tugas mekanika retakan rendra maha putra jf (03081005009)
TRANSCRIPT
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 1
TEGANGAN SISA (RESIDUAL STRESS) DALAM
PROSES PERLAKUAN PERMUKAAN UNTUK
MENINGKATKAN KETAHANAN FATIGUE
Dibuat Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Mata kuliah Mekanika Retakan
Pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Sriwijaya
Oleh :
Rendra Maha Putra Jf
03081005009
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2011
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 2
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Kelelahan logam merupakan suatu fenomena permukaan, sehingga kondisi permukaan
(surface finish) logam akan sangat mempengaruhi batas lelahnya. Kondisi permukaan
tersebut sangat ditentukan oleh perlakuan permukaan seperti:
Plating, dimana proses ini akan menghasilkan tegangan sisa tarik pada permukaan logam.
Thermal (proses diffusi), seperti karburisasi, nitriding, dan lainnya dapat menimbulkan
tegangan sisa tekan pada permukaan logam.
Mechanical, misalnya shot peening, dapat menghasilkan tegangan sisa tekan pada
permukaan logam.
Dengan demikian proses perlakuan permukaan dapat menghasilkan tegangan sisa
ataupun ketidakkontinyuan (takik, fillet, retak) pada permukaan logam yang akan sangat
mempengaruhi batas lelah dari logam yang bersangkutan (Gambar 1.1 sampai 1.3).
Disamping itu proses perlakuan permukaan yang dapat menghasilkan kekasaran permukaan
tertentu pada baja akan menghasilkan suatu factor koreksi permukaan dari komponen baja
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.4 dan 1.5.
Gambar. 1.1 Pengaruh pelapisan chrom terhadap kurva S-N baja 4140.
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 3
Gambar. 1.2 Pengaruh pelapisan nikel terhadap kurva S-N baja.
Gambar. 1.3 Pengaruh shot peening terhadap kurva S-N baja lapis nikel.
Gambar. 1.4 Faktor koreksi kondisi permukaan pada komponen baja.
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 4
Gambar. 1.5 Faktor koreksi kekasaran permukaan (RA : root mean square atau AA :
Arithmetic Average) dan kekuatan dari komponen baja.
Proses elektroplating nikel atau chrom dapat menyebabkan penurunan kekuatan lelah
hingga 60 % dan semakin tebal lapisan akan semakin menurunkan kekuatan lelahnya, hal ini
disebabkan oleh karena timbulnya tegangan sisa tarik pada permukaan logam yang dilapis
yang relatif cukup tinggi. Solusi untuk menghindari pengaruh buruk dari proses ini adalah:
1. Dilakukan proses nitriding sebelum proses elektroplating.
2. Dilakukan proses shot peening sebelum atau setelah proses elektroplating.
3. Dilakukan proses stress relieving (baja = 260oC dan aluminium = 121oC) setelah proses
elektroplating.
Proses elektroplating cadmium dan seng tidak begitu berpengaruh terhadap kekuatan
lelah, tetapi semua jenis proses elektroplating jika kurang kontrolnya dapat menimbulkan
penggetasan hidrogen yang mempengaruhi kekuatan logamnya.
Pada Gambar 1.6 dan 1.7 ditunjukkan skematis distribusi tegangan sisa pada batang
yang dikenai pembebanan lentur (bending) dan beban aksial tarik.
Gambar. 1.6 Tegangan sisa pada batang tanpa takikan yang dikenai beban lentur.
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 5
Gambar. 1.7 Tegangan sisa pada batang bertakik yang dikenai beban tarik.
Berdasarkan Gambar 1.6 diatas dapat dijelaskan keadaan tegangan (Gambar 1.6e) pada
permukaan batang yang mengalami beban lentur (Gambar 1.6d) yaitu sebagai berikut:
1. Pada titik1, permukaan batang mendekati titik luluh dan distribusi tegangan linier
(Gambar 1.6a).
2. Jika beban lentur meningkat hingga titik 2, permukaan batang mulai mengalami luluh atau
deformasi plastis (Gambar 1.6b).
3. Jika momen menurun hingga titik 3, maka batang akan memiliki distribusi tegangan sisa
(Gambar 1.6c).
Contoh lain dari tegangan sisa ini ditunjukkan pada Gambar. 1.7 dari batang pelat yang
mengalami beban tarik siklik (Gambar 1.7d) dan dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pada titik 1 akan menyebabkan luluh atau deformasi plastis pada ujung takikan dari
material (Gambar 1.7b) dan jika beban dihilangkan (titik 2), maka material akan mendapat
tegangan sisa tekan (Gambar 1.7c).
2. Jika terjadi beban siklik (titik 3 dan 4), maka tegangan pada ujung retakan akan
mengalami siklik pula (Gambar 1.7e). Metoda lain untuk menghasilkan tegangan sisa
adalah dengan pemberian teganga awal (prestressing atau presetting) yang dapat
menyebabkan peningkatan kekuatan lelah dari batang bertakik dengan pembebanan aksial
seperti ditunjukkan pada Tabel 1.1 berikut ini.
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 6
Tabel.1.1 Batas lelah dari pelat berlubang dengan pembebanan aksial.
Presetting ini umumnya diterapkan pada komponen pegas ulir dan pegas daun dimana
pemberian beban awal ini harus memiliki arah yang sama dengan pembebanan kerjanya.
Presetting dapat pula menyebabkan penurunan kekuatan lelah 20÷50 % jika diterapkan pada
pembebanan lentur putar. Proses perlakuan permukaan secara thermal misalnya karburising
dan nitriding akan sangat menguntungkan terhadap ketahanan lelah seperti yang ditunjukkan
pada Tabel. 1.2, hal ini dikarenakan proses tersebut menyebabkan peningkatan kekuatan
permukaan material, dan menyebabkan pula timbulnya tegangan sisa tekan pada
permukaannya yang disebabkan adanya perubahan volume. Demikian halnya pada proses
perlakuan permukaan flame dan induction hardening.
Tabel. 1.2 Pengaruh proses nitriding terhadap batas lelah.
Selanjutnya proses perlakuan permukaan secara mekanis misalnya shot peening yang
menyebabkan timbulnya tegangan sisa tekan pada permukaan material, akan sangat
menguntungkan kekuatan atau lelah materialnya. Hal ini ditunjukkan pada Gambar. 1.8 dan
1.9 berikut ini.
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 7
Gambar. 1.8 Pengaruh proses shot peening terhadap kurva S-N
dari roda gigi yang dikarburisasi.
Gambar. 1.9 Pengaruh proses shot peening terhadap batas lelah
dari baja baja kekuatan tinggi.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini dibatasi yaitu “Tegangan
Sisa (Residual Stress) dalam Proses Perlakuan Permukaan untuk Meningkatkan Ketahanan
Fatigue”
1.3. Metode Penulisan
Metode yang digunakan untuk menyelesaikan makalah ini adalah Dengan metode
Referensi yaitu dengan cara mengambil data dari buku-buku literatur
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 8
1.4. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
Dalam bab ini mencakup penjelasan singkat mengenai latar belakang,
perumusan masalah, metode penulisan serta sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Pustaka
Dalam bab ini berisikan penguraian-penguraian teori yang menyangkut dengan
“Tegangan Sisa (Residual Stress) dalam Proses Perlakuan Permukaan untuk
Meningkatkan Ketahanan Fatigue”
BAB III Pembahasan
Dalam bab ini akan dijabarkan tentang “Tegangan Sisa (Residual Stress)
dalam Proses Perlakuan Permukaan untuk Meningkatkan Ketahanan Fatigue”
BAB IV Kesimpulan dan SARAN
Dalam bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang didapat dari penulisan
makalah ini
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengaruh Proses Pengerjaan
Pada dasarnya setiap ketidakkontinyuan dan ketidakseragaman pada material akan
berpengaruh langsung terhadap penjalaran retak lelah atau ketahanan lelah material,
ketidakkontinyuan ini dapat berupa takikan dari geometri komponen ataupun berupa retakan
dan rongga sebagai akibat suatu proses pengerjaan. Selain itu ketidakseragaman yang berupa
ketidakmohogenan struktur ataupun berupa segregasi dari suatu proses pengerjaan akan
sangat berpengaruh pula terhadap ketahanan lelah material.
2.1.1 Pengaruh Proses Pengecoran
Hal-hal yang berpengaruh terhadap ketahanan lelah logam sebagai akibat negatif dari
proses pengecoran adalah:
Segregasi (terutama segregasi makro)
Cacat rongga
Porositas
Retak panas
Terak, slag atau inklusi
Dan lain-lain.
Gambar. 2.1 Cacat-cacat coran.
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 10
2.1.2 Pengaruh Proses Pembentukan
Logam hasil proses pembentukan akan memiliki batas lelah yang lebih tinggi dari
benda coran, namun cacat-cacat dari suatu proses pembentukan akan sangat merugikan pula
terhadap batas lelah logam yang dihasilkan. Cacat-cacat tersebut antara lain:
Cacat laps atau seams (berupa lipatan) pada permukaan produk tempa atau roll.
Oksida yang terjebak pada lipatan di permukaan produk tempa atau roll.
Permukaan yang kasar.
Dan lain-lain.
Pada Gambar 2.1, Tabel 2.1 dan Gambar 2.3 ditunjukkan pengaruh proses
pembentukan terhadap ketahanan lelah baja, dan pada Gambar 2.3 ditunjukkan pula pengaruh
anisotrop yang dihasilkan dari proses pembentukan logam serta Gambar 2.25
memperlihatkan jenis-jenis cacat proses pembentukan.
Gambar. 2.2 Pengaruh pengerolan dingin terhadap kurva S-N baja.
Tabel. 2.1 Kekuatan lelah pada 105siklus dari baut baja AISI 8635
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 11
Gambar. 2.3 Pengaruh penempaan terhadap batas lelah baja.
Gambar. 2.4 Pengaruh anisotrop terhadap ketahanan patah.
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 12
Gambar. 2.5 Cacat-cacat proses tempa dan ekstrusi.
2.1.3 Pengaruh Proses Pengelasan
Proses pengelasan melibatkan pencairan dan pembekuan, maka segala jenis cacat-cacat
coran dapat terjadi didaerah logam las. Sedangkan daerah terpengaruh panas (Heat Affected
Zone) dapat terjadi perubahan struktur mikro yang menghasilkan fasa getas dan butir kasar,
hal ini akan sangat merugikan ketahanan lelah sambungan lasan disamping adanya tegangan
sisa tarik pada daerah tersebut. Pada Gambar 2.5 ditunjukkan jenis-jenis cacat lasan.
Gambar. 2.6 Cacat-cacat lasan.
2.1.4 Pengaruh Proses Pemesinan
Kondisi permukaan logam sangat berpengaruh terhadap umur lelahnya, permukaan
yang kasar merupakan tempat yang tegangan lokalnya tinggi sehingga dapat menjadi lokasi
awal retak lelah. Dengan demikian proses pemesinan yang menentukan kekasaran permukaan
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 13
logam akan menentukan pula terhadap ketahanan lelahnya disamping timbulnya tegangan
sisa sebagai akibat deformasi plastis pada saat pembentukan geram dalam operasi pemesinan
tersebut (Gambar. 2.6), bahkan jika tegangan sisa tarik muncul yang cukup besar seperti
dalam proses penggerindaan yang cukup berat, dapat menimbulkan retak rambut (Gambar
2.7).
Gambar. 2.7 Pengaruh proses penggerindaan terhadap kurva S-N baja.
Gambar. 2.8 Cacat-cacat proses pemesinan.
2.1.5 Pengaruh Proses Perlakuan Panas
Pengaruh dari proses perlakuan panas yang dapat menurunkan kekuatan lelah adalah:
Over heating yang menyebabkan butir kasar.
Over heating yang menyebabkan pencairan fasa bertitik cair rendah.
Retak quench.
Tegangan sisa
Dekarburisasi (Tabel 2.8).
Dan lain-lain.
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 14
Tabel. 2.2 Pengaruh dekarburisasi terhadap batas lelah.
2.2 Pengaruh Temperatur Operasi
Pada temperatur tinggi, kekuatan logam akan menurun sehingga deformasi plastis akan
lebih mudah terjadi dan batas lelah menjadi tidak jelas (hilang) yang disebabkan oleh karena
pengaruh mobilitas dislokasi (lihat Gambar 2.9).
Gambar 2.9. Pengaruh temperatur terhadap batas lelah baja.
2.3 Pengaruh Kondisi Lingkungan
Kondisi lingkungan yang korosif akan menyerang permukaan logam dan menghasilkan
lapisan oksida atau produk korosi. Umumnya oksida adalah sebagai lapis lindung dan dapat
mencegah kerusakan korosi selanjutnya, tetapi pembebanan siklik dapat menyebabkan
pecahnya lapisan tersebut dan kerusakan korosi berikutnya sehingga timbul korosi sumuran
yang berfungsi sebagai takikan. Hal itulah yang menyebabkan penurunan kekuatan lelah,
pengaruh lingkungan korosif ini menurunkan kekuatan lelah logam hingga 10 % serta dapat
menyebabkan batas lelah menjadi tidak jelas (hilang) seperti yang ditunjukkan pada Gambar
2.10, 2.11 dan Tabel 2.3 dan 2.4 berikut ini.
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 15
Gambar 2.10. Pengaruh lingkungan terhadap kurva S-N baja.
Gambar 2.11. Pengaruh kekuatan tarik terhadap korosi-lelah
berbagai jenis baja.
Tabel. 2.3 Kekuatan lelah baja pada beberapa kondisi lingkungan.
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 16
Tabel. 2.4 Pengaruh perlakuan permukaan terhadap korosi-lelah baja.
Gambar. 2.12 Pengaruh lingkungan dan variabel metalurgis lainnya
terhadap batas lelah.
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 17
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 RESIDUAL STREES (TEGANGAN SISA)
Tegangan sisa adalah tegangan yang bekerja pada bahan setelah semua gaya-gaya luar
yang bekerja pada bahan tersebut dihilangkan. Tegangan sisa ditimbulkan karena adanya
deformasi plastis yang tidak seragam dalam suatu bahan, antara lain akibat perlakuan panas
yang tidak merata atau perbedaan laju pendinginan pada bahan yang mengalami proses
pengelasan Adanya tegangan sisa dalam suatu bahan kemungkinan dapat menguntungkan
atau malah merugikan tergantung pada fungsi bahan, besar, dan arah tegangan sisa.
Walaupun tegangan sisa secara visual tidak nampak, namun sesungguhnya tegangan sisa
tersebut juga bertindak sebagai beban yang tetap yang akan menambah nilai beban kerja yang
diberikan dari luar.
Dalam proses pengelasan, bagian yang dilas menerima panas pengelasan setempat dan
selama pemanasan berjalan terjadi pengembangan termal dan pelelehan logam. Pada saat
proses pengelasan dihentikan, mulai terjadi proses selanjutnya yaitu proses
pembekuan(solidifikasi). Proses ini merupakan awal terbentuknya tegangan sisa karena
terjadinya prosespembekuan diikuti adanya penyusutan volum bahan. Penyusutan volum
bahan menyebabkan terjadinya regangan. Regangan pada bahan akan menyebabkan
terjadinya tegangan yang sifatnya tetap dan disebut tegangan sisa.
3.1.1 Penyebab Terjadinya Tegangan Sisa:
Penyebab terjadinya tegangan sisa ini adalah sebagai berikut :
1. Tegangan sisa sebagai akibat dari tegangan thermal seperti pada pengelasan dan
perlakukan panas
2. Tegangan sisa yang disebabkan karena transformasi fasa(seperti baja karbon)
3. Tegangan sisa karena deformasi plastis yang tidak merata yang disebabkan gaya-gaya
mekanis seperti pada pengerjaan dingin selama pengerolan, penempaan, pembentukan
logam atau pekerjaan lain yang dilakukan dengan mesin
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 18
3.1.2 Sifat-sifat tegangan sisa
1. Tegangan sisa sangat tinggi biasanya terjadi di daerah las dan daerah HAZ
2. Tegangan sisa maksimum biasanya sampai tegangan luluh (yield stress)
3. Pada bahan yang mengalami transformasi fasa minsalkan baja karbon rendah, tegangan
sisa mungkin berfariasi pada permukaan dan bagian dalam dari logam induk
3.1.3 Pengaruh tegangan sisa
1. Tegangan sisa yang disebabkan oleh proses pengelasn dapat mempengaruhi sifat-sifat
mekanis struktur las seperti patah getas, kelelahan, dan retak karena kombinasi tegangan
dan korosi
2. Pengaruh tegangan sisa menurub jika tegangan yang bekerja pada bahan meningkat.
3. Pengaruh tegangan sisa pada struktur las bias diabaikan jika tegangan yang bekerja pada
struktur tersebut melebihi tegangan luluhnya
4. Pengaruh tegangan sisa menurun setelah pembenan berulang.
3.2 SAND BLASTING
Sandblasting adalah suatu proses pembersihan permukaan dengan cara menembakan
partikel (Pasir) ke suatu permukaan material sehingga menimbulkan gesekan / tumbukan.
Permukaan material tersebut akan menjadi bersih dan kasar. Tingkat kekasarannya dapat
disesuaikan dengan ukuran pasirnya serta tekanannya.
Sandblasting dipilih kerna proses ini yang paling cepat dan efisien untuk membersihkan
permukaan material yang terkontaminasi oleh berbagai kotoran terutama karat. Efek
dari sandblasting ini membuat permukannya menjadi kasar dan permukaan yang kasar ini
membuat cat dapat melekat dengan kuat.
3.2.1 Keuntungan dari Sandblasting :
1. Membersihkan permukaan material (besi) dari kontaminasi seperti karat, tanah, minyak,
cat, garam dan lainnya.
2. Mengupas cat lama yang sudah rusak atau pudar
3. Membuat profile (kekasaran) pada permukaan metal sehingga cat lebih melekat.
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 19
Gambar. 3.1 Proses Perlakuan Permukaan Sandblasting
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 20
3.3 SURFACE HARDENING
Pengerasan adalah proses pemanasan baja sampai suhu di daerah atau di atas daerah
kritis disusul dengan pendinginan yang cepat. Bila kadar karbon diketahui, suhu
pemanasannya dapat dibaca dari diagram fasa besi-karbida besi. Akan tetapi tata komposisi
baja tidak diketahui, perlu diadakan percobaan untuk mengetahui daerah pemanasannya. Cara
yang terbaik ialah memanaskan dan mencelupkan beberapa potong baja pada berbagai suhu
yang tepat, sehingga terjadi perubahan dalam kekerasan dan sifat lainnya.
Pada setiap operasi perlakuan panas, laju pemanasan merupakan faktor yang sangat
penting. Panas merambat dari luar ke dalam dengan kecepatan tertentu. Bila pemanasan
terlalu cepat, bagian luar akan jauh lebih panas dari bagian dalam sehingga tidak dapat
diperoleh struktur yang merata. Bila bentuk benda tidak teratur, benda harus dipanaskan
perlahan-lahan agar tidak mengalami distorsi atau retak. Makin besar potongan benda makin
lama waktu yag diperlukan untuk memperoleh hasil yang merata.
Kekerasan yang dicapai tergantung pada laju pendinginan, kadar karbon dan ukuran
benda. Pada baja paduan, jenis dan jumlah paduan akan mempengaruhi kemampuan
pengerasan.
Untuk pendinginan yang cepat dapat digunakan air garam (salt water) atau disemprotkan
dengan air. Ada beberapa jenis logam yang dapat dikeraskan dengan pendinginan udara.
Akan tetapi untuk baja biasa, laju pendinginan udara terlalu lambat. Benda yang agak
besar biasanya dicelupkan dalam minyak. Suhu media pencelupan harus merata agar dapat
dicapai pendinginan yang merata pula.
Baja dengan kadar karbon rendah sulit untuk dikeraskan. Dengan meningkatnya kadar
karbon sampai sekitar 0,60 % kekerasan akan naik pula, dan ketika diatas 0,60% C
kenaikan harga karbon hanya sedikit pengaruhnya. Karena diatas suhu eutektoid baja
dalam keadan anil terdiri dari perlit dan sementit. Untuk sebagian besar baja, terdiri dari
perlit yang dapat diubah menjadi baja yang keras.
Benda yang ukuran lebih besar pada umumnya akan menghasilkan permukaan yang
kurang meskipun kondisi perlakuan panas tetap sama. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya
jumlah panas yang dapat merambat ke permukaan. Oleh karena itu kekerasan di bagian
dalam benda akan lebih rendah daripada bagian luar.
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 21
3.3.1 JENIS JENIS PENGERASAN PERMUKAAN
1) Karburisasi
Baja karbon rendah dengan kadar karbon C = 0,15 % umumnya dikeraskan
melalui proses pencelupan. Selama proses karburisasi kadar karbon lapisan luar
dapat ditingkatkan sampai 0,9 – 1,2 % C.
Baja dengan kadar karbon yang berbeda dengan sendirinya memerlukan
perlakuan panas khusus mengingat adanya perbedaan suhu kritis pada lapisan-
lapisan yang berbeda. Selama proses karburisasi yang cukup lama, terjadi
pertumbuhan butir dalam baja, oleh karena itu baja perlu dipanaskan hingga suhu
kritis inti, kemudian didinginkan dengan demikian diperoleh inti dengan butir-
butir yang halus. Baja kemudian di panaskan diatas suhu transformasi lapisan
luar, AC1. Kemudian dicelup untuk memperoleh lapisan keras dan halus. Suhu
yang lebih rendah ini disebabkan oleh karena suhu austenisasi baja hipereutektoid
sedikit diatas suhu kritis. Bila diperlukan dapat dilakukan perlakuan panas lanjut
untuk menghilangkan tegangan.
2) Karbonitriding
Karbonitriding, sianida kering atau nikarbing adalah suatu proses
pengerasan permukaan dimana baja dipanaskan di atas suhu kritis dalam
lingkungan gas dan terjadi penyerapan karbon dan nitrogen. Dapat digunakan gas
ammonia atau gas yang kaya akan karbon. Lapisan yang tahan aus mempunyai
ketebalan antara 0,08 sampai 0,75 mm. Keuntungan karbonitridng ialah bahwa
kemampuan pengerasan lapisan luar meningkat bila ditambahkan nitrogen
sehingga dapat dimanfaatkan baja yang relatif murah.
3) Cyniding
Cyniding atau karbonitriding cair merupakan proses dimana terjadi absorpsi
karbon dan nitrogen untuk memperoleh permukaan yang keras pada baja karbon
rendah yang sulit dikeraskan.
Benda yang dikeraskan dimasukkan ke dalam dapur yang mengandung
garam cynida natrium, suhunya sedikit di atas daerah Ac1. Lama pemanasan
tergantung pada permukaan yang akan dikeraskan. Benda kemudian dicelupkan
ke dalam air atau minyak untuk mendapatkan permukaan yang keras. Tebal
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 22
lapisan berkisar antara 0,10 sampai 0,40 mm. Cyniding terutama diterapkan untuk
perlakuan panas bagian-bagian yang kecil.
4) Nitriding
Proses nitriding adalah salah satu proses pengerasan permukaan. Disini
digunakn bahan dan suhu pemanasan yang berlainan. Logam dipanaskan sampai
sekitar 510 oC di dalam lingkungan gas amonia selama beberapa waktu. Nitrogen
yang diserap oleh logam akan membentuk nitrida yang keras yang tersebar
merata pada permukaan logam.
Pada Nitriding cair (liquid nitriding) digunakan garam cynida cair sedang
suhunya dipertahankan di bawah daerah transformasi. Penyerapan nitrogen lebih
mudah sedang karbon yang menyerap lebih sedikit dibandingkan dengan proses
cyaniding atau karburisasi. Dapat dicapai ketebalan antara 0,03 sampai 0,30 mm.
Pada sebagian besar logam, dislokasi bergerak bila gaya mencapai nilai
tertentu hingga menimbulkan deformasi. Pentingnya dislokasi tidak dapat
disangkal lagi, karena semua sifat mekanik logam dapat dijelaskan dengan
dislokasi. Dislokasi dapat bergerak bebas dalam kisi kristal atau terpaku disuatu
tempat.
Gambar. 3.2 Jenis jenis profil yang dilakukan surface hardening
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 23
3.4 SHOOT PEENING
Proses shot peening adalah proses pengerjaan dingin yang sering digunakan pada
pembentukan, pembersihan dan untuk menaikkan kekuatan lelah dari material. Material yang
digunakan adalah baja dengan kandungan karbon menengah. Proses perlakuan panas pada
baja adalah untuk memperbaiki sifat-sifat mekanik dari baja tersebut serta mengetahui
pengaruh perlakuan panas dan shot peening terhadap sifat mekanis dan umur lelah baja SUP
9. Dalam percobaan ini material dikenai perlakuan panas, yaitu quenching dan tempering
serta ada yang tidak mengalami perlakuan panas. Kedua jenis material tersebut kemudian
ditembak dengan bijih besi (shot peening dengan variasi yang sudah ditentukan) serta ada
yang tanpa proses shot peening.
Setelah itu material dari hasil kedua proses tersebut diatas dilakukan pengujian tarik
(tensile test), pengujian kekerasan (hardnes test), pengujian kelelahan (fatigue test) serta
pengujian metallographi. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
proses perlakuan panas dan shot peening dapat memperbaiki sifat-sifat mekanis dari baja
seperti kekerasan, ketangguhan, dan kelelahan dengan ratarata kenaikan 25-35 %.
3.4.1 APLIKASI SHOOT PEENING
Teknologi membersihkan Blast efektif dapat memperkuat dan meningkatkan mobil
komponen kunci untuk meningkatkan umur kelelahan dan ketahanan korosi. Saat ini, banyak
produsen mobil terkenal di dunia dan produsen komponen telah dimasukkan dalam standar
akan meningkatkan proses produksi, waktu yang sama, memperkuat peralatan pabrik dan
perangkat lain, seperti pembentukan baris lengkap manufaktur modern.
Sebagai teknologi terus memperkuat pengembangan ledakan, yang digunakan dalam
pembuatan komponen otomotif kunci untuk memperbaiki dan meningkatkan umur kelelahan
anti-kendaraan sudah semakin menjadi fokus perhatian, dan di mobil, truk, sepeda motor dan
desain lain dari yang pertama sepenuhnya dipertimbangkan dan pentingnya.
Saat ini, sebagian dari desain bagian-bagian mesin akan memiliki spray tembakan
untuk memperkuat aplikasi teknis dan teknologi, termasuk: crankshaft (dengan skala oksida
dan ditingkatkan), menghubungkan batang (ditingkatkan), gigi transmisi dan komponen
poros lainnya, cincin gigi, piston, gear matahari dan gigi planet dan musim semi seperti
musim semi dan bulat. Sejumlah besar onderdil mobil, apakah itu tuang / tempa, die casting,
atau bagian memotong mekanik, bagian pengelasan yang perlu menggunakan berbagai jenis
semprot / permukaan peralatan pengobatan parabola, seperti Gear, crankshaft pembuatan
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 24
proses shot blasting Sebagai bagian dari proses manufaktur, panas gigi diobati, crankshaft
kebutuhan oleh shot blasting untuk menghilangkan permukaan oksida termal. Gear,
crankshaft ditempatkan pada roda silinder berputar, gulir, gigi, semua permukaan sepenuhnya
terkena crankshaft di sejumlah proyektil diusir dari pil pertama gudang gigi, dampak dari
berbagai perspektif untuk membuat pellet, crankshaft benar-benar membersihkan permukaan
luar .
Gear, crankshaft menentukan pemilihan ukuran dari jenis mesin shot blasting. Untuk
mesin besar, crankshaft mungkin ukuran φ762mm besar, panjang 6096mm, crankshaft gear
dipasang di stasiun ditempatkan di ruang roda mobil. Ada beberapa cara kerja, pelanggan
dapat berbelanja sesuai dengan tanaman yang sebenarnya mereka untuk memilih kepala cast
tetap, akan memungkinkan troli tersebut akan dipindahkan di kepala polishing mobil juga
bisa diperbaiki, bergerak di bagian atas kepala melempar. Either jalan jalan, ditempatkan di
antara roda engkol berputar, sehingga diterima sepenuhnya pembersihan ledakan permukaan.
Kecil gear, poros engkol, seperti φ152 ~ 203mm, 914mm panjang, biasanya dengan
menggantung spin shot shot mesin peledakan. Gear, crankshaft ditangguhkan dari kait, dan
kemudian hidupkan oleh rantai gantung untuk dilempar ke instalasi lebih dari satu kamar
ditembak kepala, tembakan peledakan. Hook shot ruang peledakan di rotasi, sehingga benda
kerja sepenuhnya terkena pil kecepatan tinggi gudang, sisi oleh spin sisi. -Up bersih
kecepatan hingga 250 / jam, dan efek pembersihan sangat baik.
Meskipun persyaratan pengendalian proses sehingga dapat memperkuat keras, tetapi
ledakan modern membersihkan peralatan poros engkol melalui parameter pemantauan proses
untuk memastikan kualitas pembersihan. Gear, crankshaft ditingkatkan
Sebagai poros engkol dalam bekerja di bawah tekanan bolak, perubahan permukaan fillet
jurnal transfer stres dan kelelahan regangan berisiko kerusakan tinggi. Saat ini, untuk
mengubah poros engkol melalui tembakan peening kinerja kelelahan telah umum dalam
berbagai aplikasi, dan memuaskan.
Cacat proses rolling tradisional, karena gigi, crankshaft pembatasan teknologi
pengolahan, yang fillet jurnal sulit untuk mencocokkan dengan roda, sering terjadi fenomena
makan fillet potong, tapi setelah rolling gigi, deformasi crankshaft dari besar, tidak efektif.
Mekanisme peening Shot adalah penggunaan kontrol yang ketat dengan diameter dan
memiliki intensitas tertentu tablet pil, aliran udara berkecepatan tinggi, pembentukan
proyektil dan jet mengalir terus-menerus untuk engkol permukaan logam, seperti palu untuk
memalu dengan banyak, sehingga permukaan poros engkol deformasi plastik yang sangat
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 25
kuat, pembentukan lapisan pengerasan dingin. Singkatnya, oleh poros engkol dalam
pengolahan peran berbagai gaya pemotongan mekanik, permukaan penampang perubahan,
khususnya fillet poros engkol transfer stres sangat tidak merata kerja, tetapi juga oleh stres
bolak-balik, mudah untuk menghasilkan korosi tegangan mengurangi umur fatigue dari
crankshaft meninggalkan. Proses peening ditembak adalah melalui pengenalan komponen
pra-stres di masa depan untuk mengimbangi siklus kerja akan tegangan tarik, sehingga
meningkatkan kinerja dan keamanan dari kehidupan kelelahan benda kerja.
Untuk proses peening shot, ada dua parameter kunci. Salah satunya adalah intensitas
tegangan, yang biasanya "spesimen Al-pintu" untuk pengujian kekuatan. Jumlah spesimen
tetap di roda gigi, poros engkol dari permukaan yang berbeda, khususnya, perubahan
tegangan pada bagian yang paling terkonsentrasi crankshaft transfer fillet, dengan peening
tembakan, dampak stres spesimen hasil yang dihasilkan oleh lagu busur spesimen. Perluasan
perubahan kelengkungan dan dampak bahan pil sebanding dengan energi. Lain untuk
menentukan parameter utama kualitas cakupan shot peening, ini terutama mengacu pada
penguatan luas permukaan diduduki oleh permukaan kawah, rasio total untuk memperkuat
argumen oleh para insinyur poros engkol desain untuk mendefinisikan, biasanya
membutuhkan 100% hingga 200% Beberapa aplikasi mungkin memerlukan jangkauan dari
crankshaft dari 200%.Menurut kekerasan gigi poros engkol dan stres tekan ke kekuatan ideal
peening shot sering digunakan crankshaft kekerasan Pelet 50 ~ 55 HRC, ukuran S 280 ~ S
330 (0,7 mm ~ 0,84 mm). Hal ini menciptakan "Al-gerbang chip test" pada kekuatan rentang
adalah sekitar 0,008 ~ 0,010 C (0.025 pada skala A). Dibandingkan dengan peledakan shot,
shot peening parameter proses pemantauan yang lebih ketat. Untuk memperkuat penerapan
poros engkol, kebutuhan untuk memantau parameter meliputi: kecepatan Shot, kekuatan
tembakan, diameter pil partikel, ditembak jarak, waktu dan cakupan ditingkatkan. Setiap
perubahan ini parameter, akan ke berbagai tingkat, efek pengerasan permukaan crankshaft.
Penerapan teknologi peening ditembak dikendalikan, memungkinkan poros engkol dan
yang lainnya di kondisi beban tinggi, kekuatan kelelahan bagian dari pekerjaan secara
substansial meningkat, sehingga sangat memperpanjang umur kelelahan bagian-bagian. Maju
dan teknologi canggih dengan program komputer yang mampu peralatan peledakan,
ditembak peening proses dimonitor untuk memastikan kualitas peening ditembak konstan dan
pengulangan. Saat ini, banyak produsen mobil terkenal di dunia dan produsen komponen
telah dimasukkan dalam standar akan meningkatkan proses produksi, perangkat tambahan
dan peralatan manufaktur lainnya, seperti pembentukan baris lengkap manufaktur modern.
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 26
Gambar. 3.3 Shoot-peening
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 27
3.5 HOT DIPPING (COATING)
Pelapisan dengan celup panas dilakukan dengan cara mencelupkan logam yang akan
dilapisi ke dalam logam pelapis yang berada dalam keadaan cair. Karena itu titik cair logam
yang akan dilapisi harus lebih tinggi dari titik cair logam pelapis. Metode pelapisan Celup
panas yang paling dikenal di tingkat komersial adalah pelapisan sheet baja dengan Zinc pada
pembuatan atap seng.
Untuk mengenal lebih dalam tentang praktek Pelapisan Celup Panas dalam skala
industri, dapat kita lihat pada sebuah pabrik di kota Palembang sebagai acuan praktis. Pabrik
ini memproses baja lembaran polos menjadi seng gelombang dengan volume produksi
mencapai 150.000 m3 per tahun. Pabrik ini merupakan pabrik baja dengan tingkat proses
sekunder. Umumnya pabrik seng memproses “cold rolled steel sheet” dengan tebal 0,2 mm
menjadi “zinc plated sheet” dengan metode hot dipping”
Secara garis besar proses Zinc Coating berlangsung dengan rangkaian proses seperti
pada gambar :
Cold Rolled Steel Sheet
Degreasing
Picking (13% HCl)
Rinsing
Drying
Fluxing
Hot Dipping
Cooling
Chromating
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 28
Proses yang terjadi pada setiap tahapan adalah sebagai berikut :
Degreasing, adalah suatu proses untuk menghilangkan lemak, minyak dan kotoran lain
yang melekat pada permukaan CRS (Colled Rolled Steel Sheet). Proses ini dilakukan
paling awal dengan air bercampur chloride pada konsentrasi rendah.
Pickling, adalah proses pembersihan pemukaan CRS dengan larutan berupa air dengan
10% HCL pada suhu kamar. Proses ini dimaksudkan agr permukaan CRS bebas dari
lapisan pasif yang dapat menghalangi proses pelapisan.
Rinsing, adalah proses pembersihan permukaan CRS dari unsur-unsur chloride yang
berasal dari proses degreasing dan proses pickling yang dilakukan sebelumnya serta untuk
membersihkan kotoran yang mungkin masih melekat pada permukaan CRS setelah proses
itu. Proses ini dilakukan dengan air hangat tanpa campuran pada temperature 60 0C – 80
0C. Pemanasan air ini dilakukan dengan suplai uap yang terus menerus.
Drying, adalah proses pengeringan permukaan CRS yang sudah bersih dari proses
sebelumnya. Pengeringan dilakukan dengan pemanasan yang berasal dari “filament” yang
ditempatkan di sepanjang laluan CRS.
Fluxing, merupakan persiapan akhir yang dilakukan agar bahan pelapis dapat melekat
dengan baik di permukaan CRS. Larutan fluxing berupa 0,85 Kg ZnCl2 dan 0,8 Kg NH4Cl
yang dilarutkan dalam lima liter air. Kapasitas tanki fluxing adalah 600 liter dengan
penambahan terus menerus sebanyak 4 Kg fluxing per 1 ton CRS. Pengeringan tak perlu
dilakukan setelah fluxing, karena temperature operasi fluxing yang berkisar pada 3400C.
Hot Dipping, merupakan proses celup panas setelah fluxing. Pada proses ini CRS yang
akan dilapisi dilewatkan pada tanki Zn cair yang berada pada temperature 440 oC -450
oC.
Dalam bahan pelapis ini terkandung juga belerang dan Antitin (Antimony dan Tin Ingot)
yang berfungsi untuk memberikan efek mengkilap pada permukaan.
Air Drying
Shearing
Coorugating
Marketing
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 29
Cooling, yaitu pendinginan CRS dengan air pada suhu kamar. Proses ini sekaligus
memberikan efek “tempered” terhadap permukaan pelapis. Setelah itu dilanjutkan dengan
proses pelapisan lanjutan berupa “chromatizing”.
Chromatizing, merupakan proses yang berguna untuk membuat agar CRS yang sudah
dilapisi awet dalam penyimpanan. Chromatizing merupakan proses pelapisan lanjutan
dengan Sodium Dichromat (crO3) ke permukaan seng.
Drying dengan udara hembus. Proses ini dilakukan dengan udara hembus untuk
memberikan efek “Sakura Flower” pada permukaan CRS. Setelah proses ini, maka CRS
sudah selesai diproses dan dapat disebut sebagai “Galvanized CRS”.
Shearing, yaitu proses pemotongan galvanized CRS dengan gunting. Proses ini sudah
merupakan proses teknis biasa yang merupakan proses pelapisan.
Corrugating, yaitu proses pembuatan gelombang pada galvanized CRS. Proses ini
dilakukn dengan Corrugated rolls.
Marketing, merupakan proses akhir dari proses produksi galvanized CRS.
Perlu diketahui ahwa untuk mendapatkan suatu hasil yang baik, proses pelapisan Celup
Panas memiliki keterbatasan dalam penerapannya, yitu :
Bentuk permukaan logam yang akan dilapisi tiada kompleks.
Pelapisan relative tebal, yaitu sekitar 50 hingga 150 mils.
Guna memperkecil resiko teknis yang dapat timbul, maka metode pelapisan ini
treutama diterapkan pada pelapisan yang tidak memerlukan kerataan permukaan secara
mutlak.
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 30
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kelelahan logam diawali dengan pembentukan awal retak dan dilanjutkan dengan
penjalaran retakan hingga komponen mengalami patah. Lokasi awal retak pada komponen
atau logam yang mengalami pembebanan dinamis atau siklik adalah pada titik daerah dimana
memiliki kekuatan yang paling minimum dan atau pada titik daerah dimana mengalami
tegangan yang paling maksimum. Oleh karena itu untuk memperkirakan umur lelah suatu
komponen merupakan suatu hal yang cukup sulit, hal ini disebabkan oleh banyaknya faktor-
faktor yang mempengaruhi umur lelahnya.
Salah satu faktor yang mempengaruhi umur Kelelahan logam merupakan suatu
fenomena permukaan, sehingga kondisi permukaan (surface finish) logam akan sangat
mempengaruhi batas lelahnya. Kondisi permukaan tersebut sangat ditentukan oleh perlakuan
permukaan seperti:
Plating, dimana proses ini akan menghasilkan tegangan sisa tarik pada permukaan logam.
Thermal (proses diffusi), seperti karburisasi, nitriding, dan lainnya dapat menimbulkan
tegangan sisa tekan pada permukaan logam.
Mechanical, misalnya shot peening, dapat menghasilkan tegangan sisa tekan pada
permukaan logam.
4.2 Saran
Kelelahan adalah pertumbuhan inti dan pertumbuhan dari retakan dibawah kondisi siklus
tegangan dan regangan
Umur lelah dapat ditingkatkan dengan:
Mengontrol tegangan
Mengontrol struktur mikro
Mengontrol penyelesaian permukaan
Umur lelah dapat dapat diprediksi dengan
komponen presisi dan bertakik kurva T-S, R-S
komponen dengan retakan Persamaan Paris
Universitas Sriwijaya FRACTURE MECHANICS
Rendra Maha Putra. Jf (03081005009) November 22, 2011
Teknik Mesin Universitas Sriwijaya | Mekanika Retakan 31
DAFTAR PUSTAKA
Chandra, H. 1993. Analisis Kegagalan Feed Tube Centrifuge. Thesis. ITB.
Bandung
Brooke, D., thn….Elementary of Fracture Mechanics
ASM vol,,, thn,………….
Masanori, K. 2000. Fracture Mechanics. Science University of Technology.
Tokyo, Japan.
Kritzler, J., Effect Of Shot Peening On Stress Corrosion Cracking On Austenitic Stainless
Steel, International Conference of Shot Peening 7th , Marsaw, Poland, 1998, pp.199-
208.