bab 1 ku penyamakan
DESCRIPTION
okTRANSCRIPT
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di Indonesia, industri penyamakan kulit yang menggunakan bahan mentah
kulit rata-rata berasal dari hewan darat seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan
reptil yang sudah berkembang pesat dan menghasilkan produk jadi seperti sepatu,
tas dan jaket. Penyamakan dengan menggunakan kulit ikan sangat jarang, karena
pemanfaatan hasil perikanan di Indonesia masih pada satu bidang saja yaitu
pengolahan disektor pangan. Sehingga limbah dari pengolahan tersebut kurang
dimanfaatkan dengan baik dan bahkan terbuang sia-sia. Salah satunya limbahnya
yaitu limbah kulit ikan, dalam usaha penyamakan kulit ikan tidak saja
memberikan nilai tambah pada limbah hasil perikanan tetapi juga merupakan
suatu alternatif dalam mencukupi kebutuhan industri penyamakan kulit di
Indonesia.
Penyamakan kulit ikan merupakan salah satu cara untuk menanggulangi
limbah perikanan, diantaranya dari fillet ikan. Selain untuk penanggulangan
limbah perikanan, penyamakan kulit dapat dijadikan sebagai penghasilan dan
membuka lapangan kerja.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ekspor produk kulit
Indonesia antara tahun 2000-2004 memang mengalami peningkatan dari 1,225
miliar dolar AS pada tahun 2000 menjadi 3,106 miliar dolar AS pada tahun 2004.
Produksi kulit di Indonesia saat ini mencapai 440 juta buah dengan nilai Rp 34,81
triliun (Widjayanti,2007).
2
Kulit ikan merupakan salah satu limbah yang dihasilkan dalam suatu
proses pengolahan dengan rendemen kulit ikan ± 5,76%. Kulit ikan di beberapa
daerah belum dimanfaatkan secara optimal padahal melalui proses penyamakan,
kulit ikan menyimpan potensi yang besar ± 50%. Kulit ikan dari hasil limbah fillet
daging ikan banyak didapatkan, hal tersebut dapat dilihat dari hasil produksi ikan
setiap tahunnya dengan rendemen kulit ikan yang diperoleh (Intansari, 2012).
Selain dimanfaatkan sebagai bahan baku kerupuk kulit dan dagingnya saja
yang diolah sebagai produk diversifikasi, kulit ikan bandeng kurang dimanfaatkan
secara baik,kulit ikan bandeng juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan kulit ikan
samak yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi dibandingkan kerupuk. Menurut
Alfindo (2009), untuk menambah nilai dari limbah kulit ini maka sangat cocok
untuk dijadikan bahan baku penyamakan. Pengolahan limbah kulit seperti ikan
bandeng, ikan patin, ikan pari dan beberapa jenis ikan lainnya selama ini hanya
dimanfaatkan menjadi kerupuk.
Pada industri penyamakan kulit dan tekstil untuk keperluan tahap
pewarnaan bahan kulit, banyak dipergunakan bahan pewarna untuk menghasilkan
produk yang lebih bagus. Bahan pewarna untuk industri modern biasanya
mempergunakan zat warna sintesis yang sebagian besar masih di import dari
negara maju. Kondisi demikian menjadikan biaya proses industri tersebut menjadi
lebih mahal. Zat warna yang sering digunakan dalam industri tersebut adalah jenis
napthol, asam, direk. Ketiga jenis pewarna sintetis tersebut diduga bersifat
karsinogenik, yang dapat menyebabkan penyakit kanker (Prayitno et al, 2003).
3
Sebelum ditemukannya zat warna sintetis proses pewarnaan untuk batik
biasa digunakan yaitu zat warna alami dari tumbuh-tumbuhan. Proses penggunaan
zat warna alami tidak praktis sehingga digantikannya dengan zat warna sintetis.
Akan tetapi penggunaan zat warna sintetis tidak ramah lingkungan yang
mengandung senyawa benzen. Oleh karena itu kembali lagi menggunakan zat
warna alami. Hal tersebut juga sama dilakukan pada proses pewarnaan dasar
untuk kulit samak (Kasmujiastuti dan Widhiati, 2001).
Polutan zat warna yang mempunyai dampak serius terhadap lingkungan
antara lain adalah logam-logam berat dan “intermediate dyes” yang bersifat
mutagenik. Kandungan logam tersebut, diantaranya: Cu, Ni, Cr, Hg dan Co
(Rosyida dan Anik, 2013). Untuk itu sudah saatnya penggunaan zat warna sintetis
digantikan oleh zat warna yang aman dan ramah lingkungan.
Salah satu bahan alami dari tumbuhan untuk mengganti pewarnaan sintetis
terdapat bahan pewarnaan alami yang dapat digunakan pada pewarna dasar
penyamakan. Diantaranya yaitu limbah dari kayu merbau (Intsia bijuga), limbah
dari kayu merbau dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami. Menurut
(Martawijaya et al, 2005), Merbau (Intsia bijuga) merupakan salah satu tanaman
kayu keras yang umumnya dipakai untuk balok, tiang, papan bangunan
perumahan dan jembatan, kayu perkapalan dan lantai
Kayu merbau memiliki kandungan zat warna yang berwarna coklat
kemerahan dan dapat diekstraksi dengan alkohol. Kandungan flavonoid yang
terdapat pada kayu merbau dapat berperan sebagai zat pewarna yaitu naringenin.
4
Masyarakat biasanya menggunakan zat warna yang dihasilkan oleh kayu merbau
ini untuk pewarna pakaian (Khairil et al, 2012)
1.2. Pendekatan dan Perumusan Masalah
1.2.1. Pendekatan Masalah
Sisa pengolahan hasil perikanan yang kurang dimanfaatkan dengan baik
akan menjadi limbah yang menumpuk dan berdampak negatif terhadap
lingkungan. Sisa fillet ikan yang kurang dimanfaatkan juga akan menjadi limbah,
maka perlu dilakukan penanggulangan dari limbah tersebut. Salah satu caranya
yaitu dengan penyamakan kulit ikan yang dijadikan produk dengan nilai ekonomis
yang lebih tinggi.
Proses penyamakan memerlukan biaya yang cukup mahal, hal tersebut
dikarenakan dalam proses pra-penyamakan, penyamakan, dan pasca penyamakan
umumnya masih mengandalkan bahan impor. Bahan pewarnaan yang digunakan
pada industri penyamakan kulit sebagian besar berupa zat warna sintetis impor
yang sebagian besar mengandung bahan yang berbahaya bagi kesehatan, tidak
ramah lingkungan dan mahal. Proses pewarnaan memerlukan bahan alternatif
yang ramah lingkungan dan tidak memerlukan biaya yang mahal. Pewarnaan
alami saat ini dapat menggeser penggunaan bahan pewarnaan sintetis sebagai
pewarna pada penyamakan kulit. Salah satu pewarna alami yang dapat digunakan
untuk mengganti pewarna sintetis diantaranya yaitu limbah dari kayu merbau
(Intsia bijuga), limbah dari kayu merbau dapat dimanfaatkan sebagai pewarna
alami. Warna yang dihasilkan yaitu coklat kemerahan. Limbah kayu merbau
5
sangat potensial sebagai pengganti warna coklat sintetis, ramah lingkungan serta
memanfaatkan limbah kayu yang tidak dimanfaatkan secara baik.
Bahan pewarnaan sintetis yang biasa digunakan yaitu pigmen coklat sintetis.
Zat warna ini adalah campuran komponen yang distabilkan. Sehingga perlu
dilakukannya penelitian selanjutnya mengenai pewarnaan yang ramah lingkungan
serta memberikan kualitas yang lebih baik.
1.2.2. Perumusan Masalah
Perbedaan konsentrasi bahan pewarnaan alami larutan kayu merbau (Intsia
bijuga) yang digunakan diduga mengakibatkan perbedaan kualitas dari
penyamakan kulit ikan Bandeng (Chanos chanos). Pewarnaan dasar dengan
menggunakan bahan alami larutan kayu merbau dapat digunakan sebagai
alternatif pengganti bahan pewarna sintetis coklat dalam penyamakan kulit. Bahan
alami kayu merbau tidak mencemari lingkungan dan tidak memerlukan biaya
yang cukup mahal.
Penelitian ini dilakukan pengujian kualitas dari kulit samak ikan bandeng
seperti uji hedonik, uji ketahanan gosok cat basah, uji ketahanan gosok cat kering,
uji keringat, uji kekuatan tarik, uji kemuluran dan uji jaringan kulit. Penelitian ini
menggunakan konsentrasi 10%, 15% dan 20% dan kemudian dilanjutkan dengan
penelitian tahap utama dengan konsentrasi 5%, 15%, 25% sebagai pembanding
yaitu pewarna sintetis. Bahan pewarnaan alami kayu merbau sebelumnya belum
pernah dilakukan penelitian untuk proses penyamakan kulit, tetapi biasanya
digunakan utuk pewarna alami pada pakaian. Maka penelitian meggunakan kayu
merbau dengan menaikkan konsentrasi dan mengacu pada hasil penelitian dengan
6
konsentrasi terbaik yang dilakukan oleh Khairil et al (2012), Sediaan pewarna
rambut dibuat dengan formula yang terdiri dari ekstrak kering kayu merbau
dengan berbagai konsentrasi, yaitu 2, 3, 4, 5, dan 6%. Pirogalol, tembaga (II)
sulfat, dan xanthan gum masing - masing 1%. Sebagai pelarut digunakan akuades.
Pewarnaan dilakukan dengan cara merendam rambut uban dalam sediaan pewarna
rambut selama 1-4 jam dan diamati perubahan warna setiap jam perendaman
rambut uban secara visual.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh larutan larutan kayu merbau (Intsia bijuga) terhadap
kualitas kulit samak ikan Bandeng (Chanos chanos);
2. Mengetahui konsentrasi terbaik dari pewarnaan dengan larutan kayu merbau
(Intsia bijuga) terhadap kualitas kulit samak ikan Bandeng (Chanos chanos).
1.3.2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai konsentrasi terbaik dari
pewarnaan yang menggunakan larutan kayu merbau untuk kualitas samak kulit
ikan Bandeng (Chanos chanos).
2. Menginformasikan mengenai pengaruh dari penggunaan larutan kayu merbau
terhadap kualitas samak kulit ikan Bandeng (Chanos chanos).
7
1.4. Waktu dan Lokasi Peneltian
Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada 5 Maret 2015 sampai dengan
April 2015 di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Barang Industri Kulit,
Karet dan Plastik (BBKKP) Yogyakarta. Penelitian meliputi proses pembuatan
kulit samak Bandeng (Chanos chanos), perlakuan kulit samak dengan ekstrak
larutan kayu merbau dan pengujian kualitas kulit ikan Bandeng samak yang
meliputi yaitu uji hedonik, uji ketahanan gosok cat basah, uji ketahanan gosok cat
kering, uji kelunturan, uji keringat,uji jaringan kulit.
PermasalahanPenggunaan bahan pewarna alami larutan kayu merbau merupakan salah satu alternative untuk mengurangi penggunaan bahan pewarna sintetis yang tidak ramah lingkungan. Limbah kayu merbau untuk produksi meubel juga kurang dimanfaatkan secara baik.
Studi PustakaKayu merbau memiliki kandungan zat warna yang berwarna coklat kemerahan dan dapat diekstraksi dengan alkohol. Kandungan flavonoid yang terdapat pada kayu merbau dapat berperan sebagai zat pewarna yaitu naringenin. Masyarakat biasanya menggunakan zat warna yang dihasilkan oleh kayu merbau ini untuk pewarna pakaian.
Penelitian Tahap PertamaLarutan kayu merbau yang sudah diekstrak, merbau dicari titik jenuh warnanya. Kemudian mencari konsentrasi terbaik, konsentrasi yang digunakan sebesar 10, 15%, 20% berat larutan kayu merbau dari berat kulit ikan. Dilanjutkan dengan proses pewarnaan kulit ikan Bandeng.
UMPAN BALIK
Penelitian Tahap KeduaProses pewarnaan samak kulit ikan Bandeng dengan bahan alami larutan kayu merbau menggunakan konsentrasi terbaik yang diambil dari penelitian tahap pertama yaitu 5%, 15%, 25% dan pewarna sintetis. Perlakuan pewarnaan menggunakan larutan merbau dilakukan pada tiap-tiap sampel dan dilakukan tiga kali ulangan.
Uji LaboratorisPengujian dilakukan pada kualitas samak kulit ikan Bandeng (Chanos chanos) yang meliputi uji ketahanan gosok cat basah, uji ketahanan gosok cat kering, uji hedonik, uji kekuatan tarik, uji kemuluran dan uji jaringan kulit (micrograph)
DATA
ANALISIS DATA
KESIMPULAN
INPUT
PROSES
8
Gambar 1.Skema Pendekatan Masalah
OUTPUT