bab 2 - bi.go.id · -4,8% qoq saar (dari 2,1% pada tw4-19). 1 pemerintah pusat mendeklarasikan...
TRANSCRIPT
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
17
Pelemahan ekonomi masih akan berlanjut
pada TW2-20, seiring langkah pembatasan
yang mayoritas diberlakukan sejak Maret
2020. Ketidakpastian dampak COVID-19
terhadap ekonomi AS turut menyebabkan
keketatan pasar keuangan global dan
menurunkan harga aset.
Pelemahan ekonomi AS dipengaruhi
oleh menurunnya konsumsi, produksi,
dan pelemahan harga minyak. Konsumen
menahan belanja kecuali untuk produk
esensial (produk kesehatan dan makanan).
Proses produksi menurun akibat pelemahan
permintaan, serta terganggunya supply chain.
Sektor jasa terpukul akibat penurunan turis
domestik dan mancanegara, yang berdampak
pada industri penerbangan, hotel, restoran,
dan industri pendukung lainnya. Penurunan
harga minyak akibat berkurangnya permintaan
melemahkan kinerja sektor pertambangan.
Perlambatan aktivitas ekonomi AS memicu
kenaikan tingkat pengangguran mencapai
level terburuk sejak krisis keuangan global.
Otoritas moneter dan fiskal
menerapkan kebijakan akomodatif. The Fed
2.1. Amerika Serikat
Ekspansi ekonomi AS terhenti oleh
pandemi COVID-19. AS menjadi negara
dengan jumlah kasus infeksi tertinggi di dunia
dengan lebih dari 1,7 juta jiwa terinfeksi,
setara dengan sepertiga kasus infeksi
COVID-19 dunia. Penyebaran virus yang
makin meluas mendorong pemerintah pusat
dan daerah menetapkan status emergency.1
Pemerintah daerah juga membatasi aktivitas
publik dengan stay at home order untuk
memutus rantai penyebaran virus.
Kebijakan pembatasan aktivitas
publik yang diberlakukan pada lebih dari
40 negara bagian menekan ekonomi
domestik. Pertumbuhan ekonomi AS TW1-
20 turun tajam menjadi hanya 0,3% yoy,
setelah tumbuh 2,3% pada TW4-19. Secara
triwulanan, PDB AS bahkan terkontraksi
-4,8% qoq saar (dari 2,1% pada TW4-19).
1 Pemerintah pusat mendeklarasikan status National Emergency pada 13 Maret 2020. Pemerintah daerah juga menetapkan State of Emergency, pertama kali oleh Washington pada 29 Februari 2020. Penetapan emergency memungkinkan pemerintah mencairkan dana darurat.
Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
BAB
2
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
18
Jumlah kasus infeksi COVID-19 di AS menjadi
yang tertinggi di dunia, hingga lebih dari
1,7 juta jiwa dan melampaui Tiongkok dan
beberapa negara Eropa.2 Pemerintah pusat
mendeklarasikan status National Emergency
pada 13 Maret 2020.3 Pemerintah daerah juga
menetapkan State of Emergency, pertama
kali oleh Washington pada 29 Februari 2020,
dan memberlakukan kebijakan pembatasan
aktivitas publik (stay at home order, social
distancing) untuk menghentikan penyebaran
virus. Kebijakan tersebut menurunkan
kegiatan ekonomi di berbagai sektor termasuk
jasa, memicu volatilitas pasar keuangan, dan
menurunkan harga komoditas.
Ekonomi AS menurun signifikan
akibat kebijakan stay at home order yang
diberlakukan secara luas. Pertumbuhan
ekonomi AS TW1-20 menurun tajam
menjadi hanya 0,3% yoy, dibandingkan
2,3% (TW4-19).4 Jika dibandingkan dengan
kuartal sebelumnya, ekonomi terkontraksi
-4,8% qoq saar (dari 2,1% pada TW4-19).
Aktivitas konsumsi, investasi dan kinerja
perdagangan serempak melemah. Konsumsi
tertekan terutama jasa akibat pelemahan
belanja restoran, hotel, penerbangan,
pertunjukan musik dan bioskop. Investasi
swasta terkontraksi kian dalam terutama non-
residensial. Ekspor dan impor juga tumbuh
negatif terdampak perang dagang, pelemahan
ekonomi global, serta terganggunya supply
2 Data Per 27 Mei 2020. Jumlah kasus infeksi AS tersebut setara dengan sepertiga dunia (sekitar 5 juta jiwa).
3 Status darurat nasional memungkinkan Pemerintah AS mencairkan dana emergency senilai USD50 miliar.
4 Rilis PDB TW1-20 advance estimate.
telah menurunkan suku bunga hingga 150
bps menjadi kisaran 0%-0,25% dalam dua
kali pertemuan FOMC yang tidak terjadwal
pada Maret 2020. Selain itu, the Fed juga
melakukan kebijakan untuk mengurangi
ketetatan likuiditas di pasar domestik dan
global, serta mendukung sektor rumah tangga
dan bisnis—termasuk UMKM. Pemerintah
juga merilis paket kebijakan fiskal untuk
penanganan pandemi, serta mendukung
rumah tangga dan sektor riil.
Perekonomian AS terdampak cukup
parah akibat pandemi COVID-19. Ekonomi
diprakirakan menurun lebih dalam pada
TW2-20, dan secara gradual membaik pada
Semester II-2020 sejalan dengan pelonggaran
containment measures. IMF memprediksi
PDB AS 2020 terkontraksi -8,0% yoy, dan
kemudian membaik menjadi 4,5% pada
2021. Sementara the Fed memprakirakan
ekonomi AS 2020 terkontraksi -6,5% dan
pulih ke 5% pada 2021.
Prospek ekonomi AS dibayangi risiko
tingginya angka pengangguran, pelemahan
harga minyak, eskalasi risiko politik internal
menjelang Pemilu, dan meningkatnya
ketegangan dengan Tiongkok. Di tengah
risiko tersebut, terdapat peluang untuk
mempercepat proses pemulihan ekonomi
yang berasal dari pelonggaran containment
measures, kebijakan akomodatif moneter
dan fiskal, serta inflasi rendah yang dapat
mendukung daya beli.
Pandemi COVID-19 telah meng-
hentikan laju ekspansi ekonomi AS.
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
19
menekan daya beli, berkurangnya kunjungan
wisatawan domestik dan asing, serta perilaku
konsumen yang menahan belanja akibat
ketidakpastian yang tinggi. Konsumen
juga lebih selektif dalam berbelanja dan
mengutamakan produk esensial seperti
makanan, obat-obatan, dan produk
kesehatan (a.l. masker dan hand sanitizer).
Sementara dari sisi penawaran, pelemahan
konsumsi diakibatkan oleh penutupan toko,
tempat usaha, dan pabrik yang memproduksi
barang non-esensial. Penjualan produk non-
esensial seperti kendaraan turun hingga
-35,0% yoy pada Maret 2020.
Sumber: Bureau of Economic Analysis
Grafik 2.3 Initial Jobless Claim
212 207 220 212 201 204 215 220 217 211 282
3307
6867
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
Ribu
Sumber: Institute of Supply Management
Grafik 2.4 Tingkat Pengangguran
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0
5,5
62,2
62,4
62,6
62,8
63,0
63,2
63,4
63,6
1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32016 2017 2018 2019 2020
%% Labor force participation rates (%), lhsUnemployment rate (%), rhs
chain akibat penutupan sejumlah pelabuhan
di AS dan negara mitra dagang.
Sumber: Bureau of Economic Analysis
Grafik 2.1 Pertumbuhan PDB
2,3
0,3
-8,0
-6,0
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
Q2 Q4 Q2 Q4 Q2 Q4 Q2 Q4 Q2 Q4 Q2 Q4Q12014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
% yoy
% yoy
GDP, lhs Konsumsi Swasta, rhsPengeluaran Pemerintah, rhs Investasi, rhsEkspor, rhs Impor, rhs
Sumber: US Census Bureau
Grafik 2.2 Aktivitas Konsumsi
60
70
80
90
100
110
120
130
140
150
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 122017 2018 2019 2020
% yoy Indeks
Penjualan Ritel, lhs Cons. Confidence Board (rhs)
Konsumsi rumah tangga tertekan
oleh kebijakan pembatasan aktivitas
publik. Pada TW1-20, penjualan ritel AS
menurun menjadi 1,2% yoy (rerata), cukup
tajam dari 4,1% (TW4-19). Penjualan ritel
turun drastis terutama pada Maret 2020 yaitu
-5,8%, setelah diberlakukannya kebijakan
stay at home order.5 Dari sisi permintaan,
penurunan konsumsi disebabkan oleh
kenaikan angka pengangguran yang
5 Kebijakan stay at home order di AS ditetapkan oleh masing-masing state dengan waktu yang bervariasi, rata-rata dimulai pada minggu kedua Maret 2020 s.d. Mei 2020.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
20
pertambangan AS juga menghadapi
tantangan pelemahan harga minyak hingga
di bawah USD30/barel.8 PMI manufaktur
rerata TW1-20 turun ke 50,4 (dari 52,1 pada
TW4-19).
Containment measures policy
sangat menekan sektor jasa yang selama
ini menjadi pendorong perekonomian
AS. Penurunan sektor jasa dipengaruhi oleh
tidak dapat beroperasinya sejumlah industri
hiburan (bioskop, opera, pertunjukan musik,
amusement park, dan kasino). Penurunan
kedatangan wisatawan juga melemahkan
permintaan jasa penerbangan dan transportasi
lainnya, serta hotel, akomodasi, restaurant
and bar. Sentimen bisnis sektor jasa terpuruk,
ditunjukkan oleh indeks PMI jasa TW1-20
yang memasuki zona kontraksi 47,5 (dari
51,7), terutama pada Maret 2020 yang hanya
39,8. Kegiatan ekonomi di sektor jasa akan
pulih gradual jika terjadi pelonggaran langkah
pembatasan oleh pemerintah.
Sumber: Federal Reserves
Grafik 2.5 Indikator Produksi
65
67
69
71
73
75
77
79
81
83
-8,0
-6,0
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32016 2017 2018 2019 2020
%% yoy Produksi Industri, lhs Utilisasi Kapasitas, rhs
8 Harga minyak Brent menurun menjadi hanya USD21,47/barel, dibandingkan USD66,42/barel pada Desember 2019.
Pandemi COVID-19 telah
menyebabkan jutaan orang kehilangan
pekerjaan. Klaim asuransi pengangguran
(initial jobless claim) meningkat pesat pasca
pemberlakuan containment measures hingga
mencapai 10,7 juta orang pada Maret (dari
hanya 856 ribu orang pada Februari) dan
berpotensi masih akan terus meningkat pada
April 2020. Tingkat pengangguran official
(U3) Maret 2020 juga naik menjadi 4,4% (dari
3,5% pada Desember 2020) seiring makin
banyak pelaku bisnis yang menutup usaha/
kantornya.6 Bahkan jika memperhitungkan
discourage and underemployed workers (U6),
tingkat pengangguran Maret dapat mencapai
8,7%. Memerhatikan tingginya initial jobless
claim, tingkat pengangguran April 2020
dapat jauh lebih tinggi.
Kegiatan investasi juga terganggu
dan makin melemah akibat kebijakan
pembatasan aktivitas publik. Investasi
swasta TW1-20 terkontraksi -4,8% yoy,
turun drastis dibandingkan -1,9% pada
TW4-19, terutama sektor non-residensial.7
Pelemahan investasi ditunjukkan oleh rerata
produksi industri TW1-20 yang terkontraksi
makin dalam -2,1%, dari -0,7% (TW4-19).
Penurunan permintaan melemahkan sektor
manufaktur, utilities dan pertambangan.
Aktivitas manufaktur juga tertahan oleh
terganggunya supply chain dan penutupan
pelabuhan di Tiongkok. Perusahaan
6 Tingkat pengangguran Desember 2019 sebesar 3,5% merupakan yang terendah dalam 50 tahun terakhir.
7 Non-residensial rerata TW1-20 terkontraksi -3,64% dari -0,37% (TW4-19). Sementara residensial tumbuh membaik 6,97% yoy (dari 1,7% pada TW4-19).
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
21
Sumber: IHS Markit
Grafik 2.6 Keyakinan Bisnis
35
40
45
50
55
60
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32016 2017 2018 2019 2020
Indeks PMI Manufacuring PMI Services
Sumber: US Census Bureau
Grafik 2.7 Neraca Perdagangan AS
-15
-10
-5
0
5
10
15
-70
-60
-50
-40
-30
-20
-10
0
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32016 2017 2018 2019 2020
% yoy Miliar USD
Trade Balance, lhs Exports, rhs Imports, rhs
Tekanan inflasi kembali tertekan
oleh pandemi COVID-19. Secara umum
tingkat harga mengalami penurunan akibat
lemahnya permintaan, meski terjadi kenaikan
harga produk esensial seperti makanan dan
produk kesehatan. Inflasi konsumen (CPI)
Maret 2020 menurun menjadi 1,5%, dari
2,3% pada Desember 2019. Inflasi PCE
core Maret 2020 juga turun tajam menjadi
1,3% (dari 1,6% pada Desember 2019).
Pelemahan harga terutama terjadi pada
produk energi dan transportasi—yang juga
dipengaruhi penurunan harga minyak—serta
produk apparel. Kenaikan harga sejumlah
produk esensial seperti makanan dan produk
Setelah terdampak trade war,
kinerja ekspor dan impor kembali
terpuruk oleh COVID-19. Ekspor AS TW1-
20 rerata terkontraksi -3,5% yoy (dari 0,0%,
TW4-19), dan impor terkontraksi -6,3% yoy
(dari -3,9%). Penurunan drastis terutama
terjadi pada Maret disebabkan pelemahan
permintaan, serta terganggunya aktivitas
pelabuhan baik di AS maupun negara mitra
seperti Tiongkok dan Eropa.9 Penurunan
ekspor terutama pada penjualan jasa travel,
barang industri, minyak mentah, kendaraan,
serta civilian aircraft. Ekspor AS juga
menghadapi isu tidak terpenuhinya komitmen
Tiongkok untuk meningkatkan impor dari AS
sebagaimana disepakati dalam phase one
deal akibat ekonomi Tiongkok yang melemah
terimbas COVID-19.10 Sementara, penurunan
impor antara lain dipicu pelemahan
permintaan cell phone, part dan aksesoris
otomotif. Pelemahan impor yang lebih
dalam dari ekspor menjadikan defisit neraca
perdagangan AS pada TW1-20 menyempit
menjadi USD129,7 miliar, dari USD139,9
miliar pada TW4-19.
9 Pada Maret 2020, ekspor dan impor masing-masing terkontraksi -10,9% dan -11,8% yoy.
10 Phase one deal ditandatangani 15 Januari 2020, dengan kesepakatan (a) Tiongkok berkomitmen meningkatan impor sebesar USD 200 miliar di atas nilai impor 2017, terutama produk pertanian, energi, manufaktur dan jasa; (b) perlindungan intellectual property right; (c) menghapus aturan technology transfer; (d) menghindari trade barrier pada jasa keuangan dan produk pertanian; (e) menghindari praktik currency devaluation; dan (f) dispute settlement. Info lebih lanjut dapat dilihat pada PEKKI Edisi I-2020.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
22
Selain itu, The Fed juga merilis kebijakan
untuk menurunkan tekanan pasar keuangan,
memberikan dukungan pembiayaan kepada
sektor riil dan pemerintah daerah, serta
memfasilitasi transaksi repo swap dalam
bentuk USD swap line dan foreign and
international monetary authorities (FIMA)
repo facility kepada sejumlah bank sentral
untuk mengatasi keketatan likuiditas USD di
pasar global.
Pemerintah merilis paket stimulus
fiskal dalam beberapa fase dengan jumlah
yang signifikan. Stimulus fiskal ditujukan
untuk pengadaan fasilitas kesehatan,
paid-sick leave, tunjangan pengangguran,
membantu UMKM, dan membantu
keuangan pemerintah daerah. Pemerintah
berupaya untuk menghindari pemutusan
hubungan kerja oleh perusahaan dengan
memberikan bantuan tunjangan karyawan.
Pengeluaran fiskal yang masif di tengah
penurunan penerimaan pajak memperlebar
defisit fiskal. Congressional budget office
memprakirakan defisit fiskal AS tahun fiskal
(FY) 2020 mencapai USD3,7 triliun (naik
dari USD984 miliar pada FY2019). Seiring
dengan pelemahan output, rasio defisit
fiskal terhadap PDB FY2020 akan meningkat
menjadi -17,9% dari PDB, naik tinggi dari
-4,6% pada FY2019.12 (Informasi kebijakan
dapat dilihat pada Boks Respons Kebijakan
Mengatasi Dampak Pandemi COVID-19).
12 Sumber: CBO’s Current Projections of Output, Employment, and Interest Rates and a Preliminary Look at Federal Deficits for 2020 and 2021, tanggal 24 April 2020.
kesehatan, serta peralatan pendukung work/
learn from home (peralatan elektronik dan
aplikasi) yang meningkat, belum dapat
meningkatkan inflasi.
Sumber: Bureau of Labor Statistics
Grafik 2.8 Inflasi
-0,5
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
Jan-
15M
ar-1
5M
ay-1
5Ju
l-15
Sep-
15N
ov-1
5Ja
n-16
Mar
-16
May
-16
Jul-1
6Se
p-16
Nov
-16
Jan-
17M
ar-1
7M
ay-1
7Ju
l-17
Sep-
17N
ov-1
7Ja
n-18
Mar
-18
May
-18
Jul-1
8Se
p-18
Nov
-18
Jan-
19M
ar-1
9M
ay-1
9Ju
l-19
Sep-
19N
ov-1
9Ja
n-20
Mar
-20
% yoy CPI Core CPI Core PCE Target
Sumber: Federal Reserves
Grafik 2.9 Fed Fund Rate
0,25
2,50
2,25
2,00 1,75
1,25
0,25 0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32015 2016 2017 2018 2019 2020
%
Dampak pandemi COVID-19
terhadap ekonomi AS yang lebih dalam
dibanding prediksi mendorong otoritas
moneter mengeluarkan kebijakan
akomodatif. The Fed telah menurunkan
suku bunga hingga 150 bps dalam dua kali
unscheduled meeting pada Maret 2020
menjadi di kisaran 0%-0,25%, serta merilis
kebijakan unlimited quantitative easing.11
11 Penurunan suku bunga dilakukan pada 3 Maret 2020 (50 bps) dan 15 Maret 2020 (100 bps).
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
23
Fed memprakirakan pertumbuhan ekonomi
AS pada 2020 terkontraksi tajam -6,5%, dan
berangsur pulih ke 5% pada 2021.
Prospek pertumbuhan ekonomi AS
ke depan akan dipengaruhi oleh sejumlah
faktor risiko. Upside risks pertumbuhan
ekonomi AS antara lain teratasinya pandemi
COVID-19 sehingga aktivitas ekonomi dapat
kembali normal, kebijakan akomodatif
pemerintah, serta tekanan inflasi yang rendah
dapat mendukung daya beli. Namun terdapat
faktor downside risks yang perlu dicermati
antara lain potensi second wave infection,
tingginya angka pengangguran, pelemahan
harga minyak, eskalasi risiko politk internal
menjelang Pemilu, dan meningkatnya
ketegangan dengan Tiongkok (trade war
dan COVID-19). Memperhatikan peranan
ekonomi AS pada ekonomi dunia yang
signifikan, kemampuan dan strategi AS dalam
mengatasi downside risks menjadi kunci
perbaikan ekonomi dunia ke depan.
Pelemahan ekonomi diprakirakan
masih berlanjut pada TW2-2020, dan
membaik gradual pada semester II-
2020. Penerapan social distancing dan stay
at home order yang ketat mengakibatkan
terhentinya kegiatan ekonomi AS sejak Maret
2020. Ekonomi AS diprakirakan mengalami
pertumbuhan negatif pada TW2-20.13 Kinerja
ekonomi diprediksi mengalami recovery pada
semester II-2020 sejalan dengan meluasnya
pelonggaran kebijakan social distancing di AS.
Path pemulihan akan ditentukan oleh seberapa
cepat pelonggaran pembatasan aktivitas
diberlakukan. Secara keseluruhan tahun
2020, IMF (WEO Juni 2020) memprakirakan
ekonomi AS akan terkontraksi -8,0% yoy,
jauh lebih rendah dibandingkan -5,9% (WEO
April 2020). Seiring pelonggaran containment
measures, pertumbuhan ekonomi AS akan
gradual membaik dan tumbuh 4,5% pada
2021. Sementara dalam FOMC Juni 2020, the
13 Concensus Forecast memprediksi PDB AS TW2-20 terkontraksi -10% yoy.
Realisasi
2019 2020 2021 Longer Run 2020 2021 2020 2021PDB Riil (% yoy) 2,3 -6,5 5,0 1,8 -8,0 4,5 -5,4 4,3Estimasi Sebelumnya 2,0 1,9 1,9 -5,9 4,7 -4,0 3,9Inflasi PCE (% yoy) 1,4 0,8 1,6 2,0 N/A N/A N/A N/AEstimasi Sebelumnya 1,9 2,0 2,0 N/A N/A N/A N/AInflasi PCE Core (% yoy) 1,6 1,0 1,5 N/A N/A N/A 1,3 1,2Estimasi Sebelumnya 1,9 2,0 N/A N/A N/A 1,3 1,4Inflasi CPI (% yoy) 1,8 N/A N/A N/A N/A N/A 0,7 1,8Estimasi Sebelumnya N/A N/A N/A 0,6 2,2 0,8 1,8Tingkat Pengangguran (%) 3,7 9,3 6,5 4,1 N/A N/A 10,1 8,1Estimasi Sebelumnya 3,5 3,6 4,1 10,4 9,1 8,4 6,9Fed Fund Rate 1,75 0,1 0,1 2,5 N/A N/A N/A N/AEstimasi Sebelumnya 1,9 2,1 2,5 N/A N/A N/A N/ASumber: Federal Reserves, IMF, Consensus Forecast1. Data the Fed: estimasi sebelumnya adalah Des 20192. Data WEO: estimasi sebelumnya adalah Apr 20203. Consensus Forecast: estimasi sebelumnya adalah Apr 2020
Indikator The Fed-FOMC Juni 2020 (median) IMFWEO Juni 2020
Concensus Forecast Mei 2020 2 3
Tabel 2.1 Outlook Ekonomi AS
1
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
24
BoksRespons Kebijakan Mengatasi
Dampak Pandemi COVID-19
Dalam upaya mengatasi dampak
negatif pandemi COVID-19 terhadap
ekonomi AS, otoritas moneter dan fiskal
merilis sejumlah kebijakan akomodatif.
Secara umum kebijakan ditujukan untuk
mengurangi keketatan finansial, menjaga
stabilitas ekonomi, serta membantu rumah
tangga, bisnis, dan pemerintah daerah.
Beberapa kebijakan tersebut, antara lain:
Kebijakan The Federal Reserves
a. Menurunkan suku bunga ke level
yang sangat rendah (0,0%-0,25%)
dan memberikan forward guidance
bahwa suku bunga akan tetap rendah
hingga ekonomi membaik;
b. Unlimited quantitative easing melalui
pembelian US Treasury Bills dan
mortgage backed securities (MBS),
termasuk commercial MBS, untuk
mengurangi keketatan likuiditas dan
memastikan kegiatan ekonomi dapat
berjalan;
c. Menjaga stabilitas pasar keuangan
dan memastikan pasar tetap dapat
berfungsi baik:
• Money Market Fund Liquidity
Facility (MMLF), menyediakan
fasilitas kepada bank dengan
jaminan berbagai money market
assets, termasuk municipal
debts;
• Commercial Paper Funding
Facility (CPFF), fasilitas backstop
untuk mendukung berfungsinya
pasar commercial paper;
• Primary Dealer Credit Facility
(PDCF), fasilitas discount window
tenor 90 hari bagi primary dealers
dengan berbagai collateral;
• Term Asset-Backed Securities
Loan Facility (TALF), membantu
kredit konsumen dan bisnis
dengan memfasilitasi penerbitan
ABS, sekaligus meningkatkan
kondisi pasar ABS. TALF akan
menjadi funding backstop untuk
ABS yang diterbitkan pada atau
setelah 23 Maret 2020.
d. Memberikan bantuan likuiditas
kepada sektor riil melalui special
purpose vehicle.
• Mendorong bank memanfaatkan
Bank Capital and Liquidity Buffer
untuk penyaluran kredit ke
sektor riil yang terdampak oleh
COVID-19;
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
25
• Primary Market Corporate
Credit Facility (PMCCF), fasilitas
financing kepada SPV untuk
membeli corporate bonds (yang
termasuk investment grade) di
pasar primer, atau memberikan
kredit kepada korporasi
(investment grade);
• Secondary Market Corporate
Credit Facility (SMCCF), fasilitas
financing kepada SPV untuk
membeli corporate bonds
(investment grade) atau kredit
kepada korporasi investment
grade di pasar sekunder.
Fasilitas ini juga ditujukan untuk
mendukung stabilitas pada
corporate bond market.
• Menyediakan fasilitas Paycheck
Protection Program Liquidity
Facility (PPPLF), fasilitas
refinancing kepada lembaga
keuangan yang menyalurkan
kredit kepada usaha kecil
(dengan pegawai kurang dari
500 orang) dalam rangka
Paycheck Protection Program.
• Menyediakan fasilitas Main
Street New Loan Facility (MSNLF),
fasilitas refinancing kepada
SPV yang memberikan kredit
baru kepada small and medium
business (dengan tenaga kerja
kurang dari 10.000 ribu orang
dan pendapatan 2019 tidak
melebihi USD2,5 miliar) dengan
jaminan kredit yang diberikan
tersebut (maksimal 95% dari
nilai kredit);
• Menyediakan fasilitas Main
Street Expanded Loan Facility
(MSELF), fasilitas refinancing
kepada SPV yang memberikan
tambahan kredit kepada small
and medium business dengan
jaminan kredit yang diberikan
tersebut.
e. Membantu state dan local
government dengan memberikan
fasilitas municipal liquidity facility
dengan membeli UST Notes dari
negara bagian.
f. Menyediakan fasilitas USD Swap
Line dan Facility for Foreign and
International Monetary Authorities
(FIMA) Repo Facility untuk beberapa
bank sentral di dunia (termasuk Bank
Indonesia).14 Fasilitas ini ditujukan
untuk menyediakan likuiditas USD
yang cukup pada pasar keuangan
global, sehingga dapat mengurangi
14 Temporary swap line diberikan kepada Bank Sentral Australia, Brazil, Korea, Mexico, Singapore, dan Swedia masing-masing senilai USD60 miliar, serta Bank Sentral Denmark, Norwegia, dan New Zealand masing-masing senilai USD30 miliar. Fasilitas ini berlaku selama enam bulan.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
26
Hampir seluruh negara di Kawasan
Euro mengalami kontraksi ekonomi pada
TW1-20, termasuk empat negara utama
Kawasan Euro—Jerman, Prancis, Italia dan
Spanyol. Kontraksi ekonomi terdalam dialami
oleh Italia yang tumbuh -5,4% yoy (dari 0,1%
pada TW4-19), diikuti oleh Prancis -5,0% yoy
(dari 0,9%), Spanyol (-4,1% dari 1,8%), dan
Jerman (-2,3% dari 0,4%). Kebijakan restriksi
yang ketat untuk membatasi penyebaran
wabah mengakibatkan konsumsi dan
investasi melemah tajam pada TW1-20.
2.2. Kawasan Euro
Pandemi COVID-19 mengakibatkan
pertumbuhan ekonomi Kawasan Euro
terkontraksi signifikan pada TW1-20.
Kebijakan pembatasan perjalanan dan
aktivitas publik menyebabkan konsumsi,
investasi, dan perdagangan mengalami
tekanan. Tingkat pengangguran meningkat
seiring investasi yang kian memburuk. Kondisi
tersebut menyebabkan PDB TW1-20 tumbuh
negatif hingga -3,20% yoy (dari 1,0% pada
TW4-19), dan terendah sejak 1995.
perluasan tunjangan pengangguran,
tunjangan bahan makanan dan
penggantian biaya pengobatan
karena infeksi COVID-19;
d. Stimulus fiskal Phase 3 senilai USD2,2
triliun (5,6% PDB) yang ditujukan
untuk mendukung usaha kecil (dalam
bentuk forgivable loans), expanded
unemployment benefits, transfer
kepada masyarakat, bantuan untuk
pemerintah daerah (State), dan
jaminan untuk Fed dalam rangka
penyaluran pembiayaan sektor riil;
e. Stimulus fiskal Phase 3.5 senilai
USD484 miliar (1,2% PDB) yang
merupakan tambahan stimulus untuk
usaha kecil (termasuk non-forgivable
loans), serta bantuan untuk rumah
sakit dan test COVID-19.
un-necessary external shocks yang
dapat memengaruhi pasar keuangan
AS.
Kebijakan Fiskal
a. Dana darurat di bawah Stafford
Act; deklarasi negara dalam kondisi
emergency memberikan kewenangan
kepada pemerintah untuk dapat
menggunakan dana senilai USD50
miliar untuk penanganan kondisi
darurat;
b. Stimulus fiskal Phase 1, senilai
USD8,3 miliar untuk pengadaan alat
kesehatan, persiapan rumah sakit,
dan pelaksanaan riset vaksin;
c. Stimulus fiskal Phase 2 senilai USD104
miliar untuk dana paid-sick leave,
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
27
Kinerja perdagangan menurun dan
inflasi melemah. Penurunan permintaan
global dan kebijakan pembatasan (lockdown)
menurunkan kinerja perdagangan inter-
nasional. Ekspor turun tajam terutama
produk otomotif dan barang konsumsi. Impor
juga melemah—bahkan lebih dalam dari
ekspor—akibat berkurangnya permintaan
domestik dan pembatasan travel. Pelemahan
permintaan domestik juga menyebabkan
penurunan inflasi menjauhi target ECB (2%
yoy). Inflasi rendah juga dipengaruhi oleh
penurunan harga minyak dunia.
Pelemahan ekonomi yang dalam
direspons dengan kebijakan moneter
dan fiskal yang makin akomodatif. ECB
mempertahankan suku bunga di level
rendah, menjaga kecukupan likuiditas
moneter, dan mendukung pemulihan negara
di kawasan yang terdampak COVID-19
melalui quantitative easing policy. Dari sisi
fiskal, EC memberikan stimulus antara lain
pinjaman lunak kepada negara anggota, dan
memberikan fleksibilitas ketentuan maksimal
budgetary rules agar negara anggota dapat
menyediakan likuiditas dan jaminan untuk
mempertahankan tenaga kerja.
Outlook perekonomian Kawasan
Euro 2020 diprakirakan terkontraksi tajam.
Perbedaan tingkat keparahan kasus infeksi
COVID-19 dan timing penyebaran yang tidak
merata antarnegara mengakibatkan durasi
kebijakan restriksi tidak seragam. Relaksasi
kebijakan pembatasan yang dilakukan gradual
akan memulihkan ekonomi secara bertahap
mulai semester II-2020. Namun demikian,
ekonomi 2020 akan tumbuh negatif. European
Commission memprakirakan PDB 2020 ter-
kontraksi sebesar -7,7% yoy, sementara IMF
memprakirakan sebesar -10,2%.
Faktor yang dapat mendorong proses
pemulihan ekonomi antara lain kebijakan
moneter dan fiskal akomodatif. Pada saat yang
sama juga terdapat faktor downside risks yang
berpotensi menahan laju pertumbuhan a.l.
ketidakpastian global dan domestik, potensi
second wave infection, perubahan perilaku
konsumsi rumah tangga dan korporasi yang
menjadi lebih selektif dalam menetapkan
prioritas belanja, serta penutupan usaha yang
berujung pada pemberhentian tenaga kerja.
Perekonomian Kawasan Euro
mengalami kontraksi tajam pada TW1-
20 akibat pandemi COVID-19. Di Kawasan
Euro, jumlah kasus infeksi COVID-19 mencapai
lebih dari satu juta jiwa dengan korban
lebih dari 100.000. Kasus tertinggi terjadi
di Spanyol (lebih dari 280.000 terkonfirmasi
positif), diikuti Italia, Prancis dan Jerman.
Tingginya kasus menyebabkan negara di
Kawasan Euro menerapkan coordinated
restriction of non-essential travel secara luas
pada Maret disertai kebijakan work from
home, penutupan sekolah dan pembatasan
non-essential business.15 Kebijakan tersebut
15 Seiring peningkatan jumlah kasus baru COVID-19 di hampir seluruh Kawasan Euro (Maret 2020), European Comission pada 16 Maret 2020 merekomendasikan coordinated restriction of non-essential travel bagi negara anggota Uni Eropa selama 30 hari ke depan, sehingga memengaruhi industri otomotif, penerbangan, serta jasa yang terkait travel dan akomodasi.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
28
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.10 Pertumbuhan PDB
-3
-1
1
3
5
7
9
-3,6-3,2-2,8-2,4-2
-1,6-1,2-0,8-0,4
00,40,81,21,62
2,42,83,2
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q12016 2017 2018 2019 2020
% yoy % yoy GDP, lhs HH Cons., rhs Govt., rhsGFCF, rhs Exports, rhs Imports, rhs
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.11 Pertumbuhan PDB Negara Inti Kawasan Euro
-6,0
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q12016 2017 2018 2019 2020
% yoy Kawasan Euro Jerman Prancis Italia Spanyol
Kebijakan restriksi yang ketat
untuk membatasi penyebaran wabah
mengakibatkan konsumsi melemah
kian dalam. Indeks kepercayaan konsumen
TW1-20 memburuk menjadi -8,8 dari -7,6
(TW4-19). Penjualan ritel juga terkontraksi
makin dalam (-2,9% yoy dari -0,1% pada
TW4-19). Sejalan dengan penurunan indeks
kepercayaan konsumen, indeks Economic
Sentiment juga turun dari 100,6 (TW4-19)
menjadi 100,2 (TW1-20). Konsumen makin
pesimis seiring ketidakpastian berakhirnya
pandemi dan kekhawatiran pemulihan
ekonomi. Kebijakan restriksi atau lockdown
mengakibatkan ekonomi Kawasan Euro yang
telah melemah akibat ketidakpastian trade
deal AS-Tiongkok dan Brexit, makin tertekan
dan terkontraksi -3,2% yoy (dari 1,0% pada
TW4-19), terendah sejak 1995.
Pelemahan ekonomi terjadi secara
merata di seluruh negara Kawasan Euro
termasuk empat negara utama (Jerman,
Italia, Prancis, dan Spanyol). Ekonomi
Italia yang sejak TW2-18 selalu tumbuh di
bawah 1%, pada TW1-20 terkontraksi -5,4%
yoy (dari 0,1% pada TW4-19).16 Prancis
mengalami pertumbuhan terendah sejak
1949. Pada TW1-20, PDB Prancis terkontraksi
-5,0% yoy, setelah sebelumnya tumbuh 0,9%
(TW4-19). Jerman juga mengalami kontraksi
pertumbuhan sebesar -2,3% (dari 0,4% pada
TW4-19) akibat pelemahan konsumsi dan
investasi terutama di sektor jasa.17,18 Spanyol,
yang sejak TW3-14 menikmati pertumbuhan
ekonomi lebih baik dari ketiga peer country-
nya (di atas 1% yoy), kini pun mengalami
kontraksi -4,1% yoy (dari 1,8% pada TW4-
19).
16 Data pertumbuhan PDB Jerman, Italia, Prancis, dan Spanyol merupakan data flash estimate.
17 Consumer confidence Jerman menurun dari rerata 9,7 (TW4-19) menjadi 9,1 (TW1-20). PDB Jerman memiliki kontribusi terbesar di Kawasan Euro (28,3%) sehingga pelemahan tajam pada konsumsi dan investasi Jerman akan menurunkan PDB Kawasan Euro.
18 PMI komposit Jerman menurun dari rerata 49,5 (TW4-19) menjadi 45,6 (TW1-20), PMI jasa turun dari rerata 52,1 (TW4-19) menjadi 46,1 (TW1-20), dan PMI manufaktur naik dari rerata 43,3 (TW4-19) menjadi 46,2 (TW1-20).
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
29
terjadi pada seluruh jenis barang, terutama
pada durable goods, capital goods dan
intermediate goods. Sektor otomotif menurun
akibat output lost dan gangguan supply chain
selama lockdown berlangsung. Sementara
itu, sentimen bisnis melemah terkonfirmasi
dari penurunan rerata PMI komposit dari 50,7
(TW4-19) menjadi 44,8 (TW1-20), terutama
dipicu penurunan kinerja sektor jasa. Restriksi
travel memengaruhi demand sektor jasa
khususnya industri pariwisata dalam skala
luas sehingga PMI Jasa turun tajam dari 52,3
(TW4-19) menjadi 44,9 (TW1-20).
Sumber: Bloomberg
-15,0
-12,5
-10,0
-7,5
-5,0
-2,5
0,0
2,5
5,0
7,5
-70
-60
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32016 2017 2018 2019 2020
% yoy
Intermediate goods EnergyCapital goods Durable cons. goodsNon-durable cons. goods IP, rhs
% yoy
Grafik 2.14 Indikator Indeks Produksi
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.15 Indeks Jasa, Industri dan Konstruksi
25
30
35
40
45
50
55
60
65
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32016 2017 2018 2019 2020
Indeks PMI Komposit PMI Manufaktur PMI Jasa
yang diterapkan juga memicu lay-off seiring
terhentinya operasional kantor, toko dan
pabrik, sehingga tingkat pengangguran naik
menjadi 7,4% yoy (dari 7,3% pada akhir
TW4-19), dan employment rate turun menjadi
0,6% yoy (dari 1,1% pada akhir TW4-19).
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.12 Indikator Konsumsi
-16,0
-12,0
-8,0
-4,0
0,0
4,0
8,0
12,0
16,0
20,0
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32016 2017 2018 2019 2020
Indeks
% yoy Penjualan Ritel, lhs Cons. Confidence, rhsRetail trade confidence, rhs
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.13 Tingkat Pengangguran, Penyerapan Tenaga Kerja, dan Upah
0,1
0,6
1,1
1,6
2,1
2,6
6
7
8
9
10
11
12
% Unemployment Rate, lhs Labour Costs, rhs Employment, rhs
% yoy
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q12016 2017 2018 2019 2020
Restriksi juga menyebabkan
pemburukan produksi industri dan
pelemahan sentimen bisnis pada TW1-
20. Rerata produksi industri Kawasan Euro
yang mengalami kontraksi sejak TW4-18
akibat konflik perdagangan AS dan Tiongkok,
memburuk pada TW1-20 menjadi -5,8% yoy
(dari -2,1% yoy pada TW4-19). Pemburukan
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
30
Saudi dan Rusia mengenai pemangkasan
kuota produksi, sehingga inflasi energi
terkontraksi -4,5% yoy (dari 0,2% pada TW4-
19). Sementara itu, pembatasan perjalanan
dan retriksi yang ketat pada pertengahan
Maret 2020 menurunkan demand pariwisata
dan perjalanan, sehingga inflasi sektor jasa
turun menjadi 1,3% dari 1,8% (TW4-19). Di
sisi lain, kebijakan lockdown dan pembatasan
travel mengakibatkan gangguan pada food
supply chain sehingga inflasi makanan naik
menjadi 2,4%, dari 2,0% (TW4-19).
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.16 Neraca Perdagangan
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32016 2017 2018 2019 2020
EUR Bn % yoy Trade Balance, rhs Exports, lhs Imports, lhs
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.17 Neraca Transaksi Berjalan
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
80
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32016 2017 2018 2019 2020
Miliar EUR
Barang Jasa Primary IncomeSecondary Income Current Account
ECB meluncurkan serangkaian
kebijakan untuk mengatasi pelemahan
ekonomi akibat pandemi COVID-19.
Setelah tertekan oleh trade
war, kinerja perdagangan turun lebih
dalam akibat containment measures
penanganan COVID-19. Ekspor TW1-
20 turun tajam dari 2,2% yoy (TW4-19)
menjadi -1,7% (TW1-20), terutama ekspor
produk otomotif dan barang konsumsi.
Impor juga tertekan oleh lockdown dan
pembatasan travel sehingga terkontraksi
dari -2,1% (TW4-19) menjadi -4,7% (TW1-
20). Pelemahan impor yang lebih dalam dari
penurunan ekspor mendorong surplus neraca
perdagangan melebar menjadi EUR67,7
miliar dari EUR64,8 miliar (TW4-19) dan turut
memperbaiki current account surplus dari
EUR81,3 miliar (TW4-19) menjadi EUR97,3
miliar (TW1-20). Kinerja current account
surplus juga didukung oleh primary income
yang naik tipis pada Januari-Februari 2020
bersumber dari peningkatan penerimaan net
external assets dan perbaikan yield differential
aset domestik, di tengah defisit secondary
income yang stabil.19
Tingkat inflasi Kawasan Euro turun
tajam seiring penurunan harga minyak
dunia dan kebijakan restriksi yang
melemahkan demand. Inflasi HICP turun dari
1,3% (TW4-19) menjadi 0,7% yoy, menjauh
dari target ECB (2% yoy). Harga minyak dunia
turun tajam pada awal Maret 2020 akibat
tidak tercapainya kesepakatan antara Arab
19 Penerimaan neraca primary income TW1-20 sebesar EUR21,7 miliar (dari EUR20,3 miliar pada TW4-19). Defisit secondary income sebesar EUR-33,3 miliar (dari EUR-33,5 miliar pada TW4-19). Sementara itu, surplus neraca barang naik menjadi EUR93 miliar dari EUR89,6 miliar (TW4-19), dan jasa naik menjadi EUR15,9 miliar (dari EUR5,1 miliar pada TW4-19).
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
31
ekonominya. ECB merevisi proyeksi outlook
2020 turun signifikan menjadi -8,7% yoy
(sebelumnya 0,8%), dan tumbuh 5,2% pada
2021 (sebelumnya 1,3%). Sejalan dengan
ECB, EC memprediksi PDB terkontraksi tajam
-7,7% yoy pada 2020 (revisi dari 1,2%),
dan tumbuh 6,3% pada 2021 (estimasi
sebelumnya 1,2%). IMF (WEO Juni 2020)
juga merevisi outlook PDB pada 2020 menjadi
-10,2% (perkiraan sebelumnya -7,5%), dan
meningkat 6,0% yoy pada 2021. Sementara
outlook inflasi diprediksi masih di bawah
target. ECB menurunkan estimasi inflasi
HICP menjadi 0,3% yoy pada 2020 (proyeksi
sebelumnya 1,1%) dan 0,8% yoy pada 2021
Kebijakan tersebut ditempuh sejalan
dengan mandat ECB yaitu menjaga price
stability, tetap berfungsinya pasar keuangan,
serta memastikan efektivitas transmisi
kebijakan moneter akomodatif. ECB masih
mempertahankan suku bunga rendah main
refinancing operations (MRO) pada 0,0%;
marginal lending facility (LF) rate pada
0,25%; dan deposit facility (DF) rate pada
-0,5%. Stance ECB dalam forward guidance
juga tidak berubah—suku bunga akan
dipertahankan pada level yang sama atau
lebih rendah hingga outlook inflasi konvergen
pada level below but close to 2%—dan
ECB berpandangan konvergensi tersebut
telah konsisten tercermin dalam dinamika
underlying inflation. ECB juga mendukung
market functioning (melalui operasi terbatas),
lending kepada real economy (melalui asset
purchase program), dan menjaga likuiditas
valas USD (melalui swap line dengan The Fed).
Seiring laju penambahan kasus
baru COVID-19 yang mulai terkendali,
negara di Kawasan Euro mulai melakukan
relaksasi atas pembatasan aktivitas untuk
memperbaiki ekonomi secara gradual.
Namun perbedaan tingkat keparahan kasus
infeksi COVID-19 dan waktu penyebaran yang
tidak merata antarnegara mengakibatkan
timing dimulainya pelonggaran kebijakan
restriksi tidak seragam. Relaksasi kebijakan
pembatasan secara gradual akan memulihkan
ekonomi secara bertahap mulai semester
II-2020, meski secara keseluruhan 2020
ekonomi masih terkontraksi. Sejumlah
lembaga bahkan merevisi ke bawah outlook
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.18 Inflasi Kawasan Euro
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32016 2017 2018 2019 2020
% yoy % yoy
Inflasi, lhs Inflasi Inti, lhs Food, lhsServices, lhs Energy, rhs
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.19 Suku Bunga ECB
0
20
40
60
80
100
-0,75
-0,5
-0,25
0
0,25
0,5
0,75
1M
ar-1
6
Sep-
16
Jun-
16
Dec-
16M
ar-1
6
Sep-
16
Jun-
16
Dec-
16M
ar-1
6
Sep-
16
Jun-
16
Dec-
16M
ar-1
6
Sep-
16
Jun-
16
Dec-
16De
c-16
EUR Bil. %
Refinancing Rate (0,0%) Deposit Facility (-0,5%)Marginal Lending Facility (0,25%) Asset Purchase Target, rhs
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
32
dapat mendorong pemulihan ekonomi.
Faktor upside risks tersebut berupa dukungan
kebijakan fiskal yang lebih ekspansif dan
kesepakatan pemimpin European Union
(EU) dalam EU Summit April 2020, untuk
memberikan bantuan EUR540 miliar kepada
negara dengan kapasitas fiskal terbatas dan
terdampak wabah COVID-19 cukup parah.
Kesepakatan dimaksud antara lain Pandemic
Crisis Credit Line, sebesar EUR100 miliar (dana
dari EC) yang merupakan pembiayaan untuk
sektor tenaga kerja dan kesehatan, serta
rencana pembentukan recovery fund sebagai
bagian dari tambahan paket bantuan.
(proyeksi sebelumnya 1,4%). Sementara EC
merevisi proyeksi inflasi HICP menjadi 0,2%
yoy (estimasi sebelumnya 1,3%), dan 1,1%
pada 2021 (proyeksi sebelumnya 1,4%).
Kinerja ekonomi Kawasan Euro
akan dipengaruhi sejumlah faktor risiko.
Downside risks yang menjadi tantangan
antara lain adalah ketidakpastian global dan
domestik, potensi second wave infection
COVID-19, perubahan perilaku konsumsi
rumah tangga dan korporasi yang lebih
selektif dan berhati-hati dalam menetapkan
prioritas belanja, serta penutupan sejumlah
usaha dan kenaikan pengangguran. Pada
saat yang sama terdapat upside risks yang
% yoy
2020 2021 2020 2021 2020 2021GDP (% yoy) 1,2 -8,7 5,2 -7,7 6,3 -10,2 6,0Estimasi sebelumnya 0,8 1,3 1,2 1,2 -7,5 4,7HICP (% yoy) 1,2 0,3 0,8 0,2 1,1 - -Estimasi sebelumnya 1,1 1,4 1,3 1,4 0,2 1,0Keterangan estimasi sebelumnya: ECB (Mar 2020), EC (Feb 2020), IMF (WEO April 2020)
*) Proyeksi ECB Mar-2020 belum memperhitungkan dampak lockdown terhadap PDB Kawasan Euro
EstimasiRealisasi
2019ECB (Jun-2020) EC (Mei-2020) IMF (WEO Juni-2020)
Tabel 2.2 Estimasi Pertumbuhan PDB dan Inflasi
2020 2021 2020 2021Kawasan Euro 1,2 -7,7 6,3 -10,2 6,0Jerman 0,6 -6,5 5,9 -7,8 5,4Prancis 1,2 -8,2 7,4 -12,5 7,3Italia 0,2 -9,5 6,5 -12,8 6,3Spanyol 2,0 -9,4 7,0 6,3Keterangan: EU Commission Mei 2020 dan IMF WEO Juni 2020
% yoy
NegaraRealisasi
2019
EU Commission
IMF
Tabel 2.3 Estimasi Pertumbuhan PDB Empat Negara Utama Kawasan Euro
-12,8
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
33
lending facility 0,25% (sejak Mar-16);
dan deposit facility -0,50% (sejak
Sep- 19).
2. Menjaga kecukupan likuiditas
moneter melalui operasi Longer Term
Refinancing Operation (LTRO) dan
Targeted Longer Term Refinancing
Operation (TLTRO) berupa:
• Penambahan jumlah lelang
pinjaman jangka panjang
kepada bank dalam skema LTRO
sebanyak 13 kali lelang dari 18
Mar-20 hingga 10 Juni 2020;
• Pemberian kelonggaran
pinjaman jangka panjang secara
targeted kepada bank (skema
TLTRO III), antara lain penurunan
suku bunga TLTRO III menjadi
50 bps lebih rendah dari rerata
main refinancing rate atau
rerata deposit facility rate untuk
counterparty.
3. Menyediakan liquidity backstop
dalam bentuk Non-Targeted
Pandemic Emergency Longer-Term
Refinancing Operations (PELTRO)
untuk mendukung likuiditas sistem
keuangan. PELTRO terdiri dari tujuh
BoksRespons Kebijakan Mengatasi
Dampak Pandemi COVID-19
ECB dan otoritas fiskal di Kawasan
Euro mengeluarkan serangkaian program
relaksasi kebijakan dan paket stimulus
untuk mengatasi pelemahan ekonomi
akibat pandemi COVID-19. Rangkaian
program yang dirilis ECB difokuskan untuk
menjaga kestabilan harga, mendukung
likuiditas bank termasuk likuiditas
USD, memperkuat market functioning,
mengurangi keketatan kredit sektor
swasta, dan memberikan stimulus kepada
sektor riil. Dari sisi fiskal, EC merelaksasi
kebijakan dan memberikan bantuan
pinjaman kepada negara dan wilayah
terdampak. Selaras dengan itu, otoritas
fiskal berbagai negara di Kawasan Euro
juga merilis berbagai paket stimulus
dengan sasaran akhir untuk mendukung
sektor terdampak termasuk UKM,
kesehatan, tenaga kerja, dan rumah
tangga. Stimulus diberikan dalam bentuk
pinjaman lunak, job retention scheme,
unemployment insurance dan direct cash
payment. Beberapa kebijakan tersebut,
antara lain:
Kebijakan ECB:
1. Mempertahankan suku bunga main
refinancing operations (MRO) sebesar
0,00% (sejak Mar-16); marginal
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
34
Kebijakan Fiskal:
1. Inisiatif Kebijakan EC:
• Menyediakan Temporary Support
to mitigate Unemployment Risks in
an Emergency (SURE) yaitu skema
bantuan keuangan dalam bentuk
pinjaman dengan syarat yang
menguntungkan kepada negara
anggota dengan total EUR100 miliar.
• Memberikan bantuan likuiditas
untuk membantu UKM melalui
skema Competitiveness of
Enterprises and Small and Medium-
sized Enterprises Loan Guarantee
Facility (COSME-SMEs) dan Innov-
Fin SME Guarantee dengan total
EUR25 miliar.
• Meluncurkan paket The Coronavirus
Response Investment Initiative
(CRII) senilai EUR37 miliar berupa
bantuan keuangan bagi negara EU
yang memerlukan respons segera.
• Merelaksasi kebijakan EU yaitu
(a) European Fiscal Framework
Flexibility berupa fleksibilitas
maksimal atas budgetary rules
EU; dan (b) State aid Framework
Flexibility berupa Temporary
Framework atas ketentuan state
aid rules yang memberikan
kelonggaran bagi negara anggota
untuk menyediakan likuiditas
tambahan operasi refinancing dimulai
pada Mei 2020 dengan jatuh tempo
secara berurutan dan bertahap antara
Juli hingga September 2021, sejalan
dengan jangka waktu relaksasi
kebijakan collateral ECB.
4. Merilis Pandemic Emergency Purchase
Program (PEPP), yaitu program
pembelian aset yang diterbitkan publik
dan swasta yang termasuk dalam
kategori aset eligible untuk Asset
Purchase Program (APP) senilai EUR
1,35 triliun hingga Juni 2021. Melalui
PEPP, ECB memberikan waiver kepada
sekuritas yang diterbitkan pemerintah
Yunani (junk bond) sehingga dapat
disertakan sebagai collateral bond
(dari persyaratan minimal: investment
grade). ECB menyatakan proses
pembelian dalam PEPP akan terus
dilakukan secara fleksibel antar kelas
aset dan yurisdiksi Kawasan Euro dari
waktu ke waktu.
5. Melakukan penambahan nilai
pembelian bersih program APP
yang telah berjalan dengan total
net purchase sebesar EUR120 miliar
hingga akhir 2020 (di luar program
APP existing sebesar EUR20 miliar per-
bulan), dan melonggarkan beberapa
kriteria Corporate Sector Purchase
Program (CSPP) dan Public Sector
Purchase Program (PSPP).
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
35
kepada UKM dalam rangka
mempertahankan lapangan kerja
di EU.
2. Kebijakan Fiskal Empat Negara Utama
Selain inisiatif EC, otoritas fiskal
negara anggota Kawasan Euro juga
meluncurkan stimulus fiskal untuk
mengatasi dampak pandemi COVID-19
di negara masing-masing. Beberapa
insiatif fiskal negara utama Kawasan Euro
(Jerman, Prancis, Italia dan Spanyol) secara
ringkas disajikan dalam tabel 1.
Tabel 2.4 Beberapa Stimulus Fiskal Empat Negara Utama Kawasan Euro
Jerman Prancis Italia Spanyol• Jaminan pemerintah
atas pinjaman perusahaan yang terdampak COVID-19 dengan total EUR822 miliar melalui skema Economic Stabilisation Fund dan pinjaman dari KfW.
• Relief measures kepada UKM dan self-employed sebesar EUR50 miliar; subsidi upah pekerja yang penghasilannya turun karena pengurangan jam kerja (Short term work scheme); pengembalian iuran kontribusi sosial bagi pihak yang mengalami pengurangan jam kerja; serta penundaan pembayaran pajak dan kontribusi social security EUR33,5 miliar.
• Pengeluaran yang terdiri atas budget tambahan senilai EUR156 miliar; dan tambahan untuk Economic Stabilisation Fund sebesar EUR100 miliar dan refinancing loans EUR100 miliar, serta bantuan kepada venture capital untuk start-ups EUR2 miliar.
• Jaminan atas pinjaman perusahaan yang terdampak COVID-19 dan cadangan re-asuransi jaminan senilai EUR300 miliar.
• Spending and relief measure total sebesar EUR110 miliar (±4,5% dari PDB).
• Kebijakan lainnya berupa penundaan tagihan listrik, air dan cicilan kredit korporasi.
• Jaminan dan likuiditas total EUR750 miliar a.l. i) EUR200 miliar melalui Cassa Depositie Prestiti untuk menjamin s.d 90% nilai pinjaman perusahaan besar; ii) Jaminan EUR200 miliar untuk kredit ekspor, bekerjasama dengan Export Credit Agency Italia (SACE); iii) Jaminan oleh pemerintah senilai EUR0,5 miliar, untuk meningkatkan likuiditas tambahan sebesar EUR 10 miliar; iv) kenaikan dana pada SME Guarantee Fund dari EUR40 miliar menjadi EUR100 miliar.
• Relief measures sebesar EUR25 miliar (1,4% PDB).
• Bantuan lain, berupa larangan memberhentikan pegawai selama dua bulan, dan penundaan pembayaran cicilan UKM yang paling terdampak COVID-19.
• Jaminan atas pinjaman yang diajukan korporasi.
• Kebijakan untuk sektor bisnis dan kesehatan, a.l penundaan pembayaran pajak selama 6 bulan senilai EUR14 miliar.
• Kebijakan lainnya, a.l. i) penundaan sementara pembayaran utility dan cicilan kredit perumahan; ii) extraordinary allowance self-employed workers yang terdampak; iii) EUR300 juta untuk layanan sosial dan EUR300 juta lainnya dialokasikan kepada pemerintah regional untuk membantu warga yang rentan; iv) EUR25 juta untuk bantuan makanan anak-anak yang rentan sebagai akibat dari penutupan sekolah.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
36
2.3. Inggris
Pandemi COVID-19 menurunkan
perekonomian global, termasuk Inggris.
PDB Inggris TW1-20 terkontraksi menjadi
-1,6% yoy (terburuk sejak Global Financial
Crisis), menurun tajam dari 1,1% pada TW4-
19. Pelemahan kinerja ekonomi tersebut
merupakan implikasi dari langkah kebijakan
lockdown yang cukup ketat untuk membatasi
penyebaran virus COVID-19. Pembatasan
aktivitas masyarakat telah menekan konsumsi
rumah tangga, investasi dan aktivitas
perdagangan. Belanja pemerintah berupa
stimulus fiskal menjadi satu-satunya faktor
yang menahan pelemahan ekonomi lebih
dalam.
Tekanan inflasi dalam dua bulan
terakhir TW1-20 mengalami penurunan akibat
berkurangnya permintaan dan pelemahan
harga minyak. IHK Maret 2020 tercatat
sebesar 1,5% yoy dan inflasi inti sebesar
1,6%, di bawah target 2,0%. Pelemahan
harga minyak dunia turut menurunkan harga
di level produsen menjadi 0,3% yoy pada
Maret.
Otoritas menempuh kebijakan
akomodatif untuk mengatasi pelemahan
ekonomi akibat COVID-19. Bank of England
(BoE) memangkas Bank Rate menjadi sangat
rendah yaitu 0,1% dari sebelumnnya 0,75%
pada Maret 2020. BoE juga menambah
nominal program pembelian aset senilai
GBP200 miliar (total menjadi GBP645 miliar).
Sementara pemerintah menggelontorkan
stimulus fiskal untuk mengatasi dampak
COVID-19 dalam bentuk dukungan kepada
sektor kesehatan, bantuan kepada korporasi
dan UMKM, penundaan dan penghapusan
pajak, serta bantuan kepada pekerja. Hingga
25 Mei 2020, total stimulus fiskal yang
dikucurkan telah mencapai GBP476 miliar
(21,6% PDB).
Prospek ekonomi diprediksi
menurun tajam akibat pandemi COVID-19
dan penerapan containment measures.
BoE pada Monetary Policy Report Mei
2020 memprediksi ekonomi Inggris 2020
terkontraksi tajam -14,0% yoy, jauh lebih
rendah dari capaian 2019 sebesar 1,4%.
Ekonomi kemudian diprediksi membaik pada
2021 dan tumbuh 15,0% seiring dengan
pelonggaran lockdown. IMF juga merevisi ke
bawah pertumbuhan ekonomi Inggris 2020,
menjadi -10,2% yoy (WEO Juni 2020), dari
sebelumnya -6,5% (WEO April 2020).
Kinerja ekonomi Inggris dapat
mengalami tekanan dari sejumlah risiko.
Tekanan dapat berasal dari ketidakpastian
prospek ekonomi global, second wave
infection, kenaikan tingkat pengangguran,
dan potensi no-trade-deal dengan Uni Eropa.
Sementara itu, juga terdapat faktor yang
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
yaitu stimulus moneter dan fiskal, relaksasi
lockdown dan kembali berjalannya aktivitas
ekonomi, serta reopening economy negara
mitra yang dapat mendukung aktivitas
perdagangan.
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
37
(-3,0% yoy dari 1,7% pada TW4-19) karena
cuaca buruk dan terbatasnya tenaga kerja
akibat pandemi COVID-19. Sektor industri
terkontraksi (-4,9% dari -2,1% pada TW4-19)
disebabkan pelemahan sektor pertambangan,
manufaktur, listrik dan air yang terdampak
containment measures. Sektor jasa juga
terkontraksi (-1,0% dari 1,4% pada TW4-
19) karena penurunan aktivitas ekonomi
yang disebabkan penghentian bisnis dan
pembatalan order, termasuk sektor pariwisata
yang terdampak travel restrictions. Sementara
itu, sektor agrikultur masih terkontraksi
(-0,4% yoy dari -1,3% yoy pada TW4-19)
karena keterbatasan seasonal workers dari
luar negeri akibat mitigasi COVID-19.
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.21 Pertumbuhan PDB sektoral
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
-6,0
-5,0
-4,0
-3,0
-2,0
-1,0
0,0
1,0
2,0
3,0
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q12016 2017 2018 2019 2020
% yoy% yoy GDP, lhs Industry, rhs Services, rhs
Agriculture, rhs Construction, rhs
Sumber: ONS
Grafik 2.22 Penjualan Ritel
-25,0
-15,0
-5,0
5,0
15,0
25,0
35,0
45,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
3 6 9 123 6 9 123 6 9 123 6 9 12 32016 2017 2018 2019 2020
% yoy %yoy
Retail Sales Food Stores
Department StoreOnline Stores, rhs Automotive fuel, rhs
Perekonomian Inggris terkontraksi
pada triwulan pertama 2020 akibat
pandemi COVID-19. Per 31 Maret 2020,
jumlah kasus yang terkonfirmasi COVID-19
mencapai lebih dari 32.000 orang dengan
meninggal dunia sekitar 2.400 orang.
Pemerintah merespons dengan menerapkan
social distancing, yang kemudian diikuti
dengan kebijakan lockdown pada 23 Maret
2020.20 Kebijakan tersebut menekan konsumsi
rumah tangga, investasi dan aktivitas
perdagangan sehingga mengakibatkan
PDB TW1-20 terkontraksi sebesar -1,6%
yoy (preliminary data)—terendah sejak
Global Financial Crisis 2008—dan menurun
dari 1,1% yoy (TW4-19).21 Stimulus fiskal
pemerintah menjadi faktor yang menahan
pelemahan ekonomi lebih dalam.
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.20 Pertumbuhan PDB
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
-1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
Q2 Q3 Q4 Q1Q1 Q1Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q42016 2017 2018 2019 2020
% yoy % yoy
GDP, lhs Household, rhsGovernment, rhs Gross Fixed Capital Form, rhsExports, rhs Imports, rhs
Pandemi COVID-19 menyebabkan
kontraksi pada keseluruhan sektor
ekonomi.22 Sektor konstruksi terkontraksi
20 Langkah tersebut disertai dengan kebijakan work from home, penutupan sekolah dan bisnis non-esensial.
21 PDB TW1-20 di bawah ekspektasi Consensus Forecast Januari 2020 sebesar 0,6% yoy.
22 Pangsa sektor jasa 80%, industri 13%, konstruksi 6%, dan agrikultur 1%.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
38
pemburukan sektor tenaga kerja.23 Sentimen
bisnis ke depan diperkirakan masih gloomy
akibat COVID-19, tercermin dari pelemahan
PMI yang tetap berada di zona kontraktif.
PMI komposit melemah ke 47,4 dari 49,5
pada TW4-19, terutama PMI jasa yang
turun menjadi 47,2 dari 49,8 pada TW4-
19. Kunjungan wisatawan menurun drastis
sehingga berdampak negatif pada kinerja
perhotelan, restoran, transportasi dan travel.
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.23 Purchasing Manager Index
30
35
40
45
50
55
60
65
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32016 2017 2018 2019 2020
Indeks
PMI Composite PMI ManufacturingPMI Services PMI Construction
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.24 Neraca Perdagangan
-20,0
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32016 2017 2018 2019 2020
% yoy Miliar GBP
Trade Balance, lhs Exports, rhs Imports, rhs
Aktivitas perdagangan mengalami
kontraksi seiring melemahnya per-
23 Tingkat pengangguran Maret 3,9%, naik dari Desember 2019 sebesar 3,8%. Pertumbuhan upah melambat (rerata TW1-20 sebesar 1,0% yoy), dari 1,7% pada TW4-19.
Kebijakan untuk menahan pe-
nyebaran virus telah menurunkan
aktivitas konsumsi, terutama untuk
produk non-esensial. Masyarakat lebih
mengutamakan belanja produk kesehatan
dan makanan, serta mengurangi pembelian
produk non-esensial seperti kendaraan dan
pakaian. Belanja jasa melemah terindikasi
dari penurunan restaurant booking, bioskop,
serta hospitality sector, akibat kebijakan
social distancing. Konsumsi juga mengalami
tekanan dari menurunnya jumlah wisatawan
akibat diberlakukannya travel restriction.
Pelemahan konsumsi terutama
terjadi pada Maret 2020 seiring di-
berlakukannya kebijakan lockdown dan
social distancing. Penjualan ritel Maret
terkontraksi -4,6% yoy, dibandingkan
Februari sebesar 1,56% yoy, diakibatkan
oleh kebijakan pembatasan yang ketat
seperti penutupan toko dan bisnis. Registrasi
mobil baru TW1-20 terkontraksi lebih dalam
(-18,2% yoy dari -1,5% pada TW4-19) akibat
penurunan minat belanja durable goods
dan penutupan showrooms. Masyarakat
masih akan menahan belanja seiring dengan
kepercayaan konsumen yang tetap berada
pada teritori negatif (rerata TW1-20 sebesar
-8,3, dari -13,0 pada TW4-19).
Kegiatan produksi mengalami
tekanan akibat kebijakan containtment
dan pelemahan permintaan. Rerata
produksi industri TW1-20 terkontraksi -4,9%
yoy (dari -2,1% pada TW4-19) terdampak
penutupan usaha/pabrik, penurunan
permintaan domestik dan eksternal, serta
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
39
(dari 3,1% pada TW4-19). Rerata upah riil
TW1-20 juga turun ke 1,0% yoy dari 1,7%
pada TW4-19. Penurunan upah terutama
dipengaruhi pelemahan kinerja sektor jasa
(layanan bisnis, retail, hotel dan restoran).
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.27 Tingkat Pengangguran dan Upah
Unemployment Rate, lhs Average Weekly Earnings, rhsReal Wage, rhs
-2,0
-1,0
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0
5,5
6,0
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32016 2017 2018 2019 2020
% yoy %
mintaan eksternal. Rerata ekspor TW1-20
terkontraksi menjadi -2,4% yoy (turun dari
11,0% yoy pada TW4-19), terutama ekspor
mesin dan peralatan transportasi, manufaktur,
dan bahan kimia lainnya. Rerata impor TW1-
20 juga terkontraksi menjadi -11,3% yoy
(dari -0,2% yoy pada TW4-19), terutama
impor mesin dan peralatan transportasi,
bahan bakar minyak, manufaktur, dan bahan
kimia. Penurunan ekspor yang lebih tajam
menyebabkan terjadi defisit perdagangan
TW1-20 menjadi -GBP4,8 miliar, dari surplus
GBP8,0 miliar pada TW4-19.
Pelemahan permintaan do-
mestik dan penurunan harga minyak
berkontribusi pada rendahnya tingkat
inflasi. Indeks harga konsumen (IHK) dalam
dua bulan terakhir TW1-20 mengalami
penurunan akibat lockdown, pelemahan
konsumsi rumah tangga, dan anjloknya
harga minyak. Inflasi pada Februari dan Maret
masing-masing sebesar 1,7% dan 1,5%
yoy, turun dari 1,8% pada Januari. Inflasi
di tingkat produsen pada Maret juga turun
(0,3% yoy, dibandingkan Desember 2019
sebesar 0,8% yoy) dipengaruhi penurunan
harga petroleum product. Inflasi produsen
yang rendah mengindikasikan pelemahan IHK
masih akan terjadi.
Pandemi COVID-19 memperburuk
pasar tenaga kerja. Tingkat pengangguran
Maret 2020 meningkat menjadi 3,9%, dari
3,8% pada Desember 2019 seiring maraknya
PHK akibat penutupan kegiatan bisnis.
Seiring kenaikan pengangguran, rerata upah
mingguan TW1-20 turun menjadi 2,8% yoy
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.25 Inflasi IHK
Recreation & Culture, lhsRestaurants and Hotels, lhs
Transport, lhsHousing & Household Services, lhsFood & Non-Alcoholic Beverage, lhs
CPI, rhsCore CPI, rhs
-2
-1
0
1
2
3
4
-10
-5
0
5
10
15
20
25
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32016 2017 2018 2019 2020
% yoy% yoy
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.26 Inflasi PPI
PPI Output Prices, lhsPPI Output Core, lhsPPI Input Prices, rhs
-18,0
-12,0
-6,0
0,0
6,0
12,0
18,0
24,0
30,0
-2,0
-1,0
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32016 2017 2018 2019 2020
% yoy% yoy
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
40
ekonomi pada COVID-19 semakin nyata.
Perkembangan penyebaran COVID-19
yang signifikan menyebabkan penurunan
aktivitas ekonomi. BoE akan terus memonitor
transmisi kebijakan suku bunga serta siap
mengambil kebijakan tambahan untuk
menghindari pengetatan kondisi keuangan
dan mendukung perekonomian.
Sumber: ONS
Grafik 2.29 Utang Pemerintah
Utang Pemerintah Net Debt (% GDP), rhs
76,0
77,0
78,0
79,0
80,0
81,0
82,0
83,0
84,0
85,0
86,0
0,6
0,8
1,0
1,2
1,4
1,6
1,8
2,0
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32016 2017 2018 2019 2020
% GDP Miliar GBP
Sumber: ONS
Grafik 2.30 Keseimbangan Fiskal
Budget BalanceTotal Revenue, rhsTotal Expenditure, rhs
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
-15,0
-12,0
-9,0
-6,0
-3,0
0,0
3,0
6,0
9,0
12,0
15,0
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32016 2017 2018 2019 2020
% yoyMiliar GBP
Pemerintah menggelontorkan
stimulus fiskal untuk mengatasi
dampak COVID-19. Stimulus diberikan
dalam bentuk pemberian jaminan utang
korporasi, penundaan dan penghapusan
pajak, mendukung sektor kesehatan,
dan membayarkan upah pekerja yang
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.28 Kebijakan Moneter
UKAPCBPT Index Additional BoE Asset and Corp Bond Purchase Target, rhsBoE Corp Bond Purchase Target, rhsBoE Asset Purchase Target, rhs
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32016 2017 2018 2019 2020
Miliar GBP %
BoE menempuh kebijakan
akomodatif dengan memangkas suku
bunga dan menambah kuota Asset
Purchase Program (APP). Dampak negatif
pandemi COVID-19 yang diprakirakan secara
signifikan memengaruhi perekonomian
telah mendorong BoE untuk melaksanakan
special monetary meeting pada tanggal 10
Maret 2020. Pada pertemuan tersebut, BoE
menurunkan Bank Rate sebesar 50 bps dari
level 0,75% menjadi 0,25%. BoE kembali
melaksanakan special monetary meeting
pada 19 Maret 2020 yang memutuskan
penurunan Bank Rate sebesar 15 bps
menjadi 0,1%, dan penambahan program
pembelian aset dengan tambahan GBP200
miliar (total GBP645 miliar).24 Pada 25 Maret
2020, BoE mempertahankan Bank Rate pada
level 0,1% dan menilai bahwa konsekuensi
24 Program APP BoE terdiri dari: (i) mempertahankan stok pembelian obligasi korporasi non-keuangan berperingkat kredit layak investasi (investment-grade) pada level GBP10 miliar, (ii) mempertahankan stok pembelian obligasi pemerintah sebesar GBP435 miliar, dan (iii) tambahan pembelian obligasi pemerintah dan obligasi korporasi non-keuangan berperingkat kredit layak investasi (investment grade) sebesar GBP200 miliar.
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
41
telah merevisi ke bawah pertumbuhan Inggris
pada 2020 menjadi terkontraksi ke -10,2%
yoy (WEO Juni 2020), dibandingkan estimasi
sebelumnya -6,5% yoy (WEO April 2020).
Ekonomi Inggris ke depan
dipengaruhi sejumlah risiko. Faktor yang
dapat menyebabkan pelemahan ekonomi
Inggris antara lain ketidakpastian proses
pemulihan ekonomi global dan domestik
pasca COVID-19, risiko second wave
infection, peningkatan pengangguran, dan
potensi no-trade-deal antara Inggris dan
UE pada akhir 2020. Hingga saat ini, trade-
talks antara Inggris dan Uni Eropa masih
terus berlangsung dan belum menghasilkan
kesepakatan. Sementara itu, faktor upside
bagi perekonomian Inggris antara lain
stimulus moneter dan fiskal, relaksasi
lockdown dan kembali berjalannya aktivitas
ekonomi, reopening economy negara mitra
sehingga mendukung aktivitas perdagangan,
serta pelemahan harga minyak.
dirumahkan, termasuk self employed. Hingga
25 Mei 2020, total stimulus fiskal yang
dikucurkan mencapai GBP476 miliar (21,6%
PDB). Peningkatan stimulus fiskal telah
meningkatkan beban fiskal Inggris sehingga
menjadi perhatian lembaga rating. Seiring
dengan itu, Fitch menurunkan Sovereign
Rating Inggris pada 27 Maret 2020 dari
AA menjadi AA-. Menurut Fitch, wabah
COVID-19 menurunkan kinerja public finance
serta meningkatkan defisit fiskal dan rasio
utang.
Prospek ekonomi Inggris diprediksi
menurun tajam seiring dampak pandemi
COVID-19 yang semakin meluas dan
penerapan containment measures. BoE
pada Monetary Policy Report Mei 2020
memprediksi ekonomi Inggris 2020 akan
terkontraksi menjadi -14,0% yoy, jauh lebih
rendah dari capaian 2019 sebesar 1,4% yoy.25
Ekonomi kemudian diprediksi membaik pada
2021 dan tumbuh 15,0% yoy.26 IMF juga
25 Outlook PDB 2020 oleh BOE telah direvisi ke bawah dari 0,75% pada estimasi Januari 2020.
26 Proyeksi 2021 lebih optimis dari prediksi Januari 2020 sebesar 1,50%.
Realisasi
2019 2020 2021 2020 2021 2020 2021 2020 2021GDP (%yoy) 1,4 -10,2 6,3 -14,00 15,0 -8,3 6,0 1,1 1,5Estimasi Sebelumnya - -6,5 4,0 0,75 1,5 1,2 1,2 1,1 1,4CPI (%yoy) 1,3 0,6 0,5 1,2 2,1 1,6 1,9Estimasi Sebelumnya -
- -1,9 2,0 1,5 2,0 1,7 2,0 1,7 1,9
Estimasi sebelumnya: IMF-WEO April 2020, BoE Monetary Policy Report Januari 2020, European Commision Winter Forecast Februari Consensus Forecast Januari 2020.
Estimasi terkini: IMF-WEO Juni 2020, BoE Monetary Policy Report Mei 2020, European Commision Spring Forecast Mei 2020, Keterangan Referensi:
EC CFIMF BoEEstimasi
Tabel 2.5 Estimasi Pertumbuhan Ekonomi
2020,
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
42
miliar dan GBP10 miliar. Selanjutnya,
pada 19 Maret 2020, BoE menambah
program kepemilikan obligasi sebesar
GBP200 miliar menjadi total GBP645
miliar.
3. Meluncurkan Term Funding
Scheme baru untuk memperkuat
transmisi penurunan suku bunga,
dengan insentif tambahan untuk
pinjaman kepada ekonomi riil,
terutama SMEs.
4. Her Majesty’s Treasury (HM Treasury)
dan BoE telah sepakat untuk mem-
perpanjang sementara peng-
gunaan overdraft account
pemerintah di BoE untuk me-
nyediakan sumber likuiditas jangka
pendek tambahan kepada pemerintah
jika diperlukan.
5. Mengaktifkan Contingent Term
Repo Facility untuk melengkapi
fasilitas likuiditas sterling pada Bank.
6. Bersama-sama dengan bank sentral
dari Kanada, Jepang, Euro Area,
AS, dan Swiss, BOE meningkatkan
penyediaan likuiditas melalui USD
liquidity swap line arrangement.
BoksRespons Kebijakan Mengatasi Dampak Pandemi COVID-19
Otoritas moneter dan fiskal merilis
sejumlah kebijakan akomodatif dalam
upaya mengatasi dampak negatif pandemi
COVID-19 terhadap ekonomi Inggris.
Pelonggaran likuiditas, stabilitas ekonomi,
serta bantuan kepada rumah tangga,
bisnis, dan pemerintah daerah menjadi
tujuan kebijakan. Beberapa kebijakan
tersebut, antara lain:
Kebijakan Moneter
1. Menurunkan suku bunga sebesar
65 bps menjadi 0,1%. Penurunan
suku bunga tersebut dilakukan dalam
dua kali special monetary meeting
yaitu 10 Maret 2020 (50 bps menjadi
0,25%), dan 19 Maret 2020 (15 bps
menjadi 0,1%). Level suku bunga
tersebut dipertahankan pada meeting
25 Maret 2020.
2. Memperluas kepemilikan obligasi
pemerintah dan obligasi korporasi
non-keuangan sebesar GBP200
miliar pada Asset Purchase
Program (APP). Pada special
monetary meeting 10 Maret 2020,
BoE mempertahankan jumlah ke-
pemilikan obligasi pemerintah dan
obligasi korporasi non-keuangan
masing-masing sebesar GBP435
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
43
perorangan pada second
payment dengan batas pem-
bayaran yang sebelumnya pada
31 Juli menjadi 31 Januari 2021.
4. Business rates relief
• Bisnis di sektor ritel, perhotelan,
rekreasi, dan bisnis nursery di
England tidak perlu membayar
business rates untuk tahun pajak
2020-2021.
5. Business support grant funds
• Small Business Grant Fund
(SBGF). Usaha bisnis skala kecil
di England yang membayar tarif
bisnis atau tidak sama sekali,
berhak mendapatkan hibah
tunai satu kali sebesar GBP
10.000.
• Retail, Hospitality, and Leisure
Grant Fund (RHLGF). Usaha
bisnis sektor ritel, perhotelan,
dan rekreasi di England berhak
mendapatkan hibah tunai satu
kali hingga GBP25.000.
• Discretionary Granf Fund.
UMKM di England dengan
fixed property costs yang tidak
memenuhi syarat SBGF dan
RHLGF, berhak memperoleh
hibah tunai satu kali hingga
GBP25.000.
Kebijakan Fiskal27
1. Paying the employees.
• Coronavirus Job Retention
Scheme. Skema dengan klaim
sebesar 80% dari upah karyawan
ditambah dengan kontribusi
asuransi nasional dan dana pensiun
yang ditujukan untuk karyawan
yang cuti akibat COVID-19.
2. Paying sick pay
• Statutory Sick Pay (SSP).
Untuk UMKM yang memiliki
karyawan kurang dari 250 orang,
Pemerintah akan mengganti
SSP hingga dua minggu dari
karyawan yang jatuh sakit karena
COVID-19. Nilai SSP saat ini
sebesar GBP95,85 per minggu.
3. Paying tax
• Penangguhan Pajak Per-
tambahan Nilai (PPN). Pe-
nangguhan PPN yang jatuh
tempo antara 20 Maret 2020
dan 30 Juni 2020 ditujukan
untuk membantu pengelolaan
arus kas bisnis.
• Penangguhan Pajak Per-
orangan. Penangguhan pajak
27 https://www.gov.uk/government/collections/f inanc ia l - suppor t - fo r-bus inesses -dur ing- coronavirus-COVID-19#support-for- large-businesses.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
44
• Bounce Back Loan (BBLS).
Skema untuk pinjaman UMKM
antara GBP2.000 hingga 25%
dari omset dengan maksimum
pinjaman sebesar GBP50.000.
Pemerintah menjamin 100%
dan tidak mengenakan biaya
bunga dan biaya lainnya untuk
12 bulan pertama (setelah 12
bulan, suku bunga akan menjadi
2,5% per tahun).
8. Support for large business
• Coronavirus Large Business
Interruption Loan Scheme
(CLBILS). Skema ini membantu
bisnis skala menengah dan
besar untuk mengakses pinjam-
an dan jasa pembiayaan lain-
nya hingga GBP200 juta.
Pemerintah menjamin 80%
pembiayaan tersebut.
• COVID-19 Corporate Finan-
cing Facility (CCFF). Melalui
skema ini, BoE akan membeli
utang jangka pendek dari
perusahaan besar. Skema ini
akan membantu perusahaan
yang berada dalam tekanan
likuiditas jangka pendek.
6. Support for the self-employed
• Self-Employement Income
Support Scheme. Skema
yang memungkinkan untuk
klaim hibah kena pajak senilai
80% dari rerata keuntungan
perdagangan bulanan yang
dibayarkan dalam satu cicilan,
yang mencakup keuntungan
tiga bulan dengan batasan total
GBP7,500.
7. Support for small and medium-
sized business
• Coronavirus Business Inter-
ruption Loan Scheme (CBILS).
Skema ini membantu UMKM
untuk mengakses pinjaman
dan jasa keuangan lainnya
hingga GBP5 juta. Pemerintah
menjamin 80% pembiayaan
kepada pemberi pinjaman, serta
membayar bunga dan biaya
lainnya untuk 12 bulan pertama.
• Future Fund. Skema yang
menyediakan pinjaman pe-
merintah untuk perusahaan
yang berbasis di Inggris mulai
dari GBP125.000 hingga GBP
5 juta. Skema ini dapat diakses
sampai September 2020.
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
45
dan memperluas skema pembelian obligasi
korporasi. Pemerintah juga telah mengeluarkan
paket kebijakan ekonomi darurat untuk
membantu sektor kesehatan, perusahaan,
UMKM, dan rumah tangga.
Kinerja ekonomi Jepang diperkirakan
masih akan berada pada level yang rendah.
BOJ dan IMF bahkan merevisi ke bawah
proyeksi pertumbuhan ekonomi Jepang. BOJ
memerkirakan pertumbuhan ekonomi 2020
akan melambat -5,0 hingga -8,0% yoy, jauh
lebih rendah dibandingkan estimasi Januari
2020 (0,8%-1,1%). Sedangkan, IMF (WEO Juni
2020) memerkirakan ekonomi Jepang 2020
akan terkontraksi -5,8% yoy (dari estimasi
sebelumnya -5,2% pada WEO April 2020).
Kinerja ekonomi Jepang ke depan
dipengaruhi oleh sejumlah faktor downside
dan upside risks. Faktor downside risks antara
lain pelambatan pertumbuhan ekonomi
global dan mitra dagang utama, gangguan
rantai pasokan industri, rasio utang publik
yang tinggi, serta faktor struktural domestik
seperti aging population. Sementara, upside
risks bagi ekonomi Jepang bergantung pada
keberhasilan implementasi paket kebijakan
ekonomi darurat pemerintah dan langkah BOJ
dalam menjaga Sistem Stabilitas Keuangan,
serta memastikan terjaminnya penyaluran
pembiayaan bagi dunia usaha terdampak
COVID-19.
Perekonomian Jepang kembali
mengalami pertumbuhan ekonomi
negatif pada kuartal pertama 2020.
2.4 Jepang
Perekonomian Jepang kembali
mengalami kontraksi pertumbuhan pada
kuartal pertama 2020. Ekonomi Jepang
TW1-20 tumbuh negatif -2,0% yoy—
terendah dalam lima tahun terakhir—setelah
terkontraksi -0,7% pada TW4-19.28 Pelemahan
tajam tersebut merupakan dampak dari
sejumlah shocks, yaitu bencana taifun dan
kenaikan pajak konsumsi, yang diperburuk
dengan pandemi COVID-19 serta penundaan
Olimpiade dan Paralympiade Tokyo 2020.
Kontraksi ekonomi TW1-20
dikontribusi oleh pelemahan pada hampir
seluruh indikator pertumbuhan ekonomi,
terutama konsumsi, ekspor, dan investasi.
Pengeluaran pemerintah menjadi satu-satunya
faktor yang menahan perlambatan ekonomi
lebih dalam. Permintaan domestik tertekan
oleh langkah pembatasan aktivitas masyarakat
disertai ekspektasi konsumen yang rendah.
Akibatnya kegiatan produksi yang sempat
membaik, terindikasi kembali melemah.
Prospek perdagangan eksternal yang melemah,
kembali menekan defisit neraca perdagangan.
Harga konsumen terdeflasi sehingga makin
jauh dari target inflasi pemerintah.
Pemerintah merilis sejumlah kebijakan
akomodatif untuk mempertahankan
keberlangsungan ekonomi dan menahan
pemburukan lebih dalam. Bank of Japan
merespons dampak negatif COVID-19
dengan melakukan pelonggaran moneter
seperti menambah nilai pembelian aset,
28 Preliminary estimate.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
46
ekspor dan investasi. Konsumsi rumah
tangga terkontraksi -2,8% yoy (dari -2,3%,
TW4-19), terdampak pelemahan daya beli
masyarakat akibat containment measures
penanganan COVID-19. Ekspor tumbuh
melambat (-6,2% yoy dari -1,8% pada
TW4-19), imbas dari pelemahan permintaan
mobil dan auto parts akibat rantai pasokan
yang terganggu. Investasi juga kembali
turun (-3,0% dari -1,7% pada TW4-19),
seiring penutupan/penghentian operasional
sejumlah perusahaan. Di tengah pelemahan
tersebut, pemerintah meningkatkan stimulus
dengan harapan dapat menahan pelemahan
ekonomi lebih dalam. Belanja pemerintah
naik sebesar 2,5% yoy (dari 2,3%, TW4-
19), sejalan dengan peningkatan anggaran
supplementary budget FY2019 dan initial
budget for FY2020.32
Aktivitas konsumsi melanjutkan
pelemahan pasca kenaikan consumption
tax. Upaya menghentikan penyebaran
virus berdampak langsung pada penurunan
konsumsi TW1-20 menjadi -2,8% yoy (dari
-2,3%, TW4-19). Penurunan paling besar
terjadi pada konsumsi semi-durable goods
(-8,6% dari -6,9% pada TW4-19) dan
konsumsi jasa (menjadi -3,2% dari -1,1%
pada TW4-19). Penurunan tersebut sejalan
dengan penjualan department store yang
jatuh akibat stay at home order, serta travel
restriction dan himbauan pemerintah untuk
mengurangi non-essential trip.33 Peningkatan
32 Fiscal Year (FY) berlangsung dari April tahun berjalan hingga Maret tahun selanjutnya.
33 Penjualan department stores TW1-20: -16,2% yoy (TW4-19: -9,5%)
Ekonomi Jepang terkontraksi -2,0% yoy (dari
-0,7%, TW4-19) dan merupakan kontraksi
terdalam pasca Global Financial Crisis.29,30 Jika
dibandingkan dengan kuartal sebelumnya,
PDB Jepang TW1-20 terkontraksi -0,9% qoq
(setelah tumbuh negatif -1,9% qoq), dan
mengalami technical recession. Pemburukan
kinerja ekonomi Jepang merupakan
akumulasi dari dampak bencana taifun dan
kenaikan pajak konsumsi pada kuartal akhir
2019. Ekonomi yang tertekan kemudian
diperparah oleh penyebaran COVID-19 yang
dimulai pada Januari 2020.
Kasus penyebaran COVID-19
di Jepang menekan kinerja ekonomi
Jepang pada awal 2020. Kasus infeksi dan
kematian akibat COVID-19 di Jepang masih
terus meningkat, mencapai 17.141 kasus
dengan 916 kematian (per 10 Juni 2020).
Meski jumlah kasus tidak separah negara
maju lain, ekonomi Jepang terdampak cukup
parah akibat kebijakan pembatasan yang
diterapkan oleh pemerintah guna mitigasi
penyebaran virus lebih luas.31 Travel advice,
social distancing measures, work and school
from home, hingga penutupan sejumlah non-
essential stores menyebabkan pelemahan
ekonomi dan kenaikan angka pengangguran.
Kontraksi PDB pada TW1-20
dipengaruhi oleh pelemahan konsumsi,
29 Resesi pada Global Financial Crisis 2008-2009 mencapai -8,8% yoy pada TW1-09.
30 Realisasi PDB TW1-20 lebih baik dibandingkan proyeksi Consensus Forecast 11 Mei 2020 sebesar -3,1% yoy.
31 Jika dibandingkan dengan jumlah kasus COVID-19 AS sebanyak 2.045.715 orang, Inggris 289.140 orang, Singapura 38.965 orang (10/6).
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
47
containment measures COVID-19. Meski
tingkat upah riil sedikit membaik menjadi
0,03% yoy (dari -0,7%, TW4-19), masyarakat
mengkhawatirkan akan terjadi penurunan
upah, tercermin pada indeks kepercayaan
konsumen yang jatuh makin dalam.35
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.33 Ketenagakerjaan
-2,5
-2
-1,5
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
58,0
58,5
59,0
59,5
60,0
60,5
61,0
61,5
62,0
62,5
63,0
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32017 2018 2019 2020
% yoy Unemployment Rate LFPR, rhs Upah Riil, rhs
Aktivitas produksi industri Jepang
masih negatif meski mengalami sedikit
perbaikan. Kontraksi produksi industri
TW1-20 menyempit -4,4% yoy (dari -6,8%
pada TW4-19). Perbaikan produksi sempat
terjadi didorong oleh peningkatan produksi
elektronik untuk mendukung kegiatan stay
at home order.36 Namun, aktivitas produksi
kembali menghadapi tantangan dari
COVID-19. Hasil survei Tankan BOJ mengalami
pemburukan sentimen kondisi bisnis baik
pada perusahaan manufaktur maupun non-
manufaktur, imbas dari penutupan sejumlah
pabrik untuk membatasi penyebaran COVID-
19.37 Ketergantungan Jepang terhadap sektor
35 Indeks kepercayaan konsumen Mar-20: 36,0 (TW4-19:38,1)
36 Rerata Produksi Industri Elektronik TW2-20 sebesar 0,3% yoy (TW4-19: -12,5%).
37 Tankan large manufacturer TW1-20 sebesar -8,0 (TW4-19: 0); large non-manufacturer sebesar 8,0 (TW4-19: 20,0).
konsumsi makanan dan obat-obatan tidak
cukup menahan pelemahan konsumsi secara
keseluruhan.34
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.31 Pertumbuhan PDB Jepang
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
-3,0
-2,2
-1,3
-0,5
0,4
1,3
2,1
3,0
Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q12015 2016 2017 2018 2019 2020
% yoy% yoy
GDP, lhs Household Consumption, rhs
Government Consumption, rhsGFCF, rhs
Exports, rhsImports, rhs
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.32 Indikator Konsumsi
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
-35
-25
-15
-5
5
15
25
1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32017 2018 2019 2020
%yoy %yoy
Belanja Rumah TanggaPenj. KendaraanDept. StoreConsumer Confidence, rhs
Keketatan pasar tenaga kerja
dan ketidakpastian pertumbuhan upah
berkontribusi pada pelemahan konsumsi.
Tingkat pengangguran Maret 2020 kembali
meningkat menjadi 2,5% (dari 2,2%, Des-
19), bersamaan dengan tingkat partisipasi
tenaga kerja yang menurun menjadi 62,0%
(dari 62,1% pada Des-19). Keketatan pasar
tenaga kerja dipicu penurunan ativitas
produksi pada sektor yang terdampak
34 Konsumsi RT Food TW1-20: 1,7% yoy (TW4-19: -1,9%); konsumsi RT medical care TW1-20: 5,5% yoy (TW4-19: 3,1%)
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
48
pada TW4-19. Pelemahan impor yang lebih
dalam dibandingkan penurunan ekspor
mengakibatkan defisit neraca perdagangan
menyempit menjadi JPY203,1 miliar (dari
JPY236,3 miliar pada TW4-19). Meski
perdagangan mengalami defisit, namun
di sisi lain current account surplus kembali
meningkat, didorong kenaikan foreign
investments. Surplus neraca berjalan TW1-
20 menjadi JPY5.752 miliar (dari JPY3.748,2
miliar pada TW4-19), dan capital and financial
account surplus meningkat menjadi JPY6,8
triliun (dari JPY2,2 triliun, TW4-19) didukung
oleh peningkatan reinvestasi langsung.
Inflasi terus melemah akibat
penurunan permintaan dan harga
minyak. Indeks harga konsumen Maret 2020
turun menjadi hanya 0,4% yoy (dari 0,8%
pada Des-19), menjauh dari target inflasi
(2,0%) akibat penurunan harga transportasi,
komunikasi dan pendidikan. Core inflation (di
luar food and energy) turun menjadi 0,4%
(dari 0,7% yoy pada Des-19). Penurunan
inflasi disebabkan oleh permintaan domestik
yang menurun dalam situasi pandemi, serta
jatuhnya harga minyak dunia. Sementara itu,
indeks harga produsen mengalami deflasi
sebesar -0,4% yoy (dari 0,9% pada Des-19),
tertekan oleh penurunan harga raw material.
BOJ dan Pemerintah Jepang
mengambil kebijakan akomodatif dalam
mengatasi pelemahan ekonomi akibat
COVID-19. Langkah kebijakan akomodatif
ditempuh baik oleh otoritas fiskal maupun
moneter (lihat boks). Rangkaian kebijakan
akomodatif BOJ diarahkan untuk menstabilkan
pariwisata menyebabkan sektor jasa sangat
tertekan. Rerata PMI jasa TW1-20 menurun
menjadi 43,9 (dari 49,8 pada TW4-19),
dengan pelemahan tajam pada Maret yang
mencapai 33,8.38
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.34 PMI
30
35
40
45
50
55
60
6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32017 2018 2019 2020
Indeks PMI Composite PMI Manufacturing PMI Services
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.35 Indikator Daya Beli Masyarakat
-25,0
-20,0
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32017 2018 2019 2020
IP, NSA IP Mining IP Manufacturing
Kinerja eksternal Jepang masih
tertekan oleh pelemahan ekonomi dunia
yang terdampak containment measures
penanganan COVID-19. Ekspor pada
TW1-20 masih lemah dan tumbuh -5,1%,
sedikit membaik dari dari -7,8% yoy pada
TW4-19. Sementara itu, impor tumbuh
-7,5%, sedikit membaik dari -11,7% yoy
38 PMI Komposit: 44,4 (TW4-19: 49,2); PMI Manufaktur: 47,1 (TW4-19: 48,6).
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
49
sebelumnya yang memperkirakan ekonomi
akan mengalami recovery pada 2020 sulit
untuk tercapai. Bahkan BOJ merevisi ke
bawah proyeksi PDB 2020 menjadi -5,0% s.d
-3,0% yoy, turun tajam dari proyeksi Januari
2020 di kisaran 0,8% s.d 1,1%. Sedangkan,
IMF memprediksi ekonomi Jepang 2020 akan
terkontraksi lebih dalam menjadi -5,8%, dari
proyeksi April 2020 (-5,2%) (Tabel 2.6).
Perekonomian Jepang ke depan
cenderung diwarnai dengan downside
risks. Risiko yang dapat menekan ekonomi
antara lain: (i) perlambatan ekonomi global
dan mitra dagang utama, (ii) pembatasan
mobilitas orang dan gangguan rantai pasok
produksi industri, (iii) utang publik tinggi dan
ketidaksinambungan fiskal, dan (iv) faktor
struktural domestik (aging population dan
rigiditas pasar tenaga kerja). Sedangkan,
upside risks bagi ekonomi Jepang bergantung
pada keberhasilan implementasi kebijakan
paket ekonomi darurat pemerintah dan
langkah BOJ dalam menjaga Stabilitas
Sistem Keuangan (SSK), serta memastikan
terjaminnya penyaluran pembiayaan bagi
dunia usaha yang terdampak COVID-19.
sistem keuangan, sedangkan rangkaian
kebijakan yang diluncurkan oleh pemerintah
ditujukan untuk mendukung kinerja kesehatan,
industri, hingga rumah tangga.
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.36 Kinerja Eksternal
-130
-80
-30
20
70
120
-3000
-1000
1000
3000
5000
7000
9000
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32017 2018 2019 2020
Miliar JPY Financial AccountCurrent Account
Capital Account
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.37 Indeks Harga Konsumen dan Produsen
-3,0
0,0
3,0
6,0
9,0
12,0
15,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
1 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32017 2018 2019 2020
% yoy % yoy
CPI CPI excl. Food & EnergyCPI excl. Fresh FoodPPI, rhs
Outlook kinerja ekonomi Jepang
pada 2020 semakin tertekan. Ekspektasi
2019 2020 2021 2019 2020 2021-5,0 s.d -3,0 2,8 s.d 3,9 -0,7 s.d -0,3 0,0 s.d 0,7
(FY20) (FY21) (FY20) (FY21)
0,8 s.d 1,1 1,0 s.d 1,3 1,0 s.d 1,1 1,2 s.d 1,6
(FY20) (FY21) (FY20) (FY21)
IMF WEO (Juni 2020) -5,8 2,4 n.a n.a
IMF WEO (April 2020) -5,2 3,0 0,2 0,4
CF (April 2020) -3,3 2,1 -0,1 0,2
CF (Februari 2020) 0,3 0,8 0,6 0,6
OECD (Maret 2020) 0,2 0,7 n.a n.a
OECD (Jan 2020) 0,6 0,7 n.a n.aSumber: BOJ Outlook, IMF WEO Jun-20, CF Apr-20, OECD Mar-20
n.a
Institusi PDB (% yoy) Inflasi (% yoy)
BOJ (April 2020)
BOJ (Jan 2020) 0,8
(FY19)0,6
(FY19)
0,8(CY19)
0,6(CY19)
Tabel 2.6 Realisasi dan Proyeksi PDB Jepang
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
50
penambahan likuiditas dengan tenor
lebih panjang, pembelian Japan
Government Securities (JGS) secara
repo, serta pembelian outright JGB
yang tidak dijadwalkan sebelumnya.
Sementara itu, guna mengurangi
keketatan supply demand JGS di pasar
repo, BOJ juga akan meningkatkan
jenis JGS yang ditawarkan pada SLF
dan menawarkan penjualan JGS
secara repo.
• Penurunan pricing standing USD
liquidity swap arrangement menjadi
US Overnight Indexes Swap (OIS) +
25bps pada swap line G-7 antara
BOJ, BOC, BOE, ECB, The Fed, dan
SNB untuk mengurangi keketatan
likuiditas USD (dengan tenor 84 hari).
• Pembiayaan khusus pada korporasi
terdampak COVID-19. Pinjaman
sampai dengan senilai utang
korporasi yang ditempatkan sebagai
standing proof. Durasi pinjaman
selama setahun dengan bunga 0%
pa. Jumlah maksimum pinjaman
tergantung pada besaran jaminan.
Implementasi pembiayaan khusus
dimulai pada 24 Maret hingga 30
September 2020.
BoksRespons Kebijakan Mengatasi
dampak Pandemi COVID-19
Pemerintah Jepang menerapkan
kebijakan akomodatif baik di bidang
moneter maupun fiskal dalam mengatasi
pandemi COVID-19. Kebijakan ditujukan
untuk mendukung sektor kesehatan dan
perekonomian.
Kebijakan Moneter
BOJ pada Monetary Policy Meeting
(MPM) 27 April 2020 memutuskan
untuk kembali melakukan pelonggaran
kebijakan dengan: (i) mempertahankan
suku bunga jangka pendek pada -0,1%;
(ii) mempertahankan yield curve control
(suku bunga jangka panjang Japanese
Government Bond (JGB) 10 tahun ±0%,
dengan tidak lagi menerapkan batas
atas jumlah pembelian; (iii) melakukan
pembelian aset Exchange Traded Funds
(ETF), Japanese Real Estate Investment
Trust (J-REITS), JGB dan Treasury Bills
(T-Bills), (iv) memperluas volume dan skema
pembelian Commercial Paper (CP) dan
obligasi korporasi; serta (v) melanjutkan
implementasi kebijakan terkait Securities
Lending Facility (SLF).
Rincian Kebijakan Moneter antara lain:
• Operasi moneter guna mendukung
stabilitas pasar uang berupa
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
51
bagi pelaksanaan SLF antara 25 Maret
– 30 April 2020.
• Swap line bilateral. BOJ dapat
menyediakan likuiditas dalam
Thailand Baht (THB), dalam rangka
memperkuat dan memperlancar
hubungan bisnis antara Jepang dan
Thailand.
• Operasi moneter. BOJ meminjamkan
ETF kepada eligible counterparties
maksimal selama satu tahun.
Counterparties menempatkan jamin-
an uang tunai di trustee (di muka)
senilai harga pasar ETF x 108%
(margin ratio).
• Operasi moneter. BOJ memutuskan
suku bunga jangka pendek tetap
di -0,1% dan suku bunga jangka
panjang JGB 10 tahun tetap di sekitar
0%, namun menghapuskan batas
atas jumlah pembelian.
• Operasi moneter. BOJ melakukan
pelonggaran melalui pembelian aset
berupa: (i) ETF dan J-REITS masing-
masing dengan batas atas tahunan
JPY12 triliun dan JPY180 triliun, (ii)
pembelian JGB dan T-Bills secara aktif.
• Operasi moneter untuk menyuntikan
likuiditas melalui: (i) peningkatan
volume dan perluasan skema
pembelian Commercial Paper (CP)
menjadi total JPY20 triliun dan
• Operasi moneter untuk pelonggaran
moneter melalui: (i) Pembelian
aktif JGB dan penyediaan likuiditas
USD, (ii) Melakukan kebijakan
operasional baru untuk memfasilitasi
pembiayaan korporasi berupa
penyediaan pinjaman dengan
jaminan utang korporasi dengan suku
bunga 0% dan tenor hingga satu
tahun, (iii) Pembelian aktif ETF dan
J-REITS sehingga outstanding akan
meningkat dengan batas atas sekitar
JPY12 triliun dan JPY180 miliar.
• Swap line G-7. BOC, BOJ, BOE, ECB,
Fedres, dan SNB mengumumkan
langkah terkoordinasi untuk
memastikan ketersediaan likuiditas
dengan menawarkan likuiditas USD
berupa standing USD liquidity swap
line arrangement, menawarkan
lelang tenor 84 hari, serta sepakat
meningkatkan frekuensi lelang
dari tujuh hari menjadi setiap hari
setidaknya hingga akhir April dengan
suku bunga tetap dan jumlah yang
tak terbatas.
• Operasi moneter guna menstabilkan
pasar repo melalui pelonggaran
Supply-Demand JGS di pasar
dengan: (i) memperpanjang waktu
implementasi SLF hingga 30 April,
dan (ii) relaksasi batas atas jumlah
bid per-lelang dari 20 menjadi 30 JGS
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
52
tingginya stimulus fiskal berdampak
negatif pada beban utang dan makin
mempersempit ruang kebijakan.40
Rincian Kebijakan Fiskal antara lain:
• Dukungan jaminan penuh dari Japan
Federation of Credit Guarantee (JFG)
atas pinjaman yang diajukan oleh
seluruh UKM terdampak COVID-19
melalui skema khusus Safety Nets for
Financing Guarantee.
• Peluncuran paket stimulus darurat
kedua dengan total nilai mencapai
sekitar JPY430 miliar. Paket ini
ditujukan untuk: (i) pembelian masker
tambahan dan melarang penjualan
kembali masker, (ii) membangun
sistem subsidi untuk karyawan dan
subkontraktor, program sepulang
sekolah, layanan pusat dukungan
keluarga, dan peningkatan voucher
untuk layanan pengasuhan bayi,
(iii) perluasan subsidi penyesuaian
pekerjaan khususnya untuk UKM dan
perusahaan besar, dan (iv) membuat
program pinjaman khusus untuk
usaha mikro, kecil dan menengah
tanpa jaminan.
• Paket bantuan tambahan dari paket
darurat kedua berupa fasilitas kredit
dengan total nilai JPY1,6 triliun,
40 Rasio government debt to GDP Jepang mencapai 238,2% PDB pada 2018.
obligasi korporasi, (ii) memperpanjang
implementasi kebijakan peningkatan
jumlah SLF dan meningkatkan jumlah
batas atas jumlah JGS yang dapat
ditawarkan
• Penguatan skema pembiayaan khusus
untuk korporasi terdampak COVID-19,
yaitu: (i) memperlebar range
agunan dalam memperhitungkan
jumlah pinjaman maksimum, (ii)
meningkatkan jumlah pihak yang
memenuhi syarat untuk mendapatkan
pinjaman, dan (iii) menerapkan tingkat
bunga positif (0,1%) ke saldo rekening
giro di Bank yang termasuk bagian
pembiayaan khusus.
Kebijakan Fiskal
Pemerintah telah mengeluarkan
paket kebijakan ekonomi darurat dan
supplementary budget mencapai JPY234
triliun (setara dengan 40% PDB), yang
meliputi: (i) pengembangan upaya
pencegahan dan pengendalian infeksi,
pembentukan sistem layanan medis,
vaksin dan obat-obatan, (ii) stimulus fiskal
pemberian subsidi dan keringanan pajak
untuk perusahaan, UKM, dan rumah
tangga yang terdampak, (iii) fasilitas
kredit tanpa bunga, dan (iv) kebijakan
makroprudensial.39 Namun demikian,
39 Japan’s stimulus packages now total about 234 trillion yen, equal to more than 40% of gross domestic product.– Bloomberg, 12 Juni 2020.
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
53
berikut dengan penundaan
pembayaran pajak konsumsi
dan pajak lain hingga
mencapai total JPY26 triliun.
• Kesepakatan BOJ dan FSA untuk
mengembangkan prosedur yang
memberi kelonggaran saldo rekening
Giro Wajib Minimum lembaga
keuangan dari ukuran paparan rasio
leverage.
• Tambahan second package JPY33
triliun guna mendukung pendanaan
perusahaan JPY11,6 triliun, dukungan
bagi tenaga medis JPY3 triliun, subsidi
biaya sewa bagi UKM JPY2 triliun,
subsidi bagi single parents JPY4,7
triliun, pemerintah wilayah JPY2
triliun, dan cadangan darurat JPY10
triliun.
• Tambahan extra budget JPY31,9
triliun guna mendukung recovery
ekonomi. Sepertiga dari extra budget
(sekitar JPY10,7 triliun) digunakan
untuk pembiayaan perusahaan
terdampak COVID-19 yang kesulitan,
JPY2 triliun digunakan untuk subsidi
biaya sewa perusahaan, sekitar JPY9
triliun digunakan untuk mendukung
tenaga medis, dan JPY10 triliun
digunakan sebagai cadangan darurat.
terdiri dari: (i) JPY606 miliar safety
net loans and guarantee, (ii) JPY543
miliar pinjaman khusus bagi bisnis
terdampak COVID-19, (iii) JPY250
miliar financial support for the supply
chain from JBIC, dan (iv) JPY240 miliar
financial support from Development
Bank of Japan.
• Peluncuran paket stimulus darurat
ketiga dengan total sekitar JPY108
triliun. Paket tersebut dikelompokkan
menjadi:
1. Stimulus fiskal berupa
peningkatan subsidi employ-
ment adjustment subsidies,
penurunan pajak properti,
bantuan tunai pada UKM
sebesar JPY2 juta dan pada
perusahaan sebesar JPY1 juta,
dan bantuan tunai bagi rumah
tangga sebesar JPY100.000
per individu.
2. Fasilitas kredit berupa pinjaman
tanpa bunga, unsecured
dengan pembayaran utang
pokok maksimum lima tahun.
3. Kebijakan makroprudensial
berupa penangguhan pem-
bayaran premi jaminan
sosial selama satu tahun,
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
54
obligasi pemerintah daerah (untuk
pembangunan infrastruktur) dan bantuan
sosial bagi masyarakat yang terdampak.
Aktivitas ekonomi Tiongkok
berpotensi melambat pada 2020, meskipun
titik terendah diperkirakan telah berlalu
pada TW1-20. IMF & Consensus Forecast
memprakirakan COVID-19 akan menahan
pertumbuhan ekonomi Tiongkok menjadi
1,0% dan 1,4% yoy (2020), melambat dari
6,1% pada 2019. Pencapaian ekonomi
Tiongkok akan bergantung pada laju
pemulihan seluruh sektor yang terdampak,
serta pemulihan permintaan eksternal yang
akan ditentukan oleh kesuksesan negara lain
dalam memerangi wabah tersebut. Risiko
utama yang membayangi Tiongkok adalah
potensi second wave infection yang dapat
memicu kembali penerapan lockdown &
meningkatnya ketegangan politik terutama
dengan AS.
Pada triwulan pertama 2020,
ekonomi Tiongkok terkontraksi tajam
-6,8% yoy (dari 6% pada TW4-19),
terendah sejak 1992. Kontraksi ini jauh
lebih tajam di bandingkan ekspektasi pasar,
serta terjadi di seluruh sektor dan pos
pengeluaran.41 Capaian negatif ekonomi
Tiongkok disebabkan oleh merebaknya
COVID-19 sepanjang triwulan (dimulai dari
kota Wuhan, Prov. Hubei) yang menyebabkan
lockdown di mayoritas provinsi dan
41 Survei Bloomberg memperkirakan ekonomi terkontraksi -6% yoy.
2.5. Tiongkok
Penerapan lockdown dan social
distancing untuk mengatasi penyebaran
wabah COVID-19 menyebabkan laju ekonomi
Tiongkok turun signifikan. Perekonomian
Tiongkok pada TW1-20 terkontraksi tajam
sebesar -6,8% yoy (dari 6% pada TW4-19),
terendah sejak 1992. Upaya memutus rantai
penyebaran COVID-19 (lockdown) juga
menyebabkan kinerja seluruh sektor dan pos
pengeluaran turun tajam.
Kinerja konsumsi masyarakat melemah
signifikan akibat penerapan lockdown/social
distancing yang menghambat penjualan,
meningkatkan pengangguran, dan
menurunkan daya beli. Kontribusi investasi
turut melambat seiring terganggunya
kegiatan dunia usaha dan ketidakpastian
yang ditimbulkan oleh wabah COVID-19.
Kinerja perdagangan memburuk, seiring
terganggunya aktivitas produksi, lemahnya
permintaan domestik akibat konsumsi yang
turun tajam, dan terhambatnya lalu lintas
barang akibat kebijakan lockdown.
Inflasi headline melandai dipicu oleh
melemahnya permintaan domestik dan
harga komoditas. People’s Bank of China
meningkatkan intensitas kebijakan moneter
akomodatif melalui pemangkasan suku bunga
dan beragam tools lain yang bertujuan untuk
meningkatkan likuiditas, menahan kontraksi
ekonomi lebih dalam, dan mempercepat
pemulihan ekonomi. Pelonggaran tersebut
diiringi dengan kebijakan fiskal yang makin
ekspansif melalui peningkatan penerbitan
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
55
Kinerja konsumsi menurun
tajam akibat kebijakan lockdown yang
menghambat penjualan, meningkatkan
pengangguran, dan menurunkan daya
beli. Penjualan ritel terkontraksi -19% yoy ytd
pada Mar-20 (dari 8,0% pada Desember 2019).
Konsumsi menurun tajam bagi seluruh sektor,
terutama perhiasan, rekreasi, transportasi
dan pakaian. Kontraksi disebabkan oleh
kebijakan social distancing dan lockdown
sehingga menyebabkan penutupan pusat
perbelanjaan dan menghambat logistik
belanja online. Lockdown turut mendorong
tingkat pengangguran urban naik tajam
menjadi 5,9% pada Maret (dari 5,2% pada
Desember 2019) – jauh di atas batas 5,5%.44
Daya beli rumah tangga juga berkurang
drastis, ditandai disposable income per capita
yang hanya tumbuh 0,8% yoy pada TW1-20
(dari 9,1% pada TW4-19), disebabkan oleh
kontraksi net income pemilik usaha individual.
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.40 Penjualan Ritel dan Kendaraan
-80
-64
-48
-32
-16
0
16
32
48
64
-15
-12
-9
-6
-3
0
3
6
9
12
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32017 2018 2019 2020
% yoy % yoy Penjualan Ritel Penjualan Kendaraan, rhs
44 Pemerintah menginstruksikan perusahaan untuk memotong gaji karyawan namun tidak melakukan PHK, agar tingkat pengangguran tidak makin meningkat.
menghentikan aktivitas produksi/konsumsi.
Berdasarkan pengeluaran, kontribusi
konsumsi, investasi dan net ekspor masing-
masing turun menjadi -4,3%; -1,5% dan
-1% pada TW1-20 (dari 3,5%; 1,9%; dan
0,7% pada TW4-19).42 Secara sektoral,
kinerja sektor primer (agrikultur), sekunder
(manufaktur dan konstruksi) dan tersier
(jasa) memburuk.43 Masing-masing sektor
terkontraksi -3,2% yoy; -9,6%; dan -5,2%
pada TW1-20 (dari 3,4%; 3,4%; dan 5,8%).
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.38 Kontribusi PDB Menurut Pengeluaran
-7-6-5-4-3-2-1012345678
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q12016 2017 2018 2019 2020
% Konsumsi Investasi Net Ekspor PDB (% yoy)
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.39 Pertumbuhan PDB Menurut Sektoral
-10
-5
0
5
10
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q12016 2017 2018 2019 2020
% yoy PDB Primer Sekunder Tersier
42 Penurunan kontribusi net ekspor disebabkan oleh kenaikan impor yang melebihi kenaikan ekspor.
43 Share sektor primer, sekunder, dan tersier terhadap PDB 2020 masing-masing sebesar 5%, 36%, dan 59%.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
56
19) –karena penurunan penjualan, kenaikan
inventori, dan biaya untuk memenuhi standar
kesehatan. Sentimen bisnis turut memburuk,
ditandai rerata PMI manufaktur ofisial yang
terkontraksi di level 45,9 pada TW1-20 (dari
49,9), bahkan sempat anjlok ke 35,7 pada
Feb-20 karena produksi berhenti dan demand
ekspor lemah.46
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.42 Industrial Production (IP)
-16-14-12-10-8-6-4-202468
101214
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32017 2018 2019 2020
% yoy
Produksi Industri ManufacturingMining & Quarrying, rhs Prod & Dist of Electiricity
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.43 FAI
-45
-30
-15
0
15
30
-30
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32017 2018 2019 2020
% yoy ytd % yoy ytd
FAI Pemerintah SwastaPrimary, rhs Secondary, rhs Tertiary, rhs
Kinerja perdagangan memburuk
signifikan, karena arus perdagangan
internasional terhenti akibat COVID-19.
Rerata pertumbuhan ekspor turun -13,7%
46 Rerata PMI nonmanufaktur ofisial melemah tajam ke 45,3 (dari 53,6) – sejalan dengan melambatnya PDB sektor tersier dan konsumsi.
Sumber: National Bureau of Statistics (NBS)
Grafik 2.41 Tingkat Pengangguran
4,7
4,9
5,1
5,3
5,5
5,7
5,9
6,1
6,3
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32017 2018 2019 2020
% Surveyed Unemployment Rate in Urban Areas
Sisi produksi dan investasi
menurun tajam selama lockdown,
menyebabkan sentimen bisnis memburuk
dan keuntungan perusahaan tergerus.
Rerata produksi industri (sisi suplai) turun
-9,4% yoy pada TW1-20 (dari 5,9% pada
TW4-19), karena produksi (manufaktur)
terhenti selama lockdown, sedangkan upaya
untuk memulai kembali produksi masih
terhambat lesunya demand domestik dan
ekspor.45 Fixed asset investment (sisi demand)
turut terkontraksi -16,1% yoy ytd pada TW1-
20 (dari 5,4% pada 2019) karena perusahaan
mengurangi belanja kapital seiring
ketidakpastian yang ditimbulkan COVID-19,
keketatan finansial dan foreign investment
appetite yang menurun. FAI swasta turun
-18,8% yoy ytd (dari 4,7% pada 2019),
lebih dalam dari FAI publik -12,8% (dari
-23,1%). Penurunan investasi sejalan dengan
koreksi industrial profit, yang turun -37,2%
yoy pada TW1-20 (dari -3,6% pada TW4-
45 Rerata IP manufaktur -11,1% (dari 6%) karena restriksi ketat saat lockdown, IP kelistrikan -5,3% (dari 6,7%) karena kebutuhan industri berhenti.
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
57
pemulihan kinerja perdagangan Tiongkok.
Hal tersebut terkonfirmasi dari sebagian
trading partners yang telah membatalkan/
menunda perdagangan dengan Tiongkok
pada penghujung TW1-20.
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.46 Inflasi Consumer Price Index (CPI)
-10
-5
0
5
10
15
20
25
-1
0
1
2
3
4
5
6
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32017 2018 2019 2020
% yoy % yoy
CPI
Transportation & Com., rhsCore CPIClothing Food, rhs
Edu., Culture & Entertainment
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.47 Kebijakan Moneter
12
13
14
15
16
17
18
3,5
3,6
3,7
3,8
3,9
4,0
4,1
4,2
4,3
4,4
4,5
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 4
2017 2018 2019 2020
%% Loan Prime Rate (1-yr) RRR (Big Banks), rhs
Tekanan inflasi consumer price
index (CPI) headline melandai karena
demand lemah dan harga komoditas
turun. Inflasi headline Maret melandai
menjadi 4,3% yoy, dari 4,5% pada Desember
2019. Inflasi kelompok makanan kembali
naik hingga 18,3% yoy (dari 17,4%) karena
harga daging babi naik 116% (dari 97%).
Namun kenaikan ini dapat diimbangi oleh
penurunan inflasi nonmakanan, terutama
yoy pada TW1-20 (dari 1,9% pada TW4-19)
karena mayoritas produksi barang terhenti
dan jalur perdagangan ditutup selama
lockdown, diikuti oleh penurunan global
demand pada Maret (seiring merebaknya
COVID-19 ke trading partners). Rerata
impor juga turun -3% yoy (dari 3,4%),
karena industri ditutup (impor produk
intermediasi berhenti) dan konsumsi barang
jadi impor menurun drastis karena konsumen
mengurangi belanja. Outlook perdagangan
pada TW2-20 diprakirakan masih lemah,
meskipun industri domestik Tiongkok
berangsur pulih seiring reopening pada April.
Kebijakan lockdown global yang diprakirakan
meluas pada TW2-20 dapat mengganggu
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.44 PMI
30
35
40
45
50
55
60
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32017 2018 2019 2020
Indeks PMI Komposit PMI Manufaktur PMI Non-Manufaktur
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.45 Neraca Perdagangan
-35
-18
0
18
35
53
70
-30
-15
0
15
30
45
60
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32017 2018 2019 2020
Miliar USD
% yoy Trade Balance, rhs Impor Ekspor
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
58
ekonomi lebih lanjut, antara lain melalui
peningkatan belanja fiskal, penerbitan obligasi
yang jauh di atas level 2019, penjaminan
kredit perbankan dan keringanan beban biaya
bagi beberapa kelompok masyarakat. (Ulasan
lengkap mengenai kebijakan otoritas dapat
dilihat di boks).
Kinerja ekonomi Tiongkok
diperkirakan pulih gradual pada
beberapa triwulan berikutnya, dengan
laju pemulihan yang tidak merata.
Penyebaran COVID-19 telah menyebar pesat
dari Tiongkok dan menyebabkan aktivitas
ekonomi global terhenti. Global lockdown
akan memberikan negative spillbacks ke
ekonomi Tiongkok pada TW2-20. Pasar
memperkirakan pertumbuhan ekonomi
triwulanan selanjutnya masih dapat pulih
gradual ke level sebelumnya (-6%) pada TW4-
20, dengan asumsi tidak ada second wave dan
stimulus berjalan efektif. Namun pemulihan
Tiongkok dipandang berjalan tidak seimbang
(uneven), antara sisi demand (konsumsi) dan
suplai (produksi dan mayoritas investasi).
Produksi diperkirakan dapat pulih relatif
cepat, didukung reopening, pelonggaran
kredit perbaikan dan stimulus pemerintah
pada investasi infrastruktur (berdampak pada
pemulihan industri manufaktur). Namun
pemulihan konsumsi lebih lambat dan
dangkal, karena consumer behavior berubah
menjadi lebih hemat, kondisi TK masih buruk,
kekhawatiran second wave, dan wealth
effect dari koreksi harga aset. Sementara itu,
perdagangan diperkirakan masih melambat,
karena lesunya demand global.
kelompok pakaian, jasa dan energi (karena
harga minyak turun). Inflasi inti melandai
(1,2%, dari 1,4%) karena domestic demand
lemah selama lockdown.47 Hal ini sejalan
dengan deflasi harga produsen yang makin
dalam (-1,5% pada Maret, dari -1,2% pada
Desember 2019). Rendahnya harga di tingkat
produsen disebabkan penutupan pabrik
pada Imlek dan lockdown, serta penurunan
harga bahan baku seiring turunnya harga
komoditas. Deflasi harga produsen tersebut
diprakirakan berlanjut mengingat perbaikan
pasokan – seiring pembukaan aktivitas industri
pada Maret – belum diikuti oleh peningkatan
permintaan yang berarti (demand masih lesu).
Otoritas menempuh kebijakan
moneter akomodatif dan menyuntikkan
tambahan stimulus fiskal. Otoritas
meningkatkan level pelonggaran kebijakan
yang ditempuh sejak 2019, baik dari sisi
moneter dan fiskal. Pelonggaran moneter
ditujukan untuk meningkatkan likuiditas
perbankan, mengurangi beban kredit korporasi
dan mendukung pertumbuhan kredit untuk
mengembalikan daya beli masyarakat. Selain
memangkas suku bunga kebijakan sebagai
acuan kredit bagi perbankan (loan prime rate,
LPR), PBC juga memangkas GWM (required
reserve ratio, RRR) dan suku bunga antarbank,
serta meningkatkan penyaluran kredit
perbankan bagi UMKM terdampak. Di sisi
fiskal, pemerintah telah meluncurkan sejumlah
stimulus untuk mengurangi dampak lockdown
selama TW1-20 dan menahan perlambatan
47 Core CPI memiliki share 77%-78% dari inflasi headline (Bloomberg Intelligence).
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
59
pelemahan permintaan eksternal akibat
penyebaran wabah global. Terdapat risiko
perlambatan ekonomi lebih lanjut pada akhir
2020, apabila terjadi infeksi second wave.
Dari aspek diplomasi, risiko ketegangan
dengan negara lain meningkat akibat COVID-
19.48 Dari sisi kebijakan otoritas, tingkat
stimulus sejauh ini yang terbatas, berpotensi
kurang efektif dalam menahan perlambatan.
Di sisi lain, stimulus fiskal tambahan dalam
skala besar / pemangkasan suku bunga secara
signifikan, dapat meningkatkan kerentanan
eksternal.
48 Sejumlah negara (terutama AS dan Australia) telah mempertanyakan akuntabilitas WHO dan Tiongkok, terkait penanganan awal COVID-19 yang akhirnya menjadi pandemi global.
Secara tahunan, ekonomi 2020
diperkirakan melambat signifikan. IMF
(WEO Juni 2020) merevisi ke bawah proyeksi
pertumbuhan ekonomi Tiongkok menjadi
1,0% pada 2020 (dari 1,2% pada WEO
April). Pertumbuhan 2021 turut direvisi ke
bawah, menjadi 8,2% pada 2021 (dari 9,2%).
Konsensus pasar (CF Mei) turut memproyeksi
perlambatan tajam di kisaran 1,4% (2020)
dan pemulihan ke 8,1% (2021). Pemerintah
Tiongkok melalui NPC (22 Mei) menghapus
target pertumbuhan PDB tahunan untuk
2020, dari asumsi target pra-Covid sekitar 6%
untuk 2020. Pemerintah akan fokus menjaga
stabilitas pada 6 area (stable employment,
trade, financial markets, investment, foreign
capital, dan expectations). Adapun rerata
inflasi 2020 diperkirakan 3,1%, di bawah
batas atas target pemerintah (3,5% pada
2020; naik dari 3% pada 2019) karena inflasi
makanan masih tinggi akibat kelangkaan
daging babi.
Ekonomi Tiongkok ke depan
dibayangi oleh level risiko yang
meningkat, terutama terkait wabah
COVID-19. Risiko terutama adalah laju
pemulihan ekonomi pasca wabah yang lebih
lambat (terutama sisi demand) dan dampak
RealisasiTarget
Otoritas2019 2020 2020 2021 2020 2021
PDB (% yoy) 6,1 1,0 8,2 1,4 8,1
Estimasi sebelumnya 1,2 9,2 2,0 7,8Inflasi (% yoy) 2,9 - - 3,1 1,9
Estimasi sebelumnya - - 3,3 2,1Keterangan:Sumber estimasi terkini: IMF-WEO Juni dan Consensus Forecast Mei 2020.Sumber estimasi sebelumnya: IMF-WEO April dan Consensus Forecast April 2020.
IMF CF
Tabel 2.7 Outlook PDB dan Inflasi (2020-2021)
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
60
ditambah spread (mencerminkan
kualitas debitur).
• 7-day Reverse Repo Rate (suku
bunga acuan untuk pasar uang
antarbank): 10 bps cut (2 Februari)
dan 20 bps cut (30 Maret) menjadi
2,2%. Penurunan ini bertujuan
mencegah kenaikan suku bunga
antarbank di tengah lockdown
dan keketatan likuiditas.
• 1-yr medium-term lending facility
(MLF, suku bunga pinjaman PBC
terhadap bank komersial dan
reference rate bagi pembentukan
LPR): 10 bps cut (17 Februari)
dan 20 bps cut (15 April) menjadi
2,95%.
• Interest rate for excess reserve
(floor bagi koridor suku bunga
Tiongkok): 37 bps cut (7 April)
menjadi 0,35%, penurunan
pertama sejak 2008.
b. Injeksi likuiditas untuk mengurangi
keketatan finansial jangka pendek
pada UMKM dan perbankan, serta
menambah amunisi perbankan
menengah-kecil dalam penyaluran
kredit, melalui:
BoksRespons Kebijakan Mengatasi
Dampak Pandemi COVID-19
Otoritas moneter dan fiskal
menempuh kebijakan akomodatif, untuk
mengurangi dampak negatif COVID-19
terhadap ekonomi Tiongkok. Secara umum
kebijakan moneter akomodatif ditujukan
untuk mengurangi keketatan finansial/
meningkatkan likuiditas, meringankan
beban bunga kreditur, dan meningkatkan
penyaluran kredit perbankan. Adapun
kebijakan fiskal ditujukan untuk
mengurangi beban lockdown terhadap
finansial masyarakat, menggiatkan
sektor riil melalui investasi infrastruktur,
dan menjaga level kredit macet dengan
merelaksasi sejumlah ketentuan. Beberapa
kebijakan tersebut, antara lain:
Kebijakan Moneter (PBC)
a. Penurunan berbagai suku bunga
secara gradual, untuk mengurangi
suku bunga pinjaman dan mendorong
pertumbuhan kredit:
• LPR 1-yr (suku bunga kebijakan
dan acuan bagi suku bunga
pinjaman oleh perbankan kepada
debitur): 10 bps cut (20 Februari)
dan 20 bps cut (20 April) menjadi
3,85%. Seluruh pinjaman yang
baru diterbitkan oleh perbankan,
harus mengacu pada LPR
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
61
(diumumkan pada April, efektif
setelah kuota sebelumnya habis).49
Memberi pinjaman RMB400 miliar
tanpa bunga kepada bank lokal, menjadi
modal 40% untuk perbankan dalam
menerbitkan KTA kepada SMEs.
c. Lainnya: mendorong pembiayaan
perbankan kepada SMEs dan
meningkatkan target pembiayaan
bank besar kepada MSEs menjadi
40% (dari 30%); menunda cicilan
utang tertentu hingga Maret
2021; relaksasi limit utang daring;
toleransi kenaikan NPL perbankan;
relaksasi asuransi penerbitan obligasi
korporasi, penundaan reformasi asset
management; dll.
Pasar menilai tingkat akomodatif
moneter Tiongkok relatif terbatas
dibandingkan dengan negara lain yang
memangkas suku bunga dengan lebih
agresif. Ke depan, PBC diperkirakan masih
akan menurunkan suku bunga LPR secara
gradual pada sisa 2020, antara 25-40 bps
cut lagi. PBC akan mempertimbangkan
laju pemulihan dan transmisi penurunan
existing, sebelum mengurangi suku bunga
lebih lanjut. Likuiditas dan pertumbuhan
kredit akan terus dipertahankan di level
49 Kuota ini akan digunakan perbankan untuk menyalurkan pinjaman berbunga rendah kepada: micro-, small- and medium-sized (MSMEs) yang memproduksi alat kesehatan dan kebutuhan sehari-hari; serta sektor agrikultur.
• Reserve Repo Ratio (RRR, atau
GWM perbankan) cut sebanyak
tiga kali, sehingga menambah
likuiditas senilai RMB1,75 triliun
ke pasar:
* Broad based cut 50 bps (6
Januari) sebelum COVID-19
merebak, sejalan dengan
langkah akomodatif PBC
sebelumnya.
* Targeted cut 50-100 bps untuk
bank medium-besar yang
memenuhi target pembiayaan
inklusif kepada micro- and
small-sized enterprises (MSEs)
dan additional cut 100 bps
bagi qualified joint-stock
commercial bank.
* Targeted cut sebanyak dua kali
@50 bps (15 April dan 15 Mei)
untuk bank kecil-menengah,
bertujuan mendukung pem-
biayaan kepada small and
medium-sized enterprises
(SMEs).
• Ekspansi re-lending and re-
discounting facilities oleh PBC
kepada >4.000 perbankan kecil-
menengah, senilai total RMB1,8
triliun: RMB800 miliar (pada
Januari – Februari) + RMB1 triliun
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
62
pencegahan dan kontrol COVID-19;
produksi APD; asuransi PHK;
pelonggaran pajak dan kontribusi
social security.
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.48 Proyeksi Fiskal Tahunan
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0%%
Official Deficit Target (LS)Quota for Central and Local Special Bonds (LS)Official Deficit Ratio Target (RS)Official Ratio with Special Bonds (RS) Fiscal
Assumption inBE GrowthProjection
High CaseFiscalAssumption 10,0
9,0
8,0
7,0
6,0
5,0
4,0
3,0
2,02015 2016 2017 2018 2019 2020 2020
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.49 Net Penerbitan LGSB Bulanan (2018-20)
800
700
600
500
400
300
200
100
0
800
700
600
500
400
300
200
100
01/2018 1/2018 9/2018 1/2019 5/2019 9/2019 1/2020
Rmb, bn Rmb, bn
Other (basically infrastructure)Net issuance in local government special bonds
LandShantytown
Pasar menilai stimulus fiskal
terkait COVID-19 sejauh ini masih
moderat dibandingkan negara lain,
karena pemerintah fokus kepada kondisi
ketenagakerjaan (bukan pertumbuhan PDB
2020). Penggunaan stimulus fiskal juga
masih terkonsentrasi pada penyelamatan
korporasi terdampak dan pemulihan
melalui belanja infrastruktur. Hal ini
yang tinggi, melalui broad-based RRR cut
100-150 bps lagi.
Kebijakan Fiskal
1. Melalui NPC 22 Mei, pemerintah
menaikkan batas defisit fiskal menjadi
3,6% PDB. Target ini lebih besar dari
rencana sebelumnya (3% pada 2020)
dan realisasi 2019 (2,8%).
2. Penerbitan local government special
bonds (LGSB) senilai RMB3,75 triliun
pada 2020 atau setara 3,6% PDB
(dari RMB2,15 triliun pada 2019).50
Seluruh hasil penerbitan 2020 akan
digunakan Pemda untuk mendanai
proyek infrastruktur yang disetujui
Pusat (share LGSB yang digunakan
untuk infrastruktur hanya 30% pada
2019).
3. Penerbitan central government special
bond senilai RMB1 triliun.
4. Mengurangi pajak dan biaya lain
bagi korporasi, senilai lebih dari
RMB2,5 triliun pada 2020 (naik 25%
yoy), melalui pengurangan VAT rate,
pengecualian sejumlah biaya asuransi,
dll.
5. Discretionary fiscal spending total
RMB3,6 triliun (3,5% PDB), a.l. untuk:
50 Telah diterbitkan RMB1,5 triliun (frontloaded) hingga akhir April dan sekitar RMB400 miliar pada Mei. Sisa RMB1,9 triliun akan segera diterbitkan (frontloaded juga).
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
63
terus memburuk dan konsumsi kesulitan
untuk pulih, stimulus fiskal berpotensi
difokuskan untuk mendorong konsumsi.
berbeda dengan mayoritas negara lain
yang memberikan financial relief signifikan
kepada masyarakat, melalui bantuan tunai
langsung. Jika kondisi ketenagakerjaan
2.6 India
PDB India TW1-20 tumbuh 3,1%
yoy, melambat signifikan dibandingkan
TW4-19 (4,1%)—terendah sejak 2004.
Perlambatan tersebut terutama dipengaruhi
oleh penyebaran kasus COVID-19 yang
menyebabkan Pemerintah India menerapkan
kebijakan Nationwide Lockdown, sehingga
aktivitas ekonomi turun signifikan. Penerapan
kebijakan lockdown di India dan sejumlah
negara mitra menekan konsumsi masyarakat,
aktivitas produksi, dan perdagangan
internasional.
Guna memitigasi dampak COVID-19
terhadap pertumbuhan ekonomi India,
bank sentral dan otoritas India meluncurkan
sejumlah stimulus kebijakan. Reserve Bank of
India (RBI) kembali menurunkan suku bunga
(repo rate) sebesar 75 bps hingga menjadi
4,4% pada Maret 2020—setelah secara
agresif menurunkan suku bunga sebanyak
135 bps pada 2019. RBI juga meluncurkan
beberapa stimulus lain yang ditujukan untuk
meningkatkan likuiditas perekonomian.
Sejalan dengan itu, pemerintah meluncurkan
stimulus fiskal untuk menjaga daya beli
masyarakat berpendapatan rendah, dan
meningkatkan kapasitas fasilitas kesehatan
dalam menghadapi COVID-19.
Pertumbuhan ekonomi India
diproyeksikan melambat pada FY2020/21,
bahkan terdapat kemungkinan mengalami
resesi, akibat twin shocks dari sisi keuangan
dan dampak COVID-19.51 Pada Monetary
Policy Committee Meeting (MPM) Februari
2020, RBI masih memprediksi ekonomi
FY2019/20 sebesar 5,0% yoy dan kemudian
membaik menjadi 5,5%–6,0% pada semester
pertama FY2020/21. Namun, perkembangan
terkini penyebaran kasus COVID-19 dan
kebijakan containment makin membebani
perekonomian. IMF dalam WEO Juni
2020 bahkan memprediksi ekonomi India
terkontraksi sebesar -4,5% (dari 1,9% pada
WEO April 2020) pada FY2020/21, dan pulih
menjadi 6% (dari 7,4% pada WEO April
2020) pada FY2021/22.
Kinerja ekonomi India ke depan akan
dipengaruhi sejumlah faktor risiko. Faktor
upside risk antara lain potensi perbaikan
net ekspor didorong oleh depresiasi Rupee,
pelemahan harga minyak, pelonggaran
kebijakan moneter dan fiskal, serta relaksasi
lockdown. Selain itu perlu dicermati beberapa
faktor downside risks, antara lain kasus
COVID-19 yang masih tinggi dan potensi
51 Fiscal Year (FY) berlangsung dari bulan April tahun berjalan hingga bulan Maret tahun selanjutnya.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
64
klaster pelajar dan wisatawan yang berasal
atau baru kembali dari luar negeri. Pada akhir
Maret 2020, Kementerian Kesehatan India
mencatat 1.397 kasus positif dengan 35 orang
meninggal dunia—mendorong pemerintah
menerapkan nationwide lockdown, efektif
sejak 25 Maret 2020.53 Kebijakan lockdown
tersebut praktis menghentikan hampir seluruh
aktivitas sosial dan ekonomi, kecuali untuk
kebutuhan esensial (pangan, energi, dan
layanan publik esensial). Pada April hingga
awal Juni 2020, jumlah kasus terus meningkat
secara eksponensial, menjadikan India sebagai
negara dengan kasus terbanyak di Asia.54
Kebijakan lockdown memberikan
tambahan tekanan terhadap konsumsi
masyarakat yang telah melemah akibat
krisis likuiditas dan trade tensions.
Pada TW1-20, rerata penjualan kendaraan
terkontraksi makin dalam (-26,0% yoy),
setelah terkontraksi -12,6% (TW4-19).
53 Pemerintah India menerapkan kebijakan nationwide lockdown yang dimulai sejak 25 Maret 2020 dan diperpanjang sebanyak 5 kali hingga 31 Juni 2020—tidak menutup kemungkinan untuk diperpanjang kembali.
54 Per 5 Juni 2020, terdapat 226.713 kasus positif dengan 6.363 kematian akibat COVID-19 di India.
terjadinya second wave infection, keketatan
likuiditas karena kredit macet, krisis NBFC,
dan penurunan minat investor pada obligasi
korporasi India, ruang kebijakan yang makin
terbatas, serta peningkatan borrowing cost
akibat penurunan rating. Dengan berbagai
risiko tersebut, langkah mitigasi otoritas
India akan memegang peran penting
dalam menjaga stabilitas keuangan dan
mempercepat pemulihan ekonomi.
Laju pertumbuhan ekonomi
India terkoreksi tajam, terdampak oleh
kebijakan lockdown untuk membatasi
penyebaran COVID-19. PDB India TW1-
20 tumbuh 3,1% yoy, melambat signifikan
dibandingkan TW4-19 (4,1%)—terendah
sejak 2004.52 Perlambatan tersebut terutama
dipengaruhi oleh penyebaran kasus COVID-19
yang menyebabkan Pemerintah India
menerapkan kebijakan nationwide lockdown,
sehingga aktivitas ekonomi turun signifikan.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi
pada TW1-20 tersebut juga melanjutkan
tren pelemahan aktivitas ekonomi yang
berlangsung sejak 2019 akibat meningkatnya
tensi perdagangan global.
Jumlah kasus COVID-19 di India
terus meningkat dengan pesat. Pada
periode Januari hingga Februari 2020, hanya
terdapat 3 orang yang terinfeksi COVID-19.
Namun, pada Maret 2020 jumlah kasus positif
meningkat drastis, tersebar melalui beberapa
52 Pertumbuhan ekonomi India TW4-19 direvisi ke bawah dari 4,5% yoy menjadi 4,1%.
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.50 PDB Berdasarkan Pengeluaran
% yoy % yoy
4,1
3,1
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q12016 2017 2018 2019 2020
PDBKonsumsi Swasta, rhsBelanja Pemerintah, rhsPMDB, rhs
Ekspor, rhsImpor, rhs
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
65
Aktivitas produksi juga melambat
signifikan seiring melemahnya konsumsi
dan permintaan eksternal akibat pe-
ningkatan kasus COVID-19 secara global.
Pertumbuhan industri baja, semen, dan gas
alam pada TW1-20 terkontraksi dibanding
triwulan sebelumnya seiring pelemahan
permintaan domestik dan internasional,
serta supply shock akibat penyebaran kasus
COVID-19 dan lockdown. Indikasi pelemahan
aktivitas produksi akibat COVID-19 juga
diperkuat dengan kontraksi rerata produksi
industri TW1-20 menjadi -3,3% (dari -1,4%
pada TW4-19), kontraksi terbesar terjadi pada
Maret 2020 (-16,7%). Produksi capital goods
dan intermediate goods pada Maret 2020
melemah paling signifikan, masing-masing
-35,6% dan -23,81% (dari -9,5% dan 19,4%
pada Februari 2020). Seiring pelemahan
aktivitas produksi, pada April 2020 PMI
menurun terendah sepanjang sejarah. PMI
Manufaktur April 2020 turun menjadi 27,4
(dari 51,8 pada Maret 2020), sementara PMI
Jasa turun sangat signifikan menjadi 5,4 dari
49,3. Penurunan tersebut diakibatkan oleh
rendahnya new order dan output akibat
lockdown yang menekan permintaan. Sejalan
dengan itu, harga input dan output turun
signifikan seiring penurunan harga komoditas
dan biaya tenaga kerja.
Kinerja perdagangan internasional
makin lemah. Ekspor India terkontraksi dalam
sejak TW2-19 akibat tensi perdagangan global,
penghapusan fasilitas Generalized System
of Preferences (GSP) oleh AS, serta kenaikan
Kontraksi terbesar terjadi pada Maret 2020
(-45,0% yoy) saat lockdown pertama kali
dilaksanakan. Pertumbuhan konsumsi
masyarakat baik di perkotaan maupun
pedesaan terindikasi melemah signifikan,
tercermin dari kontraksi penjualan passenger
vehicles menjadi -21,6% pada TW1-20 (dari
-0,6% pada TW4-19) dan juga two wheelers
menjadi -25,2% (dari -15,1%). Indikasi
pelemahan konsumsi masyarakat diperkuat
dengan penurunan ekspektasi rencana
belanja kebutuhan esensial menjadi 82,1 pada
akhir TW1-2020 (dari 83 pada akhir TW4-19)
dan belanja kebutuhan non-esensial menjadi
32,4 pada akhir TW1-20 (dari 33,4 pada akhir
TW4-19)—terendah sepanjang sejarah.
Sumber: CEIC
Grafik 2.51 Penjualan Kendaraan
-100
-50
0
50
100
150
-60
-40
-20
0
20
40
60
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32017 2018 2019 2020
% yoy % yoy
Motor Vehicle Sales
Passenger Vehicle
Two Wheelers
Commercial Veh., rhs
Three Wheelers, rhs
Sumber: RBI
Grafik 2.52 Ekspektasi Kenaikan Rencana Belanja
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Mar-16 Mar-17 Mar-18 Mar-19 Mar-20
Indeks
One Year Ahead Expectation Will Increase Spending Essential ItemsOne Year Ahead Expectation Will Increase Spending Non-Essential Items
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
66
India baik produksi maupun konsumsi, seiring
pembatasan aktivitas sosial karena COVID-19.
Sejalan dengan perkembangan tersebut,
defisit neraca perdagangan TW1-20 melebar
menjadi USD34,8 miliar, dari USD34,4 miliar
pada TW4-19.
Sumber: Bloomberg, Tradingeconomics
Grafik 2.55 Perdagangan Internasional
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32017 2018 2019 2020
-20
-18
-16
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0% yoy
Miliar USD
Trade Balance, rhs Exports Imports
Sumber: CEIC
Grafik 2.56 Inflasi CPI
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32017 2018 2019 2020
% yoy
CPI Food & Beverages Tobacco & AlcoholFuel & Light Housing ClothingMisc.
Inflasi menunjukkan tren
penurunan pasca gangguan pasokan
bahan makanan akibat cuaca buruk.
Pada Maret 2020, inflasi turun menjadi
5,9% yoy dari 7,4% pada Desember 2019—
dalam kisaran target otoritas (4%+2%)—,
dipengaruhi oleh pasokan bahan makanan
yang mulai pulih dan penurunan harga
minyak global. Inflasi India sempat mencapai
pajak diamond, aluminium, dan baja.55 Seiring
peningkatan penyebaran kasus COVID-19,
sejumlah negara melakukan pembatasan
aktivitas lintas negara sehingga menyebabkan
supply shock di India. Pada TW1-20,
pertumbuhan ekspor India terkontraksi makin
dalam menjadi -11,12% yoy, dari -1,1%
(TW4-19). Impor juga masih terkontraksi
cukup dalam, menjadi -9,0% (TW1-20), dari
-12,6% (TW4-19). Kinerja negatif tersebut
disebabkan oleh pelemahan aktivitas ekonomi
55 India sebelumnya memperoleh fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) dari AS, sehingga sekitar USD5,6 miliar produk ekspor India dapat memasuki pasar AS tanpa bea (duty free).
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.53 Produksi Industri
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
-20
-15
-10
-5
0
5
10
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32017 2018 2019 2020
% yoy
% yoy IP Index Cap. Goods, rhsIP Manufacturing, rhs Intermed. Goods, rhs
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.54 PMI
0
10
20
30
40
50
60
70
6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 42017 2018 2019 2020
Indeks PMI Komposit PMI Manufaktur PMI Jasa
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
67
RBI melanjutkan kebijakan
moneter akomodatif untuk merespons
dampak negatif COVID-19. Selama 2019,
RBI telah menurunkan suku bunga (repo
rate) sebanyak lima kali dengan total 135
bps hingga mencapai 5,15%—masing-
masing sebesar 25 bps di Februari, April,
Juni 2019, 35 bps (Agustus 2019), dan
25 bps (Oktober 2019). Kenaikan inflasi
pada akhir 2019 hingga awal 2020 sempat
menyebabkan ruang kebijakan RBI menjadi
terbatas, sehingga RBI menahan suku bunga
(repo rate) pada level 5,15% hingga Februari
2020.58 Namun, seiring penurunan inflasi
hingga kembali ke rentang targetnya dan
untuk merespons dampak negatif lockdown,
pada Monetary Policy Meeting (MPM) 24-27
Maret 2020, RBI menurunkan suku bunga
kebijakan (repo rate) menjadi sebesar 4,4%
dan marginal standing facility (MSF) menjadi
4,65% (dari 5,4%).
Selain itu, untuk merespons situasi
outbreak COVID-19 dan mendukung stimulus
fiskal yang ditempuh pemerintah, RBI
meluncurkan beberapa kebijakan tambahan,
antara lain:
• Mengumumkan targeted LTRO sebesar
INR1 triliun, yang memungkinkan
perbankan, mutual funds, dan NBFC
untuk mengakses term loan facility.
• Menurunkan Cash Reserve Ratio (CRR)
sebesar 100bps menjadi 3%, yang dapat
menurunkan tingkat CRR daily balance
58 Suku bunga dipertahankan sejak Oktober 2019 – Februari 2020 sebesar 5,15%.
puncak tertinggi pada Januari 2020 (7,6%),
namun berangsur menurun pada Februari
dan Maret 2020 seiring perbaikan pasokan.
Wholesales price index (WPI) juga turun
menjadi 1,0% pada Maret 2020, dari 2,8%
pada Desember 2019.56 Inflasi yang telah
berada pada rentang target RBI memberikan
ruang bagi RBI untuk melakukan penurunan
suku bunga kebijakan lebih lanjut. Ke depan,
terdapat risiko kenaikan inflasi akibat pasokan
bahan makanan yang kembali terhambat.57
Namun, kenaikan inflasi diperkirakan tidak
setinggi pada awal 2020 dipengaruhi oleh
harga minyak global yang rendah.
Sumber: Bloomberg
Grafik 2.57 Inflasi WPI
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 32017 2018 2019 2020
% yoy % yoy WPI Manufactured ProductsPrimary Articles, rhs Fuel, Power & Light, rhs
Sumber: Reserve Bank of India
Grafik 2.58 Suku Bunga Kebijakan
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0
5,5
6,0
6,5
7,0
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 42017 2018 2019 2020
%
Reverse Repo Rate
Repurchase RateMarginal Standing Facility
56 WPI mencerminkan harga grosir di level produsen.57 Makanan dan minuman memiliki pangsa 45%
terhadap CPI dan 15% terhadap WPI.
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
68
• Hingga akhir Maret 2020, RBI telah
melakukan injeksi likuiditas setara dengan
3,2% dari PDB. Apabila RBI bermaksud
melakukan injeksi dengan jumlah yang
sama pada saat krisis keuangan global
2008/2009, RBI diperkirakan masih akan
menambah likuiditas ekuivalen 10,6%
dari GDP.
Sementara itu, pemerintah juga
meningkatkan stimulus fiskal untuk
merespons risiko krisis karena COVID-19.
Pada Maret 2020, pemerintah mengumumkan
paket stimulus senilai INR1,7 triliun (USD22,6
miliar) atau setara dengan 0,9% GDP
FY2019, yang akan disalurkan a.l. melalui
dana tunai dan food security, serta benefit
kepada pekerja. Selain itu, pemerintah juga
berencana menaikkan utang FY20/21 hingga
sebesar INR7,8 triliun, seiring dengan langkah
RBI yang akan melakukan pembelian obligasi
pemerintah. Pemerintah juga mengumumkan
tambahan alokasi dana sebesar INR150 miliar
untuk peningkatan infrastruktur kesehatan,
terutama terkait penanganan COVID-19.
Pendapatan pemerintah pada FY20/21
diperkirakan akan turun hingga mencapai
INR6 triliun (2,9% PDB)—di luar paket stimulus
yang sebesar INR1,7 triliun. Public debt/GDP
juga diperkirakan meningkat hingga 75% dari
sekitar 71% GDP pada FY20/21. Pelemahan
kinerja fiskal mendorong pemangkasan rating
sovereign oleh Moody’s menjadi “Baa3” dari
sebelumnya “Baa2” dengan outlook negatif
pada 2 Juni 2020.
Pertumbuhan ekonomi India
diproyeksikan melambat pada FY2020/21,
dari 90% menjadi 80%, sehingga
menambah injeksi likuiditas sebesar
INR1,3 triliun untuk 1 tahun ke depan.
• Meningkatkan MSF window dari 2%
menjadi 3% terhadap net demand and
time liabilities (NDTL)—memungkinkan
bank dengan masalah likuiditas
memperoleh dana lebih bila diperlukan.
• Meningkatkan limit Way and Mean
Advance (WMA) bagi pemerintah pusat
dan negara bagian, untuk memastikan
bahwa mismatch pendapatan dan
belanja pemerintah tidak membatasi
kemampuan pemerintah untuk
memerangi krisis ekonomi.
• Memangkas suku bunga reverse repo
rate menjadi 3,75% pada April 2020 (dari
4,9%), untuk mendorong perbankan
agar menyalurkan likuiditas ke sektor
yang lebih produktif.
• Menetapkan bahwa perbankan dan
NBFC dapat memberikan penangguhan
pembayaran bunga ataupun pokok
pinjaman bagi nasabah tanpa melakukan
downgrade asset dalam kategori Non-
Performing Assets (NPA).
• Sementara untuk menstabilkan pasar
valas, RBI mengizinkan perbankan
domestik yang memiliki perwakilan/
cabang internasional untuk melakukan
trading NDF sejak 1 Juni 2020—
diperkirakan dapat membantu
konvergensi spread onshore dan offshore
pada forward market
Bab 2 - Perkembangan Ekonomi Beberapa Negara dan Kawasan
69
yang terkait erat dengan perkembangan
kasus COVID-19. Faktor upside risks,
antara lain (i) depresiasi Rupee berpotensi
mendorong pertumbuhan ekonomi melalui
peningkatan net ekspor59; (ii) pelemahan
harga minyak akan menahan kenaikan inflasi
dan memperbaiki pertumbuhan ekonomi60;
(iii) pelonggaran kebijakan moneter secara
agresif, penyaluran stimulus fiskal, dan
relaksasi lockdown diperkirakan akan
meningkatkan likuiditas dan mendorong
pemulihan aktivitas ekonomi.
Ekonomi India juga menghadapi
faktor risiko yang dapat menghambat
pemulihan. Beberapa faktor yang perlu
dicermati antara lain: (i) jumlah kasus
COVID-19 yang masih tinggi dan potensi
59 RBI memperkirakan 5% depresiasi Rupee dari baseline akan meningkatkan PDB sebesar 15 bps.
60 RBI memperkirakan 10% penurunan harga minyak dari baseline akan menurunkan inflasi sebesar 20 bps dan mendorong pertumbuhan PDB sebesar 15 bps.
bahkan terdapat kemungkinan meng-
alami resesi, akibat twin shocks dari sisi
keuangan dan disrupsi COVID-19. Setelah
tumbuh 6,8% yoy pada FY2018/19, RBI pada
Monetary Policy Committee Meeting (MPM)
Februari 2020 masih memprediksi ekonomi
FY2019/20 melambat ke 5,0%, dan kemudian
membaik menjadi 5,5%–6,0% pada semester
pertama FY2020/21. Ketidakpastian tinggi
terkait penyebaran virus dan dampaknya
pada ekonomi menyebabkan RBI tidak merilis
outlook ekonomi pada publikasi Monetary
Policy Report Juni 2020. Sementara pada
WEO Juni 2020, IMF memprediksi proyeksi
ekonomi India terkontraksi sebesar -4,5%–
revisi ke bawah dari proyeksi WEO April 2020
(1,9%)–dan akan membaik menjadi 6,0%
(dari 7,4% pada WEO April 2020) pada
FY2021/22.
Kinerja ekonomi India ke depan
akan dipengaruhi sejumlah faktor risiko
Tabel 2.8 Proyeksi Pertumbuhan PDB (% yoy)
Apr-20 Feb-20 Jun-20 Apr-20 Mei-20 Feb-20
FY 2019/20 6,8 - - - - - -
FY 2020/21 - N/A 5,0 -4,5 1,9 0,2 5,0
(H1:20/21)
Mei-20 Feb-20 Apr-20 Okt-19 Mei-20 Feb-20
FY 2019/20 3,4 - - - - - -
FY 2020/21 - 6,7 6,5 3,3 3,4 3,6 4,3
(H1:20/21)FY 2021/22 - 3,62,4
7,4
Periode Realisasi
N/A
RBI
4,1 4,2 4,0
IMF-WEO Consensus Forecast
FY 2021/22 -
Periode Realisasi
Proyeksi PDB
RBI IMF-WEO Consensus Forecast
Proyeksi Inflasi CPI
7,2 5,96,0
Apr-20 Feb-20 Jun-20 Apr-20 Mei-20 Feb-20
FY 2019/20 6,8 - - - - - -
FY 2020/21 - N/A 5,0 -4,5 1,9 0,2 5,0
(H1:20/21)
Mei-20 Feb-20 Apr-20 Okt-19 Mei-20 Feb-20
FY 2019/20 3,4 - - - - - -
FY 2020/21 - 6,7 6,5 3,3 3,4 3,6 4,3
(H1:20/21)FY 2021/22 - 3,62,4
7,4
Periode Realisasi
N/A
RBI
4,1 4,2 4,0
IMF-WEO Consensus Forecast
FY 2021/22 -
Periode Realisasi
Proyeksi PDB
RBI IMF-WEO Consensus Forecast
Proyeksi Inflasi CPI
7,2 5,96,0
Periode Realisasi RBI IMF-WEO Consensus Forecast
Tabel 2.9 Proyeksi Pertumbuhan Inflasi (% yoy)
Apr-20 Feb-20 Jun-20 Apr-20 Mei-20 Feb-20
FY 2019/20 6,8 - - - - - -
FY 2020/21 - N/A 5,0 -4,5 1,9 0,2 5,0
(H1:20/21)
Mei-20 Feb-20 Apr-20 Okt-19 Mei-20 Feb-20
FY 2019/20 3,4 - - - - - -
FY 2020/21 - 6,7 6,5 3,3 3,4 3,6 4,3
(H1:20/21)FY 2021/22 - 3,62,4
7,4
Periode Realisasi
N/A
RBI
4,1 4,2 4,0
IMF-WEO Consensus Forecast
FY 2021/22 -
Periode Realisasi
Proyeksi PDB
RBI IMF-WEO Consensus Forecast
Proyeksi Inflasi CPI
7,2 5,96,0
Apr-20 Feb-20 Jun-20 Apr-20 Mei-20 Feb-20
FY 2019/20 6,8 - - - - - -
FY 2020/21 - N/A 5,0 -4,5 1,9 0,2 5,0
(H1:20/21)
Mei-20 Feb-20 Apr-20 Okt-19 Mei-20 Feb-20
FY 2019/20 3,4 - - - - - -
FY 2020/21 - 6,7 6,5 3,3 3,4 3,6 4,3
(H1:20/21)FY 2021/22 - 3,62,4
7,4
Periode Realisasi
N/A
RBI
4,1 4,2 4,0
IMF-WEO Consensus Forecast
FY 2021/22 -
Periode Realisasi
Proyeksi PDB
RBI IMF-WEO Consensus Forecast
Proyeksi Inflasi CPI
7,2 5,96,0
6,7 3,3 3,6
2,4 3,6 4,2
Perkembangan Ekonomi Keuangan dan Kerja Sama Internasional - Edisi II 2020
70
terjadinya second wave infection; (ii) keketatan
likuiditas karena kredit macet, krisis NBFC, dan
jumlah issuance corporate bond yang rendah
berpotensi makin menekan ekonomi; dan
(iii) ruang kebijakan yang makin terbatas dan
pelebaran defisit fiskal; dan (iv) penurunan
rating yang meningkatkan borrowing cost.
Seiring dengan risiko tersebut, langkah
mitigasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah
India dan RBI akan memegang peran penting
dalam menjaga stabilitas keuangan dan
mendorong pertumbuhan ekonomi.