bab 1 hukum
DESCRIPTION
Once you upload an approved document, you will be able to read and download this documentTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hukum dan administrasi perencanaan adalah salah satu sub bidang perencanaan
wilayah dan kota yang melingkupi bagaimana mewujudkan produk-produk perencanaan
sesuai dengan tujuannya. Untuk mempelajari hukum dan administrasi perencanaan, terlebih
dahulu perlu dipahami pengertian-pengertian dasarnya. Pranata adalah pengaturan unit atau
anggota suatu sistem, dengan tujuan agar sistem tersebut dapat bekerja sebagaimana
seharusnya. Administrasi perencanaan adalah pengaturan interaksi antar individu atau
kelompok, dalam arti khusus bahwa tejadi interaksi antar si pelaku pembangunan, dalam
mencapai kerangka mencapai tujuan yangberdasarkan kepentingan bersama.
Administrasi perencanaan dapat dikaji melalui pendekatan sistem, karena fenomena
yang ada melibatkan banyak pihak dengan fungsi berbeda sesuai dengan kasusnya. Hukum
pranata itu terdiri dari kaidah-kaidah atau peraturan pranata untuk melaksanakan suatu
kaidah. Hukum digunakan untuk menerbitkan tetapi hukum tidak selalu menjamin keadilan.
Perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 memiliki implikasi yang mendasar
dan luas dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Sebagai perbandingan, jumlah
ketentuan yang tercakup dalam UUD 1945 yang asli mencakup 71 butir ketentuan.
Sekarang, setelah mengalami empat kali perubahan dalam satu rangkaian proses perubahan
dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2002, butir ketentuan yang tercakup di dalamnya
menjadi 199 butir. Kondisi ini menggambarkan betapa besarnya perubahan yang terjadi
terhadap UUD 1945 yang menjadi hukum dasar dan hukum tertinggi dalam sistem hukum
Indonesia.
Dengan berubahnya butir-butir ketentuan dalam UUD 1945 maka sudah pasti
terdapat perubahan terhadap peraturan perundang-undangan di bawahnya. Dampak dari hal
ini adalah munculnya banyak peraturan perundang-undangan di berbagai bidang selama
kurun waktu 8 tahun terakhir sejak amandemen keempat UUD 1945. Peraturan-peraturan
tersebut ada yang merupakan peraturan yang benar-benar baru dibentuk seperti
pembentukan Otoritas Jasa Keuangan, Pembentukan Mahkamah Konstitusi, dsb., serta ada
pula Peraturan-peraturan yang mengganti dan/atau merubah peraturan yang sudah ada.
Contoh kedua ini yang kemudian menimbulkan permasalahan baru, yaitu terkait tidak
1
sinkronnya satu peraturan dengan peraturan lainnya. Kondisi demikian kemudian
menghambat upaya penegakkan hukum di berbagai aspek.
Pasca amandemen UUD 1945 aspek hukum menjadi komponen yang sangat penting
dalam perjalanan demokrasi di Indonesia. Hukum menjadi pengawal yang sudah seharusnya
ada, jika demokrasi di Indonesia ingin ditegakkan. Hal ini sejalan dengan Pasal 1 ayat (3)
amandemen ketiga UUD 1945 yang menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum.
Pada ayat (2) pasal yang sama dinyatakan pula bahwa kedaulatan rakyat berada di tangan
rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Hal ini kemudian menciptakan sebuah keadaan
yang kontradiktif antara upaya penegakkan hukum dengan kondisi riil yang ada di
Indonesia. Dengan begitu, kepastian hukum sudah tentu sulit diperoleh apabila kondisi ini
dibiarkan terus menerus, dan pada akhirnya upaya pembangunan nasional juga menjadi
terhambat.
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi dan melakukan perbaikan terhadap peraturan
perundang-undangan yang tumpang tindih, pemerintah telah menyiapkan suatu kebijakan
yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 –
2014 untuk melakukan efektifitas peraturan perundang-undangan nasional. Sehingga pada
akhirnya salah satu misi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tertuang dalam Rencana
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 – 2025 yaitu mewujudkan masyarakat demokratis
berdasarkan hukum dapat terlaksana.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian di atas yang menjadi latar belakang penulisan ini, untuk membatasi
permasalah yang akan ditulis selanjutnya maka penulis merumuskan masalah sebagai
berikut;
1. Bagaimana Hubungan yuridis antara RPJPN, RPJMN, RPJPD dan RPJMD?
2. Bagaimana permasalahan tumpang tindih peraturan perundang-undangan khususnya
terkait perencanaan pembangunan?
3. Bagaimana upaya penyelesaian tumpang tindih peraturan dalam rangka menciptakan
efektifitas peraturan perundang-undangan nasional?
2
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin di capai adalah
a. Mengetahui hubungan hukum dengan perencanaan.
b. Mengetahui permasalahan perencanaan di Indonesia dengan hukum
administrasi.
1.4 Metodologi Pengumpulan Data
1. Metode dalam pengumpulan data ini adalah dengan pengumpulan berdasarkan dari
tinjauan pustaka.
2. Dalam pengumpulan ini juga berdasarkan sumber-sumber internet.
1.5 Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan pada studi ini adalah sebagai berikut :
BAB I : Bab ini berisikan uraian mengenai latar belakang yang melatar belakangi
penulisan studi, tujuan dan sasaran pembuatan studi, ruang lingkup wilayah
dan ruang lingkup materi studi serta metodologi pendekatan studi dan
sistematika pembahasan.
BAB II : Bab ini pada dasarnya merupakan panduan dalam pembuatan studi, yang
berisikan studi literatur menyangkut Undang-Undamg, ketentuan dan
peraturan serta standar perencanaan site perumahan baik tentang standar
perumahan pada lingkungan II dan standar penyediaan fasilitas - utilitas,
tipe-tipe rumah, jenis jalan dan berbagai standar dan ketentuan lainnya.
BAB III : Bab ini berisikan tentang pembahasan dalam studi.
BAB IV : Bab ini berisikan tentang Kesimpulan dan Saran.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Perencanaan
Perencanaan memiliki beberapa definisi. Menurut Prof. Bukhari Zainun,
perencanaan adalah persiapan bagi setiap perbuatan dan juga merupakan proses peletakan
dasar bagi setiap perbuatan yang akan dilaksanakan. Jadi pelaksanaan pada dasarnya
terdapat pada setiap perbuatan manusia yang sadar, secara ilmiah bergerak terus menerus.
Selanjutnya, menurut Drs. Sarwoto, perencanaan adalah suatu gejala yang umum
dan mutlak diperlukan, terutama bagi usaha-uasaha yang mempunyai lapangan yang luas.
Selain dari itu urgensinya esensiil, serta merupakan fungsi utamayang harus dilakukan
dalam rangka pencapaian tujuan. Jadi perencanaan merupakan persiapan yang teratur dari
setiap usaha untuk mewujudkan tujuan, kebijakan, prosedur, program dan progres.
Sedangkan Pasal 1 nomor 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional menyatakan Perencanaan adalah suatu proses untuk
menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan
memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
Menurut Mochtar Kusumaatmadja hukum dipandang sebagai alat rekayasa sosial.
Pandangan ini kemudian dijadikan titik temu antara perencanaan dengan hukum. Sebab
keduanya bersifat menetapkan suatu kerangka sebagai dasar atau pegangan suatu tindakan
dimasa yang akan datang. Sebagai sarana rekayasa, hukum dan perencanaan berperan
merencanakan suatu keadaan sosial tertentu yang akan diupayakan pencapaiannya dalam
jangka waktu tertentu pula.
Perencanaan dalam suatu organisasi – termasuk organisasi pemerintah – menjadi
sesuatu yang penting. Sebab pada fase ini sebuah organisasi menentukan tujuan dan cara-
cara atau strategi-strategi untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut secara maksimal. Di
dalam proses perencanaan juga ditentukan tentang dasar hukum yang menjadi rujukan serta
adanya prediksi dampak pelaksanaan perencanaan dan cara penanggulangannya.
Menurut Klaus Obermayer perencanaan dalam Hukum Administrasi Negara adalah
suatu tindakan-tindakan yang memperjuangkan dapat terselenggaranya suatu keadaan
teratur secara tertentu. Perencanaan administrasi negara merupakan perbuatan penetapan
melalui proses pengambilan keputusan mengenai kegiatan publik atau negara dan akan
4
dilaksanakan untuk jangka waktu tertentu di masa depan secara terarah sesuai tujuan yang
ditetapkan bersama. Karena perencanaan publik tersebut bersifat kegiatan masyarakat
umum secara keseluruhan, dipimpin oleh pemerintah dalam arti luas sebagai administrator
publik. Menurut Hayek, setiap perencanaan harus didahului atau didasarkan pada aturan-
aturan hukum yang berlaku.
2.2 RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang)
Pengertian Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional adalah
dokumen perencanaan pembangunan nasional yang merupakan jabaran dari
tujuandibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalamPembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945dalam bentuk visi, misi, dan
arah pembangunan nasional untuk masa 20tahun ke depan yang mencakupi kurun waktu
mulai dari tahun 2005 hinggatahun 2025.
Maksud dan tujuan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 –
2025, selanjutnya disebut RPJP Nasional, adalah dokumen perencanaan pembangunan
nasional periode 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tahun2005 sampai dengan tahun
2025, ditetapkan dengan maksud memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh
komponen bangsa (pemerintah,masyarakat, dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-
cita dan tujuan nasional sesuai dengan visi, misi, dan arah pembangunan yang disepakati
bersama sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh pelaku pembangunanbersifat sinergis,
koordinatif.
Untuk melaksanakan dan mencapai satu tujuan dan satu cita-cita tersebut diperlukan
suatu rencana yang dapat merumuskan secara lebih konkrit mengenai pencapaian dari
tujuan bernegara tersebut. Tujuan dari bernegara sebagaimana diatur dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejateraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 merupakan kelanjutan
dari pembangunan sebelumnya untuk mencapai tujuan pembangunan sebagaimana
5
diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Untuk itu, dalam 20 tahun mendatang, sangat penting dan mendesak bagi bangsa
Indonesia untuk melakukan penataan kembali berbagai langkah-langkah, antara lain di
bidang pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, lingkungan hidup dan
kelembagaannya sehingga bangsa Indonesia dapat mengejar ketertinggalan dan mempunyai
posisi yang sejajar serta daya saing yang kuat di dalam pergaulan masyarakat Internasional.
2.3 RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah)
Perencanaan merupakan suatu proses aktivitas yang berorientasi ke depan dengan
memperkirakan berbagai hal agar aktivitas di masa depan dapat berjalan sesuai dengan
yang diharapkan. Karena orientasinya ke masa depan, perencanaan bersifat memperkirakan
dan memprediksikan (meramalkan) berdasarkan pertimbangan-pertimbangan rasional, logis
dan dapat dilaksanakan. Pemerintah (Daerah) sebagai penyelenggara pembangunan dan
sekaligus abdi masyarakat, harus dapat merencanakan pembangunan, kini dan di masa yang
akan datang. Sehingga untuk mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan,
mengoptimalkan partisipasi masyarakat, menjamin tercapainya sumber daya secara efisien
dan berkeadilan serta menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergis diperlukan
suatu dokumen perencanaan, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang
sesuai dengan amanah Pasal 3 dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) ini disusun dengan maksud
menyediakan sebuah dokumen perencanaan komprehensif lima tahunan (2006-2010), yang
akan digunakan sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat
Daerah (Renstra SKPD), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan Rencana Kerja
Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) sesuai dengan UU No. 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara dan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Dalam
menyusun RPJM ini, acuan utama yang digunakan adalah rumusan visi, misi, arah
kebijakan dan rencana program indikatif Bupati dan Wakil Bupati yang telah disampaikan
kepada masyarakat pemilih melalui Sidang Paripurna DPRD dalam tahapan kampanye
pemilihan pasangan Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah secara langsung. Di
samping itu penyusunan RPJM Daerah ini juga mengacu kepada dokumen perencanaan
6
nasional dan Provinsi Sumatera Utara dan berbagai kebijakan dan prioritas program
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin
terciptanya sinergi kebijakan dan sinkronisasi program secara vertikal antartingkat
pemerintahan yang berbeda. Selain itu, RPJM ini juga disusun dengan memperhatikan
statistik regional dan lokal seperti (1) statistik berbagai fungsi pemerintahan di bidang
ekonomi, seperti lapangan pekerjaan utama dan tingkat pendapatan rata-rata masyarakat,
keberadaan potensi sektor unggulan daerah yang dapat dikembangkan dalam rangka
memacu laju produksi lokal dan penciptaan lapangan kerja baru, keberadaan sektor informal
dan kandungan potensi sumber daya daerah; (2) statistik fungsi-fungsi pemerintahan di
bidang sosial budaya, seperti kondisi tingkat kesehatan rata-rata masyarakat, angka
kemiskinan, tingkat pengangguran, angka partisipasi kasar dan angka partisipasi murni
pendidikan dasar dan menengah; (3) statistik bidang fisik prasarana, seperti pola-pola
penataan ruang dan kawasan andalan, kantong-kantong kemiskinan dan kawasan tertinggal
serta kondisi ekologi dan lingkungan hidup daerah dan (4) kapasitas fiskal dan keuangan
daerah. Selanjutnya, karena berfungsi sebagai dokumen publik yang merangkum daftar
rencana kegiatan lima tahunan di bidang pelayanan umum pemerintahan, maka proses
penyusunan RPJM Daerah ini juga dilakukan melalui serangkaian forum musyawarah
perencanaan partisipatif, dengan melibatkan seluruh unsur pelaku pembangunan setempat
seperti Musrenbang. Karena pertimbangan itu, walaupun RPJM ini bermula dari rumusan
visi, misi, arah kebijakan dan rencana indikatif program kerja Bupati, maka matriks rencana
program dan kegiatan lima tahunan yang diuraikan di dalam dokumen ini adalah hasil
kesepakatan seluruh unsur pelaku pembangunan daerah ini, dengan tetap memperhatikan
kebijakan dan program strategis nasional dan provinsi. Kabupaten/Kota Sumatera Utara
dengan tingkat kemiskinan yang relatif masih tinggi dan bidang pertanian sebagai
penyokong utama perekonomian merupakan isu yang utama dalam pembangunan lima
tahun kedepan. Program-program pembangunan yang dibahas lebih mengarah kepada
peningkatan pendapatan petani melalui bidang pertanian karena lebih dari 80% penduduk
Kabupaten/Kota Sumatera Utara bermata pencaharian dari pertanian dalam arti luas. RPJM
Daerah Kabupaten/Kota Sumatera Utara periode 2006-2010 disusun dengan maksud
menyediakan acuan resmi bagi Pemerintah Daerah (berupa RKPD) dan DPRD dalam
menyusun Renstra SKPD, Renja SKPD sekaligus merupakan acuan pilihan-pilihan program
kegiatan tahunan daerah yang akan dibahas dalam rangkaian forum Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Daerah secara berjenjang, yaitu mulai dari desa,
7
kecamatan sampai tingkat kabupaten. Oleh karena itu isi dan substansinya mencakup
indikasi rencana program dan kegiatan secara lintas sumber pembiayaan dari APBN, APBD
Provinsi dan APBD Kabupaten. Berdasarkan pertimbangan ini, maka RPJM Daerah ini
disusun dengan maksud sebagai berikut:
1. Menjadi pedoman dalam penyusunan rencana pembangunan tahunan Daerah
Kabupaten/Kota Sumatera Utara, yaitu RKPD;
2. Menyediakan satu acuan resmi bagi seluruh jajaran Pemerintah Kabupaten/Kota
Sumatera Utara dan DPRD Kabupaten/Kota Sumatera Utara dalam menentukan
prioritas program dan kegiatan tahunan yang akan dibiayai APBD Kabupaten/ Kota
Sumatera Utara, APBN dan sumber pembiayaan lainnya;
3. Menyediakan satu tolok ukur untuk melakukan evaluasi kinerja tahunan setiap
SKPD;
4. Menjabarkan gambaran tentang kondisi umum daerah sekarang dalam konstelasi
regional dan nasional sekaligus memahami arah dan tujuan yang ingin dicapai dalam
rangka mewujudkan visi dan misi Kabupaten/Kota Sumatera Utara;
5. Memudahkan seluruh jajaran aparatur Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara
dan DPRD Kabupaten/Kota Sumatera Utara dalam mencapai tujuan dengan cara
menyusun program dan kegiatan sercara terpadu, terarah dan terukur;
6. Memudahkan seluruh jajaran aparatur Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara
dan DPRD Kabupaten/Kota Sumatera Utara untuk memahami dan menilai arah
kebijakan dan program serta kegiatan operasional tahunan dalam rentang waktu
lima tahunan.
RPJM Daerah disusun mengacu kepada RPJM Nasional dan RPJM Sumatera Utara.
Selanjutnya RPJM Daerah digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan Rencana
Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD) dan Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD). Renstra SKPD adalah berfungsi sebagai dokumen perencanaan teknis
operasional yang merupakan penjabaran teknis RPJM Daerah untuk setiap unit kerja daerah
yang memuat visi, misi, arah kebijakan teknis pemerintahan untuk jangka waktu lima
tahunan dan disusun oleh setiap satuan kerja perangkat daerah. Dokumen Renstra SKPD
8
selanjutnya dijadikan sebagai acuan langsung dalam menyusun Rencana Kerja (Renja)
SKPD, yaitu dokumen perencanaan tahunan setiap unit kerja daerah dan disusun sebagai
turunan Renstra SKPD yang juga memuat rencana kegiatan pembangunan tahun berikutnya.
Dokumen perencanaan RKPD seperti disebut di atas disusun sebagai dokumen perencanaan
tahunan dan merupakan kompilasi kritis atas Renja SKPD setiap tahun anggaran dan
merupakan bahan utama dalam pelaksanaan Musrenbang Daerah.
2.4 Pengertian Hukum dan Administrasi Pembangunan
Hukum dan administrasi perencanaan adalah salah satu sub bidang perencanaan
wilayah dan kota yang melingkupi bagaimana mewujudkan produk-produk perencanaan
sesuai dengan tujuannya. Untuk mempelajari hukum dan administrasi perencanaan, terlebih
dahulu perlu dipahami pengertian-pengertian dasarnya. Pertemuan ini membahas
pengertian-pengertian dasar yang terkait dengan hukum dan administrasi perencanaan.
2.5 Administrasi Perencanaan
Pengertian administrasi perencanaan Pranata adalah pengaturan unit atau anggota
suatu sistem, dengan tujuan agar sistem tersebut dapat bekerja sebagaimana seharusnya.
Administrasi perencanaan adalah pengaturan interaksi antar individu atau kelompok, dalam
arti khusus bahwa terjadi interaksi antar si pelaku pembangunan, dalam kerangka mencapai
tujuan yang berdasarkan kepentingan bersama.
Pengertian Dasar
Pranata tidak sama dengan lembaga, dalam pengertian bahwa lembaga sama dengan
organisasi – Organisasi hanya skala mikro, pranata makro sifatnya. Dua dimensi pranata –
Formal (hukum, konsensus, peraturan) – Informal (norma, perilaku, kebiasaan, etika).
Pranata juga tidak hanya berarti pemerintah (yang mempunyai otoritas dalam penetapan
rules of the game) tetapi juga masyarakat
Hukum administrasi perencanaan, administrasi perencanaan dapat dikaji melalui
pendekatan sistem, karena fenomena yang ada melibatkan banyak pihak dengan fungsi
berbeda dan menciptakan sesuatu yang berbeda sesuai dengan kasusnya. Hukum pranata itu
terdiri dari kaidah-kaidah atau peraturan pranata untuk melaksanakan suatu kaidah. Hukum
digunakan untuk menertibkan. Tapi hukum tidak selalu menjamin keadilan.
9
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Q.,
3.2 ‘Perencanaan Pembangunan Di Bidang Hukum Terkait Tumpang Tindih
Peraturan Perundang – Undangan Nasional Yang Dituangkan Dalam Rpjpn
(2005 – 2025) Dan Rpjmn (2010 – 2014)
Di dalam RPJPN 2005 – 2025 disebutkan bahwa perwujudan sistem hukum nasional
dilakukan dengan beberapa hal. Pertama, pembangunan substansi hukum, baik hukum
tertulis maupun hukum tidak tertulis telah mempunyai mekanisme untuk membentuk
hukum nasional yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan aspirasi
masyarakat, yaitu berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Kedua, penyempurnaan struktur hukum yang
lebih efektif terus dilanjutkan. Dan ketiga, pelibatan seluruh komponen masyarakat yang
mempunyai kesadaran hukum tinggi untuk mendukung pembentukan sistem hukum
nasional yang dicita-citakan.
RPJPN (2005 – 2025)
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu misi Pembangunan Nasional
yang tertuang di dalam RPJPN adalah mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan
hukum.
Demokratis yang berlandaskan hukum merupakan landasan penting untuk
mewujudkan pembangunan Indonesia yang maju, mandiri dan adil. Demokrasi dapat
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan pembangunan, dan
memaksimalkan potensi masyarakat, serta meningkatkan akuntabilitas dan transparansi
dalam penyelenggaraan negara. Hukum pada dasarnya bertujuan untuk memastikan
munculnya aspek-aspek positif dan menghambat aspek negatif kemanusiaan serta
memastikan terlaksananya keadilan untuk semua warga negara tanpa memandang dan
membedakan kelas sosial, ras, etnis, agama, maupun gender. Hukum yang ditaati dan
diikuti akan menciptakan ketertiban dan keterjaminan hak-hak dasar masyarakat secara
maksimal.
10
Sasaran yang hendak dituju dari misi yang dibangun tersebut diantaranya yaitu
terciptanya supremasi hukum dan penegakkan hak-hak asasi manusia yang bersumber pada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta
tertatanya sistem hukum nasional yang mencerminkan kebenaran, keadilan, akomodatif, dan
aspiratif. Terciptanya penegakan hukum tanpa memandang kedudukan, pangkat, dan
jabatan seseorang demi supremasi hukum dan terciptanya penghormatan pada hak-hak asasi
manusia.
RPJMN (2010 – 2014)
RPJMN 2010 – 2014 sebagai penjabaran lebih lanjut dari visi dan misi presiden
yang mengacu pada RPJP Nasional, menyebutkan bahwa agenda dalam bidang hukum
adalah proses pembuatan undang–undang, proses penjabarannya, proses pengawasan, dan
juga penegakan aturan hukum. Selain itu, wujud dari agenda hukum adalah menjamin
proses peradilan yang bebas. Hal ini semua akan membantu di dalam upaya konsolidasi
demokrasi. Penegakan hukum merupakan elemen yang sangat penting di dalam
pemberantasan korupsi. Selama ini, telah dan terus dilakukan pembenahan pada substansi
hukum, struktur hukum, dan budaya hukum.
Dikatakan pula dalam RPJMN 2010 – 2014 Tumpang tindih dan inkosistensi
peraturan perundang-undangan harus diperkecil. Demikian juga hambatan pada
implementasi peraturan perundangan harus dihilangkan. Akan terus diupayakan perjanjian
ekstradisi dengan negara-negara yang berpotensi menjadi tempat pelarian pelaku tindak
pidana korupsi dan tindak pidana lainnya. Dalam usaha pemberantasan korupsi, berbagai
kasus telah ditindaklanjuti tanpa pandang bulu. Proses penegakan hukum dalam bidang
korupsi dilakukan tanpa tebang pilih. Semua warga negara sama kedudukannya di muka
hukum.
Untuk mengatasi tumpang tindih tersebut perlu dilakukan pembenahan peraturan
perundang-undangan yang sampai dengan tahun 2009 dilakukan melalui upaya mengatasi
disharmoni peraturan perundang-undangan; membatalkan peraturan peraturan daerah yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan pertimbangan
antara lain, bertentangan dengan kepentingan umum, bias jender, tidak berpihak pada
kelompok miskin (pro poor), dan bertentangan dengan HAM. Sejak 2004 hingga Agustus
2009, terdapat lebih kurang 985 peraturan daerah yang telah dibatalkan, sejalan dengan
11
pelaksanaan desentralisasi berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah.
Upaya penegakan hukum juga tidak terlepas dari terjadinya tumpang tindih
peraturan perundang-undangan antara pusat dan daerah, antara daerah satu dengan lainnya
serta antara peraturan perundang-undangan secara horisontal satu dengan lainnya.
Akibatnya, penegakan hukum belum sesuai dengan harapan masyarakat.
Sasaran dalam peningkatan efektifitas Peraturan Perundang-undangan
Meningkatnya kepastian hukum melalui tertib peraturan perundang-undangan
dengan indikator berkurangnya jumlah peraturan perundang-undangan yang bermasalah,
meningkatnya kualitas peraturan perundang-undangan sesuai dengan kebutuhan
pembangunan dan aspirasi masyarakat, dalam rangka mewujudkan Indonesia yang
sejahtera, demokratis, dan berkeadilan.
Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan
Dalam rangka mendukung terwujudnya Indonesia yang sejahtera, demokratis dan
berkeadilan, kebijakan pembangunan di bidang hukum dan aparatur diarahkan pada
perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik, dengan strategi sebagai berikut: peningkatan
efektivitas peraturan perundang-undangan;
Upaya untuk menciptakan efektivitas peraturan perundang-undangan nasional dilaksanakan
melalui hal-hal berikut:
1. Peningkatan kualitas substansi peraturan perundang-undangan, dilakukan antara lain
melalui dukungan penelitian / pengkajian Naskah Akademik. Hasil pengkajian /
penelitian tersebut akan menjadi bahan penyusunan rancangan peraturan perundang-
undangan yang akan diharmonisasikan dan disinkronisasikan dengan peraturan
perundang-undangan yang sudah ada.
2. Penyempurnaan proses pembentukan peraturan perundang-undangan, dilakukan
mulai dari tahapan perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan,
pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan. Untuk menjamin
tidak adanya kesenjangan substansi dengan kebutuhan masyarakat, peran
12
masyarakat dalam setiap tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan,
perlu diperkuat. Hal ini juga perlu didukung oleh mekanisme pelaksanaan Program
Legislasi Nasional dan Daerah yang mengikat bagi eksekutif dan legislatif serta
menjadi wadah menyelaraskan kebutuhan kerangka regulasi yang mendukung
prioritas pembangunan nasional.
3. Pelaksanaan harmonisasi peraturan perundang-undangan, dilakukan melalui
kegiatan harmonisasi peraturan perundang-undangan.
3.2 Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan Sebagai Upaya untuk
Menciptakan Efektivitas Peraturan Perundang-Undangan Nasional
A. Hubungan Yuridis RPJPN, RPJMN, RPJPD dan RPJMD
Dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional disebutkan bahwa RPJP Nasional merupakan penjabaran dari
tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam bentuk visi, misi,
dan arah pembangunan Nasional.
Sedangkan RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program
Presiden yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Nasional, yang memuat strategi
pembangunan Nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas
Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro
yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal
dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat
indikatif.
Kemudian disebutkan bahwa RPJP Daerah memuat visi, misi, dan arah
pembangunan Daerah yang mengacu pada RPJP Nasional. Sedangkan RPJM Daerah
merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya
berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah
kebijakan keuangan Daerah, strategi pembangunan Daerah, kebijakan umum, dan program
Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program
kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka
pendanaan yang bersifat indikatif.
13
Jika digambarkan dalam bentuk bagan, maka hubungan antara RPJPN, RPJMN,
RPJPD dan RPJMD adalah sebagai berikut:
Bagan Hubungan Yuridis RPJPN, RPJMN, RPJPD dan RPJMD
Dari bagan dan penjelasan di atas bisa dilihat bahwa terdapat dua istilah berbeda
yang digunakan terkait hubungan yuridis RPJPN, RPJMN, RPJPD dan RPJMD. Perbedaan
tersebut adalah antara kata mengacu/berpedoman dan memperhatikan. Perbedaannya dari
keduanya antara lain yaitu kekuatan mengikat antara kedua kata tersebut. Kata
mengacu/berpedoman tentu lebih mengikat dibandinkan dengan memperhatikan. Kata
tersebut cenderong condong kepada sebuah keharusan, sedangkan kata memperhatikan
adalah kata yang menyatakan bahwa dalam penyusunannya semestinya sejalan.
Kata memperhatikan ditemukan pada saat penyusunan RPJMD, dimana pada saat
penyusunannya, perlu memperhatikan apa saja yang sudah tertuang di dalam RPJMN. Hal
ini diperlukan agar visi misi Kepala Daerah paling tidak harus memperhatikan visi misi dari
presiden. Sehingga terjadi keharmonisan tujuan antara pemerintah pusat dengan daerah. Jika
tidak sejalan antara apa yang menjadi visi misi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah,
maka tidak menutup kemungkinan upaya untuk melakukan efektifitas peraturan perundang-
undangan menjadi terhambat bahkan malah menambah carut-marutnya peraturan perundan-
undangan di Indonesia.
B. Beberapa Permasalahan Tumpang Tindih Peraturan Perundang-undangan
Dalam melakukan perencanaan pembangunan di bidang hukum, sebelumnya sudah
pasti ada pemetaan terhadap permasalahan yang ada di Indonesia. Setelahdilakukan
pemetaan, kemudian dipilih dan ditentukan prioritasnya permasalahan yang akan dicari
solusinya. Dari solusi tersebut maka ditetapkanlah sebuah kebijakan publik yang akan
dijadikan acuan dalam melaksanakan perencanaan pembangunan tersebut.
C. Upaya Menciptakan Efektivitas Peraturan Perundang-Undangan Nasional
RPJMN menyebutkan beberapa upaya untuk menciptakan efektivitas peraturan
perundang-undangan nasional yang dilaksanakan melalui hal-hal berikut:
Peningkatan kualitas substansi peraturan perundang-undangan14
Penyempurnaan proses pembentukan peraturan perundang-undangan
Pelaksanaan harmonisasi peraturan perundang-undangan
Berdasarkan ketiga hal tersebut diatas dapat paling tidak terdapat dua hal yang dapat
dilakukan, yaitu:
1. Prolegnas dan Prolegda
Dalam proses penataan sistem hukum serta kerangka hukum yang ada, Undang-
undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
mengamanatkan agar pembentukan peraturan peraturan perundang-undangan dimulai dari
perencanaan, yaitu melalui proses Legislasi (nasional dan daerah).] Dimana kedua hal
tersebut yaitu Prolegnas dan Prolegda diharapkan menjadi pedoman dan pengendali
penyusunan peraturan perundang-undangan yang mengikat semua lembaga yang berwenang
membentuk peraturan perundang-undangan.
Prolegnas dalam pengertian umum adalah program perencanaan nasional di bidang
perundang-undangan. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (9) UU No. 10 Tahun 2004
mengartikan Prolegnas sebagai “instrumen perencanaan program pembentukan Undang-
Undang yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis. Artinya, Prolegnas
sesungguhnya merupakan satu proses yang terjadi sebelum pembentukan undang-undang
atau dapat dikatakan sebagai “pra-pembentukan peraturan perundang-undangan”.
Secara yuridis formal, UU No. 10 Tahun 2004 maupun Perpres No. 61 Tahun 2005
hanya menyebutkan tentang Program Legislasi Naional. Dalam praktiknya, secara teknis
penyusunan Prolegnas dapat dibedakan menjadi dua tahapan, yaitu (a) tahapan penyusunan
“rencana legislasi”, dan tahapan penyusunan ”program legislasi”. Selain itu, ada juga yang
menyebutkan bahwa tahapan penyusunan Prolegnas terdiri dari: (1) tahap kompilasi dan
konsep Rencana Legislasi Nasional (Relegnas); (2) tahap klasifikasi dan sinkronisasi
Relegnas; (3) tahap konsultasi dan komunikasi; (4) tahap penyusunan naskah; dan (5) tahap
koordinasi dan penetapan Prolegnas.
RUU yang disusun dalam Prolegnas harus memperhatikan 3 dimensi, yaitu masa
lalu yang terkait dengan sejarah perjuangan bangsa, masa kini yaitu kondisi obyektif yang
15
ada sekarang dengan lingkungan strategisnya dengan memandang ke masa depan yang
dicita-citakan.
2. Judicial Review
Selain prolegnas/prolegda, upaya menciptakan efektifitas peraturan perundang-
undangan juga dapat dilaksanakan dengan melakukan judicial review (pengujian peraturan
peraturan perundang-undangan). Judicial review ini bisa terhadap undang-undang yang
tidak sejalan dengan konstitusi (ke Mahkamah Konstitusi) dan / atau bisa berupa pengujian
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang (ke
Mahkamah Agung).
Dengan adanya judicial review ini maka diharapkan peraturan perundang-undangan
yang tidak sejalan dengan yang diatasnya dapat dibatalkan dan atau dirubah. Bagi peraturan
undang-undangan yang sejajar dapat diterapkan prinsip hukum yaitu lex spesialis derogat
lex generalis (peraturan yang lebih khusus mengenyampingkan peraturan yang lebih umum)
dan/ atau lex posteori derogat lex priori (peraturan yang lebih baru mengenyampingkan
peraturan yang lebih lama). Pada akhirnya diharapkan harmonisasi peraturan perundang-
undangan dapat terlaksana.
16
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dipaparkan dalam makalah ini, maka terdapat kesimpulan yang
didapat, yaitu sebagai berikut:
1. Hubungan yuridis antara RPJPN, RPJMN, RPJPD dan RPJMD adalah dalam
penyusunan RPJMN harus mengacu pada RPJPN, penyusunan RPJPD harus
mengacu/berpedoman pada RPJPN, serta dalam penyusunan RPJMD harus mengacu
pada RPJPD dan memperhatikan RPJMN;
2. Permasalahan tumpang tindih peraturan perundang-undangan yang terjadi di Jawa
Barat dan daerah lain di Indonesia terkait penetapan RPJMD, dimana menurut UU
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional RPJMD ditetapkan oleh Peraturan
Kepala Daerah, sedangkan menurut UU Pemerintahan Daerah RPJMD ditetapkan
oleh Peraturan Daerah. Selain itu ketidakselarasan waktu penetapan RPJMD dengan
RPJMN juga menimbulkan permasalahan, dimana RPJMD tersebut kemudian harus
diubah untuk kemudian memperhatikan RPJMN dalam penyusunannya;
4.2 Saran
Upaya menciptakan efektifitas peraturan perundang-undangan nasional adalah:
a. Peningkatan kualitas substansi peraturan perundang-undangan;
b. Penyempurnaan proses pembentukan peraturan perundang-undangan;
c. Pelaksanaan harmonisasi peraturan perundang-undangan. Bentuk
pelaksanaannya dapat berupa program legislasi nasional dan daerah serta
melaksanakan pengujian perundang-undangan (judicial review).
17