bab 2 landasan teori 2.1 perceived organizational support...

43
10 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Perceived Organizational Support (POS) 2.1.1.1 Definisi POS Perceived organizational support (POS) dapat didefinisikan sebagai persepsi karyawan mengenai sejauh mana organisasi memberi dukungan kepada karyawan dan sejauh mana kesiapan organisasi dalam memberikan bantuan saat dibutuhkan. Menurut Eisenberger dan Rhoades (2002) dalam jurnal Wu Wann Yih dan Sein Htaik (2011) bahwa perceived organizational support mengacu pada persepsi karyawan mengenai sejauh mana organisasi menilai kontribusi mereka dan peduli pada kesejahteraan mereka. Perceived organizational support juga dianggap sebagai sebuah keyakinan global yang dibentuk oleh tiap karyawan mengenai penilaian mereka terhadap kebijakan dan prosedur organisasi yang dibentuk berdasarkan pada pengalaman mereka terhadap kebijakan dan prosedur organisasi, penerimaan sumber daya, interaksi dengan agen organisasinya (misalnya supervisor) dan persepsi mereka mengenai kepedulian organisasi terhadap kesejahteraan mereka. Berdasarkan penelitian Eisenberger et al dalam jurnal Wu Wann Yih dan Sein Htaik (2011) menyatakan bahwa karyawan menganggap pekerjaan mereka sebagai hubungan timbal balik yang mencerminkan ketergantungan relatif yang melebihi kontrak formal dengan organisasinya yang berarti bahwa karyawan dan organisasi

Upload: duongnhu

Post on 03-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

10

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Perceived Organizational Support (POS)

2.1.1.1 Definisi POS

Perceived organizational support (POS) dapat didefinisikan sebagai persepsi

karyawan mengenai sejauh mana organisasi memberi dukungan kepada karyawan

dan sejauh mana kesiapan organisasi dalam memberikan bantuan saat dibutuhkan.

Menurut Eisenberger dan Rhoades (2002) dalam jurnal Wu Wann Yih dan Sein

Htaik (2011) bahwa perceived organizational support mengacu pada persepsi

karyawan mengenai sejauh mana organisasi menilai kontribusi mereka dan peduli

pada kesejahteraan mereka. Perceived organizational support juga dianggap sebagai

sebuah keyakinan global yang dibentuk oleh tiap karyawan mengenai penilaian

mereka terhadap kebijakan dan prosedur organisasi yang dibentuk berdasarkan pada

pengalaman mereka terhadap kebijakan dan prosedur organisasi, penerimaan sumber

daya, interaksi dengan agen organisasinya (misalnya supervisor) dan persepsi

mereka mengenai kepedulian organisasi terhadap kesejahteraan mereka.

Berdasarkan penelitian Eisenberger et al dalam jurnal Wu Wann Yih dan Sein

Htaik (2011) menyatakan bahwa karyawan menganggap pekerjaan mereka sebagai

hubungan timbal balik yang mencerminkan ketergantungan relatif yang melebihi

kontrak formal dengan organisasinya yang berarti bahwa karyawan dan organisasi

11 terlibat dalam hubungan timbal balik. Karyawan melihat sejauh mana organisasi

akan mengakui dan menghargai usaha mereka, mendukung kebutuhan socio-

emotional mereka dan sebagai karyawan mereka akan memperlakukan organisasinya

dengan baik.

Sedangkan Menurut Robbins (2008, p103) dukungan organisasional yang

dirasakan adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin organisasi mengahargai

kontribusi mereka dan peduli dengan kesejahteraan mereka. Kecuali jika manajemen

tidak mendukung bagi karyawan, karyawan dapat melihat tugas-tugas tersebut

sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan dan memperlihatkan hasil kerja yang

tidak efektif untuk organisasi.

Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa POS adalah sejauh

mana dukungan organisasi yang dirasakan karyawan atas kontribusi mereka terhadap

organisasi dan kepedulian organisasi terhadap kesejahteraan karyawan yang akan

mempengaruhi dukungan karyawan terhadap organisasinya.

2.1.1.2 Aspek-aspek yang Mempengaruhi POS

Sigit (2003, p19-21) menjelaskan beberapa faktor kompleks yang masuk dalam

persepsi di antaranya:

- Hallo Effect ialah memberikan tambahan penilaian (judgement) kepada

seseorang atau sesuatu yang masih bertalian dengan hasil persepsi yang telah

dibuat. Halo effect juga dapat diartikan adanya atau hadirnya sesuatu, sehingga

kesimpulan yang dibuat tidak murni.

- Attribution, Atribusi mengacu pada bagaimana orang menjelaskan penyebab

perilaku orang lain atau dirinya sendiri. Atribusi adalah proses kognitif dimana

orang menarik kesimpulan mengenai faktor yang mempengaruhi atau masuk

12

akal terhadap perilaku orang lain. Ada dua jenis atribusi yaitu atribusi

disposisional, yang menganggap perilaku seseorang berasal dari faktor internal

seperti ciri kepribadian, motivasi, atau kemampuan, dan atribusi situasional

yang menghubungkan perilaku seseorang dengan faktor eksternal seperti

peralatan atau pengaruh sosial dari orang lain.

- Stereotyping ialah memberi sifat kepada seseorang semata-mata atas dasar sifat

yang ada pada kelompok, rasa tau bangsa secara umum sebagaimana pernah di

dengar atau diketahui dari sumber lain. Stereotip menghubungkan ciri yang

baik atau tidak baik pada orang yang sedang dinilai.

- Projection , ialah suatu mekanisme meramal, apa yang akan dilakukan oleh

orang yang dipersepsi, dan sekaligus orang yang mempersepsi itu melakukan

persiapan pertahanan untuk melindungi dirinya terhadap apa yang akan

diperbuat orang yang di persepsi.

2.1.1.3 Dimensi POS

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Rhoades dan Eisenberger (2002)

mengindikasikan bahwa 3 kategori utama dari perlakuan yang dipersepsikan oleh

karyawan memiliki hubungan dengan perceived organizational support. Ketiga

kategori utama ini adalah sebagai berikut:

1. Keadilan

Keadilan prosedural menyangkut cara yang digunakan untuk menentukan

bagaimana mendistribusikan sumber daya di antara karyawan. (Greenberg, dalam

Rhoades & Eisenberger 2002). Shore dan Shore (dalam Rhoades & Eisenberger,

2002) menyatakan bahwa banyaknya kasus yang berhubungan dengan keadilan

13 dalam distribusi sumber daya memiliki efek kumulatif yang kuat pada perceived

organizational support dimana hal ini menunjukkan bahwa organisasi memiliki

kepedulian terhadap kesejahteraan karyawan. Cropanzo dan Greenberg (dalam

Rhoades & Eisenberger, 2002) membagi keadilan prosedural menjadi aspek keadilan

struktural dan aspek sosial. Aspek struktural mencakup peraturan formal dan

keputusan mengenai karyawan. Sedangkan aspek sosial seringkali disebut dengan

keadilan interaksional yang meliputi bagaimana memperlakukan karyawan dengan

penghargaan terhadap martabat dan penghormatan mereka.

2. Dukungan supervisor

Karyawan mengembangkan pandangan umum tentang sejauh mana atasan

menilai kontribusi mereka dan peduli terhadap kesejahteraan mereka (Kottke &

Sharafinski, dalam Rhoades & Eisenberger, 2002). Karena atasan bertindak sebagai

agen dari organisasi yang memiliki tanggung jawab untuk mengarahkan dan

mengevaluasi kinerja bawahan, karyawan pun melihat orientasi atasan mereka

sebagai indikasi adanya dukungan organisasi (Levinson dkk., dalam Rhoades &

Eisenberger, 2002).

3. Penghargaan Organisasi dan Kondisi Pekerjaan

Bentuk dari penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan ini adalah sebagai

berikut:

a. Pelatihan. Pelatihan dalam bekerja dilihat sebagai investasi pada karyawan yang

nantinya akan perceived organizational support (Wayne dkk., dalam Rhoades &

Eisenberger, 2002).

14 b. Gaji, pengakuan, dan promosi. Sesuai dengan teori dukungan organisasi,

kesempatan untuk mendapatkan hadiah (gaji, pengakuan, dan promosi) akan

meningkatkan kontribusi karyawan dan akan meningkatkan perceived

organizational support (Rhoades & Eisenberger, 2002).

c. Keamanan dalam bekerja. Adanya jaminan bahwa organisasi ingin

mempertahankan keanggotaan di masa depan memberikan indikasi yang kuat

terhadap perceived organizational support (Griffith dkk., dalam Eisenberger and

Rhoades, 2002).

d. Peran stressor. Stress mengacu pada ketidakmampuan individu mengatasi

tuntutan dari lingkungan. Stres terkait dengan tiga aspek peran karyawan dalam

organisasi yang berkorelasi negatif dengan perceived organizational support,

yaitu: tuntutan yang melebihi kemampuan karyawan bekerja dalam waktu

tertentu (work-overload), kurangnya informasi yang jelas tentang tanggung

jawab pekerjaan (role-ambiguity), dan adanya tanggung jawab yang saling

bertentangan (role-conflict) (Lazarus & Folkman, dalam Rhoades &Eisenberger,

2002).

2.1.2 Kepuasan Kerja

2.1.2.1 Definisi Kepuasan Kerja

Koesmono dalam jurnal Brahmasari dan Suprayetno (2008) mengemukakan

bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian, perasaan atau sikap seseorang atau

karyawan terhadap pekerjaannya dan berhubungan dengan lingkungan kerja, jenis

pekerjan,kompensasi dan hubungan antar teman kerja serta hubungan sosial ditempat

kerja dan sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja adalah

15 dipenuhinya beberapa keinginan dan kebutuhannya melalui kegiatan kerja atau

bekerja.

Menurut Fathoni (2006, p.128) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap

emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaan. Sikap ini dicerminkan oleh

moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja.

Menurut Robbins (2007, p73) kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai

perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang dihasilkan berdasarkan evaluasi

terhadap karakteristik-karakteristik pekerjaan tersebut. Seseorang dengan kepuasan

kerja tinggi memiliki perasaan positif terhadap pekerjaannya, dan seseorang yang

tidak puas memiliki perasaan negatif terhadap pekerjaannya.

Malthis dan Jackson (2006, p.243) mendefinisikan kepuasan adalah “ a

positive emotional state resulting from evaluating one’s job experience”. (Artinya

emosi yang positif sebagai hasil dari evaluasi pengalaman kerja). Menurut Gibson

dalam Wibisono (2007) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap yang

dimiliki pekerja tentang pekerjaan. Sedangkan Luthans (2006,p.243) menyatakan

bahwa kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik

pekerjaan karyawan memberikan hal yang dinilai penting. Secara komprehensif

kepuasan kerja didefinisikan oleh Locke yang dikutip oleh Luthans (2006, p. 243)

yang mengemukakan bahwa “Job satisfaction is a result of employees perception of

how well their job provides those things which are viewed as important”. Pernyataan

tersebut menjelaskan sebagai suatu keadaan emosi yang menyenangkan atau bersifat

positif yang muncul/dihasilkan dari penilaian terhadap suatu kerja atau pengalaman.

Berdasarkan hal tersebut, tiga dimensi kepuasan kerja:

16

1. kepuasan kerja merupakan suatu tanggapan emosional terhadap situasi

kerja

2. kepuasan kerja seringkali menentukan seberapa besar hasil yang akan

dicapai atau diharapkan

3. kepuasan kerja mencerminkan sikap yang berhubungan dengan pekerjaan

itu sendiri

2.1.2.2 Faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja

Menurut pendapat Smith, et al dalam Luthans (2006, p. 244) menyatakan

faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu :

1. The work itself

“The work itself is the extent to which the job provides the individual with

interesting tasks, opportunities for learning, and the chance to accept

responsibility”. Pekerjaan itu sendiri, yaitu tingkat dimana suatu pekerjaan

dapat memberikan pekerjanya tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar,

dan kesempatan untuk menerima atau memperoleh tanggung jawab. Dari

pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama lain dari kepuasan kerja. Secara

umum, pekerjaan dengan jumlah pekerjaan yang moderat akan menghasilkan

kepuasan kerja yang relatif. Pekerjaan dengan variasi yang sangat kecil

menyebabkan karyawan merasakan kejenuhan dan keletihan.

Sebaliknya, pekerjaan yang terlalu banyak variasi dan terlalu cepat

menyebabkan para karyawan merasa tertekan secara psikologis. Sebagian besar

karyawan menginginkan pekerjaan yang memberikan ketenangan, tetapi

17

mereka tidak menginginkan patah semangat beberapa hari setelah bekerja.

Pekerjaan yang menyediakan sejumlah otonomi kepada karyawan akan

memberikan kepuasan kerja yang tinggi. Sebaliknya, kontrol manajemen atas

metode dan langkah-langkah kerja yang berlebihan akan mengarah kepada

ketidakpuasan kerja.

2. Pay

Berkenaan dengan pemberian kompensasi yang berupa imbalan uang yang

diterima dan sejauh mana seimbang bila dibandingkan dengan rekan yang lain

dalam organisasi. Luthans (2006, p. 244) menyatakan bahwa gaji merupakan

faktor signifikan dalam kepuasan kerja. Uang tidak hanya membantu karyawan

untuk memperoleh kebutuhan dasar mereka tetapi juga kebutuhan mereka yang

lebih tinggi. Karyawan sering melihat gaji sebagai cerminan memperhatikan

kontribusi mereka pada organisasi. Pemberian gaji harus adil, dalam hal ini

pengertian adil adalah sesuai dengan pertimbangan: berat atau ringannya

pekerjaan, besar kecilnya pekerjaan, dan perlu tidaknya ketrampilan dalam

pekerjaan.

3. Promotion Opportunities

Luthans (2006, p. 244) menyatakan bahwa promosi adalah proses pemindahan

karyawan dari satu jabatan ke jabatan lain yang lebih tinggi. Promosi akan

selalu diikuti oleh tugas, tanggung jawab dan wewenang yang lebih tinggi dari

jabatan yang diduduki sebelumnya. Dikatakan bahwa kesempatan promosi

tampaknya mempunyai pengaruh yang bervariasi dalam kepuasan kerja. Hal ini

disebabkan promosi dapat berperan dalam bentuk yang berbeda. Sebagai

contoh, individu yang dipromosikan berdasarkan senioritas sering merasakan

18

kepuasan kerja yang tidak sebesar individu yang dipromosikan berdasarkan

kinerja.

4. Supervision

Luthans (2006, p. 245) menyatakan adanya dua gaya pengawasan yang

berperan dalam kepuasan kerja karyawan. Pertama, perhatian terhadap

karyawan. Pengawasan yang befokus pada karyawan yang di ukur berdasarkan

seberapa besar seorang pengawas mementingkan kepentingan individu

memperhatikan karyawan melaksanakan pekerjaan, memberikan nasehat,

membimbing dan berkomunikasi dengan karyawan baik secara informal

maupun secara formal. Kedua, partisipasi karyawan. Bila pihak manajemen

memberikan kesempatan pada karyawan untuk berpartisipasi dalam

pengambilan keputusan mengenai pekerjaan mereka sendiri dalam banyak

kasus membawa karyawan ke tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi.

Contohnya, dengan memperhatikan karyawan melaksanakan pekerjaan,

memberikan nasehat, membimbing dan berkomunikasi dengan karyawan baik

secara informal maupun secara formal. Kedua, partisipasi karyawan. Bila pihak

manajemen memberikan kesempatan pada karyawan untuk berpartisipasi

dalam pengambilan keputusan mengenai pekerjaan mereka sendiri dalam

banyak kasus membawa karyawan ketingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi.

Dalam pengawasan kemauan atasan dalam memberikan petunjuk dan

dukungan kepada bawahan merupakan hal penting yang tak dapat dilupakan.

5. Coworkers

Tingkat kerjasama dan saling mendukung antar rekan kerja merupakan faktor

yang dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Luthans (2006, p. 245)

menyatakan bahwa rekan kerja yang ramah dan mudah diajak kerja sama

19

merupakan sumber sederhana dalam kepuasan kerja. Kelompok kerja yang

“baik” membuat pekerjaan menjadi lebih menyenangkan.

6. Kondisi kerja

Bekerja dalam ruangan kerja yang sempit, panas, cahaya lampu, kondisi kerja

yang tidak mengenakan dan menimbulkan keengganan untuk bekerja. Dalam

hal ini perusahaan perlu menyediakan ruang kerja yang terang, dan peralatan

kerja yang nyaman untuk digunakan. Dalam kondisi seperti ini, kebutuhan-

kebutuhan fisik yang terpenuhi akan memuaskan tenaga kerja.

2.1.3 Organizational Citizenship Behavior (OCB)

2.1.3.1 Definisi OCB

Organizational citizenship behavior (OCB) merupakan perilaku pekerja diluar

dari apa yang menjadi tugasnya. Organizational citizenship behavior lebih banyak

ditentukan oleh kepemimpinan dan karakteristik lingkungan kerja daripada oleh

kepribadian kerja (Wibowo, 2007, p328). Menurut Robbins, (2006, p31) OCB

adalah perilaku yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seseorang

pegawai, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif.

OCB merupakan perilaku yang berdasarkan kesukarelaan yang tidak dapat

dipaksakan pada batas-batas pekerjaan dan tidak secara resmi menerima penghargaan

tetapi mampu memberikan kontribusi bagi perkembangan produktivitas dan

keefektifan organisasi (Organ, et al, 2006).

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa organizational

citizenship behavior merupakan: Perilaku yang bersifat sukarela, bukan merupakan

20 tindakan yang terpaksa terhadap hal-hal yang mengedepankan kepentingan

organisasi, perilaku individu sebagai wujud dari kepuasan berdasarkan performance,

tidak diperintahkan secara formal dan tidak berkaitan secara langsung dan terang-

terangan dengan sistem reward yang formal.

2.1.3.2 Dimensi OCB

Dimensi organizational citizenship behavior (Organ, et al. 2006, p120) adalah

sebagai berikut:

1. Altruism

Perilaku Pegawai dalam menolong rekan kerjanya yang mengalami kesulitan

dalam situasi yang sedang dihadapi baik mengenai tugas dalam organisasi

maupun masalah pribadi orang lain. Dimensi ini mengarah kepada memberi

pertolongan yang bukan merupakan kewajiban yang ditanggungnya. Seperti

menggantikan rekan kerja yang tidak masuk atau istirahat, membantu

pelanggan dan para tamu jika mereka membutuhkan bantuan, membantu orang

lain yang pekerjaannya overload, membantu proses orientasi karyawan baru

meskipun tidak diminta, meluangkan waktu untuk membantu orang lain

berkaitan dengan permasalahan pekerjaan.

2. Conscientiousness

Perilaku yang ditunjukkan dengan berusaha melebihi yang diharapkan

perusahaan. Perilaku sukarela yang bukan merupakan kewajiban atau tugas

Pegawai. Dimensi ini menjangkau jauh diatas dan jauh ke depan dari panggilan

tugas. Seperti patuh terhadap peraturan yang berlaku diperusahaan, tiba lebih

awal sehingga siap bekerja pada saat jadwal kerja dimulai dan berbicara

21

seperlunya dalam percakapan di telepon, mempergunakan waktu kerja dengan

baik tidak menghabiskan waktu untuk pembicaraan diluar pekerjaannya.

3. Sportmanship

Perilaku yang memberikan toleransi terhadap keadaan yang kurang ideal dalam

organisasi tanpa mengajukan keberatan-keberatan. Seseorang yang mempunyai

tingkatan yang tinggi dalam spotmanship akan meningkatkan iklim yang

positif diantara pegawai, pegawai akan lebih sopan dan bekerja sama dengan

yang lain sehingga akan menciptakan lingkungan kerja yang lebih

menyenangkan. Seperti kemauan untuk bertoleransi tanpa mengeluh dengan

menahan diri dari aktivitas mengeluh dan mengumpat dan tidak membesar-

besarkan permasalahan di luar proporsinya

4. Civic virtue

Perilaku yang mengindikasikan tanggung jawab pada kehidupan organisasi

Dimensi ini mengarah pada tanggung jawab yang diberikan organisasi kepada

seorang untuk meningkatkan kualitas bidang pekerjaan yang ditekuni. Seperti

mengikuti perubahan-perubahan dan perkembangan dalam organisasi dan

membuat pertimbangan dalam menilai apa yang terbaik untuk organisasi, dan

memberikan perhatian terhadap kegiatan yang membantu image perusahaan.

5. Courtessy

Perilaku meringankan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi

orang lain. Seperti: Menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya agar

terhindar dari masalah-masalah interpersonal, membantu teman kerja

mencegah timbulnya masalah sehubungan dengan pekerjaannya dengan cara

memberi konsultasi dan informasi. Seseorang yang memiliki dimensi ini adalah

orang yang menghargai dan memperhatikan orang lain.

22

Beberapa pengukuran lain mengenai ke lima dimensi organizational citizenship

behavior menurut Luthans (2006) adalah :

1. Altruism - Menolong teman kerja ketika sakit.

2. Conscientiousness - Pulang telat untuk menyelesaikan pekerjaan.

3. Sportmanship - Menceritakan kegagalan tim project dan mendengarkan saran

dari anggota yang mungkin dapat membuat sukses.

4. Courtesy - Mampu mengerti dan berempati kepada keadaan perusahaan

meskipun dihasut.

5. Civic Virtue - Menjadi sukarelawan untuk program komunitas perusahaan.

2.1.3.3 Manfaat OCB

Menurut Organ, et al (2006, p199) OCB dapat membawa manfaat bagi

perusahaan, yaitu:

1. OCB meningkatkan produktivitas rekan kerja.

Karyawan yang menolong rekan kerja lain akan mempercepat penyelesaian

tugas rekan kerjanya, dan pada gilirannya meningkatkan produktivitas rekan

tersebut.

2. OCB menungkatkan produktivitas manajer.

Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu manajer

mendapatkan saran dan umpan balik yang berharga dari karyawan tersebut

untuk meningkatkan efektivitas kerja.

3. OCB menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara

keseluruhan.

23

a. Jika karyawan saling tolong menolong dalam menyelesaikan masalah dalam

suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer, konsekuensinya

manajer dapat memakai waktunya untuk melakukan tugas lain, seperti

membuat perencanaan.

b. Karyawan yang menampilkan conscentioussness yang tinggi hanya

membutuhkan pengawasan minimal dari manajer sehingga manajer dapat

mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar kepada mereka, ini berarti

lebih banyak waktu yang diperoleh manajer untuk melakukan tugas yang

lebih penting.

c. Karyawan yang menampilkan perilaku sportmanship akan sangat menolong

manajer tidak menghabiskan waktu terlalu banyak untuk berurusan dengan

keluhan-keluhan kecil karyawan.

4. OCB dapat menjadi sarana efektif untuk mengkoordinasi kegiatan -kegiatan

kelompok kerja.

Menampilkan Perilaku civic virtue (seperti menghadiri dan berpartisipasi aktif

dalam pertemuan di unit kerjanya) akan membantu koordinasi diantara anggota

kelompok, yang akhirnya secara potensial meningkatkan efektivitas dan

efisiensi kelompok.

5. OCB meningkatkan kinerja organisasi dan kemampuan organisasi untuk

menarik dan mempertahankan karyawan yang baik.

a. Perilaku menolong dapat meningkatkan kebersamaan serta perasaan saling

memiliki diantara anggota kelompok, sehingga akan meningkatkan kinerja

organisasi dan membantu organisasi menarik dan mempertahankan

karyawan yang baik.

24

b. Memberi contoh pada karyawan lain dengan menampilkan perilaku

sportmanship (misalnya tidak mengeluh karena permasalahan-permasalahan

kecil) akan menumbuhkan loyalitas dan komitmen pada organisasi.

6. OCB meningkatkan stabilitas kinerja organisasi.

Membantu tugas karyawan yang tidak hadir di tempat kerja atau yang

mempunyai beban kerja berat akan meningkatkan stabilitas dari kinerja

organisasi.

2.1.4 Komitmen Organisasi

2.1.4.1 Definisi Komitmen Organisasi

Mowday, Steers dan Porter dalam Sopiah (2008, p155) mendefinisikan

komitmen organisasi sebagai daya relatif dari keberpihakan dan keterlibatan

seseorang terhadap suatu organisasi. Berdasarkan pendapat Mathis dan Jackson

dalam Sopiah (2008, p155) memberikan definisi, ”Organizational Commitment is

the degree to which employees believe in and accept organizational goals and desire

to remain with the organization”. (Komitmen organisasional adalah derajat yang

mana karyawan percaya dan menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap

tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi).

Steers dan Porter dalam Sopiah (2008, p156) mengatakan bahwa suatu bentuk

komitmen yang muncul dalam diri karyawan tidak hanya bersifat loyalitas yang pasif,

tetapi juga melibatkan hubungan yang aktif dengan organisasi yang memiliki tujuan

memberikan segala usaha demi keberhasilan organisasi yang bersangkutan. Hal

inilah yang membedakan komitmen dengan attachment (keikatan/keterikatan).

Attachment merupakan bentuk komitmen yang rendah, dimana individu dalam

25 bergabung dan membantu organisasi sangat tergangung adanya imbalan (umpan

balik) yang diterima. Keikatan menunjuk pada keanggotaan yang bersifat pasif.

Meyer dan Allen dalam Sopiah (2008, p157) merumuskan suatu definisi

mengenai komitmen dalam berorganisasi sebagai suatu konstruk psikologis yang

merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan

memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya

dalam berorganisasi.

Dari definisi-definisi di atas, diketahui bahwa komitmen organisasi merupakan

sebuah proses terus menerus berlanjut dimana partisipan organisasi mengungkapkan

perhatian untuk organisasi, dan sikap tentang loyalitas karyawan kepada organisasi

mereka dan keinginan untuk bertahan menjadi karyawan dalam organisasi tersebut.

2.1.4.2 Bentuk-bentuk Komitmen Organisasi

Meyer, Allen dan Smith dalam Sopiah (2008, p157) menyatakan bahwa ada 3

(tiga) komponen komitmen organisasi, yaitu:

1. Affective commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari

organisasi karena adanya ikatan emosional

2. Continuance commitment, muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu

organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan-kenuntungan lain, atau

karena karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain.

3. Normative commitment, timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan. Karyawan

bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa

komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan.

26

Meyer dan Allen berpendapat bahwa setiap komponen memiliki dasar yang

berbeda. Karyawan dengan komponen afektif tinggi, masih bergabung dengan

organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Sementara itu

karyawan dengan komponen continuance tinggi, tetap bergabung dengan organisasi

tersebut karena mereka membutuhkan organisasi. Karyawan yang memiliki

komponen normatif yang tinggi, tetap menjadi anggota organisasi karena mereka

harus melakukannya.

Setiap karyawan memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan

komitmen organisasi yang dimilikinya. Karyawan yang memiliki komitmen

organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku berbeda dengan karyawan

yang berdasarkan continuance. Karyawan yang ingin menjadi anggota akan memiliki

keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan tujuan organisasi.

Sebaliknya, mereka yang terpaksa menjadi anggota akan menghindari kerugian

finansial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak

maksimal. Sementara itu, komponen normatif yang berkembang sebagai hasil dari

pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki

karyawan. Komponen normatif menimbulkan perasaan kewajiban pada karyawan

untuk memberi balasan atas apa yang telah diterimanya dari organisasi.

Kanter dalam Sopiah (2008, p158), mengemukakan beberapa bentuk komitmen

organisasi sebagai berikut :

1. Komitmen berkesinambungan (continuance commitment), yaitu komitmen

yang berhubungan dengan dedikasi anggota dalam melangsungkan kehidupan

organisasi dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan berinvestasi pada

organisasi;

27 2. Komitmen terpadu (cohesion commitment), yaitu komitmen anggota terhadap

organisasi sebagai akibat adanya hubungan sosial dengan anggota lain di dalam

organisasi. Ini terjadi karena karyawan percaya bahwa norma-norma yang

dianut organisasi merupakan norma-norma yang bermanfaat;

3. Komitmen terkontrol (control commitment), yaitu komitmen anggota pada

norma anggota organisasi yang memberikan perilaku yang diinginkannya.

Norma yang dimiliki organisasi mampu memberikan sumbangan terhadap

perilaku yang diinginkannya.

2.1.4.3 Proses Terjadinya Komitmen Organisasi

Dessler dalam Sopiah (2008, p159-161) mengemukakan sejumlah cara yang

bisa dilakukan untuk membangun komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:

1. Make it charismatic: Jadikan visi dan misi organisasi sebagai sesuatu yang

karismatik, sesuatu yang dijadikan pijakan, dasar bagi setiap karyawan dalam

berperilaku, bersikap dan bertindak.

2. Build the tradition: Segala sesuatu yang baik di organisasi jadikanlah sebagai

suatu tradisi yang secara terus-menerus dipelihara, dijaga oleh generasi

berikutnya.

3. Have comprehensive grievance procedures: Bila ada keluhan atau komplain

dan pihak luar ataupun dan internal organisasi maka organisasi harus memiliki

prosedur untuk mengatasi keluhan tersebut secara menyeluruh.

4. Provide extensive two-way communications: Jalinlah komunikasi dua arah di

organisasi tanpa memandang rendah bawahan.

5. Create a sense of community: Jadikan semua unsur dalam organisasi sebagai

suatu community di mana di dalamnya ada nilai-nilai kebersamaan, rasa

memiliki, kerja sama, berbagi, dll.

28 6. Build value-based homogeneity: Membangun nilai-nilai yang didasarkan

adanya kesamaan. Setiap anggota organisasi memiliki kesempatan yang sama,

misalnya untuk promosi maka dasar yang digunakan untuk promosi adalah

kemampuan, ketrampilan, minat, motivasi, kinerja, tanpa ada diskri-minasi.

7. Share and share alike: Sebaiknya organisasi membuat kebijakan di mana

antara karyawan level bawah sampai yang paling atas tidak terlalu berbeda atau

mencolok dalam kompensasi yang diterima, gaya hidup, penampilan fisik, dll.

8. Emphasize barn raising, cross-utilization, and teamwork: Organisasi sebagai

suatu community harus bekerja sama, saling berbagi, saling mem¬beri manfaat

dan memberikan kesempatan yang sama pada anggota organisasi. Misalnya

perlu adanya rotasi sehingga orang yang bekerja di "tempat basah" perlu juga

ditempatkan di "tempat yang kering". Semua anggota organisasi merupakan

suatu tim kerja. Semuanya harus mem¬berikan kontribusi yang maksimal demi

keberhasilan organisasi tersebut.

9. Get together: Adakan acara-acara yang melibatkan semua anggota organisasi

sehingga kebersamaan bisa tedalin. Misalnya, sekali-kali produksi dihentikan

dan semua karyawan terlibat dalam event rekreasi bersama keluarga,

pertandingan olah raga, seni, dll. yang dilakukan oleh semua anggota

organisasi dan keluarganya.

10. Support employee development: Hasil studi menunjukkan bahwa karyawan

akan lebih memiliki komitmen terhadap organisasi bila organisasi mem-

perhatikan perkembangan karier karyawan dalam jangka panjang.

11. Commit to Actualizing: Setiap karyawan diberi kesempatan yang sama untuk

mengaktualisasikan diri secara maksimal di organisasi sesuai dengan kapasitas

masing-masing.

29 12. Provide first-year job challenge: Karyawan masuk ke organisasi dengan

membawa mimpi dan harapannya, kebutuhannya. Berikan bantuan yang

kongkret bagi karyawan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya dan

mewujudkan impiannya. Jika pada tahap-tahap awal karyawan memiliki

persepsi yang positif terhadap organisasai maka karyawan akan cenderung

memiliki kinerja yang tinggi pada tahap-tahap berikutnya.

13. Enrich and empower. Ciptakan kondisi agar karyawan bekerja tidak secara

monoton karena nitinitas akan menimbulkan perasaan bosan bagi karyawan.

Hal ini tidak baik karena akan menurunkan kinerja karyawan. Misalnya dengan

rotasi kerja, memberikan tantangan dengan memberikan tugas, kewajiban dan

otoritas tambahan, dll.

14. Promote from within. Bila ada lowongan jabatan, sebaiknya kesempatan

pertama diberikan kepada pihak intern perusahaan sebelum merekrut karyawan

dan luar perusahaan.

15. Provide developmental activities. Bila organisasi membuat kebijakan untuk

merekrut karyawan dari dalam sebagai prioritas maka dengan sendirinya hal itu

akan memotivasi karyawan untuk terus tumbuh dan berkembang personalnya,

juga jabatannya.

16. The question of employee security. Bila karyawan merasa aman, baik fisik

maupun psikis, maka komitmen akan muncul dengan sendirinya. Misalnya,

karyawan merasa aman karena perusahaan membuat kebijakan memberikan

kesempatan karyawan bekerja selama usia produktif. Dia akan merasa aman

dan tidak takut akan ada pemutusan hubungan kerja. Dia merasa aman karena

keselamatan keija diperhatikan perusahaan.

30 17. Commit to peoplefirst values. Membangun komitmen karyawan pada

organisasi merupakan proses yang panjang dan tidak bisa dibentuk secara

instan. Oleh karena itu perusahaan hams benar-benar memberikan perlakuan

yang benar pada masa awal karyawan memasuki organisasi. Dengan demikian

karyawan akan mempunyai persepsi yang positif terhadap organisasi.

18. Put it in writing. Data-data tentang kebijakan, visi, misi, semboyan, filosofi,

sejarah, strategi, dli. organisasi sebaiknya dibuat dalam bentuk tulisan, bukan

sekedar bahasa lisan.

19. Hire "Right-Kind" managers. Bila pimpinan ingin menanamkan nilai-nilai,

kebiasaan-kebiasaan, aturan-aturan, disiplin, dll pada bawahan, sebaiknya

pimpinan sendiri memberikan teladan dalam bentuk sikap dan perilaku sehari-

hari.

20. Walk the talk. Tindakan jauh lebih efektif dan sekedar kata-kata. Bila pimpinan

ingin karyawannya berbuat sesuatu maka sebaiknya pimpinan tersebut mulai

berbuat sesuatu, tidak sekedar kata-kata atau berbicara.

Minner dalam Sopiah (2008, p161) menjelaskan bahwa proses terjadinya

komitmen organisasi itu berbeda. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Fase initial commitment, yaitu adanya faktor yang berpengaruh terhadap

komitmen karyawan pada tahap ini adalah:

a. Karakteristik individu

b. Harapan-harapan pada organisasi

c. Karakteristik pekerjaan

2. Fase commitment during early employment yang terjadi pada karyawan yang

telah bekerja selama beberapa tahun. Faktor yang berpengaruh terhadap

komitmen karyawan pada tahap ini diantaranya:

31 a. Pengalaman kerja yang dirasakan pada tahap awal bekerja

b. Bagaimana pekerjaannya

c. Bagaimana sistem penggajiannya

d. Bagaimana gaya supervisinya

e. Bagaimana hubungan dia dengan rekan kerjanya ataupun hubungan dia dengan

pimpinannya.

Semua faktor diatas akan membentuk komitmen awal dan tanggung jawab

karyawan pada organisasi yang pada akhirnya akan menghasilkan komitmen

karyawan pada awal memasuki dunia kerja.

3. Fase commitment during later career. Faktor yang berpengaruh terhadap

komitmen karyawan pada tahap ini berkaitan dengan:

a. Investasi

b. Modal kerja

c. Hubungan sosial yang tercipta di organisasi

d. Pengalaman selama bekerja.

Faktor diatas akan berpengaruh pada kelangsungan keanggotaan seseorang atau

karyawan dalam organisasinya.

2.1.4.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi

Menurut David dalam Sopiah, (2008, p163) mengemukakan empat faktor yang

mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:

1. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman

kerja, kepribadian, dll;

2. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan, konflik, peran,

tingkat kesulitan dalam pekerjaan, dll;

32 3. Karekteristik struktur, misalnya besar/kecilnya organisasi, bentuk organisasi

(sentralisasi/desentralisasi), kehadiran serikat pekerja;

4. Pengalaman kerja. Pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap

tingkat komitmen karyawan pada organisasi.

Steers dalam Sopiah, (2008, p163) menyatakan tiga faktor yang mempengaruhi

komitmen seorang karyawan antara lain :

1. Ciri pribadi pekerja termasuk masa jabatannya dalam organisasi, dan variasi

kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari tiap karyawan

2. Ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan

rekan sekerja; dan

3. Pengalaman kerja, seperti keterandalan organisasi di masa lampau dan cara

pekerja-pekerja lain mengutarakan dan membicarakan perasaannya tentang

organisasi.

2.1.5 Iklim Organisasi

2.1.5.1 Definisi Iklim Organisasi

Istilah iklim organisasi (organizational climate) pertama kalinya dipakai oleh

Kurt Lewin pada tahun 1930-an, yang menggunakan istilah iklim psikologi

(psychological climate), kemudian istilah iklim organisasi dipakai oleh R. Tagiuri

dan G. Litwin. Menurut R.Tagiuri dan G.Litwin dalam Wirawan (2007, p121):

“iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal yang secara relatif terus

berlangsung, dialami oleh anggota organisasi, mempengaruhi perilaku mereka dan

dapat dilukiskan dalam pengertian satu set karakteristik atau sifat organisasi”.

33

Sedangkan Litwin dan Stringer dalam Wirawan (2007, p121) menyatakan

bahwa iklim organisasi sebagai "a concept describing the subjective nature or

quality of the organizational environment. Its properties can be perceived or

experienced by members of the organization and reported by them in an appropriate

questionare”. Iklim organisasi merupakan suatu konsep yang melukiskan sifat

subjektif atau kualitas lingkungan organisasi. Unsur-unsurnya dapat dipersepsikan

dan dipahami oleh anggota organisasi dan dilaporkan melalui kuesioner yang tepat.

Berdasarkan pendapat Wirawan (2007,p 122): “Iklim Organisasi merupakan

persepsi anggota organisasi secara induvidu dan kelompok dan mereka yang secara

tetap berhubungan dengan organisasi mengenai apa yang ada atau terjadi di

lingkungan internal organisasi secara rutin, yang mempengaruhi sikap dan prilaku

organisasi dan kinerja anggota organisasi yang kemudian menentukan kinerja

organisasi”.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa iklim

organisasi merupakan suatu konsep yang melukiskan sifat subjektif atau kualitas

lingkungan organisasi.

Menurut Saragih dan Akib (2004), Iklim organisasi merupakan persepsi

bersama secara objektif yang mencirikan kehidupan dalam organisasi. Selanjutnya

Sohein dalam Saragih dan Akib (2004) menyatakan bahwa iklim organisasi berbeda

dengan budaya organisasi, karena budaya organisasi lebih memperhatikan nilai-nilai,

tradisi, dan sebagainya yang mencerinkan fundamen organisasi yang lebih. Iklim

organisasi menjelaskan pola perilaku relatif baru yang diperlihatkan dalam

lingkungan organisasi sehari-hari, seperti yang dialami, dipahami, dan ditafsirkan

oleh individu.

34

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa ciri

yang terdapat dalam lingkungan kerja dan timbul terutama karena kegiatan

organisasi, dan mempengaruhi perilaku karyawan organisasi.

2.1.5.2 Dimensi-dimensi Iklim Organisasi

Iklim organisasi secara objektif eksis, terjadi di setiap organisasi, dan

mempengaruhi perilaku anggota organisasi, tetapi hanya dapat di ukur secara tidak

langsung melalui persepsi anggota organisasi. Dimensi iklim organisasi adalah unsur,

faktor, sifat atau karakteristik variabel iklim organisasi. Studi yang dilakukan oleh

para pakar iklim organisasi menunjukkan paling tidak 460 jenis lingkungan kerja

dengan iklim organisasinya sendiri-sendiri (Rob Altman dalam Wirawan, 2007).

1. Keadaan lingkungan fisik. Lingkungan fisik adalah lingkungan yang

berhubungan dengan tempat, peralatan, proses kerja- Persepsi karyawan

mengenai tempat kerjanya menciptakan persepsi karyawan mengenai iklim

organisasi.

2. Keadaan lingkungan sosial. Lingkungan sosial adalah interaksi antara anggota

organisasi. Hubungan tersebut dapat bersifat hubungan formal, informasi

kekeluargaan, atau profe sional.

3. Pelaksanaan sistem manajemen. Sistem manajemen adalah pola proses

pelaksanaan manajemen organisasi. Indikator faktor manajemen yang

mempengaruhi iklim organisasi jumlahnya sangat banyak, misalnya

karakteristik organisasi (lembaga pendidikan, rumah sakit, militer, dan

sebagainya) yang berbeda menimbulkan iklim organisasi yang berbeda.

4. Produk. Produk adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi.

Produk suatu organisasi sangat menentukan iklim organisasi. misalnya, iklim

35

organisasi dinas kebersihan yang produknya berupa layanan pemebersihan

sampah, berbeda dengan iklim organisasi perusahaan perbankan yang

produknya adalah layanan keuangan.

5. Konsumen yang dilayani. Konsumen yang dilayani dan untuk siapa produk

ditujukan, mempengaruhi iklim organisasi.

6. Kondisi fisik dan kejiwaan anggota organisasi. persepsi mengenai kondisi fisik

dan kejiwaan anggota organisasi sangat mempengaruhi iklim organisasi.

termasuk dalam kondisi fisik adalah kesehatan, kebugaran, keenergikan, dan

ketangkasan. Kondisi fisik sangat mempengaruhi iklim organisasi lembaga

militer dan kepolisian. Kondisi kejiwaan merupakan faktor yang menentukan

terjadinya iklim organisasi. kondisi kejiwaan misalnya adalah komitmen, moral,

kebersamaan, dan keseriusam anggota organisasi.

7. Budaya organisasi. Baik budaya organisasi maupun iklim organisasi

mempengaruhi perilaku organisasi anggota organisasi yang kemudian

mempengaruhi kinerja mereka. Misalnya jika kode etik dilaksanakan dengan

sistematis, maka akan mempengaruhi persepsi karyawan mengenai lingkungan

sosialnya lalu terjadilah iklim etis dalam lingkungan organisasi. demikian juga

dalam budaya organisasi terdapat norma tertulis, tetapi banyak dilanggar oleh

anggota organisasi dan tanpa sanksi, sehingga menimbulkan iklim organisasi

negatif.

Robert stringer dalam Wirawan (2007, p131) berpendapat bahwa karakteristik

atau dimensi iklim organisasi mempengaruhi motivasi anggota organisasi untuk

berperilaku tertentu. Oleh karena itu, iklim organisasi dapat dilukiskan dan di ukur

dalam pengertian tersebut. Ia mengatakan bahwa untuk mengukur iklim organisasi

terdapat enam dimensi yang diperlukan.

36 a. Structure. Struktur organisasi merefleksikan apakah suatu organisasi

diorganisasikan secara baik dan mempunyai peran dan tanggung jawab yang

jelas dalam lingkungan organisasi. Struktur tinggi jika anggota organisasi dan

pekerjaan mereka didefinisikan secara baik. Struktur rendah jika mereka

merasa tidak ada kejelasan mengenai siapa yang melakukan tugas dan

mempunyai kewenangan mengambil keputusan.

b. Standards. Standar-standar dalarn suatu organisasi mengukur tekanan untuk

meningkatkan kinerja dan derajat kebanggaan yang dimiliki oleh anggota

organisasi dalam melakukan pekerjaan dengan baik. Standar-standar tinggi

artinya anggota organisasi selalu berupaya mencari jalan untuk meningkatkan

kinerja Standar-standar rendah merefleksikan harapan yang lebih rendah untuk

kinerja.

c. Responsibility. Tanggung jawab merefleksikan perasaan karyawan bahwa

mereka menjadi "bos diri sendiri" dan tidak memerlukan keputusannya

dilegitimasi oleh anggota organisasi lainnya. Persepsi tanggung jawab tinggi

menunjukkan bahwa anggota organisasi merasa didorong untuk memecahkan

masalahya sendiri. Tanggung jawab rendah menunjukan bahwa pengambilan

risiko dan percobaan terhadap pendekatan baru tidak diharapkan.

d. Recognition. Pengakuan mengindikasikan bahwa anggota organisasi merasa

dihargai jika mereka dapat menyelesaikan tugas secara baik. Pengakuan

merupakan ukuran penghargaan dihadapkan dengan kritik dan hukuman atas

penyelesaian pekerjaan. Iklim organisasi yang menghargai kinerja

berkarakteristik keseimbangan antara imbalan dan kritik. Pengakuan rendah

artinya penyelesaian pekerjaan dengan baik diberi imbalan secara tidak

konsisten.

37 e. Support. Dukungan merefleksikan percaya dan saling mendukung yang terus

berlangsung diantara anggota kelompok kerja. Dukungan tinggi jika anggota

organisasi merasa bahwa mereka bagian tim yang berfungsi dengan baik dan

merasa memperoleh bantuan dari atasannya, jika mengalami kesulitan dalan

menjalankan tugas. Jika dukungan rendah, anggota organisasi merasa terisolasi

atau tersisih sendiri.

f. Komitnen. Komitmen (commitment) merefleksikan perasaan bangga anggota

terhadap organisasinya dan derajat keloyalan terhadap pencapaian tujuan

organisasi. perasaan komitmen kuat berasosiasi dengan loyalitas personal.

Level rendah komitmen artinya karyawan merasa apatis terhadap organisasi

dan tujuannya.

Menurut Likert dalam Yulianti (2004) mengemukakan bahwa iklim

organisasi dapat dideteksi menjadi 4 yaitu: sangat autokratis, sedikit tidak autokratis,

konsultatif dan partisipatif.

1. Iklim organisasi yang autokratis yaitu proses kepemimpinan yang terjadi sama

sekali tidak memberikan keyakinan dan kepercayaan pada bawahan,

memotivasi dengan ancaman, sentralisasi dan sama sekali tidak mendorong

partisipasi bawahan dan tidak merasa terikat untuk mengembangkan bawahan.

2. Iklim organisasi yang sedikit tidak autokratis adalah proses kepemimpinan

yang hanya sedikit memberikan kepercayaan pada bawahan tetapi masih tetap

memotivasi dengan ancaman, masih sentralisasi, sedikit mendorong partisipasi

dan tidak terikat mengembangkan bawahannya.

3. Iklim organisasi yang konsultatif adalah proses kepemimpinan yang mulai

memberikan kepercayaan pada bawahan, tidak sentralisasi, motivasi sudah

38

tidak didasarkan pada ancaman dan mengikutsertakan bawahan dalam proses

pengambilan keputusan.

4. Iklim organisasi yang partisipatif adalah proses kepemimpinan yang lebih

komplek dari ketiga iklim terdahulu, pimpinan memberikan kepercayaan,

bawahan merasa bebas membahas permasalahan pekerjaan, motivasi lewat

metode partisipatif, interaksi secara terbuka, desentralisasi dan pimpinan

memikirkan pengembangan bawahan.

2.1.5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Iklim Organisasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi iklim organisasi adalah:

a. Karakteristik internal

Terdiri dari kondisi dalam organisasi yang diatur dan telah ditetapkan dalam

mencapai tujuan organisasi. Karakteristik internal dikenal melalui beberapa dimensi:

• Formalisasi, yaitu tingkat penggunaan dokumentasi tertulis

• Spesialisasi, yaitu derajat pembagian tugas

• Sentralisasi, yaitu berupa pembagian kekuasaan dan proses pengambilan

keputusan

• Otoritas, yaitu berupa pembagian tugas dan pengambilan keputusan

• Profesionalisme, yaitu menggambarkan tingkat pendidikan anggota

• Konfigurasi, yaitu menunjukkan pembagian anggota ke dalam bagian-bagian.

b. Karakteristik organisasi secara keseluruhan

Organisasi sebagai suatu sistem terbuka, dalam upaya pencapaian tujuan

memiliki karakteristik tertentu sebagai totalitas dapat dilakukan melalui penelaahan

39 terhadap ukuran organisasi, teknologi yang digunakan dan lingkungan yang dihadapi

organisasi, faktor umum organisasi, ukuran organisasi, teknologi dan lingkungan

akan mempengaruhi iklim yang dirasakan anggota, karena secara langsung ataupun

tidak, anggota pun berinteraksi dengan faktor-faktor tersebut.

c. Karakteristik individu

Seperti yang diungkapkan di atas, bahwa iklim organisasi tercipta dari hasil

interaksi individu dalam organisasi. iklim merupakan suasana yang dirasakan orang-

orang yang terlibat dalam organsiasi. Dengan demikian karakteristik individu seperti

persepsi, sifat, kemampuan, akan mempengaruhi iklim organisasi. demikian juga

dengan pengalaman masa lalu, harapan serta nilai-nilai yang dianut setiap individu

akan berpengaruh terhadap proses interkasi. Karakteristik individu yang satu dengan

yang lain berbeda, akan memberi warna pada iklim yang terbentuk.

Besar kecilnya organisasi ditentukan oleh jumlah anggota yang terlibat dalam

proses kegiatan organisasi. Dalam organisasi yang kecil memungkinkan frekuensi

tatap muka antara individu menjadi lebih tinggi, sehingga tingkat keakraban menjadi

lebih tinggi. Komunikasi lebih intensif sehingga memungkinkan terbentuknya

suasana yang berbeda dengan organisasi yang berukuran besar.

2.1.6 Kinerja Karyawan

2.1.6.1 Definisi Kinerja Karyawan

Menurut Hasibuan (2007, p94): “Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang

dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya

yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu”.

40 Prestasi kerja merupakan gabungan dari tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan

minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas,

serta peran dan tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor di atas

semakin besarlah prestasi kerja karyawan yang bersangkutan.

Menurut Mathis dan Jackson (2006, p78) kinerja karyawan adalah kontribusi

yang diberikan karyawan kepada perusahaan yang dapat diidentifikasi dari hasil

kerja karyawan. Amstrong & Baron dalam Wibowo (2007, p2) mengatakan bahwa

kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan

strategi organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi ekonomi.

Sedangkan pengertian kinerja menurut Wibowo (2007, p2) adalah tentang

melakukan pekerjaan dan hasil dari yang dicapai dari pekerjaan tersebut.

Selanjutnya Mangkunegara (2009, p9) menyatakan bahwa kinerja karyawan

adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang

karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan kepada karyawan tersebut.

2.1.6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan

Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan baik itu secara individual

ataupun kemampuan maupun usaha yang dicurahkan juga dukungan yang diterima

karyawan. Menurut Mathis dan Jackson (2006, p113-114) ada tiga faktor utama yang

mempengaruhi bagaimana seseorang bekerja antara lain:

41 1. Kemampuan individual.

Komponen kemampuan individual terdiri dari bakat, minat, dan faktor

kepribadian individu. tingkat keterampilan merupakan bahan mentah yang dimiliki

seseorang karyawan berupa pengetahuan, pemahaman, kemampuan, kecakapan

interpersonal dan kecakapan teknis. Dengan demikian, kemungkinan seorang

karyawan akan mempunyai kinerja yang baik, jika karyawan tersebut memiliki

tingkat keterampilan baik maka karyawan tersebut akan menghasilkan kinerja yang

baik pula.

2. Usaha yang dicurahkan.

Komponen usaha yang dicurahkan terdiri dari motivasi, etika kerja, komitmen,

kehadiran dan rancangan tugas. Tingkat usahanya merupakan gambaran motivasi

yang diperlihatkan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Karyawan

yang mempunyai tingkat keterampilan untuk mengerjakan pekerjaan tetapi tidak

akan bekerja dengan baik jika dengan sedikit upaya saja. Hal ini berkaitan dengan

perbedaan antara tingkat keterampilan dengan tingkat upaya. Tingkat keterampilan

merupakan cermin dari apa yang dilakukan, sedangkan tingkat upaya merupakan

cermin apa yang dilakukan.

3. Dukungan organisasional

Komponen dukungan organisasional terdiri dari pelatihan dan pengembangan,

peralatan dan teknologi, iklim organisasi, standar kinerja, dan manajemen dan rekan

kerja. Kinerja karyawan adalah apa yang mempengaruhi sebanyak mereka

memberikan kontribusi pada organisasi.

Kinerja individual ditingkatkan sampai tingkat di mana ketiga komponen

tersebut ada di dalam diri karyawan. Akan tetapi kinerja akan berkurang apabila

salah satu faktor tersebut dikurangi atau tidak ada. Menurut Mangkunegara (2009,

42 p13) mengemukakan bahwa beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian

kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation):

• Faktor Kemampuan (Ability)

Secara psikologis, kemampuan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan

kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya karyawan yang memiliki IQ diatas

rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan

terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai

kinerja maksimal.

• Faktor Motivasi (Motivation)

Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) karyawan terhadap situasi kerja

(situation) dilingkungan organisasinya. Motivasi merupakan kondisi yang

menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan kerja.

2.1.6.3 Elemen-elemen Kinerja

Menurut Mathis dan Jackson (2006, p378), kinerja pada dasarnya adalah apa

yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja karyawan yang umum

untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen sebagai berikut:

1. Kualitas dari hasil.

Mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran kualitatif keluaran

mencerminkan pengukuran “tingkat kepuasan”, yaitu seberapa baik penyelesaiannya.

Ini berkaitan dengan bentuk keluaran.

43 2. Kuantitas dari hasil.

Jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran kuantitatif

melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Ini berkaitan

dengan jumlah keluaran yang dihasilkan.

3. Ketepatan waktu dari hasil.

Waktu harus dimanfaatkan sebaik mungkin dan secara optimal.

Penundaan penggunaan waktu dapat menimbulkan berbagai konsekuensi biaya

besar dan kerugian.

4. Kehadiran atau absensi.

Tingkat kehadiran merupakan sesuatu yang menjadi tolak ukur sebuah

perusahaan dalam mengetahui tingkat partisipasi karyawan pada perusahaan.

5. Kemampuan bekerja sama.

Kemampuan bekerja sama dapat menciptakan kekompakan sehingga dapat

meningkatkan rasa kerja sama antar karyawan.

2.1.6.4 Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja merupakan faktor kunci dalam mengembangkan suatu

organisasi secara efektif dan efesien, karena adanya kebijakan organisasi atas

program yang lebih baik untuk sumber daya manusia mereka. Penilaian atau

pengukuran kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui apakah selama pelaksanaan

kinerja terdapat deviasi dari rencana yang ditentukan, atau apakah kinerja dapat

dilakukan sesuai jadwal waktu yang ditentukan, atau apakah hasil kinerja telah

tercapai sesuai dengan yang diharapkan,Wibowo (2007, p319).

Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan

organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui

44 kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan. Setiap orang sebagai

pelaku yang melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan fungsinya harus dinilai

kinerjanya. Penilaian hanya berkepentingan untuk mengukur apa yang penting dan

relevan. Hal-hal yang diukur tergantung pada apa yang dianggap penting oleh

stakeholders dan pelanggan.

Menurut Wibowo (2007, p320) pengukuran kinerja yang tepat dapat dilakukan

dengan cara:

1. Memastikan bahwa persyaratan yang diinginkan pelanggan telah terpenuhi.

2. Mengusahakan standar kinerja untuk menciptakan perbandingan.

3. Mengusahakan jarak bagi orang untuk memonitor tingkat kinerja.

4. Menetapkan arti penting masalah kualitas dan menentukan apa yang perlu

diberi perhatian prioritas.

5. Menghindari konsekuensi dari rendahnya kualitas.

6. Mempertimbangkan penggunaan sumber daya.

7. Mengusahakan umpan balik untuk mendorong usaha perbaikan.

2.1.6.5 Tujuan Penilaian Kinerja

Menurut Mahmudi (2010, p14), penilaian kinerja merupakan bagian terpenting

dari proses pengendalian manajemen baik organisasi publik maupun swasta. Tujuan

dilakukan penilaian kinerja adalah:

- Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi

- Menyediakan sarana pembelajaran pegawai

- Memperbaiki kinerja periode berikutnya

- Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pengambilan keputusan

pemberian reward dan punishment

45 - Memotivasi karyawan.

2.1.6.6 Jenis Sistem Penilaian Kinerja

Sistem penilaian kinerja dapat dikategorikan berdasarkan pengarah kinerja,

dan pengarah kinerja inilah yang menjadi fokus pengukuran. Menurut Berger dan

Berger (2007, p111-112) kategori sistem penilaian tersebut adalah:

1. Trait-based (berbasis sifat)

Diasumsikan bahwa sifat tertentu merupakan pengarah kerja, jadi yang diukur

adalah karakter pribadi pemegang pekerjaan.

2. Behaviour Based (berbasis prilaku)

Diasumsikan bahwa perilaku tertentu merupakan pengarah kinerja, jadi yang

diukur adalah apa yang dilakukan oleh pemegang pekerjaan.

3. Knowledge/Skill Based (berbasis pengetahuan/keterampilan)

Diasumsikan bahwa pengetahuan/keterampilan tertentu merupakan pengarah

kinerja, jadi yang diukur adalah apa yang diketahui/diaplikasikan oleh pemegang

pekerjaan. Apabila sifat, perilaku, keterampilan, dan pengetahuan ini terkait dengan

keberhasilan organisasi yang diharapkan, disebut sebagai kompetensi.

4. Result Based (berbasis hasil)

Diasumsikan bahwa pencapaian sasaran sama dengan kinerja, jadi yang diukur

adalah apa yang berhasil dicapai oleh pemegang pekerjaan.

2.2 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wu Wann-Yih dan Sein Htaik dengan

judul The Impact Of Perceived Organizational Support, Job Satisfaction, And

Organizational Commitment In Job Performance In Hotel Industry bertujuan untuk

46 membantu para pembuat keputusan dan manajer hotel menemukan faktor yang

paling mempengaruhi dalam mengembangkan kinerja karyawan pada hotel mereka.

Sampel populasi dipilih dari perusahaan yang terdaftar di Taiwan Culture and

Tourism Association. Dengan total 132 hotel yang terkumpul, dimana kuesioner

dibuat terstruktur dalam bahasa english dan chinese dan disebarkan melalui email

kepada general manager, marketing manager dan human resource manager untuk

diisi oleh karyawannya. Sebanyak 321 kuesioner yang terkumpul, dan 285 kuesioner

yang dapat digunakan untuk menganalisis data, dengan tingkat keefektifan sebesar

89%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perceived organizational support

memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, tetapi

kepuasan kerja memiliki kontribusi terhadap kinerja karyawan sebesar 48,2% dan

komitmen organisasi juga memiliki pengaruh dan kontribusi terhadap kinerja

karyawan melalui tiga konsep yaitu, komitmen afektif (6,7%), komitmen

kelanjutan(61,3%), dan komitmen normatif(48,2%).

Rentao Miao dan Heung Gil Kim melakukan penelitian dengan judul

Perceived Organizational Support, Job Satisfaction and Employee Performance: An

Chinese Emperical Study, dimana tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

pengaruh dan hubungan perceived organizational support dan job satisfaction

terhadap kinerja karyawan di China. Karyawan yang dijadikan sebagai responden

dipilih secara sistematis dari beberapa departemen pada perusahaan baja di China.

Sebanyak 159 kuesioner yang disebarkan pada karyawan dan 29 kuesioner kepada

supervisor, dan jumlah kuesioner yang terkumpul hanya 130 secara keseluruhan.

Kuesioner yang disebarkan terdiri dari dua yaitu, kepada karyawan untuk mengukur

perceived organizational support dan kepuasan kerja karyawan dan kuesioner

kepada supervisor adalah untuk mengukur penilaian kinerja karyawan dan tingkat

47 organizational citizenship behavior karyawan. metode yang digunakan adalah

dengan melakukan uji kolerasi dan regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa perceived organizational support dan juga kepuasan kerja memiliki

hubungan dan pengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

hasil dari penelitian memiliki beberapa implikasi yang menarik bagi para manager.

Pertama, dukungasn organisasi dianggap penting untuk meningkatkan kinerja

karyawan, manager tidak dapat menghindari untuk membuat persepsi karyawan

tentang dukungan organisasi. Bagi tenaga kerja di China, untuk mendorong kinerja

karyawan maka manager organisasi perlu untuk meningkatkan dukungan organisasi

dengan menerapkan kebijakan organisasi, sikap, prosedur dan keputusan yang

mendukung dan menghargai kontribusi karyawan dan peduli terhadap kesejahteraan

karyawan. Yang kedua adalah kepuasan kerja karyawan, dimana kepuasan kerja juga

dapat meningkatkan kinerja karyawan. Dengan tujuan untuk meningkatkan kepuasan

kerja karyawan, maka manaher organisasi perlu secara bersamaan menangani

beberapa variabel yang memungkinkan untuk memastikan kinerja karyawannya.

Contohnya, memberikan keuntungan yang layak pada karyawan, membantu

menyelesaikan masalah mereka, melakukan job enrichment, dan mengurangi

diskriminasi ditempat kerja.

Edric L (2008) melakukan penelitian dengan judul A Correlational Analysis

Relating Organizational Climate to Employee Performance. Penelitian ini dilakukan

dengan tujuan utnuk mengetahui apakah ada hubungan antara iklim organisasi

dengan kinerja karyawan. Populasi yang digunakan untuk melakukan penelitian ini

adalah dengan 97 peserta. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa adanya

hubungan statistik yang signifikan antara iklim organisasi dan kinerja karyawan,

berdasarkan hasil dari analisis korelasional dan analisis regresi linier. Faktor yang

48 signifikan secara statistik yang menunjukkan hubungan antara iklim organisasi dan

kinerja karyawan dan faktor-faktor penting untuk iklim organisasi adalah

akuntabilitas, kerjasama, kepemimpinan, keselarasan, adaptasi, dan kepercayaan.

Faktor-faktor yang dipertimbangkan untuk kinerja karyawan adalah retensi, layanan

pelanggan, dan produktivitas. Melalui penggunaan analisis statistik, statistik

deskriptif, dan validasi konsistensi internal, penelitian ini menyimpulkan,

berdasarkan variabel disajikan sebagai iklim organisasi dan faktor kinerja karyawan

dan dipetakan masing-masing untuk setiap variabel, bahwa iklim organisasi

berkorelasi secara konklusif terhadap kinerja karyawan. Sebuah hubungan yang

signifikan masih ada, meskipun beberapa kasus korelasi lemah. Hasil yang

menunjukkan bahwa iklim organisasi memiliki korelasi terhadap kinerja karyawan

harus menyediakan dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk memperluas

studi kasus ini. Hasil ini juga harus memperluas lembaga pengetahuan yang lebih

luas sehingga para pemimpin dapat sepenuhnya memahami bahwa kinerja karyawan

dipengaruhi oleh iklim di mana mereka bekerja.

Berikut ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Usman Qaisar

et.al dengan judul Exploring Effects of Organizational Commitment on Employee

Performance : Implication for Human Resource Strategy. Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk menguji dampak dari tiga komponen komitmen organisasi (afektif,

keberlanjutan dan komitmen normatif) terhadap kinerja polisi di Pakistan.

Meningkatkan komitmen organisasi antara karyawan merupakan aspek penting

sebagai akibat dari mana mereka tampil lebih baik. Penelitian ini dilakukan pada

petugas polisi yang bertugas di Islamabad Polisi Wilayah Ibu Kota di Pakistan.

Kuesioner survei secara pribadi didistribusikan di antara 200 petugas peringkat

rendah. Dengan 155 kuesioner yang dapat digunakan telah diterima. Hasil dari

49 penelitian ini menunjukkan bahwa peran komitmen organisasi memiliki efek yang

signifikan bagi kinerja polisi di Pakistan. Ketiga dimensi yaitu komitmen afektif,

kelanjutan dan normatif menunjukkan efek simultan terhadap kinerja polisi secara

signifikan positif dan para petugas yang memiliki komitmen kuat dalam tiga dimensi

dapat melakukan kinerja yang lebih baik. Penelitian ini menarik perhatian para

manajemen puncak dan pembuat kebijakan untuk mengambil langkah-langkah untuk

meningkatkan prestasi kinerja polisi melalui peningkatan komitmen. Hasil dari

peningkatan kinerja karyawan merupakan tujuan setiap organisasi,oleh karena itu

tiga dimensi komitmen organisasi merupakan faktor penting yang dapat

berkontribusi terhadap peningkatan kinerja petugas Polisi.

Lichtman (2007), melakukan penelitian dengan judul Effect Of An

Organization’s Climate On Performance Of Supply Chain Managers In Michigans:

A Perception Study. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji bagaimana

faktor iklim organisasi seperti peluang untuk personal growth, pengembangan dll

mempengaruhi tingkat dimana persepsi manajer rantai pasokan terhadap lingkungan

kerja dapat mempermudah pekerjaan mereka. Penelitian ini melibatkan 68 manajer

rantai pasokan dari 10 perusahaan Michigan yang berbeda. Penelitian dilakukan

dengan cara menyebarkan kuesioner dengan 10 pertanyaan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa 6 dari 10 pertanyaan pada survei secara statistik signifikan dan

positif berhubungan dengan persepsi manajer rantai pasokan terhadap lingkungan

organisasi mereka dapat mempermudah dan membantu pekerjaan mereka.

2.3 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan tinjauan pustaka dan permasalahan diatas, maka skema

penelitian ini ditunjukkan oleh model gambar sebagai berikut:

50

Gambar 2. 1 Kerangka Pemikiran

Iklim Organisasi (X5)

• Struktur • Standar • Tanggung jawab • Penghargaan • Dukungan • komitmen

OCB (X3) • Altruism • Conscientiousness • Sportmanship • Civic cirtue • Courtesy

Komitmen Organisasi (X4)

- Komitmen afektif - Komitmen kelanjutan - Komitmen normatif

Kinerja Karyawan (Y)

• Kualitas kerja • Kuantitas kerja • Ketepatan waktu • Kehadiran • Kemampuan

bekerja sama

Kepuasan Kerja (X2)

• Gaji • Pekerjaan itu sendiri • Kesempatan promosi • Supervision • Cowokers • Kondisi kerja

POS (X1) • Keadilan • Dukungan atasan • Penghargaan organisasi

dan kondisi pekerjaan

T-1

T-2

T-3

T-4

T-5

T-6

51 2.4 Hipotesis

Menurut Sugiyono (2008, p93), hipotesis merupakan jawaban sementara

terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara, karena jawaban yang

diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-

fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.

Ho : tidak ada pengaruh atau hubungan antar variabel

Ha : ada pengaruh atau hubungan antar variabel

Berdasarkan dari permasalahan yang diajukan dan tujuan penelitian serta

tinjauan pustaka, maka kesimpulan sementara yang dapat diambil adalah sebagai

berikut:

1. Untuk T – 1

H0 : Tidak ada pengaruh secara signifikan antara variabel perceived

organizational support (X1) terhadap kinerja karyawan (Y).

Ha : Adanya pengaruh secara signifikan antara variabel perceived

organizational support (X1) terhadap kinerja karyawan (Y).

2. Untuk T – 2

H0 : Tidak ada pengaruh secara signifikan antara variabel kepuasan kerja (X2)

terhadap kinerja karyawan (Y).

Ha : Adanya pengaruh secara signifikan antara variabel kepuasan kerja (X2)

terhadap kinerja karyawan (Y).

3. Untuk T – 3

H0 : Tidak ada pengaruh secara signifikan antara variabel Organizational

citizenship behavior (X3) terhadap kinerja karyawan (Y).

52

Ha : Adanya pengaruh signifikan antara Organizational citizenship behavior

(X3) terhadap kinerja karyawan (Y).

4. Untuk T – 4

H0 : Tidak ada pengaruh secara signifikan antara variabel komitmen organisasi

(X4) terhadap kinerja karyawan (Y).

Ha : Adanya pengaruh signifikan antara komitmen organisasi (X4) terhadap

kinerja karyawan (Y).

5. Untuk T – 5

H0 : Tidak ada pengaruh secara signifikan antara variabel iklim organisasi (X5)

terhadap kinerja karyawan (Y).

Ha : Adanya pengaruh signifikan antara iklim organisasi (X5) terhadap kinerja

karyawan (Y).

6. Untuk T – 6

H0 : Tidak ada pengaruh antara variabel perceived organizational support

(X1), kepuasan kerja (X2), Organizational citizenship behavior (X3), komitmen

organisasi (X4) dan iklim organisasi (X5) secara simultan terhadap kinerja

karyawan (Y).

Ha : Adanya pengaruh antara variabel perceived organizational support (X1),

kepuasan kerja (X2), Organizational citizenship behavior (X3), komitmen

organisasi (X4) dan iklim organisasi (X5) secara simultan terhadap kinerja

karyawan (Y).