ba b iii tinjauan teoritis tentang akad jual beli hewan ...repository.uinbanten.ac.id/4552/5/bab...

39
37 BA B III TINJAUAN TEORITIS TENTANG AKAD JUAL BELI HEWAN KURBAN DENGAN SISTEM TABUNGAN A. Akad Jual Beli 1. Pengertian Akad Jual Beli Kata Akad berasal dari bahasa Arab al-„aqd yang secara etimologi berarti perikatan, perjanjian, dan permufakatan. Secara terminology fiqh, akad didefinisikan dengan: “pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan kabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh kepada objek perikatan”. Pencantuman kata-kata “berpengaruh pada objek perikatan” maksudnya adalah terjadinya perpindahan pemilikan dari satu pihak (yang melakukan ijab) kepada pihak yang lain (yang menyatakan kabul). Contoh ijab adalah pernyataan seorang penjual, “saya telah menjual barang ini kepadamu.” atau “saya serahkan barang ini kepadamu.” Contoh qabul, “saya beli barangmu.” atau “saya terima barangmu.” Dengan demikian, ijab qabul adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk

Upload: others

Post on 12-Feb-2020

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

37

BA B III

TINJAUAN TEORITIS TENTANG AKAD JUAL BELI

HEWAN KURBAN DENGAN SISTEM TABUNGAN

A. Akad Jual Beli

1. Pengertian Akad Jual Beli

Kata Akad berasal dari bahasa Arab al-„aqd yang secara

etimologi berarti perikatan, perjanjian, dan permufakatan. Secara

terminology fiqh, akad didefinisikan dengan: “pertalian ijab

(pernyataan melakukan ikatan) dan kabul (pernyataan penerimaan

ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh kepada

objek perikatan”.

Pencantuman kata-kata “berpengaruh pada objek

perikatan” maksudnya adalah terjadinya perpindahan pemilikan

dari satu pihak (yang melakukan ijab) kepada pihak yang lain

(yang menyatakan kabul). Contoh ijab adalah pernyataan seorang

penjual, “saya telah menjual barang ini kepadamu.” atau “saya

serahkan barang ini kepadamu.” Contoh qabul, “saya beli

barangmu.” atau “saya terima barangmu.” Dengan demikian, ijab

qabul adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk

38

menunjukkan suatu keridhaan dalam berakad di antara dua orang

atau lebih, sehingga terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang

tidak berdasarkan syara‟ oleh karena itu dalam Islam tidak semua

bentuk kesepakatan atau perjanjian dapat dikategorikan sebagai

akad, terutama kesepakatan yang tidak didasarkan pada keridhaan

dan syariat Islam.1

Hasbi Ash Shiddieqy, yang mengutip definisi yang

dikemukakan Al-Sanhury, akad ialah “perikatan ijab kabul yang

dibenarkan syara‟ yang menetapkan kerelaan kedua belah pihak.2

Para ulama terlah bersepakat bahwa keridhaan merupakan

landasan dalam akad sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur‟an

surat An-Nisa ayat 29, namun demikian di antara para ulama

sendiri terdapat perbedaan pendapat dalam menetapkan

keridhaan ini.

Menurut Zahiriyah yang mempersempit tentang keridhaan

berpendapat bahwa setiap akad pada dasarnya dilarang sampai

ada dalil yang membolehkannya. Dengan demikian setiap akad

1 Rachmat Syafe‟i, Fiqih Muamalah, (Bandung: CV Pustaka Setia,

2004), h. 44 2 Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqih Muamalat, (Jakarta: Prenada

Kencana Media Group, 2010), h. 50-51

39

yang tidak didapatkan dalil yang membolehkannya adalah

dilarang. Mereka antara lain beralasan bahwa syariat Islam

mencangkup segala aspek kehidupan manusia.

Menurut ulama Hanbali dan lain-lain yang memperluas

masalah keridhaan pada dasarnya setiap akad dibolehkan sampai

ada dalil syara‟ yang melarangnya. Mereka antara lain beralasan

bahwa syara‟ pada dasarnya hanya menetapkan keridhaan dan

ikhtiar (pilihan) pada akad.3

Akad (ikatan, keputusan atau penguatan) atau perjanjian

atau kesepakatan atau transaksi dapat diartikan sebagai komitmen

yang terbingkai dengan nilai-nilai syariah. Dalam istilah fiqih,

secara umum akad berarti sesuatu yang menjadi tekad seseorang

untuk melaksanakan, baik yang muncul dari satu pihak maupun

yang muncul dari dua pihak.4

Menurut pendapat Syafi‟iyah, Malikiyah, dan Hanabilah,

akad yaitu: “segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang

berdasarkan keinginannya sendiri, seperti wakaf, talak

3 Rachmat Syafe‟i, Fiqih Muamalah…h. 63

4 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2007), h. 35

40

pembebasan atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan

keinginan dua orang seperti jual beli, perwakilan dan gadai”.5

Kemudian jual beli menurut etimologi, diartikan sebagai

pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain) kata lain dari al-

tijarah, dalam Al-Quran surat Fathir ayat 29

“Mereka mengharapkan tijarah (perdagangan) yang tidak akan

rugi.” (QS.Fathir: 29)6

Adapun jual beli menurut terminologi, para ulama

berbeda pendapat dalam mendefinisikannya, antara lain

a. Menurut Hanafiyah

وجو مصوص مبا د لة ما ل با ل على “Pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan

cara khusus (yang dibolehkan)”

b. Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu مقا ب لة ما ل با ل تليكا

“Pertukaran harta dengan harta dengan kepemilikan.”

c. Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mugni:

5 Rachmat Syafe‟i, Fiqih Muamalah…h. 43-44

6 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan

Terjemahan, (Surabaya: Duta Ilmu Surabaya, 2006), h. 620

41

ا ل با لما ل تليكا وتلكا

مبا دلة ا مل“Pertukaran harta dengan harta untuk saling menjadikan

milik.”7

2. Dasar Hukum Akad Jual Beli

Terdapat dalam Al-Qur‟an surat Al-Maidah ayat 1

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu

(perjanjian).8

„Uqud adalah jama‟ dari „aqd, menurut keterangan Raghib

adalah mengumpulkan ujung-ujung sesuatu artinya mengikatkan

yang setengah dengan yang setengah, maknanya dalam perikatan

jual beli.9 Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah

memerintahkan kepada setiap orang yang beriman untuk

memenuhi janji-janji yang telah diikrarkan, baik janji kepada

Allah maupun yang dibuat di antara sesama manusia termasuk

kontrak bisnis. Perkataan aqdu mengacu terjadinya dua

perjanjian atau lebih, bila sesorang mengadakan janji kemudian

7 Rachmat Syafe‟i, Fiqih Muamalah,…h. 73-74

8 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan

Terjemahan,… h. 141 9 Hamka, TafsirAl Azhar Juzu‟ V, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1993),

h. 104

42

orang lain menyetujui janji tersebut serta menyatakan pula suatu

janji dari dua orang yang mempunyai hubungan antara satu dan

lainnya maka disebut perikatan. Semua perikatan dapat

dilakukan asal tidak melanggar ketentuan Allah.10

Jual beli disyariatkan berdasarkan Al-Qur‟an, sunah, dan

ijma, yaitu:

a. Al-Qur‟an, di antaranya:

“Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan

riba.” (QS.Al-Baqarah : 275)11

“Dan persaksikanlah apabila kamu berjual-beli.”(QS.Al-

Baqarah : 282)12

b. As-sunah

رور.النب ص.م.: اي الكسب أ طيب؟ ف قا ل: عمل الرجل سئل بيده ؤكل ب يع مب (ؤصححو احلاكم عن رفا عة ابن الرافعالبزار ه )روا

10

Ridwan, Http://Digekonom.Com, Pengertian, Rukun Dan Dasar

Akad Transaksi, 26 Juli 2018, diakses pada tanggal 15 juli 2019 11

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan

Terjemahan,…h. 58 12

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan

Terjemahan,,… h. 59

43

“Nabi SAW. Ditanya tentang mata pencaharian yang paling

baik. Beliau menjawab, „Seseorang bekerja dengan tangannya

dalam setiap jual-beli yang mabrur.” (HR. Bajjar, Hakim

menyahihkannya dari Rifa‟ah Ibn Rafi‟).

Maksud mabrur dalam hadis di atas adalah jual beli yang

terhindar dari usaha tipu-menipu dan merugikan orang lain.

االب يع عن ت راض )رواه البيهقى وابن ماجو( وان“Jual beli harus dipastikan harus saling meridhai.” (HR. Baihaqi

dan Ibnu Majjah).

c. Ijma‟

Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan

dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi

kebutuhan dirinya tanpa bantuan orang lain. Namun demikian

bantuan atau milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus

diganti dengan barang lainnya yang sesuai13

. Dalam kaidah fiqih

juga dijelaskan bahwa “prinsip dasar muamalah (jual beli) adalah

halal dan boleh”, maksudnya semua akad dipandang baik kecuali

ada dalil yang mengharamkannya, pintu terbuka luas setiap

13

Rachmat Syafe‟i, Fiqih Muamalah…h. 75

44

muamalah baik yang datang kemudian atau yang terdahulu

prinsip dasarnya adalah boleh.14

3. Rukun dan Syarat Akad Jual Beli

a. Rukun-rukun akad jual beli

1) „Aqid adalah orang yang berakad, terkadang

masing-masing pihak terdiri dari satu orang atau

lebih.

2) Ma‟qud „alaih, ialah benda-benda yang diakadkan,

seperti benda-benda yang dijual dalam akad jual

beli.

3) Maudhu‟ al-„aqd, yaitu tujuan atau maksud pokok

mengadakan akad. Berbedanya akad maka

berbedalah tujuan pokok akad. Dalam jual beli

misalnya, tujuan pokoknya yaitu memindakan

barang dari penjual kepada pembeli dengan diberi

ganti. Tujuan pokok akad hibah yaitu

memindahkan barang dari pemberi kepada yang

diberi untuk dimilikinya tanpa pengganti. Maudhu

14

Enang Hidayat, Fiqih Jual Beli, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2015), h. 51

45

akad pada hakikatnya satu arti dengan maksud asli

akad dan hukum akad. Maksud asli akad

dipandang sebelum terwujudnya akad hukum di

pandang dari segi setelah terjadinya akad atau

akibat terjadinya akad sedangkan maudhu akad

berada di antara keduanya.

4) Shighat al-„aqd, ialah ijab kabul. Ijab ialah

permulaan penjelasan yang keluar dari salah

seorang yang berakad sebagai gambaran

kehendaknya dalam mengadakan akad. Adapun

kabul ialah perkataan yang keluar dari pihak yang

berakad pula yang diucapkan setelah adanya ijab.

Pengertian ijab kabul dalam pengamalan dewasa

ini ialah bertukarnya sesuatu dengan yang lain

sehingga penjual dan pembeli dalam membeli

sesuatu terkadang tudak berhadapan, misalnya

yang berlangganan majalah panjimas, pembeli

mengirimkan uang melalui pos wesel dan pembeli

menerima majalah tersebut dari petugas pos.

46

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam Shighat al-„aqd ialah:

a) Shighat al-„aqd harus jelas pengertiannya.

Kata-kata dalam ijab kabul harus jelas dan

tidak memiliki banyak pengertian, misalnya

sesorang berkata: “Aku serahkan barang ini”,

kalimat ini masih kurang jelas sehingga masih

menimbulkan pertanyaan apakah benda ini

diserahkan sebagai pemberian, penjualan, atau

titipan. Kalimat lengkapnya ialah: “Aku

serahkan benda ini kepadamu sebagai hadiah

atau pemberian”.

b) Harus bersesuaian antara ijab dan kabul.

Antara yang berijab dan menerima tidak boleh

berbeda lafal, misalnya sesorang berkata: “Aku

serahkan benda ini sebagai titipan”, tetapi yang

mengucapkan kabul berkata: “Aku terima

benda ini sebagai pemberian”. Adanya

kesimpangsiuran dalam ijab dan kabul akan

menimbulkan persengketaan yang dilarang

47

oleh Islam, karena bertentangan dengan Islah

di antara manusia.

c) Menggambarkan kesungguhan kemauan dari

pihak-pihak yang bersangkutan, tidak terpaksa,

dan tidak karena di ancam atau ditakut-takuti

oleh orang lain karena dalam tijarah (jual beli)

harus saling merelakan. Mengucapkan dengan

lisan merupakan salah satu cara yang ditempuh

dalam mengadakan akad, tetapi ada juga cara

lain yang dapat menggambarkan kehendak

untuk berakad.

Para ulama fiqh menerangkan beberapa cara yang

ditempuh dalam akad yaitu:

(1) Dengan cara tulisan (bukti tertulis untuk

yang tidak tunai)

(2) Isyarat (bagi orang bisu)

(3) Ta‟athi (saling memberi), seperti orang

yang melakukan pemberiann kepada

seseorang dan orang tersebut memberi

48

imbalan kepada yang memberi tanpa

ditentukan besar imbalannya.15

b. Syarat-syarat Akad jual beli

Setiap akad mempunyai syarat yang ditentukan

syara‟ yang wajib disempurnakan. Berikut ini syarat

terjadinya akad, yaitu:

1) Kedua yang melakukan akad cakap bertindak.

Menurut Ulama Syafi‟iyah syarat akad jual beli

harus dewasa dan sadar.16

2) Yang dijadikan objek akad dapat menerima

hukumnya.

3) Akad itu diizinkan oleh syara‟, dilakukan oleh

orang yang mempunyai hak melakukannya,

walaupun dia bukan „aqid yang memiliki barang.

4) Janganlah akad itu akad yang dilarang oleh syara‟,

seperti jual beli mulasamah (saling merasakan)

15

Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqih Muamalat,…h. 52-54 16

Rachmat Syafe‟i, Fiqih Muamalah…h. 81

49

5) Akad dapat memberikan faedah, sehingga tidaklah

sah bila rahn (gadai) dianggap sebagai imbangan

amanah (kepercayaan).

6) Ijab itu berjalan terus, tidak dicabut sebelum

terjadi kabul. Maka apabila orang yang berijab

menarik kembali ijabnya sebelum kabul maka

batallah ijabnya.

7) Ijab dan kabul mesti bersambung sehingga bila

sesorang yang berijab telah berpisah sebelum

adanya kabul, maka ijab tersebut menjadi batal.

4. Macam-macam Akad jual beli

Dilihat dari keabsahannya menurut syara‟, akad terbagi

dua, yaitu:

a. Akad sahih, ialah akad yang telah memenuhi rukun-

rukun dan syarat-syaratnya. Hukum dari akad sahih ini

adalah berlakunya seluruh akibat hukum yang

ditimbulkan akad itu dan mengikat kepada pihak-pihak

yang berakad. Dibagi lagi oleh Malikiyah menjadi dua

macam, yaitu:

50

1) Akad yang nafis (sempurna untuk dilaksanakan),

ialah akad yang dilangsungkan dengan memenuhi

rukun dan syaratnya dan tidak ada penghalang

untuk melaksanakannya.

2) Akad mauquf, ialah akad yang dilakukan

seseorang yang cakap bertindak hukum, tetapi ia

tidak memiliki kekuasaan untuk melangsungkan

dan melaksanakan akad ini, seperti yang dilakukan

oleh anak kecil yang telah mumayyiz.

Di antara para ulama, ada yang memandang bahwa akad

yang shahih harus bersesuaian antara zhahir dan batin akad. Akan

tetapi sebagian ulama lainnya tidak mempermasalahkan masalah

batin atau tujuan akad. Menurut golongan kedua jika akad sudah

memenuhi persyaratannya, yaitu di anggap sah, tanpa

mempermasalahkan apakah mengandung unsur kemaksiatan atau

tidak, dengan demikian akad yang mengandung unsur

kemaksiatan sah secara zhahir tetapi makruh tahrim karena

mengandung kemaksiatan atau niatnya tidak sesuai dengan

ketentuan syara‟. Hanafiyah dan Syafi‟iyah menetapkan beberapa

51

hukum akad yang dinilai secara zhahir sah tapi makruh tahrim

(perbuatan terlarang yang didasarkan pada dalil yang

mengandung ta‟wil) , yaitu:

a) Jual beli yang menjadi perantara munculnya

riba

b) Menjual anggur untuk dijadikan khamr

c) Menjual senjata untuk enunjang

pemberontakan atau fitnah, dan lain-lain.

Adapun pendapat Malikiyah, Hanabilah, dan syi‟ah yang

mempermasalahkan masalah batin akad berpendapat bahwa suatu

akad tidak hanya dipandang dari segi zhahirnya saja tetapi juga

batin. Dengan demikian tujuan memandang akad dengan sesuatu

yang tidak bersesuaian dengan ketentuan syara‟ dianggap batal.

Dilihat dari sisi mengikat atau tidaknya akad jual beli

sahih itu para ulama fiqh berpendapat bahwa akad yang bersifat

mengikat bagi pihak-pihak yang berakad sehingga salah satu

pihak tidak boleh membatalkan akad itu tanpa seizin pihak lain,

seperti akad jual beli dan sewa-menyewa.

52

Akad yang mengikat tetapi dapat dibatalkan atas

kehendak kedua belah pihak, seperti akad jual beli, sewa-

menyewa, perdamaian. Dalam akad-akad seperti ini berlaku hak

khiyar (hak memilih untuk meneruskan akad yang telah

memenuhi rukun dan syaratnya atau membatalkan). Khiyar

artinya boleh memilih antara dua hal, yaitu meneruskan akad jual

beli atau mengurungkan (menarik kembali, tidak jadi jual beli).

Diadakannya khiyar oleh syara‟ agar kedua orang yang

berjual beli dapat memikirkan kemaslahatan masing-masing lebih

jauh, supaya tidak akan terjadi penyesalan di kemudian hari

lantaran merasa tertipu.17

b. Akad yang tidak sahih, yaitu akad yang terdapat

kekurangan pada rukun atau syarat-syaratnya, sehingga

seluruh akibat hukum akad itu tidak berlaku dan tidak

mengikat pihak-pihak yang berakad. Hanafiyah

membagi akad yang tidak sahih ini kepada dua macam,

yaitu akad yang batil dan fasid. Misalnya, objek jual

beli itu tidak jelas atau dapat unsur tipuan seperti

17

Sulaiman Rasjid, FiQh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,

2011), h. 286

53

menjual ikan dalam lautan, atau salah satu pihak yang

berakad tidak cakap bertindak hukum. Adapun akad

fasid menurut mereka merupakan suatu akad yang pada

dasarnya disyariatkan akan tetapi sifat yang diakadkan

itu tidak jelas. Misalnya, menjual rumah atau

kendaraan yang tidak ditujukkan tipe, jenis, dan bentuk

rumah yang dijual, sehingga menimbulkan perselisihan

antara penjual dan pembeli, oleh karena itu jual beli ini

menurut Hanafiyah dianggap sah apabila unsur-unsur

yang menyebabkan kefasidannya itu dihilangkan,

misalnya dengan menjelaskan tipe, jenis, dan

bentuknya yang hendak dijual.18

Untuk mengetahui apakah syarat kejelasan suatu objek

akad itu sudah terpenuhi atau belum, dikhawatirkan ada unsur

gharar didalamnya. Ada tiga macam yang perlu diperhatikan

dalam objek akad, pertama, objek jual beli tidak tersedia. Kedua,

objek jual beli tidak diserahterimakan. Ketiga,objek jual beli yang

18

Abdul Rahman Ghazaly, Fiqih Muamalat …h. 55-58

54

tidak diketahui jenis atau ukurannya.19

Adat kebiasaan („urf)

mempunyai peranan penting apabila urf memandang jelas,

misalnya jual beli hewan ternak yang sudah waktunya untuk

sembelih atau sudah mencukupi umur untuk syarat-syarat tertentu

seperti untuk kurban tetapi hewannya masih berada dalam

supplier atau belum berada dalam tangannya si pemilik maka

hewan ternak itu sudah mempunyai syarat kejelasan. Yang

penting tidak menyampingkan prinsip keadilan dalam muamalat.

Penjual jangan menerima harga yang jauh di bawah harga yang

wajar dan dapat dijamin tidak akan terjadi sengketa di belakang

hari, namun disamping itu, dalam jual beli berlakunya hak khiyar

bagi penjual dan pembeli.

Khiyar adalah pilihan dalam transaksi jual beli yang

berfungsi untuk memilih baik untuk membatalkan atau

meneruskan. Khiyar ada beberapa macam yaitu: khiyar majlis

adalah hak pilih bagi kedua belah pihak (pembeli atau penjual)

untuk meneruskan atau membatalkan akad selama keduanya

berada dalam majlis akad dan belum berpisah badan. Artinya

19

Al Hurani, Syaikhul Islam Taqiyyudin Ahmad bin Taimiyyah,

Kumpulan Fatwa Ibnu Taimiyyah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2014), h. 485

55

suatu akad baru dianggap sah apabila kedua belah pihak yang

melakukan akad telah berpisah badan atau salah seorang diantara

mereka telah melakukan pilihan untuk menjual atau membeli.

Khiyar seperti ini berlaku dalam suatu akad yang bersifat

mengikat kedua belah pihak yang melaksanakan akad.20

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa khiyar dapat

dikatakan “sehingga keduanya berpisah dari tempatnya.” Maksud

pernyataan tersebut adalah dua pihak yang bertransaksi boleh

khiyar, khiyar itu berlaku sampai badan mereka berpisah.21

Kemudian ada khiyar syarat, yaitu khiyar yang dijadikan syarat

sewaktu akad oleh keduanya, boleh dilakukan dalam segala

macam jual beli kecuali barang yang wajib diterima di tempat

jual beli, jika jual beli sudah tetap akan diteruskan, barulah

diketahui bahwa barang itu kepunyaan pembeli mulai dari masa

akad, tetapi jika jual beli tidak diteruskan barang itu tetap

kepunyaan penjual, untuk meneruskan jual beli atau tidaknya

hendaklah dengan lafadz yang jelas menunjukan terus atau

20

Enang Hidayat, Fikih Jual Beli,... h. 32-33 21

Ahmad Muhammad Yusuf, Ensiklopedi, Ayat Al-Quran dan Hadits

Jilid 7, (Jakatra: Widya Cahaya, 2009), h. 33-34

56

tidaknya jual beli, kemudian khiyar aib artinya pembeli boleh

mengembalikan barang yang dibelinya apabila barang itu terdapat

suatu cacat yang mengurangi kualitas barang itu atau mengurangi

harganya sedangkan biasanya barang sewaktu akad cacatnya itu

sudah ada, tetapi terjadi sesudah akad.22

Dilihat dari sisi penamaannya, akad terbagi menjadi

dua macam yaitu:

1) „Uqudun musammatun, yaitu akad-akad yang

diberikan namanya oleh syara‟ dan ditetapkan

untuknya hukum-hukum tertentu.

2) „Uqud ghairu musammah, yaitu akad-akad yang

tidak diberikan namanya secara tertentu, ataupun

tidak ditentukan hukum-hukum tertentu oleh

syara‟ sendiri.

Dalam ilmu fiqih „Uqudun musammatun beberapa

macam yaitu:

a) Ba‟i adalah akad yang berdiri atas dasar

penukaran harta dengan harta lalu terjadilah

22

Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam...h. 287-288

57

penukaran milik secara tetap”. Akad ini

adalah pokok pangkal dari uqud

mu‟awadlah, hukum-hukumnya merupakan

naqis „alaihi, dalam kebanyakan hukum

akad.

b) Ijarah adalah akad yang objeknya, ialah

penukaran manfaat untuk masa tertentu

artinya: memilikkan manfaat dengan iwadl,

sama dengan menjual manfaat”.

c) Kafalah adalah akad yang mengandung

perjanjian dari seseorang, bahwa padanya

ada hak yang wajib dipenuhi untuk selainnya

dan menserikatkan dirinya bersama orang

lain itu di dalam tanggung jawab terhadap

hak itu dalam menghadapi seseorang

penagih”.

d) Hawalah adalah suatu akad yang objeknya

memindahkan tanggung jawab dari yang

mula-mula berhutang kepada pihak lain”.

58

e) Rahn adalah suatu akad yang objeknya

menahan harga terhadap sesuatu hak yang

mungkin diperoleh pembayaran dengan

sempurna”.

f) Bai‟ul Wafa‟ adalah akad taufiqi dalam rupa

jual beli atas dasar masing-masing pihak

mempunyai hak menarik kembali pada

kedua-kedua iwadl itu (harga dan benda).

Akad ini merupakan akad yang bercampur

antara bai‟ dan iarah.

Iarah adalah akad yang dilakukan atas dasar

pendermaan terhadap manfaat sesuatu untuk

dipakai dan kemudian dikembalikan.

Padanya unsur-unsur bai‟ dan juga padanya

ada iarah, sedang hukum rahn lebih

mempengaruhi akad itu. Akad ini

mengandung arti jual beli karena musytari

59

dengan selesainya akad, memiliki segala

manfaat yang dibeli itu.23

Akad jual beli berdasarkan pertukaran dan harga secara

umum dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:

(1) Jual beli taqsith adalah jual beli dengan

pembayaran cicilan (kredit)

(2) Jual beli muqayadhah adalah jual beli

dengan cara menukar barang dengan

barang, seperti menukar baju dengan

sepatu.

(3) Jual beli mutlak adalah jual beli barang

dengan sesuatu yang telah disepakati

sebagai alat pertukaran, seperti uang.

(4) Jual beli alat penukar dengan alat

penukar adalah jual beli barang yang

biasa dipakai sebagai alat penukar

dengan alat penukar lainnya, seperti

uang perak dengan emas.

23

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqh Muamalah,

(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), h. 82-84

60

(5) Jual beli al-musawah yaitu penjual

menyembunyikan harga aslinya, tetapi

kedua orang yang akad saling meridhai,

jual beli seperti ini yang berkembang

sekarang.24

Secara umum, tujuan adanya semua syarat tersebut antara

lain untuk menghindari pertentangan di antara manusia, menjaga

kemaslahatan orang yang sedang akad, menghindari jual-beli

gharar (terdapat unsur penipuan), dan lain-lain.

Ulama telah bersepakat bahwa jual-beli diperbolehkan

dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi

kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian,

bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu,

harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai, karena Allah

mensyari‟atkan jual beli untuk memberikan kelapangan kepada

hamba-hamba-Nya, manusia pun tidak dapat memenuhi

kebutuhannya sendiri dan terpaksa mengambilnya kepada orang

24

Rachmat Syafe‟i, Fiqih Muamalah…h. 101

61

lain dan tidak ada cara lain yang lebih sempurna daripada

pertukaran.25

B. Hewan Kurban

1. Pengertian Hewan Kurban

Kurban diambil dari kata “al-hadyu” yaitu sesuatu yang

dihadiahkan di tanah suci baik dari jenis binatang maupun

lainnya namun yang dimaksud disini adalah hewan yang

dijadikan kurban di tanah suci dengan niat mendekatkan diri

kepada Allah.26

Secara etimologis berarti sebutan bagi hewan yang

dikurbankan atau sebutan bagi hewan yang disembelih pada hari

raya „Idul Adha.

Adapun definisinya secara fiqh adalah perbuatan

menyembelih hewan tertentu dengan niat mendekatkan diri

kepada Allah SWT dan dilakukan pada waktu tertentu. Ibadah

kurban disyariatkan pada tahun ketiga hijrah, sama halnya dengan

25

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2013), h.

34 26

Abu Malik Kamal bin As-Sayid Salim, Shahih Fikih Sunnah,

(Jakarta: Pustaka Azzam, 2015), h. 425

62

zakat dan sholat hari raya.27

Pada hari tasyrik tanggal 11,12 dan

13 Dzulhijah.

Pada awalnya berkurban dalam Islam merupakan syariat

yang dibawa oleh Nabi Ibrahim As. Hal ini diterangkan dalam

Al-Qur‟an: “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan

yang besar” (QS. As-Saffat:107). Kemudian Allah SWT

memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk

meneruskan syariat tersebut setiap „Idul Adha.

2. Dasar Hukum disyariatkannya Kurban

Dalam Al-Qur‟an surat Al-Kautsar ayat 2

ر ح ان ك و ب ر صل ل ف

“Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan

berkurbanlah (sebagai ibadah dan menekatkan diri kepada

Allah)”28

.

Maksud ayat di atas menunjukkan bahwa dianjurkan

untuk menyembelih hewan kurbanmu dengan ikhlas karena

27

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 4, (Jakarta:

Gema Insani, 2011), h. 254 28

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan

Terjemahan,,… h. 918

63

Allah. Allah-lah yang sebenar-benarnya memelihara dirimu dan

menganugerahkan nikmat-nikmat kepadamu yang tak terhitung.29

Allah SWT berfirman dalam Al-qur‟an surat Al-Hajj ayat 36-

37

36. “Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian

dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak

padanya, Maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu

menyembelihnya dalam Keadaan berdiri (dan telah terikat).

kemudian apabila telah roboh (mati), Maka makanlah

sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa

yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang

meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan untua-unta itu

kepada kamu, Mudah-mudahan kamu bersyukur”.

37.”Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat

mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah

yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah

menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah

29

Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi,

(Semarang: PT Karya Toha Putra Semarang, 1993), h. 444

64

terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira

kepada orang-orang yang berbuat baik”.30

Adapun landasan dari As-sunnah tersebar dalam beberapa

hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a., yaitu sabda Rosullulah

SAW

م, إن ها لتأتى ي وم ما عمل ابن ادم ي وم النحر عمال أحب إل اهلل ت على من إراقةالدم لي قع من اهلل عز وجل بكان ق بل أن القيا مة بقرونا و أضال فها و أشعا رىا وان الد

ي قع على االرض فطيبوابا ن فسا“Tidak ada satu amal pun yang dilakukan anak cucu adam pada

hari raya qurban yang lebih dicintai Allah dibandingakan

amalan menumpahkan darah (hewan). Sesungguhnya ia (hewan-

hewan yang diqurbankan itu) pada hari kiamat kelak akan

datang dengan diiringi tanduk, kuku, dan bulu-bulunya.

Sesungguhnya darah yang ditumpahkan (dari hewan itu) telah

dletakkan Allah SWT di tempat khusus sebelum ia jatuh ke

permukaan tanah, oleh karena itu doronglah diri kalian untuk

suka berqurban”.31

Seluruh umat Islam sepakat bahwa berkurban adalah

perbuatan yang disyariatkan Islam. Banyak Hadits yang

mengatakan bahwa berkurban adalah sebaik-baik perbuatan disisi

Allah yang dilakukan seorang hamba pada hari raya kurban.

Demikian bahkan hewan kurban itu akan datang pada hari kiamat

persis seperti kondisi ketika disembelih di dunia. Adapun hikmah

30

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan

Terjemahan,,…h. 486 31

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 4,… h. 255

65

disyariatkannya berkurban adalah untuk mengekspresikan rasa

syukur kepada Allah terhadap nikmat-nikmat_Nya yang beraneka

ragam.

3. Hukum berkurban

Para fuqaha berbeda pendapat tentang hukum berkurban

apakan wajib atau sunnah,

a. Menurut Abu Hanifah dan para sahabatnya

Berkurban hukumnya wajib satu kali setiap tahun bagi

seluruh orang yang menetap di negerinya. Imam ath-Thahawi dan

lainnya mengungkapkan bahwa menurut Abu Hanifah hukum

berkurban itu wajib dengan alasan bahwa perintah berkurban

disini merupakan perintah wajib didasarkan pada sabda

Rosulullah SAW: ”Barangsiapa yang telah mempunyai

kemampuan tetapi ia tidak berkurban, maka janganlah ia

menghampiri tempat sholat kami” (HR Ahmad bin Hanbal dan

Ibnu Majah).

Dalam memahami hadits ini Imam Abu Hanifah dan para

sahabatnya berpendapat adanya ancaman berat dalam hadits

tersebut menunjukan bahwa perintah yang dikandungnya adalah

66

perintah wajib, seandaianya perintah Rosulullah itu adalah

perintah sunah maka Nabi tidak akan menyebutkan ancaman

yang demikian berat atas orang yang tidak melaksanakannya.

Sementara menurut dua orang sahabatnya yaitu Abu yusuf dan

Muhammad mengatakan bahwa hukumnya sunnah muakkad.

b. Menurut Madzhab Syafi‟i

Menyatakan bahwa hukum berkurban adalah sunnah „ain

bagi setiap orang, satu kali seumur hidup dan sunnah kifayah bagi

setiap keluarga yang berjumlah lebih dari satu dalam arti apabila

salah seorang dari anggota keluarga tadi telah menunaikannya,

maa dipandang sudah mewakili seluruh keluarga. Hadits yang

diriwayatkan oleh Mikhnaf Bin Sulaim yang berkata, “suatu

ketika kami (para sahabat) melaksanakan wukuf bersama

Rosulullah SAW saya lantas mendengar beliau bersabda, „wahai

manusia, wajib bagi setiap satu keluarga berkurban setiap

tahunnya‟.(Diriwaayatkan oleh al Baihaqi dan lainnya dengan

sanad yang berkualitas hasan).

67

c. Pendapat Jumhur Ulama

Hukum menetapkan sunnah berkurban bagi orang yang

mampu. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh

Ummu Salamah r.a. bahwa Rosulullah SAW bersabda:“Jika

kalian telah melihat hilal tanda masuknya bulan Dzulhijjah lalu

salah seorang kalian ingin berkurban maka hendaklah ia tidak

memotong rambut dan kukunya (hingga datang hari berkurban).

Jumhur Ulama menyatakan bahwa pada hadits ini

tindakan berkurban dikaitkan dengan keinginan, sementara itu

pengaitan sesuatu dengan keinginan menunjukkan

ketidakwajiban.32

Adapun kondisi yang menyebabkan terjadinya perubahan

hukum berkurban (dua macam hukum berkurban). Menurut

madzhab Hanafi hukum berkurban itu terdapat dua macam yaitu

wajib dan sunnah. Jika berkurban disebabkan karena nadzar

maka hukumnya wajib bagi orang yang mengucapkannya, baik

orang yang kaya ataupun orang yang miskin. Kemudian jika

hewan yang sengaja dibeli dengan tujuan dikurbankan walaupun

32

Wahabah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 4,… h. 257

68

orang yang membeli itu adalah orang miskin dengan niat untuk

berkurban maka hukumnya menjadi wajib, alasannya jika

seseorang yang tidak wajib berkurban membeli seekor hewan

untuk dikurbankan maka merealisasikan tindakan tersebut

hukumnya wajib. Tindakan itu sama dengan tindakan nadzar.

Selanjutnya, kurban yang dituntut dari seseorang kaya bukan

orang miskin, untuk melaksanakannya pada setiap hari raya idul

adha. Kurban tersebut bukan dalam rangka nadzar atau sengaja

dibeli untuk disembelih, melainkan sebagai ekspresi dari rasa

syukur terhadap nikmat kehidupan yang diberikan Allah SWT

dan menghidupkan sunnah yang diwariskan Nabi Ibrahim.

4. Syarat-syarat kurban

a. Adanya kemampuan untuk berkurban. Menurut

madzhab syafii adalah orang yang disebut mampu

dalam hal ini adalah yang memiliki uang untuk

membeli hewan kurban diluar kebutuhannya dan

kebutuhan orang-orang yang berada dibawah

tanggungannya sebelum hari-hari tasyrik yaitu selama

waktu pelaksanaan kurban

69

b. Hewan yang dikurbankan itu terbebas dari cacat-cacat

yang nyata, biasanya membawa pada berkurangnya

dagingnya atau timbulnya penyakit yang

membahayakan kesehatan orang-orang yang

memakannya.

c. Kurban dilaksanakan pada waktu yang ditentukan,

menurut madzhab Hanafi waktu berkurban adalah

tanggal sepuluh, sebelas dan dua belas Dzulhijjah

mencangkup malam-malamnya.33

d. Tidak boleh sangat kurus dan menjadikannya stress.34

5. Jenis dan sifat hewan kurban

Jenis hewan kurban para ulama sepakat bahwa bolehnya

berkurban dengan semua hewan ternak (berkaki empat) dan

mereka berbeda pendapat tentang manakah yang paling afdhal.

Menurut Imam Malik berpendapat bahwa yang lebih

utama adalah domba, kemudian sapi lalu unta. Kebaikan dalam

33

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu,… h. 261 34

Elma Siti Nurul, Skripsi, Tinjauan Hukum Islam Terhadap

Pelaksanaan Arisan Kurban di Jamaa‟ah Al-Muttaqien Studi Kasus Kampong

Cihaseum Pandeglang, UIN Banten, Serang 2018

70

hadyu (kurban haji). Dikatakan pula darinya, “yang paling afdhal

adalah unta kemudian sapi, lalu domba”.

Menurut imam Syafi‟i berpendapat kebalikan dari

pendapat imam Malik yang lebih afdhal menurutnya adalah unta

kemudian sapi lalu domba. Asyhab dan Tsauban pun berpendapat

demikian. Imam Syafi‟i berargumentasi dengan keumuman

sabda Rosulullah SAW bahwa “siapa yang pergi (sholat jumat)

pada saat pertama maka ia seperti berkurban dengan seekor unta

gemuk, siapa yang pergi saat kedua maka ia seperti berkurban

dengan seekor sapi dan siapa yang pergi pada saat ketiga maka

ia seperti berkurban dengan seekor kambing”

Dari hadits dipahami bahwa yang wajib adalah berkurban

dengan hewan. Adapun Imam Malik memahami hadits ini hanya

dalam perkara kurban haji saja.35

Seluruh ulama juga bersepakat

bahwa berkurban hanya dibolehkan hewan ternak yang

mencangkup jantan dan betina serta yang dikebiri atau pejantan.36

35

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006),

h. 901-902 36

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu,… h. 271

71

Untuk menentukan sifat hewan kurban, ulama bersepakat

bahwa wajib mengindari hewan yang pincang, sakit dan terlalu

kurus yang tidak ada sungsumnya.37

Berkenaan dengan sifat-sifat

yang dianjurkan terdapat pada domba atau kambing kurban

menurut kesepakatan ulama adalah berupa domba jantan yang

gemuk, bertanduk, berbulu putih, pejantan ataupun yang dikebiri.

Hadits yang diriwayatkan dari al-Barra‟ bin Azib yang

mengatakan bahwa Rosulullah SAW bersabda:

اربع ال توز ف االضاح عورىا والمريضة ب ي ر الي ي ف قال العوراء ب ي للعها والكسي مرضها والعرجاء ب يقى الت ن

“Empat sifat dan kondisi yang tidak boleh ada pada

hewan yang akan dikurbankan yaitu buta yang jelas pada

sebelah mata, sakit yang jelas, pincang yang jelas, dan yang

sangat kurus sehingga tidak bersumsum (bagian kakinya).

(Hadits Hasan Shahih, riwayat al-Tirmidzi:1417 dan Abu

Daud:2420).

Kemudian dilihat dari usia hewan yang siap untuk

dikurbankan menurut madzhab Syafi‟i syarat untuk unta adalah

berusia enam tahun, sapi dan kambing berusia tiga tahun adapun

domba berusia tiga tahun. Lalu, untuk jumlah hewan yang

dikurbankan adalah hewan domba atau kambing hanya untuk satu

37

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid,… h. 904

72

orang saja sementara untuk unta dan sapi boleh dari tujuh

orang.38

C. Akad Jual Beli dengan Sistem Tabungan

Tabungan adalah suatu simpanan yang berupa uang dari

pihak ketiga (perorangan) atau suatu badan usaha pada bank.

Tabungan dapat didefinisikan juga sebagai sisa dari pendapatan

yang telah digunakan untuk berbagai macam pengeluaran.

Tabungan dengan kata lain disebut juga dengan saving, yaitu

bagian daripada pendapatan yang tidak dikonsumsi dan disimpan

untuk digunakan dimasa yang akan datang. Jika dalam lingkup

ekonomi mikro saving diartikan sebagai suatu bagian dari

pendapatan nasional per-tahunnya yang tidak dibelanjakan atau

dikonsumsi.39

Tabungan yang dibenarkan adalah tabungan yang

berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.

Tabungan kurban merupakan suatu program penyimpanan

uang dari pendapatan per orang atau pun instansi tertentu yang

ditujukan untuk membeli hewan kurban. Saat masyarakat akan

38

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 4,… h. 276 39

SoraN,Http://Www.Pengertianku.Net/2015/11/Definisi-atau-

Pengertian-Tabungan.Html

73

melakukan tabungan untuk kurban dapat disesuaikan dengan

keinginan masyarakat. Dari pihak penyelenggara tabungan untuk

kurban akan memberikan beberapa periode penabungan dan

kelas-kelas dari hewan kurban tersebut. Masyarakat dapat

memilih periode atau kelas-kelas hewan yang disediakan oleh

penyelenggara sesuai dengan keinginan. Jika masyarakat ingin

memperoleh harga hewan kurban yang lebih murah, maka dapat

melakukan tabungan untuk kurban jauh hari sebelum hari raya

„Idul Adha. Hal ini disebabkan karena semakin dekat dengan hari

raya, maka ketersediaan hewan kurban semakin langka. Karena

kelangkaan tersebutlah yang mengakibatkan harga hewan kurban

naik dengan bergantinya bulan. Dasar hukum tabungan

dijelaskan dalam Al-Qur‟an surat Al-Hasyr ayat 18.

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada

Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah

di perbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada

74

Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang

kamu kerjakan”.40

Ayat ini menjelaskan tentang perintah memperhatikan apa

yang telah diperbuat untuk hari esok dimaksudkan untuk

perbaikan dan penyempurnaan amal-amal yang telah dilakukan

atas dasar perintah takwa, berkaitan dengan hal ini yakni dalam

melakukan aktivitas ekonomi seperti investasi, menabung.

Hendaknya setiap mengambil keputusan atau menentukan prilaku

yang akan diperbuatkan harus benar-benar diperhitungkan.41

Rosulullah juga mengajarkan kepada umat Islam untuk

menabung dalam rangka persiapan hidup dimasa depan, baik

untuk diri sendiri, untuk keluarga maupun dalam rangka beramal

untuk lingkungan sekitar. Rosulullah SAW bersabda, “simpanlah

sebagian dari harta kamu untuk kebaikan masa depan kamu,

karena itu jauh lebih baik bagimu.” (HR. Bukhari)42

Adanya jual beli dengan sistem cicilan di Villa Terak

Cikerai yang dilakukan dengan penangguhan antara penjual dan

40

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan

Terjemahan, h. 60 41

M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakatra: Lentera Hati,

2010), h. 552-553 42

https://pegadaiansyariah.co.id/perencanaan-keuangan. Diakses pada

tanggal 21 Oktober 2019

75

pembeli (konsumen). Subjek dalam pemeliharaan hewan kurban

yang ditangguhkan di sebut dengan Kafalah artinya

mengumpulkan, menanggung dan menjamin, persoalan ini yang

berkaitan dengan cicilan antara seseorang dan pihak lain dengan

melibatkan pihak ketiga sebagai penjamin. Adapun landasan

hukum kafalah tersebut ulama sepakat menyatakan bahwa

kafalah dibolehkan karena mengandung maksud baik yaitu tolong

menolong antara sesama manusia dalam masalah cicilan, baik

yang menyangkut harta maupun jiwa, oleh karena itu dasar

hukum yang membolehkan akad ini adalah dalam Al-Qur‟an

Surat Yusuf (12) ayat 72

“Dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh

bahan makanan (seberat) beban unta dan aku menjamin

terhadapnya”.43

43

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan

Terjemahan, h. 329