bab 2 judul - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/2008-1-00418-sk-bab...
TRANSCRIPT
7
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Sistem Parkir
Sistem parkir di Indonesia dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu sistem
parkir di badan jalan (on-street parking) dan sistem parkir di dalam pelataran parkir
(off-street parking). Pada sistem di dalam pelataran parkir dapat dibagi lagi menjadi
dua jenis yaitu gedung parkir (parking building) dan parkir di bawah tanah
(basement parking)[1].
2.1.1. Komponen Sebuah Sistem Parkir
Pada umumnya komponen-komponen yang terdapat pada sebuah
sistem parkir seperti di atas yaitu petugas parkir, PC (personal computer)
yang ditempatkan pada pos masuk dan pos keluar. Petugas parkir pada pos
masuk bertugas untuk memasukkan data berupa nomor plat mobil ke
dalam database pada PC dan memberikan tiket pada costumer. Sedangkan
petugas parkir pada pos keluar bertugas untuk mengambil tiket dan uang
parkir dari costumer. Dengan berkembangnya teknologi, sistem parkir
juga mengalami perkembangan dengan memanfaatkan teknologi
didalamnya.
Sistem parkir dengan menggunakan teknologi yang mana dapat juga disebut TechnoParking[2] menggunakan komponen seperti barcode
8
reader, barcode card, ticket dispenser dan portal. Pada sistem
TechnoParking, petugas parkir memasukkan nomor plat kendaraan ke
dalam database kemudian tiket di-print dengan menggunakan ticket
dispenser dan costumer menggambil tiket tersebut. Pada saat keluar,
customer memberikan tiket kepada petugas parkir dan selanjutnya tiket
di-scan dengan menggunakan barcode reader dan portal diangkat.
2.1.2. Issue pada Sistem Parkir
Pada sistem parkir telah ada seperti sistem TechnoParking
mempunyai keunggulan yaitu:
Mengurangi tingkat kebocoran uang parkir.
Pemeliharaan sistem yang mudah dan murah.
Laporan administrasi transaksi parkir yang jelas dan akurat.
Menggunakan komponen-komponen yang mudah diaplikasikan
(user friendly).
Keamanan yang lebih terjamin.
Disamping itu, sistem parkir di atas juga mempunyai kekurangan yaitu :
Jika jumlah kendaraan yang parkir banyak maka membingungkan
customer untuk mencari slot parkir yang kosong (belum ada
informasi slot parkir yang kosong).
Oleh karena itu, pada penelitian ini dibuat sebuah sistem yang
dapat membantu memberikan informasi mengenai letak dan kondisi slot
parkir kepada petugas pos masuk.
9
2.1.3. Teknologi untuk Sistem Parkir
Pada saat ini, teknologi yang telah digunakan didalam sistem
parkir diantaranya seperti:
Smart Card
RF ID
Webcam
Loop Sensor
Sensor Ultrasonic
Sensor Metal Detector
Pada penelitian ini, Mapping Parking System menggunakan Sensor PING
Ultrasonic.
2.2. Sensor PING Ultrasonic
Dalam Mapping Parking Sistem untuk melakukan pendeteksian mobil
pada slot parkir digunakan PING)))TM Ultrasonic Distance Sensor(#28015). Sensor
PING Ultrasonic yang digunakan adalah sensor dari perusahaan PARALLAX
yang memiliki karakteristik sebagai berikut[3]:
1. Sumber catu daya yang dibutuhkan adalah 5 volt dan sumber arus 30 mA
(minimum) dan 35 mA (maksimum).
2. Jarak objek yang dideteksi adalah 2cm (minimum) sampai dengan 300cm
(maksimum).
3. Mempunyai 3 pin interface (power, ground, signal I/O atau SIG).
4. Input trigger-nya merupakan pulsa TTL positive, 2 µS min, 5 µS typ.
5. Pulsa Echo-nya merupakan pulsa TTL positive, 115 µS to 18.5 µS.
10
6. Hold off Echo-nya merupakan 350 µS dari kondisi falling dari pulsa
trigger.
7. Frekuensi burst-nya 40 KHz (diatas kemampuan manusia untuk
mendengar) untuk 200 µS.
Skematik dari Sensor PING Ultrasonic adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1 Skematik Sensor PING Ultrasonic
Untuk dapat membuat Sensor PING Ultrasonic melakukan pendeteksian
jarak suatu objek maka dibutuhkan sinyal pulsa trigger selama 2 µS kemudian
Sensor PING Ultrasonic akan memancarkan gelombang ultrasonik. Gelombang
ultrasonik ini melalui udara dengan kecepatan kurang lebih 344 meter per detik,
mengenai objek dan memantul kembali ke Sensor PING Ultrasonic. Sensor PING
Ultrasonic akan mengeluarkan pulsa ’high’ pada pin SIG setelah memancarkan
gelombang ultrasonik dan setelah terdeteksi sinyal pantul atau Echo maka Sensor
PING Ultrasonic akan membuat pin SIG ’low’. Lebar pulsa ’high’ ini sesuai
dengan lama waktu gelombang ultrasonik untuk 2 kali jarak terhadap objek,
sehingga dapat dibuat persamaan sebagai berikut ini :
2
m/s 344puh x waktu tempulsalebar =objek Jarak Pers. 1
11
Gambar berikut adalah cara kerja Sensor PING Ultrasonic:
Gambar 2.2 Cara kerja Sensor PING Ultrasonic
2.2.1. Gelombang Ultrasonik
Gelombang ultrasonik adalah gelombang yang memiliki frekuensi
diatas 20 KHz dan diluar jangkauan pendengaran manusia[4]. Sensor
Ultrasonik bekerja berdasarkan prinsip pantulan gelombang suara,
dimana sensor ini menghasilkan gelombang suara yang kemudian
menangkapnya kembali dengan perbedaan waktu sebagai dasar
penginderaanya. Perbedaan waktu antara gelombang suara yang
dipancarkan dengan ditangkapnya kembali gelombang suara tersebut
merupakan representasi jarak. Kecepatan rambat gelombang ultrasonik
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah suhu, tekanan,
kelembaban dan sinyal radio.
Hal yang harus diperhatikan ketika menggunakan sensor
ultrasonik terhadap suatu objek yaitu sebagai berikut :
Bentuk dan ukuran objek
Objek dengan ukuran yang lebih besar akan memantulkan
lebih banyak gelombang dibandingkan dengan objek yang
12
berukuran kecil sehingga memberikan hasil yang lebih presisi.
Bentuk suatu objek mempengaruhi banyaknya pantulan yang
dipantulkan objek. Objek dengan bentuk bulat akan memantulkan
gelombang ke segala arah sehingga pantulan yang ditangkap
menjadi lemah. Objek dengan bentuk datar akan memantulkan
gelombang dengan lebih baik.
Jenis material
Objek padat akan memantulkan gelombang lebih baik
dibandingkan dengan objek cair. Objek padat yang terbuat dari
besi atau baja akan memberikan pantulan (echo) yang lebih baik
dibandingkan dengan objek padat terbuat dari kayu atau gabus.
Hal ini terjadi karena objek padat yang terbuat dari kayu atau
gabus sedikit-banyak akan menyerap gelombang yang
mengenainya sebelum dipantulkan kembali.
Pola permukaan
Objek dengan permukaan datar, halus dan tegak lurus
terhadap sinyal ultrasonik yang dipancarkan sensor akan
memberikan pantulan (echo) yang lebih kuat daripada objek
dengan permukaan tidak rata.
13
2.3. Microcontroller AT89S52
Microcontroller AT89S52 adalah sebuah microcontroller 8 bit yang
merupakan keluarga dari microcontroller AT89S51 tetapi dengan kapasitas RAM
dan ROM yang lebih besar dan juga memiliki timer tambahan[5].
Gambar 2.3 Block Diagram AT89S52
14
2.3.1. Fitur Atmel AT89S52 Microcontroller
Fitur yang disediakan oleh AT89S52 yaitu sebagai berikut ini[5]:
1. 8 bit microcontroller dengan In-System Programmable (ISP) flash
memory.
2. Single bit logic .
3. Pengalamatan program memory (ROM) sebesar 64 K.
4. Pengalamatan data memory (RAM) sebesar 64 K.
5. On chip ROM, dengan ukuran 8KB.
6. On chip RAM, dengan ukuran 256 Byte.
7. 32 biderectional I/O (4 port) .
8. 2 buah 16 bit timer/counter.
9. Saluran full duplex UART.
10. 6 buah sumber interrupt.
2.3.2. Arsitektur Microcontroller AT89S52
Microcontroller AT89S52 di rancang dengan logika statis untuk
operasi dengan frekuensi menurun sampai nol dan mendukung 2 mode
piranti lunak hemat daya yang dapat dipilih. Mode idle menghentikan
CPU tetapi memperbolehkan RAM, timer/counter, port serial dan sistem
interrupt untuk tetap aktif. Mode power down menyimpan isi dari RAM
tetapi menghentikan oscilator, men-disable fungsi chip lainnya sampai
reset perangkat keras selanjutnya.
15
Gambar 2.4 Arsitektur Microcontroller AT89S52
2.3.3. Konfigurasi Pin-pin Microcontroller AT89S52
Gambar 2.5 Konfigurasi Pin-pin Microcontroller AT89S52
16
Port 0 adalah port input/output bi-directional open drain 8 bit,
ketika logika 1 dituliskan pada pin pada port 0, pin dapat digunakan
sebagai masukkan hambatan tinggi, selain itu port 0 juga dapat
dikonfigurasikan sebagai jalur data/alamat multiplexed order selama
akses memori data dan program. Dalam mode ini port 0 memiliki pull-up
internal. Port 0 juga menerima bytes kode selama pemrograman flash dan
keluaran dari bytes kode selama verifikasi program. Selama verifikasi
berlangsung dibutuhkan pull-up external.
Port 1 adalah port input/output bi-directional 8 bit dengan pull-up
internal. Buffer keluaran port 1 dapat menangani 4 masukkan TTL,
ketika logika 1 dituliskan pada pin port 1, pin-pin tersebut dinaikkan
menjadi high oleh pull-up internal sehingga dapat digunakan sebagai
masukkan. Pin port 1 yang diturunkan secara eksternal menjadi low akan
menimbulkan arus (IIL) dikarenakan oleh pull-up internal. Pada port 1
juga menerima alamat bytes low order selama pemrograman dan
verifikasi. Disamping itu, P1.0 dan P1.1 dapat dikonfigurasi menjadi
timer/counter 2 masukkan penghitung eksternal (P1.0/T2) dan
timer/counter 2 masukkan trigger (P1.1/T2EX).
Port 2 adalah port input/output bi-directional 8 bit dengan pull-up
internal. Buffer keluaran pada port 2 dapat menangani 4 input TTL,
ketika logika 1 dituliskan pada pin port 2, pin-pin tersebut akan dinaikkan
menjadi high oleh pull-up internal dan dapat digunakan sebagai
masukkan. Port 2 mengeluarkan alamat byte high order selama
pengambilan dari memori program eksternal yang menggunakan alamat
17
16 bit. Port 2 juga menerima bit alamat high order dan beberapa sinyal
control selama pemrograman flash dan verifikasi.
Port 3 adalah port input/output bi-directional 8 bit dengan pull-up
internal. Buffer keluaran pada port 3 dapat menangani 4 input TTL,
ketika logika 1 dituliskan pada pin port 3, pin-pin tersebut akan
dinaikkan menjadi high oleh pull-up internal dan dapat digunakan
sebagai masukkan.
Pin ALE (Address Latch Enable) adalah pulse keluaran untuk
latching low byte dari suatu alamat selama akses ke memori eksternal.
Pin ini juga memberikan masukkan pulse program atau PROG selama
pemrograman flash. Dalam pengoperasian normal, ALE mengeluarkan
pulse secara tetap 1/6 dari nilai frekuensi oscilator dan dapat digunakan
untuk tujuan clocking atau timing external. Satu pulse ALE dilewati
setiap akses ke memori data eksternal.
Pin Reset (RST) adalah masukkan untuk reset. Logika high pada
pin ini terjadi selama 2 siklus instruksi oscilator bekerja ketika akan me-
reset device.
Pin PSEN (Program Store Enable) adalah strobe baca ke memori
program eksternal. Ketika microcontroller AT89S52 mengeksekusi kode
dari memori program eksternal, PSEN diaktifkan 2 kali setiap siklus
instruksi, kecuali pengaktifan 2 PSEN dilewati selama masing-masing
akses ke memori data eksternal.
Pin EA (External Access Enable) harus disambungkan ke GND
(ground) dengan tujuan untuk meng-enable device agar dapat mengambil
18
kode dari memori program eksternal yang berlokasi dari 0000h sampai
dengan FFFFh. Pin EA harus dihubungkan ke VCC untuk dapat
melakukan eksekusi program internal. Pin ini juga menerima tegangan
enable pemrograman sebesar 12 Volt (Vpp) selama pemrograman flash
ketika pemrograman 12 Volt dipilih.
Pin XTAL 1 adalah masukkan ke amplifier dengan inverting
oscilator dan masukkan ke clock internal pada rangkaian operasi.
Pin XTAL 2 adalah keluaran dari amplifier dengan inverting
oscilator.
2.3.4. Organisasi Memori Microcontroller AT89S52
Microcontroller AT89S52 mengimplementasikan 256 byte dari
onchip RAM. Sebagian dari memori tersebut yaitu sebesar 128 byte
bagian atas mengerjakan ruang alamat paralel ke Special Function
Register (SFR) sehingga 128 byte bagian atas memiliki alamat yang sama
dengan ruang SFR tetapi secara fisik terpisah dari ruang SFR. Jika sebuah
instruksi mengakses lokasi internal di atas alamat 7Fh, mode alamat yang
digunakan dalam instruksi menunjukkan apakah CPU mengakses 128
byte bagian atas dari RAM atau ruang SFR. Ruang SFR di akses dengan
instruksi yang menggunakan mode pengalamatan direct adderssing.
19
2.3.5. Timer pada Microcontroller AT89S52
Pada microcontroller AT89S52 terdapat tiga buah timer yakni
timer 0, timer 1 dan timer 2. Kegunaan dari timer pada microcontroller
AT89S52 yaitu sebagai berikut :
Menghitung dan menyimpan nilai dari waktu diantara events.
Menghitung jumlah dari events itu sendiri.
Membangkitkan bandrates untuk port serial.
Timer 0 dan timer 1 pada microcontroller AT89S52 memiliki
fungsi yang sama secara esensial. Kedua timer tersebut terbagi dua SFR
yakni TMOD dan TCON yang mengontrol timer. Berikut merupakan SFR
yang berhubungan dengan timer pada microcontroller AT89S52:
Table 2.1. SFR pada Timer SFR Deskripsi Address SFR
TH0 Timer 0 high 8Ch TL0 Timer 0 low 8Ah TH1 Timer 1 high 8Dh TL1 Timer 1 low 8Bh TH2 Timer 2 high 8Eh TL2 Timer 2 low 8Fh TCON Kontrol timer 88h T2CON Kontrol timer 2 0C8h TMOD Mode timer 0C9h T2MOD Mode timer 2 89h
Timer 2 merupakan timer 16 bit yang dapat beroperasi seperti
penghitung events. Jenis operasi dipilih berdasarkan bit C/T2 dalam SFR
T2CON. Timer 2 memiliki tiga mode operasi yakni capture, auto reload
dan baudrate generator. Timer 2 terdiri dari dua buah 8 bit register yaitu
TH2 dan TL2.
20
2.3.5.1. SFR TMOD
SFR TMOD pada microcontroller AT89S52 digunakan
untuk mengontrol mode timer (timer 0 dan timer 1) yang akan
digunakan. Masing-masing bit dari SFR digunakan untuk
memberikan informasi spesifik kepada microcontroller
mengenai cara menjalankan timer. Terdapat 4 bit high (bit 4 s.d.
bit 7) terhubung dengan timer 1 sedangkan 4 bit low (bit 0 s.d.
bit 3) melakukan fungsi yang sama tetapi hanya digunakan
untuk timer 0. Berikut merupakan alternatif pemilihan mode
operasi:
Table 2.2. Alternatif Mode Operasi Timer 0 dan Timer 1 TxM0 TxM1 Mode Timer Deskripsi Mode
0 0 0 Timer 13 bit 0 1 1 Timer 16 bit 1 0 2 Timer 8 bit auto reload 1 1 3 Mode timer split
2.3.5.2. SFR TCON
SFR TCON untuk timer 0 dan timer 1 terdapat pada alamat
88h sedangkan SFR T2CON untuk timer 2 terdapat pada alamat
0C8h. SFR TCON dapat dialamatkan secara bit. SFR TCON
digunakan untuk mengkonfigurasi dan mengubah ketiga timer
pada microcontroller AT89S52 untuk beroperasi. SFR
mengendalikan apakah ketiga timer berjalan atau berhenti dan
terdapat flag yang bertujuan untuk mengindikasikan bahwa
masing-masing timer telah overflow. Berikut ini merupakan
21
timer control untuk masing-masing timer pada microcontroller
AT89S52:
Table 2.3. TCON pada Microcontroller AT89S52
Bit Nama Alamat Bit Fungsi Timer 7 TF1 8Fh Timer 1 overflow 1 6 TR1 8Eh Timer 1 dijalankan 1 5 TF0 8Dh Timer 0 overflow 0 4 TR0 8Ch Timer 0 dijalankan 0
2.3.6. Komunikasi Serial Microcontroller AT89S52
Microcontroller AT89S52 memiliki kemampuan untuk
berkomunikasi secara serial melalui pin RXD dan TXD. Satu hal yang
perlu diingat tingkat tegangan komunikasi kedua pin serial menggunakan
tingkat tegangan TTL.
Pada perinsipnya, komunikasi serial adalah komunikasi dengan
transmisi data yang dilakukan per-bit. interface serial hanya
membutuhkan jalur yang sedikit (umumnya hanya 2 jalur) sehingga lebih
menghemat pin jika dibandingkan dengan interface parallel.
Komunikasi serial ada 2 macam, asynchronous serial dan
synchonous serial. Synchonous serial adalah komunikasi serial dimana
hanya ada satu pihak (penerima atau pengirim) yang menghasilkan clock
dan mengirimkan clock tersebut bersama-sama dengan data. Contoh
penggunaan synchonous serial terdapat pada transmisi data keyboard.
Asynchonous serial adalah komunikasi dimana kedua pihak
(pengirim atau penerima) masing-masing menghasilkan clock namun
hanya data yang ditransmisikan, tanpa clock. Agar data yang dikirim
22
dengan data yang diterima, maka frekuensi clock pengirim dan penerima
harus sama dan harus terdapat sinkronisasi.
Setelah adanya sinkronisasi, pengirim akan mengirimkan datanya
sesuai dengan frekuensi clock penerima. Contoh penggunaan
asynchonous serial adalah pada universal asynchonous recevier
transmitter (UART) yang digunakan pada serial port (COM) komputer.
Microcontroller AT89S52 mendukung komunikasi serial secara
asinkron, bahkan dari empat serial mode yang dimiliki microcontroller
AT89S52 kompatibel dengan UART. Dalam komunikasi serial, perlu
diperhatikan kecepatan transfer data atau disebut juga dengan baud rate.
Untuk membangkitkan baud rate dapat digunakan timer 1 dengan
mode 8 bit auto-reload maupun timer 2 dengan mode 16 bit auto-reload.
Secara singkat komunikasi serial pada Microcontroller dapat diwakili
dengan blok diagram sebagai berikut :
Gambar 2.6
Blok Diagram Komunikasi Serial Microcontroller AT89S52
23
SCON atau yang lebih dikenal dengan Serial Condition
merupakan kondisi logic dari bit yang digunakan dalam komunikasi
serial dan dapat direperesentasikan sebagai berikut :
Tabel 2.4. Struktur dari SCON (Serial Condition) SM0 SM1 SM2 REN TB8 RB8 TI RI
2.3.7. Mode Operasi Microcontroller AT89S52
Microcontroller AT89S52 memiliki 4 mode komunikasi serial.
Mode 0 berupa synchonous serial (shift register), sedangkan 3 mode yang
laian berupa asynchonous serial (UART). Pada semua mode, pengiriman
dilakukan jika ada intsruksi yang mengisi nilai register SBUF. Sedangkan
pada saat penerimaan, data yang diterima akan disimpan pada register
SBUF.
Secara ringkas keempat mode kerja tersebut bisa dibedakan sebagai
berikut:
Mode 0, Mode ini bekerja secara sinkron, data serial dikirim dan
diterima melalui kaki P3.0 (RxD), dan kaki P3.1 (TxD) dipakai untuk
menyalurkan clock pendorong data serial yang dibangkitkan oleh
microcontroller.
Data dikirim atau diterima 8 bit sekaligus, dimulai dari bit yang bobotnya
paling kecil (bit ke-0) dan diakhiri dengan bit yang bobotnya paling besar
(bit ke-7). Kecepatan pengiriman data (baudrate) adalah sebagai berikut :
kristalosilatorfBaudrate _121×= Pers.2
24
Mode 1, Mode ini dan mode-mode berikutnya bekerja secara asinkron,
data dikirim melalui kaki P3.1 (TxD), dan diterima melalui kaki P3.0
(RxD). Pada mode 1 data dikirim atau diterima 10 bit sekaligus, diawali
dengan 1 bit start, disusul dengan 8 bit data yang di mulai dari bit yang
bobotnya paling kecil (bit ke-0), diakhiri dengan 1 bit stop. Pada
microcontroller AT89351 yang berfungsi sebagai penerima bit stop
ditampung pada RB8 dalam register SCON. Kecepatan pengiriman data
(baudrate) bisa diatur sebagai berikut :
Using Timer 1
3.)256(1232 1
PersTH
FkRateBaud OSC
−∗∗∗
=
4.384
2561 PersRateBaud
FkTH OSC
∗∗
−=
Nilai k tergantung pada bit SMOD (Register PCON)
If SMOD = 0, then K = 1
If SMOD = 1, then K = 2 Double BaudRate
Using Timer 2
o Jika Timer 2 diclock dari pin T2 (P1.0)
16
Rate overflow 2Timer =RateBaud Pers.5
o Jika Timer 2 diclock dari internal
))2,2(65536(*32Fosc.
LRCAPHRCAPRateBaud
−= Pers.6
RateBaudLRCAPHRCAP
*32Fosc.655362,2 −= Pers.7
25
mode inilah yang umum dikenal sebagai UART (Universal Asynchronous
Reciever/Transmitter)
Mode 2, data dikirim/diterima 11 bit sekaligus, diawali dengan 1 bit
start, disusul 8 bit data yang dimulai dari bit yang bobotnya paling kecil
(bit 0), kemudian bit ke 9 yang bisa diatur lebih lanjut, diakhiri dengan 1
bit stop.
Pada microcontroller AT89S51 yang berfungsi sebagai pengirim, bit 9
tersebut berasal dari bit TB8 dalam register SCON. Pada microcontroller
AT89S52 yang berfungsi sebagai penerima, bit 9 ditampung pada bit RB8
dalam register SCON, sedangkan bit stop diabaikan tidak ditampung.
Kecepatan pengiriman data (baudrate) adalah sebagai berikut :
Jika menggunakan SMOD = 1, maka persamaannya adalah
kristalosilatorfBaudrate _321×= Pers.8
Jika menggunakan SMOD = 0, maka persamaannya adalah :
kristalosilatorfBaudrate _641×= Pers.9
Mode 3, Mode ini sama dengan mode 2, hanya saja kecepatan
pengiriman data (baudrate) bisa diatur sesuai dengan keperluan, seperti
halnya mode 1.
Pada mode asinkron (mode 1, mode 2, mode 3), port serial
microcontroller AT89S52 bekerja secara full duplex, artinya pada saat
yang sama port serial ini bisa mengirim data sekaligus menerima data.
26
Register SBUF merupakan register penghubung port serial. Dalam
keempat mode diatas, semua instruksi yang mengakibatkan perubahan isi
SBUF akan mengakibatkan port serial mengirimkan data keluar dari
microcontroller AT89S52. Agar port serial bisa menerima data, bit
dalam register SCON harus bernilai ’1’. Pada mode 0, proses penerimaan
data dimulai dengan intsruksi CLR RI, sedangkan dalam mode lainnya
proses penerimaan data diawali oleh bit start yang bernilai ’0’. Data yang
diterima port serial dari luar microcontroller AT89S52 diambil dengan
instruksi MOV A,SBUF.
Mengambil data dari SBUF dan menyimpan data ke SBUF sesungguhnya
bekerja pada 2 register yang berlainan meskipun nama register-nya
sama-sama SBUF.
Mode komunikasi serial pada microcontroller AT89S52 dapat dihadirkan
dalam bentuk tabel dibawah ini:
Table 2.5. Mode Komunikasi Serial AT89S52 SSMM00 SSMM11 MMooddee DDeessccrriippttiioonn BBaauuddRRaattee
0 0 0 SHIFT REGISTER Fosc./12 0 1 1 8-Bit UART Variable 1 0 2 9-Bit UART F
osc./64 OR F
osc./32
1 1 3 9-Bit UART Variable
2.4. Komunikasi RS-485
Komunikasi RS-485 dikembangkan ditahun 1983 dimana dengan teknik
ini, komunikasi data dapat dilakukan pada jarak cukup jauh yaitu 1,2 Km. Selain
dapat digunakan untuk jarak jauh teknik ini juga dapat digunakan untuk
27
menghubungkan 32 unit beban sekaligus hanya dengan menggunakan 2 (dua) buah
kabel saja tanpa memerlukan referensi ground yang sama antara unit yang satu
dengan unit lainnya[6].
2.4.1. Arsitektur RS-485
Secara umum, RS-485 digunakan sebagai transceiver pada setiap
titik dalam jaringan yang bekerja pada metode bi-directional half duplex,
yaitu hanya menggunakan dua buah kabel pada jaringan multidrop.
Aliran data dapat terjadi dua arah tetapi bergantian hanya terjadi satu
aliran setiap saatnya. Agar kinerja jaringan dapat meningkat dengan jelas
aliran data full duplex pada mode bi-directional, maka metode hubungan
RS–485 harus menggunakan empat buah kabel jaringan. Berikut
merupakan penyusun dari arsitektur dari RS-485:
2.4.1.1. Balanced Line Driver
Transmisi berimbang memungkinkan sepasang jalur sinyal
mengirimkan suatu sinyal dengan kondisi logika tergantung
pada jalur mana yang menghasilkan beda tegangan potensial
beda tegangan potensial yang lebih besar dengan perbedaan
tegangan antara +2 ~ +6 V yang terdapat pada terminal
balanced line driver yang diaktifkan melalui sinyal ‘Enable’.
Driver ini terhubung dengan ground, tetapi data biner tidak
dapat dipengaruhi oleh sinyal ground tersebut.
28
2.4.1.2. Balanced Line Receiver
Beda tegangan antara dua jalur sinyal masukan (A dan B)
minimum sebesar ± 200 mV untuk menentukan kondisi logika
dapat dideteksi oleh balanced line receiver dengan tegangan
yang dapat diperbolehkan untuk atenuasi pada jalur transmisi
berkisar 200mV ~ 6V.
2.4.2. Karakteristik RS-485
Pada tabel berikut akan menunjukkan perbandingan antara standar
komunikasi RS–232 dan RS–485.
Tabel 2.6. Perbandingan antara RS–232 dan RS–485 Karakteristik RS–232 RS–485
Mode operasi Single – ended Differensial Metode hubungan Point to point Multidrop
Aplikasi 1 transmitter 1 receiver
32 transmitter 32 receiver
Modus komunikasi Full duplex Half duplex Transisi Tak seimbang Seimbang Data rate maksimal 20 Kbps pada 15 m 10 Mbps pada 12 m Jarak maksimal 15 m saat 20 Kbps 1220 m saat 100 Kbps Rentang data ‘0’ +5V ~ +14 V Beda 2 V~ 6 V (A<B) Rentang data ‘1’ -5V ~ -14 V Beda 2 V ~ 6 V (A>B) Tegangan keluaran
driver ( V ) ± 12 -7 ~ +12
Tegangan masukan
receiver (mV) ± 3000 ± 200
Tahanan masukan
receiver (ohm) 3K ~7K ≥ 12K
29
2.4.3. Komponen RS-485
2.4.3.1. Saluran Komunikasi Multidrop
Saluran komunikasi mutidrop menggunakan sepasang
kabel yang panjangnya tidak lebih dari 4000 feet, pada kedua
ujung saluran masing–masing di pasang resistor 120 Ohm yang
menghubungkan kedua kabel, seperti dilihat di rangkaian
Gambar 3.8. Resistor tersebut dimaksud untuk mengurangi
terjadinya gelombang pantul dalam saluran, yang sering terjadi
pada transmisi dengan kecepatan tinggi.
Selanjutnya pada saluran tersebut bias di pasangkan
sebanyak–banyaknya 32 chip MAX485 Multidrop RS-485
Tranceiver, pin A (pin 6) dari masing–masing IC harus di
hubungkan pada kabel pembentuk saluran yang sama, dan pin B
(pin 7) dihubungkan ke kabel yang lain.
Karena saluran dipakai bersama oleh banyak transceiver,
agar Output Line Generator dari masing–masing transceiver
tidak berbenturan, dalam rangkaian saluran komunikasi
multidrop ditentukan semua Output Line Generator harus dalam
keadaan non-aktif (GE = 0, mengambang–high impedance
state), kecuali Line Generator dari transceiver yang berfungsi
sebagai induk (Master) yang boleh aktif (GE = 1).
Saat beroperasi Master secara bergilir menghubungi Slave,
setelah itu Master menonaktifkan Line Generatornya, Slave
yang terpanggil akan mengaktifkan Line Generatornya dan
30
mengirimkan informasi ke saluran kemudian Slave tersebut
menonaktifkan kembali Line Generatornya lalu Master
mengaktifkan Line Generator untuk menghubungi Slave yang
lain.
Dengan demikian Master berfungsi untuk mengendalikan
saluran, dan komunikasi yang terjadi di saluran adalah
komunikasi half-duple, yakni komunikasi dua arah secara
bergantian.
Pada saat pergantian aktivitas Line Generator Master dan
Slave, suatu saat bisa terjadi semua Line Generator tidak aktif
secara bersamaan, akibatnya saluran menjadi mengambang dan
keadaan logika dari saluran tidak menentu. Untuk mencegah
terjadinya hal tersebut, pada saluran ditambahkan 2 buah
resistor masing–masing bernilai 82 Ohm. Resistor yang
terhubung ke pin A di hubungkan ke +5 Volt dan resistor yang
terhubung ke B dihubungkan ke ground. Dengan cara tersebut
jika semua Line Generator tidak aktif, maka bisa dipastikan
saluaran dalam keadaan ‘1’.
Meskipun kerja dari Line Receiver tidak memerlukan
ground, tapi untuk menjamin agar pertukaran sinyal antar
transceiver bisa terjadi dengan baik, biasanya di samping
sepasang kabel saluran multidrop ditambah lagi seutas kabel
ground. Mengingat masing–masing transceiver letaknya bisa
berjauhan satu sama lain dan terhubung dengan satu daya dari
31
instalasi jala-jala listrik yang berlainan sehingga antara
transceiver satu dengan yang lainnya bisa mempunyai selisih
potensial listrik yang cukup besar, untuk mencegah aliran arus
besar yang bisa merusak transceiver, ground transceiver
biasanya tidak dihubungkan langsung ke kabel ground, tapi
dipasang resistor sebesar 100–120 Ohm.
Aplikasi jaringan multidrop yang sebenarnya dapat
diimplementasikan oleh RS–485, dengan kemampuan dapat
mengontrol hingga 32 transceiver (transmitter/driver and
receiver) pada saat bus transmisi berimbang untuk tegangan
differensial common mode (-7 V ~ +12 V) dengan baudrate
hingga 100 Kbps dan jangkauan mencapai 4000 feet (1220m).
Penggunaan RS–485 pada jaringan komunikasi multidrop
adalah dengan menghubungkan satu PC sebagai server yang
merupakan pusat pengatur jalannya komunikasi dan pemrosesan
data, dengan beberapa peralatan lain sebagai slave yang
masing–masing dapat dialamati secara unik. Seluruh device
dalam jaringan multidrop terintegrasi dengan penggunaan dua
kabel (A dan B) secara bersama–sama.
2.4.3.2. Terminasi pada RS–485
Sebagian besar jalur RS-485 membutuhkan transmisi
akibat dari transisi yang cepat, data rate yang tinggi atau kabel
yang panjang. Tujuan dari terminasi ini selain untuk
32
menghindari fenomena saluran transmisi, seperti reflection,
digunakan juga untuk menyamakan impedansi dari saluran
transmisi dan impedansi dari persambungan (node). Jika
impedansinya tidak sama, sinyal yang ditransmisikan tidak
sepenuhnya masuk ke receiver, dan ada bagian yang ada di
refleksikan kembali kesaluran transmisi. Dengan menyamakan
impedansi ini, maka efek reflection akan hilang. Kedua ujung
dari kabel utama membutuhkan terminasi, berupa terminating
resistor. Yang harus diperhatikan, terminating resistor harus
ditempatkan di kedua ujung dari kabel, tidak pada tiap node.
Besarnya resistor yang digunakan, harus sesuai dengan
karakteristik impedansi dari media transmisi yang digunakan,
umumnya antara 100Ω sampai 120Ω.
Terdapat beberapa pilihan untuk melakukan terminasi
pada RS–485, antara lain adalah sebagai berikut:
No Termination
No termination digunakan apabila kabel yang
digunakan pendek (10m) dan data rate yang digunakan
rendah 100 Kbps. Pada No termination kualitas sinyalnya
terbatas.
Parallel
Terminasi parallel merupakan terminasi yang paling
populer, yaitu dengan menghubungkan sebuah resistor
secara parallel diantara pasangan konduktor yang berada
33
pada setiap ujung. Nilai dari resistor harus sama dengan
karakteristik impedansi dari kabel dalam mode diferensial.
Jika terminasi dengan cara ini dilakukan maka reflection
tidak akan terjadi dan kemurnian dari sinyal yang
digunakan sangat baik.
RC Termination
Terminasi RC digunakan untuk meminimalkan
disipasi daya. Sebagai ganti dari sebuah resistor,
digunakan sebuah resistor yang diserikan dengan sebuah
kapasitor. Kapasitor akan tampak seperti hubungan
singkat selama masa transisi, dan resistor akan
menterminasi jalur tersebut. Saat kapasitor sedang mengisi
(charging), kapasitor tersebut akan memblok arus DC
loop dan menghadirkan load yang ringan terhadap jalur.
Efek dari low–pass membatasi RC termination untuk data
rate yang rendah. Selain itu, kualitas sinyalnya juga
terbatas.
Fail safe Bias
Fail safe bias merupakan pilihan terminasi yang
paling populer dan terbaik. Ketika jaringan RS–485 dalam
keadaan idle, semua RS-485 berada dalam kondisi receive.
Dalam kondisi ini, driver tidak aktif, melainkan dalam
kondisi tristate, maka kondisi dari jaringan juga tidak
diketahui.
34
Kondisi tegangan sebesar 200mV antara B dan A
merupakan kondisi yang aman untuk jaringan RS-485,
sebab kondisi output dari receiver akan sama dengan
kondisi sebelumnya. Untuk menjaga keadaan ini, dipasang
hambatan bias (bias resistor) yang berupa resistor pull up
dan resistor pull down. Perlu diperhatikan, untuk
konfigurasi four wire multidrop network, hambatan bias
harus dipasang di sisi receiver.
2.4.3.3. Stub pada RS–485
Menghubungkan sebuah node dengan kabel akan
menimbulkan stub (sambungan pada kabel). oleh karena itu,
setiap node akan mempunyai stub. Meminimalkan panjang dari
stub akan meminimalkan masalah pada saluran transmisi.
Standar dari waktu transisi sekitar 10nSec, maka stub harus
lebih pendek dari nilai tersebut dan membuat stub sependek
mungkin.
Stub yang timbul ada 2 titik, yang pertama adalah antara
hambatan terminasi dan node peralatan dibelakangnya,
sedangkan yang kedua diantara kabel utama dan node yang
berada diantara kabel. Stub yang panjang akan menyebabkan
sebuah sinyal yang melalui stub tersebut akan terpantul kepada
kabel utama setelah mengenai impedansi input dari peralatan
35
yang berada di ujung dari stub tersebut. Efek dari jaringan ini
adalah penurunan dari kualitas sinyal.
2.5. Komunikasi RS-232
RS-232 merupakan standar komunikasi single ended[7], yang
dikeluarkan oleh EIA sekitar tahun 1962. Sinyal RS-232 menggunakan transmisi
tak berimbang (unbalanced transmissiion) yang mempunyai karakteristik, untuk
tegangan diatas +3 Volt diterjemahkan sebagai logika low sedangkan untuk yang
lebih kecil dari -3 Volt diterjemahkan sebagai logika high. Umumnya tegangan
yang dipakai komputer pada port serial adalah +12 Volt (low) dan -12 Volt (high).
RS-232 mempunyai kemampuan efektif pada single rate (kecepatan transfer)
maksimum 20 Kbps dan jarak media transmisi maksimum 15 meter.
2.6. Tampilan pada GUI
Tampilan yang digunakan dibuat dengan menggunakan program
Microsoft Visual Basic 6.0 dimana tampilan yang diberikan sederhana, mudah
dimengerti dan jelas bagi petugas parkir pos masuk. Tampilan yang dibuat
mengacu pada 8 aturan emas (8 Golden Rule) mengenai perancangan display yang
baik[8]. 8 aturan tersebut yaitu:
1. Strive for consistency
2. Enable frequent users to use shortcuts
3. Offer informative feedback
4. Design dialog to yield closure
5. Offer simple error handling
36
6. Permit easy reversal of actions
7. Support internal locus of control
8. Reduce short-term memory load