bab 2 kajian teori, kerangka pemikiran dan...
TRANSCRIPT
13
BAB 2
KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN RANCANGAN HIPOTESIS
2.1 Manajemen
2.1.1 Pengertian Manajemen
Robbins dan Coulter (2010:7) mendefinisikan manajemen sebagai hal yang
dilakukan oleh para manajer yang melibatkan aktivitas-aktivitas koordinasi dan
pengawasan terhadap pekerjaan orang lain, sehingga pekerjaan tersebut dapat
diselesaikan dengan efisien dan efektif. Maksud efisien disini yaitu mendapatkan
sebesar-besarnya output dari sekecil-kecilnya input, sementara maksud dari efektif yaitu
menjalankan aktivitas-aktivitas yang secara langsung membantu organisasi mencapai
sasarannya.
2.1.2 Fungsi-fungsi Manajemen
Fayol dalam Robbins dan Coulter (2010:9) pertama kali menggagas fungsi-
fungsi dalam rangka mengelola pekerjaan orang lain di awal abad ke-20 dimana ia
menyatakan bahwa setiap manajer menjalankan lima buah fungsi yaitu perencanaan
(planning), penataan (organizing), penugasan (commanding), pengkoordinasian
(coordinating) dan pengendalian (controlling). Tetapi dalam Robbins dan Coulter
(2010:9) fungsi-fungsi itu telah dipadatkan menjadi empat buah fungsi yaitu
perencanaan (planning), penataan (organizing), kepemimpinan (leading) dan
pengendalian (controlling).
1. Perencanaan (Planning)
Organisasi dibentuk untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, maka seseorang
harus mendefinisikan tujuan-tujuan tersebut dan cara mencapainya. Dalam
menjalankan fungsi perencanaan, seorang manajer akan mendefinisikan sasaran-
sasaran, menetapkan strategi untuk mencapai sasaran-sasaran itu, dan
mengembangkan rencana kerja untuk memadukan dan mengkoordinasikan
berbagai aktivitas menuju sasaran-sasaran tersebut.
14
2. Penataan (Organizing)
Dalam fungsi ini, seorang manajer juga bertanggung jawab untuk merancang dan
membentuk struktur kerja demi tercapainya sasaran-sasaran organisasi. Ketika
seorang manajer menjalankan fungsi penataan, ia akan menentukan tugas-tugas
apa yang harus diselesaikan, siapa-siapa yang akan melakukannya, bagaimana
tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa harus melapor kepada siapa dan
dimana dan kapan keputusan-keputusan harus diambil.
3. Kepimimpinan (Leading)
Setiap organisasi terdiri dari orang-orang, dan tugas seorang manajer lah untuk
bekerja bersama dan memanfaatkan bantuan orang-orang tersebut untuk
mencapai sasaran-sasaran organisasi. Dalam menjalankan fungsi kepemimpinan,
manajer memotivasi para bawahannya, membantu menyelesaikan konflik di
antara mereka, mengarahkan para individu atau kelompok-kelompok individu
dalam bekerja, memilih metode komunikasi yang paling efektif, dan menangani
beragam isu lainya yang berkaitan dengan perilaku karyawan.
4. Pengendalian (Controlling)
Setelah sasaran-sasaran dan rencana kerja digariskan (fungsi perencanaan),
tugas-tugas dan susunan struktural ditetapkan (fungsi penataan), dan orang-orang
yang dibutuhkan telah dipekerjakan, dilatih dan dimotivasi (fungsi
kepemimpinan), maka harus dilakukan suatu evaluasi untuk mengetahui sejauh
mana segala sesuatunya telah berjalan sesuai rencana. Untuk memastikan
sasaran-sasaran dapat dicapai dan pekerjaan-pekerjaan diselesaikan sebagaimana
mestinya, seorang manajer harus mengawasi dan melakukan evaluasi kinerja.
2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia
2.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Beberapa pakar MSDM memberikan pandangan yang berbeda-beda mengenai
MSDM. Schuler, Dowling, Smart dan Huber dalam Yuniarsih dan Suwatno (2008:2)
menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia (SDM) adalah pengakuan akan
pentingnya tenaga kerja organisasi sebagai sumber daya manusia yang vital
berkontribusi terhadap tujuan organisasi, dan pemanfaatan beberapa fungsi dan kegiatan
15
untuk memastikan bahwa mereka digunakan secara efektif dan adil untuk kepentingan
individu, organisasi dan masyarakat.
Menurut De Cenzo dan Robbins dalam Yuniarsih dan Suwatno (2008:2)
menjelaskan secara lebih mendetail mengenai MSDM. Mereka menyatakan bahwa
manajemen sumber daya manusia adalah bagian dari organisasi yang peduli dengan
aspek orang atau sumber daya manusia dari posisi manajemen, termasuk merekrut,
penyaringan, pelatihan, memberi reward dan melakukan penilaian.
Selanjutnya menurut Mondy, Noe dan Premeaux dalam Yuniarsih dan Suwatno
(2008:2) menyatakan bawa manajemen sumber daya manusia adalah pemanfaatan
sumber daya manusia untuk mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan pengertian manajemen sumber daya manusia yang dikemukakan
oleh para pakar tersebut, maka Yuniarsih dan Suwatno (2008:3) menyimpulkan bahwa
manajemen sumber daya manusia adalah serangkaian kegiatan pengelolaan sumber daya
manusia yang memusatkan kepada praktek dan kebijakan, serta fungsi-fungsi
manajemen untuk mencapai tujuan organisasi.
2.2.2 Fungsi Operasional Manajemen Sumber Daya Manusia
Implementasi manajemen sumber daya manusia tergantung kepada fungsi
operasional MSDM itu sendiri. Beberapa pakar menjelaskan fungsi MSDM secara
berbeda. Mondy, Noe dan Premeaux dalam Yuniarsih dan Suwatno (2008:6)
menyatakan bahwa fungsi manajemen sumber daya manusia meliputi lima fungsi area
yaitu:
1. Human resources planning, recruitment and selection.
2. Human resources development.
3. Compensation and benefit.
4. Safety and health.
5. Employee and labor relation.
Sedangkan menurut Dessler dalam Yuniarsih dan Suwatno (2008:6) mendefinisikan
fungsi manajemen sumber daya manusia terdiri dari:
1. Recruitment and placement.
16
2. Personnal planning and recruiting.
3. Employee testing and selection, interviewing candidate.
4. Training and development-training and developing employees.
5. Managing organizational renewal.
6. Appraising performance, managing career and fair treatment.
Berdasarkan para pendapat ahli di atas, Yuniarsih dan Suwatno (2008:6) mengambil
kesimpulan bahwa fungsi operasional manajemen sumber daya manusia meliputi 6 hal
yaitu:
1. Perencanaan Tenaga Kerja
Dengan adanya perencanaan tenaga kerja dimaksudkan ada upaya untuk
merencanakan jumlah dan jenis tenaga kerja yang tepat untuk memenuhi
kebutuhan yang dibutuhkan guna mencapai tujuan organisasi. Fungsi ini terdiri
dari analisis pekerjaan, rekrutmen, penempatan, sampai pada orientasi pekerjaan.
2. Pengembangan Tenaga Kerja
Pengembangan tenaga kerja merupakan suatu kondisi yang menunjukan adanya
peningkatan-peningkatan kualitas tenaga kerja sehingga dapat mengurangi
ketergantungan organisasi untuk menarik karyawan baru. Adapan tujuan
pengembangan sumber daya manusia diarahkan untuk mengubah sumber daya
manusia yang potensial tersebut menjadi tenaga kerja yang produktif serta
mampu dan terampil sehingga menjadi efektif dan efisien dalam mencapai tujuan
organisasi. Pengembangan tenaga kerja dapat dilakukan dengan mengadakan
pendidikan, pelatihan yang rutin, promosi dan mutasi. Pendidikan dan pelatihan
dilakukan agar tenaga kerja dapat selalu mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Promosi dapat digunakan untuk cara pengembangan
tenaga kerja, karena promosi merupakan perpindahan karyawan ke jenjang yang
lebih tinggi. Sementara mutasi adalah perpindahan karyawan dari satu unit ke
unit yang lain tanpa merubah jenjang yang ada. Adanya mutasi diharapkan
karyawan akan memiliki multi skill.
3. Penilaian Prestasi Kerja
17
Dengan adanya penilaian prestasi kerja, maka dapat diketahui karyawan yang
mempunyai prestasi kerja yang baik maupun yang kurang baik. Hal ini akan
berdampak pada pemberian kompensasi.
4. Pemberian Kompensasi
Fungsi pemberian kompensasi meliputi kegiatan pemberian balas jasa kepada
para karyawan. Kompensasi ini dapat berupa finansial maupun non-finansial.
Kegiatan disini meliputi penentuan sistem kompensasi yang mampu mendorong
prestasi karyawan dan juga menentukan besarnya kompensasi yang akan
diterima oleh masing-masing pekerja secara adil.
5. Pemeliharaan Tenaga Kerja
Ada dua aspek yang terlibat dalam pemeliharaan tenaga kerja yaitu aspek
ekonomis dan aspek non ekonomis. Aspek ekonomis berhubungan dengan
pemberian kompensasi yang berupa gaji dan bonus yang sebanding dengan hasil
kerjanya. Aspek non ekonomis berupa adanya jaminan kesehatan, kesejahteraan,
keamanan serta kenyamanan dalam bekerja. Adanya kegiatan pemeliharaan
tenaga kerja yang memadai akan memperkecil adanya konflik antara tenaga kerja
dengan pemberi kerja. Dalam pemeliharaan sumber daya manusia ada beberapa
yang perlu dikaji antara lain tentang kepuasan kerja karyawan, pengelolaan
konflik, motivasi karyawan dan komunikasi yang terjadi dalam organisasi.
6. Pemberhentian
Pemberhentian adalah fungsi operatif terakhir manajemen sumber daya manusia.
Fungsi pemberhentian harus mendapat perhatian yang serius karena telah diatur
oleh undang-undang dan mengikat bagi perusahaan maupun karyawan. Istilah
pemberhentian atau separation adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari
organisasi (perusahaan) yang disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan
organisasi, pensiun, atau sebab-sebab lain yang diatur oleh undang-undang.
18
2.3 Remunerasi
2.3.1 Pengertian Remunerasi
Penerapan remunerasi di dalam perusahaan tidak dapat diabaikan begitu saja
karena remunerasi terkait langsung dengan pencapaian tujuan perusahaan. Penerapan
remunerasi yang baik tentunya akan menciptakan kepuasan kerja, motivasi kerja
karyawan dan lain sebagainya yang tentu saja akan sangat berpengaruh terhadap kinerja
dan komitmen karyawan yang pada akhirnya akan sangat berdampak positif pada kinerja
perusahaan. Remunerasi yang rendah tidak dapat dipertanggungjawabkan, baik dilihat
dari sisi kemanusiaan maupun dari sisi kelangsungan hidup perusahaan. Karena itu,
perlu adanya pemahaman bagaimana remunerasi dapat dikembangkan dan disesuaikan
berdasarkan kesepakatan melalui beberapa pendekatan.
Sebelumnya perlu diketahui tentang pengertian remunerasi itu sendiri. Menurut
Henderson (1994:494) mendefinisikan yaitu bahwa “Remuneration is a term used by the
Securities and Exchange Commission (SEC) to indentify specific compensation
components. These include salary, fee, commissions, bonuses, stock and property
payments, executive insurance, personal benefits, pensions or retirement plans,
annuities, deffered compensation plans, short- and long-term incentive plans, stock
purchase plans, and profit sharing and thrift plans”.
Definisi lain tentang remunerasi yang dikemukakan oleh Poels (2003:9)
“Remuneration is the process which takes place after functions have been ranked and
through which a salary structure will be establish”. Dalam konteks reformasi birokrasi,
remunerasi diartikan sebagai penataan kembali sistem penggajian.
Terminologi lain dari remunerasi adalah kompensasi. Berdasarkan beberapa
definisi yang dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa remunerasi atau kompensasi
pada intinya mengartikan hal yang sama dimana remunerasi atau kompensasi adalah
segala sesuatu yang diterima oleh pekerja baik dalam bentuk finansial maupun non
finansial sebagai balas jasa atas kontribusi yang diberikannya kepada organisasi dalam
jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam rangka mencapai
tujuan organisasi. Dan dikarenakan remunerasi memiliki arti yang sama dengan
19
kompensasi dan terbatasnya teori yang membahas mengenai remunerasi, maka
penggunaan istilah kompensasi yang dimaksudkan yaitu sama dengan remunerasi.
2.3.2 Tujuan Kompensasi
Menurut Hasibuan (2009:120) tujuan pemberian kompensasi adalah sebagai
berikut:
1. Ikatan Kerja Sama
Dengan pemberian kompensasi akan terjalin ikatan kerja sama formal antara
perusahaan dengan karyawan. Karyawan harus mengerjakan pekerjaan dengan
sebaik-baiknya, sedangkan perusahaan wajib membayar kompensasi sesuai
dengan perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
2. Kepuasan Kerja
Dengan kompensasi, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
fisik, status sosial, dan kebutuhan lainnya sehingga memperoleh kepuasan kerja.
3. Pengadaan Yang Efektif
Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang
qualifed untuk perusahaan akan lebih mudah.
4. Motivasi
Jika kompensasi yang diberikan cukup besar, perusahaan akan dengan mudah
memotivasi para karyawan.
5. Stabilitas Karyawan
Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta kompetitif maka
stabilitas karyawan lebih terjamin karena turnover yang relatif kecil.
6. Disiplin
Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka diharapkan disiplin
karyawan semakin baik. Mereka akan menyadari serta mentaati peraturan-
peraturan yang berlaku.
7. Pengaruh Serikat Buruh
Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat
dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya.
8. Pengaruh Pemerintah
20
Jika program kompensasi sesuai dengan undang-undang tenaga kerja yang
berlaku (seperti batas upah minimum) maka intervensi pemerintah dapat
dihindarkan.
2.3.3 Tipe-tipe Kompensasi
Menurut Mathis (2010:416) tipe-tipe kompensasi terdiri dari:
Tabel 2.1 Komponen Kompensasi
COMPENSATION
DIRECT
Base Pay
9. Wages
10. Salaries
Variable Pay
• Bonuses
• Incentives
• Stock Options
INDIRECT
Benefits
• Medical insurance
• Paid time off
• Retirement pensions
• Worker’s compensations
Sumber: Mathis (2010:417)
1. Base Pay
Base pay adalah kompensasi utama/dasar yang diterima oleh karyawan yang
biasanya diberikan dalam bentuk gaji atau upah. Banyak organisasi
menggunakan dua cara distribusi base pay. Pertama, membayar karyawan per
jam adalah cara yang paling umum dari cara pembayaran base pay berdasarkan
waktu. Karyawan yang dibayar per jam dikatakan menerima upah, dimana
pembayaran langsung dihitung pada jumlah waktu bekerja. Sedangkan untuk
karyawan yang mendapatkan pembayaran konsisten dalam periode tertentu,
misalkan per bulan, dikatakan bahwa ia menerima gaji.
2. Variable Pay
21
Tipe lain dari pembayaran langsung adalah variable pay, yang merupakan
pemberian kompensasi yang terhubung langsung ke prestasi dan kinerja
karyawan. Jenis yang paling umum dari variable pay untuk sebagian besar
karyawan adalah bonus dan program insentif. Untuk para eksekutif, adalah
umum untuk memiliki imbalan jangka panjang seperti opsi saham.
3. Benefit
Dengan kompensasi tidak langsung, karyawan menerima nilai nyata dari
penghargaan tanpa menerima pembayaran. Benefit adalah pembayaran secara
tidak langsung, seperti asuransi kesehatan, cuti, atau program pensiun, diberikan
kepada karyawan atau sekelompok pekerja sebagai bagian dari keanggotaan
organisasi.
2.3.4 Asas Kompensasi
Menurut Hasibuan (2009:122), program kompensasi harus ditetapkan atas asas
adil dan layak serta dengan memperhatikan undang-undang tenaga kerja yang berlaku.
Prinsip adil dan layak harus mendapat perhatian sebaik- baiknya agar balas jasa yang
akan diberikan merangsang motivasi dan kepuasan kerja karyawan.
1. Asas Adil
Besarnya kompensasi yang dibayar kepada setiap karyawan harus disesuaikan
dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, risiko pekerjaan, tangung jawab, dan
jabatan pekerja. Pengertian adil disini bukan berarti setiap karyawan menerima
kompensasi yang sama besarnya. Asas adil menjadi dasar penilaian, perlakuan,
dan pemberian hadiah atau hukuman bagi setiap karyawan. Dengan asas adil
akan tercipta suasana kerjasama yang baik, semangat kerja, disiplin, loyalitas,
dan stabilitas karyawan akan lebih baik.
2. Asas Layak
Kompensasi yang diterima karyawan dapat memenuhi kebutuhanya pada tingkat
yang ideal dan sesuai dengan kemampuan perusahan. Tolak ukur yang layak
adalah relatif, penetapan besarnya kompensasi didasarkan atas batas upah
minimum pemerintah melalui undang-undang tenaga kerja yang berlaku.
22
2.3.5 Konsep Kompensasi 3P
Konsep 3P yakni Pay for Positon, Pay for Person/Competence, dan Pay for
Performance atau dalam istilah Bahasa Indonesia di kenal dengan konsep 3K yakni
Kedudukan, Kompetensi, dan Kinerja (Antariksa, 2009). Konsep ini lahir dari
ketidakpuasan sistem kompensasi dimana dalam sistem tersebut titik beratnya masih
bertumpu pada pay for positon. Hal ini membuat implementasinya di lapangan
terkadang membingungkan dan tidak mampu memuaskan berbagai pihak terutama bagi
mereka yang merasa mempunyai kontribusi yang besar pada perusahan.
a. Pay for Person
Pay for Person adalah jumlah uang yang diberikan kepada pekerja bergantung
kepada keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh karyawan, misalnya,
karyawan itu memiliki keahlian khusus sehingga mendapatkan tunjangan khusus.
Hal tersebut biasanya dilakukan untuk memberikan fasilitas kepada talenta-
talenta khusus supaya betah bekerja di perusahaan tersebut dan tidak pindah.
Untuk bisa menerapkan hal ini, tentu saja perusahaan harus mendefinisikan dulu
apa-apa saja yang termasuk keahlian khusus. Harus ada standar atau definisi
yang jelas mengenai apa saja yang termasuk dalam talenta atau keahlian khusus.
b. Pay for Position
Pay for Position adalah jumlah uang yang diberikan kepada karyawan
bergantung kepada posisi dan jabatan. Besaran jumlah gaji pada posisi dan
jabatan ini tentu telah dihitung dengan rumus-rumus tertentu dan biasanya
berupa gaji pokok serta tunjangan-tunjangan tertentu untuk posisi dan jabatan
tersebut.
c. Pay for Performance
Pay for Performance adalah besaran uang yang diberikan kepada karyawan
bergantung kepada prestasi atau kinerja setiap individu, biasanya berbentuk
bonus prestasi. Dalam menjalankan konsep ini sebaiknya perusahaan membuat
metode perhitungan yang jelas. Misalnya, untuk menentukan standar penggajian
di setiap posisi atau jabatan, perusahaan harus mempergunakan indikator-
23
indikator yang spesifik, misalnya kompetensi yang dipersyaratkan, tingkat risiko
kerja, besarnya tanggung jawab, dan sebagainya.
2.3.6 Determinan Kompensasi
Penentuan kompensasi finansial individu menurut Mondy (2010:6) ditentukan
oleh beberapa faktor yaitu : organisasi, pasar tenaga kerja, pekerjaan itu sendiri, dan
karyawan. Gambar 2.1. menguraikan lebih rinci faktor-faktor penentu kompensasi
finansial individu. Dengan demikian penentuan kompensasi tidak hanya memperhatikan
satu faktor saja yang sering diambil organisasi yaitu kebijakan kompensasi dan
kemampuan membayarnya. Tetapi juga memperhatikan faktor yang ada di lingkungan
sekitar organisasi.
Gambar 2.1 Determinan Kompensasi
Sumber : Mondy & Noe (1993:445)
The Labor Market Compensations
Survey Cost of Living Labor Unions Government Legislation
The Employee Competency Performance
Seniority Experience
Membership in Organization
Potential Political Infuence
Luck
The Organization Compensation Policies
Ability to Pay
The Job
Job Evaluation
JOB PRICING
24
1. Organisasi (The Organization)
a. Kebijakan Kompensasi
Penetapan besaran kompensasi disesuaikan dengan kebijakan kompensasi yang
sudah dibuat oleh perusahaan. Besaran, struktur penggajian mengikuti kebijakan
kompensasi perusahaan.
b. Ability to Pay
Kompensasi yang diberikan disesuaikan dengan keadaan dan kesanggupan
perusahaan dalam menggaji karyawannya. Hal ini terutama disesuaikan dengan
kondisi keuangan perusahaan.
2. Pasar Tenaga Kerja (The Labor Market)
a. Survei Kompensasi
Survei kompensasi adalah alat untuk memperoleh data mengenai jumlah yang
dibayar perusahaan-perusahaan lain untuk pekerjaan atau kelas pekerjaan
tertentu dalam pasar tenaga kerja tertentu. Survei tersebut bisa dibeli,
dialihdayakan ke perusahaan konsultan atau dilaksanakan oleh organisasi itu
sendiri. Organisasi menggunakan survei karena terdapat dua alasan dasar, yaitu
pertama, untuk mengidentifikasi posisi relatifnya terhadap pesaing yang dipilih
dalam pasar tenaga kerja dan kedua, memberikan input dalam menyusun
anggaran dan struktur kompensasi.
b. Biaya Hidup
Faktor yang mempengaruhi biaya hidup yang harus diperhatikan dalam
pemberian kompensasi yaitu inflasi.
c. Serikat Pekerja
Serikat pekerja biasanya melakukan perundingan bersama antara pihak
manajemen. Hal yang dibicarakan yaitu mengenai upah, jam kerja, serta
ketentuan dan persyaratan kerja lainnya.
d. Peraturan Pemerintah
3. Pekerjaan (The Job)
a. Evaluasi Pekerjaan
25
Evaluasi pekerjaan adalah proses menentukan nilai relatif sebuah pekerjaan
dalam kaitannya dengan pekerjaan lainnya. Tujuan utama evaluasi pekerjaan
adalah menghilangkan ketidakadilan bayaran internal yang disebabkan struktur
bayaran yang tidak logis.
4. Karyawan (The Employee)
a. Senioritas
Senioritas adalah lama waktu seorang karyawan bergabung dengan perusahaan,
divisi, departemen atau pekerjaan.
b. Pengalaman
c. Keanggotaan Organisasi
d. Potensi
e. Pengaruh Politik
f. Keberuntungan
2.4 Job Satisfaction
2.4.1 Pengertian Job Satisfaction
Colquitt, Lepine dan Wesson (2013:96) mendefinisikan job satisfaction sebagai
keadaan emosi yang menyenangkan yang dihasilkan dari penilaian pekerjaan atau
pengalaman pekerjaan seseorang. Dengan kata lain, hal tersebut menunjukan apa yang
dirasakan dan dipikirkan oleh karyawan mengenai pekerjaan mereka. Karyawan dengan
job satisfaction yang tinggi merasakan perasaan yang positif saat mereka berpikir
mengenai tugas mereka. Namun sebaliknya, karyawan dengan job satisfaction yang
rendah merasakan perasaan yang negatif saat mereka berpikir mengenai tugas mereka.
Menurut Robbins dan Judge (2012:107), job satisfaction merupakan suatu
perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi
karakter-karakter pekerjaan tersebut.
Senada dengan Kreitner dan Kinicki (2010:170), mendefinisikan job satisfaction
sebagai tanggapan afektif atau emosional terhadap berbagai segi dari pekerjaan
26
seseorang. Definisi ini menjelaskan bahwa job satisfaction bukanlah suatu konsep
tunggal. Lebih dari itu bahwa seseorang dapat merasa puas dengan salah satu aspek dari
pekerjaannya dan juga sekaligus merasa tidak puas dengan satu atau lebih aspek lain dari
pekerjaan mereka.
Dalam pandangan yang hampir sama, Nelson and Quick (2006) menyatakan
bahwa job satisfaction adalah suatu kondisi emosional yang positif dan menyenangkan
sebagai hasil dari penilaian pekerjan atau pengalaman pekerjaan seseorang.
Selanjutnya menurut Hasibuan (2007), job satisfaction adalah sikap emosional
yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya.
Dan dari beberapa definisi job satisfaction yang telah dijelaskan oleh para ahli di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa job satisfaction adalah adalah perasaan emosional
menyenangkan/positif yang dirasakan oleh seorang karyawan atas apa yang ia kerjakan
atau atas apa yang ia rasakan terhadap pekerjaannya itu sendiri.
2.4.2 Penyebab Job Satisfaction
Setiap ahli memiliki pendapatnya masing-masing mengenai faktor apa saja yang
mempengaruhi job satisfaction. Menurut Robbins dan Judge (2012:110), penyebab job
satisfaction yaitu pekerjaan itu sendiri (work itself), bayaran (pay), kenaikan jabatan
(promotion), pengawasan (supervision) dan rekan kerja (co-workers). Hal yang senada
juga dikemukakan oleh Colquitt, Lepine dan Wesson (2013:98) mengenai value-perceipt
theory yang memperdebatkan bahwa job satisfaction bergantung kepada apakah
karyawan merasa jika pekerjaan mereka menyediakan dan menawarkan hal yang
memiliki nilai untuk karyawan. Value-perceipt theory juga menunjukan bahwa
sebaiknya mengevaluasi job satisfaction sesuai dengan aspek tertentu yaitu pay
satisfaction, promotion satisfaction, supervision satisfaction, coworker satisfaction dan
satisfaction with the work itself.
27
Gambar 2.2 Correlations Between Satisfaction Facets and Overall Job Satisfaction
Sumber: Colquitt, Lepine, Wesson (2013:101)
1. Pekerjaan Itu Sendiri (Work Itself)
Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama job
satisfaction, dimana pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan
untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab. Karyawan
cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang menantang, pekerjaan yang
memberi mereka kesempatan untuk maju menggunakan keterampilan dan
kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan
balik mengenai betapa baiknya mereka bekerja.
2. Bayaran (Pay)
Mengacu pada perasaan karyawan tentang gaji mereka, termasuk apakah itu
layak, aman, dan memadai. Pay satisfaction didasarkan pada perbandingan gaji
yang karyawan inginkan dengan pembayaran yang mereka terima. Meskipun
memberikan lebih banyak uang hasilnya selalu lebih baik, tetapi sebagian besar
karyawan memiliki dasar pertimbangan bayaran yang mereka inginkan pada
tugas pekerjaan mereka dan bayaran yang diberikan kepada rekan yang tugas
pekerjaan nya sebanding dengan mereka.
3. Kenaikan Jabatan (Promotion)
Mengacu pada perasaan karyawan tentang kebijakan promosi perusahaan dan
eksekusi nya, termasuk apakah promosi dilakukan secara sering, adil, dan
berdasarkan kemampuan karyawan. Tidak seperti gaji, beberapa karyawan
mungkin tidak ingin sering dipromosikan karena promosi tentu saja membawa
tanggung jawab lebih berat dan peningkatan jam kerja. Namun, banyak
28
karyawan menghargai promosi karena promosi memberikan mereka kesempatan
untuk pertumbuhan pribadi, upah yang lebih baik, dan lebih prestis. Seorang
karyawan yang merasakan bahwa kesempatan promosi terbuka bagi mereka akan
mempengaruhi tingkat job satisfaction karyawan tersebut.
4. Atasan (Supervision)
Mencerminkan perasaan karyawan tentang atasan mereka, termasuk apakah
atasan mereka kompeten, sopan, dan seorang komunikator yang baik. Sebagian
besar karyawan mengajukan dua pertanyaan "bisakah mereka membantu saya
mencapai hal-hal yang saya hargai?" dan "apakah mereka menyenangkan?".
Pertanyaan pertama bergantung pada apakah pengawas memberikan reward
untuk kinerja yang baik, membantu karyawan mendapatkan sumber daya yang
diperlukan dan melindungi karyawan dari gangguan yang tidak perlu. Pertanyaan
kedua bergantung pada apakah pengawas memiliki kepribadian yang baik, serta
nilai-nilai dan keyakinan yang sama dengan filosofi karyawan.
5. Rekan Kerja (Co-Workers)
Mengacu pada perasaan karyawan tentang rekan-rekan kerja mereka, termasuk
apakah rekan kerja cerdas, bertanggung jawab, membantu, menyenangkan dan
menarik. Karyawan mengajukan pertanyaan yang sama tentang rekan kerja
mereka seperti yang mereka lakukan kepada supervisor mereka "dapatkah
mereka membantu saya melakukan pekerjaan saya? "dan "apakah saya
menikmati saat berada di sekitar mereka?". Pertanyaan pertama sangat penting
karena kebanyakan dari kita mengandalkan, sampai batas tertentu, pada rekan
kerja kami saat melakukan tugas-tugas pekerjaan. Pertanyaan kedua adalah juga
penting karena kita menghabiskan banyak waktu dengan rekan kerja seperti yang
kita lakukan dengan anggota keluarga kita sendiri. Rekan kerja yang
menyenangkan dapat membuat minggu kerja terasa lebih cepat, sedangkan rekan
kerja yang tidak sopan dan mengganggu dapat membuat bahkan satu hari tampak
seperti sebuah keabadian.
Sedangkan menurut Kreitner dan Kinicki (2010:171) terdapat lima faktor yang
dapat mempengaruhi timbulnya job satisfaction yaitu:
29
1. Need Fulfillment (Pemenuhan Kebutuhan)
Model ini mengajukan bahwa kepuasan ditentukan tingkatan karakteristik
pekerjaan yang memungkinkan kesempatan pada individu untuk memenuhi
kebutuhannya.
2. Discrepancies (Perbedaan)
Model ini menyatakan bahwa kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi
harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang
diharapkan dan yang diperoleh individu dari pekerjaan. Apabila harapan lebih
besar daripada apa yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya
diperkirakan individu akan puas apabila mereka menerima manfaat diatas
harapan.
3. Value Attainment (Pencapaian Nilai)
Gagasan value attainment adalah bahwa kepuasan merupakan hasil dari persepsi
pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting.
4. Equity (Keadilan)
Dalam model ini dimaksudkan bahwa kepuasan meru-pakan fungsi dari seberapa
adil individu diperlakukan di tempat kerja. Kepuasan merupakan hasil dari
persepsi orang bahwa perbandingan antara hasil kerja dan inputnya relatif lebih
menguntungkan dibandingkan dengan perbandingan antara keluaran dan
masukkan pekerjaan lainnya.
5. Dispositional/Genetic Components (Komponen Genetik)
Beberapa rekan kerja atau teman tampak puas terhadap variasi lingkungan kerja,
sedangkan lainnya kelihatan tidak puas. Model ini didasarkan pada keyakinan
bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor
genetik. Model menyiratkan perbedaan individu hanya mempunyai arti penting
untuk menjelaskan kepuasan kerja seperti halnya karakteristik lingkungan
pekerja.
2.4.3 Hubungan dan Akibat Utama dari Job Satisfaction
Menurut Kreitner dan Kinicki (2014:172), ada delapan hubungan utama job
satisfaction yaitu sebagai berikut:
30
1. Motivasi (Motivation)
Karyawan yang merasakan kepuasan kerja yang tinggi tentu saja akan semakin
termotivasi untuk bekerja lebih giat. Hal ini tentu saja sangat menguntungkan
perusahaan. Dengan adanya penelitian bahwa ada hubungan positif antara
motivasi dan kepuasan kerja, para manajer bisa meningkatkan motivasi pegawai
melalui berbagai cara untuk meningkatkan kepuasan kerja.
2. Keterlibatan Pekerjaan (Job Involvement)
Keterlibatan pekerjaan menunjukan tingkatan dimana seseorang terlibat secara
pribadi dengan pekerjaannya. Sebuah meta-analisis dari beberapa penelitian yang
berbeda menunjukan bahwa keterlibatan pekerjaan memiliki hubungan yang
cukup kuat dengan kepuasan kerja. Para manajer juga didorong untuk
menguatkan lingkungan kerja yang menyenangkan demi mendorong keterlibatan
pekerjaan karyawan.
3. Perilaku Keanggotaan Organisasi (Organizational Citizenship Behaviour)
Terdiri atas perilaku-perilaku karyawan di luar pekerjaan mereka. Contohnya
adalah mengeluarkan pernyataan konstruktif mengenai departemen,
pengungkapan minat pribadi dalam pekerjaan orang lain, saran-saran untuk
peningkatan, pelatihan karyawan baru, semangat, ketepatan waktu dalam
kehadiran dan lain-lain. Penelitian menunjukan bahwa ada hubungan yang
signifikan dan cukup positif antara perilaku keanggotaan organisasi dan
kepuasan kerja.
4. Ketidakhadiran (Abseenteim)
Penelitian menunjukan bahwa kepuasan kerja dan ketidakhadiran memiliki
hubungan negatif yang lemah. Oleh karena itu, para manajer tidak akan mungkin
bisa mewujudkan penurunn yang signifikan dalam ketidakhadiran dengan
meningkatkan kepuasan kerja.
5. Kognisi Penarikan (Cognition Withdrawal)
Walaupun beberapa orang berhenti bekerja karena menuruti kata hati atau
kemarahan, sebagian besar karyawan mengambil berbagai pertimbangan
mengenai apakah mereka harus berhenti atau tidak. Kognisi penarikan
menyampaikan proses pemikiran ini dengan menunjukan keseluruhan pemikiran
31
dan perasaan seseorang mengenai keputusannya untuk berhenti bekerja.
Kepuasan kerja diyakini sebagai salah satu faktor yang signifikan yang
menyebabkan seseorang berpikir untuk berhenti bekerja.
6. Perputaran (Turnover)
Perputaran merupakan hal yang penting bagi perusahaan karena dapat
mengacaukan kontinuitas perusahaan dan sangat merugikan. Kepuasan kerja
memiliki hubungan yang cukup negatif dengan perputaran karyawan. Dengan
kekuatan hubungan ini, manajer disarankan untuk mencoba mengurangi
perputaran karyawan dengan meningkatkan kepuasan kerja.
7. Stres (Stress)
Stres dapat memiliki dampak-dampak yang sangat negatif pada perilaku
organisasi. Penilitian menunjukan bahwa stres yang dirasakan memiliki
hubungan negatif yang kuat dengan kepuasan kerja. Diharapkan para manajer
mau berusaha mengurangi dampak negatif dari stres dengan meningkatkan
kepuasan kerja.
8. Kinerja Pekerjaan (Job Performance)
Penelitian menunjukan bahwa hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja
pekerjaan positif.
2.4.4 Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja
Ada konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada
konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Gambar 2.3
menunjukan empat respons ketidakpuasan kerja yang berbeda satu sama lain dengan dua
dimensi yaitu konstruktif/destruktif dan aktif/pasif. Berikut merupakan respon terhadap
ketidak puasan kerja menurut Robbins dan Judge (2012:112):
32
Gambar 2.3 Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja
Sumber: Robbins, Judge (2012:115)
1. Keluar (Exit)
Perilaku yang ditujukan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi
baru dan mengundurkan diri.
2. Aspirasi (Voice)
Secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk
menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa
bentuk aktivitas serikat kerja.
3. Kesetiaan (Loyalty)
Secara pasif tetapi optimistis menunggu membaiknya kondisi, termasuk
membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman ekstenal dan mepercayai
organisasi dan manajemennya untuk melakukan hal yang benar.
4. Pengabaian (Neglect)
Secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran
atau keterlambatan yang terus-menerus, kurangnya usaha dan meningkatnya
angka kesalahan.
33
2.5 Turnover Intention
2.5.1 Pengertian Turnover Intention
Arti intention adalah niat atau keinginan yang timbul pada individu untuk
melakukan sesuatu. Sementara turnover menurut Supriyanto dalam Ridlo (2012:5)
adalah proporsi jumlah anggota organisasi yang secara sukarela (voluntary) dan tidak
(non-voluntary) meninggalkan organisasi dalam kurun waktu tertentu. Berdasarkan
pengertian di atas, turnover intention menurut Tet dan Meyer dalam Ridlo (2012:16)
dapat diartikan sebagai niat karyawan untuk meninggalkan organisasi secara sadar dan
hasrat disengaja dari karyawan untuk meninggalkan organisasi.
Sedangkan menurut Martin dalam Ridlo (2012:16) intention to leave adalah
tingkat keinginan karyawan atau niat untuk meninggalkan organisasi.
Selanjutnya menurut Harnoto (2002:2) menyatakan “turnover intentions adalah
kadar atau intensitas dari keinginan untuk keluar dari perusahaan, banyak alasan yang
menyebabkan timbulnya turnover intention ini dan diantaranya adalah keinginan untuk
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik”.
Turnover intention didefinisikan sebagai refleksi (subyektif) dari probabilitas
bahwa seseorang akan pindah kerja dalam jangka waktu tertentu dan merupakan awal
dari actual turnover menurut Poza dan Henneberger dalam Perez (2008:14). Menurut
Muchinsky (2003:85), tentang employee turnover, terdapat hubungan antara kepuasaan
dan berhenti bekerja. Hubungan itu dimulai dengan adanya pikiran untuk berhenti
bekerja (thinking of quitting). Usaha- usaha untuk mencari pekerjaan baru, berintensi
untuk berhenti bekerja atau tetap bertahan dan yang terakhir adalah memutuskan
berhenti bekerja. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
turnover intention adalah keinginan karyawan untuk berpindah pekerjaan dari satu
tempat ke tempat lainnya karena berbagai macam alasan.
Berbagai literatur meneliti hubungan turnover yang aktual dengan turnover
intention. Misalnya menurut Mobley, Hom & Griffeth dalam Perez (2008:14) turnover
yang sebenarnya dan turnover intention diukur secara terpisah. Namun menurut
34
penelitian, turnover yang sebenarnya meningkat seiring dengan meningkatnya turnover
intention. Menurut Perez (2008:14), hasil studi yang berbeda menyatakan adanya
signifikansi tinggi dari turnover intention dalam menyelidiki perilaku turnover individu.
Dalam studi Henneberger dan Sousa-Poza dalam Perez (2008:14) menyimpulkan
bahwa keputusan karyawan untuk pindah bekerja merupakan keputusan jangka pendek.
Tidak semua karyawan yang memiliki keinginan untuk pindah bekerja, benar-benar
pindah bekerja. Sebaliknya, karyawan yang tidak memiliki niat untuk berpindah, justru
benar-benar melakukan perpindahan yang sebenarnya.
2.5.2 Indikasi Turnover Intention
Menurut Harnoto (2002:2), indikasi dari turnover intention bermacam-macam
yaitu ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain (1)
absensi yang meningkat, (2) mulai malas kerja, (3) adanya keberanian untuk melanggar
tata tertib kerja, (4) keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan.
1. Absensi yang meningkat
Karyawan yang memiliki niat dan berkeinginan untuk pindah kerja, biasanya
ditandai dengan absensi yang semakin meningkat. Selain itu, tingkat tanggung
jawab karyawan dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya.
2. Mulai malas bekerja
Karyawan yang memiliki niat dan berkinginan untuk pindah kerja, akan lebih
malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya
yang dipandang oleh karyawan tersebut lebih mampu memenuhi semua
keinginan karyawan bersangkutan.
3. Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja
Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan
seringdilakukan karyawan yang memiliki niat dan berkeinginan untuk pindah
bekerja. Karyawan lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja
berlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya.
4. Peningkatan protes terhadap atasan
35
Karyawan yang memiliki niat dan berkinginan untuk melakukan pindah kerja,
lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada
atasan. Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa
atau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan.
2.5.3 Faktor Determinan Turnover Intention
Menurut Perez (2008:35), determinan dari turnover intention akan dikategorikan
menjadi tiga kelompok yang berbeda yaitu faktor psikologis, ekonomi dan demografi.
Tabel 2.2 Determinan Turnover Intention
Faktor Psikologis Faktor Ekonomi Faktor Demografis
Kontrak psikologis Usia
Kepuasan kerja Peluang eksternal Masa jabatan
Komitmen Organisasi Company size
Job Insecurity
Sumber: (Perez 2008)
2.5.3.1 Faktor Psikologis
Menurut Perez (2008:36) faktor psikologis mengacu pada proses mental dan
perilaku karyawan, seperti ekspektasi, orientasi, kepuasan kerja, komitmen organisasi,
keterlibatan kerja, dan lain lain. Menurut Mueller dan Harga dalam Perez (2008:36)
konseptualisasi turnover secara psikologis berkaitan dengan faktor-faktor yang
dipengaruhi oleh emosi, sikap atau persepsi karyawan. Menurut Perez (2008:36), faktor
psikologis terdiri dari:
1. Psychological Contract atau Kontrak Psikologis mengacu pada keyakinan
individu mengenai syarat dan ketentuan perjanjian timbal balik antara seseorang
dan pihak lain. Menurut Brinkmann dan Stapf dalam Perez (2008:36), konsep
kontrak psikologis didasarkan pada wawasan, bahwa motivasi karyawan dan
tingkat kinerja mereka harus dipelihara oleh organisasi melalui insentif dan
36
penghargaan. Kontrak psikologis berisi semua harapan timbal yang balik tidak
terungkapkan, harapan dan keinginan karyawan atau atasan dan merupakan
perjanjian tambahan yang tidak dirumuskan dalam pekerjaan yang tidak terikat
sah dalam sebuah kontrak. Jika seorang karyawan tidak mampu membawa
perubahan apapun, maka ketidakpuasan kerja akan terjadi dan kemudian akan
merusak kontrak psikologis.
Menurut Brinkmann dan Stapf dalam Perez (2008:38), landasan dari
kontrak psikologis yaitu dari social exchange theory, yang mengasumsikan
bahwa perilaku manusia dikendalikan oleh maksimalisasi utilitas individu.
Manusia berusaha untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan biaya.
Jika karyawan merasakan kontrak psikologis tidak berjalan seperti semestinya,
maka turnover intention akan lebih tinggi.
2. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah keadaan emosional menyenangkan yang dihasilkan dari
penilaian pekerjaan seseorang dalam mencapai atau memfasilitasi pencapaian
nilai pekerjaannya Kepuasan kerja menjadi keterikatan afektif seseorang. Hal ini
dikonseptualisasikan sebagai respon afektif dan emosional. Kepuasan
didefinisikan sebagai sejauh mana karyawan memiliki orientasi afektif yang
positif terhadap pekerjaan oleh organisasi. Orientasi afektif negatif terhadap
organisasi akan muncul ketika karyawan tidak puas. Kepuasaan kerja mencakup
otonomi, pay satisfaction, participation, fleksibilitas pekerjaan, job design dan
supervisory support.
3. Komitmen Organisasi
Mowday dan Steers dalam Perez (2008:41) mendefinisikan komitmen sebagai
kekuatan relatif dari individu dalam identifikasi dengan dan keterlibatan dalam
organisasi tertentu. Komitmen dapat dilihat sebagai loyalitas dalam sebuah
organisasi atau suatu pekerjaan. Meyer dan Allen mengkonsepkan komitmen
dalam tiga keadaan psikologis yang berbeda yang mempengaruhi apakah
karyawan akan tetap atau meninggalkan organisasi (Lee et al, 2003:597).
o Komitmen Afektif
37
Keterikatan emosional terhadap organisasi.
o Komitmen Berkelanjutan
Kesadaran akan besarnya biaya jika ia meninggalkan organisasi.
o Komitmen Normatif
Kewajiban yang dirasakan untuk tetap dengan organisasi.
4. Job Insecurity
Hesselink et al. dalam Perez (2008:42) mendefinisikan Job Insecurity sebagai
kekhawatiran pribadi tentang kelangsungan pekerjaan. Karyawan dapat merasa
tidak aman meskipun tidak ada alasan untuk itu. Namun, ketidakamanan
pekerjaan lebih dikenal mengenai ketidakpastian tentang pekerjaan di masa
depan terkait dalam pengembangan pekerjaan dan diskontinuitas.
2.5.3.2 Faktor Ekonomi
Para ekonom melihat keputusan karyawan, apakah dia ingin pergi atau stay di
perusahaan, sebagai akibat dari penilaian biaya-manfaat secara rasional (Mueller &
Harga, dalam Perez 2008:42). Ketika reward di tempat ia bekerja sama dengan di tempat
kerja lainnya, maka karyawan akan memutuskan untuk tidak meninggalkan organisasi.
Pandangan ekonomi menganalisis proses turnover lebih menekankan pada interaksi
antara penentuan variable eksternal seperti gaji atau peluang. Berikut faktor-faktor
ekonomi menurut Perez (2008:43):
1. Peluang Eksternal
Peluang eksternal mengacu pada tersedianya alternatif, daya tarik dan
pencapaian dari pekerjaan di lingkungan eksternal. Interaksi antara kekuatan
penawaran dan permintaan ekonomi harus dipertimbangkan dalam mengukur
peluang eksternal. Ketersediaan ini terutama tentang seberapa banyak peluang di
luar organisasi. Daya tarik yang mengacu pada pay level dari peluang tersebut.
Pencapaian didefinisikan sebagai kepemilikan keahlian yang dibutuhkan di
dalam suatu pekerjaan.
2. Company Size
38
Selama fase resesi di pertengahan tahun sembilan puluhan, organisasi yang lebih
kecil dihadapkan dengan tingkat turnover yang lebih tinggi, sedangkan
organisasi yang lebih besar mampu mempertahankan karyawan mereka
(Henneberger & Sousa-Poza, dalam Perez 2008:44). Banyak orang beranggapan
bahwa perusahaan-perusahaan besar membayar gaji yang lebih tinggi, memiliki
kesempatan promosi yang lebih (mobilitas internal vertikal dan horizontal) dan
menawarkan keselamatan kerja yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil.
2.5.3.3 Faktor Demografis
1. Usia
Faktor usia berkorelasi negatif dengan turnover intention (Henneberger & Souza-
Poza, dalam Perez 2008:45). Orang yang lebih muda memiliki tahap percobaan
pada awal kehidupan profesional mereka, sehingga lebih sering berpindah kerja.
2. Masa Jabatan
Lamanya masa jabatan akan sangat terkait dengan kecenderungan untuk tetap
dan tidak meninggalkan organisasi.
2.6 Kerangka Pemikiran
Melalui penelitian ini dapat diketahui bagaimana pengaruh remunerasi terhadap
job satisfaction dan dampaknya terhadap turnover intention. Kerangka pemikiran dari
masalah yang ada digambarkan sebagai berikut:
39
Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran
Sumber : Penulis (2014)
2.7 Rancangan Hipotesis
Menurut Sugiyono (2013:59), hipotesis didefinisikan sebagai jawaban sementara
terhadap rumusan penelitian masalah yang didasarkan atas teori yang relevan. Dalam
penelitian terdapat dua macam hipotesis yaitu hipotesis nol adalah hipotesis yang
menyatakan “tidak ada”, tidak ada perbedaan, tidak ada hubungan, tidak ada pengaruh.
Sedangkan hipotesis alternatif adalah kebalikan dari hipotesis nol yang menyatakan
Remunerasi (X)
Job Satisfaction
(Y)
Turnover Intention (Z)
40
“ada”, ada perbedaan, ada hubungan, dan ada pengaruh. Berdasarkan landasan teori dan
kerangka pemikiran di atas, maka dapat diajukan empat hipotesis penelitian sebagai
berikut:
1. T-1 : Untuk mengetahui pengaruh remunerasi terhadap job satisfaction pada
PT Tugu Pratama Indonesia.
H0 : Tidak ada pengaruh signifikan remunerasi terhadap job satisfaction pada
PT Tugu Pratama Indonesia.
Ha : Ada pengaruh signifikan remunerasi terhadap job satisfaction pada PT
Tugu Pratama Indonesia.
2. T-2 : Untuk mengetahui pengaruh remunerasi terhadap turnover intention pada
PT Tugu Pratama Indonesia.
H0 : Tidak ada pengaruh signifikan remunerasi terhadap turnover intention
pada PT Tugu Pratama Indonesia.
Ha : Ada pengaruh signifikan remunerasi terhadap turnover intention pada PT
Tugu Pratama Indonesia.
3. T-3 : Untuk mengetahui pengaruh job satisfaction terhadap turnover intention
pada PT Tugu Pratama Indonesia.
H0 : Tidak ada pengaruh signifikan job satisfaction terhadap turnover
intention pada PT Tugu Pratama Indonesia.
Ha ; Ada pengaruh signifikan job satisfaction terhadap turnover intention pada
PT Tugu Pratama Indonesia.
4. T-4 : Untuk mengetahui pengaruh antara remunerasi terhadap turnover
intention melalui job satisfaction pada PT Tugu Pratama Indonesia.
H0 : Tidak ada pengaruh signifikan antara remunerasi terhadap turnover
intention melalui job satisfaction pada PT Tugu Pratama Indonesia.
Ha : Ada pengaruh signifikan antara remunerasi terhadap turnover intention
melalui job satisfaction pada PT Tugu Pratama Indonesia.