bab 2 landasan teorilibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/2014-2-00399-di bab2001.pdf ·...

126
5 BAB 2 Landasan Teori 2.1. Tinjauan Umum 2.1.1 Definisi Teater Menurut Santosa (2008: 3), teater berasal dari Yunani “theatron” (bahasa Inggris, Seeing Place) yang artinya tempat atau gedung pertunjukan. Dalam perkembangannya, dengan pengertian lebih luas kata teater diartikan sebagai segala hal yang dipertunjukan di depan orang banyak. Dengan demikian, dalam rumusan sederhana teater adalah pertunjukan, misalnya ketoprak, ludruk, wayang, wayang wong, sintren, janger, mamanda, dagelan, sulap, acrobat, dan lain sebagainya. Teater dapat dikatakan sebagai manifestasi dari aktivitas naluriah, seperti misalnya, anak-anak bermain sebgai ayah dan ibu, bermain perang-perangan, dan lain sebagainya. Selain itu, teater merupakan manifestasi pembentukan strata sosial kemanusiaan yang berhubungan dengan masalah ritual. Misalnya, upacara adat maupun upacara kenegaraan, keduanya memiliki unsur-unsur teatrikal dan bermakna filosofis. Berdasarkan paparan diatas, kemungkinan perluasan definisi teater itu bisa terjadi. Tetapi batasan tentang teater dapat dilihat dari sudut pandang sebagai berikut: “tidak ada teater tanpa aktor, baik berwujud riil manusia maupun boneka, terungkap di layar maupun pertunjukan langsung yang dihadiri penonton, serta laku di dalamnya merupakan realitas fiktif”, (Harymawan, 1993). Dengan demikian teater adalah pertunjukan lakon yang dimainkan di atas pentas dan disaksikan oleh penonton. Elemen lainnya seperti elemen desain dan tata panggung digunakan untuk mendukung pementasan guna agar penonton lebih memahami dan merasakan pertunjukan dengan pencitraan yang lebih indah atau estetis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2014), teater adalah gedung atau ruangan tempat pertunjukan film, sandiwara, dan sebagainya. Dapat berarti sebagai ruangan besar dengan deretan kursi-kursi ke samping dan ke belakang untuk mengikuti kuliah atau untuk peragaan ilmiah dan juga memiliki arti pementasan drama sebagai suatu seni atau profesi; seni drama; sandiwara; drama.

Upload: vancong

Post on 25-Apr-2019

381 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

5

BAB 2

Landasan Teori

2.1. Tinjauan Umum

2.1.1 Definisi Teater

Menurut Santosa (2008: 3), teater berasal dari Yunani “theatron” (bahasa

Inggris, Seeing Place) yang artinya tempat atau gedung pertunjukan. Dalam

perkembangannya, dengan pengertian lebih luas kata teater diartikan sebagai

segala hal yang dipertunjukan di depan orang banyak. Dengan demikian, dalam

rumusan sederhana teater adalah pertunjukan, misalnya ketoprak, ludruk,

wayang, wayang wong, sintren, janger, mamanda, dagelan, sulap, acrobat, dan

lain sebagainya. Teater dapat dikatakan sebagai manifestasi dari aktivitas

naluriah, seperti misalnya, anak-anak bermain sebgai ayah dan ibu, bermain

perang-perangan, dan lain sebagainya. Selain itu, teater merupakan manifestasi

pembentukan strata sosial kemanusiaan yang berhubungan dengan masalah ritual.

Misalnya, upacara adat maupun upacara kenegaraan, keduanya memiliki

unsur-unsur teatrikal dan bermakna filosofis.

Berdasarkan paparan diatas, kemungkinan perluasan definisi teater itu bisa

terjadi. Tetapi batasan tentang teater dapat dilihat dari sudut pandang sebagai

berikut: “tidak ada teater tanpa aktor, baik berwujud riil manusia maupun boneka,

terungkap di layar maupun pertunjukan langsung yang dihadiri penonton, serta

laku di dalamnya merupakan realitas fiktif”, (Harymawan, 1993). Dengan

demikian teater adalah pertunjukan lakon yang dimainkan di atas pentas dan

disaksikan oleh penonton.

Elemen lainnya seperti elemen desain dan tata panggung digunakan untuk

mendukung pementasan guna agar penonton lebih memahami dan merasakan

pertunjukan dengan pencitraan yang lebih indah atau estetis.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2014), teater adalah gedung atau

ruangan tempat pertunjukan film, sandiwara, dan sebagainya. Dapat berarti

sebagai ruangan besar dengan deretan kursi-kursi ke samping dan ke belakang

untuk mengikuti kuliah atau untuk peragaan ilmiah dan juga memiliki arti

pementasan drama sebagai suatu seni atau profesi; seni drama; sandiwara;

drama.

6

2.1.2 Sejarah Umum

Santosa (2008) menjelaskan bahwa waktu dan tempat pertunjukan teater

yang pertama kali dimulai tidak diketahui. Adapun yang dapat diketahui

hanyalah teori tentang asal mulanya. Di antaranya teori tentang asal mula teater

adalah sebagai berikut.

• Berasal dari upacara agama primitif. Unsur cerita ditambahkan pada

upacara semacam itu yang akhirnya berkembang menjadi pertunjukan teater.

Meskipun upacara agama telah lama ditinggalkan, tapi teater ini hidup terus

hingga sekarang.

• Berasal dari nyanyian untuk menghormati seorang pahlawan di

kuburannya. Dalam acara ini seseorang mengisahkan riwayat hidup sang

pahlawan yang lama kelamaan diperagakan dalam bentuk teater.

• Berasal dari kegemaran manusia mendengarkan cerita. Cerita itu

kemudian juga dibuat dalam bentuk teater (kisah perburuan, kepahlawanan,

perang, dan lain sebagainya).

Rendra dalam Seni Drama Untuk Remaja (1993), menyebutkan bahwa

naskah teater tertua di dunia yang pernah ditemukan ditulis seorang pendeta

Mesir, I Kher-nefert, di zaman peradaban Mesir Kuno kira-kira 2000 tahun

sebelum tarikh Masehi. Pada zaman itu peradaban Mesir Kuno sudah maju.

Mereka sudah bisa membuat piramida, sudah mengerti irigasi, sudah bisa

membuat kalender, sudah mengenal ilmu bedah, dan juga sudah mengenal tulis

menulis. I Kher-nefert menulis naskah tersebut untuk sebuah pertunjukan teater

ritual di kota Abydos, sehingga terkenal sebagai Naskah Abydos yang

menceritakan pertarungan antara dewa buruk dan dewa baik. Jalan cerita naskah

Abydos juga diketemukan tergambar dalam relief kuburan yang lebih tua. Para

ahli bisa memperkirakan bahwa jalan cerita itu sudah ada dan dimainkan orang

sejak tahun 5000 SM. Meskipun baru muncul sebagai naskah tertulis di tahun

2000 SM. Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui juga bahwa pertunjukan

teater Abydos terdapat unsur-unsur teater yang meliputi pemain, jalan cerita,

naskah dialog, topeng, tata busana, musik, nyanyian, tarian, selain itu juga

property pemain seperti tombak, kapak, tameng, dan sejenisnya.

Scmolke (2011) dan Santosa (2008), menjelaskan mengenai sejarah

perkembangan arsitektur teater pada dunia barat.

7

A. Teater Yunani Klasik

Menurut Santosa (2008), tempat pertunjukan teater Yunani pertama yang

permanen dibangun sekitar 2300 tahun yang lalu. Teater ini dibangun tanpa atap

dalam bentuk setengah lingkaran dengan tempat duduk penonton melengkung

dan berundak-undak yang disebut amphitheater. Ribuan orang mengunjungi

amphitheater untuk menonton teater-teater, dan hadiah diberikan bagi teater

terbaik. Naskah lakon teater Yunani merupakan naskah lakon teater pertama

yang menciptakan dialog diantara para karakternya. Ciri-ciri khusus pertunjukan

teater pada masa Yunani Kuno adalah Pertunjukan dilakukan di amphitheater,

sudah menggunakan naskah lakon, seluruh pemainnya pria bahkan peran

wanitanya dimainkan pria dan memakai topeng karena setiap pemain

memerankan lebih dari satu tokoh, Selain pemeran utama juga ada pemain

khusus untuk kelompok koor (penyanyi), penari, dan narator (pemain yang

menceritakan jalannya pertunjukan). Panggung dan tempat duduk teater

menggunakan batu.

Gambar 2.1 Teater di Epidaurus

Sumber : Santosa (2008: 6)

Gambar 2.2 Teater Epidaurus, ground plan

Sumber : www.whitman.edu

8

Gambar 2.3 Pertunjukan Teater di Epidaurus

Sumber : Santosa (2008: 7)

Scmolke (2011) menjelaskan bahwa ukuran gedung teater pada masa itu

dapat menampung 13.000 hingga 17.000 penonton. Hal tersebut disebabkan

pertunjukan teater yang diadakan hanya waktu-waktu tertentu dan merupakan

sesuatu yang sangat menarik sehingga dapat mengundang wilayah lainnya.

B. Teater Romawi Klasik

Pada Setelah tahun 200 Sebelum Masehi kegiatan kesenian beralih dari

Yunani ke Roma, begitu juga Teater. Namun mutu teater Romawi tak lebih baik

daripada teater Yunani. Teater Romawi menjadi penting karena pengaruhnya

kelak pada Zaman Renaissance. Bangsa Romawi membangun gedung teater

mereka di dalam kota pada lahan terbuka yang luas. Ukuran dengan kapasitas

17.500 penonton. Kursi teater bangsa Romawi dilengkapi dengan kayu

penyangga. Panggung Romawi jauh diperlebar dibandingkan Yunani sehingga

ruang auditorium dan panggung mampu mencapai kesatuan spasial. Ketinggian

panggung lebih rendah dibandingkan dengan ketinggian panggung Yunani.

Teater Romawi memiliki skene, dinding latar dari batu yang berada di belakang

panggung.

Teater pertama kali dipertunjukkan di kota Roma pada tahun 240 SM.

Pertunjukan ini dikenalkan oleh Livius Andronicus, seniman Yunani. Teater

Romawi merupakan hasil adaptasi bentuk teater Yunani. Hampir di setiap unsur

9

panggungnya terdapat unsur pemanggungan teater Yunani. Namun demikian

teater Romawi pun memiliki kebaruan-kebaruan dalam penggarapan dan

penikmatan yang asli dimiliki oleh masyarakat Romawi dengan ciri-ciri yaitu

koor tidak lagi berfungsi mengisi setiap adegan, Musik menjadi pelengkap

seluruh adegan. Tidak hanya menjadi tema cerita tetapi juga menjadi ilustrasi

cerita, tema berkisar pada masalah hidup kesenjangan golongan menengah,

seluruh adegan terjadi di rumah, di jalan, dan di halman. Teater pada masa lalu

mengandalkan pencahayaan alami. Kelemahan mengandalkan cahaya alami

ialah selain intensitas cahaya matahari yang tidak stabil, juga membuat mata

cepat lelah.

Gambar 2.4 Teater di Pompeii

Sumber : Santosa (2008: 8)

C. Teater Abad Pertengahan

Abad Dalam tahun 1400-an dan 1500-an, banyak kota di Eropa

mementaskan drama untuk merayakan hari-hari besar umat Kristen.

Drama-drama dibuat berdasarkan cerita-cerita Alkitab dan dipertunjukkan di atas

kereta, yang disebut pageant, dan ditarik keliling kota. Bahkan kini pertunjukan

jalan dan prosesi penuh warna diselenggarakan di seluruh dunia untuk

merayakan berbagai hari besar keagamaan.

Para pemain drama pageant menggunakan tempat di bawah kereta untuk

menyembunyikan peralatan. Peralatan ini digunakan untuk efek tipuan, seperti

menurunkan seorang aktor dari atas ke panggung. Para pemain pageant

memainkan satu adegan dari kisah dalam Alkitab, lalu berjalan lagi. pageant lain

dari aktor-aktor lain untuk adegan berikutnya, menggantikannya. Aktor-aktor

pageant seringkali adalah para pengrajin setempat yang memainkan adegan yang

10

menunjukan keahlian mereka. Orang berkerumun untuk menyaksikan drama

pageant religius di Eropa. Drama ini populer karena pemainnya berbicara dalam

bahasa sehari-hari, bukan bahasa Latin yang merupakan bahasa resmi

gereja-gereja Kristen. Pada masa ini tidak ada tirai maupun backdrop yang

digunakan. Dekorasi yang digunakan hanya sebatas properti panggung dan

kostum pemain saja.

Gambar 2.5 Teater Abad Pertengahan

Sumber: Santosa (2008: 10)

D. Renaissance

Abad 17 memberi sumbangan yang sangat berarti bagi kebudayaan Barat.

Sejarah abad 15 dan 16 ditentukan oleh penemuan-penemuan penting yaitu

mesin, kompas, dan mesin cetak. Semangat baru muncul untuk menyelidiki

kebudayaan Yunani dan Romawi klasik. Semangat ini disebut semangat

Renaissance yang berasal dari kata “renaitre” yang berarti kelahiran kembali

manusia untuk mendapatkan semangat hidup baru. Gerakan yang menyelidiki

semangat ini disebut gerakan humanisme.

Pusat-pusat aktivitas teater di Italia adalah istana-istana dan akademi. Di

gedung-gedung teater milik para bangsawan inilah dipentaskan naskah-naskah

yang meniru drama-drama klasik. Para aktor kebanyakan pegawai-pegawai

11

istana dan pertunjukan diselenggarakandalam pesta-pesta istana. Ciri-ciri teater

Zaman Renaissance adalah naskah lakon yang dipertunjukkan meniru teater

Zaman Yunani klasik. Cerita bertema mitologi atau kehidupan sehari-hari, tata

busana dan seting yang dipergunakan sangat inovatif, pelaksanaan bentuk teater

diatur oleh kerajaan maupun universitas, menggunakan panggung proscenium

yaitu bentuk panggung yang memisahkan area panggung dengan penonton,

peristiwa cerita berlangsung dan berpindah secara cepat, terdapat tiga tokoh

yang selalu muncul, yaitu tokoh penguasa, tokoh penggoda, dan tokoh pembantu.

Tempat pertunjukannya di lapangan kota dan panggung-panggung sederhana.

Setting panggung sederhana, yaitu rumah, jalan, dan lapangan.

Gambar 2.6 Teater Abad Pertengahan

Sumber: Santosa (2008: 12)

E. Teater Zaman Elizabeth

Sekitar Pada tahun 1576, selama pemerintahan Ratu Elizabeth I, gedung

teater besar dari kayu dibangun di London Inggris. Gedung ini dibangun seperti

lingkaran sehingga penonton bisa duduk dihampir seluruh sisi panggung.

Gedung teater ini sangat sukses sehingga banyak gedung sejenis dibangun di

sekitarnya. Salah satunya yang disebut Globe, gedung teater ini bisa menampung

3.000 penonton. Penonton yang mampu membeli tiket duduk di sisi-sisi

panggung. Mereka yang tidak mampu membeli tiket berdiri di sekitar panggung.

12

Gambar 2.7 The Globe Theatre di London

Sumber : www.webbaviation.co.uk

Gambar 2.8 Bentuk panggung teater Elizabethan

Sumber : Santosa (2008: 13)

Ciri-ciri khas teater Zaman Elisabeth ialah pertunjukan dilaksanakan siang

hari dan tidak mengenal waktu istirahat, tempat adegan ditandai dengan ucapan

yang disampaikan dalam dialog para tokoh, Penontonnya berbagai lapisan

masyarakat dan diramaikan oleh penjual makanan dan minuman. Corak

pertunjukannya merupakan perpaduan antara teater keliling dengan teater

sekolah dan akademi yang keklasik-klasikan

F. Opera Italia

Republik of Venice menyelesaikan pembangunan gedung opera pertama

pada tahun 1637. Bentuk auditorium yang baru dengan berbentuk silindris dan

kotak berbentuk sarang lebah. Area berdiri terdapat di lantai dasar yang

disediakan untuk umum, dan kotak balkon yang disediakan untuk para

bangsawan.

Di Jerman, dibuat sebuah gedung khusus untuk konser pada akhir abad yang

sama. Teater di Jerman sudah berkembang pada Zaman Renaissance (1500-1600)

meskipun dalam bentuk yang belum sempurna. Inilah sebabnya teater Jerman

13

tak berbicara banyak di Eropa sampai tahun 1725. Teater Jerman dengan model

comedie francaise, menciptakan suatu organisasi teater paling baik di Eropa

pada akhir abad 18. Sejak itu gerakan teater Jerman berpaling dari ide neoklasik

kepada aliran romantik.. Pertunjukan musik sudah hadir di Eropa sejak lama,

biasa diadakan di ballroom atau tempat lainnya yang bukan berfungsi utama

sebagai tempat konser.

Gambar 2.9 Teater La Scala, Milan La Scala

Sumber : www.milanozine.it

Gambar 2.10 Interior Teater

Sumber : giornaledelladanza.com

Akhir abad ke-18M, pembangunan gedung opera meluas ke seluruh Eropa.

Desain auditorium Italia menciptakan kombinasi ideal antara kenyamanan visual

dan akustik. Puncak pembangunan ialah teater La Scala di Milan pada tahun

1778. Gedung teater menjadi tempat pertemuan baru bagi masyarakat, dan

menjadi karakter budaya baru yang unik bagi penduduk Eropa dan

negara-negara yang terpengaruh budaya Eropa.

G. Teater Awal Abad ke-19

Teater dengan konsep tradisional dan Wagnerian hadir berdampingan.

Banyak perubahan dilakukan Richard Wagner untuk desain gedung pertunjukan

14

yang berdampak hingga sekarang. Tujuannya untuk memberikan pandangan

yang baik kepada setiap penonton dan menata kursi penonton pada sikap

keadilan sosial. Panggung dibuat menggunakan struktur kayu. Bagian depan

panggung terdiri dari 2 lengkung proscenium yang sama besar dengan internal

taper. Hal ini menciptakan sebuah ilusi optik dengan maksud menghilangkan

kesan jarak,yang disengaja. Penonton juga dibuat duduk dalam kelompok kecil.

Sekitar 1.645 penonton dapat ditampung dalam auditorium ini.

Gambar 2.11 Interior Teater Wagner, Bayreuth

Sumber : www.andalan.es

Gambar 2.12 Interior Prinzregentheater

Sumber : www.muenchenmusik.de

Penambahan area untuk orkestra dan dibuat besar dan masuk ke dalam di

bawah panggung yang dapat menampung 130 pemusik. Penempatan di bawah

panggung di sebabkan menurut beliau gagasan ini membuat orkestra tidak

terlihat karena menurutnya orkestra menjadi pengalih perhatian penonton dari

pertunjukan. Secara akustik, konstruksi seperti ini memudahkan musik

bergabung dengan latar dan langsung berkaitan dengan panggung.

15

Pada teater Wagner ini, gelombang suara memiliki waktu dengung yang

relatif panjang yang mampu menghasilkan kolaborasi suara yang baik. The

Prinzregententheater di Munich, mengambil inspirasi dari teater Wagner di

Bayreuth. Kapasitas kursi yang lebih sedikit, yakni 1.106 penonton. Hal ini

disebabkan ukuran kursi yang diperbesar dari 52x70cm menjadi 60x80cm.

Keuntungan akustik lainya adalah dinding pemencar berbentuk irisan yang

bukan berfungsi untuk menyebar gelombang suara, seperti yang di Beirut,

namun untuk memfokuskan gelombang suara.

H. Teater di Abad ke-20

Teater telah berubah selama berabad-abad. Gedung-gedung pertunjukan

modern memiliki efek-efek khusus dan teknologi baru. Orang datang ke gedung

pertunjukan tidak hanya untuk menyaksikan teater melainkan juga untuk

menikmati musik, hiburan, pendidikan, dan mempelajari hal-hal baru.

Rancangan-rancangan panggung termasuk pengaturan panggung arena, atau

yang disebut saat ini, teater di tengah-tengah gedung. Dewasa ini, beberapa cara

untuk mengekspresikan karakter-karakter berbeda dalam

pertunjukan-pertunjukan (di samping nada suara) dapat melalui musik, dekorasi,

tata cahaya, dan efek elektronik. Gaya-gaya pertunjukan realistis dan

eksperimental ditemukan dalam teater Amerika saat ini.

Munculnya bioskop berkontribusi untuk pertunjukan visual yang baru.

Dramaturgi membuat sang aktor sebagai pusat perhatian untuk membedakan

bioskop dengan teater. Panggung dibagi menjadi 3 zona, yakni panggung utama

dan 2 sisi panggung. Lengkung proscenium sekarang lebih dianggap sebagai

struktur sekunder bukan sebagai sesuatu yang mewah.

2.1.3 Teater Tradisional Indonesia

Kasim Achmad dalam bukunya Mengenal Teater Tradisional di Indonesia

(2006) mengatakan, sejarah teater tradisional di Indonesia dimulai sejak sebelum

Zaman Hindu. Pada zaman itu, ada tanda-tanda bahwa unsur-unsur teater

tradisional banyak digunakan untuk mendukung upacara ritual. Teater tradisional

merupakan bagian dari suatu upacara keagamaan ataupun upacara adat-istiadat

dalam tata cara kehidupan masyarakat kita. Pada saat itu, yang disebut “teater”,

sebenarnya baru merupakan unsur-unsur teater, dan belum merupakan suatu

bentuk kesatuan teater yang utuh. Setelah melepaskan diri dari kaitan upacara,

unsur-unsur teater tersebut membentuk suatu seni pertunjukan yang lahir dari

16

spontanitas rakyat dalam masyarakat lingkungannya. Menurut Brata (2010: 21),

seni tradisional Indonsia termasuk didalamnya seni pertunjukan ialah unsur

kesenian yang menjadi bagian hidup masyarakat dalam suatu kaum atau suku

atau bangsa tertentu yang berkembang dari Barat sampai Timur pulau Indonesia,

dari Sumatra sampai Papua.

Proses terjadinya atau munculnya teater tradisional di Indonesia sangat

bervariasi dari satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini disebabkan oleh

unsur-unsur pembentuk teater tradisional itu berbeda-beda, tergantung kondisi

dan sikap budaya masyarakat, sumber dan tata-cara di mana teater tradisional

lahir. Berikut ini disajikan beberapa bentuk teater tradisional yang ada di

daerah-daerah di Indonesia.

A. Wayang

Wayang merupakan suatu bentuk teater tradisional yang sangat tua, dan

dapat ditelusuri bagaimana asal muasalnya. Pada masa pemerintahan Raja

Balitung, telah ada petunjuk adanya pertunjukan Wayang seperti yang terdapat

pada Prasasti Balitung dengan tahun 907 Masehi. Prasasti tersebut mewartakan

bahwa pada saat itu telah dikenal adanya pertunjukan wayang. Awal mula

adanya wayang, yaitu saat Prabu Jayabaya bertakhta di Mamonang pada tahun

930. Sang Prabu ingin mengabadikan wajah para leluhurnya dalam bentuk

gambar yang kemudian dinamakan Wayang Purwa. Dalam gambaran itu

diinginkan wajah para dewa dan manusia Zaman Purba. Pada mulanya hanya

digambar di dalam rontal (daun tal). Orang sering menyebutnya daun lontar.

Kemudian berkembang menjadi wayang kulit sebagaimana dikenal sekarang.

Jadi, wayang berfungsi sebagai alat “penghadiran kembali” (secara umum

dalam seni rupa dikenal istilah yang hampir sama, yaitu visualisasi) gambaran

nenek moyang. Walaupun bentuk upacara penghadiran nenek moyang tidak

digunakan lagi dalam pementasan wayang, sisa kegiatan tersebut masih tampak,

misalnya dalam upacara ngaruwat/ngruwat) ketika memulai pertunjukkan. Hal

tersebut hampir sama dengan yang diperkirakan oleh para penulis wayang

tentang pementasan wayang kulit kuno Indonesia, yang pada awalnya digunakan

untuk menghormati roh nenek moyang. Cara mementaskan wayang kulit masa

kini, meski bukan untuk “menghadirkan bayang nenek moyang”, hampir sama

dalam pola pertunjukannya, yaitu bentuk wayang yang dinikmati bayangannya

dalam kelir (layar) dihasilkan oleh sinar blencong, cempor, atau bahkan lampu

17

pijar. Pementasan wayang pada mulanya hanya dilakukan malam hari. Hal ini

berkaitan dengan sifat pementasan wayang yang menitikberatkan tampilan

bayangan pada kelir. Baru pada abad ke-16, pertunjukkan diadakan pula pada

siang hari. Bentuk wayang yang dipertontonkan berbeda. Wayang jenis ini

memiliki bentuk trimarta, berupa boneka kayu, yang disebut golek. Wayang

golek pertama ini dibuat oleh Sunan Kudus dipentaskan dengan cerita Wong

Agung.

Gambar 2.13 Pementasan Wayang Kulit

Sumber : Santosa (2008: 24)

Gambar 2.14 Perlengkapan Wayang Kulit

Sumber : kfk.kompas.com

B. Wayang Wong (wayang orang)

Wayang Wong dalam bahasa Indonesia artinya wayang orang, yaitu

pertunjukan wayang kulit, tetapi dimainkan oleh orang. Wayang wong adalah

bentuk teater tradisional Jawa yang berasal dari Wayang Kulit yang

dipertunjukan dalam bentuk berbeda: dimainkan oleh orang, lengkap dengan

18

menari dan menyanyi, seperti pada umumnya teater tradisional dan tidak

memakai topeng. Pertunjukan wayang orang terdapat di Jawa Tengah dan Jawa

Timur. Sedangkan di Jawa Barat ada juga pertunjukan wayang orang (terutama

di Cirebon) tetapi tidak begitu populer. Pertunjukan Wayang orang biasanya

dilakukan pada malam Jumat Kliwon, malam Sabtu Pon, malam Minggu Legi,

dan malam Sabtu Pahing dan pada malam satu Suro (Juliati 2014: 8). Lahirnya

Wayang Orang, dapat diduga dari keinginan para seniman untuk keperluan

pengembangan wujud bentuk Wayang Kulit yang dapat dimainkan oleh orang.

Wayang yang dipertunjukan dengan orang sebagai wujud dari wayang kulit

-hingga tidak muncul dalang yang memainkan, tetapi dapat dilakukan oleh para

pemainnya sendiri. Sedangkan wujud pergelarannya berbentuk drama, tari dan

musik.

Gambar 2.15 Wayang Wong D.I. Yogyakarta

Sumber: www.ultimoparadiso.com

Gambar 2.16 Wayang Wong D.I. Yogyakarta

Sumber: galeribersama.wordpress.com

19

Gambar 2.17 Denah Pertunjukan Wayang Orang

Sumber: penulis

Wayang orang dapat dikatakan masuk kelompok seni teater tradisional,

karena tokoh-tokoh dalam cerita dimainkan oleh para pelaku (pemain). Sang

Dalang bertindak sebagai pengatur laku dan tidak muncul dalam pertunjukan. Di

Madura, terdapat pertunjukan wayang orang yang agak berbeda, karena masih

menggunakan topeng dan menggunakan dalang seperti pada wayang kulit. Sang

dalang masih terlihat meskipun tidak seperti dalam pertunjukan wayang kulit.

Sang Dalang ditempatkan dibalik layar penyekat dengan diberi lubang untuk

mengikuti gerak pemain di depan layar penyekat. Sang Dalang masih mendalang

dalam pengertian semua ucapan pemain dilakukan oleh Sang Dalang karena para

pemain memakai topeng. Para pemain di sini hanya menggerakgerakan badan

atau tangan untuk mengimbangi ucapan yang dilakukan oleh Sang Dalang. Para

pemain harus pandai menari. Pertunjukan ini di Madura dinamakan topeng

dalang. Semua pemain topeng dalang memakai topeng dan para pemain tidak

mengucapkan dialog. Penempatan alat musik seperti gamelan dan pangrawit

berada di depan panggung dengan level ketinggian lebih rendah dari panggung.

C. Makyong Wayang Wong (wayang orang)

Wayang Makyong merupakan suatu jenis teater tradisional yang bersifat

kerakyatan. Makyong yang paling tua terdapat di pulau Mantang, salah satu

pulau di daerah Riau. Pada mulanya kesenian Makyong berupa tarian joget atau

ronggeng. Dalam perkembangannya kemudian dimainkan dengan cerita-cerita

rakyat, legenda dan juga cerita-cerita kerajaan. Makyong juga digemari oleh

para bangsawan dan sultan-sultan, hingga sering dipentaskan di istana-istana.

Bentuk teater rakyat makyong tak ubahnya sebagai teater rakyat umumnya,

20

dipertunjukkan dengan menggunakan media ungkap tarian, nyanyian, laku, dan

dialog dengan membawa cerita-cerita rakyat yang sangat populer di daerahnya.

Cerita-cerita rakyat tersebut bersumber pada sastra lisan Melayu. Daerah Riau

merupakan sumber dari bahasa Melayu Lama. Ada dugaan bahwa sumber dan

akar Makyong berasal dari daerah Riau, kemudian berkembang dengan baik di

daerah lain. Pementasan makyong selalu diawali dengan bunyi tabuhan yang

dipukul bertalu-talu sebagai tanda bahwa ada pertunjukan makyong dan akan

segera dimulai. Setelah penonton berkumpul, kemudian seorang pawang

(sesepuh dalam kelompok makyong) tampil ke tempat pertunjukan melakukan

persyaratan sebelum pertunjukan dimulai yang dinamakan upacara buang bahasa

atau upacara membuka tanah dan berdoa untuk memohon agar pertunjukan

dapat berjalan lancer .

D. Randai

Randai adalah suatu bentuk teater tradisional yang bersifat kerakyatan yang

terletak di daerah Minangkabau, Sumatera Barat. Sampai saat ini, Randai masih

digemari dan berkembang oleh masyarakat terutama di daerah pedesaan atau di

kampong-kampung. Teater Tradisional di Minangkabau bertolak dari sastra lisan.

Demikian juga Randai bertolak dari sastra lisan yang disebut “kaba” (diartikan

sebagai cerita). Bakaba artinya bercerita. Ada dua unsur pokok yang menjadi

dasar Randai yaitu unsur penceritaan.

Gambar 2.18 Pertunjukan Randai

Sumber: alhamidzpecintatuhan.wordpress.com

Cerita yang isajikan adalah kaba, dan disampaikan lewat gurindam, dendang

dan lagu. Sering diiringi oleh alat musik tradisional Minang, yaitu salung, rebab,

bansi, rebana atau yang lainnya, dan juga lewat dialog. Penempatan alat musik

21

berada di luar panggung atau tempat pertunjukan yang penting ialah pemain

musik dapat melihat langsung pada pemain pertunjukan. Kedua, unsur laku dan

gerak, atau tari, yang dibawakan melalui galombang. Gerak tari yang digunakan

bertolak dari gerak-gerak silat tradisi Minangkabau, dengan berbagai variasinya

dalam kaitannya dengan gaya silat di masing-masing daerah .

Gambar 2.19 Denah Pertunjukan Randai

Sumber: Penulis

E. Mamanda

Gambar 2.20 Pertunjukan Mamanda

Sumber: budaya-indonesia.org

Daerah Kalimantan Selatan memiliki berbagai jenis kesenian antara lain

yang paling populer adalah Mamanda, dimana orang sering menyebutnya

sebagai teater rakyat. Awal mulanya, pada tahun 1897 datang ke Banjarmasin

suatu rombongan Abdoel Moeloek dari Malaka yang lebih dikenal dengan

Komidi Indra Bangsawan. Pengaruh Komidi Bangsawan ini sangat besar

terhadap perkembangan teater tradisional di Kalimantan Selatan. Sebelum

Mamanda lahir, telah ada suatu bentuk teater rakyat yang dinamakan Bada

22

Moeloek, atau dari kata Ba Abdoel Moeloek. Nama teater tersebut berasal dari

judul cerita yaitu Abdoel Moeloek karangan Saleha. Bermula, Mamanda

mempunyai pengiring musik yaitu orkes melayu dengan mendendangkan

lagu-lagu berirama melayu, sekarang beralih dengan iringan musik panting

dengan mendendangkan Lagu Dua Harapan, Lagu Dua Raja, Lagu Tarima Kasih,

Lagu Baladon, Lagu Mambujuk, Lagu Tirik, Lagu Japin, Lagu Gandut , Lagu

Mandung-Mandng, dan Lagu Nasib.

F. Lenong

Menurut Santosa (2008: 29) Lenong merupakan teater rakyat Betawi. Teater

tradisional Lenong antara zaman dulu dengan sekarang ini sudah sangat berbeda

dan jauh berkembang sesuai dengan perkembangan zaman yang ada. Kata

daerah Betawi, dan bukan Jakarta, menunjukan bahwa yang dibicarakan adalah

teater masa lampau. Pada saat itu, di Jakarta, yang masih bernama Betawi (orang

Belanda menyebutnya: Batavia) terdapat empat jenis teater tradisional yang

disebut topeng Betawi, lenong, topeng blantek, dan jipeng atau jinong. Pada

kenyataannya keempat teater rakyat tersebut banyak persamaannya. Perbedaan

umumnya hanya pada cerita yang dihidangkan dan musik pengiringnya. Pada

Lenong, dekor disesuaikan dengan babak cerita yang dimainkan. Pertunjukannya

diawali dengan permainan Gambang Kromong, yang membawakan lagu-lagu

baku sebagai berikut: dimulai dengan tetalu, dimainkan lagu-Iagu berirama Mars

yang berfungsi sebagai alat pemanggil penonton. Kemudian dimainkan acara

Hormat Selamet dengan membawakan lagu Angkat Selamet. Dalam acara ekstra,

lagu yang dibawakan antara lain: Jali-jali, Persi, Stambul, Cente Manis, Seret

Balok, Renggong Manis, dan lainya.

Pertunjukkan Lenong diiringi orkes Gambang Kromong dengan berbagai

alat musik. Alat musik pukulnya Gambang, Kromong (sejenis bonang), gendang,

kempur, kecrek, gong; alat musik geseknya shu kong (sejenis rebab besar) atau

teh yan (rebab kecil); dan alat tiupnya trompet, suling dan akordeon. Lagu-lagu

pengiring pertunjukkan ini terdiri atas lagu cina (misalnya si Patmo, Phobin Cu

Tay) dan lagu Betawi (misalnya Cente Manis, Jali-Jali). Lagu-lagu ini

menggunakan tangga nada pentatonis doremi. Umumnya pertunjukkan Lenong

dimainkan di atas panggung yang disebut pentas tapal kuda. karena pemainnya

masuk ke arena pertunjukan dari sebelah kiri dan keluar arena dari sebelah kanan,

sedang penontonnya melihat hanya dari bagian depan. Masyarakat Betawi sering

23

mementaskan pertunjukan lenong dalam perayaan perkawinan atau khitanan.

Kini pertunjukan ini juga dipentaskan sebagai hiburan di pusat kesenian atau

panggung hiburan lainnya, bahkan di televisi.

Gambar 2.21 Pertunjukan Lenong

Sumber: pakenkbetawi.wordpress.com

Gambar 2.22 Denah Pertunjukan Lenong

Sumber: Penulis

G. Longser

Longser adalah jenis teater tradisional yang bersifat kerakyatan yang

terletak di Jawa Barat, termasuk kelompok etnik Sunda. Ada jenis teater rakyat

lain di daerah etnik Sunda serupa dengan longser, yaitu banjet. Ada lagi di

daerah (terutama, di Banten), yang dinamakan ubrug.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa longser berasal dari kata melong

(melihat) dan seredet (tergugah). Artinya barang siapa melihat (menonton)

pertunjukan, hatinya akan tergugah. Pertunjukan longer sama dengan

pertunjukan kesenian rakyat yang lain, yang bersifat hiburan sederhana, sesuai

dengan sifat kerakyatan, gembira dan jenaka. Sebelum longser lahir, ada

24

beberapa kesenian yang sejenis dengan Longser, yaitu lengger. Ada lagi yang

serupa, dengan penekanan pada tari, disebut ogel atau doger (Santosa, 2008: 30).

Gambar 2.23 Pertunjukan Longser

Sumber: www.disparbud.jabarprov.go.id

Gambar 2.24 Denah Pertunjukan Longser

Sumber: Penulis

H. Ubrug

Ubrug merupakan teater tradisional yang terdapat di daerah Banten. Ubrug

menggunakan bahasa daerah Sunda, campur Jawa dan Melayu, serupa dengan

topeng banjet yang terdapat di daerah Karawang. Ubrug dapat dipentaskan di

mana saja, seperti halnya teater rakyat lainnya. Dipentaskan bukan saja untuk

hiburan, tetapi juga untuk memeriahkan suatu “hajatan”, atau meramaikan suatu

“perayaan”.

Cerita-cerita yang dipentaskan terutama cerita rakyat, sesekali dongeng atau

cerita sejarah. Beberapa cerita yang sering dimainkan ialah Dalem Boncel,

Jejaka Pecak, Si Pitung atau Si Jampang (pahlawan rakyat setempat, seperti juga

di Betawi). Gaya penyajian cerita umumnya dilakukan seperti pada teater rakyat,

25

menggunakan gaya humor (banyolan), dan sangat karikatural sehingga selalu

mencuri perhatian para penonton. (Santosa, 2008: 30)

I. Ketoprak

Menurut Santosa (2008:31), ketoprak merupakan teater rakyat yang paling

populer, terutama di daerah Yogyakarta dan daerah Jawa Tengah. Ketoprak juga

terdapat di Jawa Timur. Pada daerah-daerah tersebut ketoprak merupakan

kesenian rakyat yang menyatu dalam kehidupan mereka dan mengalahkan

kesenian rakyat lainnya seperti srandul dan emprak.

Pada mulanya ketoprak merupakan permainan orang-orang desa yang

sedang menghibur diri dengan menabuh lesung pada waktu bulan purnama, yang

disebut gejogan. Dalam perkembangannya menjadi suatu bentuk teater rakyat

yang lengkap.

Ketoprak teridiri dari Ketoprak Lesung dan Ketoprak Gamelan. Alat musik

yang dipergunakan dalam Ketoprak Lesung terdiri dari lesung, kendang, terbang

dan seruling. Cerita yang dibawakan adalah kisah-kisah rakyat yang berkisar

pada kehidupan di pademangan - pademangan, ketika para demang

membicarakan masalah penanggulangan hama yang sedang melanda desa

mereka atau ceritera-ceritera tentang Pak Tani dan Mbok Tani dalam mengolah

sawah mereka. Oleh karena itu kostum yang dipakaipun seperti keadaan mereka

sehari hari sebagai penduduk pedesaan, ditambah dengan sedikit make up yang

bersifat realis. Untuk mementaskan Ketoprak Lesung dibutuhkan pendukung

sebanyak ± 22 orang, yaitu 15 orang untuk pemain (pria dan wanita) dan 7 orang

sebagai pemusik. Dalam pertunjukan ini tidak dikenal adanya vokalis khusus

atau waranggana. Vokal untuk mengiringi musik dilakukan bersama-sama baik

oleh pemusik maupun pemain. Pertunjukan Ketoprak Lesung ini menggunakan

pentas berupa arena dengan desain lantai yang berbentuk lingkaran. Sampai

sekarang Ketoprak Lesung yang ada masih mempertahankan alat penerangan

berupa obor, tetapi ada juga pertunjukan Ketoprak Lesung yang menggunakan

lampu. Salah satu perbedaan Ketoprak Lesung dengan Ketoprak Gamelan adalah

adanya unsur tari. Pada waktu masuk atau keluar panggung atau kegiatan lain

pemain Ketoprak Lesung melakukannya dengan tarian yang bersifat

improvisasi.

Ketoprak Gamelan, Meskipun merupakan perkembangan lebih lanjut

Ketoprak Lesung akan tetapi fungsi pertunjukan Ketoprak Gamelan ini tidak

26

berubah, yaitu sebagai hiburan bagi masyarakat, yang kadang-kadang

menyelipkan penerangan penerangan dari pemerintah kepada mereka. Hanya

saja ceritera yang dimainkan dalam Ketoprak Gamelan ini lebih banyak diambil

dari ceritera babad tentang kerajaan-kerajaan yang pernah ada, terutama di Jawa.

Untuk mementaskan Ketoprak diperlukan pendukung sebanyak kurang lebih 34

orang pemain, penabuh gamelan, waranggana, dan dalang. Lama pertunjukan

untuk setiap pementasan mencapai 7 sampai 8 jam, dan bisa dilakukan baik

siang maupun malam hari. Dalam pertunjukan Ketoprak ini para aktor biasanya

berpedoman pada naskah singkat yang dibuat oleh dalang. Naskah ini hanya

memuat pedoman tentang adegan apa saja yang harus ditampilkan dari inti dan

ceritera yang dipentaskan. Dialog, blocking dan lainya permainan di panggung

sepenuhnya dilakukan oleh pemain secara improvisasi. Ketoprak ini

menggunakan alat musik yang berupa gamelan Jawa lengkap pelog dan slendro,

atau slendro saja.

Gambar 2.25 Pertunjukan Ketoprak Lesung

Sumber: www.bang-bro.blogspot.com

Gambar 2.26 Pertunjukan Ketoprak Gamelan

Sumber: www.bang-bro.blogspot.com

27

Para pemain Ketoprak memakai kostum dan make up yang bersifat realis

sesuai dengan peran dan waktu ketika mereka tampil. Tempat pertunjukan

berupa pentas berbentuk panggung dengan dekorasi (latar belakang) yang

bersifat realis (sesuai dengan lokasi kejadian, misalnya di hutan, di kraton dan

lainya). Demikian juga dialog yang diucapkan para pemainnya. Ketoprak

Gamelan dapat dikatakan sebagai drama tradisional yang biasanya mengambil

ceritera tentang kerajaan-kerajaan tempo dulu. Sebelum permainan utama

ketoprak di mulai, biasanya disuguhkan terlebih dahulu pertunjukan extra berupa

tari-tarian yang tidak ada hubungannya dengan ceritera yang akan dimainkan.

Gambar 2.27 Denah Pertunjukan Ketoprak Gamelan

Sumber: Penulis

J. Ludruk

Ludruk merupakan teater berasal dari Jawa Timur, daerah Jombang. Bahasa

yang digunakan adalah bahasa Jawa dengan dialek Jawa Timuran. Dalam

perkembangannya ludruk menyebar ke daerah-daerah barat Jawa Timur seperti

karesidenan Madiun, Kediri, dan sampai ke Jawa Tengah. Ciri-ciri bahasa dialek

Jawa Timuran tetap terbawa meskipun semakin ke barat makin luntur menjadi

bahasa Jawa setempat. Ludruk merupakan salah satu jenis kesenian yang berupa

drama tradisional diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang digelarkan di

sebuah panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari,

yang diselingi dengan lawakan dan diiringi dengan gamelan sebagai musik (Juni,

2014: 3). Lebih lengkapnya, peralatan musik daerah yang digunakan, ialah

kendang, cimplung, jidor dan gambang. Penambahan jumlah alat musik yang

digunakan tergantung pada kemampuan grup yang memainkan ludruk tersebut.

28

Lagu-lagu (gending) yang digunakan, yaitu Parianyar, Beskalan, Kaloagan,

Jula-juli, Samirah, Junian.

Pemain ludruk semuanya adalah pria. Untuk peran wanitapun dimainkan

oleh pria. Hal ini merupakan ciri khusus ludruk. Padahal sebenarnya hampir

seluruh teater rakyat di berbagai tempat, pemainnya selalu pria (randai,

dulmuluk, mamanda, ketoprak), karena pada zaman itu wanita tidak

diperkenankan muncul di depan umum. (Santosa, 2008: 32)

Gambar 2.28 Pertunjukan Ludruk

Sumber: www.bang-bro.blogspot.com

Gambar 2.29 Denah Pertunjukan Ludruk

Sumber: Penulis

K. Gambuh

Gambuh merupakan teater tradisional yang paling tua di Bali dan

diperkirakan berasal dari abad ke-16. Bahasa yang dipergunakan adalah bahasa

Bali kuno dan sangat sukar dipahami oleh orang Bali sekarang. Tarian yang

29

sangat sulit karena merupakan tarian klasik yang bermutu tinggi. Oleh karena itu

tidaklah mengherankan kalau gambuh merupakan sumber dari tari-tarian Bali

yang ada. Sejarah gambuh telah dikenal sejak abad ke-14 di Zaman Majapahit

dan kemudian masuk ke Bali pada akhir Zaman Majapahit. Di Bali, gambuh

dipelihara di istana raja-raja.

Gambar 2.30 Pertunjukan Gambuh

Sumber: www.dansfestival.com

Gambar 2.31 Denah Pertunjukan Gambuh

Sumber: Penulis

Kebanyakan lakon yang dimainkan gambuh mengambil dari struktur cerita

Panji yang diadopsi ke dalam budaya Bali. Cerita-cerita yang dimainkan di

antaranya adalah Damarwulan, Ronggolawe, dan Tantri. Peran-peran utama

menggunakan dialog berbahasa Kawi, sedangkan para punakawan berbahasa

Bali. Sering pula para punakawan menerjemahkan bahasa Kawi ke dalam bahasa

Bali biasa. Suling dalam gambuh yang suaranya sangat rendah, dimainkan

dengan teknik pengaturan nafas yang sangat sukar, mendapat tempat yang

30

khusus dalam gamelan yang mengiringi gambuh. Gamelan dalam pertunjukan

Gambuh sering disebut gamelan “pegambuhan”. Gambuh mengandung

kesamaan dengan “opera” pada teater Barat karena unsur musik dan menyanyi

mendominasi pertunjukan. Oleh karena itu para penari harus dapat menyanyi.

Pusat kendali gamelan dilakukan oleh juru tandak, yang duduk di tengah

gamelan dan berfungsi sebagai penghubung antara penari dan musik. Selain dua

atau empat suling, melodi pegambuhan dimainkan dengan rebab bersama

seruling. Peran yang paling penting dalam gamelan adalah pemain kendang

lanang atau disebut juga kendang pemimpin. Dia memberi aba-aba pada penari

dan penabuh. (Santosa, 2008: 32)

L. Arja

Gambar 2.32 Pertunjukan Arja

Sumber: www.balinesedance.org

Arja adalah jenis teater tradisional yang terdapat di Bali. Seperti bentuk

teater tradisi Bali lainnya, Arja merupakan bentuk teater yang penekanannya

pada tari dan nyanyi. Semacam gending yang terdapat di daerah Jawa Barat

(Sunda), dengan porsi yang lebih banyak diberikan pada bentuk nyanyian

(tembang). Arja bersumber dari gambuh yang disederhanakan unsur-unsur

tarinya, karena penekanannya terdapat pada tembangnya. Tembang (nyanyian)

yang digunakan memakai bahasa Jawa Tengahan dan bahasa Bali halus.

(Santosa, 2008: 33)

Setelah diuraikan beberapa perwakilan dari seni pertunjukan tradisional

Indonesia, ternyata masih banyak jenis seni pertunjukan tradisional di Indonesia

dimana merupakan asset yang luar biasa untuk diberdayakan menjadi daya tarik

para wisatawan. Bila dilihat secara kuantitas, seni pertunjukan Indonesia sangat

31

banyak jumlahnya, sebab dalam laporan penelitian tentang seni pertunjukan di

Asia Tenggara, 75% berada di Indonesia, sedangkan 25% ada di Negara-negara

Asia Tenggara yang lain, seperti Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam,

Myanmar, Thailand, Laos, dan Vietnam”. (Sutiyoso, 2010: 244). Dan dari

penejalasan mengenai sejarah seni pertunjukan di Indonesia, pementasan seni

pertunjukan tradisional memiliki pengembangan terhadap penampilan

pertunjukannya, di sesuaikan dengan perkembangan zaman seperti penggunaan

tempat dan bahan properti untuk latar panggung. Dialog menggunkan bahasa

yang lebih umum agar dapat dimengerti oleh masyarakat luas.

Gambar 2.33 Denah Pertunjukan Arja

Sumber : Penulis

2.1.4 Fungsi dan Tujuan

Selain dari fungsi dan keterkaitannya dengan aspek sosial budaya, teater

dapat dipahami sebagai tempat yang digunakan sebagai panggung untuk

mementaskan pertunjukan.

A. Teater Sebagai Rumah

Andrew Robert Filmer (2006) dalam thesisnya mengenai Opera House,

mengungkapkan bahwa tempat-tempat pertunjukan sudah menjadi tempat yang

umum bagi banyak peradaban. Di mana pun suatu perkumpulan masyarakat

telah mengembangkan teater sebagai cara mengekspresikan diri, mereka juga

akan membangun tempat sebagai rumah untuk kegiatan itu, atau paling tidak

mereka mengadaptasi dari ruang alami untuk tujuan tersebut. Teater dalam

istilah sehari-hari seperti 'rumah' mengindikasikan dengan kuat dasar dari fungsi

gedung teater, yaitu hanya sebagai bangunan atau sebatas ruangan. Pada

perumpamaan ini, Filmer ingin menekankan fungsi dari teater; teater berfungsi

32

sebagai wadah abadi untuk kegiatan teater. Di dalamnya terdapat pemahaman

yang lebih dalam mengenai koneksi penting antara tempat dan pertunjukannya,

dibandingkan dengan pemahaman semiotik tentang bangunan teater sebagai

bingkai saja.

B. Teater Sebagai Pemeragaan Tindakan Manusia

Thomas S. Hischak, dalam bukunya Theatre as Human Action: An

Introduction to Theatre Arts, menyatakan teater sebagai reka ulang tindakan

manusia karena pemeragaan memang tidak terjadi untuk pertama kalinya. Aktor

telah berlatih untuk menjadi karakter lain sesuai dengan situasi. Penonton

mengetahui dan mengerti hal ini. Teater adalah gerakan karena sesuatu memang

harus terjadi dalam kurun waktu tertentu. Teater memerlukan tindakan manusia

walaupun hanya sebatas percakapan antara dua karakter ataupun lagu dan

tari-tarian yang bersemangat.

Dalam penjelasan lebih lanjut, Hischak menjelaskan bahwa teater

terdapat faktor-faktor yang lebih banyak dibandingkan dengan penampilan seni

lainnya. Empat elemen dasar yang harus ada dalam suatu teater yang sedang

berlangsung ialah actor, naskah, penonton, dan tempat.

Sementara mungkin melakukan suatu pertunjukan tanpa kostum maupun

pemandangan, satu hal yang pasti ialah memiliki tempat untuk melangsungkan

pertunjukan. Sekarang ini terdapat berbagai macam area pertunjukan dimana

mengambil contoh dari model dan teori-teori sebelumnya. Sebagaimana tempat

pertunjukan seni berkembang dan berubah dari waktu ke waktu, aspek baru

seperti aspek produksi mulai berperan dan tergabung dengan teater. Seperti

contoh, ketika suatu pertunjukan berpindah dari lokasi outdoor menjadi indoor,

permainan pencahayaan menjadi suatu hal yang dibutuhkan. Arsitektur Teater

menunjukan pergerakan sejarah teater itu sendiri seperti halnya aktor dan para

pemain yang telah berkembang sesuai dengan pergerakan zaman.

2.1.5 Klasifikasi Jenis Kegiatan Seni Pertunjukan

A. Secara Universal

Ada berbagai macam tipe kegiatan pertunjukan yang diproduksi untuk

ditampilkan di teater atau gedung pertunjukan. Beragam jenis kegiatan tersebut

harus ditempatkan dalam ruang yang sama dengan mempertimbangkan

fleksibilitas ukuran ruang. Ham (1987: 13) dalam bukunya menjelaskan kegiatan

tersebut adalah:

33

1) Drama

Jumlah pemain dalam pementasan drama adalah 2 sampai 20 orang, namun

biasanya lebih dari 12 orang pemain.

Gambar 2.34 Cats karya Andrew Lloyd Webber,Broadway (2012)

Sumber : www.chicagotheaterbeat.com

2) Drama (ukuran besar)

Beberapa pementasan drama, seperti drama karya Shakespeare, memiliki

banyak pemain dengan berbagai figuran.

3) Grand opera, full-scale ballet, musicals, pantomim

Pertunjukan ini melibatkan penyanyi, penari, dan paduan suara. Gaya

pementasan dan dekorasi biasanya spektakuler dan secara general menggunakan

panggung proscenium.

Gambar 2.35 The Nutcracker karya Willam Christensen, Ballet West (2012)

Sumber: online.wsj.com

4) Chamber opera, chamber ballet, music hall and variety, cabaret, plays

with music

Para pemainnya tidak sebanyak pementasan drama, namun harus dibuat

pengaturan letak yang tepat untuk para musisi.

34

Gambar 2.36 Ophelia's Gaze karya Steve Everett (2012)

Sumber: http://vimeo.com/2643909

5) Concerts

Simfoni orkestra rata-rata menampilkan 90 orang pemain, bahkan bisa lebih

dari 120 orang. Pada konser jazz, pop , dan musik tradisional biasanya

menampilkan jumlah pemain sekitar 10 hingga 12 orang, tetapi jika adakalanya

bisa mencapai 50 orang. Recital adalah pertunjukan musik dengan skala terkecil,

yakni menampilkan seorang penyanyi solo dan seorang instrumentalist yang

disertai pengiring. Konser paduan suara membutuhkan ruang untuk 200 hingga

400 penyanyi atau bahkan lebih jika pada acara tertentu dengan tambahan

orkestra.

Gambar 2.37 Susunan Duduk Pemain Orchestra

Sumber: www.basilicata.travel

6) Film

Sebuah gedung pertunjukan pada awal perencanaannya didesain untuk

bioskop (cinema) memang tidak cocok dan tidak diperkenankan untuk

pertunjukan secara langsung, namun film bisa dipertunjukan dengan sangat baik

pada gedung yang memiliki fungsi utama sebagai gedung untuk pertunjukan

langsung.

35

B. Secara Khusus

Pertunjukan seni dan budaya merupakan cerminan dari kebudayaan suatu

bangsa. Indonesia memiliki beragam budaya yang kaya dan patut dibanggakan

oleh warga negaranya. Merupakan Negara kepulauan yang memiliki 34 provinsi,

350 etnis suku dengan 483 bahasa dan budaya. Tidak heran jika Indonesia harta

yang berharga di bidang seni dan budaya. Meskipun berbeda latar belakang

budaya, masyarakat Indonesia tetap merasa sebagai satu bangsa.

Gambar 2.38 Wayang Orang Bharata

Sumber : wisatajuwa.wordpress.com

Gambar 2.39 Tari Kontemporer

Sumber : http://tari.isi-dps.ac.id/about

Santosa (2008) mengatakan, unsur-unsur teater tradisional banyak digunakan

untuk mendukung upacara ritual. Teater tradisional merupakan bagian dari suatu

upacara keagamaan ataupun upacara adat-istiadat dalam tata cara kehidupan

masyarakat kita. Pada waktu itu, yang disebut “teater”, sebenarnya hanyalah

merupakan unsur-unsur teater, dan belum merupakan suatu bentuk kesatuan

teater yang utuh. Setelah melepaskan diri dari kaitan upacara, unsur-unsur teater

36

tersebut membentuk suatu seni pertunjukan yang lahir dari spontanitas rakyat

dalam masyarakat lingkungannya. Proses terciptanya teater tradisional di

Indonesia sangat bervariasi dari satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini

disebabkan oleh unsur-unsur pembentuk teater tradisional itu berbeda-beda,

tergantung kondisi dan sikap budaya masyarakat, sumber dan tata-cara di mana

teater tradisional lahir.

Kesenian-kesenian adat ini terus berkembang hingga saat ini. Sehingga

tercipta suatu periode dimana teater tradisional mengalami suatu perubahan

karena pengaruh budaya lain yang disebut teater transisi. Kelompok teater yang

masih tergolong kelompok teater tradisional dengan memasukkan unsur-unsur

teknik teater Barat, dinamakan teater bangsawan. Pada periode transisi inilah

teater tradisional berkenalan dengan teater non-tradisi. Selain pengaruh dari

teater bangsawan, teater tradisional berkenalan juga dengan teater Barat yang

dipentaskan oleh orang-orang Belanda di Indonesia sekitar tahun 1805 yang

kemudian berkembang hingga di Betawi (Batavia) dan mengawali berdirinya

gedung Schouwburg pada tahun 1821 (Sekarang Gedung Kesenian Jakarta).

2.1.6 Klasifikasi Jenis Aktifitas Dalam Seni Pertunjukan

Pada pembahasan ini, menjabarkan aktivitas-aktivitas yang terjadi atau yang

dilakukan di dalam area gedung pertunjukan menyangkut dengan teater.

A. Pemain

1) Persiapan pertunjukan

Sebelum pertunjukan dipentaskan, para pemain mempersiapkan diri terlebih

dahulu. Aktivitas yang dilakukan seperti latihan, mengingat kembali penentuan

blocking, pemanasan, tata rias, dan menggunakan kostum. Gladiresik umumnya

dilakukan di panggung tempat pementasan atau bisa dilakukan di tempat lain

yang luasannya tidak jauh berbeda dengan panggung pertunjukan.

2) Pentas pertunjukan

Saat pertunjukan sedang berlangsung, aktivitas yang dilakukan selain

pementasan pertunjukan ialah pergantian pemain sesuai dengan bagiannya. Para

pemain yang sedang tidak tampil menunggu di belakang panggung yang sering

disebut dengan backstage atau di area samping panggung. Kejelasan

penyampaian pesan dari suatu pertunjukan ditentukan oleh keahlian dan

komunikasi masing-masing pemain, penari, penyanyi, dan lakon dalam

menyampaikan pertunjukan tersebut. Namun faktor eksternal juga turut

37

mempengaruhi kejelasan dalam penyampaian pesan seperti sound system,

pencahayaan, jarak penonton dengan panggung, dan akustik ruang. Desain

interior gedung pertunjukan juga turut membantu untuk memperkuat ambience.

B. Tim produksi (Crew)

Crew pertunjukan terdiri dari sutradara, penulis naskah, tim properti, tim

tata busana dan tata rias, management, tim lighting, tim sound system, dan

semua orang dari pihak internal teater yang ikut serta di dalam produksi sebuah

pementasan.

1) Persiapan pertunjukan

Persiapan pertunjukan meliputi pengecekan dan percobaan lighting dan

sound system, pengetesan fasilitas panggung seperti pengecekan panggung

hidrolik. Tim produksi mengutamakan pemasangan properti untuk setting

panggung. Semua dilakukan untuk memastikan kelancaran saat pementasan

sehingga menghasilkan pertunjukan yang optimal.

2) Penanganan properti

Properti yang dipakai dalam pementasan umumnya dikerjakan di tempat

lain (workshop) kemudian dibawa ke area gedung dan dipasang untuk

pertunjukan. Setelah pertunjukan, properti di bongkar kembali.

C. Penonton

1) Duduk

Seni pertunjukan biasanya berdurasi sekitar 2 hingga 3 jam. Lamanya durasi

pertunjukan membutuhkan area duduk dan sirkulasi yang memadai dimana

penonton merasa nyaman namun didesain agar penonton tidak tertidur. Jarak

antar tempat duduk yang memiliki sirkulasi cukup lebar memang membuat

penonton lebih nyaman dibandingkan jarak yang sempit, namum berdampak

pada penurunan nilai ekonomis dengan dikaitkan dengan jumlah kapasitas

tempat duduk keseluruhan ruangan. Jarak kursi yang terlalu dekat juga dapat

merusak suasana dan konsentrasi penonton untuk merasakan pengalaman

teatrikal.

2) Melihat

Menurut Appleton dalam bukunya Building for the Performing Arts(2nd

Ed.),

Ada keterbatasan visual yang menentukan maksimum jarak dari area panggung

yang mana jika jarak maksimun tersebut dilampaui maka penonton tidak bisa

mengapresiasi pertunjukan seni dengan seharusnya dan untuk para pemain agar

38

bisa menghibur penonton. Jarak dari panggung ke kursi terjauh bervariasi

tergantung jenis pertunjukan dan skalanya. Untuk melihat ekspresi wajah

khususnya drama, jarak maksimum dari panggung ke kursi penonton baris

paling belakang tidak boleh melebihi 20 m. Sedangkan untuk pertunjukan opera

atau konser, di mana mimik wajah tidak terlalu diperhatikan, batas maksimum

penglihatan kurang lebih 30 meter dari panggung.

Christina E. Mediastika dalam bukunya yang berjudul Akustika Bangunan

menjelaskan bahwa kemampuan mata manusia untuk melihat dengan jelas dan

nyaman tanpa perlu memalingkan muka berada pada sudut 20° ke arah kiri dan

20° ke arah kanan atau total 40°. Oleh karena itu idealnya dibuat panggung

yang lebarnya tidak melebihi lebar bagian depan lantai penonton. Selanjutnya,

posisi penonton untuk melihat dengan jelas dan nyaman ke arah panggung

adalah sekitar 100° ke kiri dan 100° ke kanan dari ujung depan kiri-kanan

panggung. Penonton yang berada pada sudut lebih besar dari 100° akan

mendapatkan sudut pandang yang kurang nyaman ke arah panggung.

Menurut Ham dalam bukunya Theatre Planning ABTT, kenyamanan

penonton dalam meilhat pertunjukan bukan hanya ditentukan oleh jarak yang

ideal namun postur saat duduk masing-masing individu juga mempengaruhi

kenyamanan saat menyaksikan pertunjukan. Kunci dimensi pada perhitungan

jarak pandang bergantung pada ketinggian mata seseorang pada posisi duduk

dari atas lantai dan ketinggian ujung atas kepala dari mata. Dengan kata lain,

apabila seseorang anak-anak duduk di belakang orang dewasa bertubuh tinggi

besar, ia pasti tidak akan bisa melihat pertunjukan karena terhalang orang

dewasa tersebut, dan kasus-kasus seperti ini tidak bisa diselesaikan secara

matematis.

3) Mendengarkan

Sebuah ruang teater yang baik harus memiliki akustik yang baik, sehingga

dialog dalam pertunjukan dapat diikuti dengan baik oleh penonton. Dengan

demikian, penonton lebih memahami keindahan dari pertunjukan teater dan

akirnya semakin menyukai teater tradisional (Sidharta, 2014: 50).

Menurut Legoh berdasarkan materi akustik untuk pascasarjana Universitas

Indonesia (2014), aktivitas mendengarkan yang dilakukan oleh penonton sangat

berkaitan erat dengan akustik ruang dalam area penonton. Karakteristik akustik

bergantung pada perilaku pantulan suara dan periode dengung suara.

39

Gelombang bunyi bersifat spherical, gelombangnya seperti gelombang air yang

makin melemah kalau jauh dari sumbernya (untuk di tempat terbuka). Periode

dengung harus pendek bila ruangan digunakan untuk acara seperti puisi,

sehingga penonton dapat mendengar suara dengan jernih; harus lebih panjang

untuk pertunjukan musik; dan harus lebih panjang lagi untuk nyanyian paduan

suara. Terdapat dua hal yang mempengaruhi periode dengung suara, yaitu

jumlah suara yang diserap dan dipantulkan oleh permukaan ruang auditorium

dan volume auditorium dan panggung. Apabila semakin banyak orang dalam

ruang maka suara pemain akan lebih sulit terdengar dan sebaliknya jika

penonton sedikit maka suara pemain akan terdengar lebih jelas dan keras. Hal

ini disebabkan tubuh manusia memiliki kemampuan menyerap gelombang

suara, semakin banyak penonton maka suara akn semakin banyak diserap dan

lebih sedikit dipantulkan.

4) Menunggu pertunjukan

Sebelum pertunjukan dimulai, terdapat kebiasaan di Indonesia memiliki

tanda-tanda baik berupa bunyi gong yang menandakan penonton boleh masuk

ke ruang pertunjukan. Penonton dianjurkan untuk datang selambatnya 30 menit

sebelum pertunjukan dimulai. Saat mengunggu diperbolehkan masuk ke dalam

gedung pertunjukan di area tunngu, para penonton bisa duduk bercengkrama,

makan dan minum, melihat galeri atau pertunjukan kecil di area-area lain di

dalam gedung, dan berbelanja.

D. Pengelola

1) Mengatur program dan pertunjukan

Mengatur dan mengurus program dan pementasan dan mengelola

pertunjukan, mengatur tata suara, tata cahaya, dan tata akustik.

2) Menjalankan pemasaran

Kegiatan pemberitahuan kepada pihak-pihak lain berupa promosi kepada

khalayak umum (hubungan masyarakat).

3) Menjalankan administrasi

Mengurus seluruh data-data administrasi yang diperlukan untuk melakukan

suatu pementasan dan keperluan pengelola.

4) Mengelola sarana dan prasarana

Melakukan perawatan gedung dan menyediakan peralatan yang mendukung

fasilitas gedung.

40

2.1.7 Klasifikasi Fasilitas

Secara garis besar fasilitas yang terdapat di dalam sebuah gedung

pertunjukan dapat dibedakan menjadi:

A. Fasilitas Utama

1) Ruang Panggung

Panggung adalah ruang yang menjadi orientasi utama dalam sebuah ruang

pertunjukan. Panggung diperuntukan bagi penampil untuk mengekspresikan

materi yang disajikan. Bentuk dan dimensi panggung sangat bermacam-macam.

Santosa (2008: 387) mengklasifikasi panggung menurut bentuk dan tingkat

komunikasinya dengan penonton, dibedakan menjadi 3 jenis:

a) Panggung Arena

Panggung arena merupakan panggung yang penontonnya duduk

mengelilingi panggung. Penonton sangat dekat sekali dengan pemain sehingga

komunikasi antara pemain dengan penonton dapat terjalin dengan sangat baik.

Agar semua pemain dapat terlihat dari setiap sisi maka penggunaan set dekor

berupa bangunan tertutup vertikal tidak diperbolehkan karena dapat

menghalangi pandangan penonton. Penata panggung dituntut kreativitasnya

untuk mewujudkan set dekor. Segala perabot yang digunakan dalam panggung

arena harus benar-benar dipertimbangkan dan dicermati secara hati-hati baik

bentuk, ukuran, dan penempatannya. Semua ditata agar enak dipandang dari

berbagai sisi.

Inti dari pangung arena adalah mendekatkan penonton dengan pemain.

Kedekatan jarak ini membawa konsekuensi artistik tersendiri baik bagi pemain

dan (terutama) tata panggung. Karena jaraknya yang dekat, detil perabot yang

diletakkan di atas panggung harus benar-benar sempurna sebab jika tidak maka

cacat sedikit saja akan nampak. Misalnya, di atas panggung diletakkan kursi dan

meja berukir.. Hal ini mempengaruhi nilai artistik pementasan. Lepas dari

kesulitan yang dihadapi, panggung arena sering menjadi pilihan utama bagi

teater tradisional. Kedekatan jarak antara pemain dan penonton dimanfaatkan

untuk melakukan komunikasi langsung di tengah-tengah pementasan yang

menjadi ciri khas teater tersebut. Aspek kedekatan inilah yang dieksplorasi untuk

menimbulkan daya tarik penonton. Kemungkinan berkomunikasi secara

langsung atau bahkan bermain di tengah-tengah penonton ini menjadi tantangan

kreatif bagi teater modern.

41

Gambar 2.40 Panggung Arena

Sumber : Santosa (2008: 388)

Gambar 2.41 Jenis-Jenis Panggung Arena

Sumber : Santosa (2008: 389)

Gambar 2.42 Arena Stage at the Mead Center for American Theater

Sumber : archrecord.construction.com

Banyak usaha yang dilakukan untuk mendekatkan pertunjukan dengan

penonton, salah satunya adalah penggunaan panggung arena. Beberapa

pengembangan desain dari teater arena melingkar dilakukan sehingga bentuk

teater arena menjadi bermacam-macam. Masing-masing bentuk memiliki

42

keunikannya tersendiri tetapi semuanya memiliki tujuan yang sama yaitu

mendekatkan pemain dengan penonton.

b) Panggung Proscenium

Panggung proscenium dapat disebut sebagai panggung bingkai karena

penonton menyaksikan aksi aktor dalam lakon melalui sebuah bingkai atau

lengkung proscenium (proscenium arch). Bingkai yang dipasangi layar atau

gorden inilah yang memisahkan wilayah pemain dengan penonton yang

menyaksikan pertunjukan dari satu arah. Kelebihan dari pemisahan ini adalah

ketika melakukan pergantian tata panggung dapat dilakukan tanpa

sepengetahuan penonton.

Gambar 2.43 Panggung Proscenium

Sumber : drama-music.wikispaces.com

Gambar 2.44 Muriel Kauffman Theatre

Sumber : www.kauffmancenter.org

Jarak yang sengaja diciptakan untuk memisahkan pemain dan penonton ini

dapat digunakan untuk menyajikan cerita seperti apa adanya. Aktor dapat

bermain dengan leluasa seolah-olah tidak ada penonton yang hadir melihatnya.

Pemisahan ini dapat membantu efek artistik yang dinginkan terutama dalam

gaya realisme yang menghendaki lakon seolah-olah benar-benar terjadi dalam

kehidupan nyata.

43

c) Panggung Thrust

Masyarakat Panggung thrust seperti panggung proscenium tetapi dua per

tiga bagian depannya menjorok ke arah penonton. Pada bagian depan yang

menjorok ini penonton dapat duduk di sisi kanan dan kiri panggung. Panggung

thrust nampak seperti gabungan antara panggung arena dan proscenium. Untuk

penataan panggung, bagian depan diperlakukan seolah panggung

Arena sehingga tidak ada bangunan tertutup vertikal yang dipasang.

Sedangkan panggung belakang diperlakukan seolah panggung proscenium yang

dapat menampilan kedalaman objek atau pemandangan secara perspektif.

Panggung thrust telah digunakan sejak Abad Pertengahan (Medieval) dalam

bentuk panggung berjalan (wagon stage) pada suatu karnaval. Bentuk ini

kemudian diadopsi oleh sutradara teater modern yang menghendaki lakon

ditampilkan melalui akting para pemain secara lebih artifisial (dibuat-buat agar

lebih menarik) kepada penonton. Bagian panggung yang dekat dengan penonton

memungkinkan gaya acting teater presentasional yang mempersembahkan

permainan kepada penonton secara langsung, sementara bagian belakang atau

panggung atas dapat digunakan untuk penataan panggung yang memberikan

gambaran lokasi kejadian.

Gambar 2.45 Catwalk oleh Spectrum Production

Sumber : www.spectrumproductions.co.uk

Berikut adalah pengelompokan jenis panggung berdasarkan tingkat

pengepungan panggung oleh penonton (Ham, 1987:17).

a) 360° encirclement

Tempat pementasan dikelilingi penonton dari segala sisi. Bentuk ini juga

44

disebut sebagai center stage, island stage, arena, atau theatre-in-the-round.

Gambar 2.46 360º Encirclement Stage

Sumber : Ham (1987:17)

b) Transverse stage

Panggung ini berbentuk melintang dan jarang sekali ditemukan.

Gambar 2.47 Transverse Stage

Sumber : Ham (1987:18)

c) 210° -220° encirclement

Yunani kuno dan Helenistik banyak menggunakan panggung ini. Jalur

masuk ke dalam area pentas dapat dibuat berupa dinding vertikal pada bagian

yang terbuka, tetapi area pentas utama berada pada fokus dari semua tempat

duduk. Hal terpenting dari teater Yunani asli adalah lokasinya yang di ruang

terbuka.

Gambar 2.48 210º-220º Encirclement Stage

Sumber : Ham (1987:19)

45

d) 180° encirclement

Teater Romawi memiliki bentuk seperti ini dan teater pertama masa

Renaissance memiliki pola seperti ini. Penekanan fokus pertunjukan telah

berpindah ke arah dinding belakang yang sekarang telah menjadi batas area

pentas. Versi terbaru dari bentuk ini biasa disebut thrust stage, peninsular atau

three-sided stage. Thrust stage sekarang ini memiliki berbagai tingkat

kelengkungan dan sedikit yang mirip dengan teater kuno.

Gambar 2.49 180º Encirclement Stage

Sumber : Ham (1987:20)

e) 90° encirclement

Bentuknya yang seperti “kipas” lingkaran lebih mengarahkan penonton

untuk melihat latar pertunjukan. Bentuk panggung seperti ini memiliki banyak

variasi yang mungkin digunakan, dengan luasan latar yang lebih besar

dibandingkan dengan thrust stage. Namun tetap memiliki jarak pandang yang

terbatas. Teknik pertunjukan tidak jauh berbeda dengan pertunjukan yang

mengunakan panggung proscenium.

Gambar 2.50 90º Encirclement Stage

Sumber : Ham (1987:20)

f) Zero encirclement

Biasa disebut sebagai End Stage. Sebuah panggung terbuka yang area

46

pentasnya menjadi satu dengan area penonton. Adanya batas pandangan bukan

karena adanya latar, namun memang dikarenakan keterbatasan fisik bangunan.

Kondisi ini disebabkan oleh pembatasan struktur yang ada secara sengaja. Pada

dasarnya berbentuk proscenium namun tanpa lengkungan proscenium dan tanpa

area persiapan.

Gambar 2.51 Zero Encirclement Stage

Sumber : Ham (1987:21)

g) Space stage

Space stage merupakan panggung yang mengelilingi penonton dari semua

sisinya, disebut juga sebagai wrapped-around stage atau calliper stage.

Gambar 2.52 Space Stage

Sumber : Ham (1987:21)

Area pertunjukan tidak terlalu luas dan batas panggung tidak terlalu jelas

terbagi namun menyatu dengan auditorium. Latar tidak bisa diletakan pas di

belakang dinding proscenium, karena bisa menghalangi safety curtain dan house

curtain. Garis di mana properti latar tidak boleh diletakan disebut setting line

dan umumnya berjarak 1 meter di belakang proscenium. Bagian dari panggung

antara setting line hingga ujung panggung disebut forestage. Apabila panggung

dimajukan lagi ke arah penonton maka bagian itu disebut apron stage, dan dapat

berfungsi sebagai panggung terbuka dengan memberikan efek pemain berada di

level yang sama dengan penonton.

47

Gambar 2.53 Space Stage

Sumber : Ham (1987:24)

2) Ruang Penonton atau Auditorium

Ham (1987:11) mengungkapkan dalam bukunya, bahwa karakteristik

pertama yang terlintas bila membahas ruang penonton adalah kapasitas kursi,

khususnya dikaitkan dengan nilai ekonomi dari gedung pertunjukan.

Kecil kurang dari 500 kursi

Sedang 500-900 kursi

Besar 900-1500 kursi

Sangat Besar lebih dari 1500 kursi

Penjelasan lebih lanjut, jika secara murni hanya mementingkan nilai

ekonomi yang tinggi maka kapasitas kursi maksimum ialah yang diutamakan.

Namun perlu disadari bahwa tujuan orang untuk datang ialah untuk menikmati

pertunjukan jika hubungan anatara penonton dengan panggung tidak terjalin

baik maka penonton pun tidak lagi merasa nyaman dan terhibur sehingga tidak

lagi menonton pertunjukan. Kapasitas yang ditentukan harus berasal dari

pertimbangan batas visual dan akustik ruang sesuai dengan jenis pertunjukan

dan hubungan interaksi panggung antara pemain dan penonton.

Kapasitas kursi bukanlah satu-satunya penentu dari ukuran sebuah gedung

pertunjukan. Ukuran panggung, fasilitas produksi yang mendukung pertunjukan,

dan skala pertunjukan juga sangat banyak berpengaruh. Cole dalam bukunya

Theatres and Auditoriums. mengatakan susunan kursi berbentuk kipas menjadi

solusi terbaik sebagai jumlah kursi yang lebih banyak dengan pandangan ke

panggung yang lebih terpusat dan relatif lebih sedikit kekurangannya

dibandingkan dengan susunan kursi horizontal. Pusat dari kelengkungan

48

auditorium terdapat pada garis tengah, dengan jarak sebesar antara batas

proscenium dengan dinding paling belakang auditorium, yang terletak di

belakang proscenium ke arah panggung.

Gambar 2.54 Titik Pusat Derajat Kelengkungan Tempat Duduk

Sumber : Cole (1949:33)

B. Fasilitas Pendukung

1) Ruang Persiapan Pementasan

a) Ruang Ganti (Dressing room)

Ham dalam bukunya Theatre Planning ABTT (1987) menjelaskan bahwa

letak ruang ganti harus langsung berhubungan dengan jalur masuk ke panggung

dan posisi terbaiknya berada pada level yang sama dengan panggung, atau tidak

boleh lebih dari 2 pijakan di atas atau di bawah panggung. Hal tersebut

dikarenakan para pemain sering keluar-masuk ruang ganti dengan terburu-buru.

Lebar pintu tidak boleh kurang dari 850 mm, dan lebar koridornya tidak boleh

kurang dari 1500 mm untuk menghindari tabrakan dengan pemain lainnya.

Adanya perbedaan kebutuhan ruang ganti yang digunakan oleh aktor dan

para pemain teater lainnya yang harus mengganti kostum, berdandan, dengan

ruang ganti yang digunakan musisi pada pertunjukan okestra yang hanya tinggal

mengganti pakaian biasa dengan gaun malam dalam waktu singkat. Pembagian

kapasitas ruang ganti bisa bermacam-macam, dimulai dari yang paling

sederhana, satu ruangan besar yang digunakan bersama-sama, terpisah antara

pria dan wanitat, ada pula ruang khusus untuk bintang pertunjukan (star dressing

room), ruang bersama-sama untuk pemain lainnya, ruang untuk paduan suara,

ruang untuk musisi, dan lain sebagainya.

49

Gambar 2.55 Ruang ganti untuk 1 orang dengan piano

Sumber : Ham (1987:183)

Gambar 2.56 ruang ganti untuk 1 orang, bersebelahan

Sumber : Ham (1987:183)

Gambar 2.57 Ruang ganti bersama

Sumber : Ham (1987:183)

Hampir seluruh furnitur yang berada di ruang ganti adalah built-in dengan

kursi-kursi lepasan. Kursi yang paling tepat adalah yang tanpa lengan,

upholstered, dapat berputar, bisa diatur sendiri. Tempat penyimpanan dan laci

pada tiap meja rias dibutuhkan untuk menyimpan barang-barang pribadi pemain.

Penyimpanan pakaian dan kostum dibutuhkan lemari baju gantung dengan

kedalaman minimum 600 mm dengan lebar beragam, tergantung dari jenis

50

pertujukan dan kebutuhan kostum si pemain. Meja riasnya sendiri memiliki

ukuran yang beragam, namun kedalaman meja sebaiknya tidak lebih dari 450

mm dihitung dari permukaan cemin, sehingga aktor tidak terlalu jauh dan dapat

melihat dengan nyaman. Di dalam star dressing room umumnya terdapat sofa

atau daybed. Setiap ruang ganti harus dilengkapi dengan cermin panjang dengan

lampu dengan pencahayaan memadai agar pemain dapat memeriksa kembali

kostumnya sebelum memasuki area panggung.

Gambar 2.58 Ruang ganti untuk 4 orang

Sumber : Ham (1987:182)

Gambar 2.59 Ukuran minimum meja rias

Sumber : Ham (1987:181)

Ruang ganti tradisional biasanya menggunakan bohlam tungsten yang

mengelilingi cermin meja rias. Bohlam tidak boleh lebih dari 40 watt agar tidak

menilaukan mata. Penggunaan Lampu fluorescent sangat tidak dianjurkan. Tiap

meja rias sebaiknya memiliki saklar lampu masing-masing, sehingga ketika

selesai make-up, aktor dapat beristirahat dan mematikan lampu meja riasnya

sendiri. Soket sebaiknya diletakan diantara dua meja yang bersebelahan.

Tujuannya untuk penggunaan hair drier, curler, atau bisa untuk vacuum cleaner.

Fasilitas mandi dan mencuci, selayaknya dipersiapkan 1 basin untuk tiap 4

51

pemain, dengan kaca dan rak handuk. Untuk shower juga memiliki

perbandingan yang sama. Meskipun demikian untuk alasan ekonomis, showers

dapat dikelompokan dan dibuat area mandi bersama untuk dressing room dengan

kapasitas yang besar. Akses antara kamar mandi dengan dressing room harus

mudah dan dekat. Toilet untuk pemain juga memiliki perbandingan idealnya

sendiri. 1 wc untuk tiap 5 wanita, 1 wc untuk tiap 8 pria, dan 1 urinal untuk tiap

5 pria.

b) Jalur masuk ke panggung (Entrances to stage)

Harus ada koridor sebagai penghubung antara jalur dari panggung dengan

ruang ganti untuk mencegah penyimpangan cahaya. Perlu diingat bahwa mata

manusia membutuhkan waktu untuk beradaptasi dari ruangan yang sangat terang

benderang area panggung yang redup. Pencahayaan di area backstage perlu

diatur untuk mengurangi intensitas cahaya sebelum sampai di koridor panggung.

Koridor juga berfungsi sebagai pengunci suara yang menyaring dan meredam

bising yang berasal dari ruang ganti. Para pemain juga bisa berdiri di sini sambil

mendengarkan pertunjukan ataupun untuk mendengar syarat dari panggung

untuk masuk kedalam panggung.

Harus ada setidaknya 2 jalur masuk ke panggung, 1 jalur pada tiap sisinya.

Jalur masuk yang terpisah diperlukan untuk mencegah pemain berkerumun.

Pada panggung proscenium, sebuah jalur yang menghubungkan sisi panggung

yang satu dengn yang lainnya menjadi hal yang penting. Sebuah koridor yang

mengelilingi belakang panggung bisa berfungsi sebagai area persiapan dadakan

atau untuk sirkulasi pemain. Koridor ini harus bebas dari kabel-kabel atau

benda-benda lainnya yang dapat menghalangi bahkan mencelakai pemain. Area

ini harus tetap redup dan minim suara (Ham, 1987:186).

Gambar 2.60 Stage and wing

Sumber : theatredesigner.wordpress.com

52

c) Ruang Latihan (Rehearshal rooms)

Setiap produksi pertunjukan pasti membutuhkan ruang untuk melakukan

latihan. Panggung umumnya digunakan untuk latihan terakhir (gladiresik)

dimana pemain sudah menggunakan kostum lengkap, sehingga penata latar dan

penata cahaya dapat ikut berlatih sebelum pertunjukan.

Pada teater besar dengan jadwal pertunjukan yang padat, kadang memiliki

peraturan untuk tidak menggunakan panggung sebagai tempat latihan. Ruang

latihan dibutuhkan untuk kondisi seperti ini. Ruang latihan merupakan tempat

yang dapat digunakan sebagai gladiresik yakni latihan terakhir oleh seluruh

peroduksi pertunjukan untuk mempersiapkan pertunjukan mereka. Ukurannya

harus sesuai dengan panggung pentas. Ruangan lain yang juga digunakan untuk

latihan menanyi atau pidato tidak perlu seluas panggung asli, tempat seperti itu

disebut practice studio.

Letak ruang latihan harus berdekatan dengan dressing room, dan jika

memungkan berdekatan dengan panggung juga. Ruang latihan sebaiknya

multifungsi, sehingga bisa dijadikan ruang ganti tambahan, dengan dilengkapi

wash basin jika suatu waktu diperlukan. Atau menjadi tempat latihan tari dengan

dinding cermin besar yang juga bisa ditutup bila tidak sedang digunakan.

2) Entrance, hall, foyers, lobby

Gambar 2.61 Lobby utama Oslo Opera House

Sumber : www.barkdesign.com.au

Pintu masuk utama seharusnya tidak berhadapan langsung dengan foyer

untuk menghindari kebisingan jalan raya yang masuk ke dalam ruangan setiap

53

kali pintu dibuka. Perlu ditempatkan sebuah lobby dengan pintu ganda yang

dapat menutup sendiri.

Pada beberapa bengunan, area ini dapat juga dijadikan ruang tunggu atau

tempat box office. Foyer sebagai jalur untuk menhantarkan para penonton ke

dalam ruang pertunjukan. Foyer harus jelas dalam arti pengunjung dapat dengan

mudah untuk mengetahui dimana pintu masuk ruang pertunjukan. Tambahan

dekorasi seperti poster, lukisan, atau karya seni lainnya pada foyer dapat

menambah nilai estetik (Ham, 1987:220).

3) Refreshment area

Ham dalam bukunya Planning Theatre ABTT, mengatakan bahwa Para

penonton tiba di gedung teater setengah jam sebelum pertunjukan dimulai.

Sebagian dari mereka tentu akan pergi ke bar atau restoran untuk sekedar

menghabiskan waktu. Selama interval, adanya kesempatan yang lebih besar

untuk membeli makanan dan minuman. Biasanya disediakan kopi dan teh di

foyer bagi para penonton, dan makanan-makanan kecil juga dijual di sana.

a) Bar

Refreshment area yang berada di area foyer, disediakan untuk aktivitas yang

intens. Area bar seharus cukup untuk menampung pembeli. Lokasi bar harus

terakses langsung dengan sirkulasi publik yang mengrah ke ruang pertunjukan.

Waktu yang dibutuhkan untuk konsumsi harus diperhitungkan. Semua harus

disajikan sepraktis mungkin. Penyajian, penyimpanan, dan servis menjadi

perhatian utama bagi pihak front-of-house.

b) Restoran

Bagi gedung pertunjukan baru, sebuah restoran mampu menjadi daya tarik

tersendiri. Sebuah restoran akan menguntungkan bagi manajemen, sedangkan

bagi pelanggan akan sangat memudahkan dan memberikan kenyamanan dalam

penggunaan kelengkapan fasilitas gedung. Namun, jika ingin menempatkan

sebuah restoran di dalam gedung pertunjukan haruslah direncanakan sejak awal.

Karena sebuah restoran memiliki aturannya sendiri dan struktur-struktur teknis

yang berbeda dengan fungsi gedung pertunjukan.

4) Toilet

Toilet pada area publik biasanya digunakan dalam waktu yang singkat

selama interval. Jumlah penonton yang memasuki toilet banyak khususnya

ketika pertunjukan selesai. Untuk mencegah antrian yang panjang, maka perlu

54

diperhitungkan jumlah toilet yang sesuai dengan kapasitas penonton. Toilet

harus tersebar dan terletak di beberapa lantai guna memudahkan penonton

mencapai akses menuju toilet.

Toilet wanita dilengkapi dengan cermin dan rak sebagai meja rias kecil dan

sebaiknya memiliki powder room untuk berdandan. Kursi, asbak, tissue juga

sebaiknya disediakan demi kenyamanan pengunjung. Untuk toilet pria

disediakan tempat untuk merapikan penampilan.

5) Loket tiket

Gambar 2.62 Box office, Traverse Theatre Edinburg

Sumber : www.birtishdanceedition.com

Ticket box, istilah lain untuk loket tiket, berfungsi sebagai tempat untuk

membeli tiket on the spot. Lokasi untuk loket tiket paling tepat berada di dekat

pintu masuk di mana setiap penonton akan melewatinya. Keamanan area ini

sangat penting karena terjadi transaksi pembelian tiket dan terdapat antrian,

sehingga memungkinkan terjadi tindak kriminal.

C. Fasilitas Servis

1) Ruang peralatan

Ruang peralatan di gedung-gedung pertunjukan Indonesia umumnya

menyimpan properti panggung seperti kursi, meja, lampu, karpet, dan

perlengkapan lainnya yang umum digunakan untuk pementasan. Properti

disimpan dalam jangka waktu panjang dan dapat digunakan oleh siapa saja.

Properti khusus seperti rumah-rumahan, pohon-pohanan dibawa sendiri oleh

pihak produksi teater.

2) Ruang generator

Ruang ini berhubungan dengan listrik dan sumber energi untuk pertunjukan.

55

3) Ruang pengendali

Umumnya terdapat tiga ruang pengendali dalam suatu ruang pertunjukan,

yaitu ruang pengendali suara (sound system), ruang pengendali lighting, ruang

pengendali latar. Masing-masing ruang pengendali ini memiliki akses langsung

ke arah panggung. Biasanya berupa jendela observasi.

Ham (1987:123) menyatakan peralatan elektronik sistem audio harus

ditempatkan pada rak peralatan di dalam ruang kontrol. Posisi operator harus

dekat dengan ruang peralatannya dan terletak pada posisi penonton. Akses

menuju ruang control sebaiknya berada di luar ruang pertunjukan dan terpisah

dari area publik, tetapi pintu yang berada didalam ruang pertunjukan juga

diperlukan saat latihan (gladiresik).

2.1.8 Persyaratan Umum

Persyaratan umum merupakan standarisasi baik secara lokal maupun

internasional pada setiap bangunan yang diperuntukan sebagai fasilitas umum,

tentu ada persyaratan umum yang harus dipenuhi. Berikut merupakan beberapa

persyaratan umum dari sebuah gedung pertunjukan disertai dengan pembahasan

yang lebih mendalam..

A. Garis pandang

1) Garis pandang vertikal

Gambar 2.63 Metode penghitungan kemringan balkon

Sumber : Ham (1987:33)

Garis pandang vertikal harus diperiksa melalui beberapa tempat di dalam

ruang pertunjukan yang dipengaruhi beberapa faktor berikut:

a) Jarak maksimum yang dapat dicapai oleh mata penonton dari tempatnya ke

pemain.

56

b) Kedalaman acting area dan ketinggian vertikal pentas sesuai dengan tipe

pertunjukan.

c) Titik terendah dan terdekat panggung yang harus dapat dilihat oleh

seluruh penonton.

d) Titik tertinggi dari acting area harus bisa dilihat oleh para penonton yang

letaknya paling jauh dari panggung. Dinding penutup balkon, proscenium, atau

border tidak boleh menghalangi garis pandang tersebut (Ham, 1987:32).

.

Gambar 2.64 Kemiringan lantai auditorium harus berkelanjutan

Sumber : Ham (1987:34)

2) Garis pandang horizontal

Garis pandang horizontal hamper selalu menjadi hal yang kritis bagi gedung

pertunjukan dengan panggung proscenium. Seberapa lebar acting area, hal

tersebut akan membatasi garis pandang dan lebar area tempat duduk yang dapat

disediakan. Pandangan dari penonton yang duduk di barisan paling samping

membatasi luasan acting area pada panggung. Adanya proscenium atau border

lainnya semakin mempersempit acting area.

Solusi bagi permasalah penonton yang duduk tepat di belakang penonton

lain adalah letak kursi selang-seling. Namun perlu disadari bahwa kepala dari

penonton di baris depannya akan mempersempit pandangan terhadap lebar

panggung (Ham, 1987:34).

B. Akustik ruang

Akustik diartikan sebagai sesuatu yang terkait dengan bunyi atau suara,

sebagaimana yang diungkapkan Finarya Legoh dalam jurnalnya, bahwa akustik

arsitektur adalah penggabungan antara ilmu pengetahuan dan teknologi

untukmengendalikan bunyi terutama dalam ruang agar mencapai akustik yang

baik. Acapkali arsitek atau perancang membuat desain hanya yang kasat mata saja

untuk kenyamanan penglihatan yang disebut desain estetika namun lupa dengan

57

desain yang dibutuhkan oleh telinga atau kenyamanan pendengaran, desain aural.

Estetika bunyi menentukan sukses atau tidaknya suatu seni pertunjukan, atau

nyamannya suatu ruang tempat berkumpul. Peran akustik arsitektur dan desainer

interior adalah agar dapat mendesain ruang yang tepat penggunaannya, dengan

pemakaian bahan atau finishing yang sesuai dengan pemakaian bidang-bidang

pantul, serap dan difusi pada interior ruang yang dibutuhkan.

Gelombang bunyi bersifat spherical, gelombangnya seperti gelombang air

yang makin melemah kalau jauh dari sumbernya terutama untuk tempat terbuka.

Dalam akustik, harus diperhatikan hal-hal penting seperti berikut ini:

a) Harus ada Jejak perambatan bunyi dari sumber bunyi ke lokasi penerima.

b) Intensitas bunyi akan melemah apabila menjauh dari sumber bunyi.

c) sumber bunyi dan lokasi penerima (source-receiver).

Dalam desain tata akustik, perancang harus memperhatikan pengarahan dan

penguatan intensitas sumber bunyi yang diinginkan dan memperlemah atau

menghilangkan sumber bunyi yang tidak diinginkan oleh penerima. Dapat

mengidentifikasi jejak perambatan bunyi dari sumber bunyi ke lokasi penerima

dan menciptakan bunyi dengan standar back ground noise yang dapat diterima.

Faktor yang sangat penting juga ialah masalah gaung suara agar bisa merata ke

seluruh pemirsa dalam waktu yang bersamaan meskipun posisi duduknya saling

berjauhan dari sumber suara.

Jadi Tata Akustik merupakan pengolahan tata suara pada suatu ruang untuk

menghasilkan kualitas suara yang nyaman untuk dinikmati, merupakan unsur

penunjang terhadap keberhasilan desain yang baik karena pengaruhnya sangat

luas dan dapat menimbulkan efek-efek fisik dan emosional dalam ruang

sehingga seseorang akan mampu merasakan kesan-kesan tertentu.

Persyaratan tata akustik gedung pertunjukan yang baik dikemukakan oleh

Doelle (1990:54) yang menyebutkan bahwa untuk menghasilkan kualitas suara

yang baik, secara garis besar gedung pertunjukan harus memenuhi syarat :

1. Kekerasan (Loudness) yang Cukup

Kekerasan yang kurang terutama pada gedung pertunjukan ukuran besar

disebabkan oleh energi yang hilang pada perambatan gelombang bunyi karena

jarak tempuh bunyi terlalu panjang, dan penyerapan suara oleh penonton dan isi

ruang (kursi yang empuk, karpet, tirai ).

Hilangnya energi bunyi dapat dikurangi agar tercapai kekerasan/loudness

58

yang cukup. Dalam hal ini Doelle (1990:54) mengemukakan persyaratan yang

perlu diperhatikan untuk mencapainya, yaitu dengan cara memperpendek jarak

penonton dengan sumber bunyi, penaikan sumber bunyi, pemiringan lantai,

sumber bunyi harus dikelilingi lapisan pemantul suara, luas lantai harus sesuai

dengan volume gedung pertunjukan, menghindari pemantul bunyi paralel yang

saling berhadapan, dan penempatan penonton di area yang menguntungkan.

a. Memperpendek Jarak Penonton dengan Sumber Bunyi.

Mills (1976:15) mengemukakan pendapat mengenai persyaratan jarak

penonton dengan sumber bunyi untuk mendapatkan kepuasan dalam mendengar

dan melihat pertunjukan, "Jarak tempat duduk penonton tidak boleh lebih dari 20

meter dari panggung agar penyaji pertunjukan dapat terlihat dan terdengar dengan

jelas."

Akan tetapi untuk mendapatkan kekerasan yang cukup saja (tanpa harus

melihat penyaji dengan jelas), misalnya pada pementasan orkestra atau konser

musik, toleransi jarak penonton dengan penyaji dapat lebih jauh hingga jarak

maksimum dengan pendengar yang terjauh adalah 40 meter, sebagaimana yang

dikemukakan Mills (1976:8).

b. Menaikan Sumber Bunyi

Sumber bunyi harus dinaikkan agar sebanyak mungkin dapat dilihat oleh

penonton, sehingga menjamin gelombang bunyi langsung yang bebas

(gelombang yang merambat secara langsung tanpa pemantulan) ke setiap

pendengar.

c. Kemiringan Lantai

Lantai di area penonton harus dibuat miring karena bunyi lebih mudah

diserap bila merambat melewati penonton dengan sinar datang miring (grazing

incidence). Aturan gradien kemiringan lantai yang ditetapkan tidak boleh lebih

dari 1:8 atau 30°-35° dengan pertimbangan keamanan dan keselamatan.

Kemiringan lebih dari itu menjadikan lantai terlalu curam dan membahayakan.

Bila sumber bunyi ditinggikan dan area tempat penonton dimiringkan 30° maka

pendengar akan menerima lebih banyak bunyi langsung yang menguntungkan

kekerasan suara.

d. Sumber bunyi harus dikelilingi lapisan pemantul suara

Untuk mencegah berkurangnya energi suara, sumber bunyi harus dikelilingi

oleh permukaan-permukaan pemantul bunyi seperti gypsum board, plywood,

59

flexyglass dan sebagainya dalam jumlah yang cukup banyak dan besar untuk

memberikan energi bunyi pantul tambahan pada tiap bagian daerah penonton,

terutama pada tempat-tempat duduk yang jauh .Langit-langit dan dinding

samping auditorium merupakan permukaan yang tepat untuk memantulkan bunyi.

Sehubungan dengan upaya penguatan bunyi tersebut Mills (1976:28) berpendapat

sebagai berikut, "Salah satu cara untuk memperkuat bunyi dari panggung adalah

dengan menyediakan pemantul di atas bagian depan auditorium untuk

memantulkan bunyi secara langsung ke tempat duduk bagian belakang, dimana

bunyi langsung (direct sound) terdengar paling lemah."

Permukaan-permukaan pemantul bunyi (acoustical board, plywood, gypsum

board dan lainya) yang memadai akan memberikan energi pantul tambahan pada

tiap-tiap bagian daerah penonton, terutama pada bagian yang jauh. Ukuran

permukaan pemantul harus cukup besar dibandingkan dengan dengan panjang

gelombang bunyi yang akan dipantulkan. Sudut-sudut permukaan pemantul harus

ditetapkan dengan hukum pemantulan bunyi dan langit-langit serta permukaan

dinding perlu dimanfaatkan dengan baik agar diperoleh pemantulan-pemantulan

bunyi singkat yang tertunda dalam jumlah yang terbanyak. Ketepatan dalam

meletakkan langit-langit pemantul dengan pemantulan bunyi yang makin banyak

ke tempat duduk yang jauh, secara efektif menyumbang kekerasan yang cukup.

Langit-langit dan bagian depan dinding-dinding samping auditorium merupakan

permukaan yang cocok untuk digunakan sebagai pemantul bunyi.

e. Kesesuaian luas lantai dengan volume ruang

Terkait dengan kapasitas tempat duduk, The Association of British Theatre

Technicians oleh Mills (1976:32) mengklasifikasikan gedung pertunjukan dari

yang berukuran kecil hingga sangat besar yakni: ukuran sangat besar berkapasitas

1500 atau lebih tempat duduk, ukuran besar 900-1500 tempat duduk, ukuran

sedang 500 – 900 tempat duduk dan ukuran kecil kurang dari 500 tempat duduk.

Doelle (1990:58) menyebutkan bahwa nilai volume per tempat duduk

penonton yang direkomendasikan untuk gedung pertunjukan serbaguna minimal

5.1 m³, optimal 7.1 m³ dan maksimal 8.5 m³. Dari perbandingan tersebut dapat

diperoleh standar ukuran volume yang dipersyaratkan untuk gedung ukuran

tertentu sehingga kelebihan ataupun kekurangan kapasitas ruang dapat dihindari .

f. Menghindari pemantul bunyi yang saling berhadapan

Bentuk plafond paralel secara horisontal tidak dianjurkan, kana akan terjadi

60

pemantulan kembali sebagian besar bunyi scara langsung (direct sound) ke

sumber bunyi, dan sebagian lagi dipantulkan ke langit-langit dengan waktu tunda

singkat yang terbatas baru kemudian disebarkan ke arah penonton sehingga bunyi

langsung yang diterima penonton lebih sedikit sehingga kekerasan sangat

berkurang. Disarankan bentuk permukaan pemantul bunyi yang miring dengan

permukaan yang tidak beraturan, terutama daerah plafond di atas sumber bunyi,

agar sebagian besar bunyi langsung (direct sound) menyebar ke arah penonton

dengan waktu tunda yang panjang sehingga bunyi langsung dapat diterima

sebagian besar penonton hingga ke tempat duduk terjauh.

g. Penempatan penonton di area yang menguntungkan

Penonton harus berada di daerah yang menguntungkan, baik saat menonton

maupun melihat pertunjukan, yakni berada pada area sumbu longitudinal. Area

sumbu longitudinal merupakan area untuk pendengaran dan penglihatan terbaik,

sehingga harus diefektifkan untuk tempat duduk. Harus dihindari perletakan

lorong sirkulasi di area ini.

Selain ditinjau dari kualitas mendengar dan melihat dari segi penontonnya,

juga harus dilihat dari segi kenyamanan pemainnya. Agar pemain masih bisa

leluasa dalam melakukan aksi panggungnya, maka rentang sudut yang masih bisa

ditolerir 135° dari sumber bunyi.

Gambar 2.65 Area sumbu longitudinal

Sumber : Ham (1987:31)

2. Pemilihan Bentuk Ruang yang Tepat

Doelle (1995:95) menyebutkan bahwa bentuk ruang juga mempengaruhi

kualitas bunyi. Ada beberapa bentuk ruang pertunjukan yang lazim digunakan ,

yaitu: bentuk empat persegi (rectangular shape), bentuk kipas (fan shape), bentuk

tapal kuda (horse-shoe shape) dan bentuk hexagonal (hexagonal shape).

61

a. Bentuk Ruang Empat Persegi (rectangular shape)

Merupakan bentuk tradisional yang paling umum digunakan Ruang-ruang

konser dari abad ke- 19 dan awal abad ke-20 seperti The Grosser Musikvereinsaal,

Vienna, Andrew’s Hall Glasgow, The Concertgebouw Amsterdam, The Stadt

Casino Basel dan Symphony Hall Boston, semuanya mempunyai bentuk lantai

empat persegi. Keuntungan dari bentuk ruang ini dijelaskan Mills

(1976:28),"Bentuk ruang empat persegi panjang (rectangular shape) memiliki

tingkat keseragaman suara yang tinggi sehingga terjadi keseimbangan antara

suara awal dan suara akhir. Sisi lebar yang lebih kecil dapat merespon bunyi

lateral /bunyi samping, diperkuat dengan pantulan yang berulang-ulang antar

dinding samping menyebabkan bertambahnya kepenuhan nada, suatu segi akustik

ruang yang sangat diinginkan pada ruang pertunjukan." Kelemahan dari bentuk

ini adalah pada bagian sisi panjangnya, karena menjadikan jarak antara penonton

dengan panggung terlalu jauh.Solusi untuk permasalahan ini adalah dengan

mempersempit area panggung dan memperlebar sisi depannya.

b. Bentuk Lantai bentuk Kipas (Fan Shape)

Bentuk ini membawa penonton dekat dengan sumber bunyi karena

memungkinkan adanya konstruksi balkon. Keuntungan lain dari bentuk ini

menurut Mills (1986: 29) ialah bentuk kipas dapat menampung penonton dalam

jumlah banyak, disamping itu juga menyediakan sudut pandang yang maksimum

bagi penonton. Akan tetapi disisi lain, banyak pula kekurangan dari bentuk ini

memiliki kekurangan yang membuat reputasi akustiknya kurang baik, karena

bentuk dinding samping yang melebar ke belakang menyebabkan pemantulan

yang terlalu cepat ke dinding belakang yang dilengkungkan sehingga

menciptakan gema dan pemusatan bunyi sehingga ruang ini cenderung memiliki

akustik yang tidak seragam, dengan kondisi area duduk penonton bagian tengah

yang kurang baik.

c. Ruang Bentuk Tapal Kuda (Horse-shoe shape)

Merupakan bentuk yang memiliki keistimewaan karakteristik yakni adanya

kotak-kotak yang berhubungan (rings of boxes) yang satu di atas yang lain.

Walaupun tanpa lapisan permukaan penyerap bunyi pada interiornya, kotak-kotak

ini berperan secara efisien pada penyerapan bunyi dan menyediakan waktu

dengung yang pendek. Disamping itu bentuk dindingnya membuat jarak penonton

dengan pemain menjadi lebih dekat. (Doelle:1990). Akan tetapi disisi lain

62

terdapat kekurangan yaitu permukaan dinding bagian belakang yang cekung

merupakan bentuk yang tidak dianjurkan karena akan terjadi penyerapan suara

yang terlalu tinggi di bagian belakang.

d. Bentuk Lantai Hexagonal (Hexagonal Shape)

Bentuk ini dapat membawa penonton sangat dekat dengan sumber bunyi,

keakraban akustik dan ketegasan, karena permukaan-permukaan yang digunakan

untuk menghasilkan pemantulan-pemantulan dengan waktu tunda singkat dapat

dipadukan dengan mudah ke dalam keseluruhan rancangan arsitektur.

3. Distribusi Bunyi yang Merata

Energi bunyi dari sumber bunyi harus terdistribusi secara merata ke setiap

bagian ruang, baik yang dekat maupun yang jauh dari sumber bunyi. Untuk

mencapai keadaan tersebut menurut Doelle (1990:60) perlu diusahakan

pengolahan pada elemen pembentuk ruangnya, yakni unsur langit-langit, lantai

dan dinding, dengan cara membuat permukaan yang tidak teratur, penonjolan

elemen bangunan, langit-langit yang ditutup, kotak-kotak yang menonjol,

dekorasi pada permukaan dinding yang dipahat, bukaan jendela yang dalam dan

lainya.

Pengolahan bentuk permukaan elemen pembentuk ruang terutama dibagian

dinding dan langit-langit dengan susunan yang tidak teratur dan dalam jumlah dan

ukuran yang cukup akan banyak memperbaiki kondisi dengar, terutama pada

ruang dengan waktu dengung yang cukup panjang.

4. Ruang harus bebas dari cacat-cacat akustik

Cacat akustik merupakan kekurangan-kekurangan yang terdapat pada

pengolahan elemen pembentuk ruang gedung pertunjukan yang menimbulkan

permasalahan akustik. Adapun cacat akustik yang biasa terjadi pada sebuah

gedung pertunjukan yang tidak di desain dengan baik menurut Doelle (1990:64)

ada delapan jenis, yakni: gema/echoes, pemantulan yang berkepanjangan (long -

delayed reflections), gaung, pemusatan bunyi, ruang gandeng (coupled spaces),

distorsi, bayangan bunyi, dan serambi bisikan (whispering gallery).

Gema (echoes) merupakan cacat akustik yang paling berat, terjadi bila bunyi

yang dipantulkan oleh suatu permukaan tertunda cukup lama untuk dapat diterima

dan menjadi bunyi yang berbeda dari bunyi yang merambat langsung dari sumber

suara ke pendengar. Terkait dengan hal ini Mills (1990:28) berpendapat

pemantulan suara yang mengenai permukaan datar yang lebar beresiko terdengar

63

sebagai gema, yang ditandai dengan adanya penundaan yang berulang-ulang dari

bunyi langsung. Pemantulan yang Berkepanjangan (Long - Delayed Reflections)

adalah cacat akustik yang sejenis dengan gema, tetapi penundaan waktu antara

penerimaan bunyi langsung dan bunyi pantul agak lebih singkat, sedangkan

gaung merupakan cacat akustik yang terdiri atas gema-gema kecil yang berturutan

dengan cepat. Peristiwa ini dapat diamati bila terjadi ledakan singkat seperti

tepukan tangan atau tembakan yang dilakukan di antara dua permukaan dinding

atau pemantul bunyi yang sejajar dan rata.Waktu dengung (reverberation time)

berperan penting dalam menciptakan kualitas musik dan kemampuan untuk

memahami suara percakapan dalam ruang. Ketika permukaan ruang memiliki

daya pantul yang tinggi, bunyi akan terus memantul atau menggema secara

berlebihan sehingga mengakibatkan bunyi tidak dapat didengar dan dimengerti

dengan jelas . Pemusatan Bunyi atau disebut juga dengan hot spots atau titik panas,

merupakan cacat akustik yang disebabkan oleh pemantulan bunyi pada

permukaan-permukaan cekung. Intensitas bunyi di titik panas sangat tinggi dan

merugikan daerah dengar karena menyebabkan distribusi energi bunyi tidak dapat

merata . Ruang Gandeng (Coupled Spaces) merupakan cacat akustik yang terjadi

bila suatu ruang pertunjukan berhubungan langsung dengan ruang lain seperti

ruang depan dan ruang tangga, maka kedua ruang tersebut membentuk ruang

gandeng. Selama rongga udara ruang yang bergandengan tersebut terbuka maka

masuknya bunyi dengung dari ruang lain tersebut akan terasa meski dengung di

dalam ruang pertunjukan telah diatasi dengan baik. Gejala ini akan mengganggu

penonton yang duduk dekat pintu keluar masuk yang terbuka.

Distorsi merupakan cacat akustik yang disebabkan oleh perubahan kualitas

bunyi yang tidak dikehendaki. Hal ini terjadi akibat ketidakseimbangan atau

penyerapan bunyi yang terlalu besar oleh permukaan-permukaan dinding.

Bayangan Bunyi merupakan cacat akustik yang terjadi apabila bunyi terhalang

untuk sampai ke penonton. Gejala ini dapat diamati pada tempat duduk di bawah

balkon yang menonjol terlalu jauh dengan kedalaman lebih dari dua kali tingginya.

Serambi Bisikan (Whispering Gallery) merupakan cacat akustik yang disebabkan

oleh adanya frekuensi bunyi tinggi yang mempunyai kecenderungan untuk

merangkak sepanjang permukaan-permukaan cekung yang besar (kubah setengah

bola). Suatu bunyi yang sangat lembut seperti bisikan yang diucapkan di bawah

kubah tersebut akan terdengar pada sisi yang lain. Meskipun gejala ini kadang

64

menyenangkan dan tidak merusak, akan tetapi tetap saja merupakan suatu

keadaan yang tidak diinginkan bagi akustik yang baik.

5. Penggunaan Bahan Penyerap Bunyi

Pemilihan bahan penyerap bunyi yang tepat untuk melapisi elemen

pembentuk ruang gedung pertunjukan sangat dipersyaratkan untuk menghasilkan

kualitas suara yang memuaskan. Doelle (1990:33) menjelaskan mengenai

bahan-bahan penyerap bunyi yang digunakan dalam perancangan akustik yang

dipakai sebagai pengendali bunyi dalam ruang-ruang bising dan dapat dipasang

pada dinding ruang atau di gantung sebagai penyerap ruang yakni yang berjenis

bahan berpori dan panel penyerap (panel absorber) serta karpet.

C. Tatanan tempat duduk

Tata letak duduk penonton menjadi hal yang penting untuk dipahami dimana

kenyamanan saat menonton pertunjukan dipengaruhi batas jarak pandang dan

kemampuan mendengarkan dari tiap individu penonton.

Gambar 2.66 Metode menghitung posisi pandangan , titik P berada di bawah

Sumber : Ham (1987:30)

Gambar 2. 67 Sudut maksimum kemiringan penglihatan.

Sumber : Roberts (2004:202)

Tiap baris dibuat bertingkat sehingga tiap penonton secara teori tidak

terhalang oleh orang di depannya. Dengan ketinggian tiap tangga sekitar 12

65

sampai 15cm. Meskipun begitu, adanya permasalahan penglihatan kearah

panggung terhalang dengan kepala orang yang duduk di depan masih, maka pola

duduk selang-seling menjadi solusinya. Dengan pola duduk seperti ini, seorang

penonton tidak lagi terhalang oleh kepala orang yang duduk di depannya dan

hanya akan sedikit mempersempit lebar pandangan sisi kiri dan kanan.

Melengkungkan barisan kursi juga dapat menambah fokus pandangan ke arah

pusat panggung.

Gambar 2.68 Posisi duduk selang-seling

Sumber : Ham (1987:35)

Gambar 2.69 Kursi Balkon

Sumber : Ham (1987:56)

Area balkon yang menampung penonton pada area atas harus didesain agar

rester bagian atas tidak menjadi tempat untuk meletakan barang-barang kecil

seperti tas yang mungkin jatuh dan menimpa orang lain di bawahnya. Lebar

idealnya sekitar 25 cm karena bila terlalu tipis akan membuat penonton merasa

ngeri. Railing penjaga perlu dipasang di setiap ujung dinding balkon (Ham,

2008:55).

Jarak sirkulasi pada area penonton ideal berdasarkan buku Theatre Planning

ABTT, Ham(1987:54) menyebutkan bahwa:

- A : jarak back-to-back tiap baris untuk kursi dengan sandaran adalah 76 cm

(minimum).

- B : jarak back-to-back tiap baris untuk kursi tanpa sandaran

66

adalah 61 cm (minimum).

- C : Lebar kursi dengan sandaran tangan adalah 51 cm (minimum).

- D : Lebar kursi tanpa sandaran tangan adalah 46 cm (minimum).

- E : Jarak antar baris minimum adalah 30,5 cm.

- F : Jarak maksimum untuk kursi dari lorong adalah 306 cm.

- G : Lebar minimum lorong adalah 107 cm.

Gambar 2.70 Auditorium Seating

Sumber : Ham (1987:55)

D. Instalasi suara dan komunikasi

Instalasi suara dan komunikasi diatur di dalam sebuah sound control room.

Leaknya umumnya bersebelahan dengan lighting control room. Sound control

room harus memiliki jendela observasi yang langsung menghadap panggung dan

orchestra pit jika ada, tanpa ada halangan. Ruangan harus memadai dan kedap

suara, serta akustik di dalamnya sebisa mungkin serupa dengan yang berada di

auditorium.

Menurut Legoh dalam materi akustik untuk pascasarjana Universitas

Indonesia (2014), Sistem penguat bunyi dibutuhkan jika intensitas bunyi asli

tidak cukup keras, volume ruang melebihi 1700 meter kubik, bunyi harus

merambat lebih dari 18 meter ke penonton, dan ruang yang berkapasitas hanya

500 orang namun mempunyai background noise level tinggi. Sistem yang baik

ialah semua penonton dapat mendengar pembicara secara jelas, tidak terganggu,

67

dan dalam level kekerasan yang memadai. Sebaiknya suara terdengar seperti

suara asli yang keluar dari mulut manusia (bukan muncul dari sistem pengeras

suara) - idealnya, penonton tidak menyadari adanya sistem penguat bunyi.

1) Microphone

Menurut Santosa dalam bukunya Seni Teater Jilid 2 (2008), mikrofon

memiliki beberapa tipe yang masing-masing mempunyai karakter sendiri. Efek

suara yang dihasilkan pun berbeda-beda. Ribbon Microphone, Mikrofon ini tidak

tahan terhadap desis angin, dan sangat bagus untuk rekaman yang dilakukan di

dalam studio rekaman (indoor), dilengkapi dengan selector V untuk voice dan M

untuk musik. Wireless Microphone, jenis mikrofon ini dilengkapi dengan

pemancar (transmitter) dan pesawat penerima (reciever). Cara kerja wireless

microphone (mikrofon tanpa kabel) jenis ini sangat tergantung dengan catu daya

atau batere. Kelebihan mikrofon ini adalah sangat nyaman karena pemakainya

dapat bergerak bebas tanpa terganggu adanya kabel. Transmiternya memiliki

pengatur level volume yang dapat diatur menyesuaikan dengan level input audio

mixer.Mikrofon dari cardioid, harus diletakan dengan cara digantung sepanjang

sisi luar panggung. Jumlahnya tergantung lebar panggung. Mikrofon ini harus

dilengkapi dengan shock absorbent fixings sehingga getaran dari panggung itu

sendiri tidak mempengaruhi mikrofon.

Alternative lain untuk mikrofon gantung adalah dengan menggunakan

long-range gun microphones yang menghadap langsung ke ke panggung dari

posisi front-of-house. Uni directional microphone adalah Mikrofon yang hanya

mempunyai kepekaan dari satu arah, yaitu sumber suara yang berada di depan

mikrofon saja. Mikrofon yang memiliki pola arah (patern/polarity) ini sering

digunakan untuk penyiar, wawancara dan sangat baik dipergunakan untuk

pertunjukan musik dan teater karena dapat membatasi atau mengurangi

intervensi suara dari berbagai alat musik. Untuk drama di luar ruangan yang

memiiki tingkat kebisingan tinggi, dapat menggunakan mikrofon super/hiper

cardioid (shotgun mic) di mana mikrofon ini memiliki kepekaan pada sudut

yang sempit sehingga dapat membatasi suara yang berasal dari sudut lain.

Apapun jenisnya, mikrofon yang digunakan harus sekecil mungkin agar tidak

terlihat oleh penonton. Pemilihan jenisnya tergantung dari penggunaan dan

posisi ditempatkannya. Kondisi akustik ruangan juga berhubungan dengan

pemilihan mikrofon.

68

2) Audio mixer

Merupakan suatu peralatan audio yang dipergunakan sebagai alat,

mencampur berbagai sumber suara, mengolah suara, mengatur, dan mengontrol

input serta memperkuat suara menjadi suatu hasil keluaran suara yang

diinginkan. Pada umumnya audio mixer standar dilengkapi dengan line/mic,

phantom power, gain/trim, equalization, feder, mute/solo/PFL, monitor dan

headphone, master out/main out, pan dan assignment.

3) Power amplifier

Peralatan audio atau rangkaian elektronik pelipat tegangan yang berfungsi

sebagai penguat akhir. Power amplifier dilengkapi dengan pengatur besaran

perubahan energi elektrik untuk diteruskan ke speaker monitor.

4) Loudspeaker

Loudspeaker untuk membantu kegiatan pidato atau produksi musik harus

diletakkan sehingga suara timbul dari arah panggung. Pada teater proscenium,

loudspeaker biasanya berada di depan proscenium. Hal ini dikarenakan line

source speakers memiliki desain yang compact dan kualitas yang baik.

E. Tata cahaya panggung

Menurut Ham (2008:110), penataan cahaya panggung pada saat ini

memiliki peranan penting dalam suatu seni pertunjukan dimana dapat membuat

suatu iluminasi dan sebagai ekspresi artistik. Permainan intensitas dan warna

cahaya dapat menciptakan beragam suasana dan membuat perubahan mood

seseorang. Semua skema cahaya panggung harus didasari oleh penerangan

general. Dalam pementasan drama, pencahayaan menjadi sumber dari pusat

perhatian mata penonton. Sebaik apapun posisi duduk penonton dalan

hubungannya dengan panggung, komunikasi akan hilang apabila sang aktor

tidak diterangi dengan baik.

Gambar 2.71 cara menyinari pemain

Sumber : Ham (1987:113)

69

Pencahayaan pada acting area dapat diperoleh dari lampu dengan bias

cahaya yang lebar. Pencahayaan panggung bertujuan untuk menarik perhatian

penonton dapat menciptakan meraih efek dramatis atau dekoratif (motivating

lighting). Hasil seperti ini dapat diciptakan menggunakan permainan warna, arah,

dan intensitas.

Gambar 2.72 Teori peletakan lampu panggung

Sumber : Ham (1987:114)

Ada beberapa posisi dasar pencahayaan panggung dengan hasil tampilan

aktor dan latar yang jelas. Dengan tambahan, mengabungkan beberapa lampu

dengan sudut berbeda akan menghasilkan komposisi yang lebih efektif.

Beberapa lampu besar dari arah penonton harus disusun sedemikian rupa

sehinnga menyorot wajah aktor dengan kemiringan 45°. Bila sudutnya lebih

curam akan menimbulkan bayangan gelap di bawah alis mata, dan bila sudutnya

lebih datar akan menimbulkan bayangan yang merusak pada latar atau pada

aktor lain. Spotlight jarang diarahkan lurus ke arah aktor, biasanya diarahkan

menyilang.

Semua pengaturan pencahayaan dikerjakan di dalam lighting control room

yang juag memiliki jendela observasi yang menghadap langsung ke arah

panggung, sayap panggung, dan dari lantai panggung hingga border, tanpa

halangan. Ruangan sebesar 3 m × 2.4 m seharusnya cukup, namun harus

dipertimbangkan lagi peralatan seperti apa yang disediakan. Akses normal ke

ruang kontrol ini seharusnya dari luar auditorium dan terpisah dari area publik,

namun harus memiliki pintu langsung ke arah auditorium yang diperlukan untuk

kepentingan latihan. Pintu-pintu yang ada harus kedap cahaya sehingga tidak

ada cahaya yang bocor ke dalam auditorium.

70

Meskipun peralatan cahaya panggung dapat berubah dari segi kualitas,

pengembangan teknologi, ukuran dan daya listriknya, prinsip -prinsip penting

yang mendasari pengelompokan peralatan tersebut tetap standar. Ada 4 tipe

dasar:

1) Spotlight - untuk penerangan di depan, penekanan khusus pada acting area.

2) Strip light - penerangan pada border, footlight, cyclorama strip.

3) Floodlights - motivating lights, latar

4) Projector - effects, scenery, shadows.

Berikut ini adalah beberapa jenis lampu yang digunakan untuk tata cahaya

panggung.

Tabel 2. 1 Recomended Basic Layout of Lighting Instrument

No. Gambar Nama

1 Spotlight, lensa fresnel

Sumber : www.pssl.cm

2

Projector parobolic reflector

Sumber : www.christiedigital.com

3 Spotlight Ellipsoidal reflector

Sumber : www.theaterlighting.net

4 Conventional PAR strip light

Sumber : shopsite.hypermart.net

No. Gambar Nama

71

5

LED strip-footlight

Sumber : www.theaterlighting.net

6

Conventional MR-16 striplight

Sumber : www.theaterlighting.net

7

Floodlight

Sumber : www.homieled.co.za

8

Chauvet LED Techno Strobe

Sumber : www.chauvelighting.com

9 Follow spot

Sumber : www.theaterlighting.net

F. Pengaturan Suhu Ruangan dan Ventilasi

Menurut Ham dalam bukunya Theatre Planning ABTT (2008), ventilasi

harus dirancang untuk menghasilkan aliran udara yang baik denga suhu yang

tepat. Udara harus dapat menjangkau tiap sudut ruangan tanpa menyisakan

stagnant zone dan suhu udara harus tetap di setiap area ruangan. Orang-orang

akan lebih nyaman jika hembusan udara bertiup ke arah wajah daripada tertiup

udara dai arah belakang kepala. Sistem penghawaan juga harus beroperasi

dengan tingkat kebisingan yang sangat rendah. Pasokan udara ke dalam

auditorium sebaiknya tidak kurang dari 28m3/jam tiap orang karena jika aliran

udara terlalu besar maka ada kemungkinan tiri-tirai dan latar akan tertiup juga.

Terdapat dua tipe sistem ventilasi untuk ruang auditorium, yakni upward system

of ventilation dan downward system of ventilation. Upward system of ventilation

hanya bisa digunakan jika udara yang masuk memiliki suhu yang sama dengan

udara yang sudah ada di dalam ruangan. Bila selisih temperatur udara besar,

72

akan terjadi angin dingin. Downward system of ventilation adalah cara terbaik

untuk menghadirkan udara sejuk ke dalam auditorium tanpa menyebabkan angin.

Inlet dapat diletakan di langit-langit atau di dinding samping, di bagian kaki

penonton dan di belakang pada posisi yang tinggi.

G. Keamanan

Arsitek dan pihak manajemen gedung harus mengerti mengenai

prinsip-prinsip keamanan gedung dan bekerja sama untuk mewujudkannya.

Selain permasalahan teknis konstruksi bangunan, perlu dikakukan konsultasi

dengan pemerintah daerah tempat gedung tersebut didirikan untuk membahas

mengenai standar keamanan gedung sesuai lokasi gedung.

Ham (1987: 42) mengungkapkan bahwa jaminan keamanan publik yang

terbaik adalah efisiensi dan integritas manajemen pengelola sehari-hari, dan ini

dapat mendukung jika yang bersangkutan memiliki pemahaman tentang

pengaturan keamanan.

1) Bahaya dan perlidungan

Bahaya terbesar pada model panggung pementasan kuno ialah terjadinya

kebakaran di atas panggung. Api akan sangat sulit dipadamkan bila kanvas dan

kayu menjadi material utama panggung. Kemudian digunakannya kanvas tahan

api agar membuat kanvas lebih sulit terbakar namun ketika sudah terbakar, asap

yang ditimbulkan menjadi pekat. Strategi untuk menangani kebakaran di area

panggung adalah dengan mebatasi api dengan keempat sisi dinding panggung

dan membuat cerobong asap beserta dengan penyedot asapnya, sehingga

menjauhkan api dan asap dari penonton.

2) Dinding proscenium

Dinding proscenium dibuat untuk memberikan batasan antara panggung

dengan area penonton. Dinding proscenium dilengkapi dengan safety curtain

yang akan menutup area panggug dan mencegah keluarnya api dan asap.

3) Lentera panggung

Ventilasi udara otomatis atau stage lantern (lentera panggung) merupakan

perlindungan terhadap api yang paling penting yang harus dimiliki panggung

pertunjukan.

4) Ventilasi auditorium

Ventilasi pada ruang auditorium didesain untuk menjaga aliran udara

menuju panggung setiap saat. Harus ada sistem pada lobby untuk mencegah

73

penghambatan udara menuju jalan keluar dari arah panggung.

Bila kebakaran terjadi di atas panggung, maka stage lantern akan terbuka

baik secara manual, otomatis, atau dengan memecahkan kaca tipis khusus yang

berada di bawah panggung untuk mengeluarkan panas. Safety curtain diturunkan

dan drencher dinyalakan. Sprinkler otomatis di atas panggung akan membantu

mengurangi api sebisa mungkin.

Pada kondisi seperti ini, para pemain dan crew hanya memiliki waktu yang

sangat singkat untuk menyelamatkan diri, dan hal semacam ini sudah harus

direncanakan sejak awal, termasuk untuk bagian selain panggung seperti stage

basement, the flys, dan the grid. Letak ruang ganti pribadi, gudang properti,

kantor, dan lainya, harus terpisah dari panggung. Petugas pengelola gedung

harus dapat segera memandu para pengguna gedung untuk dapat menyelamatkan

diri dan tiba di tempat perlindungan yang aman, karena merekalah yng

seharusnya memahami seluruh seluk beluk gedung dan jalur-jalur evakuasi yang

ada.

5) Peralatan pemadaman api

Peralatan pemadam api dan peletakannya harus di konsultasi terlebih dahulu

dengan ahlinya dengan mengikuti regulasi yang berlaku.

Peralatan yang berada di auditorium dan area publik secara general di

pasang secara permanen dan memiliki gulungan selang. Panggunng

menggunakan sistem sprinkler yang juga dilengkapi dengan hydrant, gulungan

selang dan ember. Panggung dan dressing room harus memiliki lapisan dari

wool tebal. Area belakang panggung harus memiliki pemadam jenis air yang

bisa dibawa oleh tangan, yang juga diletakan di koridor. Berbagai macam

jenis pemadam api diciptakan untuk tujuan yang berbeda-beda. Pemadam dari

karbon dioksida digunakan untuk memadamkan api yang bersumber dari

peralaran listrik. Pemadam berupa foam untuk kebakaran yang bersumber dari

minyak.

6) Pertanggungjawaban pengelola

Jika harus melakukan proses evakuasi, mental dan pelatihan merupakan hal

yang penting. Mereka harus memiliki keyakinan untuk melaksanakan

langkah-langkah keamanan dan keselamatan yang tepat harus dapat

dilaksanakan kapanpun. Pengetahuan dan keyakinan yang kurang mengenai

keamanan dan keselamatan, juga peralatan-peralatan tertentu yang tidak

74

terpelihara dapat mengakibatkan bencana. Permasalahan yang dihadapi

pengelola harus benar-benar diperhatikan. Survei secara berkala dan inspeksi

harus dilakukan untuk meninjau apakah sarana dan prasarana gedung dipelihara

dan dalam kondisi aman.

H. Jalan Keluar

Dari sekian banyak pengunjung yang datang ke sebuah gedung pertunjukan,

pasti ada sebagian yang baru pertama kali datang dan ada juga yang belum

merasa familiar dengan gedung. Jika terjadi kondisi darurat yang mengharuskan

tindak evakuasi dalam waktu singkat, maka kejelasan denah bangunan dengan

petunjuk-petunjuk (signage) menuju jalur evakuasi sangat berperan untuk

penyelamatan diri. Paling sedikit terdapat 2 jalur evakuasi yang tersedia pada

tiap lantainya. Tiap-tiap jalur harus berdiri sendiri dan berjauhan satu sama lain.

Jalur keluar dari auditorium harus didistribusikan dengan aman dan harus

terhubung dengan sirkulasi normal pada area publik.

Gambar 2.73 Scissors escape stairs

Sumber : Ham (1987: 53)

Pada kondisi darurat, orang-orang akan menjauhi sumber bahaya dan segera

mencari jalur keluar. Misalnya, bila terjadi kebakaran pada area panggung,

semua orang pastinya tidak akan menuju pintu keluar sebelah panggung

meskipun telah terpasang safety curtain, tetapi berbondong-bondong menuju

pintu keluar di bagian belakang auditorium. Oleh karena itu, pintu keluar pada

75

area belakang auditorium harus disediakan lebih dari satu pintu keluar.

Sedangkan apabila kebakaran terjadi di bagin belakang auditorium, di mana

keadaan ini jarang sekali terjadi, para penonton dapat keluar melalui pintu di

dekat panggung. Lebar pintu keluar berhubungan dengan fungsinya. Ham (1987:

51) menuliskan,"Rata-rata pergerakan orang di dalam gedung tater adalah 45

orang tiap menit tiap pintu dengan lebar 52-53 cm. Pada bangunan baru, lebar

pintu keluar sebaiknya tidak kurang dari 96-107 cm."

Jumlah pintu keluar dan lebarnya diasusmsikan bahwa 1 orang penonton

harus dapat meninggalkan auditorium dalam waktu 2,5 menit. Seluruh pintu

keluar harus bisa dnegan mudah dibuka dan mudah dikenali dan adanya

penerangan darurat untuk jalur evakuasi. Semua pintu darurat harus dibuka

dengan arah keluar karena efisien dan memudahkan. Hanya pintu masuk utama

gedung yang perlu didbuat dapat dibuka dari kedua arahnya. Jalur evakuasi

sebisa mungkin terpisah dari jalur lainnya dan menuju langsung ke tempat yang

aman. Harus dibangun menggunakan material tahan api dan aman untuk

digunakan dalam keadaan panik. Bentuk-bentuk yang tidak wajar serta

permukaan yang tidak rata harus dihindari.

2.1.9 Persyaratan Fasilitas

Perizinan dan peraturan bangunan gedung seni pertunjukan dibuat untuk

menjadi pedoman dalam menjaga ketertiban umum. Pemberian izin terkait

dengan persyaratan keamanan gedung dan fungsinya. Pemerintah daerah

bertugas untuk mengatur perundangan, harus memiliki rasa kepedulian terhadap

keberlangsungan seni pertunjukan. Di Indonesia, undang-undang tentang

bangunan gedung diatur dalam Undang-Undang RI. Nomor 28 Tahun 2002

Tentang Bangunan Gedung. Di dalam undang-undang ini dijelaskan secara rinci

mengenai persyaratan penyelnggaraan, fungsi, peran masyarakat, dan pembinaan.

Pengaturan bangunan gedung bertujuan untuk mewujudkan bangunan gedung

yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan gedung yang serasi dan selaras

dengan lingkungannya; mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung

yang menjamin keandalan teknis bangunan gedung dari segi keselamatan,

kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan; mewujudkan kepastian hukum dalam

penyelenggaraan bangunan gedung.

Terdapat perlakuan khusus baik secara perizinan dan regulasi terhadap

gedung seni pertunjukan yang telah ditetapkan menjadi gedung cagar budaya.

76

Seperti Gedung Kesenian Jakrta. Berikut ini adalah peraturan perundangan yang

terkait dengan pelestarian Gedung Kesenian Jakarta:

Pasal 38

(1) Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar

budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan

dilestarikan.

(2) Penetapan bangunan gedung dan lingkungannya yang dilindungi dan

dilestarikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah

Daerah dan/atau Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan

perundang-undangan.

(3) Pelaksanaan perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta pemeliharaan

atas bangunan gedung dan lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau karakter cagar

budaya yang dikandungnya.

(4) Perbaikan, pemugaran, dan pemanfaatan bangunan gedung dan

lingkungan cagar budaya yang dilakukan menyalahi ketentuan fungsi dan/atau

karakter cagar budaya, harus dikembalikan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

(5) Ketentuan mengenai perlindungan dan pelestarian sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) dan ayat (2) serta teknis pelaksanaan perbaikan, pemugaran dan

pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pengelolaan Gedung Kesenian Jakarta mengacu pada Peraturan Gubernur

Provinsi DKI Jakarta No. 83 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan

Gedung Kesenian. Fungsi dan tugas pokok Gedung Keseina Jakarta mengacu

pada Keputusan Kepada Dinas Kebudayaan dan Permuseuman provinsi DKI

Jakarta No.210/2006 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Tata kerja Pengelola

Gedung Kesenian Jakarta.

2.2. Tinjauan Khusus

Untuk mendapatkan referensi mengenai gedung-gedung pertunjukan budaya,

perlu dilakukan kegiatan survey terhadap gedung-gedung pertunjukan di Jakarta,

seperti Gedung Kesenian Jakarta, Teater Tanah Airku, dan Ciputra Artpreneur. Selain

itu juga perlu dilakukan pengumpulan data mengenai tempat-tempat pertunjukan

77

tradisional baik di Indonesia maupun di luar negeri, seperti Bali Theatre di Bali

Safari and Marine Park dan Siam Niramit di Thailand.

2.2.1 Gedung Kesenian Jakarta

Gedung Kesenian Jakarta berlokasi di Jalan Gedung Kesenian no.1, Jakarta

Pusat. Gedung yang dibangun pada masa kolonial Belanda ini masih digunakan

hingga hari ini dan menjadi tempat bagi para seniman dari seluruh Nusantara,

maupun internasional, mempertunjukkan hasil kreasi seninya, seperti drama,

teater, tari, film, sastra, dan lain sebagainya.

Gambar 2.74.Tampak Serong Depan GKJ Gambar 2.75 Tampak Samping GKJ

Sumber : dokumentasi penulis Sumber : dokumentasi penulis

A. Sejarah

1) Masa Inggris

Ide munculnya gedung ini berasal dari Gubernur Jendral Belanda, Daendels.

Kemudian direalisasikan oleh Gubernur Jendral Inggris, Sir Thomas Stamford

Raffles pada tahun 1814 yang merasa prihatin ketika pertama kali menduduki

Batavia pada tahun 1811 karena menyaksikan kota ini tidak memiliki gedung

kesenian. Pada tanggal 27 Oktober 1814 gedung pertunjukan yang tidak

mengesankan dibuka dan diresmikan. Dinding gedung terbuat dari gedek dan

bagian atasnya ditutup dengan alang-alang, berdiri di atas lahan kosong dekat

daerah Pasar Baru. Walau bentuk teater tersebut buruk, namun mencapai

tujuannya untuk menghibur tentara Inggris yang haus hiburan. Dengan bangga

gedung tersebut mereka beri nama "Gedung Teater militer di Weltevreden" tapi

orang Belanda mengejeknya dengan sebutan "Bamboo Theater". Gedung inilah

yang merupakan cikal bakal lahirnya Gedung Kesenian Jakarta.

2) Masa Belanda

"Bamboo Theater" pun akhirnya berpindah tuan. Beruntung penguasa

78

Belanda tidak menghancurkan gedung pertunjukan tersebut. Bangunan yang

semula bermaterial bambu, atas dukungan langsung dari Pemerintah Kolonial

Belanda, akhirnya diganti menjadi gedung kesenian yang ideal dan permanen

yang dibuka secara resmi pada tanggal 7 Desember 1821 oleh Pemerintah

Kolonial Belanda.

Dalam perkembangan selanjutnya, bangunan ini sering dikenal dengan nama

Gedung Kesenian Pasar Baru, Gedung Komidi (Comedelgebow) dan

Schouwburg (gedung pertunjukan, dalam bahasa Belanda). Gedung ini bergaya

Yunani baru (Neo Grekse Stijl), merupakan perkembangan dari gaya Rococo

yang populer pada masa itu. Pelaksanaan pembangunannya dipercayakan pada

Firma Lie A Cie, pemborong terkenal pada waktu itu. Awal berfungsinya

Schouwburg menggunakan penerangan lampu-lampu minyak kemudian

menggunanakan lampu gas pada tahun 1864 dan tahun 1882 digunakan lampu

listrik, sedang di luar gedung sampai tahun 1910 masih digunakan lampu gas.

Shcouwburg pada masa itu memang menjadi pusat perhatian seni

pertunjukan, sehingga tak mengherankan apabila Pangeran Hendrik dari Belanda

ketika berkunjung ke Batavia juga pernah mendapat suguhan sandiwara di

gedung ini. Dan pada tahun 1833 didatangkan rombongan sandiwara dari

Perancis, setelah itu secara bergiliran ditampilkan rombongan kesenian setempat

ditambah rombongan yang didatangkan dari Perancis dan Belanda.

3) Masa Jepang

Masa yang paling menyedihkan dalam perjalanan gedung kesenian ini

adalah ketika masa pendudukan Jepang. Tidak hanya karena tempat ini telah

"dipaksa" harus menyesuaikan diri dengan kepentingan mereka sebagai

penguasa Asia, gedung ini untuk beberapa lama dipakai sebagi markas tentara

sehingga banyak hiasan dan perlengkapan gedung yang rusak atau hilang. Baru

setelah dibentuknya Badan Urusan Kebudayaan (Keimin Bunka Shidosho) oleh

Pemerintah Pendudukan Jepang pada bulan April 1943, bangunan ini digunakan

kembali sebagai tempat pertunjukan dengan nama Siritsu Gekizyoo.

Menjelang kemerdekaan Indonesia, Gedung Kesenian juga dijadikan ajang

persiapan para seniman muda progresif untuk menghadapi tugas-tugas untuk

menyiapkan kemerdekaan. Ketika bala tentara Sekutu mendarat di Jakarta

setelah Perang Dunia Kedua usai, mereka membentuk perkumpulan yang mereka

beri nama "Seniman Merdeka". Kelompok ini beranggotakan Usmar Ismail,

79

Cornel Simanjuntak, Soerjo Soemanto, D. Djajakususma, Soedjono S., Basuki

Resobowo, Rosihan Anwar, Sarifin, Suhaimi, dan satu-satunya gadis yakni

Malidar Malik. Mereka berkeliing menggunakan sebuah truk yang berhasil

mereka bawa dari Pusat Kebudayaan Jepang (Keimin Bunka Shidosho). Truk

tersebut digunakan untuk mengadakan pertunjukan sandiwara keliling seta

memberi dorongan dan semangat rakyat agar serempak menentang penjajah.

Sedangkan gedung kesenian mereka gunakan sebagai pangkalan tetap selama

perjuangan mereka.

4) Masa Kemerdekaan

Menurut catatan sejarah, Gedung Kesenian Jakarta yang waktu itu masih

bernama Gedung Kesenian pernah digunakan untuk sidang pertama KNIP, yakni

pada tanggal 29 Agustus 1945 atau tept 12 hari setelah Proklamasi Kemerdekaan

Republik Indonesia. Peristiwa penting ini dicatat karena merupakan peristiwa

politik pertama yang menggunakan gedung kesenian itu. KNIP sendiri waktu itu

bisa disetarakan dengan parlemen atau DPR. Peristiwa ini semakin penting

karena dihadiri oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta.

Pada tahun 1951 gedung pertunjukan ini sempat pula " melenceng" dari

fungsi sebenarnya, yakni dijadikan ruang kuliah para mahasiswa Fakultas

Ekonomi dan hukum Universitas Indonesia, pada pagi hari. Tetapi dimalam hari

tetap dijadikan tempat pentas oleh beberapa kelompok teater dan drama. Pada

tahun 1968, gedung ini kembali berganti peran, yakni sebagai bioskop "Diana" di

bawah pimpinan Prof. Siswabessy yang kemudian menjadi Menteri Kesehatan

tahun 1968, Disinilah masyarakat bisa menonton film-film India. Tahun 1969

dibentuk Yayasan Gedung Kesenian di bawah Almarhum Brigjen Pringadi yang

bertujuan menjaga agar gedung tetap terawat. Setahun kemudian, yayasan

tersebut berubah menjadi bioskop "City Theater " yang khusus memutar film

mandarin. Gedung menjadi tak terawat dan kehilangan fungsinya. Sementara

bangunan lainnya ada yang digunakan sebagai tempat bilar dan kantor pajak

(dibagian belakang). Bahkan ada juga bangunan lama di lingukngan ini yang

dijadikan tempat tinggal. Setelah mengalami satu periode yang terlantar dan

keluhan para seniman akan butuhnya tempat pertunjukan lain yang lebih

memenuhi syarat, selain Taman Ismail Marzuki (TIM), tiba-tiba terbersit suatu

ide dari Gubernur R. Suprapto untuk merenovasi gedung yang bersejarah ini dan

dikembalikan kepada fungsinya lewat SK Gubernur DKI Jakarta NO.

80

4248/14/1984. Arsitektur dari Gedung Kesenian tidak berubah hanya di dalam

gedung direnovasi secara total dan disesuaikan dengan perkembangan jaman.

Pada tanggal 5 September 1987 Gedung Kesenian Jakarta diresmikan oleh

Gubernur R . Suprapto yang menjabat kembali sebagai Gubernur DKI jakarta

pada periode itu dan Gedung Kesenian Jakarta kembali sebagai teater yang

mempergelarkan kesenian, serupa masa lampau. Penyelenggaraan pertunjukan

kesenian di Gedung Kesenian Jakarta dilaksanakan oleh grup-grup yang terpilih

berdasarkan inovasi dan kreatifitas yang mewakili kesenian lokal, nasional

maupun internasional. Hal ini terus dilakukan agar Gedung Kesenian Jakarta

tetap menjadi tempat pertunjukan yang representative, eksklusif dan bertaraf

internasional disamping menjadi oase budaya bagi masyarakat Jakarta,

persinggahan dan dialog budaya para seniman dan seniwati dalam dan luar

negeri.

Dalam perjalanannya hingga saat ini , Gedung Kesenian Jakarta telat

menerima beberapa penghargaan, yakni

1. Tahun 2004 Penghargaan Adikaryottama Wisata

2. Tahun 2001 Penghargaan Adikaryottama Wisata

3. Tahun 1997 Penghargaan Gedung Kesenian Jakarta Termasuk 60

Bangunan Terpilih dalam tahun 1996 yang Mendukung Pelestarian Tapak

Sejarah Perkembangan Kota Jakarta Ibukota Negara Republik Indonesia

4. Tahun 1997 Penghargaan Adikaryottama Wisata

5. Tahun 1996 Penghargaan Adikaryottama Wisata

6. Tahun 1995 Penghargaan Adikaryottama Wisata

B. Visi dan Misi

Visi Gedung Kesenian Jakarta adalah menjadi gedung seni petunjukan

kebanggaan Jakarta khususnya, dan Indonesia serta di tingkat internasional.

Untuk mendukung visi tersebut di atas Gedung Kesenian Jakarta

mempunyai misi:

1) Menyajikan pertunjukan kesenian yang memiliki kualitas yang baik

2) Menjadi sumber inspirasi bagi proses perkembangan budaya bangsa,

khususnya dlaam bidang seni pertunjukan, serta mengkatkan apresiasi

masyarakat terhadap seni budaya

3) Menjadi wadah dialog budaya para seniman/seniwati lokal, nasional, dan

mancanegara melalui karya-karya inovatif yang diciptakan

81

4) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam mengimbangi

persaingan atas maraknya gedung-gedung pertunjukan dan galeri-galeri

yang ada serta berperan dalam bidang kesenian melalui pelayanan secara

baik dan profesional.

C. Fungsi dan Tugas Pokok

Mengacu pada Keputusan Kepala Dinas Kebudayaan dan Permuseuman

Provinsi DKI Jakarta no. 210/2006 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja

Pengelola Gedung Kesenian Jakarta, fungsi dan tugas pokok Gedung Kesenian

Jakarta adalah:

1. Turut berperan aktif dalam mengembangkan serta meningkatkan apresiasi

masyarakat terhadap kesenian, khususnya seni pertunjukan dalam nuansa etnik,

klasik, tradisi, sampai modern di bidang seni musik, tari, teater, balet, seni

kolaborasi dalam skala nasional khususnya dan Internasional umumnya.

2. Mendukung Pemda Provinsi DKI Jakarta dalam menampilkan program

-program seni budaya berkualitas sebagai sarana pendukung bidang pariwisita,

ekonomi sekaligus menunjang perkembangan seni budaya khususnya seni

pertunjukan.

3. Meningkatkan saling pengertian internasional melalui kegiatan pertukaran

budaya.

4. Menjalin berbagai hubungan kemitraan demi pengembangan kesenian

Indonesia.

5. Melaksanakan misi Gedung Kesenian Jakarta sebagai etalase budaya dan

tempat yang bergengsi untuk menampilkan kesenian berbobot.

6. Menyediakan fasilitas yang memadai untuk pementasan karya-karya seni

upaya memberi motivasi kepada seniman dalam berkarya.

7. Menyelenggarakan pelayanan yang optimal terhadap mitra kerja Gedung

Kesenian Jakarta termasuk grup pengisi acara dan penonton kesenian.

8. Menyediakan tempat untuk menjalin hubungan antar bangsa melalui

pementasan kesenian dan saling bertukar apresiasi sebagai sarana memupuk

perkembangan kesenian, persahabatan sekaligus sebagai rangsangan

peningkatan kreatifitas.

D. Struktur Organisasi

Pengelolaan Gedung Kesenian Jakarta mengacu pada Peraturan Gubernur

Provinsi DKI Jakarta No.83 Tahun 2006 tenteng Pedoman Pengelolaan Gedung

82

Kesenian. Keputusan Kepala Dinas Permuseuman dan Kebudayaan provinsi

DKI Jakarta No.83 tahun 2006 tentang Stuktur Organisasi Gedung Kesenian

Jakarta.

Diagram 2.1 Struktur Organisasi GKJ

Sumber : GKJ

Pada tahun 2015, Gedung Kesenian Jakarta memiliki karyawan sebanyak 38

orang yang terdiri dari empat orang PNS, duapuluh orang Non-PNS, dua orang

pensiunan., 6 orang cleaning service, 6 orang satpam, empat orang Pengelola

GKJ dipimpin oleh seorang direktur dan 4 orang pembantu direktur yang

mengepalai divisinya masing-masing. Berikut ini adalah penjelasan mengenai

tugas yang dimiliki para pegawai GKJ :

1) Divisi Artistik

Berhubungan dengan kegiatan pemantasan dan pihak penampil yang akan

melakukan pertunjukan.

a) Subdivisi Program mengurus berbagai program yang akan

diselenggarakan di GKJ dan berhubungn langsung dengan pihak

penampil yang akan melakukan pertunjukan.

b) Subdivisi Pergelaran mengurus jalannya pertunjukan terdiri dari seorang

stage manager, lighting operator, sound operator, dan crew panggung.

83

2) Divisi Pemasaran

Berhubungan dengan pihak-pihak di luar GKJ, selain grup penampil.

a) Subdivisi Promosi menangani kegiatan promosi program GKJ.

b) Subdivisi Humas menjadi pihak yang berhubungan dengan pihak luar

seperti media, kedutaan besar, pusat kebudayaan asing, dan sponsor.

3) Divisi Administrasi

Mengurus bagian administrasi GKJ.

a) Subdivisi Umum mengurus kepentingan karyawan.

b) Subdivisi Keuangan mengurus keuangan manajemen GKJ.

4) Divisi Sarana Prasarana

Mengurus berbagai keperluan gedung

a) Subdivisi Perlengkapan - menyediakan semua kebutuhan operasional

gedung dan kebutuhan pertunjukan.

b) Subdivisi Gedung - melakukan pemeliharaan terhadap gedung.

E. Kegiatan

Dalam penyelenggaraan kegiatan program, Gedung Kesenian Jakarta

mendapat bantuan/subsidi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas

Periwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. Perolehan dana tersebut

digunakan untuk bantuan biaya operasional grup kesenian. Di luar

bantuan/subsidi tersebut Gedung Kesenian Jakarta memperoleh dana dari

kerjasama dengan grup kesenian berupa kegiatan berikut ini.

1) Penjualan Tiket

Pola kerjasama pergelaran dilakukan dengan maksud dapat menghasilkan

pendapatan yang baik dari setiap penyelenggaraan kegiatan pertunjukan, dengan

menggunakan pola kerjasama baik untuk kedua belah pihak baik Gedung

Kesenian Jakarta maupun grup penampil yang tentunya dengan menampulkan

pergelaran seni pertunjukan yang memiliki kualitas.Sesuai dengan surat

Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.1145/2004 tentang pemberian Sumbangan

kepada Badan Pengelola Gedung Kesenian Jakarta berupa pengembalian seluruh

pajak hiburan atau pementasan kesenian seni budaya nasional yang

diselenggarakan di Gedung Kesenian Jakarta, dimana GKJ harus menyetor lebih

dahulu Pajak Hiburan sebesar 10% dari harga tiket yang dicetak.

2) Penggunaan Gedung

Tidak sedikit pergelaran yang ditampilkan di Gedung Kesenian Jakarta

84

tanpa bantuan biaya operasional ataupun kerjasama bagi hasil pernjualan tiket

dengan Badan Pengelola Gedung Kesenian Jakarta. Penampil dapat tampil di

Gedung Kesenian Jakarta melalui seleksi materi pertunjukan dan membayar

kompensasi biaya penggunaan fasilitas gedung pertunjukan. Hasil Kompensasi

biaya penggunaan fasilitas ini dialokasikan untuk gaji pengawal , perawatan dan

pengadaan peralatan ringan, perlengkapan gedung dan kantor, pengadaan bahan

promosi dan pengeluaran lain yang dianggap perlu.

F. Ruang Lingkup Kegiatan

Di bawah naungan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta,

Gedung Kesenian Jakarta menjalin hubungan baik dengan badan / instansi

pemerintah lainnya diantaranya : Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata

Republik Indonesian, Dinas Penerangan Jalan Umum (PJU) Provinsi DKI

Jakarta, Dinas Pemadam Kebakaran Jakarta Pusat, Dinas Pertamanan dan

Pemakaman Provinsi DKI Jakarta dan lainnya.

Dalam menunjang programnya Gedung Kesenian Jakarta menjalin

hubungan baik dengan:

a. Kedutaan Besar

b. Pusat Kebudayaan Asing

c. Para Penampil diantaranya :

1) Para Seniman

2) Komunitas seni

3) Institusi Pendidikan , diantaranya :

Sekolah Balet, Sekolah,Musik,Lembaga Kesenian,Sanggar Teater, Wayang

Orang , Sekolah dan Universitas di Jakarta, Rumah Produksi

d. Mitra Sponsor

e. Media Partner diantaranya :

1) Media Cetak (surat kabar,majalah,tabloid)

2) Media elektronik (televisi, radio)

3) Media Online (website, situs)

G. Fasilitas dan Ruang Khusus

1) Entrance dan Lobi

Entarnce merupakan tempat masuknya penonton. GKJ memiliki dua pintu

masuk utama pada sisi depan gedung, dan masing-masing satu pintu masuk di

setiap sisi samping gedung. Pada bagian depan juga terdapat ticket box.

85

Sedangkan Lobby berfungsi sebagai area transisi antara auditorium dan teras

gedung.

Gambar. 2.76 Teras depan GKJ Gambar. 2.77 Gong di Lobby GKJ

Sumber : dokumentasi penulis Sumber : dokumentasi penulis

2) Foyer

Gambar. 2.78 Foyer kanan GKJ

Sumber : dokumentasi penulis

86

Foyer adalah tempat untuk menunggu pertunjukan dan sebagai bersantai

bagi pengunjung. Di Gedung Kesenian Jakarta, foyer terletak pada sisi kiri dan

kanan auditorium, disediakan tempat duduk dan juga terdapat counter

penjualan makanan dan minuman ringan, serta 1 set gamelan jawa pada sisi

foyer kiri.

3) Auditorium

Auditorium GKJ memiliki kapasitas tempat duduk 472 kursi; 395 di bagian

bawah dan 77 kursi di balkon.

Gambar. 2.79 Auditorium GKJ

Sumber : dokumentasi penulis

4) Panggung

Ukuran panggung 10.5×14.8×4.5 meter dengan kedalaman panggung

1.17meter. Lantai panggung terbuat dari kayu. Terdapat panggung hidrolik

dengan masksimum ketinggian 2 meter.

Gambar. 2.80 Panggung GKJ Gambar 2.81 Alat Panggung Hidrolik

Sumber : www.anneahira.com Sumber : dokumentasi penulis

87

5) Belakang Panggung

Area di belakang panggung disebut sebagai green room, berfungsi ssebagai

tempat istirahat pemain dan ruang tunggu. Ruangan ini tersedia tempat duduk

dan TV dengan dinding dipenuhi poster-poster pertunjukan.

Gambar 2.82 Green Room GKJ

Sumber : dokumentasi penulis

6) Wing

Panggung Gedung Kesenian Jakarta memiliki 2 buah wing. Letak wing

tersebut berada di sisi kiri dan kanan. Wing menjadi jalur masuknya pemain ke

acting area dan juga terhubung langsung dengan green room dan ruang rias.

Gambar 2.83 Wing Kiri Panggung GKJ

Sumber : dokumentasi penulis

7) Ruang Rias

Terdapat 2 buah ruang rias pada lantai bawah dan lantai dua. Ruang rias

88

lantai bawah lebih besar dibandingkan lantai atas dengan menampung kurang

lebih 80 orang pemain. Di dalam ruang rias ini disediakan meja-meja rias,

lemari dan gantungan-gantungan baju. Di dalamnya juga terdapat kamar mandi.

Gambar 2.84 Ruang Rias Atas di GKJ

Sumber : dokumentasi penulis

8) Gudang Properti

Gudang properti disediakan untuk menyimpan dan mempersiapkan

berbagai properti yang digunakan untuk pertunjukan.

Gambar 2.85 Gudang Properti GKJ

Sumber : dokumentasi penulis

9) Kantor Pengelola

Gambar. 2.86 Kantor Pengelola GKJ

Sumber : dokumentasi penulis

89

Kantor digunakan oleh para karyawan GKJ untuk melakukan berbagai

aktivitas kerjanya. Awalnya kantor pengelola berada di dalam gedung

pertunjukan. Namun saat kepemimpinan direktur yg kedua, kantor dipindahkan

ke bangunan rumah yang berda di bagian belakang area GKJ.

H. Fasilitas Lainnya

1) Fasilitas Tata Cahaya di GKJ

Tabel 2.2 Fasilitas Tata Cahaya GKJ

BARANG JUMLAH

Plano Convex Spot (1000 watt / 220 Volt) 15

Fresnel Spot (1000 watt / 220 Volt) 15

PAR 64 (1000 watt / 220 Volt) 10

Fixed Beam Frofil 19° 6

Fixed Beam Frofil 26° 10

Fixed Beam Frofil 36° 10

CYC 1 Kw 12

Follow Spot 750 SR (1000 watt / 220 Volt) 2

Lighting Control Console (180 Pf, 20 Page, 20SM) 1

Dimmer Cabinet (130x15A, 4x25A) 1

Moving Head 1

Smoke Gun 1

Hazer 1

Strobelight 1,5 Kw 1

Sumber : GKJ

90

2) Fasilitas Tata Suara di GKJ

Tabel 2.3 Fasilitas Tata Suara GKJ

BARANG JUMLAH

Mixer Type Allen & Heath / GL2800-48 Chanel 1

Digital Processor For Speaker TOA Type DP-0206 2

Multi Channel Power Amplifier 2x250watt TOA DA-250 F 2

Multi Channel Power Amplifier 2x250watt TOA DA-550 F 3

CD Recorder TASCAM CD-RW 900SL 1

CD Player DENON 2

Tape Recorder TASCAM 202 mkV 1

Headphone AKG / K240 Studio 1

Speaker System W/Box FOH 4

Power Conditioner Furman PS-Pro E II 1

Stage Monitor Speaker System TOA SR-M3L 2

Stage Monitor Speaker System TOA SR-M3R 2

FGM Speaker (Delay) TOA Z-240 G 4

2 Way Monitor Speaker System (R.Kontrol) TOA Z-240G 2

2 Way Monitor Speaker System (R.Lighting) TOA Z-240G 1

2 Way Monitor Speaker System (Foyerl) TOA Z-240G 2

MIC Dynamic 16

Hanging MIC 6

Wireless Clip-on 6

Stand Mic Tinggi 15

Stand Mic Pendek 15

Wireless Handhall 4

Sumber : GKJ

91

I. Elemen Interior

1) Lantai

Auditorium lantai dibuat bertingkat dan menanjak. Lantai lobi dan

auditorium seluruhnya ditutupi oleh karpet berwarna merah yang berfungsi

sebagai penyerap suara. Area lainnya menggunakan keramik. Dari segi

perawatan, menggunakan keramik lebih mudah membersihkan kotoran yang

menempel.

Gambar. 2.87 Ramp menuju toilet Gambar 2.88 Lorong pada barisan kursi

Sumber : Dokumentasi Penulis Sumber : Dokumentasi Penulis

2) Dinding

Gambar 2.89 Detail dinding auditorium Gambar. 2.90 Green Room

Sumber : Dokumentasi Penulis Sumber : Dokumentasi Penulis

Secara keseluruhan bangunan dinding menggunakan bata. Dalam ruang

auditorium, dinding bata di lapisi dinding penyerap suara sebagai elemen

92

akustik yang dirancang untuk dapat memantulkan suara dan menyerap suara

secara terarah dan teratur. Terdapat ornamen ukiran dengan gaya rococo yang

dicat warna emas. Sedangkan untuk ruangan lainnya menggunakan dinding

bata yang dicat putih.

3) Ceiling

Di dalam ruang auditorium, ceiling berbentuk kubah dengan penambahan

material pendukung akustik dengan luasan hamper setengah dari luas kubah.

Material pendukung akustik dirancang sedemikian rupa agar menyatu dengan

ruangan dan memiliki nilai estetis. Sisi kubah lainnya dicat putih sama seperti

dinding. Profil kubah menggunakan ornamen ukiran klasik yang dilapisi cat

emas..

Untuk ruang foyer, ketinggian ceiling cukup tinggi sekitar 5 meter, dan

ceiling juga dihiasi dengan profil klasik. Untuk ruangn lainnya ceiling dibuat

rata dan dicat putih.

Gambar. 2.91 Detail ceiling auditorium Gambar 2.92 Detail ornamen ukiran

Sumber : Dokumentasi Penulis Sumber : Dokumentasi Penulis

4) Pencahayaan

Gambar 2.93 Pencahayaan pada foyer Gambar 2.94.Pencahayaan Panggung

Sumber : Dokumentasi Penulis Sumber : Dokumentasi Penulis

93

Penerapan penerangan disesuaikan dengan kebutuhan fungsi tiap-tiap

ruang. Pada ruang auditorium, sumber pencahayaan berasal dari downlight

yang dipasang pada sisi samping area duduk, dari lampu panggung, chandelier,

dan lampu sorot. Ruangan harus segelap mungkin ketika pertunjukan

berlangsung. Area panggung memiliki sistem pencahayaan sendiri yang diatur

oleh operator dari control room.

Pencahayaan di foyer, menggunakan cahaya matahari langsung yang

masuk melalui jendela-jendela besar di sisi bangunan ketika di siang hari,

sedangkan pada malam menggunakan chandelier dan lampu dinding antik yang

sudah ada sejak awal gedung ini berdiri memberikan kesan mewah dan

menawan. Sedangkan untuk area di belakang panggung, pencahayaan

menggunakan lampu TL (fluorescent).

5) Penghawaan

Sistem penghawaan yang digunakan adalah AC central yang disalurkan ke

setiap ruangan di dalam gedung. Namun, ceilingnya yang tinggi juga dapat

sangat membantu agar ruangan tidak pengap. Pada foyer, ceiling yang tinggi

menciptakan hawa yang sejuk ditambah penggunaan material keramik pada

lantai.

6) Akustik

Gambar 2.95 Auditorium GKJ

Sumber : Dokumentasi Penulis

94

Akustik dalam auditorium dirancang sedemikian rupa sehingga dapat

mendukung kegiatan pertunjukan. Lantai dilapisi dengan karpet tebal, dinding

dan ceiling juga diberi lapisan akustik. Pintu didesain untuk mencegah

kebocoran suara. Perancangan akustik pada area lainnya, seperti area di

belakang panggung kurang maksimal karena keterbatasan dana renovasi. Pada

Green Room hanya difokuskan untuk mencegah kebocoran suara ke panggung

dengan hanya memperhatikan desain pintu yang memiliki lapisan peredam.

Namun sebagai konsekuensi, orang yang berada di green room dan wing harus

menjaga ketenangan dengan berbisik saat biacara atau tidak bicara sama sekali.

7) Keamanan

Sejak tahun 2011 Gedung Kesenian Jakarta telah dilengkapi dengan CCTV

pada setiap sudut ruangan sebagai sistem keamanan. Setiap sisi auditorium

dilengkapi beberapa pintu yang akan dibuka untuk jalur evakuasi jika terjadi

keadaan darurat.

J. Permasalahan

Berikut permasalahan-permasalahan yang ditemukan pada Gedung

Kesenian Jakarta.

1) Kurangnya kesadaran pengunjung terhadap peraturan dasar, seperti tidak

membawa makanan dan minuman ke dalam auditorium.

2) Fasilitas untuk pemain disable terbatas.

3) Tingginya kadar air bangunan membuat lapisan dinding cepat terlihat kotor

dan cacat. Meskipun baru satu bulan di cat ulang, sudah nampak bercak.

4) Akses antara Control room untuk lighting dan sound system terpisah cukup

jauh dan peralatan yang ada sudah tua sekali, pihak operator mendambakan

ruangan yang lebih nyaman dan berdekatan.

5) Ruang ganti yang disediakan sudah cukup besar namun peralatan yang

ada di dalamnya kurang terjaga dengan baik.

6) Pergantian tempat duduk yang baru kurang memperhatikan peletakan tempat

duduk dengan kondisi arsitektur gedung. Seperti kursi di letakan di belakang

kolom. Sirkulasi jalur tengah auditorium berubah menjadi menyempit pada

bagian belakang sehingga tidak sesuai dengan standar sirkulasi teater.

7) Setelah melakukan renovasi, kapasitas kursi berkurang menyebabkan

penonton pertunjukan menjadi terbatas padahal keinginan dari pengelola ialah

penambahan jumlah tempat duduk.

95

2.2.2 Ciputra Artpreneur

Gambar 2.96 Ciputra Artpreneur

Sumber : Dokumentasi Penulis

Ciputra Artpreneur, dengan luas sekitar 10.000 meter persegi, adalah

tempat yang didedikasikan untuk seni dan terdiri dari sebuah galeri, museum,

teater berstandar internasional, dan ruang multifungsi, dan fasilitas pendukung

lainnya. Terletak di Jakarta Golden Triangle, Ciputra Artpreneur terletak di

lantai atas Mall Ciputra World Jakarta, yang merupakan kompleks besar yang

terdiri dari kantor, apartmenets, hotel, dan mal. Berencana meluncurkan pada

akhir tahun 2013.

Ciputra Artpreneur memiliki quotes, “A place of destination to discover,

explore, experience and celebrate Indonesian and International Art”. Ciputra

Artpreneur bertujuan untuk menjadi mitra inkubator untuk artpreneurs

Indonesia; budaya, pendukung intelektual dan pemberdayaan sumber daya

manusia Indonesia. Ciputra Artpreneur dikelola oleh Citra Art Management,

yang telah mengelola berbagai pameran seni terkemuka di Jakarta maupun

internasional. Pameran masa lalu termasuk The Eye Indonesia (Jakarta dan

London, Inggris (Saatchi Gallery)), Beyond The East (Roma, Italia (MAKRO)),

pameran Artpreneur tahunan serta pameran fotografi, Beyond Photography.

A. Sejarah

Ide Ciputra Artpreneur berawal dari Dr. Ir. Ciputra. Berdasarkan

pengalaman pribadinya dalam bisnis yang berkembang di Indonesia dan luar

negeri selama lima dekade terakhir, beliau percaya kewirausahaan adalah kunci

sukses dari penciptaan kekayaan. Untuk semangat kewirausahaan akan

96

mendorong orang untuk menciptakan kekayaan dengan menggunakan semua

sumber daya yang tersedia di sekitarnya melalui inovasi. Bapak Ciputra

menyebutnya tindakan mengubah sampah menjadi emas. Salah satu sumber daya

yang jarang digunakan di Indonesia adalah seni. Sebagai seorang pecinta seni

dan antusias selama enam dekade, saya menyimpulkan bahwa inovasi radikal

dalam seni sebagai cara yang sangat signifikan untuk menciptakan kekayaan dari

seni.

Pembangunan awal Ciputra Artpreneur dimulai sejak tahun 1995.

Merupakan bangunan lama dengan perancangan gedung bertingkat lebih dari 2

lantai. Namun pada tahun 1998 terjadi perhentian pembangunan selama

beberapa tahun yang di karenakan terjadinya krisis moneter di Indonesia

sehingga kondisi perekonomian dan politik serta sosial yang sangat tidak stabil.

Pada tahun 2005, ide Ciputra Artpreneur berkembang menjadi lebih kompleks.

sebagai artpreneurship; istilah tertentu mengacu pada proses penciptaan

kekayaan di dunia seni didorong oleh kreativitas para seniman. Sebuah

Artpreneur, aktor artpreneurship, adalah orang yang menciptakan nilai-nilai

seni dalam bentuk produk seni atau jasa yang mewujudkan 7E; eksotis,

entertainment, estetika, exclusive, ekspansif, edukatif, dan escalate.

Berkeinginan untuk menyebarkan semangat artpreneurship seluruh dunia seni

rupa Indonesia dan menjadi bahan bakar untuk kemajuan budaya Indonesia.

Pada tahun 2008 di mulai pengaktifan kembali pembangunan Ciputra

Artpreneur dimana dulunya disebut Ciputra Artpreneur Center. Konsep

pembangunanpun berubah yang awalnya berbentuk seperti rumah dan sekarang

ingin dijadikan High Rise Building. Dilakukan penambahan dan pergantian

fondasi dimana rumah sebelumnya di jadikan tempat parkir basement. Sekarang

di dalam basement terdapat kolom-kolom besar yang kurang lazim itu di

karenakan perubahan konsep bangunan., Pemikiran di tahun 2008, Ciputra

Artpreneur hanya sebatas gallery dan museum yang menampilkan berbagai

koleksi karya seni Bapak Ciputra ciptaan Hendra Gunawan. Namun setelah

melakukan perhitungan visibility, jika hanya membuka gallery dan museum

maka tidak akan tutup modal sehingga muncul pemikiran untuk membuat

sesuatu yang dapat menarik dan mendatangkan orang banyak yang berkaitan

dengan seni. Maka di tahun 2012 diputuskan untuk membangun teater dengan

konsep broadway dengan standar internasional.

97

Dalam proses pembangunan dan desain, Ciputra Artpreneur bekerja sama

dengan Benoy, merupakan konsultan arsitek dari London, Inggris dan bekerja

sama dengan konsultan teater, Philip Soden. Sementara untuk hal-hal yang

berkaitan dengan mechanical electrical dipercayakan kepada BECA.

Gambar 2.97 Tampak Luar Teater Ciputra Artpreneur

Sumber : www.ciputraartpreneur.com

Peresmian Ciputra Artpreneur di berlangsungkan bersamaan dengan ulang

tahun pernikahan Bapak Ciputra dengan Ibu Dian Sumeler yang ke-60.

Perayaan dilakukan pada tanggal 10 Agustus 2014.

B. Visi dan Misi

Visi dan misi Ciputra Artpreneur seperti yang dikatakan oleh Ir. Dr. Ciputra,

“Saya suka seni, terutama karya-karya master seni modern di Indonesia, Hendra

Gunawan. Dan aku bangga dianggap sebagai kolektor terbesar karya-karyanya.

Gairah saya untuk perkembangan seni rupa Indonesia telah membuat saya

membayangkan sebuah pusat dengan tujuan meningkatkan taraf hidup / nilai

seniman Indonesia dan perkembangan dunia seni rupa Indonesia; Ciputra

Artpreneur, realisasi mimpi saya lama dicari. Ini adalah perwujudan dari visi

saya untuk membuat inkubator untuk artpreneurs Indonesia dan tempat untuk

melakukan advokasi budaya, intelektualitas dan pemberdayaan bagi negara kita

tercinta. Saya sangat berharap bahwa Ciputra Artpreneur akan menjadi tempat

untuk menemukan, mengeksplorasi, pengalaman, dan merayakan Indonesia dan

98

Seni Internasional yang pada akhirnya akan memperkuat dampak artpreneurship

dan menyebarkan pesan di seluruh dunia.”

C. Fungsi dan Tugas Pokok

Dalam pemograman, Ciputra Artpreneur menyajikan fasilitas bangunan

dan event organizer dengan standar internasional, dapat menjadi tuan rumah

pameran seni, melaksanakan berbagai program MICE, drama kelas dunia, dan

acara bergengsi lainnya. Turut kita ketahui bahwa di Indonesia belum ada

gedung seni pertunjukan yang berstandar internasional. Setiap pertunjukan seni

dengan standar internasional yang diselenggarakan di ASEAN cenderung

dilaksanakan di Singapura. Oleh karena itu fungsi dan tugas pokok Ciputra

Artpreneur ialah sebagai jembatan untuk memperkenalkan budaya Indonesia

melalui penyediaan fasilitas dan aktifitas seni budaya yang memiliki standar

internasional. Dalam menjalankan program-programnya, Ciputra Artpreneur

dibantu oleh berbagai lembaga, terutama lembaga-lembaga swasta maupun

perorangan. Di samping itu Ciputra Artpreneur selalu berusaha bekerjasama

dengan sejumlah lembaga asing—misalnya pusat-pusat kebudayaan asing yang

ada di Jakarta—untuk mendatangkan sejumlah kelompok ke Indonesia.

Mitra Penyelenggara adalah lembaga-lembaga non-pemerintah dan

non-profit yang bersama Ciputra Artpreneur menyelenggarakan program seni

dan pemikiran di Ciputra Artpreneur. Lembaga yang pernah menjadi mitra

penyelenggara Ciputra Artpreneur adalah:

• UNICEF

• Kedutaan Italia

• Kedutaan Mexico

• Kedutaan Cina

• Komunitas Kriya Kayu Kontemporer Indonesia

• Sidharta

• D’Art Beat

• Yahoo

• JPNN

• Net TV

D. Struktur Organisasi

Sebenarnya tidak terdapat struktur organisasi secara tertulis. Namun

berdasarkan pembagian tugas dapat digambarkan seperti diagram di bawah ini.

99

Diagram 2.2 Struktur Organisasi Ciputra Artpreneur

Sumber : Ciputra Artpreneur

1) Manager Gallery, Museum dan Teater

Mengatur dan mengkordinir segala keperluan galeri, museum dan teater

berdasarkan dengan persetujuan presiden direktur.

2) Sales

Menangani strategi marketing dan penyewaan fasilitas Ciputra

Atpreneur.kepada pihak yang akan melaksanakan pertunjukan atau pameran.

3) Arsitek

Merancang pembangunan galeri, museum dan teater dan menangani

permasalahan yang berhubungan dengan gedung setelah pembangunan.

4) Graphic / Branding

Membuat identitas koorporasi yang jelas kemudian dikomunikan pada

berbagai media.

5) Teknik Informatika

Menangani segala sesuatu yang berhubungan dengan teknik informatika

seperti pembuatan website Ciputra Artpreneur.

6) Publikasi

Menangani kegiatan promosi Ciputra Artpreneur dan berhubungan dengan

pihak luar seperti media, kebudayaan asing, dan sponsor.

100

E. Kegiatan

Dalam tujuh bulan sejak di resmikannya Ciputra Artpreneur pada Agustus

2014 hingga sekarang, Maret 2015, telah menampilkan 30 acara pentas tari dan

teater, konser musik, pelelangan seni rupa, penghargaan seni, pameran seni rupa

dan fotografi dan pemutaran film. Di samping itu, Ciputra Artpreneur juga

menyelenggarakan diskusi dan ceramah, untuk menggiatkan perbincangan

publik yang saat ini belum banyak ruangnya; baik tentang entreuprepneurship,

bisnis dan isu yang sedang hangat.

Beberapa program khusus yang diselenggarakan Group Ciputra Artpreneur

sebagai berikut:

1. Artpreneurship 1 : Space & Image - Visual Art Exhibition

2. Artpreneurship 2 : 1001 Doors : Reinterpreting Traditions

3. Dream Team Annual Award and Recognition Night 2014

4. Anugerah Adipura IV Citra Raya 2014 Ecoculture

5. Founders Day 2014 - Building Up Entrepreneurial Organization

F. Fasilitas dan Ruang Khusus

Sebagai wadah untuk kreasi seni dengan berbagai kegiatan yang dilakukan,

Ciputra Artpreneur mempunyai fasilitas-fasilitas yang dapat mengakomodasi

semua kegiatan seni yang akan dilakukan. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain:

1.) Entrance dan Lobi

Gambar 2.98 Lobi lantai 13

Sumber : Dokumentasi Penulis

Ciputra Artpreneur memiliki 3 akses untuk mencapai area lobi yaitu melalui lift,

eskalator, dan drop car untuk lobi lantai 11 dan akses lobi lantai 13 dapat

101

menggunakan lift dan escalator. Desain lobi lantai 11 cukup sederhana dan

terdapat artwork. Lantai 12 merupakan area foyer dan terdapat beberapa

artwork. Lobi di Lantai 13 di desain menarik dengan banyak penggunaan

bentuk organik. Terdapat box office yang berfungsi sebagai penjualan tiket dan

pada waktu tertentu dapat di sewakan kepada tenant untuk menjual makanan

dan minuman ringan.

2.) Teater Ciputra Artpreneur

Teater Ciputra Artpreneur yang terletak di lantai 13 dapat menampung

hingga 1.190 penonton. Inilah gedung teater berstandar broadway

internasional pertama di Indonesia. Fasilitas untuk persiapan dan penerimaan

tamu ialah box office, VIP lounge, akses kontrol, dan view.

Gambar 2.99 Teater Ciputra Artpreneur 1

Sumber : Dokumentasi Penulis

Gambar 2.100 Teater Ciputra Artpreneur 2

Sumber : Dokumentasi Penulis

102

Fasilitas belakang panggung ialah ruang latihan, ruang ganti, ruang tat arias,

ruang peralatan dan property, dan workshop. Dalam ruang tat arias, lampu

penerangan disekeliling cermin menggunakan lampu LED. Sementara fasilitas

dalam teater terdapat orchestra pit, fly tower, area yang luas di bawah panggung,

front of house office. Desain yang sangat unik dan futuristic, elemen dinding

dan plafon menyatu dengan menggunakan 72 modul segitiga. Menggunakan

spesialis tata suara dan sound system oleh Meyer. Berdinding kedap suara, teater

ini dilengkapi segala peralatan tata panggung, orchestra pit menggunakan

spesialis konsultan teater oleh Phillips Hadden, dan pencahayaan menggunakan

lampu LED dan 72 customized LED untuk penerangan dalam modul segitiga di

dinding dan plafon. Selain itu ada beberapa keistimewaan lainnya pada

panggung teater ini ialah memiliki 48 fly out, ketinggian panggung dapat

diturunkan atau dinaikan sekitar 50 sampai 100 cm dan sistem hidrolik untuk

panggung orkestra.

Gambar 2.101 Ruang tata rias

Sumber : Dokumentasi Penulis

3.) Museum Ciputra Artpreneur

Museum Ciputra yang terletak di lantai 11, merupakan institusi yang

mempertunjukan koleksi dari Dr. Ir. Ciputra. Melalui pameran, program,

penelitian dan publikasi, museum ini mendokumentasikan dan menjelaskan

koleksinya sendiri. Menyediakan berbagai informasi dan perspektif

perkembangan seni Indonesia dari periode modernisasi hingga sekarang

berkaitan dengan karya Hendra Gunawan.

103

Museum Ciputra bertujuan untuk menjadi tempat yang memperlihatkan dan

mempelajari mengenai seni Indonesia. Memberikan kontribusi untuk

pengembangan endogen komunitas sosial dan aspirasi budaya. Museum ini

menciptakan kesempatan untuk belajar dan merasakan pengalaman pengunjung

yang membawa kepada penghargaan lebih kepada seni budaya Indonesia.

Gambar 2.102 Entrance Museum Ciputra Artpreneur

Sumber : Dokumentasi Penulis

Gambar 2.103 Museum Ciputra Artpreneur

Sumber : Dokumentasi Penulis

Desain museum yang unik dengan bentuk organik pada dinding pintu masuk

memberikan kesan baru karena pada umumnya museum di Indonesia masih

bersifat konvensional. Desain plafon gypsum terdapat up ceiling dengan bentuk

104

organik menyusri ruangan sehingga tercipta flow dalam ruangan tersebut. Lantai

nya menggunakan granit dengan dinding finishing cat berwarna putih.

4.) Galeri Ciputra Artpreneur

Galeri Ciputra terletak di lantai 11 terdiri dari tiga galeri seni dimana setiap

galerinya di rancang menjadi suatu ruang yang bersifat netral dan dapat digabung

secara fleksibel. Galeri terkoneksi dengan prefunction lobby sehingga

menyediakan area yang lebih luas. Galeri Ciputra dilengkpai dengan ruang

serbaguna, ruang persiapan, direct guest access, akses langsung untuk loading

dan koneksi internet WiFi.

Gambar 2.104 Innovate Gallery Gambar 2.105 Collaborate Gallery

Sumber : www.ciputraartprenur.com Sumber : Dokumentasi Penulis

Gambar 2.106 Experience Gallery 1 Gambar 2.107 Expereience Gallery 2

Sumber : www.ciputraartprenur.com Sumber : Dokumentasi Penulis

Galeri pertama disebut dengan Innovate Gallery dengan luasan 320 m2 dan

ketinggian 5.4 m, cocok digunakan untuk acara pribadi. Denah galeri ini di

105

desain dengan gaya modern didukung dengan perlengkapan teknis yang detail

sehingga memudahkan pengguna untuk memakai galeri ini. Galeri kedua disebut

dengan Collaborate Gallery. Hampir sama dengan galeri sebelumnya,

perbedaannya hanya terletak pada luasan. Menyediakan area yang lebih luas,

cocok di gunakan untuk acara pribadi atau pameran kecil. Luasan area sebesar

442 m2 dengan ketinggian 5.4 m.

Galeri yang ketiga disebut dengan Experience Gallery. Merupakan galeri

terbesar yang di rancang seperti koridor besar dengan luas 730 m2 dengan

dinding kaca mencapai ketinggian 12 m menyuguhkan pemandangan kota

Jakarta yang menghadirkan kesan mewah dan megah pada galeri ini. Di sisi lain,

terdapat balkon yang terhubung dari dua tangga melingkar. Experience Gallery

di lengkapi dengan high-tech proyektor dimana dapat meng-highlight lantai,

dinding, dan plafon. Untuk acara yang besar, Experience Gallery dapat

digabungkan dengan kedua galeri lainnya.

5.) Ruang serbaguna

Ciputra Artpreneur memiliki dua runag serbaguna, berada di lantai 11 dan

lantai 13. Ruangan dengan luasan 155 m2 dan tinggi 5.4 m cocok di gunakan

untuk area persiapan, kantro staff sementara atau lokasi sub acara sebagai

pendukung acara utama. Dapat digunakan juga untuk acara pribadi seperti film

screening dan rapat pertemuan. Ruang serbaguna di lantai 13 memiliki luasan

area yang lebih besar sekitar 700 m2. Dirancang untuk memenuhi kebutuhan

acara teater atau pertemeuan pribadi skala medium. Ruang serbaguna ini

memiliki lobby dan loading akses tersendiri.

6.) Retail Gallery

Gambar 2.108 Retail Gallery

Sumber : Dokumentasi Penulis

106

Ciputra Artpreneur bekerja sama dengan tenant untuk penyewaan tempat

baik untuk galeri, fotografi, atau apapun yang ada hubungannya dengan seni.

Umumnya took dibuka jika ada perjanjian dengan pihak toko atau ketika sedang

ada pertunjukan.

7.) Kantor Pengelola

Kantor pengelola terletak di lantai 10. Kantor di desain seadanya namun

terdapat banyak unsur dekoraitf berupa artwork dan lukisan.

Gambar 2.109 Kantor Pengelola

Sumber : Dokumentasi Penulis

H. Elemen Interior

1) Lantai

Sebagian besar lantai bangunan di lantai 11 dan 12 menggunakan marmer

dan granit. Sedangkan di lantai 13 dimana merupakan tempat teater, seluruhnya

menggunakan karpet kecuali area box office dan area belakang panggung

menggunakan granit dan keramik. Penggunaan karpet berfungsi untuk

meredam suara. Pada panggung teater menggunakan kayu.

Gambar 2.110 Lantai Teater Ciputra Artpreneur

Sumber : dokumentasi penulis

107

2) Dinding

Ciputra Artpreneur menggunakan dinding bata dan dengan berbagai

finishing. Seperti di Museum finishing hanya menggunakan cat, di galeri

menggunakan wallpaper, cat, dan marmer. Sedangkan untuk teater selain

wallpaper, panel kayu dan kaca, banyak menggunakan bahan peredam seperti

fabric sebagai elemen akustik.

Gambar 2.111 Penggunaan dinding kaca di koridor teater

Sumber: dokumentasi penulis

3) Ceiling

Pada ceiling teater menggunakan modular segitiga sebagai modul desain

yang dirancang untuk meredam suara dan memantulkan suara. Dan pada ceiling

di bawah lantai dua area duduk penonton, hanya menggunakan gypsum yang

terdapat hidden light di sepanjang ceiling.

Gambar 2.112 Struktur ceiling akustik teater

Sumber: dokumentasi penulis

108

Gambar 2.113 Ceiling Lobi Teater

Sumber: dokumentasi penulis

4) Pencahayaan

Pencahayaan menggunakan lampu LED dengan banyak menggunakan

sistem downlight dan hidden light. Hanya pada Experience Gallery yang

mengandalkan pencahayaan alami di siang hari dikarenakan dinding kaca yang

besar.

5) Penghawaan

Seluruh ruangan baik dari lantai 11 sampai 13 menggunakan AC sentral yang

dapat dikendalikan di setiap lantainya. Saluran untuk pembuangan udara kotor

terdapat di sisi panggung paling belakang. Dalam ruang auditorium, AC

terdapat di bagian kaki di area duduk penonton. Di tempatkan demikian dengan

pemikiran jika ditempatkan pada langit-langit, ketinggian ruang sangat tinggi

sehingga membutuhkan listrik dan energi yang lebih banyak.

6) Akustik

Sistem akustik yang digunakan untuk meredam suara ialah melalui bahan

yang digunakan untuk melapisi dinding, ceiling, lantai. Material tempat duduk

juga menggunakan bahan peredam suara. Teater Ciputra Artpreneur

mengandalkan sound system yang dapat menyesuaikan dengan keadaan

bangunan. Sound system yang dirancang khusus oleh Meyer menggunakan

digital teknologi dengan kualitas suara standar internasional dimana dipastikan

suara tidak menggema dan volume suara di setiap tempat duduk sama besar.

7) Keamanan

Selain penjaga keamanan yang mengawasi di setiap lantai, Ciputra

109

Artpreneur dilengkapi dengan CCTV untuk membantu menjaga keamanan. Jika

terjadi keadaan darurat, telah disediakan jalur-jalur evakuasi dan alat pemadam

kebakaran.

G. Permasalahan

Terdapat berbagai permasalahan yang ditemukan pada Ciputra Artpreneur,

antar lain:

1) Permasalahan utama ialah perancangan sistem secara teknis baru

dirancang setelah perancangan desain. Seperti perancangan AC dan sound

system.

2) Akses menuju galeri, museum, khususnya teater kurang memadai.

Penyediaan lift kurang banyak dan kurang luas.

3) Terdapat kekeliruan struktur WF melintang pada jalan backstage yang

menyebabkan pemain dan staff sering terbentur dengan struktur tersebut.

2.2.3 Teater Tanah Airku

Teater Tanah Airku berlokasi di Jalan Jl. Raya Taman Mini Jakarta Timur.

letaknya di dalam kompleks Taman Mini Indonesia Indah (TMII), dekat dengan

pintu masuk utama, Museum Indonesia, dan anjungan Bengkulu. Teater Tanah

Airku adalah Gedung pertunjukan pertama di Indonesia yang menggunakan

teknologi mulitimedia dengan peralatan berstandar internasional.

Gambar 2.114 Tampak Depan Teater Tanah Airku

Sumber : Buku Panduan Teater Tanah Airku

110

Gambar 2.115 Peta Lokasi Teater Tanah Airku dalam TMII

Sumber : Buku Panduan Teater Tanah Airku

A. Sejarah

Berawal dari sejarah singkat Taman Mini Nasional Indonesia atau yang

disingkat TMII. Ibu Tien Soeharto menyampaikan gagasan pembangunan

Miniatur Indonesia pada rapat pengurus YHK tanggal 13 Maret 1970 di Jl.

Cendana No. 8, Jakarta. Bentuk dan sifat isian proyek berupa bangunan utama

bercorak rumah-rumah adat yang dilengkapi dengan pergelaran kesenian,

kekayaan flora-fau-na, dan benda budaya lain dari masing-masing daerah yang

ada di Indonesia. Gagasan itu dilandasi oleh suatu keinginan untuk

membangkitkan kebanggaan dan rasa cinta terhadap bangsa dan tanah air, serta

untuk memperkenalkan Indonesia kepada bangsa-bangsa lain di dunia. Gagasan

tersebut makin mantap setelah Ibu Tien selaku ibu negara menyertai perjalanan

kerja Presiden Soeharto ke berbagai negara, dimana ia mendapat kesempatan

mengunjungi obyek-obyek wisata di luar negeri, diantaranya Disneyland

Amerika Serikat dan Timland di Muangthai. Kunjungan Ibu Tien Soeharto ke

pbyek-obyek wisata tersebut mendorong untuk mewujudkan ide ke dalam suatu

proyek dengan membuat taman tempat rekreasi yang mampu menggambarkan

kebesaran dan keindahan Indonesia dalam bentuknya yang mini.

Penggagas pembangunan Taman Mini "Indonesia Indah" (TMII) adalah Siti

Hartinah Soeharto, akrab dipanggil Ibu Tien Soeharto. Gagasan itu muncul

setalah ia mendengarkan dan menghayati isi pidato Presiden Soeharto tentang

keseimbangan pembangunan Umum DPR GR Tahun 1971 berikut ini :aman ini

111

memberikan gambaran yang menunjukkan kekayaan budaya dan kondisi

alamiah seperti ragam bangunan-bangunan bercorak arsitektur, kesenian, adat

istiadat, bahasa, kekayaan alam, dan kekayaan pemikiran yang dimiliki

Indonesia. Tanggai 30 Januari 1971, pada penutupan Rapat Kerja Gubernur,

Bupati, dan Walikota seluruh Indonesia di Istana Negara, yang juga dihadiri

oleh Presiden Rl, Ibu Tien Soeharto dengan di dampingi Menteri Dalam Negeri

Amir Mahmud untuk pertama kalinya memaparkan maksud dan tujuan

pembangunan Miniatur Indonesia "Indonesia Indah" di depan umum. Pada

tanggai 11 Agustus 1971, dengan surat YHK, Ibu Tien Soeharto menugaskan

Nusa Consultans untuk membuat rencana indukdan studi ke-layakan. Tugas itu

selesai dalam waktu 3,5 bulan.

Pada tanggai 30 Juni 1972 pembangunan dimulai tahap demi tahap secara

bersinambungan. Rancangan bangunan utama berupa peta relief Miniatur

Indonesia berikut penyediaan airnya,Tugu Api Pancasila, bangunan Joglo, dan

Gedung Pengelolaan disiapkan oleh Nusa Consultants berikut pembuatan jalan

dan penyediaan kaveling tiap-tiap bangunan; sedang rancangan bangunan lain,

seperti bangunan khas tiap daerah, dikerjakan oleh berbagai biro arsitek; Nusa

Konsultan hanya membantu menjaga keserasian keseluruhannya. Berkat

kegotong-royongan semua potensi nasional: masyarakat di sekitar lokasi,

pemerintah usat dan daerah, swasta, dan berbagai unsur masyarakat lainnya,

dalam kurun waktu tiga tahun pembangunan TMII tahap pertama dinyatakan

selesai. Pada tanggai 20 April 1975 di bawah terik matahari sore langit kota

Jakarta, Taman Mini "Indonesia Indah" diresmikan pembukaannya oleh

Presiden Soeharto.

"Pembangunan hakekatnya adalah pembangunan manusia untuk

kepentingan manusia. Sebab itu di samping pembangunan ekonomi, kita pun

terus membangun segi lain dari kehidupan kita yaitu : Politik, Sosial, Budaya,

Pendidikan, Mental, dan sebagainya".

Teater Tanah Airku yang didirikan di atas tanah seluas 2.400m2 di bangun

pada tahun 1997 dengan lamanya waktu pembangunan memakan waktu 6 bulan

sebelum diresmikan pada tanggal 20 april 1998 oleh Presiden Soeharto. Dalam

rangka peresmian, Teater Tanah Airku menampilkan Opera Anoman selama 5

hari.Bentuk bangunanya memadukan unsur arsitektur tradisional dan modern,

menyatu secara serasi dan artistik. Bagian atap diilhami oleh atap rumah adat

112

Sumatra dan Sulawesi, sedang ragam hiasnya memadukan unsur nusantara

dengan budaya global. Pada bagian depan terdapat ragam hias gunungan dari

Jawa di apit ragam hias khas Batak Toba serta ragam hias naga dan burung

enggang yang mewakili budaya Dayak. Sementara di dinding-dinding bagian

samping gedung dipenuhi ragam khas budaya Indonesia Timur.

Gambar 2.116 Perayaan kick off 300 hari jelang SEA Games XXVI

Sumber : www.antarafoto.com

Teater Tanah Airku disewakan dan dikelola oleh PT. Total Image Solution.

Pada awalnya teater ini sering digunakan untuk pertunjukan tarian daerah dan

pertunjukan tradisional oleh Teater Koma namun setelah habis kontrak jarang

menggunakan teater Tanah Airku lagi. Pertunjukan musik dan orkestra oleh Adi

M.S. kerap kali dilakukan yang di sponsori oleh Sampoerna. Pertunjukan

diadakan sekitar sebulan sekali dan berlangsung hingga 2002. Karena

pertunjukan bersifat sosial, maka penonton tidak di perkenakan biaya sehingga

di halaman luar teater diapasang layar sementara agar pengunjung yang tidak

kebagian tempat didalam auditorium, tetap dapat menyaksikan pertunjukan.

Sekarang teater Tanah Airku lebih sering menjadi tempat pertunjukan music

dan lagu-lagu juga acara televisi seperti ANTV, Trans 7, RCTI dan Indosiar.

B. Visi dan Misi

Karena Teater Tanah Airku masih di dalam lingkupan TMII, visi dan misi

juga sama dengan TMII. Visi dan misi TMII memperkenalkan Kebudayaan dan

Kekayaan Alam kepada Bangsa Indonesia dan Bangsa lain dengan cara

Mengembangkan kerjasamakemitraan dan jaringan kerja dengan berbagai

pihak diantara lembaga konservasi, pelaku usaha rekreasi, Meningkatkan

kualitas koleksi budaya, flora dan fauna nusantara di TMII dan

113

meningkatkan mutu pelayanan bagi pengunjung dan para mitra.

Mempromosikan potensi keunikan unggulan daerah untuk menarik wisatawan

dan investor dengan Menyediakan sarana informasi potensi unggulan daerah

yang menarik dan komunikatif, memberikan jaminan kepastian hukum bagi

insvestor, memperkuat data base dan penguatan kualitas SDM.

Mengembangkan RIEKKA yang produktif dan berdaya guna sebagai sumber

inspirasi peradaban bangsa dengan Menyediakan sarana wisata dan pendidikan

yang sehat dan nyaman, Meningkatkan produktifitas pengelolaan potensi

wahana-wahana dilingkungan TMII, Meningkatkan mutu Standar kompentensi

pengelola wahana-wahana dilingkungan TMII.

C. Struktur Organisasi

Struktur pengelola Teater Tanah Airku tidak memiliki bagan struktur

organisasi secara tertulis namun dapat digambarkan seperti diagram berikut.

Diagram 2.3 Struktur Organisasi PT. Total Image Solution

Sumber : Teater Tanah Airku

Pengelola dibawah pemimpin hanya berjumlah empat orang dan tidak

menutup kemungkinan perkerjaan satu dengan yang lainnya dapat dikerjakan

secara bersama. Pembersihan, perawatan dan pemeliharaan teater juga dilakukan

oleh keempat orang tersebut.

D. Kegiatan

Pada tahun 1998 sampai tahun 2002 gedung ini kerap digunakan sebagai

seni pertunjukan tradisional dan orkestra. Dimana pertunjukan dapat

berlangsung selama setiap hari dalam seminggu atau hanya di hari-hari tertentu.

Pemimpin

PT. Total Image

Solution

Pemilik

PT. Total Image

Solution

114

Namun sekarang lebih sering digunakan untuk pertunjukan media televisi seperti

acara musik, lagu-lagu dan acara media tertentu. Karena pertunjukan yang

diselenggarakan biasanya bersifat sosial yang berarti tidak perlu membayar tiket

atau bahkan penonton di bayar, sehingga pengunjung yang datang cukup banyak

dan jika pengunjung tersebut tidak mendapat tempat duduk di dalam auditorium

dapat menonton pada teras gedung teater yang telah dipasang layar proyektor.

Durasi setiap pertunjukan berkisar satu sampai dua jam dan jika pertunjukan

cukup lama terdapat waktu istirahat sekitar 20 menit dan di penghujung acara

dapat mengambil foto dengan para pemain tapi itupun tergantung dengan pemain

yang akan tampil.

Adanya beberapa pertimbangan yang dapat mempengaruhi izin penggunaan

gedung, seperti jenis pertunjukan apa yang mau ditampilkan. Pertunjukan tidak

boleh menyinggung isu SARA, khotbah, dan juga tidak boleh digunakan untuk

kepentingan kampanye. Profil dari grup penampil juga menjadi pertimbangan

pihak pengelola, karena hal ini berhubungan dengan kualitas pertunjukan yang

harus dimiliki gedung ini.

E. Fasilitas dan Ruang Khusus

Teater Tanah Airku terdiri atas tiga lantai, yakni lantai dasar, auditorium, dan

lantai balkon, yang dibagi dalam empat zona pemanfaatan.Ke empat zona

tersebut adalah zona penerimaan, zona penggunaan, zona pelayanan, dan zona

penunjang. Zona penerimaan terdiri atas pendapa dan taman yang di tata

menyatu sehingga memberi kenyamanan bagi pengunjung yang akan memasuki

gedung. Zona penggunaan terdiri atas panggung penunjang pentas pasang

bongkar, tempat pemain musik (orchestra pit), auditorium untuk penonton

berdaya tampung 1.054 tempat duduk, dan fly tower untuk peralatan pentas.

Zona pelayanan memiliki ruang penerangan, cafeteria dan tempat penjualan

tiket.Adapun zona penunjang terdiri atas jalan, genset dan toilet.

1) Entrance

Pintu masuk utama Teater Tanah Airku terletak di bagian depan gedung.

Gedung ini memiliki tiga sisi yang terbuka untuk publik yakni pintu utama, dan

dua pintu masing-masing di sayap kiri dan kanan gedung. Pintu utama berupa

pintu kaca yang secara langsung memperlihatkan lobby dari gedung pertunjukan

ini. Loket tiket terletak di samping kiri dan kanan pintu masuk dan tersedia ram

untuk disable.

115

Gambar 2.117 Entrance Teater Tanah Airku

Sumber : Buku Panduan Teater Tanah Airku

Gambar 2.118 Jalur Ram untuk Disable

Sumber : Dokumentasi Penulis

2) Lobby

Gambar 2.119 Lobby dan Logo Teater Tanah Airku

Sumber : Dokumentasi Penulis

Lobi Teater Tanah Airku memiliki dua perbedaan ketinggian. Setengah dari

area lobi memiliki tinggi sekitar 12 m dan setengahnya lagi dengan ketinggian 3

m. Lobi tersebut kosong untuk mengoptimalkan sirkulasi. Ketika masuk,

116

terdapat logo Teater Tanah Airku. Tidak ada unsur dekoratif pada lobi ini.

Dinding hanya di cat putih, dan ada sediikit permainan pola keramik pada lantai.

3) Auditorium

Auditorium Teater Tanah Airku berkapasitas 1.054 kursi yang terdiri dari 2

lantai. Pintu masuk terletak di belakang auditorium dan pintu keluar terletak di

kiri dan kanan dekat panggung. Desain ruangan tidak begitu diolah. Terdapat

running text LED yang terletak di dinding balkon lantai dua. Tempat duduk

menggunakan produk Futura. Dalam Auditorium memiliki 2 ruang control yaitu

untuk control cahaya dan sound system.

Gambar 2.120 Auditorium Teater Tanah Airku

Sumber : Dokumentasi Penulis

Gambar 2.120 Running Text LED

Sumber : Dokumentasi Penulis

4) Panggung

Panggung utama berukuran 18x14.5 m dengan dua panggung 20.3 x 14.5 m

di sisi kiri dan kanan. Sebuah orchestra pit dibuat menyatu dengan panggung

utama. Lantai panggung terbuat dari kayu. Memiliki sistem hidrolik namun pada

saat ini sedang tidak berfungsi dikarenakan adanya kompnen yang rusak.

117

Gambar 2.121 Panggung Teater Tanah Airku

Sumber : Dokumentasi Penulis

5) Ruang VIP

Gambar 2.122 Pintu Masuk Ruang VIP

Sumber : Buku Panduan Teater Tanah Airku

Gambar 2.123 Interior Rruang VIP

Sumber : Buku Panduan Teater Tanah Airku

Auditorium GBB berkapasitas 850 kursi, baris A hingga P di lantai bawah

dan baris O hingga W pada bagian balkon. Pintu masuk utama ke dalam

auditorium adalah melalui lobby lantai 2, dan melalui lobby lantai 3 untuk

masuk ke area balkon. Auditorium berbentuk melebar dengan lantai yang

menurun hingga ke panggung.

118

6) Dressing Room

Gambar 2.124 Dressing Room

Sumber : Buku Panduan Teater Tanah Airku

Memiliki 4 buah ruang ganti dan sekaligus ruang tata rias di lantai dasar dan

di lantai auditorium dimana di setiap ruang ganti terdapat kamar mandi.

Ruangan dengan dinding di cat putih yang diisi beberapa kursi dan cermin untuk

merias.Cermin di kelilingi lampu dimana masing-masing lampu memiliki daya

sebesar 40 watt.

7) Ruang Latihan

Ruang Latihan terletak di lantai dasar diantara empat ruang ganti. Dinding

kaca dengan list alumunium di sepanajang sisi kiri ruang dapat dimanfaatkan

untuk memakai penerangan alami di siang hari.

Gambar 2.125 Ruang Latihan

Sumber : Dokumentasi Penulis

8) Backstage dan wing

Area belakang panggung yang dimiliki Teater Tanah Airku cukup luas dan

memiliki pintu belakang untuk keluar-masuk properti pertunjukan juga untuk

119

akses peralatan genset. Pintu samping digunakan untuk keluar masuk pemain

dan crew agar tidak terlihat oleh pengunjung.

Gambar 2.126 Wing dari panggung Teater Tanah Airku

Sumber : Dokumentasi Penulis

9) Kantor Pengelola

Terdapat dua kantor pengelola dimana terletak tepat dibelakang lobi untuk

karywan dan kantor pengelola di koridor kanan untuk pemimpin PT. Total Image

Solution. Pemimpin PT. Total Image Solution sangat jarang ditempat hanya

sekitar 3 sampai 6 bulan sekali datang ke Teater Tanah Airku. Kantor pengelola

tidak di desain secara khusus memang hanya di peruntukan untuk bekerja.

Gambar 2.127 Kantor Pengelola

Sumber : Dokumentasi Penulis

F. Elemen Interior

1) Lantai

Lantai bangunan secara keseluruhan menggunakan keramik kecuali

auditorium menggunakan karpet untuk peredam suara dan panggung

menggunakan kayu. Di lobi keramik memiliki pola perulangan.

120

Gambar 2.128 Pola pengulangan lantai keramik

Sumber : Dokumentasi Penulis

2) Dinding

Sebagian besar dinding bata hanya di cat termasuk dinding Auditorium.

Tidak ada treatment khusus untuk finishing dan desain dinding.

3) Ceiling

Secara keseluruhan, ceiling menggunakan gypsum dan konkrit yang di cat

putih. Ceiling akustik digunakan di dalam kantor pengelola dan auditorium.

4) Pencahayaan

Pencahayaan alami dapat diandalkan ketika siang hari untuk ruangan yang

berhubungan langsung ke area luar gedung seperti pada area lobby, koridor dan

ruang latihan. Namun untuk ruangan lainnya, penerangan buatan sangat

dibutuhkan, karena gedung ini tidak memiliki banyak jendela.

Gambar 2.129 Pencahayaan koridor lantai dua

Sumber : Dokumentasi Penulis

5) Penghawaan

Teater Tanah Airku sangat mengandalkan AC untuk penghawaan pada setiap

121

ruangnya kecuali area lobi. Ketika AC dimatikan, seperti pada saat gedung tidak

digunakan, ruangan akan terasa panas dan pengap.

6) Akustik

Ruang auditoriun menggunakan lantai karpet. Dinding juga dilapisi dengan

material akustik di area tertentu. Ceiling menggunakan material akustik guna

mendukung pertunjukan. Ruang ini juga menggunakan beberapa perlatan sound

system.

7) Keamanan

Keamanan menggunakan CCTV, karyawan Teater Tanah Airku, dan dari

pihak TMII.

G. Permasalahan

Terdapat berabagai permasalahan yang ditemukan pada Teater Tanah Airku,

antar lain:

1) Kurangnya kepedulian pengunjung terhadap peraturan dasar, seperti tidak

membawa makanan dan minuman ke dalam auditorium, dan pengunjung yang

tidak berpakaian formal.

2) Ketinggian lobi yang berbeda jauh dengan jarak yang sedikit, membuat lobi

terlihat kurang proposional.

3) Kondisi gedung sudah cukup tua dan terkesan lama dan lusuh. Dibutuhkan

suatu pembaharuan sehingga dapat meningkatkan kenyamanan dan kepuasan

pengunjung terhadap gedung.

4) Tempat duduk dan tirai panggung yang belum pernah diganti atau di

bersihkan semenjak di bangunnya teater ini membuat auditorium lusuh dengan

kebersihan yang kurang baik. Kualitas tirai juga sudah tidak layak.

5) Kurangnya pekerja untuk perawatan dan pemeliharaan gedung sehingga

banyak area-area yang kotor.

6) Sistem akustik yang kurang memadai disebabkan dinding kurang di olah dan

hanya sebagian kecil di lapisi material akustik sehingga pemantulan suara yang

tidak merata.

2.2.4 Bali Theatre

Bali Theatre adalah kompleks teater indoor berkapasitas 1200 penonton,

yang dibangun dengn standar internasional lengkap dengan tata cahaya

panggung, state-of-art dan sound system, tempat duduk yang mewah, lounge

yang luas, dan fasilitas modern lainnya. Lokasi 45 menit dari Bandara I Gusti

122

Ngurah Rai, terletak di jantung Bali Safari and Marine Park di sepanjang jalan

raya pantai yang baru dikembangkan, Jalan Ida Bagus Mantra, Bali Selatan.

Gambar 2.130 Logo Bali Theatre

Sumber : www.twitter.com

A. Pertunjukan

Teater ini mempersembahkan sebuah pertunjukan seni dengan

menggabungkan tari tradisional dengan kontemporer merupakan suatu hal yang

sangat segar dan baru bagi seni pertunjukan Indonesia. Konsep yang

mempertahankan esensi budaya Bali tanpa menambah atau menguranginya.

Melainkan mengembangkan bentuk pertunjukan yang lebih modern baik dari

segi tata cahaya, tat arias, kostum, dan musik.

Kolaborasi besar dari 180 pemainnya mencerminkan setiap aspek sejarah

pulau itu dari masa lalu. Bali Agung, demikian judul pertunjukannya,

menceritakan kembali kisah epik Bali dengan adegan surga pulau itu, suasana

kerajaan dan hutan ajaib yang adalah latar untuk adegan romantis dan heroik.

Semua ini diiringi dengan 3 pengaruh musik yang berbeda. Musik ditulis secara

khusus dan dibawakan oleh orkestra Barat yang disertai dengan ensamble

pentatonik gamelan Bali secara langsung dan simbal Cina. Pertunjukan

ditampilkan setiap hari selasa hingga minggu pukul 2.30 sampai dengan pukul

3.30 sore di teater modern, yang merupakan pertama di Bali terutama untuk

melayani penonton internasional. Penampilan khsusus ialah parade sepuluh

gajah hidup (dahulu raja-raja Bali berkeliling pulau menggunakan gajah), kolam

sungai nyata dengan nakhoda perahu dan kapal tradisional di atasnya, wayang

dan dalang yang menceritakan kembali sejarah kerajaan dan beberapa hewan

eksotis seperti harimau, rusa, dan berbagai jenis burung hidup yang

meningkatkan nilai kualitas pertunjukan.

123

Gambar 2.131 Bali Agung 1 Gambar 2.132 Bali Agung 2

Sumber : www.balitheatre.com Sumber : www.balitheatre.com

Gambar 2.133 Bali Agung 3 Gambar 2.134 Bali Agung 4

Sumber : www.balitheatre.com Sumber : www.balitheatre.com

Gambar 2.135 Bali Agung 5 Gambar 2.136 Bali Agung 6

Sumber : www.balitheatre.com Sumber : www.facebook.com/BaliTheatre

B. Cerita

Dalam masa jabatannya pendek dan penuh gejolak antara 1179 - 1181M,

Raja Sri Jaya Pangus dari dinasti Warmadewa memerintah dalam apa yang

mungkin menjadi masa bersejarah dan yang paling menggembirakan dari

kerajaan Bali. Dia menentang hukum adat dengan mengambil orang asing, Kang

Ching Wie dari dinasti Kang Cina, menjadi permaisurinya. Teguran dari imam

besar tidak menghentikan raja dan kekuatan cinta sejatinya. Sang Raja

124

memindahkan istananya ke lokasi baru yang dikenal sebagai Balingkang, dari

kata-kata "Bali" dan "Kang" (dinasti). Di sana, dalam waktu yang relatif singkat,

ia segera memperoleh pengikut yang kuat, menjadi salah satu dari raja-raja Bali

yang paling dihormati. Sayangnya, tanpa restu dari imam besar, pasangan itu

tidak memiliki anak. Frustrasi, raja berangkat ziarah ke kuil terdekat dari

Gunung Batur. Di sana ia bertemu dengan dewi danau, Dewi Danu, dan asmara

timbul di antara mereka. Pasangan ini dikaruniai bayi laki-laki. Inilah kisah cinta

dan perkelahian sengit yang ternyata pada akhirnya ia bersama dengan

permaisurinya dikutuk menjadi patung batu.

Namun keilahian pasangan kerajaan ini masih sangat dihormati oleh

orang-orang Bali hari ini, di mana stupa mereka dibawa berkeliling selama

perayaan Galungan dan Kuningan.

Gambar 2.137 Karakter Utama dalam Bali Agung

Sumber : www.balitheatre.com

C. Fasilitas

Gambar 2. 138 Lobby Bali Theatre Gambar 2. 139 Lounge Bar Bali Theatre

Sumber : www.balitheatre.com Sumber : www.balitheatre.com

125

Gambar 2. 140 Auditorium Bali Theatre 1

Sumber : www.facebook.com/BaliTheatre

Gambar 2.141 Auditorium Bali Theatre 2

Sumber : www.facebook.com/BaliTheatre

Fasilitas ruang yang disediakan ialah ruang tunggu yang dibagi menjadi

empat kategori yaitu VVIP, Madya, Agung, dan Pratama. Kursi untuk orang

cacat tersedia di dekat pintu masuk agar mudah diakses, ruang latihan, ruang

ganti dan kamar mandi yang luas dan mewah, ruang penyimpanan untuk lemari

pakaian dan properti, entrance yang berbeda untuk pemain dan binatang yang

akan tampil.

2.2.5 Siam Niramit

Siam Niramit merupakan pertunjukan seni dan kebudayaan Thailand kelas

dunia. Siam Niramit memiliki dua tempat pertunjukan, satu di Bangkok dan satu

lagi di Phuket. Pertunjukan spektakuler ini menjadi tontonan wajib bagi para

wisatawan internasional.

Gambar 2. 142 Logo Siam Niramit

Sumber : www.tica.or.th

126

A. Pertunjukan

Gambar 2. 143 Siam Niramit Show

Sumber : www.siamniramit.com

Pertunjukan dilakukan setiap hari pada pukul 8 malam selama 80 menit

tanpa istirahat. Pertunjukan dilakukan di atas panggung raksasa yang terdaftar

Guinness World Records ini menampilkan lebih dari 100 orang pemain, kostum

mewah, dan desain set yang menakjubkan. Efek khusus dan teknologi tercanggih

digunakan untuk menghasilkan pengalaman menyaksikan pertunjukan yang

sangat realistis dan inspiratif.

B. Cerita

Terdapat 3 judul cerita dalam pertunjukan di Siam Niramit. Cerita pertama

berjudul Journey Back into History, mengisahkan tentang Negeri Siam dengan

peradaban pada masa lampau telah menjadi rumah bagi beberapa budaya

berbeda. Di awali dengan raja dan ratu memeluk agam Buddha dan menyembah

relik Sang Buddha. Setelah silang waktu tertentu, pengaruh Islam datang yang

kemudian Thai Buddhist dan budaya Islam berbaur harmonis. Pedagang Cina

datang dari seberang lautan. Peristiwa ajaib terjadi ketika penduduk desa

sedang merayakan festival keagamaan di depan kuil suci, sebuah kuil Khmer

kuno yang dihormati muncul di depan mata mereka dan "Apsara" (malaikat)

hidup secara ajaib. Dalam cerita ini para petani hidup sederhana, budidaya padi

di tanah subur dari Dataran Tengah. Kehidupan di istana, sebaliknya, sangat

127

besar, sebagai duta Barat tiba untuk membahas hubungan luar negeri. Saksi

prosesi megah tongkang kerajaan.

Gambar 2. 144 Adegan Journey Back into History

Sumber : www.siamniramit.com

Gambar 2. 145 Adegan Journey Beyond Imagination

Sumber : www.siamniramit.com

Cerita kedua adalah Journey Back into Imagination. Meskipun beragam

budaya dan mata pencaharian, semua rakyat Thailand terikat oleh suatu

kepercayaan umum dalam prinsip agama dari Hukum Karma. Perbuatan baik

atau perbuatan buruk di dunia ini akan menghasilkan kebaikan atau penderitaan

dalam kehidupan berikutnya.

Cerita ketiga adalah Journey Through Joyous Festivals. Pada cerita ini kita

semua diajak untuk melihat kepercayaan Thai Buddhist secara lebih dekat.

Kepercayaan yang sudah menjadi budaya ini memiliki banyak sekali perayaan

dan festival keagamaan yang dilakukan setiap tahunnya dengan penuh warna

dan kebahagiaan.

128

C. Atraksi dan Fasilitas

Selain pertunjukan teatrikal, Siam Niramit juga memiliki atraksi-atraksi

lainnya yang juga tak kalah menarik yang dapat dinikmati sebelum pertunjukan

dimulai, yakni pada saat lokasi dibuka untuk umum pada pukul 17.30.

Atraksi dan fasilitas lainnya adalah Village of the 4 regions, musik dan

tarian tradisional serta atraksi outdoor, menunggangi dan memberi makan gajah,

pijat tradisional Thai, toko suvenir, restoran. Siam Niramit juga memiliki

fasilitas antar jemput gratis dari Thailand Cultural Center MRT yang datang

setiap 15 menit. Mushola juga tersedia di tempat wisata ini.

2.2.6 Kuesioner

Untuk melihat seberapa besar antusiasme masyarakat terhadap pertunjukan

seni dan budaya tradisional, penulis membuat sebuah kuisioner online yang

disebar kepada masyarakat secara acak melalui situs jejaring sosial. Dalam 7 hari,

dari ratusan orang yang diminta untuk mengisi kuisioner ini, didapat 50

responden.

Tabel 2.4 Hasil survei kuesioner

HASIL SURVEY KUESIONER

KATEGORI PILIHAN JML RESPONDEN PERSENTASE

jenis kelamin

pria 22 44

wanita 28 56

usia

15-19 7 14

20-25 34 68

26-35 5 10

36-40 2 4

41-50 0 0

di atas 50 2 4

pekerjaan

pelajar/mahasiswa 33 66

seniman/budayawan 1 2

pelaku bisnis 3 6

lain-lain 7 14

suka seni pertunjukan

tradisional

ya 46 92

tidak 3 6

tidak tahu 1 2

129

HASIL SURVEY KUESIONER

KATEGORI PILIHAN JML RESPONDEN PERSENTASE

suka seni pertunjukan

tradisional Indonesia?

Ya 24 84

tidak 6 12

tidak tahu 2 4

pertunjukan apa yg

diminati

musik 33 34

tari 28 30

teater 35 36

jika Indonesia punya

gedung pertunjukan

budaya

ya 46 92

untuk turis 3 6

tidak 0 0

tidak tahu 1 2

Pada pertanyaan esai, jika pergi ke negara lain, sebagian besar responden

akan menonton pertunjukan budaya khas negara tersebut dan berpendapat bahwa

kebudayaan lain sangat menarik dan jika menonton pertunjukan tersebut dan

merupakan suatu hal yang baru untuk di lihat ditambah memperkaya

pengetahuan seni budaya Negara lain. Dan ingin didukung dengan tempat yang

bagus dan terpelihara dengan pertunjukan yang berkelas.

2.2.7 Kesimpulan Hasil Survey dan Observasi

Tabel 2.5 Kesimpulan Hasil Survei Lokasi

SUBJEK GKJ Ciputra

Artpreneur Teater

Tanah Airku

Kapasitas

Desain

Akustik

Panggung

Fasilitas lain

Pemeliharaan

Akses ke lokasi

Ekslusivitas

sangat baik; baik; kurang baik

130

Dari ketiga gedung pertunjukan di Jakarta yang sudah disurvey, ketiganya

memiliki kekurangan dan keunggulan masing-masing. Namun dapat kita lihat

bahwa Ciputra Artpreneur merupakan yang terbaik. Kapasitasnya yang besar,

dengan tata akustik, sound system, pencahayaan, desain, dan pemeliharaan

gedung pertunjukan yang sangat baik dengan standar internasional.

Teater Gedung Kesenian Jakarta kapasitasnya cukup besar meskipun masuk

dalam kategori gedung pertunjukan kecil, karena kurang dari 500 kursi. Gedung

ini cukup terpelihara, meskipun ada beberapa bagian yang masih perlu

direnovasi. Secara keseluruhan gedung dengan usia ratusan tahun ini masih

terbilang relatif baik. Namun, gaya bangunan dan interior mendominasi gaya

barat tidak sesuai dengan judul penulisan ini. Teater Taanah Airku sebetulnya

juga cukup baik secara desain dan usianya yang lebih baru dibandingkan dengan

Gedung Kesenian Jakarta. Namun perawatan yang sangat kurang sehingga teater

ini terlihat lusuh dan kurang terawat. Desain interior gedung yang tidak

memberikan kesan terhadap pengunjung padahal arsitektur bangunannya cukup

diolah konsep desainnya mengaplikasikan budaya-budaya dari Indonesia.

Untuk kegiatan pertunjukan, Bali Theatre dan Siam Niramit dapat menjadi

contoh yang baik. Esensi tradisional dapat disampaikan kepada masyarakat luas

baik nasional maupun internasional dengan sangat fantastis mampu menarik

minat wisatawan. Dari keduanya dapat diambil kesimpulan bahwa seni

pertunjukan harus dapat dimengerti semua orang meskipun menggunakan bahasa

daerah atau bahasa Indonesia, ekspresi dan gerak tubuh pemain harus

dimaksimalkan. Pada saat ini, pertunjukan lebih merujuk kepada esensi

tradisional, menggunakan tarian, alat musik, dan cerita tradisional namun dengan

tampilan pertunjukan yang modern di dukung dengan berbagai tekonologi

canggih guna mempersembahkan pertunjukan seni bergengsi layak di konsumsi

dalam skala internasional.

Semangat dan antusiasme masyarakat terhadap pertunjukan budaya memang

belum besar untuk saat ini. Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan, dapat

dianalisa bahwa sebenarnya masyarakat tertarik seni pertunjukan tradisional

namun tidak terlalu semangat menontonnya karena pertunjukan tidak dikemas

dengan spektakuler dan fasilitas pertunjukan yang kurang. Jika hal-hal tersebut

di perbaiki dan di tingkatkan maka pertunjukan tradisional juga dapat menyaingi

kualitas pertunjukan budaya di luar negeri dan peminatnya akan terus bertambah.