengemukakan bahwa payback period adalah perkiraan kasar
dari waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan nilai investasi yang dilakukan.
Sebuah alternatif mungkin saja mempunyai nilai yang lebih besar baik secara net present
value dari total life cycle sebuah proyek, tetapi cost/benefit analysis ini tidak
38
mempertimbangkan adanya aliran kas negatif di periode awal. Jika sebuah proyek
mempunyai waktu yang semakin pendek untuk mengembalikan investasi tersebut maka
proyek itu semakin baik dan akan dipertimbangkan oleh pihak manajemen untuk
menerima proyek tersebut.
Cara perhitungan dari Payback Period adalah sebagai berikut :
(Io - (Bt - t1+Bt - t2+…Bt - tN) ) T +
Bt - tN
T = Lamanya Investasi
Io = Investasi awal
Bt= Keuntungan
t = Tahun
2.1.11 Infrastruktur Sistem Informasi
2.1.11.1 Definisi Infrastruktur Sistem Informasi
Turban et al. (2001, p34) mengatakan infrastruktur sistem informasi terdiri
dari fasilitas fisik, jasa dan manajemen yang mendukung semua sumber daya komputasi
di dalam organisasi. Ada 5 komponen infrastruktur : hardware, software, network and
communication facilities, databases dan information management personell.
39
2.1.11.2 Komponen Dasar Sistem Informasi
Turban et al. (2003, p16) menjelaskan komponen dasar dari sistem informasi
adalah sebagai berikut :
a. Hardware : Seperangkat peralatan seperti processor, monitor, keyboard dan printer
yang menerima data dan informasi, memprosesnya dan menampilkannya
a. Software : Seperangkat program komputer yang memampukan hardware untuk
memproses data
b. Database : Satu koleksi file atau data yang diorganisasikan dengan baik, yang saling
berhubungan satu dengan yang lainnya.
c. Network : Sebuah sistem yang saling berhubungan dan memudahkan untuk berbagi
informasi di antara komputer yang berbeda.
d. Procedures : Strategi, kebijakan, metode dan peraturan untuk menggunakan sistem
informasi
e. People : Elemen yang paling penting di dalam sistem informasi, termasuk orang-
orang yang bekerja dengan sistem informasi atau menggunakan output dari sistem
informasi tersebut.
2.1.11.3 Komponen Hardware
Menurut Turban et al. (2003, pp.57-84), hardware mengacu kepada peralatan
fisik yang digunakan untuk menerima, memproses, menghasilkan dan menyimpan
aktifitas dari sebuah sistem komputer. Hal ini terdiri dari :
a. Central Processing Unit (CPU)
b. Memory
40
• Primary Storage : Register, RAM (Random Access Memory). cache memory dan
ROM (Read only Memory)
• Secondary Storage : Hard drive, magnetic tape, memory cards, magnetic disc dan
optical storage devices (CD-ROM, DVD, FMD-ROM).
c. Input Technologies : Keyboard, mouse, touchscreen, stylus, trackball, joystick dan
microphone.
d. Output Technologies : Monitor, printer, plotter, speaker,
e. Communication Technologies
2.1.12 Arsitektur Sistem Informasi
2.1.12.1 Definisi Arsitektur Sistem Informasi
Arsitektur sistem informasi adalah sebuah rencana untuk mencari kebutuhan
informasi dan tindakan-tindakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Turban et al.,
2001, p34). Hal ini menjadi panduan bagi kegiatan operasi saat ini dan menjadi blueprint
untuk arahan di masa yang akan datang. Arsitektur sistem informasi juga memastikan IT
yang dimiliki oleh organisasi sesuai dengan kebutuhan bisnisnya. Maka dari itu, kita
harus menggabungkan kebutuhan informasi, infrastruktur dan aplikasi. Arsitektur sistem
Informasi ada 3 jenis : client / server, enterprisewide dan internet-based
architecture (Turban et al., 2001, pp.34-35)
2.1.12.2 Client / Server Architecture
Turban et al. (2001, pp.34-35) menjelaskan Client/server architecture
membagi proses komputasi ke dalam 2 kategori utama, yaitu client dan server. Client
41
adalah komputer seperti PC yang tersambung ke jaringan. Sedangkan server adalah
sebuah komputer yang terhubung ke jaringan yang sama dan menyediakan pelayanan
tertentu kepada client.
2.1.13 Data
2.1.13.1 Definisi Data dan Informasi
Turban et al. (2003, p15) menjelaskan bahwa data adalah fakta mentah atau
deskripsi mendasar dari sesuatu, kejadian, kegiatan dan transaksi yang diterima, dicatat,
disimpan dan diklasifikasikan, tetapi tidak diorganisasikan dan diterjemahkan menjadi
suatu arti. Sedangkan informasi adalah koleksi dari fakta-fakta (data) yang
diorganisasikan dengan cara tertentu sehingga mempunyai arti bagi penerimanya.
Sedangkan menurut Indriantoro dan Supomo (2002, p10), data adalah
sekumpulan fakta yang diperoleh melalui pengamatan (observasi) langsung atau survey.
2.1.13.2 Jenis Data
Indriantoro dan Supomo (2002, pp.145-146) mengemukakan bahwa data
penelitian pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu : data subyek,
data fisik dan data dokumenter.
• Data Subyek, adalah jenis data penelitian yang berupa opini, sikap, pengalaman
atau karakteristik dari seseorang atau sekelompok orang yang menjadi subyek
penelitian (responden).
• Data Dokumenter, adalah jenis data penelitian yang antara lain berupa : faktur,
jurnal, surat-surat, notulen hasil rapat, memo atau dalam bentuk laporan program.
42
Data dokumenter dalam penelitian dapat menjadi bahan atau dasar analisis data yang
kompleks yang dikumpulkan melalui metode observasi dan analisis dokumen yang
dikenal dengan content analysis.
2.1.13.3 Sumber Data
Indriantoro dan Supomo (2002, pp.146–147), mengatakan bahwa sumber data
penelitian terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer merupakan sumber
data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media
perantara), sedangkan data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh
peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak
lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah
tersusun dalam arsip (data dokumenter).
2.1.13.4 Metode Pengumpulan Data
Indriantoro dan Supomo (2002, pp.152-157), mengatakan bahwa ada 2 tehnik
untuk mengumpulkan data primer yang diperoleh secara langsung dari sumber asli, yaitu
: Metode survei dan observasi. Sedangkan kepustakaan merupakan bahan utama dalam
penelitian data sekunder (Indriantoro dan Supomo, 2002, pp.150-151). Misal : buku,
jurnal, majalah, arsip-arsip yang dimiliki oleh perusahaan.
• Metode Survei
Metode survei merupakan metode pengumpulan data primer yang menggunakan
pertanyaan lisan atau tertulis. Data penelitian yang diperoleh berupa data subyek
yang menyatakan opini, sikap, pengalaman atau karakteristik subyek penelitian
secara individual atau secara kelompok. Data yang diperoleh sebagian besar
43
merupakan data deskriptif, meskipun demikian, pengumpulan data dengan metode
survei dapat dirancang untuk menjelaskan hubungan sebab akibat atau
mengungkapkan ide-ide. Ada 2 tehnik di dalam pengumpulan data dengan metode
survei, yaitu :
• Wawancara
Wawancara merupakan tehnik pengumpulan data yang menggunakan pertanyaan
secara lisan kepada subyek penelitian. Tehnik wawancara dilakukan jika peneliti
memerlukan komunikasi atau hubungan dengan responden. Tehnik wawancara
dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu : wawancara tatap muka dan wawancara via
telepon.
• Kuesioner
Tehnik ini digunakan ketika pengumpulan data penelitian tidak memerlukan
kehadiran peneliti. Kuesioner dapat didistribusikan dengan berbagai cara, antara
lain : Kuesioner disampaikan langsung oleh peneliti, dikirim bersama-sama
dengan pengiriman paket atau majalah, dikirim melalui pos, faksimile atau
menggunakan teknologi komputer.
Untuk kelebihan dan kelemahan metode survei dan wawancara, anda bisa
melihatnya di dalam Lampiran 2.
44
2.1.13.5 Penyajian Data
Menurut Supranto (2000, pp.30-36), selain berupa angka-angka ringkasan,
penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk :
• Tabel
Tabel merupakan kumpulan angka-angka yang disusun menurut kategori-kategori
(misalnya, jumlah pegawai menurut pendidikan dan masa kerja). Ada berbagai
bentuk tabel yang dikenal, seperti : Tabel satu arah, tabel dua arah dan tabel tiga
arah.
• Grafik
Grafik merupakan gambar-gambar yang menunjukkan secara visual data berupa
angka (mungkin juga dengan simbol) yang biasanya juga berasal dari tabel yang
telah dibuat. Berbagai macam grafik antara lain adalah : grafik garis (line chart),
grafik batangan/balok (bar chart/histogram), grafik lingkaran (pie chart), grafik
gambar (pictogram) dan grafik berupa peta (cartogram).
2.1.14 Construct
2.1.14.1 Definisi Construct
Indriantoro dan Supomo (2002, p96) mendefinisikan construct merupakan
abstraksi dari fenomena atau realitas yang untuk keperluan penelitian harus
dioperasionalisasikan dalam bentuk variabel yang dapat diukur dengan berbagia macam
nilai. Construct dapat diukur dengan angka atau atribut yang menggunakan skala
tertentu
45
2.1.14.2 Pengukuran Construct
Indriantoro dan Supomo (2002, pp.97-102) mengatakan bahwa construct
merupakan abstraksi dari fenomena yang dapat berupa : kejadian, proses, atribut, subyek
atau obyek tertentu. Sesuai dengan sifat dan jenis fenomena yang diabstraksikan oleh
construct, tipe skala pengukuran construct terdiri atas : (1) Skala Nominal, (2) Skala
Ordinal, (3) Skala Interval, dan (4) Skala Rasio.
Tabel 2.4 – Perbandingan 4 Metode Skala Pengukuran Construct
Tipe Pengukuran Skala Kategori Peringkat Jarak Perbandingan
Nominal Ya Tidak Tidak Tidak Ordinal Ya Ya Tidak Tidak Interval Ya Ya Ya Tidak Rasio Ya Ya Ya Ya
Sumber : Indriantoro dan Supomo (2002, p102)
2.1.14.3 Skala Interval
Indriantoro dan Supomo (2002, pp.99-100) menjelaskan bahwa skala interval
merupakan skala pengukuran yang menyatakan kategori, peringkat dan jarak construct
yang diukur. Skala interval dapat dinyatakan dengan angka 1 sampai 5 atau angka 1
sampai dengan 7. skala pengukuran ini menggunakan konsep jarak atau interval yang
sama (misal : interval dari 1 ke 2 sama dengan interval dari 4 ke 5), karena skala ini
tidak menggunakan angka 0 (nol) sebagai titik awal perhitungan.
46
2.1.14.4 Pengukuran Sikap
Indriantoro dan Supomo (2002, pp.102-134) menjabarkan bahwa construct
sikap sering digunakan dalam penelitian penelitian bisnis. Komponen sikap dapat
dijelaskan melalui 3 dimensi :
• Afektif, merefleksikan perasaan atau emosi seseorang terhadap suatu obyek.
• Kognitif, menunjukkan kesadaran seseorang terhadap atau pengetahuan mengenai
obyek tertentu,
• Komponen-komponen perilaku, menggambarkan suatu keinginan atau
kecenderungan seseorang untuk melakukan tindakan.
Berikut ini metode-metode yang sering digunakan dalam pengukuran construct
sikap, yaitu : skala sederhana, skala kategori, skala likert, skala perbedaan
semantic, skala numeris dan skala grafis.
2.1.14.5 Skala Sederhana
Indriantoro dan Supomo (2002, pp.102-103) mengatakan bahwa metode
pengukuran sikap yang paling sederhana adalah skala sederhana yang menggunakan
skala nominal, misal : setuju atau tidak setuju, ya atau tidak. Tipe pertanyaan ini
digunakan terutama jika kuesioner penelitian berisi relatif banyak butir pertanyaan,
tingkat pendidikan responden rendah atau alasan yang lain.
47
2.1.15 Kesalahan Statistik
Menurut Indriantoro dan Supomo (2002, pp.135–137), ada 2 faktor yang
menyebabkan kesalahan statistik, yaitu : kesalahan dalam pemilihan sampel (sampling
error) dan kesalahan sistematis (systematic error), yaitu kesalahan yang bukan berasal
dari proses pemilihan sampel (nonsampling error).
2.1.16 Kesalahan Sistematis
Indriantoro dan Supomo (2002, pp.136-137) mengatakan kesalahan sistematis
merupakan kesalahan yang disebabkan oleh faktor-faktor di luar pemilihan sampel.
Kesalahan sistematis terutama disebabkan oleh kelemahan desain penelitian dan
kesalahan pelaksanaan penelitian. Ada dua faktor yang mempengaruhi kesalahan
sistematis, yaitu kesalahan responden dan kesalahan administratif.
• Kesalahan Responden
Hasil analisis data yang dikumpulkan dengan metode survei tergantung pada
jawaban responden penelitian. Jika responden penelitian mau bekerja sama dan
menjawab pertanyaan dengan benar, maka hasil penelitian akan dapat memenuhi
tujuan yang diharapkan. Kesalahan responden terdiri dari dua jenis kesalahan
sebagai berikut :
1. Non-Response Bias
Merupakan kesalahan yang timbul karena subyek sampel yang tidak
memberikan respon (non-responden) ternyata lebih representatif daripada
sampel yang memberikan tanggapan, sehingga sampel yang diteliti kurang
akurat dan tidak mencerminkan karakteristik populasinya. Masalah ini bukan
hanya terjadi pada pengumpulan data dengan survei melalui pos, tetapi juga
48
pada survei melalui perseorangan, wawancara melalui telepon dan wawancara
tatap muka.
2. Response Bias
Merupakan kesalahan yang timbul karena jawaban responden yang bias.
Responden mungkin secara sengaja atau tidak sengaja menjawab pertanyaan
yang tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga menyebabkan interpretasi
peneliti yang keliru terhadap jawaban responden.
2.1.17 Definisi Gantt Chart
Menurut Schwalbe (2000, p119), gantt chart menyediakan suatu standar format
untuk menampilkan informasi penjadwalan proyek dengan mencatat aktifitas proyek,
waktu aktifitas tersebut dimulai dan selesai. Sedangkan, menurut Smith (2000, pp.70-72)
gantt chart biasa disebut dengan time-scaled network, yang merupakan suatu model di
dalam penjadwalan, dimana aktifitas-aktifitas dijabarkan dengan waktu penyelesaian
tertentu. Gantt chart memberikan suatu gambaran yang jelas tentang durasi dari suatu
kejadian, tetapi tidak secara langung menunjukkan tingkat ketergantungan antara satu
aktifitas dengan aktifitas lainnya. Gantt chart sangat berguna untuk
mengkomunikasikan informasi tentang proyek dan untuk mengerti proyek yang
kompleks.
49
2.2 Kerangka Pikir
ANALISAKEBUTUHANORGANISASI
SISTEM E-LEARNING
KUESIONERWAWANCARA
IDENTIFIKASIMASALAH
ANALISAKEBUTUHANPELATIHAN
ANALISABUDAYA
ORGANISASI
ANALISAINFRASTRUKTUR
ANALISABIAYA
USULAN PEMECAHANMASALAH
PERANCANGAN
Gambar 2.3 – Kerangka Pikir