bab 2 - bina nusantara | library & knowledge...
TRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Umum
2.1.1 Perangkat Jaringan
Menurut CISCO system Inc. (2009, CCNA Exploration 1) jaringan
komputer terdiri dari dua jenis perangkat yaitu end device dan
intermediary device. End device merupakan perangkat yang menjadi
pengguna dalam jaringan komputer. End device merupakan sumber atau
tujuan dari proses pertukaran data. Beberapa contoh end device, yaitu pc,
notebook, printer, server, handphone, IP phone, dan masih banyak lagi.
Intermediary device merupakan jembatan yang berfungsi untuk
menghubungkan end device. Beberapa contoh intermediary device, yaitu:
a. Switch
Switch merupakan perangkat jaringan yang bekerja
pada layer dua OSI model. Switch digunakan sebagai
pengganti hub untuk menghubungkan dua atau lebih host
yang bekerja dengan full duplex sehingga pengiriman dan
penerimaan frame dapat dilakukan secara bersamaan. Dalam
proses pengiriman data, switch akan mempelajari MAC
address dari setiap host yang terhubung ke port-nya dan
mencatatnya ke dalam CAM table.
b. Router
Router merupakan perangkat jaringan yang digunakan
untuk menghubungkan dua atau lebih jaringan yang berbeda
segmen. Router bekerja pada layer tiga OSI model yang
berfungsi untuk meneruskan paket data menggunakan IP
sebagai pengalamatannya. Router juga berfungsi sebagai
penentu jalur terbaik dengan menggunakan routing.
Penggunaan router dilakukan untuk memecah broadcast
domain suatu jaringan.
c. Multilayer switch
Multilayer switch adalah perangkat jaringan yang
bekerja pada layer dua dan tiga. Karena itu multilayer switch
7
8
dapat disebut juga sebagai gabungan antara router dan
switch. Multilayer switch merupakan perangkat yang sangat
sering digunakan di dalam suatu jaringan.
2.1.2 Topologi Jaringan
Menurut Pratama (2014: 18-29), topologi jaringan didefinisikan
sebagai suatu teknis, cara, dan aturan di dalam merangkai dan
menghubungkan berbagai komputer dan perangkat terhubung lainnya ke
dalam sebuah jaringan komputer, sehingga membentuk sebuah hubungan
yang bersifat geometris. Berikut ini adalah macam topologi dasar pada
jaringan komputer:
Topologi Bus
Topologi Bus merupakan topologi yang paling dasar
dan awal digunakan di dalam model topologi pada jaringan
komputer, terutama pada masa awal jaringan komputer
dikembangkan. Topologi bus hanya menggunakan satu jalur
koneksi, yang kemudian digunakan secara bersamaan oleh
beberapa komputer dan perangkat lainnya yang terhubung.
Dalam topologi ini terdapat terminal di awal dan di akhir bus
(jalur atau line koneksi) untuk menyediakan dan menjaga
koneksi di dalamnya untuk semua komputer yang terhubung.
Topologi Star
Topologi Star merupakan topologi di dalam jaringan
komputer, di mana terdapat sebuah komputer (sebuah
perangkat jaringan berupa hub ataupun switch) yang menjadi
pusat dari semua komputer yang terhubung ke dalamnya.
Komputer ini menjadi pusat sebagai server, sedangkan yang
lainnya bertindak sebagai client. Mereka harus melalui
komputer pusat terlebih dahulu untuk saling berkomunikasi
dengan komputer lainnya.
Topologi Ring
Topologi Ring merupakan salah satu topologi yang
relatif sederhana pada jaringan komputer. Topologi ini hanya
menghubungkan satu komputer ke satu komputer lainnya,
9
sehingga membentuk sebuah rangkaian yang menyerupai
cincin (ring). Secara konsep, topologi ini tidak terdapat titik
henti dalam bentuk terminal, sehingga membentuk lingkaran
atau cincin.
Topologi Mesh
Topologi Mesh adalah topologi salah satu jenis topologi
pada jaringan komputer yang menghubungkan semua
komputer secara penuh (fully connected). Topologi ini
merupakan topologi yang paling kompleks dan paling banyak
digunakan pada penyedia layanan akses internet internet,
sebab topologi mesh mampu menjaga agar kerusakan atau
gangguan yang terjadi pada salah satu komputer tidak akan
mempengaruhi komputer atau jaringan lainnya.
2.1.3 OSI Model
(Sumber:http://www.cisco.com/cpress/cc/td/cpress/fund/ith/
ith01gb.htm, Diakses 22 Desember 2014) Open Systems Interconnection
(OSI) reference model atau yang disingkat OSI model menggambarkan
bagaimana informasi dari aplikasi perangkat lunak di satu komputer
menuju ke aplikasi perangkat lunak di komputer lain melalui media
jaringan. OSI model adalah model konseptual terdiri dari tujuh layer,
masing-masing layer yang menentukan fungsi dari suatu bagian jaringan.
Model ini dikembangkan oleh International Organization for
Standardization (ISO) pada tahun 1984, dan kini dianggap sebagai model
arsitektur utama untuk komunikasi intercomputer. OSI model membagi
tugas terlibat dengan pemindahan informasi antara jaringan komputer ke
tujuh bagian yang lebih kecil.
Hal ini dilakukan untuk mengelompokannya sehingga lebih mudah
untuk dikelola. Masing-masing layer dari OSI model memiliki lapisan
yang cukup mandiri, sehingga setiap layer dapat melaksanakan setiap
tugas yang diberikan tanpa menggangu layer lain. Oleh karena itu, suatu
layer dapat diperbaharui tanpa mempengaruhi layer lain. Berikut daftar
rincian lapisan tujuh OSI model:
10
Gambar 2.1 OSI Model
Perincian dari ketujuh OSI model adalah sebagai berikut :
a. Application Layer
Application layer merupakan OSI layer yang paling
dekat dengan pengguna, dengan kata lain OSI application
layer dan pengguna berinteraksi langsung dengan perangkat
lunak aplikasi. Layer ini berinteraksi langsung dengan
aplikasi perangkat lunak yang menerapkan komponen
berkomunikasi.
b. Presentation layer
Presentation layer menyediakan berbagai fungsi
coding dan konversi yang diterapkan untuk data pada
application layer. Fungsi ini memastikan bahwa informasi
yang dikirim application layer dari satu sistem dapat dibaca
oleh application layer dari sistem lain. Beberapa contoh
skema coding dan konversi presentation layer termasuk
format representasi dari data umum, konversi format
representasi karakter, kompresi data, dan enkripsi data.
c. Session Layer
Session layer mengawali, mengelola, dan mengakhiri
sesi dari komunikasi antara entitas presentation layer. Sesi
komunikasi terdiri dari permintaan layanan dan respon
layanan yang terjadi antara aplikasi di perangkat jaringan
11
yang berbeda. Permintaan dan tanggapan dikoordinasikan
oleh protokol yang diterapkan pada session layer.
d. Network Layer
Network layer menyediakan fungsi routing yang
memungkinkan beberapa data link untuk digabungkan ke
dalam internetwork. Hal ini dilakukan dengan memberikan
pengalamatan logika atau yang biasa disebut Internet
Protocol (IP) untuk setiap perangkat. Network Layer
mendukung baik connection-oriented (Transmission Control
Protocol) maupun connectionless service (User Datagram
Protocol) dari protokol layer atas. Protokol dari network
layer biasanya merupakan routing protokol, tetapi jenis
protokol lain juga dapat diterapkan ke network layer juga.
Beberapa protokol yang biasanya diterapkan pada network
layer yaitu : OSPF, EIGRP, BGP, RIP, dan sebagainya.
e. Transport Layer
Transport layer memberikan layanan transportasi data
internetwork yang dapat diandalkan yang transparan bagi
layer atas. Fungsi transport layer yaitu mengatur aliran data,
multiplexing, virtual circuit, pengecekan kesalahan, dan
pemulihan data.
f. Data Link Layer
Data link layer menyediakan keandalan dalam
mentransmisi data melewati jalur fisik jaringan. Semua
perangkat menggunakan data link layer untuk
berkomunikasi. Perbedaan spesifikasi dari data link layer
menunjukan perangkat sudah berkomunikasi dengan jaringan
yang berbeda. Penamaan fisik (MAC address) mendefinisikan
bagaimana pengalamatan perangkat pada data link layer.
g. Physical Layer
Physical layer menentukan spesifikasi listrik, mekanik,
procedural dan fungsional untuk mengaktifkan,
mempertahankan, dan menonaktifkan jalur fisik diantara
sistem jaringan. Spesifikasi dari physical layer menentukan
12
karakteristik seperti tingkat tegangan, waktu perubahan
tegangan, kecepatan fisik transmisi data, jarak transmisi
maksimum, dan konektor fisik.
2.1.4 Atribut Kualitas Jaringan
(Sumber:http://www.ciscopress.com/articles/article.asp?
p=29599dan http://msdn.microsoft.com/en-us/library/ee658094.aspx,
Diakses 24 Desember 2014) Desain jaringan pada perusahaan dibuat
untuk memberikan solusi bisnis yang dapat dibagi menjadi sekumpulan
kebutuhan dasar. Atribut Kualitas Jaringan yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
Keandalan
Ketersediaan
Skalabilitas
Kinerja
Pengelolaan
Setiap atribut di atas merupakan kriteria yang penting untuk
dipertimbangkan ketika membuat mendesain jaringan sesuai dengan
permasalahan yang ada. Berikut ini merupakan pembahasan lebih lanjut
dari masing-masing kebutuhan tersebut.
a. Keandalan
Keandalan adalah probabilitas bahwa sistem atau
kemampuan sistem berfungsi tanpa kegagalan untuk waktu
yang ditentukan. Keandalan juga didefinisikan sebagai
probabilitas bahwa perangkat akan melakukan fungsinya
dalam beberapa kondisi tertentu. Keandalan diukur dengan
banyaknya kegagalan yang dialami oleh perangkat dalam
kurun waktu tertentu. Pertimbangan suatu keandalan dalam
sistem jaringan dibagi menjadi dua yaitu keandalan perangkat
keras dan lunak.
Keandalan perangkat keras
Saat ini perangkat keras telah memiliki tingkat
keandalan yang tidak pernah terjadi beberapa tahun
yang lalu. Keandalan dari perangkat keras secara
13
sistematis mengurangi, menghilangkan, dan
mengontrol kegagalan dalam sistem yang
mempengaruhi kinerja perangkat. Dalam kasus dimana
kegagalan tidak dapat dihindari atau dikendalikan
karena keterbatasan biaya atau desain, merupakan
resiko yang dinilai dapat menggangu.
Keandalan perangkat lunak
Meskipun perangkat keras menjadi lebih andal,
mayoritas perangkat lunak menjadi kurang dapat
diandalkan. Rata-rata penyebab utamanya adalah
perangkat lunak tersebut masih kurang stabil. Fasilitas
dari sistem yang dimanfaatkan oleh banyak pengguna
lain biasanya lebih teruji keandalannya dari perangkat
lunak lainnnya.
b. Ketersediaan
Ketersediaan merupakan kemampuan suatu sistem
berfungsi secara optimal di dalam kondisi tertentu. Jika suatu
sistem diberikan downtime untuk tiap kegagalan pada
perangkat keras atau lunak, ketersediaan berarti menyediakan
tingkat keandalan tertentu. Berikut ini merupakan beberapa
keuntungan apabila perusahaan memiliki ketersediaan tinggi
pada jaringannya:
Mencegah kerugian finansial.
Mencegah hilangnya produktivitas.
Meningkatkan kepuasan pengguna.
Meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan.
Ketersediaan mungkin adalah persyaratan desain yang
paling penting dari kebutuhan jaringan perusahaan. Jika
sistem tidak dapat menanggung beban kerja yang ditugaskan
atau tidak dapat melakukan tugas-tugas penting untuk
menunjang jaringan perusahaan maka spesifikasi sistem yang
tinggi tidak akan berguna.
c. Skalabilitas
14
Skalabilitas adalah kemampuan untuk mengubah
ukuran atau konfigurasi sesuai dengan perubahan kondisi
jaringan. Sebagai contoh, sebuah perusahaan yang berencana
untuk mendirikan sebuah jaringan “client/server” mungkin
ingin memiliki sistem yang tidak hanya bekerja dengan
jumlah orang yang akan segera menggunakan sistem, tetapi
juga dengan jumlah yang mungkin akan menggunakannya
dalam beberapa tahun mendatang.
d. Kinerja
Persyaratan kinerja diukur dalam hal response time
dalam pertukaran data diantara para pengguna. Selain
response time, kinerja juga akan diukur dalam throughput,
throughput merupakan banyaknya data yang dapat diteruskan
oleh suatu perangkat jaringan dalam kurun waktu satu detik.
Pengukuran kinerja dalam desain awal suatu sistem
ditentukan oleh kebutuhan dari suatu jaringan.
e. Pengelolaan
Pengelolaan adalah kemampuan suatu sistem untuk
dapat memeriksa jaringan berjalan dengan baik. Pengelolaan
berkaitan dengan sistem pemantauan persyaratan QoS dan
kemampuan untuk mengubah konfigurasi sistem untuk
meningkatkan QoS secara dinamis tanpa mengubah sistem.
Arsitektur harus memiliki kemampuan untuk memonitor
sistem dan memungkinkan konfigurasi sistem dinamis.
Berikut ini adalah beberapa alasan untuk memberikan fitur
pengelolaan yang baik:
Mempercepat perbaikan kesalahan dalam sistem.
Mempermudah untuk melakukan pemeliharaan
preventif untuk mengantisipasi masalah.
2.1.5 Siklus Hidup
(Sumber:http://www.ciscopress.com/articles/article.asp?
p=1697888&seqNum=2, Diakses 21 Desember 2014) Siklus hidup
15
merupakan salah satu pendekatan untuk perancangan jaringan.
Perusahaan atau konsultan harus memahami setiap tahap dalam
pendekatan siklus hidup agar mendapatkan manfaat yang optimal.
Pendekatan ini meninjau berbagai tahapan, proses setiap tahapan, dan
hasil dari tiap-tiap tahapan. Berikut ini adalah detail dari tiap tahapan
siklus hidup:
Persiapan
Fase persiapan digunakan tergantung kondisi
perusahaan. Pertama, mengasumsikan bahwa perusahaan
telah melakukan penelitian kecil seperti: membangun mereka
kebutuhan bisnis mereka, visi teknologi, dan strategi
teknologi. Kedua, mengasumsikan bahwa perusahaan sudah
menetapkan kebutuhan dari sistem.
Perencanaan
Seperti tahap sebelumnya, tahap perencanaan
digunakan tergantung pada keadaan jaringan perusahaan saat
ini. Jika perusahaan tidak memiliki jaringan, maka rencana
dari proyek ini harus mencakup semua informasi yang
diperlukan untuk melanjutkan ke tahap berikutnya yaitu:
besarnya sumber daya (dana dan tempat) yang dibutuhkan di
fase desain serta implementasi, dan proses perkembangan
jadwal proyek yang di sesuaikan dengan kebutuhan bisnis
yang ada dalam fase persiapan.
Desain
Selama tahap desain, perusahaan mengembangkan atau
meningkatkan desain jaringan secara komprehensif. Hal ini
penting dilakukan karena informasi yang dikumpulkan dari
dua fase pertama digunakan untuk memastikan bahwa desain
jaringan baru sudah memenuhi semua kebutuhan bisnis
perusahaan dan persyaratan teknis yang sebelumnya
dikembangkan. Jika semuanya telah selesai dengan benar,
hasil desain akan menyediakan jaringan yang mampu
mengelola tugas sehari-hari yang diperlukan dan memenuhi
16
atau melampaui semua diharapkan ketersediaan, kehandalan,
skalabilitas dan kinerja metrik.
Implementasi
Ada beberapa metode yang digunakan dalam tahap
implementasi. Pada umumnya, melakukan uji coba itu
dilakukan untuk menguji konfigurasi yang akan digunakan.
Hal ini dilakukan untuk mensimulasikan setiap bagian yang
ada ataupun penambahan desain pada jaringan baru. Dengan
menggunakan metode ini, sebelum proses implementasi
dilakukan, peneliti akan dapat menemukan potensi masalah.
Jika menemukan adanya masalah, maka masalah ini dapat
diselesaikan sebelum implementasi dilakukan. Setelah semua
masalah terselesaikan pada tahap uji coba, maka proses
implementasi akan dapat dimulai.
Mengoperasikan
Fase operasi merupakan fase terpanjang dari fase
PPDIOO. Hal ini dikarenakan dalam fase ini, jaringan
perusahaan beroperasi tanpa membuat perubahan besar pada
jaringan. Selama fase ini, perusahaan menghabiskan sebagian
besar dana mereka untuk mengelola jaringan seperti:
memantau, mengelola performa, mengatasi masalah, dan
mengolah kapasitas jaringan. Pergerakan kecil seperti
penambahan atau penggantian perangkat juga terjadi pada
fase ini.
Mengoptimalkan
Fase pengoptimalan dapat terjadi setiap saat setelah
sebuah jaringan beroperasi. Hal ini biasanya terjadi ketika
ada perubahan kecil atau besar dalam proses bisnis atau
kebutuhan teknis jaringan. Selama fase ini, kebutuhan bisnis
dan teknis akan dibandingkan dengan yang kegunaan dari
desain awal jaringan. Jika perubahan yang membawa dampak
yang besar, maka fase dimulai lagi dari awal untuk
memastikan konsistensi desain berlanjut dengan baik.
17
2.2 Teori Khusus
2.2.1 Hierarchical Network Design Model
(Sumber:http://www.cisco.com/c/en/us/td/docs/solutions/
Enterprise/Campus/HA_campus_DG/hacampusdg.html, Diakses 22
Desember 2014) Model hierarki digunakan untuk merancang topologi
modular. Desain ini menggunakan "blok bangunan" yang memungkinkan
jaringan untuk memenuhi kebutuhan perkembangan bisnis. Desain
modular mempermudah jaringan untuk diperluas, dipahami dan
memecahkan masalah. Hal ini dikarenakan model hierarki membatasi
pola lalu lintas yang ada.
Cisco memperkenalkan desain model hierarki, yang menggunakan
pendekatan layer untuk network design pada tahun 1999 (pada gambar
2.2). Komponen blok bangunan dari model hierarki adalah access layer,
distribution layer, dan core (backbone) layer. Keuntungan utama dari
model ini adalah struktur hierarki dan modularitas.
Gambar 2.2 Hierarchical Campus Network Design
Dalam desain model hierarki, posisi dan peran dari perangkat
jaringan akan dioptimalkan berdasarkan kapasitas, fitur dan
fungsionalitas setiap perangkat. Hal ini memberikan skalabilitas dan
stabilitas. Jumlah arus dan kebutuhan bandwidth akan meningkat ketika
18
mereka melewati titik agregasi dan berpindah blok dari access,
distribution, dan core. Setiap fungsi dibedakan berdasarkan blok. Desain
hierarki menghindari kondisi fully-meshed network di mana semua node
jaringan saling berhubungan.
Jaringan modular dari blok bangunan mudah untuk ditiru, didesain
ulang dan diperluas. Seharusnya tidak perlu untuk mendesain ulang
seluruh jaringan setiap kali ada sebuah modul yang ditambahkan atau
dihapus. Blok bangunan yang berbeda dapat berfungsi maupun tidak
berfungsi tanpa mempengaruhi keseluruhan jaringan. Kemampuan ini
memfasilitasi pemecahan masalah, pengisolasian, dan manajemen
jaringan. Pembahasan dari hierarchical network design model adalah
sebagai berikut.
Core Layer
Dalam model hierarki, setiap blok bangunan saling
berhubungan menggunakan core layer. Core berfungsi
sebagai tulang punggung jaringan, seperti yang ditunjukkan
pada gambar 2.3. Core layer memerlukan kecepatan dan
tingkat ketahanan yang baik. Hal ini dikarenakan setiap
konektivitas antara blok bangunan tergantung pada core
layer. Sistem akselerasi perangkat keras saat ini memiliki
potensi untuk memberikan layanan yang kompleks dengan
kecepatan kabel. Core layer akan meminimalkan banyaknya
konfigurasi yang ada sehingga dapat mengurangi
kompleksitas. Pengurangan kompleksitas dapat mengurangi
kesalahan operasional.
Gambar 2.3 Core Layer
19
Topologi fully-meshed atau highly-meshed dapat
digunakan untuk menyediakan redundansi pada jaringan.
Namun, tipe dari desain tersebut tidak menyediakan
konvergensi yang konsisten apabila link atau node mengalami
kegagalan. Terlebih lagi masalah peering dan adjacency yang
terdapat di desain fully-meshed. Membuat konfigurasi routing
lebih kompleks untuk skala besar. Selain itu, penggunaan
port yang tidak diperlukan menambah beban perangkat dan
mempersulit jaringan untuk memperbesar atau mengubah
struktur jaringan. Berikut ini adalah beberapa kunci desain
core:
o Kecepatan yang tinggi dibutuhkan dalam mendesain
core layer, Layer 3 (L3) switching digunakan untuk
mempercepat kinerja hardware. Desain core dengan
menggunakan Layer 3 desain lebih unggul daripada
Layer 2 atau alternatif yang lainnya. Hal ini
dikarenakan layer 3 switching:
Menyediakan waktu konvergensi yang cepat di
sekitar jalur atau node yang mengalami
kegagalan.
Meningkatkan skalabilitas karena hubungan dan
pengurangan dari meshing antar perangkat.
Pemanfaatan bandwidth yang lebih efisien.
o Dalam membuat redudansi pada jalur interkoneksi
point-to-point dalam layer 3 di bagian core
menggunakan bentuk segitiga. Hal dikarenakan desain
tersebut menghasilkan tingkat konvergensi tercepat.
o Menghindari L2 loop dan kompleksitas dari redudansi
L2, seperti Spanning Tree Protocol (STP) yang tidak
secara langsung mendeteksi kegagalan yang ada dalam
blok bangunan di layer 3.
20
Distribution Layer
Distribution layer merupakan node agregat dari access
layer, melindungi core dari tingkat permintaan yang tinggi.
Selain itu, distribution layer bertugas untuk melakukan
isolasi yang disebabkan oleh access layer. Layer ini biasanya
menggunakan sepasang perangkat L3 switch, distribution
layer menggunakan L3 switching untuk berkomunikasi
dengan jaringan core layer dan layanan L2 switching untuk
berkomunikasi dengan access layer. Load balancing, Quality
of Service (QoS), dan penyediaan yang baik adalah kunci
pertimbangan desain untuk distribution layer.
Gambar 2.4 Distribution Layer
Distribution layer membutuhkan tingkat ketersediaan
yang tinggi. Untuk menyediakan hal tersebut, distribution
layer membutuhkan redudansi terhadap jalur yang
menghubungkan distribution menuju core maupun
distribution menuju access. Hal ini memberikan,
deterministik konvergensi yang cepat apabila terjadi
gangguan jaringan yang disebabkan oleh kegagalan jalur atau
node. Ketika jaringan memiliki redundansi terhadap jalur,
maka penentuan utama failover akan bergantung pada hasil
deteksi dari kegagalan perangkat keras dan bukan berasal dari
perangkat lunak. Kecepatan dari konvergensi jaringan
ditentukan berdasarkan fungsi-fungsi yang dikonfigurasi pada
perangkat jaringan.
21
Gambar 2.5 Ketersediaan Pada Distribution Layer
Layer 3 equal-cost load sharing memungkinkan
pemanfaatan kedua uplink dari core ke distribution layer.
Distribution layer menyediakan redundansi pada default
gateway menggunakan Gateway Load Balancing Protocol
(GLBP), Hot Standby Router Protocol (HSRP), atau Virtual
Router Redundancy Protocol (VRRP). Dengan mengunakan
protokol tersebut dapat menghilangkan terputusnya koneksi
user terhadap gateway apabila terjadi kegagalan atau
hilangnya salah satu distribution layer. Access layer dapat
menggunakan load balancing pada uplinks untuk
menghubungkannya ke distribution layer.
Access layer
Access layer merupakan titik awal bagi end device
untuk masuk ke jaringan. Switch yang berada di access layer
terhubung ke dua distribution switch yang berbeda untuk
menciptakan redudansi pada jalur. Jika konektivitas antara
distribution layer switch menggunakan layer 3, maka tidak
ada loop antara uplink yang aktif dalam meneruskan data.
Gambar 2.6 Access Layer
22
2.2.2 Virtual Local Area Network (VLAN) & Trunk
Menurut Froom, Balaji, dan Erum (2010:65) Switch pada jaringan
kampus dapat dipecah menjadi beberapa broadcast domain yang berbeda
atau Virtual Local Area Network (VLAN). Topologi jaringan yang hanya
memiliki satu broadcast domain dapat dengan mudah untuk di
implementasi dan dikelola. Akan tetapi, topologi jaringan ini tidak
memiliki skalabilitas yang baik. Oleh karena itu, jaringan kampus dapat
dibagi menjadi beberapa segmen dengan menggunakan VLAN. Protokol
routing pada layer 3 digunakan untuk mengatur komunikasi antar
VLAN. Sub bab ini akan mendefinisikan VLAN dan metode untuk
mengidentifikasi serta jenis jalur yang mengangkut VLAN.
VLAN
Dengan mempertimbangkan desain jaringan yang hanya
terdiri dari perangkat layer 2. Sebagai contoh, desain jaringan ini
dapat di buat menjadi segmen Ethernet tunggal, Ethernet switch
dengan banyak port, atau jaringan yang terdiri dari beberapa
ethernet switch. Jaringan yang hanya menggunakan layer 2 disebut
juga sebagai topologi jaringan datar. Topologi jaringan datar hanya
memiliki satu broadcast domain. Jaringan yang memiliki satu
broadcast domain maka seluruh perangkat yang terhubung ke
dalam jaringan itu akan mendapat paket broadcast. Semakin padat
jaringan tersebut, maka akan semakin padat juga paket broadcast
yang tersebar.
Gambar 2.7 Konektivitas VLAN dalam logika switch ports
23
Pada gambar diatas terdapat dua switch. Switch kiri dipasang
VLAN satu dan VLAN 100. Dalam contoh ini, tidak ada
komunikasi yang dapat terjadi antara VLAN satu dan 100. Kedua
jalur antar switch menggunakan VLAN satu. Switch kanan juga
terpasang VLAN satu. Karena ada koneksi end to end dari VLAN
satu, maka setiap anggota dari VLAN satu dapat berkomunikasi
seperti menggunakan jaringan segmen fisik.
VLAN Trunks
Pada access layer, perangkat pengguna terhubung ke switch
port untuk mendapatkan konektivitas untuk setiap VLAN.
Perangkat yang terpasang di switch port tidak menyadari struktur
dari VLAN dan hanya terlihat seperti segmen dari jaringan biasa.
Untuk menciptakan konektivitas antara VLAN yang berbeda maka
perlu menggunakan perangkat tambahan yang bekerja pada layer 3
yang dapat menjembatani layer 2. Jalur trunk dapat mengangkut
lebih dari satu VLAN yang dapat menghemat konektivitas antar
switch atau konektivitas antara switch dan router. Jalur trunk tidak
dapat ditetapkan untuk VLAN tertentu. Satu, banyak, atau seluruh
VLAN yang aktif dapat di angkut oleh satu jalur trunk. Meskipun,
untuk menghubungkan antar switch atau router dapat
menggunakan jalur fisik yang terpisah. Gambar dibawah ini
menunjukan bagaimana hubungan dua switch.
24
Gambar 2.8 Satu Jalur per VLAN dan Jalur Trunk
2.2.3 VLAN Trunking Protocol (VTP)
Menurut Hucaby (2010:88) Pembuatan VLAN di switch dapat
menghabiskan waktu. Terlebih lagi, bila jaringan terdiri dari banyak
switch yang saling berhubungan. Mengkonfigurasi dan mengelola banyak
switch, VLAN, dan VLAN trunk sangat sulit dilakukan. Cisco telah
mengembangkan metode untuk mengelola VLAN di seluruh jaringan
yaitu VLAN Trunking Protocol (VTP).
Dengan menggunakan layer 2 trunk frame untuk dapat saling
bertukar informasi VLAN di antara switch. VTP dapat menambahkan,
menghapus, atau mengganti VLAN diseluruh jaringan dari satu switch.
Seluruh switch yang berpartisipasi dalam pertukaran VTP dapat
menggunakan setiap VLAN yang dikelola oleh VTP. Untuk
menyebarkan VLAN, VTP memiliki domain dan mode. Berikut ini
adalah keterangan detail dari VTP domain dan mode.
VTP Domain
VTP memiliki daerah penyebaran VLAN yang biasa di sebut
VTP domain. Switch hanya dapat memiliki satu domain. Selain
25
berbagi informasi VLAN dengan switch lain, VTP domain
berperan sebagai batas antara VTP domain lain sehingga switch
yang memiliki VTP domain berbeda tidak dapat melakukan
pertukaran informasi VLAN.
VTP Mode
Untuk berpartisipasi dalam VTP domain, masing-masing
switch harus dikonfigurasi untuk beroperasi di salah satu dari
beberapa mode. VTP mode akan menentukan bagaimana proses
pertukaran dan penyebaran informasi VTP. Mode dari VTP yang
dapat digunakan adalah sebagai berikut:
Mode server
VTP mode server memiliki kontrol penuh untuk
pembuatan dan memodifikasi VLAN untuk domain yang
sama.
Mode client
VTP client tidak diizinkan pengelola jaringan untuk
membuat, mengubah, atau menghapus VLAN apapun. Mode
switch ini juga bertindak sebagai VTP relay.
Mode transparent
Switch dengan mode transparent tidak berpartisipasi
dalam VTP. Dalam mode transparent, switch tidak
menyebarkan konfigurasi VLAN yang ada dalam dirinya
sendiri dan tidak menyinkronkan database VLAN-nya
dengan sebaran dari switch lain.
2.2.4 Rapid Spanning Tree Protocol (RSTP)
Menurut Hucaby (2010:126) IEEE 802.1w dikembangkan untuk
menggunakan konsep-konsep utama dari 802.1D Spanning Tree Protocol
dan membuat konvergensi jaringan menjadi jauh lebih cepat. IEEE
802.1w dikenal sebagai Rapid Spanning Tree Protocol (RSTP), yang
mendefinisikan bagaimana switch harus berinteraksi dengan satu sama
lain untuk menjaga jaringan topologi bebas dari loop dengan cara yang
efisien. Berikut ini adalah pembahasan dari dasar STP.
26
Spaning Tree Protocol
Pada jaringan layer dua, tidak ada protokol routing yang
dapat digunakan sehingga penyediaan redudansi jalur tidak dapat
dilakukan. Hal ini disebabkan oleh bridging loops. Bridging loops
terjadi karena switch tidak mengenal satu sama lain. Spanning Tree
Protocol (STP) dikembangkan untuk mengatasi kemungkinan
terjadinya loop yang terjadi karena adanya redudansi jalur di layer
dua. Gambar dibawah ini menjelaskan bagaimana STP bekerja.
Gambar 2.9 Spanning Tree Protocol
Setiap switch memiliki default bridge priority yaitu 32,768.
Seluruh switch terhubung dengan jalur Fast Ethernet. Ketiga switch
mencoba untuk melakukan pemilihan root bridge. Akan tetapi,
seluruh bridge priority memiliki nilai yang sama. Maka pemilihan
root bridge akan ditentukan oleh MAC address terendah sehingga
switch A yang terpilih menjadi root bridge. Sedangkan, port 1/1
pada switch B dan C tidak akan ditutup oleh STP karena port
tersebut merupakan jalur terdekat menuju root bridge. Untuk
menentukan penutupan pada port 1/2 switch B dan C akan kembali
membandingkan MAC address terkecil sehingga switch C port 1/2
lah yang akan ditutup.
27
Perubahan topologi biasanya memerlukan waktu 30 detik, yang di
dapat dari perubahan state port yaitu dari blocking state ke forwarding
state. Seiring dengan perkembangan teknologi, waktu 30 detik sudah
menjadi waktu tunggu yang lama sebagai proses pemulihan jaringan dari
kegagalan jalur.
Sama seperti 802.1D, RSTP dapat diterapkan ke satu instansi atau
ke beberapa instansi. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan
RSTP sebagai mekanisme yang mendasari untuk Ciscoproprietary Per
VLAN Spanning Tree Protocol (PVST +). Kombinasi yang dihasilkan
disebut Rapid PVST + (RPVST +).
RSTP Port Behavior
RSTP dapat lebih cepat dari STP dengan membiarkan setiap
switch berinteraksi dengan tetangga melalui setiap port. Interaksi
ini dilakukan berdasarkan pada peran dari port, tidak membatasi
BPDU hanya boleh diteruskan ke root bridge. Setelah peran
masing-masing switch ditentukan, maka setiap port dapat diberikan
state yang ditentukan oleh data yang masuk.
Pemilihan root bridge di jaringan dengan menggunakan
RSTP dipilih seperti halnya dengan 802.1D. Pemilihan tersebut
ditentukan oleh bridge ID yang terendah. Setelah semua switch
setuju pada identitas dari root, maka hal selanjutnya adalah
menentukan peran dari port. Berikut ini adalah peran dari port
RSTP:
o Root port, switch menentukan port mana yang memiliki cost
terendah untuk mencapai root. Hal ini identik dengan 802.
1D.
o Designated port, switch port pada segmen jaringan switch
yang memiliki cost paling kecil untuk mencapai root bridge.
o Alternate port, port ini merupakan jalur jalur alternatif
menuju root. Hal ini berbeda dari penentuan root port. Jalur
ini merupakan jalur yang kurang di inginkan daripada root
port. Sebagai contoh, access switch memiliki dua port uplink.
Satu uplink port akan menjadi root port dan yang satunya
lagi menjadi alternate port.
28
o Backup port, port yang digunakan untuk menyediakan
redudansi jalur ke switch yang sama. Akan tetapi, backup
port tidak menjamin tersedianya konektifitas menuju root.
RSTP mendefinisikan port states menurut apa yang port
lakukan dengan data frame yang masuk seperti: diabaikan, dibuang
atau, diteruskan. Berikut ini adalah peran dari port pada RSTP:
o Discarding, tiap frame yang masuk akan dibuang dan tidak
akan mempelajari MAC address. State ini merupakan
gabungan dari state Disabled, Blocking, dan Listening dari
802.1D karena port ini tidak meneruskan data secara efektif.
o Listening state tidak dibutuhkan karena RSTP langsung dapat
bernegosiasi dengan switch lain tanpa harus menunggu
BPDU terlebih dahulu.
o Learning, tiap frame yang masuk akan dibuang. Akan tetapi,
switch akan mempelajari MAC address.
o Forwarding, tiap frame yang masuk akan diteruskan sesuai
dengan alamat MAC address yang telah atau sedang
dipelajari.
Perubahan Format BPDU
BPDU dalam RSTP tidak hanya melakukan perubahan dan
menyetujui adanya perubahan. Akan tetapi, digunakan untuk
mengetahui role serta state dari port asal BPDU yang
menggunakan mekanisme proposal/agreement.
2.2.5 Multilayer Switching
Menurut Hucaby (2010:218) Multilayer Switching (MLS)
dilakukan pada layer 3. Proses MLS terdiri dari dua bentuk yaitu:
interVLAN routing dan Cisco Express Forwarding (CEF). Sub bab ini
akan membahas operasi dari kedua topik ini secara lebih rinci.
InterVLAN Routing
Jaringan layer 2 didefinisikan sebagai broadcast domain.
Layer 2 digunakan untuk menghubungkan satu VLAN atau
29
beberapa switch. Pada dasarnya VLAN terisolasi satu sama lain
sehingga paket dalam satu VLAN tidak dapat menyeberang ke
VLAN lain.
Untuk memindahkan paket antar VLAN memerlukan
perangkat layer 3. Secara tradisional, ini telah menjadi fungsi
utama router. Router harus memiliki koneksi fisik atau logis untuk
masing-masing VLAN sehingga router dapat meneruskan paket
antar VLAN. Hal ini dikenal sebagai interVLAN routing.
InterVLAN routing dapat dilakukan oleh router eksternal yang
terhubung ke masing-masing VLAN pada sebuah switch. Koneksi
fisik yang terpisah dapat digunakan atau router dapat mengakses
masing-masing VLAN melalui satu jalur trunk. Bagian gambar A
dibawah menunjukan konsep ini. Router eksternal juga dapat
terhubung ke switch melalui jalur trunk yang membawa semua
VLAN. Seperti yang ada pada bagian B. Bagian B menggambarkan
apa yang sering sebut sebagai “router on a stick” atau “one-armed
router” karena router hanya membutuhkan hanya satu interface
melakukan tugasnya.
Gambar 2.10 Contoh Dari Koneksi InterVLAN routing
Pada bagian C menunjukan bagaimana proses routing dan
switching dikombinasikan menjadi satu perangkat yaitu multilayer
switch. Pada kasus ini, jaringan tidak membutuhkan router
eksternal.
30
o Tipe Interface
Multilayer switch dapat melakukan layer 2 switching
dan interVLAN routing, sebagaimana mestinya. Layer 2
switching terjadi antar interface yang dikonfigurasi ke layer 2
VLAN atau trunk. Layer 3 switching dapat terjadi antara jenis
interface, selama interface tersebut memiliki alamat layer 3
yang terpasang.
Seperti router, multilayer switch memasukan alamat
layer 3 pada interface fisik. Hal yang sama juga dapat
dilakukan untuk pengalamatan layer 3 di interface logika.
Proses ini dikenal sebagai Switched Virtual Interface (SVI).
Untuk menggunakan pengalamatan layer 3, konfigurasi
default gateway dibutuhkan agar setiap yang terhubung
dengan interface dapat berkomunikasi ke luar broadcast
domain mereka.
Cisco Express Forwarding
Switch dapat menggunakan beberapa metode untuk
meneruskan paket. Untuk generasi saat ini, switch menggunakan
metode yang lebih efisien yaitu Cisco Express Forwarding (CEF).
Sub bab ini akan membahas CEF secara lebih rinci.
o Tradisional Multilayer Switching
Multilayer switching dimulai dengan menggunakan
route processor (RP) dan switching engine (SE)). Ide dasar
CEF adalah “route once and switch many.” RP menerima
paket pertama dari lalu lintas baru diantara dua host. Seperti
biasa, proses routing akan dilakukan untuk menentukan jalur
terbaik agar paket dapat sampai ke tempat tujuan.
Untuk berpartisipasi dalam multilayer switch, SE harus
mengetahui identitas dari masing-masing RP. Kemudian SE
mempelajari jalur paket tersebut yang didapat dari proses
routing. Jika SE dapat meneruskan paket tersebut ke tujuan,
jalur ini dapat menjadi jalan pintas untuk paket-paket
31
berikutnya yang memiliki arus sama dapat langsung
diteruskan ke tujuan tanpa melewati RP. Teknik ini juga
dikenal sebagai NetFlow switching atau route cache
switching.
o Cara kerja CEF
NetFlow switching telah memberikan cara yang lebih
efisien untuk multilayer switching. Cisco mengembangkan
CEF untuk memberikan performa tinggi dari proses
penerusan paket melalui penggunaan dynamic lookup tables.
CEF yang berbasis multilayer switch terdiri dari dua
blok fungsional dasar, seperti yang ditunjukkan dalam
gambar 2.16. Perangkat layer 3 membangun informasi
routing dan layer 3 mesin yang berperan sebagai penerus data
menggunakan switch.
o Forwarding Information Base
Mesin Layer 3 yang dasarnya adalah sebuah router
mengelola informasi routing, baik protokol static route atau
dynamic route. Pada dasarnya, tabel routing diformat ulang
menjadi daftar pesanan dengan route spesifik yang pertama,
untuk setiap tujuan IP subnet di dalam tabel. Format baru itu
disebut Forwarding Information Base (FIB), FIB berisi
routing atau informasi untuk meneruskan data yang menjadi
referensi awal jaringan.
Gambar 2.11 Aliran Paket Dari CEF Pada Multilayer Switch
32
o Adjacency Table
Sebuah router biasanya mempertahankan tabel routing
yang mengandung informasi layer tiga jaringan, informasi
hop selanjutnya, dan tabel ARP yang mengandung pemetaan
layer tiga ke layer dua. Tabel ini disimpan secara terpisah.
FIB membuat pengalamatan hop di setiap entri jaringan.
Untuk merampingkan proses peneruskan paket, FIB
menyesuaikan informasi layer dua dengan entri hop
berikutnya. Bagian FIB ini disebut sebagai adjacency table
yang terdiri dari node MAC address yang dapat dicapai
dalam sebuah hop layer dua.
2.2.7 First Hop Redundancy Protocols
Menurut Froom, Balaji, dan Erum (2010:196) Host dan server yang
berada dalam subnet memerlukan gateway untuk mencapai perangkat
yang tidak berada di subnet yang sama. Peranan gateway dalam jaringan
merupakan kunci dari operasi semua perangkat. Menyediakan redudansi
gateway adalah salah satu solusi tapi untuk memastikan bahwa mereka
beroperasi dengan cara baik memerlukan protokol yang dapat hal ini. Hot
Standby Router Protocol (HSRP) merupakan salah satu protokol yang
mengelola redudansi gateway. Pembahasan yang lebih rinci adalah
sebagai berikut.
Hot Standby Router Protocol
HSRP merupakan sebuah protokol redundansi yang
dikembangkan oleh Cisco untuk menyediakan redundansi gateway
tanpa konfigurasi tambahan apapun di perangkat akhir. HSRP
dikonfigurasi di antara router, mereka bekerja untuk menampilkan
satu router virtual host pada LAN. Dengan berbagi IP dan MAC
address virtual router dapat mewakilkan dua atau lebih router.
Sebagai contoh, ketika active router mengalami gangguan,
maka router standby akan berhenti melihat hello messages dari
active router. Router standby kemudian mengasumsikan dirinya
33
sebagai penerus lalu lintas, seperti yang ditunjukkan dalam gambar
2.18. Karena router standby menggunakan IP dan MAC address
dari virtual router, maka perangkat akhir tidak akan merasa ada
gangguan yang terjadi pada jaringan.
Gambar 2.12 Failover Antara Active dan Standby Routers
Berikut ini adalah peran router dalam HSRP:
o Virtual router, IP dan MAC address di gunakan perangkat
akhir sebagai default gateway. Active router memproses
semua paket dan frame yang dikirim ke alamat virtual router.
Virtual router tidak memiliki bentuk fisik. Akan tetapi, dalam
grup HSRP memiliki satu virtual router.
o Active router, dalam grup HSRP terdapat satu router yang
ditunjuk sebagai active router. Active router meneruskan
paket-paket yang dikirim ke MAC address dari virtual router.
o Standby Router, router ini mendengarkan hello message dari
active router. Ketika active router mengalami kegagalan,
maka standby router akan mengelola tugas dari active router.
o Other Routers, di dalam HSRP dapat memiliki lebih dari dua
router. Akan tetapi, hanya ada satu router active dan standby.
Other router tetap berada dalam initial state jika router
standby dan active mengalami kegagalan. Semua router
34
dalam grup akan bersaing untuk menjadi active maupun
standby.
2.2.8 Routing
Menurut CISCO system Inc. (2009, CCNA Exploration 2) Router
menggunakan tabel routing untuk menentukan jalan terbaik untuk
meneruskan paket. Ketika router menerima paket router, mengkaji
dengan alamat IP tujuan dan mencari yang paling cocok dengan alamat
jaringan di router tabel routing. Tabel routing juga mencakup interface
yang digunakan untuk meneruskan paket. Setelah menemukan alamat
yang cocok, router akan mengenkapsulasi paket IP ke dalam frame yang
kemudian diteruskan ke arah tujuan. Ada dua jenis metode untuk
mendaftarkan routing ke dalam tabel routing, yaitu static route dan
dynamic route.
Static Route
Static routes, yang mendefinisikan jalan eksplisit antara dua
router. Metode ini tidak menambahkan routing ke tabel routing
secara otomatis sehingga administrator harus mengkonfigurasi
secara manual static routes ketika ada perubahan jalur atau
penambahan jalur. Static routes menggunakan bandwidth yang
lebih sedikit dari dynamic route. CPU tidak digunakan untuk
menghitung dan menganalisis routing update.
Dynamic Route
Protokol dynamic routing biasanya digunakan dalam jaringan
yang lebih besar untuk mengurangi kerumitan pengoperasian dari
penggunaan static routes. Pada umumnya, jaringan menggunakan
kombinasi dari static routes dan protokol dynamic routing. Di
sebagian besar jaringan, hanya protokol dynamic routing tunggal
yang digunakan. Protokol dynamic routing yang paling terkenal
adalah Open Shortest Path First (OSPF). Berikut ini adalah
pembahasan lebih lanjut dari OSPF.
Open Shortest Path First
Menurut Odom (2010:140) Open Shortest Path First
(OSPF) merupakan protokol open standard untuk routing
35
yang menghubungkan jaringan dengan cepat dan
menggunakan cost sebagai metric.
OSPF merupakan protokol routing link state yang
menggunakan algoritma Dijkstra. Algoritma yang digunakan
adalah Shortest Path First (SPF) yang digunakan untuk
menentukan jalur terbaik untuk menghubungkan jaringan.
Tugas pertama dari link state router adalah untuk
menciptakan sebuah database yang mencerminkan struktur
jaringan. Protokol routing link state mempelajari informasi di
struktur jaringan lebih banyak daripada protokol routing yang
lainnya. Karena hal tersebut, OSPF dapat membuat keputusan
routing yang lebih tepat.
Router OSPF melakukan pertukaran hello terhadap
setiap tetangga, mempelajari Routing ID dan cost yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Informasi tersebut lalu
disimpan di dalam adjacency database.
Kemudian router membuat Link State Advertisements
(LSA). LSA mencakup informasi seperti RID dan cost untuk
setiap router tetangga. Setiap router yang berada dalam satu
domain bertukar LSA dengan seluruh router yang berada
dalam setiap domain tersebut. Setiap router membuat set
lengkap dari LSA dan menyimpannya ke dalam Link State
Database (LSDB).
Setiap router akan menjalankan algoritma SPF untuk
menghitung jalan terbaik. Itu kemudian memasukan jalur
yang didapat ke dalam tabel routing.
2.3 Hasil Penelitian atau Produk Sebelumnya
Berikut ini terdapat 3 hasil penelitian atau produk sebelumnya yang
membantu dalam penyusunan desain jaringan:
Zubair.S dkk, dalam jurnal Scientific Research and Essays Vol.
7(No.6) 627-635 (2012), menjelaskan tentang Effect of network
hierarchy in a typical campus area network (CAN) of a university,
dengan menggunakan hierarchical network design model akan
36
meningkatkan kinerja jaringan. Kesimpulan ini ditarik setelah
melakukan pengujian terhadap sistem jaringan kampus saat ini
dengan sistem jaringan baru yang di implementasi pada jaringan
kampus. Uji coba yang pada kedua sistem tersebut adalah
melakukan tes mengunduh sehingga dapat terlihat perbedaan waktu
dari kedua sistem tersebut. Hasil uji coba menunjukan sistem
jaringan baru waktu menjadi lebih cepat 2.63% daripada sistem
jaringan kampus saat ini.
Suhardi dkk, dalam jurnal Teknologi Vol.1(No.2) (2011),
menjelaskan tentang Pengaruh Model Jaringan Terhadap Optimasi
Routing Open Shortest Path First (OSPF), dengan menggunakan
OSPF dapat meningkatkan performa jaringan yang besar. Hal ini
dikarenakan OSPF memiliki fitur OSPF route summarization.
Route summarization sangat membantu kinerja dari perangkat
jaringan karena hanya menyebarkan ringkasan dari IP dari
pengelompokan jaringan. Sehingga router yang menghubungkan
antar kelompok saja yang mengetahui keseluruhan IP. Hal ini
dibuktikan dengan penurunan waktu dalam uji coba ping sebesar
0,067%.
Singh A.K. dkk, dalam jurnal Oriental Journal of Computer
Science & Technology Vol. 4 (No.2) 399-404 (2011), menjelaskan
tentang HSRP (Hot Stand by Routing Protocol) Reliability Issues
Over the Internet Service Provider’s Network, HSRP menyediakan
jaringan yang lebih handal bagi pengguna dan mengoptimalkan lalu
lintas jaringan. Jaringan lebih stabil serta menyediakan jalur
failover. Untuk skalabilitas jaringan Internet Service Provider
(ISP), HSRP juga menunjang penggunaan IPv6.