bab 1 pendahuluan ne

49
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 . Beton 1.1.1. Pengertian Beton Beton adalah hasil pencampuran semen portland, air, dan agregat. Kadang-kadang juga ditambah bahan tambahan yang sangat bervariasi mulai dari bahan kimia tambahan, serat, sampai bahan buangan non kimia dengan perbandingan tertentu. Pada proses terbentuknya beton, semen dan air akan membentuk pasta semen yang berfungsi sebagai perekat/pengikat dalam proses pengerasan. Pada proses pengerasan, pasta semen dan agregat halus (pasir) akan membentuk mortar yang akan menutup rongga- rongga antara agregat kasar (kerikil atau batu pecah), sedangkan pori-pori antara agregat halus diisi oleh pasta semen yang merupakan campuran antara semen dengan air sehingga butiran-butiran agregat saling terikat dengan kuat dan terbentuklah suatu massa yang kompak/padat. 1.1.2. Jenis–Jenis Beton 1

Upload: didit-cahya-utama

Post on 11-Jun-2015

3.560 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 1 PenDaHuLuan ne

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Beton

1.1.1. Pengertian Beton

Beton adalah hasil pencampuran semen portland, air, dan agregat. Kadang-kadang

juga ditambah bahan tambahan yang sangat bervariasi mulai dari bahan kimia

tambahan, serat, sampai bahan buangan non kimia dengan perbandingan tertentu.

Pada proses terbentuknya beton, semen dan air akan membentuk pasta semen

yang berfungsi sebagai perekat/pengikat dalam proses pengerasan.

Pada proses pengerasan, pasta semen dan agregat halus (pasir) akan membentuk

mortar yang akan menutup rongga-rongga antara agregat kasar (kerikil atau batu

pecah), sedangkan pori-pori antara agregat halus diisi oleh pasta semen yang

merupakan campuran antara semen dengan air sehingga butiran-butiran agregat

saling terikat dengan kuat dan terbentuklah suatu massa yang kompak/padat.

1.1.2. Jenis–Jenis Beton

Ada bermacam–macam jenis beton, yaitu :

a. Beton Ringan

Beton ringan adalah beton yang dibuat dengan beban mati dan kemampuan

penghantaran panas yang lebih kecil dengan berat jenis kurang dari 1800

kg/m3.

1

Page 2: BAB 1 PenDaHuLuan ne

2

b. Beton Massa

Beton massa adalah beton yang dituang dalam volume besar, yaitu

perbandingan antara volume dan luas permukaannya besar. Biasanya beton

massa dimensinya lebih dari 60 cm.

c. Ferosemen

Ferosemen adalah suatu bahan gabungan yang diperoleh dengan cara

memberikan suatu tulangan berupa anyaman kawat baja sebagai pemberi

kekuatan tarik dan daktilitas pada mortar semen.

d. Beton Serat (Fibre Concrete)

Beton Serat adalah bagian komposit yang terdiri dari dari beton biasa dan

bahan lain yang berupa serat. Serat dalam beton ini berfungsi mencegah retak–

retak sehingga menjadikan beton lebih daktail daripada beton biasa.

e. Beton Non Pasir (No-Fines Concrete)

Beton Non Pasir adalah bentuk sederhana dari jenis beton ringan yang

diperoleh dengan cara menghilangkan bagian halus agregat pada pembuatan

beton. Tidak adanya agregat halus dalam campuran menghasilkan suatu sistem

berupa keseragaman rongga yang terdistribusi di dalam massa beton serta

berkurangnya berat jenis beton.

f. Beton Siklop

Beton Siklop adalah beton normal/beton biasa yang menggunakan ukuran

agregat yang relatif besar. Ukuran agregat kasar dapat mencapai 20 cm,

namun proporsi agregat yang lebih besar ini sebaiknya tidak lebih dari 20 %

agregat seluruhnya.

g. Beton Hampa

Beton Hampa adalah beton yang setelah diaduk, dituang, dan dipadatkan

sebagaimana beton biasa, air sisa reaksi disedot dengan cara khusus yang

Page 3: BAB 1 PenDaHuLuan ne

3

disebut cara vacuum. Air yang tertinggal hanya air yang dipakai untuk reaksi

dengan semen sehingga beton yang diperoleh sangat kuat.

h. Beton Mortar

Beton Mortar adalah adukan yang terdiri dari pasir, bahan perekat, dan air.

Mortar dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu : mortar lumpur, mortar

kapur, dan mortar semen.

1.1.3. Sifat–Sifat Beton

1.1.3.1. Beton Segar

Hal–hal penting yang berkaitan dengan sifat–sifat beton segar adalah :

1. Kemudahan pengerjaan (workability)

Sifat ini merupakan ukuran dari tingkat kemudahan adukan untuk diaduk,

diangkut, dituang, dan dipadatkan.

Unsur–unsur yang mempengaruhi sifat kemudahan pengerjaan beton segar, yaitu :

aJumlah air yang dipakai dalam campuran adukan beton

bMakin banyak air yang dipakai makin mudah beton segar dikerjakan

cPenambahan semen kedalam campuran yang diikuti dengan bertambahnya air

pada campuran untuk memperoleh nilai fas tetap

dGradasi campuran pasir dan kerikil

ePemakaian butir maksimum kerikil

fPemakaian butir–butir batuan yang bulat

2. Pemisahan kerikil

Kecenderungan butir–butir kerikil untuk memisahkan diri dari campuran adukan

beton disebut segregation.

Kecenderungan pemisahan kerikil dapat diperbesar dengan cara :

a Mengurangi semen pada campuran adukan beton

b Menambah jumlah air

c Memperbesar butir kerikil

Page 4: BAB 1 PenDaHuLuan ne

4

d Memperkasar permukaan kerikil

Pemisahan kerikil dari adukan beton kurang baik setelah beton mengeras. Untuk

mengurangi kecenderungan pemisahan kerikil tersebut, maka diusahakan hal–hal

sebagai berikut :

a Memberikan air secukupnya (sesuai dengan kebutuhan)

b Adukan beton jangan dijatuhkan dengan ketinggian terlalu tinggi

c Cara pengangkutan, penuangan, maupun pemadatan harus mengikuti cara

yang betul

3. Pemisahan air

Kecenderungan air untuk naik ke atas (memisahkan diri) pada beton segar yang

baru saja dipadatkan disebut bleeding.

Pemisahan air dapat dikurangi dengan cara–cara berikut :

aMemberi lebih banyak semen

bMenggunakan air sesedikit mungkin

cMenggunakan pasir lebih banyak

1.1.3.2. Beton Keras

Sifat–sifat mekanis beton keras adalah :

a.Sifat jangka pendek atau sesaat

Sifat jangka pendek terdiri dari :

1. Kekuatan tekan

Kuat tekan beton dipengaruhi oleh :

Perbandingan air semen dan tingkat pemadatannya

Jenis semen dan kualitasnya

Jenis dan lekak–lekuk bidang permukaan agregat

Umur (pada keadaan normal kekuatan bertambah sesuai dengan umurnya)

Suhu (kecepatan pengerasan beton bertambah dengan bertambahnya suhu)

Efisiensi dan perawatan

Page 5: BAB 1 PenDaHuLuan ne

5

2. Kekuatan tarik

Kekuatan tarik beton berkisar seperdelapanbelas kuat desak beton pada waktu

umurnya masih muda dan berkisar seperduapuluh sesudahnya. Kekuatan tarik

biasanya tidak diperhitungkan di dalam perencanaan bangunan beton. Kuat

tarik merupakan bagian penting di dalam menahan retak–retak akibat

perubahan kadar air dan suhu.

3. Kekuatan geser

Di dalam praktek, kekuatan geser beton selalu diikuti oleh kekuatan desak dan

tarik oleh lenturan bahkan di dalam pengujian tidak mungkin menghilangkan

elemen lentur.

b. Sifat jangka panjang

Sifat jangka panjang terdiri dari :

1.Rangkak

Rangkak adalah penambahan terhadap waktu akibat beton yang bekerja.

Faktor–faktor yang mempengaruhi rangkak adalah:

b. Kekuatan

Rangkak dikurangi bila kenaikan kekuatan semakin besar.

b. Perbandingan campuran

Bila fas dan volume pasta semen berkurang, maka rangkak berkurang.

c. Agregat

Rangkak bertambah bila agregat makin halus.

d. Perawatan

e. Umur

Kecepatan rangkak berkurang sejalan dengan umur beton.

2.Susut

Susut adalah berkurangnya volume elemen beton karena terjadi kehilangan

uap air ketika terjadi penguapan.

Page 6: BAB 1 PenDaHuLuan ne

6

Faktor–faktor yang mempengaruhi besarnya susut adalah :

a. Agregat sebagai penahan susut pasta semen

b. Faktor air semen (semakin besar fas semakin besar pula efek susut)

c. Ukuran elemen beton (kelajuan dan besarnya susut akan berkurang bila

volume elemen betonnya semakin besar)

d. Kondisi lingkungan

e. Banyaknya penulangan

f. Bahan tambahan

1.1.4. Kelebihan dan Kekurangan Beton

1.1.4.1. Kelebihan Beton

Kelebihan beton dibanding dengan bahan bangunan lain adalah :

1. Harganya relatif murah karena menggunakan bahan-bahan dasar dari bahan

lokal, kecuali Semen Portland.

2. Beton termasuk tahan aus dan tahan kebakaran sehingga biaya perawatannya

rendah.

3. Beton termasuk bahan yang berkekuatan tekan tinggi dan mempunyai sifat

tahan terhadap pengkaratan/pembusukan oleh kondisi lingkungan.

4. Ukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan beton tak bertulang atau

pasangan batu.

5. Beton segar dapat dengan mudah diangkut maupun dicetak dalam bentuk

apapun dan ukuran seberapapun tergantung keinginan.

1.1.4.2. Kekurangan Beton

Kekurangan beton dibanding dengan bahan bangunan lain adalah :

1. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah sehingga mudah retak. Oleh karena

itu, perlu diberi baja tulangan atau tulangan kasa.

Page 7: BAB 1 PenDaHuLuan ne

7

2. Beton segar mengerut saat pengeringan dan beton keras mengembang jika

basah sehingga dilatasi (constraction joint) perlu diadakan pada beton yang

berdimensi besar untuk memberi tempat bagi susut pengerasan dan

pengembangan beton.

3. Beton keras mengembang dan menyusut bila terjadi perubahan suhu sehingga

perlu dibuat dilatasi (expansion joint) untuk mencegah terjadinya retak-retak

akibat perubahan suhu.

4. Beton tidak kedap air sehingga air yang membawa kandungan garam dapat

masuk dan merusak beton.

5. Beton bersifat getas (tidak daktail) sehingga harus dihitung secara seksama

agar setelah dikombinasikan dengan baja tulangan menjadi bersifat daktail

terutama pada struktur tahan gempa.

1.1.5. Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Kuat Tekan Beton

Faktor–faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton adalah :

a. Pengaruh cuaca berupa pengembangan dan penyusutan yang diakibatkan oleh

pergantian panas dan dingin.

b. Daya perusak kimiawi, seperti air laut (garam), asam sulfat, alkali, limbah,

dan lain-lain.

c. Daya tahan terhadap aus (abrasi) yang disebabkan oleh gesekan orang

berjalan kaki, lalu lintas, gerakan ombak, dan lain-lain.

1.1.6. Zat–Zat yang Mengurangi Kekuatan Beton

Ditinjau dari aksinya, zat–zat yang berpengaruh buruk pada beton dapat

dibedakan menjadi tiga, yaitu :

a. Zat yang mengganggu proses hidrasi semen.

b. Zat yang melapisi agregat sehingga mengganggu terbentuknya lekatan

yang baik antara agregat dan pasta semen.

Page 8: BAB 1 PenDaHuLuan ne

8

c. Butiran–butiran yang tidak tahan cuaca yang bersifat lemah dan

menimbulkan reaksi kimia antara agregat dan pastanya.

Zat–zat pengganggu ini dapat berupa kandungan organik, lempung, atau bahan-

bahan halus lainnya, misalnya silt atau debu pecahan batu, garam, shale, lempung,

kayu, arang, pyrites (tanah tambang yang mengandung belerang), dan lain–lain.

1.1.7. Evaluasi Pekerjaan Beton

Kekuatan beton yang diproduksi di lapangan cenderung bervariasi dari masing–

masing adukan. Besar variasi tergantung berbagai faktor, antara lain :

a. Variasi mutu bahan (agregat) dari satu adukan ke adukan berikutnya.

b. Variasi cara pengadukan.

c. Stabilitas pekerja.

Pengawasan terhadap mutu beton yang dibuat di lapangan dilakukan dengan cara

membuat diagram hasil uji kuat tekan beton dari benda–benda uji yang diambil

selama pelaksanaan. Dalam buku “Perencanaan Campuran dan Pengendalian

Mutu Beton” (1994) tercantum bahwa beton yang dibuat dapat dinyatakan

memenuhi syarat (mutunya tercapai) jika kedua persyaratan berikut terpenuhi,

yaitu :

a. Nilai rata–rata dari semua pasangan hasil uji (yang masing–masing

pasangan terdiri dari empat hasil uji kuat tekan) tidak kurang dari (fc’+0,82 Sc)

b. Tidak satupun dari hasil uji tekan (rata–rata dari dua silinder) kurang dari

0,85fc’.

Jika salah satu dari dua persyaratan tersebut di atas tidak terpenuhi, maka untuk

adukan berikutnya harus diambil langkah–langkah untuk meningkatkan kuat tekan

rata–rata betonnya.

Khusus jika persyaratan kedua yang tidak terpenuhi, maka selain memperbaiki

adukan beton berikutnya harus pula diambil langkah–langkah untuk memastikan

bahwa daya dukung struktur beton yang sudah dibuat masih tidak membahayakan

terhadap beban yang akan ditahan.

Page 9: BAB 1 PenDaHuLuan ne

9

Langkah–langkah itu antara lain :

a. Analisis ulang struktur berdasarkan kuat tekan beton sesungguhnya

(actual).

b. Uji tidak merusak (non-destructive test), misalnya dengan Schmidt

Rebound Hammer (Hamer Test), Pull-Out Test, Ultrasonic Pulse Velocity Test,

atau Semi Destructive Test, yaitu uji bor inti, dan sebagainya.

1.2. Semen

1.2.1. Pengertian Semen

Semen adalah suatu bahan yang mempunyai sifat adhesif dan kohesif yang

mampu melekatkan fragmen-fragmen mineral menjadi suatu kesatuan massa yang

padat. Semen yang digunakan untuk bahan beton adalah semen portland atau

semen portland pozolan yang berupa semen hidrolik sebagai perekat bahan susun

beton.

1.2.2. Sifat–Sifat Semen

1.2.2.1. Susunan Kimia Semen

Semen portland dibuat dari serbuk mineral kristalin yang komposisi utamanya

disebut mayor oksida, terdiri dari : kalsium atau batu kapur (CaCO3), aluminium

oksida (Al2O3), pasir silikat (SiO2), dan bijih besi (FeO2) serta senyawa-senyawa

lain yang jumlahnya hanya beberapa persen dari jumlah semen yaitu minor oksida

yang terdiri dari : MgO, SO3, K2O, dan NaO2.

Empat unsur yang paling penting dalam semen adalah :

1. Trikalsium silikat (C2S) atau 3CaO.SiO3

2. Dikalsium silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2

3. Trikalsium aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3

Page 10: BAB 1 PenDaHuLuan ne

10

4. Tetrakalsium aluminoferit (C4AF) atau 4CaO.Al2O3.FeO2

1.2.2.2. Hidrasi Semen

Hidrasi semen adalah reaksi yang terjadi antara silikat dan aluminat pada semen

dengan air menjadi media perekat yang memadat lalu membentuk massa yang

keras. Hidrasi semen bersifat eksotermis dengan panas yang dikeluarkan kira–kira

110 kalori/gram.

Panas hidrasi didefinisikan sebagai kuantitas panas dalam kalori/gram pada semen

yang terhidrasi. Waktu berlangsungnya dihitung sampai proses hidrasi

berlangsung sampai sempurna pada temperatur tertentu. Laju hidrasi dan

perubahan panas bertambah besar sejalan dengan semakin halusnya semen.

1.2.2.3. Kekuatan Semen dan FAS

Kekuatan semen yang dipakai sangat tergantung pada jumlah air yang dipakai

waktu proses hidrasi berlangsung. Sebaiknya selalu diusahakan jumlah air yang

dipakai sesedikit mungkin agar kekuatan beton tidak terlalu rendah. Pada dasarnya

jumlah air yang diperlukan untuk proses hidrasi kira–kira 25% dari berat

semennya. Penambahan jumlah air akan mengurangi kekuatan beton setelah

mengeras.

1.2.2.4. Sifat Fisis Semen

Sifat–sifat fisis semen adalah :

a Kehalusan Butir

Semakin halus butiran semen, semakin luas permukaannya sehingga semakin

cepat pula proses hidrasinya. Hal ini berarti bahwa butir–butir semen yang

halus akan menjadi kuat dan menghasilkan panas hidrasi yang lebih cepat dari

pada semen dengan butir–butir yang lebih kasar. Menurut SII 0013-81 paling

sedikit 90% berat semen harus lolos ayakan lubang 9 mm.

Page 11: BAB 1 PenDaHuLuan ne

11

b Waktu Ikatan

Waktu ikatan adalah waktu yang dibutuhkan semen untuk mencapai keadaan

kaku tahap pertama dan cukup kuat untuk menerima tekanan.

c Panas Hidrasi

Panas hidrasi adalah kuantitas panas dalam kalori/gram pada semen yang

terhidrasi.

d Berat Jenis

1.2.2.5. Sifat Kimia Semen

Semen mengandung C3S dan C2S sebesar 70–80 %. Unsur-unsur ini merupakan

unsur paling dominan dalam memberikan sifat semen. C3S mulai berhidrasi bila

semen terkena air secara eksotermis. Berpengaruh besar terhadap pengerasan

semen, terutama sebelum mencapai umur 14 hari. Membutuhkan air 24% dari

beratnya. C2S bereaksi dengan air lebih lambat dan hanya berpengaruh terhadap

pengerasan semen setelah 7 hari dan memberikan kekuatan akhir. Unsur ini

membuat semen tahan terhadap serangan kimia dan mengurangi penyusutan

karena pengeringan. Membutuhkan air 21% dari beratnya. C3A berhidrasi secara

eksotermis, bereaksi secara cepat dan memberikan kekuatan sesudah 24 jam.

Membutuhkan air 40% dari beratnya. Semen yang mengandung unsur ini lebih

dari 10%, kurang tahan terhadap serangan sulfat. C4AF kurang begitu besar

pengaruhnya terhadap pengerasan beton.

1.2.3. Jenis–Jenis Semen

Berikut jenis-jenis semen portland yang sering digunakan dalam konstruksi

Tabel 1.1. Jenis Semen Portland

Jenis PenggunaanI Konstruksi biasa dimana persyaratan yang khusus tidak diperlukan.

IIKonstruksi biasa dimana diinginkan perlawanan terhadap panas

hidrasi yang sedang.III Jika kekuatan awal yang tinggi setelah pengikatan diinginkan.IV Jika panas hidrasi yang rendah yang diinginkan.V Jika daya tahan tinggi terhadap sulfat yang diinginkan.

Page 12: BAB 1 PenDaHuLuan ne

12

Sumber : Teknologi Beton ; Kardiyono Tjokrodimuljo

1.2.4. Pembuatan Semen

Semen Portland Pozolan dapat dibuat dengan dua cara. Cara pertama menggiling

bersama klinker semen dan pozolan. Sedangkan cara kedua dengan mencampur

sampai rata gerusan semen dan pozolan halus.

Penggilingan dua material secara bersama-sama pada cara pertama lebih mudah

daripada cara kedua. Pada semen portland pozolan menghasilkan panas hidrasi

lebih sedikit daripada semen biasa. Sifat ketahanan terhadap kotoran dalam air

lebih baik, sehingga cocok sekali jika dipakai untuk bangunan di tepi laut,

bangunan pengairan, dan beton massa.

Reaksi antara air dengan semen dibedakan menjadi dua periode, yaitu periode

pengikatan dan periode pengerasan. Periode pengikatan adalah peralihan dari

kondisi plastis ke kondisi keras. Kondisi pada periode pengikatan, yaitu :

1. Kondisi pada saat semen mulai menjadi kaku setelah semen itu diaduk dengan

air. Kondisi ini disebut pengikatan awal.

2. Kondisi yang berlangsung antara permulaan semen menjadi kaku sampai saat

semen beralih ke kondisi keras dan padat, atau kondisi ini dapat diartikan

bahwa pasta semen telah menjadi keras tetapi belum cukup kuat. Kondisi ini

disebut waktu pengikatan .

Periode pengerasan adalah penambahan kekuatan setelah pengikatan selesai.

Pengerasan mula-mula berlangsung terus secara cepat, kemudian lebih lambat

untuk jangka waktu yang lama.

Mengingat hal-hal tersebut diatas maka pelaksanaan pengecoran harus

dilaksanakan sebelum terjadinya pengikatan awal. Spesifikasi untuk semen

mensyaratkan bahwa awal pengikatan dari pasta semen tidak boleh kurang dari

satu jam setelah dicampur dengan air.

Page 13: BAB 1 PenDaHuLuan ne

13

1.3. Agregat Halus

1.3.1. Pengertian Agregat Halus

Agregat halus merupakan batuan halus yang terdiri dari butiran sebesar 0,14-5

mm yang didapat dari hasil disintegrasi (penghancuran) batuan alam (natural

sand) atau dapat juga dengan memecahnya (artificial sand), tergantung dari

kondisi pembentukan terjadinya.

1.3.2. Syarat Agregat Halus

Menurut PBI 1971 (NI-2) pasal 33, syarat-syarat agregat halus (pasir) adalah

sebagai berikut :

1. Agregat halus terdiri dari butiran-butiran tajam dan keras, bersifat kekal dalam

arti tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca, seperti panas matahari dan

hujan.

2. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% terhadap jumlah

berat agregat kering. Apabila kandungan lumpur lebih dari 5%, agregat halus

harus dicuci terlebih dahulu.

3. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan–bahan organik terlalu banyak.

Hal demikian dapat dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrams Harder

dengan menggunakan larutan NaOH.

4. Agregat halus terdiri dari butiran-butiran yang beranekaragam besarnya dan

apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan dalam pasal 3.5 ayat 1

(PBI 1971), harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Sisa di atas ayakan 4 mm, harus minimum 2% berat.

b. Sisa di atas ayakan 1 mm, harus minimum 10% berat.

c. Sisa di atas ayakan 0,25 mm, harus berkisar antara 80%-90% berat.

Page 14: BAB 1 PenDaHuLuan ne

14

Pasir di dalam campuran beton sangat menentukan kemudahan pengerjaan

(workability), kekuatan (strengh), dan tingkat keawetan (durability) dari beton

yang dihasilkan. Untuk memperoleh hasil beton yang seragam, mutu pasir harus

benar-benar dikendalikan. Oleh karena itu, pasir sebagai agregat halus harus

benar-benar memenuhi gradasi dan persyaratan yang ditentukan.

1.3.3. Batasan Susunan Butiran Agregat Halus

Batasan susunan butiran agregat halus dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1.2. Batasan Susunan Butiran Agregat Halus

Ukuran saringan (mm)

Prosentase lolos saringanDaerah 1 Daerah 2 Daerah 3 Daerah 4

10,004,802,401,200,600,300,15

10090-10060-9530-7015-345-200-10

10090-10075-10055-9035-598-300-10

10090-10085-10075-10060-7912-400-10

10095-10095-10090-10080-10015-500-15

Sumber : Teknologi Beton ; Kardiyono Tjokrodimuljo

Keterangan:

Daerah I : pasir kasar

Daerah II : pasir agak kasar

Daerah III : pasir agak halus

Daerah IV : pasir halus

Page 15: BAB 1 PenDaHuLuan ne

15

1.4. Agregat Kasar

1.4.1. Pengertian Agregat Kasar

Agregat kasar adalah agregat yang ukuran butirannya lebih dari 5 mm (PBI 1971).

Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil atau batu pecah. Kerikil adalah

bahan yang terjadi sebagai hasil desintegrasi alami dari batuan-batuan dan

berbentuk agak bulat serta permukaannya licin. Sedangkan batu pecah (kricak)

adalah bahan yang diperoleh dari batu yang digiling (dipecah) menjadi pecahan-

pecahan berukuran 5-70 mm.

1.4.2. Syarat-Syarat Agregat Kasar

Menurut PBI 1971 (NI-2) pasal 3.4 syarat-syarat agregat kasar (kerikil) adalah :

1. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir keras dan tidak berpori. Agregat

kasar yang mengandung butir-butir pipih hanya dapat dipakai apabila jumlah

butir-butir pipih tersebut tidak melebihi 20% dari berat agregat seluruhnya.

Butir-butir agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur

oleh pengaruh cuaca, seperti terik matahari dan hujan.

2. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% yang ditentukan

terhadap berat kering. Apabila kadar lumpur melampaui 1% maka agregat

kasar harus dicuci.

3. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton,

seperti zat-zat yang reaktif alkali.

4. Kekerasan butir-butir agregat kasar yang diperiksa dengan bejana penguji

Rudelof dengan beton penguji 20 ton harus memenuhi syarat-syarat :

a. Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5-19 mm lebih dari 24% berat.

b. Tidak terjadi pembubukan sampai 19-30 mm lebih dari 22% berat.

Kekerasan ini dapat juga diperiksa dengan mesin pengawas Los Angelos.

Dalam hal ini tidak boleh terjadi kehilangan berat lebih dari 50%.

Page 16: BAB 1 PenDaHuLuan ne

16

5. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang beranekaragam besarnya dan

apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan dalam pasal 3.5 ayat 1

PBI 1971, harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Sisa diatas ayakan 31,5 mm harus 0% berat .

b. Sisa diatas ayakan 4 mm harus berkisar antara 90% dan 98% berat.

c. Selisih antara sisa-sisa kumulatif diatas dua ayakan yang berurutan,

maksimum 60% dan minimum 10% berat.

1.4.3. Batasan Susunan Butiran Agregat Kasar

Batasan susunan butiran agregat kasar dapat dilihat pada table berikut :

Tabel 1.3. Persyaratan Gradasi Agregat Kasar

Ukuran saringan (mm)Prosentase lolos saringan

40 mm 20mm

4020104,8

95-10030-7010-350-5

10095 – 100

22-550-10

Sumber :Teknologi Beton ; Kardiyono tjokrodimuljo

Susunan untuk butiran (gradasi) yang baik akan dapat menghasilkan kepadatan

(density) maksimum dan porositas (voids) minimum. Sifat penting dari suatu

agregat baik agregat kasar maupun agregat halus adalah kekuatan hancur dan

ketahanan terhadap benturan yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta

semen, porositas, dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan

terhadap proses pembekuan di musim dingin dan agresi kimia serta ketahanan

terhadap penyusutan.

Dari segi kekuatan, campuran beton yang menggunakan agregat kasar dengan

tekstur permukaan bersudut akan menghasilkan kekuatan yang lebih besar

dibandingkan dengan campuran beton yang menggunakan batu pecah dengan

tekstur bundar dan licin meskipun digunakan proporsi campuran yang sama.

Page 17: BAB 1 PenDaHuLuan ne

17

Demikian juga bentuk tekstur permukaan agregat yang kasar akan menghasilkan

beton dengan fraksi geseran yang lebih besar.

1.5. Air

Air yang dimaksud adalah kualitas air yang digunakan untuk pengecoran dan

kandungan air pada saat adukan beton (faktor air semen). Dalam proses

pembuatan beton, air mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. Agar terjadi hidrasi, yaitu reaksi kimia antara semen dan air yang

menyebabkan campuran air semen menjadi keras setelah lewat beberapa

waktu tertentu.

2. Sebagai pelicin campuran kerikil, pasir, dan semen agar memudahkan

pekerjaan.

3. Untuk merawat beton selama pengerasan.

Air yang akan dipakai untuk membuat campuran beton dan untuk pemeliharaan

beton setelah mengeras harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter.

2. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam,zat

organik, dan sebagainya) lebih besar dari 15 gram/liter.

3. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih besar dari 0,5 gram/liter.

4. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

1.6. Bahan Tambahan

Bahan tambahan ialah bahan selain unsur pokok beton (air, semen, dan agregat)

yang ditambahkan pada adukan beton sebelum atau selama pengadukan beton.

Tujuannya ialah untuk mengubah satu atau lebih dari sifat–sifat beton.

Bahan tambahan biasanya diberikan dalam jumlah yang relatif sedikit dan harus

dengan pengawasan yang ketat agar tidak berlebihan karena dapat memperburuk

sifat beton.

Page 18: BAB 1 PenDaHuLuan ne

18

1.6.1. Bahan Kimia Tambahan

Bahan kimia tambahan (chemical admixture) adalah bahan kimia baik berupa

bubuk maupun cairan yang dicampurkan pada adukan beton selama pengadukan

dalam jumlah tertentu untuk mengubah beberapa sifatnya.

(SK SNI S-18-1990-03, Spesifikasi Bahan Tambahan untuk Beton).

Bahan tambahan dapat dibedakan menjadi lima jenis, yaitu :

a. Bahan kimia tambahan untuk mengurangi jumlah air yang dipakai.

b. Bahan tambahan untuk memperlambat proses ikatan beton.

c. Bahan kimia tambahan untuk mempercepat proses ikatan dan pengerasan

beton.

d. Bahan tambahan berfungsi ganda, yaitu untuk mengurangi air dan

memperlambat proses ikatan.

e. Bahan kimia tambahan berfungsi ganda, yaitu untuk mengurangi air dan

mempercepat proses ikatan dan pengerasan beton.

Ada dua jenis lain yang lebih khusus, yaitu :

a. Bahan kimia tambahan yang digunakan untuk mengurangi jumlah air

campuran sampai sebesar 12 % atau bahkan lebih untuk menghasilkan adukan

beton dengan kekentalan sama (air dikurangi sampai 12 % lebih namun adukan

beton tidak bertambah kental).

b. Bahan tambahan dengan fungsi ganda, yaitu mengurangi air sampai 12 % atau

lebih dan memperlambat waktu pengikatan awal.

1.6.2. Pozolan

Pozolan adalah bahan alam atau buatan yang sebagian besar terdiri dari unsur–

unsur silikat dan atau aluminat yang reaktif (Persyaratan Umum Bahan Bangunan

di Indonesia, PUBI-1982).

Pozolan tidak mempunyai sifat semen, tetapi dalam keadaan halus (lolos ayakan

0,21 mm) bereaksi dengan air dan kapur padam pada suhu normal (24-27°C)

menjadi suatu massa padat yang tidak larut dalam air.

Page 19: BAB 1 PenDaHuLuan ne

19

Bahan–bahan yang termasuk dalam kelompok pozolan adalah :

a. Tras alam

b. Gilingan terak dapur tinggi

c. Abu terbang (fly ash)

1.6.3. Serat

Beton yang diberi bahan tambah serat disebut beton serat (fibre reinforced

concrete). Serat dapat berupa asbestos, gelas/kaca, plastik, baja, atau serat

tumbuh-tumbuhan (rami, ijuk). Maksud utama penambahan serat ke dalam beton

adalah untuk menambah kuat tarik dan daktilitas beton. Serat baja dapat berupa

potongan–potongan kawat atau dibuat khusus dengan permukaan halus/rata atau

deform, lurus atau bengkok untuk memperbesar lekatan dengan betonnya. Serat

baja akan berkarat di permukaan beton, namun akan sangat awet jika di dalam

beton.

1.7. Rancang Campur (Mix Design)

(Cara Departemen Pekerjaan Umum)

Pada saat ini dalam bidang pembuatan bangunan banyak digunakan beton mutu

tinggi, sehingga dituntut untuk dapat merancang perbandingan campuran lebih

tepat sesuai dengan teori perancangan proporsi campuran adukan beton.

Perencanaan adukan beton dimaksudkan untuk mendapatkan beton dengan tingkat

mutu yang sebaik–baiknya, yaitu :

a Kuat tekannya tinggi

b Mudah dikerjakan

c Tahan lama (awet)

d Murah

e Tahan aus

Page 20: BAB 1 PenDaHuLuan ne

20

Langkah-langkah pokok dalam pengerjaan berdasarkan cara Departemen

Pekerjaan Umum adalah :

1). Penetapan kuat tekan beton yang disyaratkan (fc’) pada umur tertentu.

Kuat tekan beton yang disyaratkan ditetapkan sesuai dengan persyaratan

perencanaan strukturnya dan kondisi setempat. Di Indonesia, yang

dimaksudkan dengan kuat tekan beton yang disyaratkan ialah kuat tekan

beton dengan kemungkinan lebih rendah dari nilai itu hanya 5% saja.

2). Penetapan nilai deviasi standar (s).

Deviasi standar ditetapkan berdasarkan tingkat mutu pengendalian

pelaksanaan pencampuran beton. Semakin baik mutu pelaksanaan makin

kecil nilai deviasi standarnya. Penetapan nilai deviasi standar berdasarkan

pada hasil pengalaman praktek pelaksana untuk pembuatan beton mutu yang

sama dan menggunakan bahan dasar yang sama pula.

Rumus yang digunakan untuk menghitung deviasi standar :

dimana :

S = deviasi standar

= kuat tekan beton yang didapat dari masing-masing benda

uji (Mpa)

= kuat tekan beton rata-rata, menurut rumus : (Mpa)

n = jumlah nilai hasil uji yang harus diambil minimum 30 buah (satu hasil

uji adalah uji rata-rata dari 2 buah benda uji)

Data hasil uji akan digunakan jika pelaksana mempunyai catatan data hasil

pembuatan beton serupa pada masa lalu. Persyaratan jumlah data hasil uji

minimum 30 buah. Jika jumlah data hasil uji kurang dari 30 buah, maka dilakukan

koreksi terhadap nilai deviasi standar dengan suatu faktor pengali.

Page 21: BAB 1 PenDaHuLuan ne

21

Tabel 1.4. Faktor Pengali Deviasi Standar

Jumlah Data 30 25 20 15 <15Faktor Pengali 1,00 1,03 1,08 1,16 Tidak boleh

Sumber : Teknologi Beton ; Kardiyono Tjokrodimuljo

Apabila pelaksana tidak mempunyai catatan hasil pengujian beton yang

memenuhi persyaratan (jumlah data <15), maka nilai margin diambil sebesar 12

Mpa.

3). Penghitungan nilai tambah (margin).

Jika nilai tambah sudah ditetapkan sebesar 12 Mpa maka langsung ke (4).

Jika nilai tambah dihitung berdasarkan nilai deviasi standar maka

digunakan rumus :

M = K x S

dimana :

M = nilai tambah (Mpa)

K = 1,64

S = deviasi standar

4). Menetapkan kuat tekan rata-rata yang direncanakan.

Kuat tekan beton rata-rata yang direncanakan diperoleh dengan rumus :

f’cr = f’c + M

dengan :

f’cr = kuat tekan rata-rata (Mpa)

f’c = kuat tekan yang disyaratkan (MPa)

M = nilai tambah (Mpa)

5). Penetapan jenis semen Portland.

Menurut PBUI 1982 di Indonesia semen Portland dibedakan menjadi 5

jenis, yaitu : jenis I, II, III, IV, dan V.

6). Penetapan jenis agregat Jenis kerikil dan pasir ditetapkan, apakah berupa

agregat alami (tak dipecahkan) atau agregat jenis batu pecah (crushed

agregate).

Page 22: BAB 1 PenDaHuLuan ne

22

7). Penetapan faktor air semen.

Cara penetapan faktor air semen adalah :

a.Berdasarkan jenis semen yang dipakai dan kuat tekan rata-rata silinder

beton yang direncanakan pada umur tertentu, ditetapkan nilai faktor air

semen dengan melihat grafik “Hubungan FAS dan Kuat Tekan Rata-

Rata Silinder Beton”.

b. Berdasarkan jenis semen, jenis agregat kasar, dan kuat tekan rata-rata

yang direncanakan pada umur tertentu, ditetapkan nilai FAS dengan

tabel berikut :

Tabel 1.5. Perkiraan Kuat Tekan Beton (Mpa) dengan FAS 0,5

JenisJenis Agregat

KasarUmur (hari)

Semen 3 7 28 91I, II, III Batu alami 17 23 33 40

Batu pecah 19 27 37 45IV, V Batu alami 21 28 38 44

Batu pecah 25 33 44 48Sumber : Teknologi Beton ; Kardiyano Tjokrodimuljo

8). Penetapan faktor air semen maksimum.

Agar beton yang diperoleh tidak cepat rusak maka perlu ditetapkan nilai

FAS maksimum berdasarkan tabel 1.5. Jika nilai FAS maksimum ini lebih

rendah daripada nilai FAS langkah (7) maka nilai FAS inilah yang dipakai

untuk perhitungan selanjutnya.

Tabel 1.6. Faktor Air Semen Beton Bertulang Dalam Air

Berhubungan Dengan Tipe SemenFaktor Air

Semen

Air Tawar Semua Tipe I–IV 0,5

Air Payau

Tipe I + pozolan (15-40 %)

atau

Semen Portland Pozolan

Tipe II atau V

0,45

Air Laut Tipe II atau V 0,45

Page 23: BAB 1 PenDaHuLuan ne

23

Sumber : Teknologi Beton ; Kardiyano Tjokrodimuljo

9). Penetapan nilai slump.

Nilai slump ditetapkan dengan memperhatikan pelaksanaan pembuatan,

pengangkutan, penuangan, pemadatan, maupun jenis strukturnya.

10). Penetapan besar butir agregat maksimum.

Besar butir agregat maksimum tidak boleh melebihi :

a). Seperlima jarak terkecil antara bidang-bidang samping dari cetakan.

b). Sepertiga dari tebal plat.

c). Tiga perempat dari jarak bersih minimum diantara batang-batang atau

berkas-berkas tulangan .

11). Penetapan kadar air bebas.

Kadar air bebas ditentukan sebagai berikut :

a.Agregat alami dan agregat dipecah yang dipergunakan nilai-nilai pada

tabel 1.7.

Tabel 1.7. Perkiraan Kadar Air Bebas (kg/m3)

Slump (mm) Nilai Slumpukuran besar butir agregat maks. (mm)

Jenis Agregat 0 – 10 10 - 30 30 - 60 60 - 100

10Alami

Batu pecah150 180 205 225180 205 230 250

20Alami

Batu pecah135 160 180 195170 190 210 225

40Alami

Batu pecah115 140 160 175155 175 190 205

Sumber : Teknologi Beton ; Kardiyano Tjokrodimuljo

b. Agregat campuran (alami dan batu pecah) dihitung menurut rumus

berikut :

A = 0,67 Ah + 0,33Ak

dimana : A = jumlah air yang dibutuhkan

Ah = jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat halus

Ak = jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat kasar

12). Berat semen yang diperlukan.

Page 24: BAB 1 PenDaHuLuan ne

24

Berat semen permeter kubik beton dihitung dengan membagi jumlah air

(langkah 11) dengan FAS yang diperoleh pada langkah (7) dan (8).

13). Kebutuhan semen minimum.

Kebutuhan semen minimum ditetapkan untuk menghindari beton dari

kerusakan akibat lingkungan khusus, misal lingkungan korosif, air payau,

dan air laut.

Tabel 1.8. Kebutuhan Semen Minimum untuk Berbagai Pembetonan dan Lingkungan Khusus

Jenis Pembetonan Semen minimum (kg/m3)Beton didalam ruang bangunan

a. Keadaan keliling non-korosifb. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh

kondensasi atau uap korosifBeton diluar ruang bangunan

a. Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari

b. Terlindung dari hujan dan terik matahariBeton yang masuk kedalam tanah

a. Mengalami basah dan kering berganti-gantib. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari

tanahBeton yang berhubungan dengan air

tawar/payau/laut

275325

325

275

325tabel 1.9

tabel 1.10

Sumber : Teknologi Beton ; Kardiyano Tjokrodimuljo

Page 25: BAB 1 PenDaHuLuan ne

25

Tabel 1.9. Kandungan Semen Minimum untuk Beton yang Berhubungan dengan Air Tanah yang Mengandung Sulfat

Konsentrasi sulfat (SO3)Kandungan semen min

(kg/m3)

Dalam TanahSO3

dalamJenis Semen

Ukuran maks agregat

Total SO3(%)

SO3

dalam camp. air tanah 2:1

(gr/L)

Air tanah (gr/L)

40mm

20mm

10mm

<0.2 <1.0 <0.3Tipe I dengan/tanpa pozolan

(15-40%)280 300 350

0.2-0.5 1.0-1.9 0.3-1.2 Tipe I tanpa pozolan 290 330 380Tipe I + pozolan

(15-40%)/semen portland pozolan

270 310 360

Tipe II atau V 250 290 340

0.5-1.0 1.9-3.1 1.2-2.5Tipe I + pozolan

(15-40%)/semen portland pozolan

340 380 430

Tipe II atau V 290 330 3801.0-2.0 3.1-5.6 2.5-5.0 Tipe II atau V 330 370 420

>2.0 >5.6 >5.0Tipe II atau V dan lapisan

pelindung330 370 420

Sumber : Teknologi Beton ; Kardiyano Tjokrodimuljo

Tabel 1.10. Kandungan Semen Minimum untuk Beton Bertulang dalam Air

Berhubungan dengan

Tipe Semen

Kandungan semen min. Ukuran max agregat

(mm)40 20

Air tawar Semua Tipe I - V 280 300

Air payauTipe I + pozolan (15-40%)/semen

portland pozolan340 380

Tipe II atau V 290 330Air laut Tipe II atau V 330 370

Sumber : Teknologi Beton ; Kardiyano Tjokrodimuljo

Page 26: BAB 1 PenDaHuLuan ne

26

14). Penyesuaian kebutuhan semen.

Apabila kebutuhan semen yang diperoleh dari langkah (12) ternyata lebih

sedikit dari kebutuhan semen minimum (langkah 13) maka kebutuhan semen

minimum dipakai yang nilainya lebih besar.

15). Penyesuaian jumlah air atau faktor air semen.

Jika jumlah semen terjadi perubahan akibat langkah (14) maka nilai FAS

berubah. Dalam hal ini, dapat dilakukan dua cara berikut :

a.FAS dihitung kembali dengan cara membagi jumlah air dengan jumlah

semen minimum. Hal ini akan menurunkan FAS.

b. Jumlah air disesuaikan dengan mengalikan jumlah semen minimum

dengan faktor air semen. Hal ini akan menaikkan jumlah air.

16). Penentuan daerah gradasi agregat halus.

Berdasarkan gradasi hasil analisis ayakan agregat halus yang dipakai dapat

diklasifikasikan menjadi 4 daerah. Penentuan daerah didasarkan atas grafik

gradasi yang diberikan dalam tabel 1.9. Dengan tabel 1.9, agregat halus

dapat dimasukan menjadi salah satu dari 4 daerah, yaitu 1, 2, 3 atau 4.

Tabel 1.11. Batas Gradasi Pasir

Lubang ayakan (mm)Persen butir yang lewat ayakan1 2 3 4

10 100 100 100 1004.8 90-100 90-100 90-100 95-1002.4 60-95 75-100 85-100 95-1001.2 30-70 55-90 75-100 90-1000.6 15-34 35-59 60-79 80-1000.3 5-20 8-30 12-40 15-500.15 0-10 0-10 0-10 0-15

Sumber : Teknologi Beton ; Kardiyano Tjokrodimuljo

17). Perbandingan agregat halus dan agregat kasar.

Hal ini dilakukan untuk memperoleh gradasi agregat campuran yang baik.

Pada langkah ini dicari nilai banding antara berat agregat halus dan berat

agregat campuran. Penetapan dilakukan dengan memperhatikan besar butir

maksimum agregat kasar, nilai slump, fas, dan daerah gradasi agregat halus.

Page 27: BAB 1 PenDaHuLuan ne

27

18). Berat jenis agregat campuran.

Berat jenis agregat campuran dihitung dengan rumus:

Bj campuran = P/100 x bj agregat halus + K/100 x bj agregat kasar

dengan :

Bj campuran = berat jenis agregat campuran

P = persentase agregat halus terhadap agregat campuran

K = persentase agregat kasar terhadap agregat campuran

Berat jenis agregat halus dan kasar diperoleh dari hasil pemeriksaan

laboratorium, namun jika tidak ada dapat diambil sebesar 2,6 untuk agregat

tak dipecah/alami dan 2,7 untuk agregat pecahan.

19). Penentuan berat jenis beton.

Dengan data berat jenis agregat campuran dari langkah (18) dan kebutuhan

air tiap meter kubik beton pada langkah (11) maka dengan grafik

“ Hubungan Kandungan Air, Berat Jenis Agregat Campuran, dan Berat

Beton“ dapat diperkirakan berat jenis betonnya.

20). Kebutuhan agregat campuran.

Kebutuhan ini dihitung dengan cara berat beton /m3 dikurangi kebutuhan air

semen.

21). Kebutuhan agregat halus yang diperlukan.

Kebutuhan agregat halus yang diperlukan berdasarkan hasil langkah (17)

dan langkah (20). Kebutuhan agregat halus dihitung dengan cara mengalikan

kebutuhan agregat campuran dengan persentase berat agregat halusnya.

22). Kebutuhan agregat kasar yang diperlukan.

Kebutuhan agregat kasar yang diperlukan berdasar hasil langkah (20) dan

langkah (21). Kebutuhan agregat kasar dihitung dengan cara mengurangi

kebutuhan agregat campuran dengan kebutuhan agregat halus.

Pada perhitungan di atas, agregat halus dan agregat kasar dianggap dalam keadaan

jenuh kering permukaan. Dalam kenyataan di lapangan yang pada umumnya

keadaan agregatnya tidak jenuh permukaan, maka harus dilakukan koreksi

Page 28: BAB 1 PenDaHuLuan ne

28

terhadap kebutuhan bahannya. Koreksi harus selalu dilakukan minimal satu kali

per hari.

Hitungan koreksi dilakukan dengan rumus sebagai berikut :

1. Air = A – [(Ah – A1) / 100 ] x B – [( Ak – A2 ) / 100 ] x C

2. Agregat Halus = B + [(Ah – A1) / 100 ] x B

3. Agregat Kasar = C + [(Ah – A2) / 100 ] x C

dengan : A = jumlah kebutuhan air (liter /m3)

B = jumlah kebutuhan agregat halus (kg/m3)

C = jumlah kebutuhan agregat kasar (kg/m3)

Ah = kadar air sesungguhnya dalam agregat halus (%)

Ak = kadar air sesungguhnya dalam agregat kasar (%)

A1 = kadar air pada agregat halus jenuh kering permukaan (%)

A2 = kadar air pada agregat kasar jenuh kering permukaan (%)

Cara Standar Departemen Pekerjaan Umum ini mempunyai kekurangan antara

lain :

1. Jenis agregat hanya ditetapkan sebagai batu pecah dan alami saja. Pada

kenyataan di lapangan hal ini sangat sulit karena walaupun agregat alami

tetapi bentuk dan permukaannya tidak bulat atau halus. Kekasaran permukaan

butiran merupakan hal yang sulit diukur. Hal ini berpengaruh terhadap jumlah

air yang diperlukan pada langkah (1).

2. Sulit mendapatkan hasil yang tepat dari diagram proporsi agregat halus

terhadap agregat total yang dipakai pada langkah (16).

3. Diagram hubungan antara faktor air semen dan kuat tekan rata–rata silinder

beton tidak sama untuk berbagai jenis agregat.

Page 29: BAB 1 PenDaHuLuan ne

29

1.8 Kayu

1.8.1 Kuat desak kayu

Kayu sebagai salah satu bahan konstruksi merupakan hasil dari pengolahan

tumbuhan. Oleh karena itu manusia berusaha mengetahui lebih banyak mengenai

ciri dan sifat kayu. Berikut ini adalah sifat-sifat kayu :

1. Sifat fisik

Berat kayu tergantung dari berat lengasnya.

2. Sifat higroskopis

Kayu akan mengembang jika kadar lengasnya bertambah, sebaliknya akan

mengerut jika kadar lengasnya berkurang.

Rumus pendekatan

X =

Ket :

X = kadar lengas kayu (%)

g = berat mula-mula

Gku = berat kering udara

1. Sifat mekanis

a. Tegangan kayu dipengaruhi oleh serat, baik sejajar, tegak lurus maupun

menyinggung arah serat.

b. Menurut lembaga penyelidikan hutan Indonesia 1965, mutu kayu

dibedakan menjadi 2, yaitu mutu A dan mutu B.

c. Sedangkan tegangan dari mutu kayu B sama dengan 0,75 kali tegangan

mutu kayu A.

Page 30: BAB 1 PenDaHuLuan ne

30

Tabel 10.1. Kekuatan Kayu dari Berbagai Kelas

Kelas kuat

Berat jenis keringudara

Kekuatan tarik(kg/cm²)

Kekuatan tekan mutlak (kg/cm²)

IIIIIIIVV

> 0,90,6 – 0,90,4 – 0,60,3 – 0,4

< 0,3

> 1100725 – 650 500 – 725 360 – 500

< 360

> 650425 – 650 300 – 425 215 – 300

< 215

1.8.2 Kuat Tarik Kayu

Kayu sebagai bahan bangunan harus dikenali ciri-ciri dan sifatnya.

Dari 300-400 jenis pohon di Indonesia lebih kurang 150 jenis telah

diselidiki dan dianggap penting dalam pembuatan konstruksi. Mereka

yang akan menggunakan kayu harus mengetahui sifat-sifat kayu

seperti:

1. Sifat fisis

Sifat kayu yang tergantung pada kadar lengasnya dan kemampuan kerapatan-

kerapatan sama dengan berat kering dapur per volume kayu.

2. Sifat Higroskopis

Kayu akan mengembang jika kasdar lengasnya meningkat,demikian juga

sebaliknya.

Rumus pendekatan : X =

Dimana : X = kadar lengas kayu

G = berat mula-mula

Gku = berat kering udara

3. Sifat Mekanis

Tegangan kayu dipengaruhi oleh serat (arah serat sejajar,tegak lurus maupun

arah penyimpangan serat).

Page 31: BAB 1 PenDaHuLuan ne

31

Tabel 9.1. Tabel Mutu Kayu

KelasKuat

Berat jenis KeringUdara

Kekuatan tarik (kg/cm²)

Kekuatan tekan mutlak (kg/cm²)

IIIIIIIVV

> 0.90.6 – 0.90.4 – 0.60.3 – 0.4

< 0.3

> 1100725 – 1100500 – 725 360 – 500

< 360

> 650425 – 650300 – 425215 – 300

< 215Sumber : Tabel mutu kayu (PBI).

1.9 Baja

Salah satu sifat penting yang harus diketahui dari baja adalah kuat tarik baja. Bila

suatu sample uji batang baja dengan panjang awal Lo diberi beban P maka akan

terlihat bahwa panjangnya akan bertambah sebesar ΔL menjadi L1.

Lo L1

L

Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah timbulnya tegangan dan regangan

yang disebabkan oleh adanya beban P, yaitu :

Tegangan (σ) = Regangan (Ε) =

Dimana :

σ = tegangan (kg/cm²) ΔL = pertambahan panjang (cm)

Lo = panjang awal (cm) Ε = regangan (cm )

P = beban (kg) A = luas penampang (cm²)

Dalam pengujian ternyata berlaku hukum hooke dimana tegangan berbanding

lurus dengan regangan. Pada suatu saat tegangan akan tidak sebanding dengan

regangan. Khusus pada baja akan terjadi gejala naik turun pada grafik hubungan

antara tegangan dan regangan. Keadaan ini disebut gejala luluh.

Page 32: BAB 1 PenDaHuLuan ne

32

Hubungan antar tegangan dan regangan dapat digambar dengan grafik stress strain

diagram sebagai berikut :

Sifat elastisitas baja dapat dilihat dari grafik yaitu diatas titik σP. Sifat elastis baja

masih ada dimana sifat sebanding hilang sebagian, sehingga menghasilkan garis

lurus setelah beban P dihilangkan, batang akan kembali pada semula. Batas

dimana kedua sifat masih berlaku disebut “batas elastis”. Yang biasanya berimpit

dengan “Batas Proporsional”.

= tg α → pada batas equivalen tg α = 0, sehingga

= 0, E =

Bila tegangan bertambah terus maka akan sampai pada tegangan luluh (σl) dimana

hanya akan terjadi pertambahan panjang bila beban masih terus ditambah maka

akan mencapai tegangan maksimum di titk B. Kemudian tegangan akan turun

hingga baja akan patah.

Page 33: BAB 1 PenDaHuLuan ne

33

Besi tulangan di Indonesia terbagi dalam mutu yang tercantum dalam PBI sebagai

berikut :

Tabel 12.1. Mutu Kuat Tarik Baja

Mutu Sebutan Tegangan luluh kgf/cm²

U 22U 24U 32U 39U 48

Baja lunakBaja lunak

Baja sedangBaja kerasBaja keras

22002400320039004800

Sumber: Dalam PBI 1989