bab 11 tinjauan pustaka a. folley chateterrepository.ump.ac.id/7973/3/ariska widiastuti bab...
TRANSCRIPT
11
BAB 11
TINJAUAN PUSTAKA
A. Folley Chateter
Kateter urine adalah selang yang dimasukan ke dalam kandung kemih
untuk mengalirkan urine. Kateter ini biasanya dimasukan melalui uretra ke
dalam kandung kemih, namun metode lain yang disebut pendekatan
suprapubic, dapat digunakan (Marrelli,2007,p.265). kateter memungkinkan
mengalirnya urine yang berkelanjutan pada klien yang tidak mampu
mengontrol perkemihan atau klien yang mengalami obstruksi. Kateter juga
menjadi alat untuk mengkaji haluaran urine per jam pada klien yang status
hemodinamiknya tidak stabil. Karena kateterisasi kandung kemih membawa
resiko ISK dan trauma pada uretra, maka untuk mengumpulkan spesimen
maupun menangani inkontinensia, lebih dipilih tindakan yang lain (Potter &
Perry, 2006).
Kateterisasi membantu pasien dalam proses eliminasinya. Pemasangan
kateter menggantikan kebiasaan normal dari pasien untuk berkemih.
Penggunaan kateter intermiten dalam waktu yang lama dapat menyebabkan
pasien mengalami ketergantungan dalam berkemih (Craven dan Zweig, 2010).
1. Tipe Kateterisasi
Ada tiga macam kateter kandung kemih, yaitu kateter dengan
selang pembuangan satu buah, dengan dua buah dan dengan tiga buah
saluran pembuangan. Saluran pembuangan ini dinamakan lumen. Kateter
dengan tiga lumen dengan sendirinya akan memiliki garis tengah ( jadi
Pengaruh Teknik Relaksasi..., ARISKA WIDIASTUTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
12
lebih gemuk) yang lebih besar dibanding dengan kateter satu lumen.
Kateter yang dipakai tergantung pada tujuan memakai kateter tersebut :
kateter dengan satu lumen dipakai untuk tujuan satu kali, kateter dengan
dua lumen adalah kateter yang ditinggal tetap disitu satu lumen dipakai
sebagai saluran pembuangan urine, lumen yang lain dipakai dipakai untuk
mengisi dan mengosongkan balon yang dipasang pada ujungnya. Balon ini
diisi jika kateter dimasukan dengan cara yang tepat. Jumlah air destilasi
tertentu, yang menyebabkan kateter tidak dapat tergeser dan tetap berada
dalam kandung kemih. Baru setelah kateter akan dilepas, balon ini harus
dikosongkan. Kateter dengan tiga lumen, terutama dipakai untuk tujuan
membilas kandung kemih, disini satu lumen dipakai untuk memasukan
cairan pembilas , satu sebagai saluran pembuangan cairan, dan satu untuk
balon penampung (Smeltzer & Bare,2005).
Menurut Hegner dan Caldwell (2009), ada dua jenis kateter yang
digunakan untuk mendrainase urin, yaitu :
a. Kateter French adalah selang berlubang. Biasanya terbuat dari karet
yang lembut atau plastik. Kateter ini digunakan untuk mengeringkan
kandung kemih dan tidak terus menerus berada di kandung kemih.
b. Kateter folley mempunyai balon di sekeliling bagian lehernya. Balon ini
diberi udara (air) setelah kateter masuk ke kandung kemih. Kateter ini
juga dikenal sebagai kateter retensi atau indwelling.
Kateterisasi dapat menjadi tindakan yang menyelamatkan jiwa,
khususnya bila traktus urinarius tersumbat atau pasien tidak mampu
Pengaruh Teknik Relaksasi..., ARISKA WIDIASTUTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
13
melakukan urinasi. Kateterisasi juga dapat digunakan dengan indikasi lain,
yaitu : untuk menentukan perubahan jumlah urin sisa dalam kandung
kemih setelah pasien buang air kecil, untuk memintas suatu obstruksi yang
menyumbat aliran urine, untuk menghasilkan drainase pascaoperatif pada
kandung kemih, daerah vagina atau prostat, atau menyediakan cara-cara
untuk memantau pengeluaran urine setiap jam pada pasien yang sakit berat
(Smeltzer & Bare, 2005).
2. Indikasi Penggunaan Kateter
Kateter diindikasikan untuk beberapa alasan. Pemasangan kateter
dalam jangka waktu yang pendek akan menimbulkan infeksi, sehingga
metode pemasangan kateter sementara adalah metode yang paling baik
(Japardi, 2009).
a) Indikasi pada pemasangan kateter sementara :
1) Mengurangi ketidaknyamanan pada distensi kandung kemih.
2) Pengambilan urine residu setelah pengosongan kandung kemih.
b) Indikasi pada pemasangan kateter jangka pendek :
1) Obstruksi saluran kemih (pembesaran kelenjar prostat).
2) Pembedahan untuk memperbaiki organ perkemihan seperti vesika
urinaria, uretra dan organ sekitarnya.
3) Preventif pada obstruksi uretra dari perdarahan.
4) Untuk memantau output urine.
5) Irigasi vesika urinaria.
c) Indikasi pada pemasangan kateter jangka panjang :
Pengaruh Teknik Relaksasi..., ARISKA WIDIASTUTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
14
1) Retensi urin pada penyembuhan penyakit ISK/UTI.
2) Skin rash, ulcer dan luka yang iriatif apabila kontak dengan urine
3) Klien dengan penyakit terminal
3. Akibat yang Didapat Dari Pemasangan kateter
a) Iritasi ataupun trauma pada uretra
Penggunaan kateter yang ukuranya tidak tepat dapat
mengiritasi uretra, sehingga kemungkinan terjadinya trauma pun
meningkat. Selain itu, kurangnya penggunaan lubrikasi dapat melukai
jaringan sekitar uretra pada saat penyisipan. Trauma pada jaringan
uretra pun dapat terjadi apabila penyisipan letak kateter belum tepat
pada saat balon retensi pada kateter dikembangkan. Fiksasi kateter yang
kurang tepat dapat menambah gerakan yang menyebabkan regangan
atau tarikan pada uretra atau yang membuat kateter terlepas tanpa
sengaja. Manipulasi kateter paling sering menjadi penyebab kerusakan
mukosa kandung kemih pada pasien yang mendapat kateterisasi
(Brunner & Suddarth, 2007).
b) Krustasi pada kateter
Urine yang banyak mengandung urea yang memproduksi
bakteri seperti Proteus mirabilis, yang meningkatkan Ph urine memicu
terbentuknya krusta pada kateter. Lumen kateter tersumbat oleh kristal
yang berasal dari campuran pH urine yang tinggi, bakteri dan ion
kalsium maupun ion magnesium (Mandigan et all, 2006).
Pengaruh Teknik Relaksasi..., ARISKA WIDIASTUTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
15
Pembentukan krusta yang berasal dari garam urine dapat
menjadi sumber pembentukan batu. Asupan cairan yang bebas dan
peningkatan haluaran urine harus dipastikan untuk mengirigasi kateter
dan mengencerkan zat-zat dalam urine yang dapat membentuk krusta.
Pemakaian kateter silicon secara signifikan jarang menimbulkan
pembentukan krusta (Brunner & Suddarth, 2006).
c) Terjadinya blocking (tersumbat, tidak mengalir dengan lancer)
Kerusakan pada kateter yang disebabkan oleh krusta yang
menutupi area lumen kateter (Mandigan et all, 2006).
d) Terjadi kebocoran
Kateter yang pada bagian balon untuk memfiksasi kateter
tidak terfiksasi dengan baik akan menyebabkan pengeluaran urine yang
tidak tepat. Sehingga urine dapat merembes keluar tidak melalui selang
kateter.
e) Resiko infeksi saluran kemih tinggi
Pemasangan kateter akan menurunkan sebagian besar daya
tahan alami pada saluran kemih bagian bawah, mengiiritasi mukosa
kandung kemih dan menimbulkan jalur artificial untuk masuknya
kuman ke dalam kandung kemih. Banyak mikroorganisme ini
merupakan bagian dari flora endogen atau flora usus normal, atau
didapat melalui kontaminasi silang oleh pasien atau petugas rumah
sakit maupun melalui kontak degan peralatan yang tidak steril (Brunner
& Suddarth, 2006).
Pengaruh Teknik Relaksasi..., ARISKA WIDIASTUTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
16
B. Nyeri
Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik secara
ringan maupun berat karena terjadinya kerusakan jaringan (International
Association for the Study of Pain, 2011). Nyeri didefinisikan sebagai suatu
keadaan yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui bila
seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Nyeri merupakan faktor
utama yang menghambat kemampuan dan keinginan individu untuk pulih dari
suatu penyakit ( Potter& Perry,2005).
Definisi keperawatan menyatakan bahwa nyeri adalah sesuatu yang
menyakitkan tubuh yang di ungkapkan secara subjektif oleh individu yang
mengalaminya. Nyeri dianggap nyata meskipun tidak ada penyebab fisik atau
sumber yang dapat diidentifikasi. Meskipun beberapa sensasi nyeri
dihubungkan dengan status mental atau status psikologis, pasien secara nyata
merasakan sensasi nyeri dalam banyak hal dan tidak hanya membayangkan
saja. Kebanyakan sensasi nyeri adalah akibat dari stimulasi fisik dan mental
atau stimulasi emosional (Potter & Perry, 2007). Berdasarkan definisi-definisi
di atas dapat disimpulkan bahwa nyeri adalah suatu pengalaman sensori yang
tidak menyenangkan dan menyakitkan bagi tubuh sebagai respon karena
adanya kerusakan atau trauma jaringan maupun gejolak psikologis yang
diungkapkan secara subjektif oleh individu yang mengalaminya.
Pengaruh Teknik Relaksasi..., ARISKA WIDIASTUTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
17
1. Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua yaitu nyeri akut
dan nyeri kronik. Klasifikasi ini berdasarkan pada waktu atau terjadinya
nyeri.
a. Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut dan
berlangsung dalam waktu yang singkat, nyeri akut juga dapat dijelaskan
sebagai suatu nyeri yang berlangsung dari beberapa detik atau kurang
dari 6 bulan (Smltzer, 2009). Nyeri akut terkadang disertai oleh
aktivitas system saraf simpatis yang disertai dengan gejala-gejala
peningkatan respirasi, peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut
jantung, diaphoresis dan dilatasi pupil. Secara verbal klien yang
mengalami nyeri akut juga biasanya akan memperlihatkan respon emosi
dan perilaku seperti menangis, mengerang kesakitan dan mengerutkan
wajah (Andarmoyo, 2013).
b. Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah Nyeri yang menetap dalam suatu periode
yang lama, biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan. Tanda-tanda yang
muncul pada nyeri kronik berbeda dengan nyeri akut, dalam
pemeriksaan tanda-tanda vital sering didapatkan masih dalam batas
normal dan tidak disertai dengan dilatasi pupil. Manifestasi yang
biasanya muncul berhubungan dengan respon psikososial seperti rasa
keputusasaan, kelesuan, penurunan libido, penurunan berat badan,
Pengaruh Teknik Relaksasi..., ARISKA WIDIASTUTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
18
perilaku menarik diri, mudah tersinggung, marah dan tidak tertarik pada
aktivitas fisik. Secara verbal klien akan melaporkan adanya
ketidaknyamanan, kelemahan dan kelelahan (Andarmoyo, 2013).
Banyak faktor yang mempengaruhi nyeri diantaranya:
lingkungan, umur dan kelelahan, riwayat nyeri sebelumnya,
kepercayaan, budaya, pemecahan masalah pribadi, dan tersedianya
orang-orang yang memberi dukungan. Nyeri dapat bertambah berat
dengan adanya rangsangan dari lingkungan yang berlebihan. Misalnya :
kebisingan, cahaya yang terlalu terang dan kesendirian. Kelelahan juga
bisa menyebabkan nyeri itu meningkat sehingga banyak orang yang
kelelahan kemudian tidur agar lebih tenang. Adanya orang memberikan
dukungan seperti orang tua kepada anak-anaknya akan menimbulkan
rasa nyaman dalam menghadapi nyeri (Priharjo, 2006).
2. Faktor – faktor yang mempengaruhi nyeri
Reaksi fisik seseorang terhadap nyeri meliputi perubahan
neurologis yang spesifik dan sering dapat diperkirakan. Reaksi pasien
terhadap nyeri dibentuk oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi
mencakup usia, jenis kelamin, keragaman budaya, proses perkembangan,
lingkungan dan faktor pendukung, riwayat nyeri sebelumnya, deskripsi
nyeri, ansietas. Kemampuan untuk mentoleransi nyeri dapat menurun
dengan pengulangan episode nyeri, kelemahan, marah, cemas dan
gangguan tidur. Toleransi nyeri dapat ditingkatkan dengan obat-obatan,
Pengaruh Teknik Relaksasi..., ARISKA WIDIASTUTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
19
alkohol, hipnotis, kehangatan, distraksi dan praktek spiritual( Le Mone &
Burke, 2008).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi reaksi nyeri tersebut antara lain :
a. Usia
Usia merupakan hal yang terpenting dalam mempengaruhi nyeri
pada individu. Anak kecil mempunyai kesulitan dalam memahami nyeri
dan prosedur pengobatanya yang dapat menyebabkan nyeri. Anak kecil
belum bisa mengungkapkan rasa nyeri yang dialami. Takut dalam
tindakan keperawatan yang dialaminya (Potter & Perry, 2006).
Pada pasien lansia, perawat harus melakukan pengkajian lebih
rinci ketika seseorang lansia melaporkan adanya nyeri. Seringkali lansia
memiliki sumber nyeri lebih dari satu. Terkadang penyakit yang
berbeda-beda yang diderita lansia menimbulkan gejala yang sama,
sebagai contoh nyeri dada tidak selalu mengindikasikan serangan
jantung. Nyeri dada dapat timbul karena gejala antritis pada spinal dan
gangguan abdomen. Sebagai lansia terkadang pasrah terhadap hal yang
dirasakan, menganggap bahwa hal tersebut merupakan konsekuensi
penuaan yang tidak bisa dihindari (Nugroho, 2010).
b. Jenis kelamin
Secara umum perempuan dan laki-laki tidak berbeda secara
signifikan dalam berespon terhadap nyeri. Hanya beberapa budaya yang
menganggap bahwa seseorang anak laki-laki harus lebih berani dan tidak
boleh menangis dibandingkan dengan anak perempuan dalam situasi
Pengaruh Teknik Relaksasi..., ARISKA WIDIASTUTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
20
yang sama ketika merasa nyeri. Akan tetapi dari penelitian
memperlihatkan hormon seks pada mamalia berpengaruh terhadap
tingkat tingkat toleransi terhadap nyeri. Hormon seks testosteron
menaikan ambang nyeri pada percobaan binatang, sedangkan estrogen
meningkatkan pengenalan/sensitivitas terhadap nyeri. Pada manusia
lebih kompleks, dipengaruhi personal, social, budaya dan lain-lain
(Nugroho,2010).
c. Keragaman Budaya
Faktor ini telah lama diketahui sebagai salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi reaksi dan ekspresiseseorang terhadap rasa nyeri
yang dialami. Andrews dan Boyle tahun 1995 (dikutip dalam Kozier B
dan Erb’s G, 2009) mengemukakan tentang hasil studi yang dilakukan
menunjukan bahwa setiap kelompok budaya yang ada di dunia memiliki
perbedaan dalam mempersepsikan nyeri.
d. Proses perkembangan
Usia pada respoden akan mempengaruhi reaksi maupun ekspresi
dari individu terhadap rasa nyeri ( Kozier B dan Erb’s G, 2009).
Perbedaan usia pada responden anak-anak dan lansia akan bereaksi
terhadap nyeri. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan untuk
mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang
tua atau petugas kesehatan. Lansia yang mengalami nyeri perlu
dilakukan pengkajian, diagnosis, dan implementasi secara intensif.
Ebersole dan Hess (1994) dalam Potter & Perry (2006). Mengatakan
Pengaruh Teknik Relaksasi..., ARISKA WIDIASTUTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
21
individu yang berusia lanjut memiliki risiko tinggi mengalami situasi-
situasi yang membuat mereka merasakan nyeri.
e. Lingkungan dan Faktor Pendukung
Kondisi lingkungan yang berbeda seperti Rumah Sakit, dapat
merangsang bertambahnya rasa nyeri. Pasien yang tidak didampingi oleh
keluarga sebagai pendukung dapat merasakan nyeri yang hebat,
sebaliknya pasien yang memiliki keluarga sebagai pendukung di
sekitarnya merasakan sedikit nyeri. Keluarga yang menjadi pemberi
asuhan dapat menjadi pendukung yang penting untuk individu yang
sedang merasakan sakit (Kozier B dan Erb’s G, 2009).
f. Riwayat nyeri sebelumnya
Riwayat nyeri yang sebelumnya terjadi pada pesien akan
mempengaruhi kepekaan nyeri yang sekarang terjadi pasien. Nyeri yang
terjadi pada pasien lain juga akan mempengaruhi terjadinya nyeri
(Kozier B dan Erb’s G, 2009).
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri, pengalaman nyeri
sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima
nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Apabila
individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa
pernah sembuh atau menderita nyeri yang berat maka ansietas atau
bahkan rasa takut dapat muncul. Sebaliknya, apabila individu
mengalami nyeri dengan jenis yang sama berulang-ulang tetapi
kemudian nyeri tersebut berhasil dihilangkan, akan lebih mudah bagi
Pengaruh Teknik Relaksasi..., ARISKA WIDIASTUTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
22
individu tersebut untuk menginterpretasikan sensasi nyeri. Akibatnya,
klien akan lebih siap untuk melakukan tindakan-tindakan yang
diperlukan untuk menghindarkan nyeri (Potter & Perry, 2006).
g. Deskripsi nyeri
Persiapan menghadapi nyeri yang terjadi pada pasien dengan
sikap positif akan lebih memiliki hasil yang memuaskan. Sebaliknya jika
dalam menghadapi nyeri yang terjadi dengan sikap negatif maka akan
muncul persepsi bahwa nyeri tersebut merupakan ancaman bahkan
memiliki persepsi nyeri sebagai awal dari kematian (Kozier B dan Erb’s
G, 2009).
h. Ansietas
Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan
meningkatkan nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua
keadaan. Riset tidak memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten
antara ansietas dan nyeri juga tidak memperlihatkan bahwa pelatihan
pengurangan stress praoperatiif menurunkan nyeri saat pasca operatif.
Namun, ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat
meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Ansietas yang tidak
berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi pasien dan secara aktual
dapat menurunkan persepsi nyeri. Secara umum, cara yang efektif untuk
nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan nyeri ketimbang ansietas
(Smeltzer & Bare,2007).
Pengaruh Teknik Relaksasi..., ARISKA WIDIASTUTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
23
3. Fisiologi Nyeri
Saat terjadinya stimulus yang menimbulkan kerusakan jaringan
hingga pengalaman emosional dan psikologis yang menyebabkan nyeri,
terdapat rangkaian peristiwa elektrik dan kimiawi yang kompleks, yaitu
transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi.
a. Transduksi
Proses dimana stimulus noksius diubah ke implus elektrikal pada
ujung syaraf. Suatu stimulus kuat (noxion stimuli) seperti tekanan fisik
kimia, suhu dirubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima
ujung-ujung syaraf perifer (nerve ending) atau organ-organ tubuh
(reseptor meisneri, merkel, corpusculum paccini, golgi mazoni).
Kerusakan jaringan karena trauma baik trauma pembedahan atau trauma
lainya menyebabkan sistesa prostaglandin, dimana prostaglandin inilah
yang akan menyebabkan sensitisasi dari reseptor-reseptor nosiseptif dan
dikeluarkanya zat-zat mediator nyeri seperti histamine, serotonin yang
akan menimbulkan sensasi nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai sensitisasi
perifer.
b. Transmisi
Proses penyaluran implus melalui saraf sensori sebagai lanjutan
proses transduksi melalui serabut A-delta dan serabut C dari perifer ke
medulla spinalis, dimana implus tersebut mengalami modulasi sebelum
diteruskan ke thalamus oleh tractus spinothalicus dan sebagian ke
traktus spinoretikularis. Traktus spinoretikularis terutama membawa
Pengaruh Teknik Relaksasi..., ARISKA WIDIASTUTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
24
rangsangan dari organ-organ yang lebih dalam dan viseral serta
berhubungan dengan nyeri yang lebih difus dan melibatkan emosi.
Selain itu juga serabut-serabut saraf disini mempunyai sinaps
interneuron dengan saraf-saraf berdiameter besar dan bernielin.
Selanjutnya impuls disalurkan ke thalamus dan somatosensoris di cortex
cerebri dan dirasakan sebagai persepsi nyeri.
c. Modulasi
Proses perubahan transmisi nyeri yang terjadi disusunan saraf pusat
(medulla spinalis dan otak). Proses terjadinya interaksi antara sistem
analgesic endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input nyeri
yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis merupakan proses
ascenden yang di kontrol oleh otak. Analgesik endogen (enkefalin,
endorphin, serotonin, noradrenalin) dapat menekan implus nyeri pada
kornu posterior medulla spinalis. Dimana kornu posterior sebagai pintu
dapat terbuka dan tertutup untuk menyalurkan impuls nyeri utuk
analgesik endogen tersebut. Inilah yang meyebabkan persepsi nyeri
sangat subjektif pada setiap orang.
d. Persepsi
Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses
tranduksi, transmisi dan modulasi yang pada akhirnya akan
menghasilkan suatu proses subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri,
yang diperkirakan terjadi pada thalamus dengan korteks sebagai
diskriminasi dari sensorik.
Pengaruh Teknik Relaksasi..., ARISKA WIDIASTUTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
25
Kozzier, dkk. (2009) mengatakan bahwa nyeri akan menyebabkan
respon tubuh meliputi aspek psikologis, merangsang respon otonom
(simpatis dan parasimpatis respon simpatis akibat nyeri seperti
peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi, peningkatan
pernafasan, meningkatkan tegangan otot, dilatasi pupil, wajah pucat,
diaphoresis, sedangkan respon parasimpatis seperti nyeri dalam, berat
berakibat tekanan darah turun nadi turun, mual dan muntah, kelemahan,
kelelahan, dan pucat.
Pada kasus nyeri yang parah dan serangan yang mendadak
merupakan ancaman yang mempengaruhi manusia sebagai sitem terbuka
untuk beradaptasi dari stressor yang mengancam dan menggap
keseimbangan. Hipotalamus merespon terhadap stimulus nyeri dari
reseptor perifer atau korteks serebral melalui system hipotalamus pituitary
dan adrenal dengan mekanisme medulla adrenal hipofise untuk menekan
fungsi yang tidak penting bagi kehidupan sehingga menyebabkan
hilangnya situasi menegangkan dan mekanisme kortek adrenal hopfise
untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan
menyediakan energi kondisi emergency untuk mempercepat
penyembuhan. Apabila mekanisme ini tidak berhasil mengatasi stressor
(nyeri) dapat menimbulkan respon stress seperti turunya system imun pada
peradangan dan menghambat penyembuhan dan jika makin parah dapat
terjadi syok ataupun perilaku yang maladaptive (Potter & Perry,2007).
Pengaruh Teknik Relaksasi..., ARISKA WIDIASTUTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
26
4. Manajemen nyeri
Manajemen nyeri merupakan salah satu cara yang digunakan
dibidang kesehatan untuk mengatasi nyeri yang dialami oleh pasien.
Manajemen nyeri mempunyai beberapa tindakan atau prosedur baik secara
farmakologis maupun non farmakologis. Prosedur secara farmakologis
dilakukan dengan pemberian analgesik, yaitu untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa nyeri. Sedangkan secara non farmakologis dapat
dilakukan dengan cara relaksasi, teknik pernafasan, pergerakan atau
perubahan posisi, massage, akupressur, terapi panas/dingin,
hypnobrirthing, music, dan TENS (Transcutaneus Electrical Nerve
Stimulation).
5. Pengukuran nyeri
Penilaian intensitas nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan
skala sebagai berikut :
a. Skala deskriptif
Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan
nyeri yang lebih obyektif.Skala pendeskriptif verbal (Verbal Descriptio
Scale) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai
disepanjang garis.Pendeskriptif ini dirangking dari “tidak terasa nyeri”
sampai “nyeri yang tidak tertahan”.Perawat menunjukan klien skala
tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang
dia rasakan (Potter & Perry, 2006).
Pengaruh Teknik Relaksasi..., ARISKA WIDIASTUTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
27
Gambar 2.1 Pengukuran Skala VDS (Potter & Perry, 2006)
b. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale
Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang
berbeda-beda, dimulai dari senyuman sampai dengan menangis karena
merasa kesakitan. Skala ini berguna pada pasien dengan gangguan
komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien yang kebingungan
atau pada pasien yang tidak mengerti dengan Bahasa lokal setempat.
Gambar 2.2 Pengukuran Wong-Baker Faces Pain Rating
Scale (,2006). Potter & Perry
c. Numerical Rating Scale (NRS)
Pasien dinyatakan tentang derajat nyeri yang di rasakan dengan
cara menunjukan angka 0 – 5 atau 0 – 10, dimana angka 0 dinyatakan
sebagai tidak nyeri dan angka 5 atau 10 menunjukan nyeri yang hebat.
Gambar 2.3 Pengukuran Numerical Rating Scale (NRS) (Potter &
Perry, 2006)
Pengaruh Teknik Relaksasi..., ARISKA WIDIASTUTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
28
Keterangan :
0 : Tidak Nyeri
1 – 3 : Nyeri Ringan
4 – 6 : Nyeri Sedang
7 – 10 : Nyeri Berat
C. Relaksasi Genggam Jari
Teknik relaksasi merupakan salah satu metode manajemen nyeri non
farmakologis dalam strategi penanggulangan nyeri, disamping metode TENS
(Transcutaneons electric nerve stimulation), biofeedack, placebo dan
distraksi.
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan
stress, karena dapat mengubah persepsi kognitif dan motivasi afektif pasien.
Teknik relaksasi membuat pasien dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa
tidak nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri (Potter dan Perry,
2005).
Berbagai macam bentuk relaksasi yang sudah ada adalah relaksasi otot,
relaksasi kesadaran indera, relaksasi meditasi, yoga dan relaksasi hipnosa.
Dari bentuk relaksasi diatas belum pernah dijelaskan kajian tentang relaksasi
genggam jari (Utami, 2006).
Relaksasi genggam jari adalah sebuah teknik relaksasi yang sangat
sederhana dan mudah dilakukan oleh siapapun yang berhubungan dengan jari
tangan serta aliran energi didalam tubuh kita. Teknik genggam jari disebut
juga Finger hold Liana, 2008).
Pengaruh Teknik Relaksasi..., ARISKA WIDIASTUTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
29
Tangan (jari dan telapak tangan) adalah alat bantu sederhana dan
ampuh untuk menyelaraskan dan membawa tubuh menjadi seimbang. Setiap
jari tangan berhubungan dengan sikap sehari-hari. Ibu jari berhubungan
dengan perasaan khawatir, jari telunjuk berhubungan dengan kekuatan, jari
tengah berhubungan dengan kemarahan, jari manis berhubungan dengan
kesedihan dan jari kelingking berhubungan dengan rendah diri dan kecil hati.
Relaksasi genggam jari yang juga disebut finger hold adalah sebuah
teknik relaksasi adalah sebuah teknik relaksasi yang digunakan untuk
meredakan atau mengurangi intensitas nyeri pasca pembedahan (Pinandita,
Purwati, & Utoyo, 2012). Teknik relaksasi genggam jari membantu tubuh,
pikiran dan jiwa untuk mencapai relaksasi. Dalam keadaan relaksasi secara
alamiahakan memicu pengeluaran hormon endofrin, hormon ini merupakan
analgesik alami dari tubuh sehingga nyeri akan berkurang (Sofiyah, Mari’fah,
Susanti,2014).
1. Tujuan
Terapi relaksasi genggam jari sebagai pendamping terapi
farmakologi yang bertujuan untuk meningkatkan efek analgesik sebagai
terapi Pereda nyeri. Dilakukan saat nyeri tidak dirasakan pasien. Tetapi
relaksasi bukan sebagai pengganti obat-obatan tetapi diperlukan untuk
mempersingkat episode nyeri yang berlangsung beberapa menit atau
detik. Kombinasi teknik ini dengan obat-obatan yang dilakukan secara
simultan merupakan cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri
(Smeltzer, 2011).
Pengaruh Teknik Relaksasi..., ARISKA WIDIASTUTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
30
2. Teknik Relaksasi Genggam Jari
Teknik ini dilakukan pada pasien yang akan dilakukan tindakan
pemasangan kateter, pasien dalam keadaan sadar dan kooperatif saat akan
dilakukan tindakan. Langkah prosedurnya sebagai berikut :
a. Cuci tangan sebelum berinteraksi dengan pasien. Memberikan salam
dan memperkealkan diri serta menjelaskan maksud dan tujuan dari
tindakan yang akan dilakukan pada pasien serta menanyakan
kesediaanya.
b. Menjaga privasi pasien.
c. Posisikan pasien dengan berbaring lurus di tempat tidur, minta pasien
untuk mengatur nafas dan merilekskan semua otot.
d. Perawat duduk berada disamping pasien, relaksasi dimulai dengan
menggenggam ibu jari pasien dengan tekanan lembut, genggam hingga
nadi pasien terasa berdenyut.
e. Pasien diminta untuk mengatur nafas dengan hitungan teratur.
f. Genggam ibu jari selama kurang lebih 3-5 menit dengan bernafas
secara teratur, untuk kemudian seterusnya satu persatu beralih ke jari
selanjutnya dengan rentang waktu yang sama.
g. Setelah kurang lebih 15 menit, alihkan tindakan untuk tangan yang lain.
h. Sesion selesai dengan menanyakan kembali bagaimna tigkat intensitas
nyeri yang dirasakan pasien setelah dilakukan tindakan.
i. Rapikan pasien dan cuci tangan setelah melakukan tindakan.
Pengaruh Teknik Relaksasi..., ARISKA WIDIASTUTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
31
3. Mekanisme Relaksasi Genggam Jari dalam Menurunkan Nyeri
Jenis relaksasi ini sangat sederhana dan mudah dilakukan oleh
siapapun yang berhubungan dengan jari tangan serta aliran energi didalam
tubuh kita. Apabila individu mempersepsikan sentuhan sebagai
stimulusuntuk rileks, kemudian akan muncul respons relaksasi (Potter &
Perry,2007). Mekanisme relaksasi genggam jari dijelaskan melalui teori
gate-control yang mengatakan bahwa stimulasi kotaneous mengaktifkan
transmisi serabut saraf sensori A-beta yang lebih besar dan lebih cepat.
Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan delta-A yang
berdiameter lebih kecil. Proses ini terjadi dalam kornu dorsalis medula
spinalis yang dianggap sebagai tempat merespons nyeri. Sel-sel inhibitori
dalam kornu dorsalis medulla spinalis mengandung enkefalin yang
menghambat transmisi nyeri, gerbang sinaps menutup transmisi implus
nyeri sehingga bila tidak ada informasi nyeri yang disampaikan melalui
saraf asenden menuju otak, maka tidak ada nyeri yang dirasakan
(Pinandita, Purwanti & Utoyo, 2012).
Pengaruh Teknik Relaksasi..., ARISKA WIDIASTUTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
32
D. Kerangka Teori
Kerangka teori penelitian merupakan kumpulan teori yang mendasari
suatu topik penelitian. Yang disusun berdasarkan teori yang sudah ada dalam
tinjauan teori dan mengikuti kaidah input da output (Saryono, 2011).
s
Gambar : 2. 4. Kerangka teori
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak di teliti
Nyeri saat dipasang folley kateter Teknik relaksasi genggam jari
Menurunkan ketegangan fisik dan emosi
Hormon endofrin
Aliran energi menjadi
lancar
Nyeri
Menimbulkan rasa tenang,
nyaman
Menghangatkan titik-titik keluar
masuknya energi
Faktor-faktor yang
mempengaruhi nyeri
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. keragaman budaya
d. proses
perkembangan
e. lingkungan &
faktor pendukung
f. riwayat nyeri
sebelumnya
g. deskripsi nyeri
h. ansietas
Pasien sakit yang dirawat di IGD
Pemasangan folley chateter Proses terjadinya
nyeri :
a. Stimulus
b. Transduksi
c. Transmisi
d. Modulasi
e. Persepsi
Pengaruh Teknik Relaksasi..., ARISKA WIDIASTUTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
33
E. Kerangka Konsep
F. Hipotesis
Menurut Saryono (2011) mengemukakan bahwa hipotesis penelitian
sebagai terjemahan dari tujuan penelitian ke dalam dugaan yang jelas.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Ha : Ada perbedaan penurunan nyeri pada responden yang diberi teknik
relaksasi genggam jari dan responden yang tidak diberi teknik relaksasi
genggam jari
Ho : Tidak Ada perbedaan penurunan nyeri pada responden yang diberi
teknik relaksasi genggam jari dan responden yang tidak diberi teknik
relaksasi genggam jari
Kelompok intervensi
Relaksasi genggam jari
Nyeri Pemasangan folley
kateter
Kelompok non intervensi
Pengaruh Teknik Relaksasi..., ARISKA WIDIASTUTI, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018