ayat-ayat kauniyah tentang menjaga...
TRANSCRIPT
AYAT-AYAT KAUNIYAH TENTANG MENJAGAKESEIMBANGAN EKOLOGI
( Studi Komparatif Penafsiran Thantāwī Jauhārī dan Zaghlul Al-Najjār)
Skripsi :
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
NANI
NIM: 1110034000025
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M/ 1439 H
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Dewasa ini krisis ekologi merupakan tantangan global umat manusia padaawal abad 21 yang belakangan telah marak diperbicangkan. Pemerintah danmasyarakat dunia, dimanapun berada, merasakan keprihatinan mendalammengenai krisis lingkungan ini. Karena krisis tersebut meliputi seluruh sistemekologi alami di bumi, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan manusia; sepertiudara yang kita hirup, makanan yang kita makan, air yang kita minum, termasuksistem organ di dalam tubuh kita.
Krisis lingkungan yang secara ilmiah-filosofis disebut krisis ekologi inimerupakan refleksi krisis spiritual manusia modern yang telahmenghilangkanTuhan dalam hubungannya terhadap alam. Kesalahpahaman dankegagalan manusia dalam memahami hakikat serta realitas alam menyebabkansikap eksploitatif terhadapnya. Manusia telah mereduksi makna alam. Alamdipahami sebagai sesuatu yang tidak memiliki nilai intrinsik dan spiritual kecualisemata-mata nilai yang dilekatkan oleh manusia terhadapnya. Alam hanyadipandang sebagai obyek pemuas nafsu yang tidak berkesadaran, pelayan nafsusyahwat eksploitatif manusia. Sehingga alam telah menjadi layaknya pelacur yangdimanfaatkan tanpa rasa kewajiban dan tanggung jawab terhadapnya.
Dalam penelitian ini penulis mengambil dua tokoh tafsir yang bercorakilmy Syaikh Thantāwī Jauharī dan Zaghlul al-najjār. Dengan nama Kitab al-jawahīr fī tafsīr al-quran al-karim karya Thantawi Jauhari dan āyātul Kaunīyah fītafsir al-qurān al-karīm karya Zaghlul al-najjār. Tafsir ini memberi warna barudalam sejarah penafsiran al-quran Pendapat yang dikemukakanya adalah bahwa al-quran mengandung lebih dari 750 ayat yang berhubungan dengan sains dan hanya150 ayat yang berkenaan dengan fiqh. Namun kebanyakan ulama membuat karyatafsir yang berhubungan dengan ilmu fiqh. Ia berkeyakina bahwa jika al-quran dijadikan petunjuk dan pendorong perkembangan ilmu pengetahuan maka orangIslam dapat memperbaiki nasibnya.
Penulis merumuskan dalam penelitian ini pertama; bagaimana penafsiranThantāwī Jauharī dan Zaghlul al-najjār dalam menafsirkan ayat-ayat kauniyahtentang keseimbangan ekologi dan perbedaan penafsiran keduanya. Dan penelitianini merupakan penelitian kepustakaan ( library research ) dengan menggunakanmetode komparasi. Sebuah metode memperbandingkan atau memeriksa dua halbaik untuk mengetahui persamaan dan perbedaan
Hasil dari penelitian ini mengatakan bahwa berdasarkan penafsiran keduatokoh tersebut terhadap ayat kauniyah tentang keseimbangan ekologi terlihat jelaskeduanya dipengaruhi oleh pemikiran ilmu pengetahuan dan sains modern.Didalam penafsiranya beliau kedua toko tersebut menyandingkan dengan teori-teori ilmiah yang telah berkembang sampai saat ini
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji saya panjatkan hanya kepada Allah swt. Tuhan semesta alam.
Dialah yang Maha Pengasih kepada seluruh makhluk di dunia. Dialah yang Maha
Penyayang kepada umat Islam kelak di akhirat. Salawat dan salam kami haturkan
kepada junjungan Nabi Muhammad saw. Rasa syukur atas rahmat yang Allah
berikan, terutama bagi saya hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
Selesainya penulisan skripsi ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan.
Kesalahan dan kekurangan merupakan bukti dari keterbatasan saya sebagai
manusia. Penelitian ini juga tidak lepas dari peran beberapa pihak seperti
keluarga, dosen, kerabat dekat dan teman baik berupa bantuan pikiran, motivasi,
materil serta moral baik batin atau pun zikir. Oleh karena itu, saya ucapkan terima
kasih yang setinggi-tingginya kepada pihak yang terlibat dalam penyelesaian
skripsi ini, diantaranya:
1. Segenap civitas Akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Dr. Dede
Rosyada, MA ( Rektor) Prof. Dr. Masri Mansoer, MA ( Dekan Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
2. Drs. Muhammad Rifqi Muchtar, MA. Selaku Pembimbing yang telah
memberikan waktu luangnya untuk bimbingan, memberikan arahan, kritik dan
masukan pada karya ini secara cermat demi kesempurnaan skripsi ini.
3. Terima kasih kepada Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA selaku Ketua Jurusan
Ilmu al-Qur’an dan Tafsir dan Ibu Dra. Banun Binaningrum, M.Pd selaku
Sekretaris Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin
vii
4. Terima kasih juga kepada segenap dosen yang telah mengajarkan penulis
banyak hal. dan staf administrasi di lingkungan Fakultas Ushuluddin yang
telah memberikan dukungan dengan berbagai fasilitas.
5. Kedua orang tua Penulis, yang telah memberikan dukungan, Motivasi kepada
penulis dalam proses belajar, baik berupa materil atau pun non-materil. Serta,
merekalah yang mengasuh, mendidik, mengajarkan banyak hal dan selalu
mendoakan dengan tulus serta penuh kasih sayang.
Tidak semua nama yang berjasa penulis sebutkan di sini, karena
keterbatasan ruang. Oleh karena itu, penulis ucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang terlibat dalam penulisan skripsi ini. Semoga Allah membalas
perbuatan baik kalian semua. Amiin.
Ciputat, 25 Agustus 2017
Nani
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN
Penulisan transliterasi aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin merujuk
kepada Turabian ala-lc-romanization-tables.
b = ب
t = ت
th = ث
j = ج
h{ = ح
kh = خ
d = د
dz = ذ
r = ر
z = ز
s = س
sh = ش
s{ = ص
d{ = ض
t{ = ط
z{ = ظ
‘ = ع
gh = غ
f = ف
q = ق
k = ك
l = ل
m = م
n = ن
h = ه
w = و
y = ي
ix
Short: a = ´ ; i = ◌ ; u = ◌
Long: a< = ا ; i> = ي ; ū = وi
Diphthong: ay = ي ا ; aw = و ا
Konsonan Rangkap karena Syaddah ditulis Rangkap
عدة ditulis ‘iddah
Ta’ Marbutah
1. Bila dimatikan ditulis h
ھبةجزیة
ditulisditulis
hibahjizyah
(ketentuan ini tidak diperlakukan terhadap kata-kata Arab yang sudah terserap ke
dalam bahasa Indonesia, seperti shalat, zakat, dan sebagainya, kecuali bila
dikehendaki lafal aslinya).
Bila diikuti dengan kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah,
maka ditulis dengan h.
األولیاءكرامة ditulis Karāmah al-awliyā’
2. Bila ta’ marbutah hidup atau dengan harkat, fathah, kasrah dan dammah
ditulis t.
الفطرزكاة ditulis Zakātul fitri
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………...i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .......................................................ii
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ……………………..….………iv
ASBSRAK...............................................................................................................v
KATA PENGANTAR ……………………………………………………...……vi
PEDOMAN TRANSLITERASI.........................................................................viii
DAFTAR ISI ...........................................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah....................................................9
C. Tujuan Penelitian.................................................................................10
D. Tinjauan Pustaka.................................................................................11
E. Metode Penelitian................................................................................15
F. Sistematika Penulisan..........................................................................17
BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG KESEIMBANGAN EKOLOGI
A. Pengertian Keseimbangan ekologi.....................................................18
B. Pandangan terhadap Keseimbangan ekologi
1. Perspektif Ahli Sains..........................................................................23
2. Perspektif Ahli tafsir..........................................................................26
3. Perspektif Tasawuf.............................................................................27
xi
BAB III. PROFIL, DAN KARYA THANTHĀWĪ JAUHARI DAN
ZAGHLUL AN-NAJJĀR
A. Mengenal Thantawi Jauhari
1. Biografi .......................................................................................34
2. Karya- karya Thantawi Jauhari...................................................38
3. Latar belakang Penulisan Kitab Tafsir Al-Jawāhīr Fī Tafsīr Al-
Qur’ān al-Karīm..........................................................................40
4. Metode dan Corak Tafsir ............................................................42
5. Penilaian Ulama terhadap Tafsir Al-Jawāhīr Fī Tafsīr Al-Qur’ān
al-Karīm......................................................................................44
B. Mengenal Zaghlul al-Najjār
1. Biografi Zaghlul al Najjār........................................................46
2. Karya –karya Zaghlul al-Najjār..............................................47
3. Latar belakang Penulisan Tafsīr Ayātul Kaunīyah Fī Tafsīr Al-
Qurān al-Karīm.........................................................................50
4. Metode dan corak ....................................................................53
C. Penilaian Ulama Pada Tafsir ilmy.............................................54
xii
BAB IV PENAFSIRAN THANTHĀWĪ JAUHARĪ DAN ZAGHLUL AL-
NAJJĀR TERHADAP AYAT-AYAT KAUNĪYAH TENTANG
KESEIMBANGAN EKOLOGI
A. Kerusakan ekosistem Alam
1. Penafsiran Thanthāwī Jauhārī...................................................57
2. Penafsiran Zaghlul al-Najjār....................................................63
B. Proses terjadinya turun Hujan.
1. Penafsiran Thanthāwī Jauhārī..................................................66
2. Penafsiran Zaghlul al-Najjār.....................................................72
C. Pembentukan sarang lebah.
1. Penafsiran Thanthāwī jauhārī...................................................78
2. Penafsiran Zaghlul al-Najjār....................................................82
D. Perbedaan dan Persamaan Penafsiran Thanthāwī Jauharī dan
Zaghlul Al-Najjār
1. Perbedaan penafsiran................................................................85
2. Persamaan penafsiran................................................................89
BAB V Penutup
A. Kesimpulan...................................................................................91
B. Saran-saran...................................................................................92
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an telah menyatakan bahwa bumi dan seisinya diciptakan untuk
manusia. Artinya, bumi merupakan lingkungan yang disediakan oleh Allah untuk
Manusia. Di lingkungan inilah manusia hidup, baik sebagai tempat tinggal,
mengembangkan keturunan, bahkan bersenang-senang sampai batas waktu yang
telah ditentukan. Di sisi lain, bumi sebagai lingkungan hidup untuk manusia juga
satu kesatuan dari jalinan alam raya yang jauh lebih besar, yang dinyatakan oleh
Al-Quran tercipta atas asas keseimbangan. Oleh karena itu, posisi manusia
menjadi cukup penting dan strategis dalam rangka memelihara lingkun hidupnya
demi kepentingan yang lebih besar, yaitu menjaga dan memelihara keseimbangan
alam raya tersebut.1
Belakangan ini masalah lingkungan terus menjadi agenda pembicaraan
banyak negara. Laporan penelitian tentang pencemaran dan kerusakan lingkungan
dimuka bumi telah menjadi suatu hal yang menakutkan terhadap keberlanjutan
kehidupan manusia.2Padahal, Allah menciptakan bumi dan isinya di maksudkan
untuk kemakmuran masyarakat banyak, pengelolaan sepenuhnya diserahkan
kepada manusia, pengelolaan dalam pendayaan sumber daya alam selain untuk
memajukan kesejahteraan umum juga untuk mencapai kebahagiaan hidup. Alam
1Kementerian Agama RI, Tafsir al-Quran tematik, (Jakarta: Lajnah Pentashihan MushafAl-Qur’an, 2012 ),h. 209
2 Kementrian agama RI, Tafsir IlmiPenciptaan Jagat Raya, (Jakarta: Lajnah PentashihanMushaf Al-Qur’an, 2012 ),h.122
2
semesta ini termasuk bumi diciptakan oleh Allah SWT untuk manusia, agar ia
mampu memakmurkannya atau mengelolanya3
Krisis lingkungan hidup yang melanda dunia dewasa ini bukan hanya
persoalan teknis, ekonomis, sosial-budaya, dan teologis semata, melainkan juga
sangat terkait dengan pilihan ideologi pembangunan yang dikembangkan oleh
sebuah negara. Maraknya berbagai bencana alam, banjir, tanah longsor, limbah,
dan pencemaran di berbagai wilayah Indonesia menunjukkan tingkat pemahaman,
kebijakan dan kepedulian terhadap krisis lingkungan sangat rendah. Banyak
kebijakan, aturan, dan instrumen untuk menjaga dan melestarikan lingkungan
hanya basa-basi politik. Faktanya, sejumlah peraturan dari tingkat UU, PP,
Perpres, Perda, hingga SK Walikota/Bupati terus dikeluarkan negara guna
menjamin mulusnya investasi dan proyek-proyek mega-properti yang merusak
ekologi manusia4
Di sisi lain, sistem nilai dan kepercayaan sebagai basis perilaku ekologi
manusia juga belum mampu menggerakkan langkah konstruktif dalam
memperlakukan alam, menjaga dan melestarikan lingkungan sebagai investasi
kehidupan masa depan. Ada problem keyakinan, cara pandang, dan cara perlakuan
masyarakat Indonesia terhadap lingkungan.5 bahwa sistem kepercayaan dapat
3 Syukri Hamzah,Pendidikan Lingkungan, Cet ke 1, (Bandung:Refika Aditama,2013),h.4
4Erwin Usman, Gerakan Lingkungan Hidup: Jangan Hilang Perspektif Politik-Kerakyatannya”, Makalah Seminar “Membangun Gerakan Sosial Lingkungan Hidup untukPenyelamatan Sumber-sumber Kehidupan Rakyat Demi Terwujudnya Perdamaian di KalimantanBarat” yang diselenggarakan oleh Walhi Kalimantan Barat di Gedung PSE Pontianak, 4 Oktober2011. hal. 3.
5Daniel B, Batkin. dan Edward A, Keller.Environmental Studies: The Earth as LivingPlanet. Columbus Ohio: Charles E. Marriel Publishing Company 1982. h. 97.
3
menjadi dasar seseorang dalam memandang dan bersikap, termasuk pada alam.
Ada problem internal rakyat Indonesia, baik problem pengaruh agama, budaya,
maupun tradisi dalam memanfaatkan sumberdaya alam. Artinya, ada problem
struktur dan budaya. Pada ranah struktural, krisis ekologi yang terjadi di belahan
bumi pertiwi disebabkan oleh negara, pemilik modal, dan sistem pengetahuan
modern yang telah mereduksi alam menjadi komoditas yang bisa direkayasa dan
dieksploitasi untuk memperoleh keuntungan ekonomi jangka pendek. Pada
wilayah budaya, krisis ekologi6 bersumber pada mentalitas, keyakinan, sistem
nilai dan pemahaman masyarakat tentang hak atas lingkungan hidup yang masih
minim.
Problem ekologi merupakan masalah global-universal yang dialami semua
penduduk dunia, bukan hanya bangsa Indonesia. Berbagai studi menyimpulkan
bahwa masalah lingkungan (environment) yang dihadapi manusia di berbagai
belahan dunia merupakan akumulasi dari persoalan kemanusiaan yang lain.
Persoalan ledakan penduduk (population explosion), dampak ilmu pengetahuan
dan teknologi (IPTEK), dan bahkan kehampaan spiritual Selain itu, pengaruh
industrialisasi berdampak signifikan pada krisis ekologi7
Industrialisasi sebagai dampak perkembangan IPTEK yang dikembangkan
oleh negara, pada faktanya telah menjadi pintu masuk kerusakan-demi kerusakan
lingkungan. Perkembangan industri yangsemakin mereduksi kualitas lingkungan
hidup dan mengancam kehidupan rakyat tak mampu menggoyahkan pendirian
pemerintah untuk keluar dari jeratan industrialisasi ala kapitalis. Industrialisasi
6Ekologi adalah ilmu tentang hubungan mahluk hidupdengan lingkungannya. KamusBahasa Indonesia KBI Pustaka Mandiri Surakarta.
7Ahmad, al-Dardiri Al-Syarh Al-Saghir, Juz IV.( Kairo: Dar al-Ma‘rifah. 2007.)h. 4-10.
4
yang sedang dibangun bangsa Indonesia merupakan jeratan dari skenario global
yang dilancarkan oleh sistem ekonomi kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme,
sumberdaya alam memegang faktor penting dalam proses pembangunan. Teori
ekonomi kapitalis menjelaskan bahwa sumberdaya alam merupakan salah satu
dari tiga faktor produksi yang utama, selain human resources (manusia) dan
financial resources (dana)8
Sebagai ideologi, kapitalisme sangat tergantung pada tiga pilar, yaitu
sumberdaya alam, manusia, dan finansial. Kapitalisme tidak segan-segan
melakukan berbagai praktik yang merusak, demi memenuhi kebutuhan produksi.
Berawal dari eksploitasi alam demi memenuhi kebutuhan masyarakat yang tidak
terbatas, sumberdaya alam semakin berkurang, bahkan dapat melahirkan krisis
dan kerusakan lingkungan. Kapitalisme, neo-kapitalisme, dan neo-liberalisme
yang menjadi pendorong bagi pemerintah untuk merampas hak-hak rakyat
Indonesia secara pelan dan pasti. Demi memenuhi kebutuhan industri, perusahaan
melakukan eksploitasi sumberdaya alam seperti hutan,tanah, pantai pesisir,
pertambangan, dan migas.9 Akibat pola pembangunan yang berorientasi pada
produktivitas yang dilakukan untuk menggenjot pemasukan uang negara, maka
keseimbangan alam terganggu, hutan alam tropis beralih fungsi menjadi hutan
produksi. Hutan ditebang untuk diolah menjadi kayu bahan mebel10
8Mansour, Fakih. Refleksi Gerakan Lingkunga dalam pengantar Ton Dietz, PengakuanHak atas Sumberdaya Alam: Kontur Geografi Lingkungan Politik .( Yogyakarta: Insist Press.2005,) h.7.
9 Abū Zahw, al-Ḥadīts wa al-Muḥadditsūn, h. 364
5
Jika dicermati, setiap tahun tak kurang dari 4,1 juta hektar hutan di
Indonesia berganti menjadi areal pertambangan, perkebunan besar, dan kawasan
industri. Hutan yang selama ini menjadi tempat berburu, sumber obat-obatan dan
sumber kehidupan bagi komunitas lokal semakin banyak yang dikuasai oleh
pemodal. Sungai-sungai yang selama ini menjadi pemasok air bagi pertanian dan
kebutuhan hidup harian rakyat sudah semakin banyak yang tercemar, bahkan
beberapa telah mengering.11 Udara negeri ini semakin panas dan tak sehat untuk
dihirup.Akibat yang lebih berbahaya dengan hancurnya hutan-hutan di Indonesia
memiliki andil cukup besar dalam memicu perubahan iklim dan pemanasan global
akibat’bolongnya’ ozon. bumi ini seperti manusia telanjang yang kepanasan
karena payung ozonnya bocor. Payungnya yang berupa pepohonan di hutan tropis
telah habis ditebang.Indonesia diharapkan memiliki peran penting dalam
mengantisipasi dampak negatif perubahan iklim dan pemanasan global karena
negeri yang dilalui garis khatulistiwa ini memiliki 126,8 juta hektar hutan.
Sayangnya, sampai detik ini, perilaku destruktif terhadap hutan belum juga
berhenti, maka pemanasan global menjadi tak terelakkan.12
Lambat atau cepat perilaku tersebut akan menimbulakan malapetaka bagi
manusia itu sendiri. Eksploitasi yang dilakukan oleh manusia terhadap alam tanpa
adanya kepedulian untuk menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan
11 Nūr al-Dīn ‘Itr, Manhāj al-Naqd fī ‘Ulūm al-Ḥadīts, (Damaskus : Dar al-Fikr, 1979), cet.II, h. 201
11M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis; Telaah Kritis dan Tinjauan denganPendekatan Ilmu Sejarah, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), cet. III, h. 119
6
hidup serta hanya menguntungkan sekelompok kecil orang saja. Akan berbalik
menjadi kesengsaraan panjang bagi manusia lainnya yang tak berdosa.
Masalah ini memerlukan kesadaran semua umat manusia untuk
mengembalikan dunia pada ekosistem ekologi yang normal berdasarkan hukum
alam.13 Dengan dimasukkannya aspek perilaku manusia sebagai salah satu
penyebab bencana alam, hingga kesehatan global dan kemiskinan yang
keseluruhannya merupakan akibat perbuatan manusia.14Jika alam tidak dijaga
keharmonisan dan keseimbangannya, maka secara hukum alam (Sunnatullah)
keteraturan yang ada pada alam akan terganggu dan dapat berakibat munculnya
bencana alam. Al-Qur’an selalu menegaskan akan perlunya keselarasan karena
alam ini diciptakan secara teratur.
Krisis ekologis merupakan dampak dari pengerukan kekayaan alam yang
berkepanjangan. Dan bencana dapat terjadi dari krisis ekologis yang sangat akut.
Padahal, kerusakan atas alam sangat kontras dengan ajaran Islam. Sebagai salah
satu agama samawi, Islam memiliki peran besar dalam rangka mencegah dan
menanggulangi krisis tersebut15 Di dalam al-Qur’an dijelaskan dalam surat Al-
Rum ayat 41
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan
tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
13Nadjamuddin Ramly, Islam Ramah Lingkungan, h. 13-14.14 Agus Indiyanto dan Arqom Kuswanjono, Agama, Budaya, dan Bencana, h. 8.15Ahmad Suhendra, “Ajaran Nabi SAW. tentang Menjaga Keseimbangan Ekologis”
dalam Jurnal Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an dan Hadis, Vol. 12, No. 1, Januari 2011, hlm. 134.
7
Di dalam ayat tersebut di atas, sangat jelas bahwa berbagai kerusakan yang
terjadi di muka bumi adalah akibat ulah tangan manusia yang tidak bertanggung
jawab. Allah swt. telah memperingatkan tentang kerusakan yang terjadi di alam
dunia ini, baik di darat, laut maupun udara, bukan semata-mata bersifat alami.
Namun karena ulah perbuatan manusia itu sendiri.
Kerusakan di darat seperti membangun perumahan di daerah-daerah
tempat penyerapan air, sehingga ketika musim hujan tiba menyebabkan terjadinya
banjir, tanah longsor, hilangnya mata air, tertimbunnya danau-danau penyimpan
air, penebangan pohon secara liar, pembakaran hutan dan lain sebagainya, itu
semua merupakan bencana karena ulah tangan manusia.16
Demikian pula kerusakan di laut seperti pendangkalan pantai,
menghilangkan tempat-tempat sarang ikan, pencemaran air laut karena tumpahan
minyak, dan lain sebagainya. Allah telah menghamparkan bumi beserta seluruh
isinya sebagai sumber kehidupan. Dijadikannya gunung-gunung dengan iklim
yang cocok untuk pertanian, laut dijadikan sebagai sumber pencarian bagi para
nelayan. Begitu pula dengan sungai-sungai yang mengalir, udara yang segar,
tumbuh-tumbuhan yang hijau semuanaya itu diciptkan untuk Manusia.
Manusia tidak bisa lepas dari udara, tanah dan air. Ketika udara, tanah dan
air yang dijadikan sebagai tumpuan hidup makhluk hidup di bumi telah
mengalami polusi, sehingga tidak dapat dikendalikan lagi, maka unsur-unsur yang
ada di dalamnya pun dapat masuk ke dalam tubuh manusia yang
16Hernedi Ma’ruf, Bencana Alam dan Kehidupan Manusia dalam Perspektif al-Qur’an,(Yogyakarta: ElsaQ Press, 2011), hlm. 203.
8
mengkonsumsinya. Sehingga akan terikat di dalam aliran darah dan inilah yang
memicu munculnya berbagai macam penyakit17.
Berangkat dari fenomena di atas, mendorong Penulis untuk melakukan
penelitian terhadap Ayat-ayat kauniyah tentang keseimbangan Ekokolgi dengan
mengambil Tokoh Thantâwȋ Jauhari dan Zaghlul an-Najar. Kedua toko tersebut
bermulah dari ketertarikannya terhadap fenomena-fenomena keajaiban alam yang
ada di langit dan bumi, sebagaimana ayat-ayat al-Qur’an juga berbicara tentang
fenomena-fenomena tersebut. Menurutnya, dalam al-Qur’an terdapat 750 ayat
yang berbicara tentang berbagai ilmu pengetahuan dan hanya 150 ayat yang
berbicara tentang fiqih secara jelas. Bahkan, menurut Zaghlul al-Najjar terdapat
1000 ayat yang sarih dan ratusan lainnya yang secara tidak langsung terkait
dengan fenomena alam semesta. Sayangnya perhatian intelektual Islam terhadap
pemikiran-pemikiran tersebut sangat minim, sementara di sisi lain kebutuhan
terhadap ilmu pengetahuan seperti yang ditunjukkan dalam ayat- ayat yang
berbicara tentang hewan, tumbuh-tumbuhan, langit dan bumi juga tidak bisa
dinafikan disamping kebutuhan terhadap hukum dan sebagainya.
Adapun Penulis memilih Thantawi Jauhari dengan karya besarnya al-
Jawāhir fī tafsīr al-Qur’an al-Karīm. dan Zaghlul an-Najjār dengan Karya
NyaTafsīr ayatul kauniyah fī tafīr al-Qur’an al-Karīm dengan beberapa alasan :
Pertama, Thantawi Jauhari termasuk salah satu mufasir yang penafsirnaya
bercorak ilmi, sedangkan Zaglul an-Najar seorang Ahli Sains dalam bidang
Geologi namun beliau punya banyak tafsir salah satunya adalah tafsir Tafsīr
17 Awang Jauharul Fuad, Global Warming dalam Pandangan Islam, (Yogyakarta:eLSAQ Press, 2001), hlm. 224.
9
āyatul kauniyah fī tafīr al-Qur’an al-Karīmyang membahs ayat-ayat Kauniyah
tentang ekologi
KeduaThantāwī Jauharī dan Zaghlul an-Najjār dalam menafsirkan ayat-
ayat kauniyah tentang kerusakan lingkungan sangat panjang lebar dibandingkan
dengan mufasir lain
Ketiga,Thantāwī Jauharīdan Zaglul an-Najjār dalam penafsiranya memuat
kajian-kajian ilmiah yang merupakan kajian baru dalam penafsiran, di dalamnya
termasuk pengetahuan-pengetahuan kontemporer, sehingga kajian-kajianya tidak
terbatas pada masalah-masalah Fiqih dan tauhid saja, melainkan juga masalah
kerusakan lingkungan.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Mayoritas kajian akademik pada masalah keseimbangan ekologi banyak
yang telah mengkaji,baik dikaji dari sudut etika, hukum hingga Agama, namun
masih minim yang membahas masalah keseimbangan ekologi dari seorang Ahli
Sains dan tafsir. Penulis belum menemukan kajian keseimbangan ekologi dari
seorang ahli tafsir yang mempuni dalam bidang tafsir dan sains. Banyak penulis
temukan kajian karya ilmiah yang membahas ayat tentang keseimbangan ekologi
namun kajiannya hanya terbatas pada tafsiran al-Quran itu sendiri, dan ahli tafsir
yang bukan bercorak Ilmi, Sehingga kajiannya tidak sampai pada isi kandungan
ayat yang di maksud.
Mengingat banyaknya Ayat al-Qur’an yang membahas mengenai Ekologi
Penulis membatasi pada pada tiga surat yaitu surat al-Rum, surat al-Hijr dan surat
10
An-Nahl. Dan Untuk mencari ayat al-Quran yang akan penulis kaji dalam
penelitian ini penulis merujuk pada kitab Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Alfāz Al-
QurânKarya Muhammad Fuad Abdul baqi18dengan kata Fasad yang artinya
kerusakan, dan kata Assamâwât yang artinyalangitdan kata Ardhi yang artinya
bumi dan penulis menemukan ayat Qur’an : QS. al-Rūm : 41, dan 48, QS. al-
Nahl : 68-69
Berdasarkan permasalahan yang telah diungkapkan diatas mengenai
kerusakkan alam Akibat eksploitasi sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan
(Alam) yang asri dan ramah, kini berubah menjadi sumber bencana. maka penulis
Merumuskan Permasalahanya tentang Bagaimana kedua Ahli tafsir Thantāwīi
Jauhārī dan Zaghlul Al-Najjār dalam menafsirkan ayat al-Qur’an tentang
keseimbangan ekologi ? Apa persamaan dan perbedaan dalam penafsiran
Keduanya ?
C. . Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis memiliki tujuan diantaranya
1. Memberikan gambaran umum kepada masyarakat maupun akademisi
mengenai keseimbngan ekologi dari penafsiran Thantawi Jauhari dan
Zaghlul an-Najjar
2. Menggali bagaimana al-Qur’an memberikan solusi mengenai kerusakan
alam
18Muhammad Fuad Abdul baqi Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Alfâz Al-Qurân, (al-Azhar :Maktabah Wahbah, 1996,) h. 630
11
3. Untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (SI ) di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ushuluddin Jurusan
Ilmu Al-Quran dan Tafsir
Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam masalah
keseimbangan ekologi
2. Bagi pihak akademis dan masyarakat luas, hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan masukkan yang bermanfaat dalam masalah
keseimbngan ekologi
3. Bagi dunia pustaka, penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai
sumbangsih yang berguna dalam memperkaya koleksi dalam ruang
lingkup karya-karya penelitian
D. Kajian Pustaka
Penelitian tentang ekologis telah banyak dilakukan dan Referensi-
referensi tentang ekologis juga tidak sedikit jumlahnya, mulai dari melihat ekologi
dari sudut etika, hukum, hingga agama. Mempertimbangkan begitu banyaknya
referensi tentang ekologi. Penulis hanya mengkaji buku-bukudan karya ilmiah
dalam bentuk skripsi yang sekiranya memiliki signifikansi dalam tema besar
yang penulis kaji. Buku-buku atau karya ilmiah tersebut diantaranya, skripsi yang
yang ditulis oleh Nurul inayah19 dengan judul Nilai-nilai Pendidikan ekologi
Dalam al-Qur’an.dalam skripsinya beliau hanya meneliti menspesifikkan tentang
19Nurul inayah, Nilai-nilai pendidikan dalam al-quran Skripsi Mahasisiwi UIN SyarifHidayatullah Jakarta fakultas Ushuluudin , 2001.
12
ekologiManusia yakni Ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara
Mahluk Hidup dengan lingkunganya. Nilai pendidikan yang di maksud beliau
adalah hal penting bagi manusia dari proses mengarahkan atau mendidik manusia
mengenai hubungan timbal balik mahluk dengan lingkungan agar tercapai tujuan
yang dicita-citakan.20
Skripsi yang ditulis oleh Nasrullah.21 Dengan Judul Konsep Keseimbangan
Alam Dalam Perspektif Al-Qur’andalam skripsinya beliau menjelaskan bahwa
alam semesta dengan segala isinya saling berkaitan satu sama lain bagaikan satu
badan dalam keterkaitanya pada rasa sakit jika manusia merusak Alam maka tidak
mungkin kalo kita sendiri yang menerima akibat kerusakan itu. Skripsi yang
ditulis oleh Muhammad Muhtar22 dengan Judul Kerusakkan Lingkungan
Perspektif Al-Quran. Studi tentang Pemanasan Global. Dalam skripsinya beliau
menjeaskan bahwa akar krisis ekologi bersifat aksiomatik dan multi dimensi,
yakni terletak pada kepercayaan dan struktur Nilai yang membentuk hubungan
manusia dengan alam, dengan yang lain, dan dengan gaya hidup manusia.
Kemudian Muhirdan dalam Tesis nya dengan judul “Etika Lingkungan
Hidup Dalam Al-Qur’an” yang diajukan kepada program pascasarjana UIN
Syarif Hidatullah Jakarta Dalam pembahasannya yaitu term-term lingkungan
hidup dalam al-Qur’an, seperti term langit dan bumi dan sebagainya. Tesis ini
juga membahas pengertian etika dan lingkungan serta persepsi al-Qur’an yang
20Widuri, Rachma Tri dan Moehayat, Praminto. “Perubahan Iklim dan RestorasiEkosistem” dalam Kompas, 27 September 2007. h. 35
21Nasrullah, Konsep Keseimbangan Alam Dalam Perspektif Al-Qur’an SkripsiMahasiswa UIN Syarif HidayatullahJakarta Fakultas Ushuluddin, 1998.
22Muhammad Muhtar, Kerusakkan Lingkungan Perspektif Al-Quran. (Studi tentangPemanasan Global), Mahasisiwa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta fakultas Ushuluudin, 2010.
13
menganjurkan pentingnya penerapan etika lingkungan langit, air, lautan, tanaman,
binatang, manusia dan tanah
Kemudian dalam karya ilmiah sodara Ubaidillah, dengan tema “ Konsep
Pelestarian Lingkungan dalam Perspektif Al-Qur’an”, dalam pembahasan karya
ilmiah ini mengenai tinjauan umum pelestarian lingkungan, dan didalamnya
mengumpulkan ayat-ayat tentang pelestarian lingkungan dengan membedakan
ayat Makiyah dan Madaniyah, serta penafsiran ayat-ayat pelestarian lingkungan
Otto Soemarwoto seorang pakar ekologi dalam bukunya yang berjudul
Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. buku tersebut mengenalkan apa
yang disebut dengan ekologi, lingkungan hidup dan yang berhubungan dengan
ekologi secara umum. Dia juga memberikian pengetahuan bagaimana cara
pengelolaan terhadap lingkungan hidup. Mulai dari analisis dampak lingkungan
sampai pada kelestarian keseimbanagn lingkunan.Permasalahan ekologi yang
dialami oleh dunia dewasa ini telah dijelaskan secara tuntas oleh wisnu Arya
Wardhana dalam bukunya yang berjudulDampak Pencemaran Lingkungan.
Dalam buku ini wisnu mengatakan permasalahan permasalahan ekologi yang
terjadi pada alam disebabkan oleh penggunaan manusia terhadap zat-zat kimiadan
tehnologi yang berlebihan. Untuk dapat menanggulangi dampak pencemaran
tersebut menurutnya adalah dengan cara melakukan analisi dampak lingkungan
yakni mengatur dan mengawasi kegiatan industri dan tehnologi, menanamkan
perilaku disiplin, mengelolah limbah dan menambah alat bantu seperti filter udara.
14
Relasi Manusia Dan Lingkungan Dalam Al-Qur’an. telah dikaji olehAgus
Syaiful bahri,23 yang menjadi titik fokus kajian agus syaiful Bahri adalah pada
ayat-ayat tashir ( penunudukan) lebih jauh,rumusan yang singkat seputar konsep
penundukan lingkungan hidup dalam al-quran dan urgensi beserta implikasinya
terhadap manusia. menurutnya ketundukan alam terhadap ketentuan Allah
merupakan manifestasi dari kepatuhan mahluk terhadap penciptaan Allah, dengan
kata lain merupakan ibadah dan tasbih alam kepada Allah
Yūsuf al-Qardhāwi dalam bukunya Ri’ayāt al-Baiah fî syariah al-islām
yang telah diterjemahkan kedalam bahasa indonesia oleh Abdullah Hakam Syah,
dkk. Dengan Judul. Islam Agama Ramah Lingkungan.buku ini mencoba
membahas permasalahan permaslahan lingkungan dari perspektif agama (Islam).
Yakni pemeliharaan lingkungan dari segala sesuatu yang nerusak dan mencemari
serta pemelihraan yang mengarah kepada pengembangan, memperbaiki dan
melestarikan alam.Penelitian mengenai lingkungan dari sudut etika telah
dilakukan oleh ahmad Ali Fauzi. Pembahasanya mengenai Etika Lingkungan Dari
Perspektif Filosofis Dan Teologi24 sebagaimana dalam artikel S. Parvez Manzoor,
dia juga menguraikan dengan gamblang bahwa persoalan lingkungan dewasa ini
pada akhirnya terkait erat dengan kesadaran moral dan etika kebudayaan.
23Agus syaiful Bahri, Manusia dan lingkungan dalam al-quran ( Studi tematik terhadapayat-ayat taskhir)’ Skripsi Fakultas Ushuluddin, UIN sunan kalijaga, yogyakarta, 2000.
24Ahmad Ali Fauzi studi Komparatif antara pandangan etis filosofis dalam etikalingkungan. Skripsi, fakultas Ushuluddin UIN Sunan kalijaga, yogyakarta. 2006.
15
E. Metodologi Penelitian
Ada bebrapa metode yang penulis gunakan dalam penulisan Skripsi ini
baik yang berkaitan dengan jenis penelitian, pendekatan yang dipakai dalam
penelitian sumber data dan analisa data, sebagai berikut:
1. Jenis penelitian
Jenis peneltian skripsi ini adalah penelitian Pustaka ( library research)
dengan mengumpulkan data dan meneliti dari buku-buku kepustakaan dan
karya-karya dalam bentuk lainya
2. Pendekatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan historis faktual yang berkaitan
dengan pemikitran toko. Pendekatan ini di gunakan karena obyek skripsi
berkaitan dengan penafsiran seorang tokoh, yakni Thantawi Jauhari dan
Zaghlul an-Najar, Walaupun hanya membahas satu topik dari seluruh
penafsiran keduanya dalam tafsir mereka
3. Sumber Data
Pengumpulan data skripsi ini diperoleh dari literatur-literatur yang
berkaitan dengan obyek penelitian skripsi. Obyek penelitian ini adalah
ayat al-Qur’an tentang ekologi dalam Tafsȋr al-Jawaâhȋr fȋ tafsȋr al-
Qur’an al-Karȋm dan tafsȋr Ayâtul Kaunȋyah25
Literatur –litertur yang dijadikan sebagi data dalam penulisann skripsi ini
ini terbagi pada dua sumber, sumber primer dan sekunder. Yang menjadi
data-data primer dala penelitian ini adalah karya thantawi Jauhari dan
25Mardalis Meode Penelitian. Suatu Pendekatan proposal( Jakarta : Bumi aksara Persada,1999), h.28
16
Jaghlul an-Najar dalam Tafsȋr al-Jawaâhȋr fȋ tafsȋr al-Qur’an al-Karȋm
dan tafsȋr Ayâtul Kaunȋyah yang mengulas tentang ekologi. Sementara,
sumber data Sekunder yang di gunakan adalah buku-buku yang relevan
dengan Judul pembahasan, seperti Jurnal ensiklopedi, majalah, surat kabar,
dan bentuk karya Ilmia lainya.
4. Metode analisa Data
Melalui penelusuran dan penelitian secara mendalam terhadap literatur-
literatur Primer dan Sekunder sebagaimana topik dalam skripsi ini,
diharapakan bisa mendapatkan sebuah data yang akurat dan jelas. Untuk
mencapai maksud tersebut maka diperlukan metode sebagi berikut :
a. Metode Deskripsi.
Adapun yang dimaksud dengan Deskripsi adalah menguraikan secara
teratur dari kedua toko tersebut yakni Thantawi Jauhari dan Zaghlul an-
Najjar. Kemudian Penulis mencoba untuk mendeskripsikan dan meredaksikan
penafsiran mereka tentang ayat-ayat Kauniyah tentang ekologi secara
sitematis
b. Metode Interpretasi.
Metode ini penulis gunakan dalam mengkaji serta mengalaborasi
Penafsiran-penafsiran Thantowi Jauhari dan Jaghlul Al-Najjar. terkait
dengan Masalah keseimbngan ekologi.
c. Metode Komparasi Yaitu sebuah usaha memperbandingkan atau
memeriksa dua hal. Baik untuk mengetahui persamaan dan perbedaan
17
maupun kekuatan antara Keduanya. Dalam hal ini Penulis hendak
memperbandingkan kedua toko Thantawi Jauhari dan Zaghlul an-Najar
F. Sistematika Penulisan
Agar penulisan Skripsi lebih terarah dan sistematis, di sini penulis akan
memberikan gambaran umum tentantang tahapan-tahapan penelitian dengan
sistematika sebagai berikut
Bab I latar belakang Masalah, Rumusan Masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan
Bab II Tinjauan Teoritis tentang ekologi. Pengertian keseimbangan
ekologi, Pandangan terhadap keseimbangan ekologi perspektif ahli sains, dan ahli
tafsir, perspektif Sufi, perspektif Tasawuf
Bab III Profil, dan Karya Thantawi Jauhari dan Zaghlul an-Najjār,biografi
Thantawi Jauhari, Karya-karya Thantawi Jauhari, latar belakang Tafsir Al-
Jawāhîr FīTafsîr Al-Qur’ān al-Karīm, Metode dan corak, penilaian Ulama
terhadap Tafsir. Biografi Zaghlul an-Najjar, Karya-karya Zaglul an-Najjar, latar
belakang penulisan Tafsīr Ayātul Kaunîŷah Fī Tafsīr Al-Qurān al-Karīm
Bab IV Penafsiran Thantawi Jauhari dan Zaghlul al-Najjar pada ayat-ayat
Kauniyah, tentang Menjaga keseimbangan Alam. ekosistem Alam, proses
terjadinya turun Hujan dan pembuatan sarang lebah.
Bab V Penutup, Kesimpulan dan Saran–saran
18
BAB II
TINJAUAN TEORITIS TENTANG KESEIMBANGAN EKOLOGI
A. Pengertian Keseimbangan Ekologi
Pada beberapa buku diungkapkan bahwa kata ekologi pertama kali
dikenalkan oleh Ernst Haeckel pada tahun 1866, seorang Biolog Jerman.1 Namun,
versi lain menyebutkan bahwa Reiter adalah orang yang pertama kali
mengemukakan istilah tersebut. Pada tahun 1865 Reiter menggabungkan dua kata
dari bahasa Yunani yakni kata oikos dan logos. Kata pertama dari asal kata
ekologi, yakni kata oikos,2 berarti rumah tangga atau tempat tinggal3 dan kata
etimologi adalah ilmu tentang kerumah tanggaan atau tempat tinggal dan yang
hidup di dalamnya. Berangkat dari pengertian etimologi, dapat dikatakan bahwa
istilah ekologi ini mempunyai arti yang luas
Namun, Haeckle memberikan definisi yang cukup komprehensip terkait
ekologi, yakni sebagai suatu keseluruhan pengetahuan yang berkaitan dengan
hubungan-hubungan total antara organisme dengan lingkungannya yang bersifat
organik maupun anorganik.4 Bahkan Mujiyono mendefinisikan ekologi sebagai
1Di antaranya yaitu dalam, Stephen Croall dan William Rankin, Ecology for Beginners,terj. Zulfahmi Andri dan Nelly Nurlaeli Hambali, (Bandung: Mizan, 1997), hlm. 16, bandingkandengan N. Daldjoeni, “Ekologi dan gama” dalam Amin Abdullah, dkk, Restrukturisasi MetodologiIslamic Studies Mazhab Yogyakarta (Yogyakarta: SUKA-Press, 2007), hlm. 151. D.Dwidjoseputro, Ekologi Manusia dengan Lingkungannya (Jakarta: Erlangga, 1990), hlm. 1. DanOtto soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan (Jakarta: Djambatan, 1994),hlm. 19
2 Dari kata oikos ini, ekologi satu rumpun dengan kata ekonomi. Ekonomi membicarakanhubungan antara orang, tetapi terbatas pada hubungan mereka demi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan praktis, dan demi pertukaran dan pembagian ‘barangbenda’ di dalam masyarakat. Olehkarena itu, akhirnya, ekologi berusaha melindungi dan melestarikan alam dunia ini sebagailingkungan manusia. Lebih lanjutnya baca, Anton Bakker, Kosmologi & Ekologi; Filsafat TentangKosmos Sebagai Rumahtangga Manusia(Yogyakarta: Kanisisus, 1995), hlm, 34.
3 Dalam bahasa ilmu biologi dikenal dengan istilah habitat4 Dikutip oleh S.J. Mcnaughton & Larry. L, Ekologi Umum, terj. Sunaryono
Pringgoseputro, (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press, 1992), hlm. 1.
19
suatu ilmu yang mempelajari tentang beberapa hal, yaitu: (1) seluk beluk
organisme atau makhluk hidup di habitatnya, (2) proses dan pelaksanaan fungsi
makhluk hidup dan habitatnya, dan (3) hubungan antar komponen secara
keseluruhan.
Sejalan dengan waktu yang terus berubah istilah ekologi ini pun
berkembang. Pengertian ekologi secara terminologi yang dikonsepsikan oleh para
pakar dan pemerhati lingkungan begitu banyak dan beragam. Misalnya, Eugene P.
Odum yang mendefinisikan ekologi sebagai ilmu yang mengkaji tentang proses
interelasi dan interpedensi antar organisme dalam satu wadah lingkungan tertentu
secara keseluruhan.5Hubungan timbal-balik antara makhluk hidup dan
lingkungannya inilah yang dibidik ekologi. Dengan demikian, lingkungan dan
makhluk yang ada di dalamnya merupakan objek kajian ekologi.
Otto Soemarwoto mendefinisikan ekologi dengan bahasa yang sederhana,
yakni ilmu tentang hubungan timbal-balik makhluk hidup dengan lingkungan
hidupnya.Dengan definisi itu, Otto Soemarwoto menjelaskan bahwa
permasalahan lingkungan hidup pada hakikatnya adalah permasalahan ekologi.
Amsyari mendefinisikan ekologi sebagai sebuah ilmu yang mempelajari
hubungan antara satu organisme dengan yang lainnya dan antara organisme
5 Dikutip oleh Mujiyono Abdillah, Agama Ramah Lingkungan: Perspektif al-Qur’an(Jakarta: Paramadina, 2001), hlm. 1. Koesnadi Hadjosoemantri menuliskan beberapa argumentperihal ekologi yang diambil dari beberapa tokoh ekolog Barat, yakni ekolog DeBel, William H.Matthews et. Al. dan Joseph Van Bieck. Ketiga tokoh tersebut memberikan perumusan yangberbeda terhadap ekologi. Perbedaan itu dapat dilihat dalam aspekpenekanan yang diberikan tokohtersebut. De Bel, misalnya, menfokuskan aspek keseimbangan alam, William H. Matthews et. Al.yang lebih terfokus pada hubungan makhluk hidup dan Joseph Van Bieck yang merumuskanekologi pada penekanan isi danaktivitas hubungan makhluk hidup.Untuk lebih jelas mengenaipembahasan ini, lihat Koesnadi Hadjosoemantri, Hukum Tata Lingkungan (Yogyakarta: GadjahMada UniversityPress, 1993), hlm. 2
20
tersebut dengan lingkungannya.6 Di samping itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia
mendefinisikan ekologi sebagai ilmu tentang hubungan timbal balik antara
makhluk hidup dan (kondisi) alam sekitarnya.
Dari beberapa definisi yang telah disebutkan, terdapat tiga kata kunci
untuk merumuskan ekologi, yakni hubungan timbal-balik, hubungan antara
sesama organisme dan hubungan organisme dengan lingkungannya. Sebagai suatu
ilmu yang sistematik dan tersetruktur, ekologi berkembang pesat setelah tahun
1900-an, kemudian lebih pesat lagi dalam dua dasawarsa terakhir ini.7
Setelah melihat paparan dan uraian dari para tokoh di atas, ekologi secara
sederhana dapat dikatakan studi tentang ekosistem8, studi tentang keadaan
lingkungan hidup atau studi tentang hubungan makhluk hidup dengan
lingkungannya. ekologi merupakan kajian tentang proses dan interrelasi
kehidupan suatu organisme dengan organisme lain dan organisme dengan
lingkungannya.
Ekologi merupakan ilmu yang mempelajari proses timbal-balik antar
sesama makhluk hidup dan makhluk hidup dengan lingkungannya. Sementara itu,
ekosistem merupakan proses timbal-balik itu sendiri atau sistem ekologis,
6 Dikutip oleh Koesnadi Hadjosoemantri, Hukum Tata Lingkungan, hlm. 1 – 2.7 Soedjiran Resosoedarmo, dkk., Pengantar Ekologi (Bandung: Rosda, 1993), hlm. 1.8 Ekosistem secara etimologis berasal dari bahasa Yunani oikos dan system, yangberarti
tatanan dan aturan. Secara terminologis ekosistem berarti hubungan timbal-balik antar komponenhidup (organik) dan tak hidup (anorganik) dala m suatu tempat yang bekerja secara teratur sebagaisatu kesatuan. Dapat juga diartikan sebagai unit fungsional antara komunitas dengan lingkunganabiotiknya. Lihat Pius A. Partanto & M. Dahlan al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya:Arkola, t.th.t), hlm. 131.
21
sehingga ekosistem9 berkaitan dengan ekologi. Keseimbangan dalam ekosistem
menjadi landasan dari keseimbangan ekologi.
Hal lain yang berkaitan dengan ekologi adalah istilah lingkungan.
Lingkungan berarti semua faktor eksternal yang bersifat biologis dan fisika yang
langsung mempengaruhi kehidupan, pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi
organisme. Habitat dalam arti luas, berarti tempat di mana organisme berada, serta
faktor-faktor lingkungannya.10 Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata
Lingkungan berarti daerah atau kawasan, dan yang termasuk di dalamnya.
Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi kehidupan dan kesejahteraan manusiaserta makhluk hidup
lainnya.11
Menurut Otto Soemarwoto, lingkungan hidup merupakan ruang yang
ditempati manusia bersama tumbuhan, hewan dan jasad renik. Selain makhluk
hidup, dalam ruang itu terdapat juga benda takhidup, seperti misalnya udara yang
terdiri atas bermacam gas, air dalam bentuk uap, cair dan padat, tanah dan batu.12
Salah satu tokoh lingkungan Indonesia, Emil Salim, menyatakan bahwa secara
umum, lingkungan hidup diartikan sebagai segala benda, kondisi dan keadaan
9 Istilah ekosistem awalnya diperkenalkan oleh pakar lingkungan Inggris, A.G. Tansley(1935). Selanjutnya dirumuskan secara konseptual oleh pakar lingkungan Bertanfy (1950). Dikutipoleh Mujiyono Abdillah, Agama Ramah Lingkungan, hlm. 2
10S.J. Mcnaughton & Larry. L, Ekologi Umum, hlm. 1 – 2.11 Tim penyusun, Kamus Besar Bahasa, hlm. 675.12 Dengan kata lain, ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan benda
hidup dan takhidup di dalamnya disebut lingkungan hidup makhluk tersebut. Otto Soemarwoto,Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, hlm. 51 – 52.
22
serta pengaruh yang terdapat dalam ruang yang ditempati dan mempengaruhi
perihal hidup, termasuk di dalamnya kehidupan manusia.13
Jadi, lingkungan adalah suatu wadah bagi makhluk hidup, baik berbentuk
benda, kondisi atau keadaan, yang menjadi tempat makhluk hidup berproses dan
berinteraksi. Di samping itu, lingkungan merupakan objek ekologi dan bagian dari
ekosistem. Dengan demikian, ekologi, ekosistem dan lingkungan hidup
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Keteraturan ekosistem
menunjukkan ekosistem tersebut berada pada suatu keseimbangan. Keberadaan
keseimbangan itu tidaklah statis, melainkan dapat berubah-ubah (dinamis).
Kadang-kadang perubahan itu besar, kadangkadang kecil. Perubahan itu dapat
terjadi secara alamiah,maupun sebagai akibat perbuatan manusia.14
Ada dua bentuk ekosistem yang penting, yaitu ekosistem alamiah (natural
ecosystem) dan ekosistem buatan (artificial ecosystem) hasil kerja manusia
terhadap ekosistemnya. Di dalam ekosistem lamiah akan terdapat heterogenitas
(keanekaragaman) yang tinggi dari organisme hidup di sana, sehingga mampu
mempertahankan proses kehidupan di dalamnya dengan sendirinya.15 Sedangkan
kosistem buatan akan mempunyai ciri kurang sifat heterogenitasnya, hal ini
menjadikan ekosistem buatan bersifat labil dan untuk membuat ekosistem tersebut
tetap stabil, perlu diberikan bantan energy dari luar yang juga harus diusahakan
13 Harun M. Husein, Lingkungan Hidup, hlm. 7.14 Otto Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup, hlm. 24.15 Koesnadi Hadjosoemantri, Hukum Tata Lingkungan, hlm. 3.
23
oleh manusianya, agarberbentuk suatu usaha maintenance atau perawatan
terhadap ekosistemyang dibuat itu.16
Perlu diusahakannya untuk menjaga ekosistem agar menjadi stabil, hal ini
dimaksudkan demi kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia dari generasi
ke generasi. Di samping itu perlu disadari pula, bahwa manusia harus berfungsi
sebagai subjek dari ekosistemnya, walaupun tidak boleh mengabaikan arti
pentingnya menjadi kestabilan ekosistemnya sendiri. Perubahan-perubahan yang
terjadi di dalam daerah lingkungan hidupnya akan mempengaruhi eksistensi
manusianya karena manusia akan banyak sekali bergantung pada ekosistemnya.17
Akibat perbuatan eksploitasi lingkungan hidup hingga menimbulkan kerusakan,
lingkungan (alam) yang asri dan ramah, kini berubah menjadi sumber bencana
ketika sudah tidak sanggup lagi mengemban fungsinya18
B. Pandangan Terhadap Keseimbangan Ekologi
1. Perspektif ahli Sains
Krisis ekologi ini tidak dapat dikatakan sebagai sebuah peristiwa alami
yang terjadi di alam ini, karena manusia tidak bisa melepaskan diri dari saling
hubungannya terhadap lingkungan. Manusia tergantungi akan dinamika
kehidupan lingkungan. Ketika lingkungan tumbuh kembang dengan baik, maka ia
akan memberikan nilai kebaikan pula untuk kehidupan manusia. Sebaliknya,
16 Penjelasan lebih lanjut perihal pembagian ekosistem, lihat KoesnadiHadjosoemantri,Hukum Tata Lingkungan, hlm. 3 – 4.
17 Dikutip oleh Koesnadi Hadjosoemantri, Hukum Tata Lingkungan, hlm. 4.18 Nadjamuddin Ramly, Islam Ramah Lingkungan: Konsep dan Strategi dalam
Pengelolaan, Pemeliharaan, dan Penyelamatan Lingkungan (Jakarta: Grasindo, 2007), hlm.92
24
ketika ritmik lingkungan mengalami ketidak seimbangan, maka ia akan
mengganggu sistem keseimbangan kehidupan, tidak hanya dalam kehidupan
manusia atau hewan melulu, melainkan keseluruhan kehidupan itu sendiri. Hal ini
sejalan dengan teori para filosof seperti al-Farābī, Ibn Sīnā, Khawājah Nasīruddin
at-Thūsī19, yang meyakini adanya sebuah doktrin kausalitas dan menganggap
semua fenomena di alam semesta merupakan akibat dari serangkaian sebab akibat.
Dengan kata lain, bencana-bencana ekologi yang terjadi di bumi ini berkorelasi
erat dengan tindak-tanduk tingkah laku manusia sebagai makhluk bumi.
Banyak para sarjana mulai menyadari bahwa kompleksitas krisis ekologi
ini tidak dapat dipisahkan dari pandangan manusia modern. Hal ini dapat
dibuktikan dan dilihat dari pernyataan-pernyataan para sarjana berikut ini:
Osman Bakar menyatakan, “Penyebab utama dari berkembangnya kerusakan
lingkungan dewasa ini adalah pengabaian modernitas terhadap visi spiritual alam
semesta”Seyyed Hossein Nasr menyatakan Manusia modern telah
mendesakralisasi alam. Alam telah dipandang sebagai sesuatu yang harus
digunakan dan dinikmati semaksimal mungkin. Bukannya seperti seorang wanita
yang menikah, dimana laki-laki mendapat kebaikan dan sekaligus memikul
tanggung jawab, alam, bagi manusia modern, telah menjadi seperti seorang
pelacur – dimanfaatkan namun tanpa ada arti kewajiban dan tanggung jawab
terhadapnya. Langdon Gilkey menyatakan, “relasi-relasi modern terhadap alam
19 Lihat Seyyed Hossein Nasr, Islamic Life and Thought, (London: George Allen, danUnwin Ltd, 1981), 97
25
semesta, bahkan sikap dan pandangan manusia modern terhadap alam, telah
mendorong berbagai bencana yang terjadi dewasa ini”20
Gregory Bateson dalam steps to An Ecology of Mind menyatakan sudah
jelas bagi banyak orang bahwa banyak bahaya mengerikan telah tumbuh dari
kekeliruan epistemologi Barat. Mulai insektisida sampai polusi, malapetaka
atomik, ataupun kemungkinan mencairnya topi es antartika. Di atas segalanya,
dorongan fantastik kita untuk menyelamatkan kehidupan-kehidupan perorangan
telah menciptakan kemungkinan bahaya kelaparan dunia di masa
mendatang.21Fritjof Capra menyatakan, “krisis-krisis global dimuka bumi dapat
dilacak pada cara pandang dunia manusia modern”.22John F. Haught, seorang
guru besar teologi Universitas Georgetown AS menyatakan Sekulerisme modern
telah menyingkirkan Tuhan sebagai gantinya, merebaklah rasionalisme,
humanisme, dan saintisme yang mengisi ruang hampa yang telah ditinggalkan
Tuhan. kesemuanya ini tumbuh subur di atas pengandaian bahwa manusia
menempati posisi supremasi di atas alam
Krisis ini pada kenyataannya bukanlah krisis ekologi belaka, melainkan
juga krisis nilai dan pemaknaan dari manusia itu sendiri mengenai perayaan hidup
secara menyeluruh. Dengan demikian, krisis tersebut juga tidak bisa dilepaskan
dari kosmos. Karena prinsip kosmos adalah keseimbangan dan ke saling
melengkapi, maka krisis ekologis lebih tepat disebut sebagai krisis keseimbangan
dan teralienasinya manusia dengan entitas lainnya.
20 Langdon Gilkey, Nature, Reality and the Sacred the Nexus of Science and Religion,(Minneapolis: Augsburg Fortress, 1993), 79
21 Mehdi Ghulsyani, Filsafat Sains menurut Al Qur’an, (Jakarta: Mizan), 722Fritjof Capra, Jaring-Jaring Kehidupan: Visi Baru Epistemologi dan Kehidupan, di
iterjemahkan oleh Saut Pasaribu, (Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2001), 32
26
2. Perspektif Ahli Tafsir
bencana alam yang terjadi tidak hanya menjadi sebuah takdir Ilahi semata,
tetapi hal itu lebih banyak disebabkan hukum keseimbangan alam yang tidak
terjaga. Jika alam tidak dijaga keharmonisan dan keseimbangannya, maka secara
hukum alam (sunnatullah) keteraturan yang ada pada alam akan terganggu dan
dapat berakibat munculnya bencana alam.23 Al-Qur’an selalu menegaskan akan
perlunya keselarasan karena alam ini diciptakan secara teratur.
Krisis ekologis merupakan dampak dari pengerukan kekayaan alam yang
berkepanjangan. Dan bencana dapat terjadi dari krisis ekologis yang sangat akut.
Padahal, kerusakan atas alam sangat kontras dengan ajaran Islam. Sebagai salah
satu agama samawi, Islam memiliki peran besar dalam rangka mencegah dan
menanggulangi krisis tersebut. Di dalam al-Qur’an dijelaskan dalam surat Al-Rum
(30): 41, sebagai berikut
Artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karenaperbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagiandari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Penafsiran ayat di atas dalam lintasan tafsir klasik cenderung seragam.
Misalnya, Ibnu Katsir, dalam Tafsir Ibn Katsir, dan Abu Bakr al-Jaza`iri, dalam
Aisir al-Tafasir,24 ketika menafsirkann ayat di atas, keduanya menyatakan bahwa
yang dimaksud dengan kerusakan (fasad) dengan perbuatan syirik, pembunuhan,
maksiat, dan segala pelanggaran terhadap Allah. Hal ini disebabkan, pada saat itu
23Fitria Sari Yunianti “Wawasan al-Qur`an Tentang Ekologi; Arti Penting Kajian,Asumsi Pengelolaan, dan Prinsip-prinsip dalam Pengelolaan Lingkungan”, dalam Jurnal StudiIlmu-Ilmu al-Qur`an dan Hadis, Vol. 10, No. 1, Januari 2009, hlm. 94 – 95.
27
belum terjadi kerusakan lingkungan seperti sekarang, sehingga fasad dimaknai
sebagai kerusakan sosial dan kerusakan spiritual semata.
Sedikit berbeda dari kedua ahli tafsir di atas, Quraish Shihab memaknai
fasad sebagai kerusakan alam yang akan menimbulkan penderitaan kepada
manusia.25Di dalam salah satu karya fenomenalnya, Tafsir al-Misbah, dijelaskan
bahwa terjadinya kerusakan merupakan akibat dari dosa dan pelanggaran yang
dilakukan oleh manusia, sehingga mengakibatkan gangguan keseimbangan di
darat dan di laut.26
3. Perspektif tasawuf
Tasawuf secara keseluruhan adalah ajaran tentang akhlak atau etika, baik
etika terhadap sang Pencipta maupun terhadap manusia dan alam semesta.
Kedalaman reflektif tradisi tasawuf akan mendorong seseorang untuk lebih arif
terhadap semua hal, termasuk terhadap lingkungan. Dalam pandangan Ibnu al-
Qayyim, etika bahkan menjadi esensi agama. Ia mengatakan bahwa semua isi
agama adalah etika dan barangsiapa bertambah etikanya, maka bertambah pula
agamanya. Hal ini memperoleh legitimasi dari hadis Nabi yang menegaskan
bahwa Rasulullah diutus adalah untuk menyempurnakan akhlak.27
Sebagai pandangan hidup, tauhid memandang alam semesta berasal dari
Allah, dalam genggaman Allah, dan akan kembali kepada-Nya, segala sesuatu
berpusat kepada-Nya. Dengan demikian, memperbaiki (konservasi) alam sama
25 Nadjamuddin Ramly, Islam Ramah Lingkungan, hlm. 20-21..26 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, hlm. 78.27Hadis dari Abi Hurairah terdapat dalam Sunan al-Kubra li al-Baihaqi, Juz 10 (al-
Maktabah asy-Syamilah, Vol. 2, 2000), hlm. 192.
28
dengan berbuat baik kepada Tuhan dan berbuat baik kepada dirinya sendiri,
sebaliknya setiap tindakan destruktif terhadap alam sama dengan berbuat zalim
kepada Tuhan dan kepada dirinya sendiri. Term kufr dengan berbagai kata
turunannya yang tersebar dalam banyak ayat Al-Qur’an sama dengan tidak
bertanggung jawab atau membiarkan karunia Allah, termasuk nikmat lingkungan
hidup. Dari sinilah titik- titik tauhid memandang relasi antara manusia dan Tuhan.
Dimensi ekologi dalam teologi dalam perspektif yang lebih ekstrim dapat
dilihat dalam pemikiran Ibnu Arabi. Ibnu Arabi mengatakan bahwa alam adalah
tajalli (manifestasi) Tuhan. Sebagai manifestasinya, alam adalah penampakan
Tuhan yang teraktualkan. Pengagungan terhadap alam bukanlah sebagai suatu
sikap kufur atau syirik, tetapi pengejawantahan dari paham dan sikap tauhid.28
Terlepas dari keabsahan panteisme Ibnu Arabi dalam teologi konvensional, faham
ini dapat dijadikan sebagai pijakan etik untuk keharusan melindungi alam, karena
posisinya sebagai manifestasi Tuhan. Pandangan panteisme bukan untuk
menyajikan struktur keyakinan syirik, tetapi sebagai alat untuk menumbuhkan
rasa hormat kepada alam sebagai bagian dari diri sendiri dan Tuhan. Dengan
demikian, pandangan ini memiliki kontribusi positif bagi konservasi lingkungan.29
Dalam pandangan Yûsuf al- Qardâwȋ dalam menggagas konsep Islam
sebagai agama ramah lingkungan berpijak pada konsep al-ihsan. Istilah ini
menurutnya mempunyai dua arti. Pertama, berarti melindungi dan menjaga
dengan sempurna. Definisi tersebut berdasarkan hadis Jibril, yaitu bahwa al-ihsan
28Lihat Kautsar Azhari Nur, “Wahdatul Wujud Ibn al-„Arabi dan Pan Teisme” DisertasiProgram Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1993, hlm. 31 – 36.
29 Wisnu Arya Wardhana, Al-Qur’an dan Nuklir, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h.54
29
adalah hendaknya Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihatNya,
dan sekiranya engkau tidak melihat-Nya maka Dia melihatmu. Pengertian pertama
ini bisa dipahami dalam konteks ibadah. Kedua, al-ihsan berarti menyayangi,
memperhatikan, merawat serta menghormati.30 Definisi ini berdasarkan firman
Allah dalam surat al-Nisa ayat 30.31 Menurut Yûsuf al- Qardâwȋ kedua definisi
tersebut pada kenyataannya diperlukan manusia dalam konteks interaksi dengan
lingkungan. Oleh karena itu, wajib bagi setiap Muslim untuk memperlakukan
lingkungan dengan cara melindungi dan menjaganya dengan ramah dan penuh
perhatian.
Untuk mendukung penerapan konsep al-ihsan dalam hubungan manusia
dengan lingkungannya, Yûsuf al- Qardâwȋ juga berdasar pada hadis sahih yang
diriwayatkan oleh Muslim dari Syadad bin Aus: “Sesungguhnya Allah
mewajibkan untuk berbuat baik terhadap segala sesuatu”. Berdasarkan hadis ini,
Yûsuf al- Qardâwȋ berpendapat bahwa konsep berbuat baik (al-ihsan) berlaku bagi
semua komponen lingkungan, baik makhluk hidup maupun makhluk tidak hidup,
serta yang berakal maupun yang tidak berakal. Atau, dengan kata lain, prinsip
tersebut berlaku mencakup manusia, hewan, tumbuhan, dan benda mati.32
Untuk mewujudkan konsep Islam agama ramah lingkungan, Yûsuf al-
Qardâwȋ memandang perlu adanya tuntunan etis dalam berperilaku terhadap
lingkungan. Tuntunan-tuntunan etis ini mencakup Untuk mewujudkan konsep
Islam agama ramah lingkungan, Yûsuf al- Qardâwȋ memandang perlu adanya
30Yûsuf al- Qardâwȋ, Islam Agama Ramah Lingkungan, hlm 184-185.31 Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tuamu (ibu dan bapak), karibkerabat,anak-
anak yatim, dan orang-orang miskin”.32 Yusuf al-Qaradawi, Islam Agama Ramah Lingkungan, hlm. 185.
30
tuntunan etis dalam berperilaku terhadap lingkungan. Tuntunan-tuntunan etis ini
mencakup empat hal pokok yang merupakan proposisi bagi konsepsi Islam agama
ramah lingkungan.
a. Etika terhadap Sesama Manusia
Yûsuf al-Qardâwȋ berpendapat bahwa di antara refleksi perilaku peradaban
adalah tuntutan Islam dari setiap Muslim agar setiap hari yang dijalani tidak luput
dari mengerjakan kebaikan serta melakukan amal sosial dengan ikhlas tanpa
paksaan. Menurutnya, berbuat kebaikan merupakan amal yang lebih tinggi
tingkatannya dari berlaku adil. Jika berlaku adil adalah memberikan sesuatu
sesuai dengan hakhaknya, maka berbuat baik adalah menambah dari sekedar hak
yang memang sudah semestinya diperoleh. Adapun berbuat baik tersebut,
menurutnya, dapat dilakukan kepada siapa saja, baik kepada Muslim maupun non-
Muslim, terlebih lagi kepada kaum yang lemah, termasuk anak yatim, fakir
miskin, ibnu sabil, para janda, serta para budak.33
b. Etika Terhadap Tumbuhan
Etika terhadap Tumbuhan Kekayaan nabati telah memberikan kepada man
usia buahbuahan yang segar, tempat bernaung yang teduh, pemandangan yang
indah, dan manfaat-manfaat lain yang dapat dinikmati. Itulah nikmat Allah yang
harus disyukuri dengan terus-menjaga dan memeliharanya dengan baik dalam
kondisi dan situasi tertentu
Mengenai pemeliharaan kekayaan nabati dalam Islam, Yûsuf al- Qardâwȋ
mengutip hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud yang berisi konsep tentang
33 Yûsuf al- Qardâwȋ, Islam Agama Ramah Lingkungan, hlm. 186.
31
larangan penebangan pohon, yaitu: “Barang siapa yang menebang pohon sidrah,
maka Allah akan mencelupkan kepalanya ke dalam Neraka” berteduh dan diambil
buahnya jika mereka sedang dalam perjalanan atau ketika mencari rerumputan
dan tempat tinggal serta tempat gembalaan dan tujuan-tujuan lainnya
Menurut Yûsuf al- Qardâwȋ, ancaman keras tentang penebangan pohon
tersebut secara eksplisit merupakan upaya untuk menjaga kelestarian pohon. Baik
pohon yang ada di sepanjang jalan, hutan atau di mana saja. Memang keberadaan
pohon-pohon tersebut memberi manfaat bagi lingkungan sekitarnya. Itulah
makanya Islam melarang untuk menebangnya secara sembarangan dan zalim,
kecuali penebangan tesebut dilakukan dengan perhitungan yang cermat, yakni
dengan cara menanam pepohonan baru dan merawatnya agar bisa mengganti
fungsi pohon yang ditebang tersebut34
c. Etika Pemeliharaan Hewan
Menjaga kekayaan hewani (konservasi biodiversiti). Salah satu tema
penting yang dibahas oleh syari’at Islam dalam hubungannyadengan pemeliharaan
dan pengembangan lingkungan adalah perhatian terhadap kekayaan hewani.
Dalam hal ini, Yûsuf al- Qardâwȋ berpendapat bahwa alasan perhatian Islam
terhadap kekayaan hewani dapat dilihat dari dua sisi.35Pertama, Bagaimanapun
hewan merupakan makhluk hidup yang dapat merasakan sakit dan perih. Hewan
memiliki kebutuhan, keperluan dan hajat hidup yang harus dipenuhi. Oleh karena
itu, tidak selayaknya bagi siapa pun untuk mengurangi atau menghalang-halangi
pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya. Ketika seseorang memelihara hewan apa
34 Isnati, Siaga Menghadapi Bencana Gunung Api, (Klaten: CV Sahabat, 2008), h. 2835Yûsuf al- Qardâwȋ, Islam Agama Ramah Lingkungan,.hlm. 149.
32
pun, niat dasarnya haruslah semata-mata demi memperoleh ridla dan pahala dari
Allah. Kedua, hewan harus tetap dipandang sebagai aset kekayaan umat manusia,
serta salah satu produksi alam atau lingkungan yang penting, terutama yang
berasal dari berbagai jenis hewan yang jinak dan perlu dilindungi. Jadi,
seandainya jenis-jenis hewan tersebut punah, berarti punah pula sebagian dari
asetkekayaan manusia.36
d. Etika Pemeliharaan Air
Al-Qur’an menegaskan bahwa air merupakan sumber kehidupan bagi
semua makhluk hidup.37 Pada hakikatnya, air adalah kekayaan yang mahal dan
berharga. Akan tetapi, karena Allah menyediakannya di laut, sungai, bahkan hujan
secara gratis, dan kondisi air dapat terjadi secara tetap karena adanya siklus
hidrology, maka manusia seringkali tidak menghargai air sebagaimana mestinya.
Kondisi krisis air mulai terasa di zaman sekarang, disebabkan jumlah penduduk
bumi yang semakin meningkat sehingga menyebabkan peningkatan kebutuhan
kuantitas air, namun kondisi tersebut tidak dibarengi dengan peningkatan
kualitasnya. Kegiatan industri, pertanian, transportasi, energi, dan pemukiman,
yang membuang limbahnya ke sungai, tanah dan laut, menyebabkan
meningkatnya kadar pencemaran air. Jikasebelumnya air yang mengalir di sungai-
sungai ataupun di danau-danau aman untuk dikonsumsi, sekarang manusia pun
enggan dan khawatir untuk mengkonsumsinya, sehingga air (bersih) semakin
lama terasa semakin berkurang.
e. Etika Pemeliharaan Tanah
36 Nicholas Harris, (terj. Hilda Kitti), Atlas Lautan,( Gelora Pratama Aksara, 2007), h. 1737Lihat Q.S. al-Anbiya: 30.
33
Konsep ihyâ al-mawât yang merupakan salah satu ajaran Islam dalam
usaha menghidupkan lahan mati dipandang tepat oleh Yûsuf al- Qardâwȋ sebagai
salah satu cara memperlakukan tanah atau lahan. Menurutnya, tanah mati adalah
tanah yang rusak dan tidak diolah, tidak ada bangunan ataupun tanaman
didalamnya. Tanah perlu dihidupkan kembali pemanfaatannya.38 Anjuran tersebut
berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud; “Barang siapa yang
menghidupkan lahan-lahan yang mati maka ia menjadi miliknya”. Dapat
dikatakan bahwa termasuk lahan atau tanah mati di sini adalah lahan kritis yang
hilang kesuburan tanahnya, mungkin akibat erosi yang merubah lapisan tanah atau
akibat pencemaran tanah yang menurunkan kualitas tanah. Adapun cara untuk
menghidupkan lahan mati tersebut menurut Yûsuf al- Qardâwȋ dapat dilakukan
dengan bertani, bercocok tanam, serta penghijauan. Usaha ini tidak akan
terlaksana kecuali setelah dialiri air dari sungai, danau, sumber mata air atau
lubang-lubang sumur. Menurutnya, ada dua pertimbangan endasar dari upaya
penghijauan sebagaimana dijelaskan al-Qur’an. Pertama adalah pertimbangan
manfaat yang diperoleh dari penghijauan,39 dan kedua adalah pertimbangan
keindahan yang merupakan jawaban bagi sebagian orang yang mengatakan bahwa
Islam tidak begitu memperhatikan masalah keindahan. Selain al-Qur’an, hadis
Nabi juga banyakmengandung anjuran kepada Muslim untuk bercocok tanam.
38 Yusuf al-Qaradawi, Islam Agama Ramah Lingkungan, hlm. 154.39 Al-Qur’an menuturkan: “Kemudian Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur
dan sayur-sayuran, zaitun dan pohon kurma, kebun-kebun (yang) lebat, dan buah-buahan sertarerumputan untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu” (QS. ‘Abasa: 27-32).
34
BAB III
PROFIL DAN KARYA THANTHĀWĪ JAUHARĪ
DAN ZAGHLUL AL-NAJJĀR
A. Mengenal Thanthāwī Jauharī
1. Biografi
Syeikh Thantāwī bin Jauhārī al-Misri lahir pada tahun 1287 H/ 1862 M, di
desa’Iwadhillah Hijazi bagian Timur Mesir.1Adapun kondisi social ekonomi desa
tersebut berjalan sebagaimana layaknya desa di sekitar kota Mesir, begitu juga
aktifitas yang dilakukan oleh penduduknya, yaitu dengan bekerja keras
membanting tulang untuk mencukupi kehidupan mereka masing-masing. Di
antara mata pencarian yang menonjol pada saat itu adalah profesi sebagai petani.
Thanthawi Jauhari dilahirkan dalam sebuah keluarga petani, sehingga aktifitas
masa kecilnya sering membantu oaring tuanya sebagai petani. dan wafat pada
tahun 1358/1940 M, ia adalah salah seorang pemikir dan cendekiawan Mesir ada
yang menyebutnya sebagai seorang filosof Islam.2
Dalam kehidupannya, sejak kecil beliau dikenal sebagai sosok yang sangat
rajin dan juga mencintai agamanya. Meskipun dilahirkan dari kalangan keluarga
petani yang bisa dikatakansangat sederhana, namun tidak mengundurkan
semangatnya untuk terus berjuang dalam menuntut ilmu. Pendidikannya dimulai
di Desa al-Ghar, dan bahkan semangat untuk belajarnya dari waktu ke waktu
semakin menggebu. Di sisi lain beliau juga turut membantu orang tuanya sebagai
1Shohibul Adib dkk, Profil Para Mufassir Al-Qur’an dan Para Pengkajinya, (TangerangSelatan: Pustaka Dunia, 2001), h. 169
2 Dewan Redaksi, Ensiklopedia Islam di Indonesia, (Jakarta: Anda Utama, 1992/1993),hlm. 1187
35
petani di desanya. Thanthawi tidak hanya belajar di sekolahnya saja, melainkan
juga belajar kepada orang tuanya sendiri beserta pamannya, yakni Syaikh
Muhammad Syalabi3
Selain sebagai petani, orang tua Thanthawi merupakan seorang tokoh
agama di desanya, sehingga orang tuanya sangat memperhatikan pendidikan yang
ditempuh anaknya. Tidak cukup sampai di situ, orang tuanya juga sangat
mendorong anaknya agar menjadi orang yang terdidik dan terpelajar. Sehingga
orang tuanya menyuruh anaknya, Thanthawi, agar melanjutkan pendidikannya di
Al-Azhar Kairo, Mesir.
Di jenjang pendidikan inilah, Thanthawi Jauhari dipertemukan dengan
berbagai tokoh pembaharu terkemuka di Mesir. Dan di antara sekian banyak
tokoh pembaharu tersebut, yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan
kepribadiannya adalah Muhammad Abduh, atau yang dikenal sebagai salah satu
pengarang Tafsir Al-Manar. Bagi Thanthawi Jauhari, Abduh tidak hanya
dianggap sekedar guru saja, melainkan juga sebagai mitra dialog. Sebab,
pemikiran Abduh sangat berpengaruh besar terhadap pemikiran Thanthawi
selanjutnya, terutama keilmuannya dalam bidang tafsir
Sebagai akademisi, Thanthawi selalu aktif untuk mencermati serta
meneliti setiap perkembangan ilmu pengetahuan dan dilakukan secara massif
dengan menggunakan cara yang beragam, mulai dari membaca buku, menelaah
artikel di media massa, sampai menghadiri berbagai seminar keilmuan pada masa
3 Zaghlul an-Najjar, Tafsīr Al-āyātul Kauniyyah fīl Qur’ānil Karīm, (al-Qāthirah:Maktabah as-Syarqiyyah ad-Dauliyyah, 2007), jil. 3, h. 467.
36
itu. Dari sekian banyak jenis keilmuan yang dipelajari, Thanthawi Jauhari lebih
tertarik dan tergila-gila dengan ilmu tafsir
Oleh sebab itu, ia terus belajar ilmu tafsir dengan sangat cermat dan teliti.
Dan pada gilirannya, bentuk kecintaan dan kepeduliannya terhadap ilmu tafsir
tersebut kemudian dibuktikan dengan memunculkan sebuah karya tafsir, yaitu Al-
Jawāhir Fī Tafsīr Al-Qur’an Al-Karīm. Karena memang Thanthawi mahir di
bidang sains atau ilmu pengetahuan, tafsir yang dihasilkannya pun lebih bercorak
ilmu pengetahuan (tafsir ilmy). Dengan segenap kemampuannya, ia berusaha
menafsirkan al-Qur‘an dengan corak khasnya tersebut yang memang sangat
dibutuhkan seluruh umat Islam pada masa kini4
Setelah menyelesaikan pendidikannya di al-Azhar, kemudian Thanthāwī
melanjutkan pendidikannya di Dar al- Ulum, dan menyelesaikannya pada tahun
1311 H atau 1893 M. Atas bimbingan Muhammad Abduh, yang telah membuka
cakrawala pemikirannya sehingga demikian luas ketika menempuh studi di Al-
Azhar. Setelah menyelesaikan pendidikannya, Thanthāwī Jauhārī memulai
perjuangannya sebagai pendidik. Pada awalnya, beliau menjadi guru madrasah
ibtida‘iyyah dan tsanawiyyah, kemudian juga memberi kuliah di Universitas Dar
al-Ulum, tempat belajarnya duhulu5
Pada tahun 1912, Thanthāwī Jauhārī diangkat sebagai dosen di al-Jami‘ah
al-Mishriyyah dalam mata kuliah filsafat Islam. Selain itu, dia juga aktif menulis
4 Zaghlul an-Najjar (terj. Zainal Abidin, dkk), Sains dalam hadits, Mengungkap FaktaIlmiah dan Kemukjizatan Hadits Nabi, (Jakarata: Amzah, 2011), h. 288.
5 Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial, (Jakarta: Amzah, 2007),h. 152-157
37
dalam rangka menunjang dan memberikan semangat terhadap gerakan
kebangkitan dan kehidupan umat, dan tulisan-tulisannya tersebut banyak dimuat
di Koran Al-Liwa.6
Sebagai cendekiawan, beliau pun terus berupaya untuk selalu mencermati
setiap perkembangan keilmuan. Banyak hal yang diupayakan untuk menambah
khazanah keilmuannya, yakni dengan membaca buku-buku literatur, membaca
majalah dan artikel di media massa, serta mengikuti berbagai seminar dan
pertemuan ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, yang menjadi fokus utama
Thanthawi Jauhari adalah dalam ilmu tafsir. Di sisi lain, dia juga belajar tentang
ilmu fisika. Hal ini dilakukan sebagai upaya Thanthawi untuk memberikan
pandangan dan pengetahuannya dengan berusaha menangkal kesalahpahaman
yang kerap kali menuding Islam sebagai agama dan ajaran yang menentang ilmu
pengetahuan dan teknologi modern.7
Karena kecerdasannya tentang dua fokus disiplin ilmu yang dipelajari dan
selanjutnya dipadukan itu, kemudian dibarengi dengan penguasaan kedua ilmu
tersebut, akhirnya pemikiran tafsirnya yang dengan menggunakan berbagai
argumentasi dan bantahan-bantahan yang sangat ilmiah, cukup membuat dan
menggemparkan Mesir pada waktu itu.
Selama bertahun-tahun, segala perhatiannya dicurahkan sebagai upaya
untuk meningkatkan kepedulian umat terhadap pentingnya meningkatkan kualitas
6 Shohibul Adib dkk, Profil Para Mufassir Al-Qur‟an dan Para Pengkajinya, (TangerangSelatan: Pustaka Dunia, 2001), h. 169
7 Mochammad Nor Ichwan, Tafsir ‘Ilmiy; Memahami Al-Qur’an Melalui PendekatanSains Modern, (Yogyakartra: Menara Kudus Jogja, 2004), h. 137-138
38
sumber daya manusia dengan cara menguasai ilmu pengetahuan. Dan lambat laun,
gagasan pemikirannya mulai diperhitungkan dan menjadikannya termasuk dalam
salah satu jajaran pemikir Islam terkemuka. Karena kepandaiannya itu, setidaknya
terdapat tiga hal mendasar yang perlu dicatat dari pemikiran Thanthawi Jauhari.
Pertama, obsesinya untuk memajukan daya pikir umat. Kedua, pentingnya ilmu
bahasa dalam menguasai idiom-idiom modern. Dan ketiga, pengkajiannya
terhadap al-Qur‘an sebagai satu-satunya kitab suci yang memotivasi
pengembangan ilmu tersebut.8
2. Karya-Karya Thanthāwī Jauharī
Berdasarkan literatur yang terdapat di dalam Kitab Al- Mufassirūn
Hayātuhum wa Manhajuhum karya Sayyid Muhammad Ali Iyazi, selain
menghasilkan kitab tafsir yang luar biasa yaitu Al-Jawāhir Fī Tafsīr Al-Qur‟an
Al-Karīm,setidaknya ada sembilan karya lain yang dihasilkan oleh Thanthawi
Jauhari, di antaranya adalah
a. Jawāhir al-Ulūm.
b. Al-Nidhām wa al-Islam.
c. Al-Tāj wa al-Marsha.
d. Nidhām al-Ālam wa al-Umam.
e. Aina al-Insān.
8 Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam di Indonesia, (Jakarta; CV Anda Utama,1993), h. 1187
39
f. Ashlu al-Ālam.
g. Al-Hikmah wa al-Hukamā.
h. Bahjat al-ulūm fi al-Falsafat al-Arabiyyati waMuwāzanatuhā bi al-ulūm al-
Ashriyyah.
i. Al-Farāid al-Jauhariyyah fi at-Thariq an-Nahwiyyah.9
Di antara berbagai karya yang dihasilkan Thanthawi Jauhari, karya yang
paling fenomenal adalah kitab tafsir yang diberi nama “Al-Jawāhir Fī Tafsīr Al-
Qur‟an Al-Karīm”. Karena di dalam tafsir ini mengandung berbagai informasi
secara lebih komprehensif. Selain menyajikan penafsiran ayatayat al-Qur‘an
secara tahlili (urutan penafsiran berdasarkan urutan mushaf), penjelasannya juga
sangat bagus, yang memadukan tafsir al-Qur‘an dengan penjelasan ilmu
pengetahuan modern (sains). Bahkan di dalam tafsirnya dijelaskan pula
gambargambar tumbuhan, hewan, pemandangan-pemandangan alam, eksperimen
ilmiah, dan semacamnya sebagai pendukung atas tafsir yang dikemukakannya
Sumber Penafsiran Tafsir Al-Jawāhir
Pada bagian sebelumnya sudah diterangkan latar belakang, deskripsi, dan
juga cara yang digunakan oleh Thanhthawi Jauhari dalam menafsirkan al-Qur‘an.
Jika kita mencermati secara detail, semua yang digunakan oleh Thanthawi dalam
menafsirkan al-Qur‘an adalah dengan menggunakan penalaran atau pemikiran
(tafsir bi al-ra’y). Kita tahu bahwa cara beliau dalam menafsirkan al-Qur‘an
9 Sayyid Muhammad Ali Iyazi, Al-Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum, (Beirut: Daral-Fikr, 1373 H), h. 429
40
adalah dengan menyuguhkan dan memberi keterangan berupa gambar-gambar dan
penjelasan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Selain itu, dalam
menafsirkan suatu ayat, Thanthawi murni menggunakan pemikirannya sesuai
dengan kemampuan yang dimilikinya, kecuali hanya sedikit yang mengutip
pendapat para ulama. Selain sebagai mufassir, beliau juga ahli dalam ilmu
pengetahuan, ilmu fisika dan juga biologi.
Tafsir bi al-ra’yi adalah jenis penafsiran al-Qur‘an melalui pemikiran atau
ijtihad. Bentuk tafsir ini banyak berkembang pesat dan muncul di kalangan ulama-
ulama mutaakhkhirin, sehingga abad modern ini lahir tafsir menurut tinjauan
sosiologis dan sains, di antaranya adalah tafsir al-Manār dan al-Jawāhir. Berbeda
dengan penafsiran al-Qur‘an dengan bentuk al-ma‟tsur, karena bentuk penafsiran
al-ma‟tsur sangat bergantung dengan riwayat.10
3. Latar belakang penulisan Kitab
Nama kitab al-Jawāhīr fī Tafsīr al-Qur’an al- Karīm. Karya Thanthāwī
Jauhārī beliau memberi nama dengan istilah ‘’mutiara’’ (Jawahir).11Kitab al-
Jawāhīr fī Tafsīr al-Qur’an al- Karīm. adalah sebuah karya tafsir yang disusun
oleh Thanthawi Jauhari pada abad ke 20, di mana kecanggihan teknologi semakin
memperkaya wacana keilmuan di bidang eksak. Thanthāwī Jauharī yang memiliki
semangat tinggi untuk melakukan rasionalisasi ilmiah terhadap wacana tafsir,
tidak sedikit mengadopsi perkembangan ilmu-ilmu mutakhir untuk mengungkap
10Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Yogyakarta:PustakaPelajar, 2005), h. 376
11 Abdul Majid Abd as -salam al Muhtasim, hlm. 273-274
41
kandungan al-Qur’an sehingga kitab inimemuat demikian banyak macam
pembahasan, dan tentunya sangat logis jika kandungan isi kitab ini mempunyai
informasi lebih dibandingkan kitab tafsir ilmi yang beredar sebelumnya.
Ada beberapa faktor yang mendorong Thanthawi Jauhari menulis kitab
tafsir ini, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Minimnya orang-orang yang berfikir tentang alam dan keajaiban-keajaiban
yang terdapat di dalamnya.12
2. Al-Qur’an meng-cover segala sesuatu yang ada di permukaan bumi.13
3. Dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat tentang sains lebih dari 750 ayat sementara
ilmu-ilmu yang berkaitan dengan hukum fiqih tidak lebih dari 150 ayat.14
Tujuan dari penulisan kitab ini adalah untuk menghilangkan kejumudan
umat Islam dari ilmu pengetahuan serta mendorong agar umat Islam bangkit dan
mampu mengungguli Eropa di bidang argaris, medis, pertambangan, matematika,
arsitetur, astronomi serta sains dan perindustrian.
Dalam isi kitab tafsir ini terkandung pembahasan - pembahasan unik yang
menjadikanya berbeda denagn kebiasaan pembahasan kitab tafsir yang lain.
Misalnya di dalam menafsirkan ayat-ayat yang berhubungan dengan alamiah,
Thanthāwī perlu melengkapinya dengan foto- foto dan gambar tumbuh-
tumbuhan, hewan, pemandangan alam, eksperimen ilmiah, table-tabel ilmiah
12Thanthawi Jauahari, op.cit., hlm. 213 Q.S. Al-An’am (6): 38.14 Thanthawi Jauahari, op.cit., hlm. 3
42
spesialis dengan tujuan untuk memberikan gambaran yang transparan kepada
pembaca seolah fakta tersebut benar-benar riil di depanya layaknya fakta empiris
4. Metode dan corak Tafsir Al-Jawahir
Tafsir Al-Jawāhir ditulis sebanyak 13 jilid atau 26 juz. Kemudian dilihat
dari cara penafsirannya, tafsir ini dijelaskan oleh Thanthawi dengan sangat runtut
dan secara detail. Maka dapat disimpulkan bahwa Thanthawi dalam tafsirnya ini
menggunakan metode tahlili (analitis),yang menyusun tafsir berdasarkan urutan
mushaf secara luas.
Tafsir tahlili adalah suatu metode tafsir yang bermaksud untuk
menjelaskan kandungan ayat-ayat al- Qur‘an dari seluruh aspeknya. Di dalam
tafsirnya, penafsir mengikuti runtutan ayat sebagaimana yang telah tersusun rapi
di dalam mushhaf. Penafsir memulai uraiannya dengan mengemukakan arti
kosakata diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat. Ia juga
mengemukakan munasabah (korelasi) ayat-ayat serta menjelaskan hubungan
maksud ayat-ayat tersebut satu sama lain. Pada intinya, segala hal yang bertautan
dengan al-Qur‘an bisa dimasukkan dalam tafsir, dan penafsirannya runtut dan
rinci.15
Demikian halnya dengan metode yang digunakan Thanthawi, yang di
dalam analisisnya sebagai orang mufassir sekaligus seorang yang menguasai dan
15 Thanthawi Jauhari, Al-Jawāhir fī Tafsīr Al-Qur’an Al-Karīm, Jilid I, Juz I ,lampiran,(Beirut: Dar al-Fikr, 1350 H), h. 2
43
mahir di bidang ilmu pengetahuan alam, kemudian memberikan penafsiran secara
rinci dengan ruang lingkup yang amat luas.16
Dilihat dari isinya, tafsir ini tergolong sebagai tafsir ilmy. Sebab, di dalam
tafsir ini banyak pembahasanpembahasan tentang ayat dengan menggunakan
teori-teori ilmu pengetahuan modern dan hasil penelitian ilmiah untuk
menjelaskan ayat yang ada.
Pada awalnya, tafsir ini muncul karena ajakan al- Qur‘an adalah ajakan
ilmiah, yang berdiri di atas prinsip pembebasan akal dari tahayul dan
kemerdekaan berpikir. Al-Qur‘an menyuruh manusia untuk memperhatikan alam,
di samping anjuran untuk memperhatikan wahyunya. Meskipun ayat-ayat kauniah
secara tegas dan khusus ditujukan kepada para ilmuan, namun pada hakikatnya
mereka itulah yang diharapkan mampu memahami dan meneliti ayat-ayat kauniah
tersebut.
Yang perlu digarisbawahi, al-Qur‘an bukanlah suatu kitab ilmiah
sebagaimana kitab-kitab ilmiah yang ada selama ini. Namun, al-Qur‘an adalah
kitab petunjuk bagi umat untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. Maka tidak khayal
jika di dalamnya terdapat petunjuk tersirat dari Allah yang berkaitan dengan ilmu
pengetahuan. Pada intinya, Thanthawi Jauhari dalam menafsirkan al-Qur‘an
dengan corak ini bertujuan baik bagi semua umat, agar mampu memahami ilmu
pengetahuan modern dengan baik, dan mengetahui bahwa al-Qur‘an juga
16Thanthawi Jauhari, Al-Jawāhir fī Tafsīr Al-Qur’an Al-Karīm, Jilid I, Juz I ,lampiran,(Beirut: Dar al-Fikr, 1350 H), h. . 22.
44
berbicara tentang ilmu pengetahuan. Karena memang di dalam al- Qur‘an terdapat
banyak ayat yang membahas tentang ilmu pengetahuan.17.
5. Penilaian Ulama terhadap Tafsir Al-Jawāhîr FîTafsīr Al-Qur’an al-Karīm
Al-Suyuti dalam kitabnya al-Itqân fî ‘Ulûm Al-Qur’ân, al-Iklîl fî Istimbât
al-Tanzîl dan al-Mumtarikh al-Aqran fî I’jâzi Al-Qur’ân mengungkapkan secara
luas berbagai argumentasi yang mendukung sikap serta pendapatnya bahwa
semua ilmu yang berkembang hari ini sampai hari kiamat telah diungkap di dalam
Al-Qur’an dan dapat dieksplorasi dari Al-Qur’an
Al-Zahabi di dalam kitab al-Tafsîr wa al-Mufassirîn menjelaskan bahwa
metode yang dipergunakan oleh Tantawi Jauhari di dalam tafsîr annya adalah
memberikan tafsiran-tafsiran secara lafdzi dan kemudian dilanjutkan dengan
kajian-kajian yang bersifat ilmiah yang lazim disebutnya sebagai latâ’if atau
jawâhir. Pembahasan-pembahasan tersebut menurut al-Zahabi merupakan
akumulasi dari pendapat para pemikir Barat dan Timur zaman modern.18 Kajian-
kajian yang bersifat keilmuan menurut al-Zahabi juga ditransfer oleh Tantawi
Jauhari dari Injil Barnabas yang dianggap sebagai injil yang paling sahih, juga
dari Plato dan Ikhwan al-Safa dalam risalahnya. Tantawi Jauhari juga
menggunakan teori-teori ilmiah modern pada saat menafsirkan ayat-ayat Al-
Qur’an, dimana teori-teori tersebut belum pernah ada di Arab pada masa
sebelumnya.
17 Abdul Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhui, terj. Suryan A. Jamran, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 2218Al-Zahabi, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, hal. 508-509.
45
Berbeda dengan Tantawi Jauhari, Mahmud Syaltut (mantan Rektor
Universitas al-Azhar Mesir) yang menolak kehadiran tafsîr bi al-ilmi. Di dalam
muqaddimah tafsirnya ia mengemukakan berbagai corak tafsir yang berkembang
sepanjang sejarahnya. Ada tafsir yang menitikberatkan uraiannya pada
penggunaan kaidah-kaidah gramatikal (nahwu), segi balaghah dan i’jâz Al-
Qur’ân. Bahkan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern, ada sebagian mufasir yang cenderung menulis tafsir dengan corak ilmiah
atau tafsîr bi al-ilmi. Dari beberapa corak penafsiran ini Syaltut memberi catatan
penting yang sekaligus dapat dilihat sebagai sikapnya dalam menafsirkan Al-
Qur’an.
Pertama, hendaknya seorang mufasir menghindarkan diri dari pentakwilan
Al-Qur’an menurut pendirian berbagai aliran, karena hal ini menurut Syaltut akan
menyebabkan pemaksaan penafsiran sesuai dengan para fuqaha’, para
mutakallimin, maupun ahli tasawuf yang cenderung fanatik terhadap kelompok
masing-masing.
Kedua, hendaknya menjauhkan diri dari upaya menafsirkan Al-Qur’an
dengan menggunakan teori-teori ilmiah.19Namun di sisi lain, perkembangan sains
dan teknologi tidak sedikit memberikan andil dalam mengungkap berbagai
kenyataan yang disinyalir di dalam Al-Qur’an melalui ayat-ayatnya. Berbagai
penemuan ilmiah tersebut oleh sebagian mufasir dihubungkan dengan teks-teks
yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Sebagai contoh, ketika Al-Qur’an
19 Mahmud Syaltut, Tafsîr Al-Qur’ân al-Karîm al-Ajzâ’ al-Asyarah al-‘Ulâ, (Beirut: Daral-Syuruq,1974), hal. 9-10.
46
mengemukakan fenomena alam, seperti hujan, petir dan sebagainya, mereka
mengklaim bahwa Al-Qur’an berbicara tentang kosmologi.Demikian pula ketika
Al-Qur’an menyebut matahari, bulan, bintang-bintang dan planet-planet, mereka
mengatakan bahwa Al-Qur’an berbicara tentang astronomi dan lain sebagainya.
Mereka menggunakan ayat 38 surat al-An’am sebagailandasan formal untuk
memperkuat pendapat mereka. Berbagai pendapat di atas,ditolak oleh Mahmud
Syaltut dengan menunjukkan sisi-sisi kesalahan yangdilakukan oleh para mufasir
bi al-Ilmi ketika menafsirkan ayat-ayat kauniyah.
B. Mengenal Zaghlul Al-Najjār
1. Biografi
Prof. Dr. Zaghlul al-Najjar yang bernama lengkap Zaghlul Raghib
Muhammad an-Najjar adalah seorang pakar geologi asal Mesir yang lahir pada
tanggal 17 November 1933 di salah satu desa di Provinsi al-Gharbiyyah (Thanta).
Beliau lahir dari keluarga muslim yang taat. kakeknya menjadi imam tetap di
masjid kampungnya. Ayahnya adalah penghafal al-Qur’an. Beliau sendiri telah
menghatamkan hafalan al-Qur’annya sebelum genap usia 10 tahun. Pada usia
itulah Zaghlul cilik ikut ayah hijrah ke Cairo, dan masuk sekolah dasar di ibukota
Negara para nabi itu.
Setelah dewasa, ia belajar di Fakultas Sains Jurusan Geologi, Cairo
University dan lulus pada 1955 dengan yudisium Summa Cum Laude. sebagai
lulusan terbaik, ia meraih “Baraka Award” untuk kategori bidang geologi. Ia
kemudian meraih gelar Ph.D bidang geologi dari Walles University of England
47
pada 1963. Pada 1972, ia dikukuhkan sebagai guru besar geologi. pada 2000-
2001, Zaghlul dipilih sebagai Rektor Markfield Institute of Higher Education
England dan sejak tahun 2001 menjadi ketua Komisi Kemukjizatan Sains al-
Qur’an dan Sunnah di Supreme Council of Islamic Affairs Mesir.
Dengan kepiawaiannya di bidang tafsir al-Qur’an berbasis sains, ia rutin
menulis artikel tetap rubric “Min Asrar al-Qur’an” (Rahasia al-Qur‟an) setiap
Senin di Harian Al-Ahram Mesir yang bertiras 3 juta eksemplar setiap harinya.
Hingga kini, telah dimuat lebih dari 250 artikelnya tentang kemukjizatan sains dan
al-Qur’an.20
Kemampuan beliau tidak terhenti disitu itu, pada tahun 1963 beliau telah
menamatkan pengajian dalam bidang PhD Kajian Bumi dan Geologi di Universiti
Walse England dan memperolehi gelaran Professor pada tahun 1972 dari
Universiti Kuwait. Sehing beliau telah menghasilkan lebih daripada 150 artikel
dan lebih dari pada 50 buah buku yang meliputi berbagai kajian ilmu antaranya
ilmu saintifik Islam, al-Quran sains, sains dalam hadith, I’jaz ‘Ilmi dan banyak
lagi. Namun kajian yang telah meningkatkan autoriti sebagai saintis Islam pada
abad moderen ini ialah kajian yangmeliputi asimilasi penemuan saintifik dalam
mengintrepretasikan ayat al-Quran.
2. Karya Zaghlul Al-Najjār
Zaghlul Al-Najjar telah memiliki karya lebih dari 150 artikel dan lebih
dari 50 buah buku yang meliputi berbagai kajian ilmu diantaranya ilmu
20Zaghlul an-Najjar, (Terj, Yodi Indrayadi dkk,) Buku Induk Mukjizat Ilmiah Hadits NabiJakarta: Zaman, 2013), h. 9-10.
48
saintifik Islam, al-Quran sains, sains dalam hadits, i’jaz „ilmi dan banyak lagi.
Namun kajian yang telah meningkatkan autoritas Zaghlul sebagai pakar sains
Islam pada abad modern ini ialah kajian yang meliputi penemuan ilmiah
dalam menginterpretasikan ayat al-Quran. Kebanyakan karya yang telah
berhasil melalui kajian ini bukan saja ditulis dalam Bahasa Arab, bahkan juga
diterbitkan dalamBahasa Inggris dan Perancis. Diantara beberapa karya
Zaghlul an-Najjar adalah;
a. Tafsīr Al-āyātul Kauniyyah fīl Qur’ānil Karīm.
b. I’jazul ‘Ilmy fīs Sunnah Nabawiyyah
c. Nazhārat fī ‘Azmati at-Ta’līm al-Muashir wa Hululihal Islāmiyah.
d. Haqā'iq `Ilmiyah fil Qur'ānil Karim: Namāzij min Ishāratil Qur'āniyah ilā`
Ulumil Ard..
e. Qadiyyatul I’jaz ‘Ilmi li al-Qur’īnil Karīm wa Dawībitut Ta’amul Ma’aha.
f. Min Ayātil-`Ijaz `Ilmi al-Hayawan fīl Qur'ānil Karīm.
g. Min Ayātil-`Ijaz `Ilmi al-Sama' fīl Qur'ānil Karīm.
Selain beberapa karya di atas, Zaghul juga pernah mendapatkan beberapa
anugrah dan jabatan yang disandangkan kepada dirinya. Diantaranya adalah
sebagai:
a. Penasihat Pusat Kajian Robertson Britain (1963) dan Muzium
Pembangunan Islam Switzerland (2001).
h. Ahli dalam Journal of Foramimifeeral Research New York (1966) dan
Journal of African Earth Science (1981).
49
i. Penasehat bagi Majalah Muslim di Washington (1970), Penasehat Majalah
Islamic Sciences di India (1978), Penasehat Majalah al-Rayyan Qatar (1978).
j. Antara pengasas Jabatan Geologi University Malik Sa’ud (1959) dan
University Kuwait (1967).
k. Di antara penggasas al-Haiah al-„Alamiyyah lil I‟jaz al-Ilmi fil Qur‟anil
Karim dan as-Sunnatul Mutahharah di Makkah al-Mukarramah (1981).
l. Pengarah Komunitas Pengajian Tinggi Markfield Britain (2001).
m. Pengurus Badan „Ijaz Ilmi Qur‟an, Majlis Tertinggi Hal Ihwal Islam Mesir
n. Profesor Geologi, King Fahd University of Petroleumm dan Minerals,
Dhahan, Saudi Arabia (1979-1996).
o. Profesor Geologi dan Chairman, Departemen of Geology, Qatar University,
Doha, Qatar (1978-1979).
Hasil usaha gigih Zaghlul dalam menterjemahkan al-Quran dan hadits melalui
pendekatan saintifik membuahkan hasil sehingga Zaghlul menerima anugerah
tertinggi dari kerajaan Sudan pada tahun 2005 dan anugerah sebagai Ikon
Islam di Dubai pada tahun 2006. Usaha dakwah beliau bukan hanya melalui
penulisan, Zaghlul juga aktif menjadi pembicara seminar
berkenaankemukjizatan al-Quran di pejuru dunia. Sebab ceramahnya itulah
yang akhirnya mendorong kalangan masyarakat yang menghadiri acara
seminar Zaghlul tersebut memilih Islam sebagai panduan hidup.21
21Ishak Sulaiman et.all, Metodologi Penulisan Zaghlul Al-Najjar Dalam MenganalisisTeks Hadith Nabawi Melalui Data-Data Saintifik, (Malaysia: Akademi Pengajian Islam UniversitiMalaya Kuala Lumpur, 2001), hal. 280.
50
3. Latar belakang Penulisan Tafsīr Ayātul Kaunīyah Fī Tafsīr Al-Qurān
al-Karīm
Sejarah penulisan kitab Tafsīr Al-āyātul Kauniyyah fīl Qur’ānil Karīm
tidak terlepas dari latar belakang pendidikan ditekuni mufassirnya sendiri.
Sebagaimana Zaghlul an-Najjar, seorang yang ahli dalam bidang ilmu alam
terutama dalam bidang Geologi. Sehingga Zaghlul memahami bahwa, di
dalam al-Qur‟an terdapat ayat-ayat yang berisi tentang ajakan ilmiah yang
berdiri di atas prinsip pembebasan akal dari tahayul dan kemerdekaan
berpikir. Al-Qur‟an menyuruh manusia untuk memperhatikan segala wilayah
yang ada di bumi dan pada diri mereka sendiri.
Menurut Zaghlul an-Najjar, tidak kurang ada 1000 ayat yang secara tegas
(shārih) dan ratusan lainnya yang tidak langsung terkait dengan fenomena
alam semesta. Selanjutnya, Zaghlul berpendapat bahwa ayat–ayat kauniyyah
itu tidak akan mungkin dapat kita pahami secara sempurna jika hanya
dipahami dari sudut pandang bahasa arab saja. Untuk mengetahui secara
sempurna, maka perlu mengetahui hakikatnya secara ilmiah22
Sebagaimana yang telah Zaghlul sampaikan pula dalam mukadimahnya,
Zaghlul berkeyakinan penuh bahwa al-Qur‟an adalah kitab yang memiliki
mukjizat dari aspek bahasa dan sastranya, akidah-ibadah-akhlaknya (tasyri’),
informasi kesejarahannya, dan tak kalah pentingnya adalah dari sudut aspek
isyarat ilmiahnya. Dimensi kemukjizatan yang disebut terakhir ini maksudnya
adalah keunggulan kitab ini yang memberikan informasi menakjubkan dan
22Zaghlul an-Najjar, Tafsīr Al-āyātul Kauniyyah fil Qur’ānil Karīm, (al-Qāhirah:Maktabah as-Syarqiyyah ad-Dauliyyah, 2007), Jil. 1. h. 6.
51
akurat tentang hakikat alam semesta dan fenomenanya, di mana tidak
seorangpun manusia pada saat diturunkannya al-Qur‟an dapat mengetahuinya
dan ilmu terapan belum sampai hakikat itu kecuali setelah berabad-abad
turunnya al-Qur’an.23hari senin di Harian Al-Ahram Mesir yang berjumlah 3
juta eksemplar setiap harinya. Hingga kini telah dimuat lebih dari 250 artikel
tentang kemukjizatan sains dalam Al-Qur'an, yang semua itu terangkum dalam
kitab Tafsīr Al-āyātul Kawniyyah Fil Qur’ānil Karīm.24
Dari hasil penyelidikan Penulis, Kitab Tafsir ini telah diperkenalkan oleh
Zaghlul dengan kitab Tafsīr Al-āyātul Kauniyyah fīl Qur’ānil Karīm terbitan
Maktabah al-Syuruq al-Dawliyyah yang telah diterbitkan pada tahun 2007,
terdiri atas 4 jilid. Dari segi penyusunan, Zaghlul menyusunnya berdasarkan
pada metode penulisan klasikal dan modern. Metode dari segi penyusunan
klasikal yang digunakan oleh beliau ialah menyusun ayat atau surat mengikut
susunan seperti yang terdapat di dalam al-Qur‟an, yaitu dimulai dari Surat al-
Baqarah (juz 1) hingga Surat al-Qāriah (juz 30). Namun kitab ini
memfokuskan kepada ayat-ayat kauniyyah yang terdapat dalam al-Qur‟an.
Hal ini berdasarkan bidang kepakaran utama Zaghlul yang meliputi
penemuan saintifik melalui dimensi alam semesta, penciptaan makhluk dan
kesehatan.Adapun yang menarik dalam metode penulisan tafsir ini ialah
Zaghlul hanya mentafsirkan ayat-ayat tertentu saja. Tidak membahas topik
yang tidak berkaitan sama sekali dengan sains natural. Maka tidak
23 Zaghlul an-Najjar, Tafsīr Al-āyātul Kauniyyah fil Qur’ānil Karīm, (al-Qāhirah:Maktabah as-Syarqiyyah ad-Dauliyyah, 2007), Jil. 1. h. 26.
24Zaghlul an-Najjar, Tafsīr Al-āyātul Kauniyyah fil Qur’ānil Karīm,h.34
52
mengherankan jika tafsir ini merangkum sebuah ensiklopedia tafsir penemuan
saintifik qurani terkini.25
Kitab Tafsīr Al-āyātul Kauniyyah fīl Qur’ānil Karīm yang terdiri dari 4
jilid ini terdiri dari: Jilid pertama, yang dimulai dari surat al-Baqarah hingga
surat al-Isra yang terdiri dari 56 pembahasan ayat. Jilid kedua, dimulai dari
surat al-Kahfi hingga Surat Luqman yang terdiri dari 42 pembahasan, Jilid
ketiga, dimulai dari Surat al-Sajadah hingga Surat al-Qamar yang terdiri 38
pembahasan, dan pada jilid keempat dimulai dari Surat ar-Rahman hingga
Surat al-Qari‟ah yang terdiri 40 pembahasan. Sehingga jumlah seluruh
pembahasan yang terdapat dalam kitab ini adalah 176 dalam 66 surat.
Pada awal penulisan, Penulis mendapati biografi Zaghlul an-Najjar dan
mukadimah setebal 31 halaman pada setiap jilidnya. Adapun mukadimah
tersebut berisi 4 pokok pembahasan, yaitu: (1) definisi literal I‟jaz serta
pembagiannya,6 (2) Sejarah perkembangan I‟jaz danmetode dalam
menafsirkan ayat yang berdimensi saintifik,7 (3) ajakan Zaghlul kepada para
ilmuwan islam khususnya para ahli tafsir untuk menafsirkan al-Qur‟an sesuai
dengan perkembangan masa, (4) penjelasan penolakan sebagian golongan
yang menolak al-Qur‟an ditafsirkan berdasarkan penemuan saintifik.26
Adapun cara Zaghlul dalam menerangkan tafsirnya, di setiap awal surat,
beliau terlebih dahulu menjelaskan poin-poin kandungan isyarat ilmiah yang
terdapat dalam surat dan yang berkaitan dengan ayat yang akan dibahas.
Selanjutnya, belia Zaghlul menafsirkan ayat tertentu dengan memaparkan
25 Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, Jilid II (Jakarta:Ikhtiyar Van Hoeve, 1993), hlm.307
26Zaghlul an-Najjar, Tafsīr Al-āyātul Kauniyyah fil Qur’ānil Karīm,h.46
53
pandangan secara umum yang berdasarkan tafsir lafdzi atau yang berkaitan
dengan kebahasaan. Setelah itu, Zaghlul menafsirkan berdasarkan pandangan
ilmiah sebagaimana dengan latar belakang Zaghlul. Dalam beberapa
pembahasan Zaghlul juga mencantumkan hadits-hadits yang mendukung, dan
dalam akhir pembahasan beliau juga menyuguhkan dan memberi
keterangannya dengan menggunakan gambar-gambar yang sesuai dengan ayat
yang dibahas. Diantaranyaberupa gambar tumbuhan, binatang, fenomena
alami, dan sebagainya yang bertujuan agar pembaca lebih mudah
memahaminya
4. Metode dan Corak
Adapun bentuk penafsiran Zaghlul sudah sangat jelas bahwa penafsirannya
menggunakan penalaran atau pemikiran (bir ra’y)27 kita ketahui bahwa cara
Zaghlul dalam menafsirkan al-Qur‟an adalah dengan memberikan keterangan
yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Selain itu, Zaghlul juga menyuguhkan
keterangan berupa gambar-gambar dengan penelitian-penelitian ilmiah sains
modern.
Metode penulisan tafsir ini adalah maudhūi, yang menafsirkan ayat-ayat
tertentu berdasarkan tema dalam setiap surat. Tafsir ini disusun sesuai dengan
susunan seperti yang terdapat di dalam al-Qur‟an yang di awali dari surat al-
27Tafsir bi al-ra’yi adalah jenis penafsiran al-Qur’an melalui pemikiran atau ijtihad.Bentuk tafsir ini banyak berkembang pesat dan muncul di kalangan ulama-ulamamutaakhkhirin, sehingga abad modern ini lahir tafsir menurut tinjauan sosiologi dansains,di antaranya adalah tafsir al-Manār dan al-Jawāhir. Berbeda dengan penafsiran al-Qur‟andengan bentuk al-ma’tsur, karena bentuk penafsiran al-ma’tsur sangat bergantung denganriwayat. Lihat Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: PustakaPelajar, 2005), h. 376
54
Baqarah (juz 1) hingga surat al-Qāriah (juz 30). Pemilihan ayat dalam tafsir ini
lebih menjurus kepada ayat-ayat al-Qur‟an yang berkaitan denganpenemuan
ilmiah. Hal ini karena, berdasarkan latar belakang Zaghlul dalam bidang saintifik
melalui dimensi alam semesta
Adapun corak tafsir ini tergolong sebagai tafsir ilmi, sebab di dalam tafsir ini
membahas tantang ayat-ayat dengan menggunakan teori-teori ilmu pengetahuan
modern dan hasil penelitian ilmiah untuk menjelaskan sebuah ayat.
C. Penilaian Ulama pada Tafsīr yang bercorak ilmy
Sejatinya, tujuan utama setiap usaha menafsirkan Al-Qur'an, sejak dahulu
hingga kini, adalah menjelaskan kehendak Allah swt dan operasionalisasi
kehendak itu di bidang akidah dan hukum-hukum syar'i yang dikandungnya, serta
nilai-nilai etis dan keadaban yang dibawa oleh Al-Qur'an untuk perbaikan dan
pembersihan jiwa manusia. Di era puncak keemasan peradaban Islam, ilmu-ilmu
bahasa, filsafat dan sains telah dikodifikasi
Begitu juga dengan mazhab-mazhab fikih dan aliran kalam.
Perkembangan yang sangat maju dirasakan juga di bidang penerjemahan karya-
karya klasik dari peradaban pra-Islam seperti Yunani, Persia, dan India. Pada fase
peradaban inilah, muncul pelbagai metode dan aliran tafsir Al-Qur'an. Selain
ditemukan corak-corak tafsir yang berorientasi seperti: fiqhi, kalami, balaghi, dan
isyari/shufi, bahkan falsafi, maka ditemukan pula metode tafsir 'ilmi yang
berorientasi pada pemanfaatan hasil temuan di bidang sains untuk membuktikan
berbagai kebenaran fakta ilmiah yang pernah disebutkan oleh Al-Qur'an. Tokoh-
55
tokoh seperti Fakhr al-Din al-Razi (w 606 H), Hanafi Ahmad, Ibnu Abi al-Fadl
al-Mursi (570-655 H) adalah representasi pemikir muslim klasik yang
menandakan gelombang pertama berupa isyarat keharusan menafsirkan Al-Qur'an
dengan bantuan penemuan sains di zamannya. Tesis penafsiran sains juga
diperkuat dalam literatur 'Ulum Al-Qur'an, terutama dua karya yang fenomenal
yaitu 'al-Burhan fi 'Ulum al-Qur'an' yang disusun oleh Badr al-Din al-Zarkasyi (w
794 H) dan 'al-Itqan fi 'Ulum al-Qur'an' yang ditulis oleh Jalal al-Din al-Suyuthi
(w 911 H).28
Maksud dari pada sains di sini adalah ilmu-ilmu pengetahuan tentang alam
semesta seperti ilmu teknik, astronomi, matematika, biologi, kimia, ekonomi-
sosial, flora-fauna, geologi dan lain sebagainya. Ada beberapa definisi yang
diberikan beberapa pakar tentang tafsir ilmi atau saintifik ini, diantaranya:
Definisi yang diajukan oleh Prof. Amin al-Khuli adalah: "Tafsir yang
memaksakan istilah-istilah keilmuan kontemporer atas redaksi Al-Qur'an, dan
berusaha menyimpulkan berbagai ilmu dan pandangan-pandangan filosofis dari
redaksi Al-Qur'an itu."
Definisi yang diajukan oleh Dr. 'Abdul Majid 'Abdul Muhtasib adalah:
"Tafsir yang mensubordinasikan redaksi Al-Qur'an ke bawah teori dan istilah-
istilah sains-keilmuan dengan mengerahkan segala daya untuk menyimpulkan
pelbagai masalah keilmuan dan pandangan filosofis dari redaksi Al-Qur'an itu
28 Ibnu Manẓur, Tafsir Saintifik Isyarat-Isyarat Ilmiah Dalam Al-Quran, ( al-Qahirah:Dar al-Ma‟arif, 1119 H), h. 42.
56
Kedua definisi diatas tampak mirip, dan dapat kita berikan catatan dalam
dua hal yaitu: yang pertama, kedua definisi tersebut mendiskreditkan model tafsir
saintifik, sebab memberi kesan bagi orang awam yang membaca definisi itu
bahwa corak tafsir itu agar dihindari karena dinilai telah "menundukkan redaksi
Al-Qur'an" ke dalam teori-teori sains yang kerap berubah-ubah. Lagi pula sosok
Amin Khuli dan Abdul Muhtasib ini dikenal berada di barisan ulama yang kontra
dan tak merestui corak tafsir ini. Kedua, definisi tersebut tak mampu
menggambarkan konsep yang sebenarnya diinginkan para pendukung tafsir ilmi.
Para pendukungnya tak pernah berkeinginan untuk memaksakan istilah-istilah
keilmuan modern kepada redaksi Al-Qur'an, atau menundukkan redaksi Al-Qur'an
itu kepada teori-teori sains yang selalu berubah. Apa yang dimaksudkan para
ulama pendukung corak tafsir ini adalah berupaya menjelaskan salah satu aspek
kemukjizatan Al-Qur'an agar mudah difahami oleh manusia modern, terlebih di
saat rasa dan cita kebahasaan Arab sudah sangat melemah, di kalangan orang
Arab sekalipun. Apalagi kini, ilmu dan sains telah menyerbu seluruh sendi
kehidupan umat manusia.29
29 Sujiat Zaubaidi Saleh, “Epistimologi Penafsiran Ilmiah Al-Qur‟an”, Jurnal Tsaqofah,VII 1 (April, 2011), h. 111
57
BAB IV
PENAFSIRAN THANTĀWĪ JAUHARĪ DAN ZAGHLUL AL-NAJJĀR
TERHADAP AYAT-AYAT KAUNIYAH TENTANG MENJAGA
KESEIMBANGAN EKOLOGI
A. Kerusan ekositem Alam
1. Penafsiran Thantāwī Jauharī
Diantara term-term dalam Al-Qur’an yang terkait langsung dengan
kerusakan lingkungan adalah term Fasad. Dalam bahasa, kata فسد yang berarti
rusak. Dan المفسد isim fail الفسد yaitu sumber, sebab kerusakan.1
Dan secara terminology Menurut Ar-Raghib, fasad mengandung arti
terjadinya ketidak seimbangan atau disharmoni, Term fasad dengan segala kata
jadiannya disebut dalam Al-Qur‟an sebanyak 50 kali. Term ini seringkali
digunakan untuk menunjuk perbuatan orang-orang kafir yang menimbulkan
kerusakan dan keonaran di tengah-tengah masyarakat. Menurut At-Thaba’i,
pengertian fasad itu mencakup semua kerusakan berupa hilangnya tatanan yang
baik di dunia ini, baik yang dikaitkan dengan kehendak manusia maupun yang
tidak. Karena pada perinsipnya segala bentuk instabilitas serta disharmoni yang
mengganggu kehidupan manusia, dianggap sebagai hasil ulah manusia, baik
langsung atau tidak langsung.2 Sedangkan menurut Ahmad Syakir, kata Al-Fasad
(kerusakan) dalam ayat ini, bermakna Al-Kufr (kekafiran) dan berbuat
kemaksiatan. Ibnu Jarir berkata, “Pelaku kemunafikan adalah orang-orang yang
1Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawir Arab Indonesia Terlengkap, Cet ke 14,Surabaya: Pustaka Progressif, 1997),p. 1055.
2 Ahsin W. Al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2008),p.72.
58
berbuat kerusakan dimuka bumi dengan perbuatan kemaksiatan yang mereka
lakukan kepada Rabb mereka, mereka menumpuk-numpuk perbuatan terlarang,
menyia-nyiakan kewajiban, merasa ragu terhadap agama Allah yang mana amalan
seseorang tidak akan diterima kecuali dengan mempercayainya dan meyakini
hakekatnya. Mereka juga melakukan kedustaan terhadap kaum muminin dengan
dakwaan yang tidak sebenarnya, mereka tetap dalam keraguan dan kebimbangan.
Itulah kerusakan yang dilakukan oleh kaum munafikin dimuka bumi, namun
mereka menyangka bahwa mereka sedang melakukan perbaikan didalamnya.3
ظھر الفساد في البر والبحر بما كسبت أیدي الناس لیذیقھم بعض الذي عملوا
لعلھم یرجعون Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatantangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Dengan ayat ini beliau mengaitkan penyakit-penyakit, tugas manusia
sebagai khalifah dan kesabaran. dalam penafsirannya Thanthawi membagi
kerusakan dalam dua bentuk pertama Kerusakan yang berasal dari manusia.Yang
dimaksud dengan kerusakan yang berasal dari manusia yakni kerusakan-
kerusakan akibat hawa nafsu manusia. Bagi Thanthawi manusia sebagai khalaifah
di bumi seharusnya dapat bersikap adil terhadap sesamanya maupun terhadap
makhluk lainnya, adil yang bagaimana yang dimaksud? Adil maksudnya seperti
apabila manusia mengambil manfaat dari makhluk lainnya maka ia harus
memberikan timbal balik sehingga terjadi keseimbangan antara keduanya. Karena
3Ahmad Syakir, Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 1, Cet ke 2, (Jakarta:DarusSunnah),2014),p. 117.
59
sesungguhnya antara manusia dan makhluk lain serta alam ini sama-sama saling
membutuhkan. Jika keadilan tersebut sudah dapat tercapai maka manusia baru
dapat dikatakan berhasil dalam tugasnya sebagai khalifah di muka bumi.4
Kedua Kerusakan yang berasal dari alam Yakni hewan kecil seperti
mikroba dan virus yang membawa penyakit. Oleh karena itulah, dalam
penafsirannya ia menjelaskan mengenai penyakit.Menurut Thanthawi dalam
menghadapi kerusakan-kerusakan alam yang semakin banyak terjadi, manusia
harus bersabar, akan tetapi sabar yang bagaimana yang dimaksud? Sabar yang
dimaksud adalah sabar yang berarti menahan hawa nafsu. Dan dengan bersabar
berarti telah mencegah banyaknya kerusakan yang terjadi. Akan tetapi sabar
tersebut juga harus diikuti dengan beberapa tindakan penanggulangan terhadap
kerusakan-kerusakan yang terjadi. Jadi, begitu penting tugas manusia sebagai
khalifah untuk selalu menjaga dan melestarikan alam dan bukan berarti
memanfaatkan secara berlebihan atau mengeksploitasinya, yang berakibat
semakin banyaknya kerusakan-kerusakan yang terjadi.5
Thanthawi Jauhari lebih lanjut menjelaskan Terjadinya kerusakan dibumi
akibat peperangan dan agresi penyerangan angkatan bersenjata pesawat tempur,
sedangkan di laut kerusakan akibat peperangan kapal-kapal perang dengan
menggunakan rudal torpedo. yang dilakukan oleh manusia di bumi yang justru
menjadi bencana bagi manusia itu sendiri dan menjadi kerugian bagi mansuia itu
4Thantawi jauhari Tafsir al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an al-Karim, (Yogyakarta, 2008).h.37
5 Thanthawi Jauhari, Al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an, (Kairo: Mathba’ah al-Bab al-Halabi,thn), juz 14, h. 77
60
sendiri dan di akhirat nanti akan mendapat balasan apa yang telah diperbuatnya.
Seperti yang sering kita temui, di antaranya adalah pembuangan limbah-limbah
perusahaan tanpa penyaringan terlebih dahulu. Selain itu, pengambilan ikan yang
tidak memperhatikan etika yang baik. Banyak sekali manusia (nelayan)
mengambil ikan dengan cara yang kasar sekali, yakni dengan menggunakan bom
ikan. Hal ini akan berimbas pada pengrusakan ekosistem di dalam laut, yakni
pengrusakan terumbu karang yang memperindah laut.6
Ayat di atas menyebut darat dan laut sebagai tempat terjadinya fasad atau
kerusakan .Ini berarti daratan dan laut menjadi arena kerusakan, misalnya dengan
terjadinya pembunuhan dan perampokan di kedua tempat itu.Dan dapat berarti
juga bahwa darat dan laut sendiri telah mengalami kerusakan, ketidakseimbangan
serta kekurangan manfaat.Laut telah tercemar, sehingga ikan mati dan hasil laut
berkurang.Daratan semakin panas sehingga terjadi kemarau panjang. Alhasil,
keseimbangan lingkungan menjadi kacau
Kerusakan lainnya yang dapat kita jumpai, di darat adalah pengrusakan
terhadap tumbuh-tumbuhan.Banyak kita temukan tangan-tangan jahil yang tak
bertanggungjawab menebangi pohon-pohon yang ada di hutan hanya untuk
mendapatkan keuntungan sepihak, yakni untuk dirinya sendiri.Akibatnya hutan
menjadi gundul dan bila hujan tiba, tanah tidak mampu menyerap air. Sehingga
terjadi banjir yang berimbas pula pada orang lain. Selain itu, penebangan hutan
akan merusak ekosistem yang ada di dalamnya. Hewan-hewan menjadi resah
6 Tafsir al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an al-Karim, (Yogyakarta, 2008).h. 78
61
karena tidak ada pepohonan untuk dijadikan tempat tinggal sekaligus sumber
makanan bagi mereka.7
Kadang kita termenung kagum memikirkan ayat ini. Sebab ia bisa saja
ditafsirkan sesuai dengan perkembangan zaman sekarang ini. Misalnya tentang
kerusakan yang terjadi di darat karena bekas perbuatan manusia, ialah asap dari
zat-zat pembakar, minyak tanah, bensin, solar dan sebagainya. Bagaimana bahaya
dari asap-asap pabrik yang besar bersama asap kendaraan yang digunakan
manusia untuk bepergian kemana-mana. Udara kotor yang telah dihisap setiap
saat, sehingga paru-paru manusia penuh kotoran.
Kemudian diperhitungkan pula kerusakan yang terjadi di lautan.Air laut
yang rusak karena air tangki yang besar membawa bahan bakar (minyak tanah
ataupun bensin) pecah di laut.Demikian pula air dari pabrik-pabirk kimia yang
mengalir melalui sungai menuju lautan, lama kelamaan kian banyak.Hingga air
laut penuh racun yang mengakibatkan ikan-ikan mati8.
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, dalam Tafsir al-Maragi memberi komentar
terhadap surat Ar-Rum ayat 41, bahwa ayat itu menjadi isyarat bahwa telah
muncul berbagai kerusakan di dunia ini sebagai akibat dari peperangan dan
penyerbuan pasukan-pasukan, pesawat-pesawat terbang, kapal-kapal perang dan
kapal-kapal selam. Hal itu tiada lain karena akibat dari apa yang dilakukan oleh
umat manusia berupa kezaliman, banyaknya lenyapnya perasaan dari pengawasan
7Ahmad Mahmud Sulaiman, Tuhan dan Sains (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta,2001), Hal. 30.
8 Achmad Baichuni, Al-Quran dan Ilmu Pengetahuan Kealaman (Yogyakarta : PT. DanaBhakti Prima Yasa, 1997), hal. 273.
62
Yang Maha Pencipta. Mereka melupakan sama sekali akan hari hisab, hawa nafsu
terlepas bebas dari kalangan sehingga menimbulkan berbagai macam kerusakan di
muka bumi. Karena tidak ada lagi kesadaran yang timbul dari dalam diri mereka,
dan agama tidak dapat berfungsi lagi untuk mengekang kebinalan hawa nafsunya
serta mencegah keliarannya. Akhirnya Allah SWT. Merasakan kepada mereka
balasan dari sebagian apa yang telah mereka kerjakan berupa kemaksiatan dan
perbuatan-perbuatan lalu yang berdosa. Barangkali mereka mau kembali dari
kesesatannya lalu bertaubat dan kembali kepada jalan petunjuk. Mereka kembali
ingat bahwa setelah kehidupan ini ada hari yang pada hari itu semua manusia akan
menjalani penghisaban amal perbuatannya. Maka apabila ternyata perbuatannya
buruk, maka pembalasannya pun buruk pula. Sehingga keadilan menaungi
masyarakat semuanya, orang kuat merasa kasih sayang kepada orang yang lemah,
dan adalah manusia mempunyai hak yang sama di dalam menggunakan fasilitas
fasilitas yang bersifat umum dan masyarakat semuanya bekerja dengan
kemampuan yang seoptimal mungkin9
Penafsiran ayat di atas dalam lintasan tafsir klasik cenderung seragam.
Misalnya, Ibnu Katsir, dalam Tafsir Ibn Katsir, dan Abu Bakr al-Jaza`iri, dalam
Aisir al-Tafasir,10 ketika menafsirkann ayat di atas, keduanya menyatakan bahwa
yang dimaksud dengan kerusakan (fasad) dengan perbuatan syirik, pembunuhan,
maksiat, dan segala pelanggaran terhadap Allah. Hal ini disebabkan, pada saat itu
9Ahmad Mustafâ Al-Marâgî, Tafsîr al-Marâgî, jilid 21, (Mesir: Mustafa Al-BabiAl-Halabi, 1394 H/1974 M), hlm. 101
10 al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. Jilid II, hlm. 237.
63
belum terjadi kerusakan lingkungan seperti sekarang, sehingga fasad dimaknai
sebagai kerusakan sosial dan kerusakan spiritual semata.
Sedikit berbeda penafsiran ahli tafsir di atas, Quraish Shihab memaknai
fasad sebagai kerusakan alam yang akan menimbulkan penderitaan kepada
manusia.11 Di dalam salah satu karya fenomenalnya, Tafsir al-Misbah, dijelaskan
bahwa terjadinya kerusakan merupakan akibat dari dosa dan pelanggaran yang
dilakukan oleh manusia, sehingga mengakibatkan gangguan keseimbangan di
darat dan di laut.12
2. Penafsiran Zaghlul al-Najjār
ظھر الفساد في البر والبحر بما كسبت أیدي الناس لیذیقھم بعض الذي عملوا
یرجعون لعلھم Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatantangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Setelah melakukan rilis pada gas cair dan padat ilmuan menemukan
perbedaan berbeda dengan yang ada di tanah dan udara. zat padat adalah beberapa
jenis logam, seperti besi, emas, dan seng. Sedangkan Air, minyak dan bensin
merupakan contoh wujud cair. Contoh zat berwujud gas adalah udara, asap dan
uap air gas dioksida nitrogen dan sulfur. Gas ini bereaksi cepat dalam sel darah
merah dan mengnai paru-paru sehingga senyawa kimia ini menghambat darah
merah dan merusak kesehatan tubuh akibatnya sesak nafas, dan lebih bahaya lagi
merusak otak dan saraf sehingga menyebabkan kematian
11 Nadjamuddin Ramly, Islam Ramah Lingkungan, hlm. 20-21..12 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, hlm. 78.
64
Gas cair yang menyebabkan kerusan pada tanah yang disebabkan oleh
pembuangan limbah deterjen industri yang berwarna-warni dan lainnya, Hal ini
seperti penggunaan berlebihan dari air limbah yang diolah secara kimia untuk
mengairi tanaman, Sebagai hasil dari pabrik-pabrik ekstrusi, rumah sakit dan air
limbah lainnya ke sungai, yang mengakbat danau dan limbah laut, sehingga
mengarah ke pencemaran air dan lingkungan.13
Karbon monoksida mempunyai kapasitas yang sangat besar untuk
menyerap sinar matahari yang datang untuk meningkatkan suhu gas di permukaan
bumi. Gas ini sangat mengganggu pernafasan manusia dan hewan. gass oksida ini
memeiliki kerentatan yang tinggi dan cepat larut dalam sulfat. Dan asam inilah
yang sangat kuat dan memiliki kemampuan besar untuk memecahkan gas organik
dan anorganik yang bisa merusak jaringan organ manusia. jika terpapar oleh gas
ini pada tubuh akan mengakibatkan Aerosal reaksi senyawa kimia yang
berbahaya. Hal ini secara ilmia bahwa gas polutan meneyebar langsung
kemanusia seperti kanker, tumor dan penyakit pernafasan lainya 14
Peran berbagai pabrik kegian industri ( mobil pesawat, kapal yang
memiliki kebisingan mempunyai efek negatif. Dan Ulama tidak mengukur tingkat
pencemaran lingkungan terutama pada kota-kota industri padat penduduk, pada
tahun 1952 dimana kabut asap indusrti mengganggu lingkungan dan manusia
akibat dari asap pabrik industri. Akibat dari kabut asap ini menyebabkan banyak
13Zaghlul an-Najjar Tafsir ayatul kauniyah fi tafsir al-quran al-karim (Jakarta:AMZAH, 2006), hal. 453
14 Zaghlul an-Najjar Tafsir ayatul kauniyah fi tafsir al-quran al-karim , hal. 454
65
kematian lebih dari empat ribu orang. Hal yang yang sama juga terjadi pada
tahun 1962 di kota indusrti eropa dan Amerika
Polusi gas yang terdapat pada AC dan gas pada kaleng bekas pun berbeda.
Bahaya gas yang terdapat pada kaleng mempunya pengaruh pengurangan pada
ozon tanah yang akan nampak pada pada kerusakan tanah itu sendir. Kebocoran
bahan kimia yang sama dari pabrik seperti yang terjadi pada bencana popal di
india yang merenggut ribuan nyawa manusia dan hewan 15
Jutaan ton batu bara minyak dan gas alam perhari di berbagai Negara
menghasilkan gas beracun dan uap polutan padat,cair gas tersebut mempengaruhi
menaiknya suhu udara di permukaan bumi yang disebabkan fenomena pemanasan
global yang akhirnya berdampak pada keseimbangan iklim bumi yang
mengakibatkan gelombang kekeringan yang mematikan. Lebih dari enam juta
hektar lahan pertanian setiap tahun sejak di mulainya revolusi indusrti di eropa
barat dan menghancurkan lebih dari sepuluh juta hektar lahan hutan petani
menjadi miskin16
15 Zaghlul an-Najjar Tafsir ayatul kauniyah fi tafsir al-quran al-karim, hal. 45416Zaghlul an-Najjar Tafsir ayatul kauniyah fi tafsir al-quran al-karim (Jakarta: AMZAH,
2006), hal. 457
66
B. Proses Turunya Hujan Menurut Thantāwī Jauhārī
1. Penafsiran Thantāwī Jauhārī
Hujan merupakan anugerah yang diberikan Allah SWT bagi semua
makhluk di alam semesta. Tetesan air yang turun dari langit menjadi sumber
kehidupan bagi semua makhluk hidup. Berkat kekuasaan Sang Khalik, setiap saat
miliaran liter air berpindah dari lautan menuju atmosfer lalu kembali lagi menuju
daratan. Kehidupan pun bergantung pada daur air ini. 17
Hujan merupakan proses alam yang mendapat perhatian dari para ilmuan selama
bertahun-tahun. Selama penelitian berjalan, proses terbentuknya hujan begitu
sulit dipecahkan karena kurangnya tehnologi mutakhir pada saat itu. Barulah
setelah radar cuaca ditemukan, para ilmuan menemukan titik terang tentang proses
pembentukan hujan. 18
Temuan tentang proses turunya hujan ini menjadi hal yang mengagumkan
bagi ilmu pengetahuan modern. Selain karena waktu yang panjang dalam proses
penelitiannya, ilmuan ini juga membutuhkan peralatan mutakhir dalam melakukan
penelitian ini. Namun penelitian ini begitu sederhana dimata Allah SWT.
Pasalnya proses terjadinya hujan tertulis jelas dalam Al-Qur'an sejak 1400 tahun
silam, yakni dalam Al-Qur'an QS Ar-Ruum ayat 48.
17Manna Basunni, Tafsir-Tafsir al-Qur’an, Bandung, 1997, h. 8018 Manna Khalil al-Qaththan, StudiIlmu al- Qur’an, terj.Mudzakir. AS., LiteraAntar Nusa, Jakarta,1992, 529.
67
ماء كیف یشاء ویجعلھ كسفا یاح فتثیر سحابا فیبسطھ في الس الذي یرسل الر هللا
ا أصاب بھ من یشاء من عباده إذا ھم فترى الودق یخرج من خاللھ فإذ
یستبشرون Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah
membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya
bergumpal-gumpal; lalu kamu Lihat hujan keluar dari celah-celahnya, Maka
apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba- Nya yang dikehendaki-Nya,
tiba-tiba mereka menjadi gembira.(Q.S. Ar- Ruum: 48)
Menurut Thantawi Jauhari, firman Allah“ mengarahkan” maknanya adalah
mengarakkannya perlahan lahan dan lembut, seperti pengembala mengarak
ontanya, dia mengaraknya dengan lembut, dan angin menggerakkan awan.19
Kemudian sesudah itu antara yang satu dengan yang lainnya bersambung satu
sama lain, dan berkumpul satu sama lain kemudian Dia “menjadikannya betindih
tindih” antara satu sama lain layaknya pasir yang saling bertindih maksudnya
terkumpul. Imam al qurtubi berkata dalam makna kata “al wadqu” ada dua
pendapat ; salah satunya bermakna ‘ gemuruh’ dan yang kedua bermakna ‘hujan’.
Dan dia ini merupakan pendapat yang jumhur atau masyhur; dan dimisalkan‘
awan berbunyi, dan hujan berbunyi maksudnya dia menetes.
Allah menurunkan hujan dari awan raksasa ini untuk member kehidupan
bagi bumi.Dengan demikian setiap sudut bumi dapat menerima cukup air.Selain
itu, hujan yang turun dari langit murni dan bersih.Ia juga mengandung sejumlah
19 Thantawi Jauhary, Al-Jawaahir fi Tafsir Al-Qur’anil Kariim (Dar al-Fikr: Beirut, tt.),hal. 214
68
kecil garam dan mineral-mineral. Hal ini sungguh merupakan rahmat dari Allah
Swt., karena tanah menerima garam dan mineral yang ia perlukan dari air hujan.
Di dalam ayat di atas, Allah Swt. memberikan gambaran sikap orang
musyrik terhadap tanda-tanda yang diperlihatkan-Nya dengan perantaraan
gumpalan-gumpalan awan.Dari ayat ini, Allah Swt. menjelaskan bahwa begitu
sombongnya orang-orang musyrik yang tidak mau menerima kebenaran. Lalu jika
mereka melihat ada bagian dari langit yang jatuh, mereka hanya berkatasemua itu
hanyalah awan yang bertumpuk-tumpuk. Padahal, awan itu dapat mendatangkan
bencana bagi mereka
Setelah awan yang bergerak itu terkumpul, timbullah mega yang mendung
dan hitamlah dia karena mengandung hujan, maka keluarlah hujan dari celah-
celah awan itu.Turunlah segumpalan awan raksasa laksana gunung, mengandung
air.Ditumpahkannya ke suatu tempat yang Dia kehendaki. Memang, apabila kita
menaiki kapal udara dalam perjalanan yang jauh, awan-awan yang besar dan
tinggi tersebut memang terlihat seperti gunung, bahkan lebih besar dari gunung,
awan-awan laksanan gunung itulah persediaan yang disediakan Allah untuk
kehidupan bumi dan seisinya, karena kita senantiasa memerlukan air.20
Awan hujan merupakan gumpalan besar yang luasnya bisa berkisar 20
hingga 260 m² dan memiliki ketebalan antara 9.000 hingga 12.000 m. Akibat
dimensi yang luar biasa ini, bagian bawah awan hujan gelap. Sinarmatahari tidak
bisa menembusnya karena kandungan air dan partikel es di dalamnya sangat
20Thantawi Jauhary, tafsirAl-Jawaahir fi Tafsir Al-Qur’anil Kariim (Dar al-Fikr: Beirut,tt.), hal 276
69
rapat.Akibatnya, sangat sedikit energi surya yang mencapai bumi melalui awan-
awan tampak gelap bagi orang yang memandang dari bawah.Muatan listrik
terbentuk di dalam awan hujan.Muatan listrik ini dihasilkan oleh proses-proses
seperti pembekuan, pemecahan tetesan hujan, dan pembentukan muatan ketika
kontak terjadi. Kenaikan tiba-tiba dalam muatan listrik di sepanjang garis kilat
menimbulkan panas tinggi yang mencapai 10.000°C. Akibatnya, terjadi
pengembangan udara secara mendadak yang kemudian menimbulkan bunyi
menggelegar yang kita kenal sebagai petir (halilintar), guntur atau geledek.10
Dalam ayat di atas, Allah Swt. memberi peringatan kepada orangorang munafik
dengan perantaraan suara menggelegar dari petir.Ini merupakan salah satu ayat al-
qur’an yang mengandung kritik dan kecamankeras dalam rangka menyembuhkan
penyakit-penyakit jiwa manusia.21
Menurut Ibnu Katsir, Dan Allah (juga) menurunkan (butiranbutiran) es
dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, yakni,
sebagian ahli nahwu mengatakan kata min yang pertama untuk menunjukkan
permulaan, sedang min yang kedua untuk menunjukkan bagian, sementara min
yang ketiga untuk menunjukkan jenis. Pendapat ini berdasarkan kepada pendapat
sebagian ahli tafsir, bahwa firman Allah min jibaalin fiiha min barodin maknanya
di atas langit terdapat gunung-gunung es, dari situlah Allah menurunkan butiran
es.Adapun yang mengartikannya sebagai kinayah(arti kiasan) dalam gumpalan
21Agus Purwanto, Ayat-ayat semesta Sisi Al-Qur’an yang Terlupakan (Bandung: PT.Mizan Pustaka, 2008), cet. I, hal. 193 Mizan Pustaka, 2008), cet. I, hal. 193
70
awan, maka min yang kedua untuk menunjukkan permulaan, dan kedudukannya
adalah badal bagi min yang pertama.22
Lebih lanjut lagi menurut Ibnu Katsir, Maka ditimpakan-Nya (butiran-
butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa
yang dikehendaki-Nya.”Kemungkinan maksud dari firman Allah, yaitu Allah
menurunkan dua jenis hujan dari langit, yakni hujan es dan hujan salju.
Menurut Thantawi Jauhari, “Dan Kami turunkan air dari langit menurut
suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami
benar-benar berkuasa menghilangkannya” maksudnya kami turunkan untuk
kamu – wahai sekalian manusia – dengan kekuasaan kami dan kasih sayang kami,
air menurut satu ukuran. Maksudnya kami turunkan dengan ukuran tertentu, yang
mana dia bukan berupa banjir bandang yang menenggelamkan kamu, dan bukan
pula sedikit yang membuat kamu gersang, kelaparan dan kehausan. Hanya saja
kami menurunkannya dengan ukuran yang sesuai untuk memberikan manfa’at dan
menghilangkan kepayahan, sebagaimana Allah berfirman dalam ayat yang lain
“Dan kami tidak menurunkannya kecuali dengan ukuran yang tertentu ; dan
firmannya “Dan kami jadikan air itu menetap di bumi” maksudnya air yang turun
dari langit ini dengan ukuran tertentu sebagai nikmat yang kami berikan, kami
jadikan dia menetap di bumi supaya kamu memperoleh nikmat dengannya
mengeluarkannya dari berbagai sumur dan mata air dan lain lain.23
22Abdullah bin Muhammad, Jil. VI, hal. 70-7123 Thantawi Jauhari, .,hal.187
71
Menurut Fakhruddin Ar-Razi, Adapun firmannya “kami menetapkannya di
Bumi” dikatakan bahwa maknanya kami menjadikannya tetap di bumi. Ibn Abbas
RA berkata “ Allah menurunkan dari surga itu lima sungai yaitu sungai Sihun,
Wajihun, Dajlah, Al Farat dan Nil) kemudian akan mengangkatnya ketika Ya’juj
dan Ma’juj bangkit dan Al-Qur an juga akan diangkat.24
Menurut Thantowi Jauhari Allah sesungghunya berkuasa dengan air yang
turun yang sudah Allah tetapkan di dalam bumi, dan Allah jadikan air tersebut itu
meresap kedalam lapisan bumi yang paling rendah yang mana mereka tidak
sanggup untuk sampai kesana ataukami hilangkan ia dari bumi secara total.
Karena yang berkuasamenurunkannya itu adalah orang yang kuasa menghapuskan
dan menghilangkannya. Akan tetapi kami tidak melakukan itu karena sayangnya
Allah kepada kalian dan karena kemurahan bagi kalian, maka oleh sebab itu
bersyukurlah kalian atas nikmat nikmat kami, dan pergunakanlah nikmat itu di
jalan yang benar.25
Menurut Buya Hamka, turunnya hujan tersebut dengan jangka waktu
tertentu, tidak seturun-turunnya saja. Dijangkanya ruang dan
waktunya.Dijangkanya pula kekuatan yang terkandung dalam air itu, lalu
diendapkan ke bawah kulit bumi. Tetapi kadang-kadang tidak terendapkan
(tersimpan) air itu ke bawah, melainkan ke lorong – pondong sehingga bumi
tempatnya singgah menjadi gundul, lalu menjadi padang pasir dan tidak dapat
24Thantawi Jauhari,ayat-ayat kauniyah hal.18725 Thantowi Jauhari, ayat-ayat kauniyah hal. 321
72
ditanami lagi, airnya terus mengalir dengan deras ke hilir, tidak ada yang
menahan.26
Dengan adanya endapan air ke dalam tanah, bumi menjadi subur,
tumbuhlah disana apa yang dinamai hidup itu. Hiduplah tumbuh-tumbuhan karena
adanya bunga tanah.Apabila tumbuh-tumbuhan telah hidup, dapat pulalah
binatang-binatang hidup pula disana, sejak dari cacing dan ulat, jangkrik dan
kumbang, sampai kepada burung-burung, binatang berkaki empat, dan manusia
sendiri.
Menurut Fakhruddin Ar-Razi, Adapun firman Allah, Kami turunkan dia
dari langit dengan ukuran tertentu. Sungguh mereka berpendapat dalam
memberikan maknaAs-Samaa’Kebanyakan mufassir berpendapat“ hakikatnya air
itu turun darilangit. Dan maknanya jelas dalam lafadznya, dan ini dikuatkan
dengan firman Allah“Dan dilangit ada rezkimu dan apa yang dijanjikan
kepadamu”(Az-Dzaariyat ayat 22). Sebagian mereka mengatakan tentang yang
dimaksud itu adalah awan.27
2. Penafsiran Zaghlul al- Najjār
Hujan adalah anugerah dan karunia dari Allah sebagaimana yang telah
diungkapkan di dalam al-Qur’an dan Hadis. Karunia tersebut tidak lain
diperuntukkan bagi manusia di bumi. Manusia diperintahkan Allah untuk selalu
berpikir dan menghayati ciptaan-Nya. Sebagaimana proses terbentuknya hujan
26 Abdul Malik Abdul Karim, tafsir al-Azhar jakarta : Gema Insani ,Jilid. VI, hal. 477527 Fakhruddin Ar-Razi, Mafaatih al-Ghaib (Beirut: Dar el-Fikr, t.t), Jil. XII, hal. 80
73
yang baru diketahui oleh manusia setelah ditemukan berbagai alat dan teknologi
modern. Ketika manusia tidak memiliki pengetahuan apapun mengenai proses
terjadinya hujan, hal ini telah diungkapkan oleh al-Qur’an dan Hadis Nabi.
Siklus hujan yang di dalam kajian ilmiah sering disebut proses hidrologi
senantiasa tetap dan tidak berubah. Air di permukaan bumi yang menguap
ternyata jumlahnya sama dengan air yang diturunkan ke bumi melalui hujan.
Peristiwa alam ini membuktikan bahwa tidak ada seorangpun yang bisa
menciptakan hujan selain Allah. Di era kecanggihan teknologi, manusia bisa
menciptakan hujan buatan sebagai hasil dari proses berpikir tentang alam ini.
Proses hujan menajadi inspirasi bagi manusia untuk bisa berkarya demi
kepentingan manusia juga. Berdasarkan hadis dan penjelasan sains di atas, tidak
diragukan lagi bahwa hujan membawa manfaat yang besar bagi manusia. Hujan
adalah karunia dan rahmat dari Allah untuk hamba-Nya.28
Hujan merupakan proses yang sangat kompleks. Faktor-faktor yang
menyebabkannya pun termasuk hal-hal yang tidak dapat dikontrol oleh makhluk,
dan hujan terjadi melalui sejumlah reaksi ilmiah dan kimia yang belum diketahui
sepenuhnya, di antaranya perkisaran angin, penguapan air dari titik-titik air,
kemudian pengumpulan uap air yang dari berbagai aktivitas kehidupan. Juga
pemindahannya melalui angin menggerakkan awan, memadukannya dan
membentangkannya di langit, menggumpalkannya di atas ruang reaksi tertinggi
lapisan gas bumi. Angin terus-menerus menyuplainya dengan uap air yang
28 Syukri Hamzah,” Pendidikan Lingkungan”, Cet ke 1, (Bandung:Refika Aditama,2013),p.4
74
semakin memperkayanya dengan partikel-partikel debu yang bekerja seperti benih
untuk yang menebalkannya, sehingga membentuk butiran-butiran kecil air hingga
pada volume yang sesuai untuk menimbulkan hujan deras atau es. Selama proses
berlangsung, awan terus bergerak sehingga tidak ada yang bisa diketahui dimana
hujan akan turun, berapa kadarnya, dan kapan hujan ini turun kecuali hanya Allah
SWT29
الذي یرس ماء كیف یشاء ویجعلھ كسفا هللا یاح فتثیر سحابا فیبسطھ في الس ل الر
فترى الودق یخرج من خاللھ فإذا أصاب بھ من یشاء من عباده إذا ھم
یستبشرون Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allahmembentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannyabergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, makaapabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya, tiba-tiba mereka menjadi gembira
Hujan terjadi akibat adanya pengaruh konveksi di atmosfer bumi dan
lautan. Konveksi merupakan sebuah proses pemindahan panas oleh gerak massa
suatu fluida dari suatu daerah ke daerah yang lainnya. Massa atmosfer bagian
bawah dihangatkan oleh radiasi matahari dan oleh panas yang diradiasikan dari
bumi. Air akan menjadi uap melalui penguapan (evaporasi). Uap air juga bisa
berasal dari transpirasi tumbuhan, dan respirasi hewan dan manusia. Uap air di
atmosfer dibawa oleh angin dalam jarak yang jauh. Uap air yang naik terkumpul
di udara menjadi dingin dan mengalami proses pemadatan (kondensasi). Dari
hasil kondensasi akan menghasilkan awan. Awan-awan itu akan bergerak ke
29 Andi Rosadisastra, “Tafsir Kauniyah”Relasi Metode Saintifik dengan Tafsir Al-Qur’an”, Cet ke ,(Serang; Dinas Pendidikan Provinsi Banten, 2014),p. 211-212
75
tempat yang berbeda dengan bantuan hembusan angin baik secara vertikal,
diagonal, maupun horizontal.30
Gerakan angin vertikal ke atas menyebabkan awan bergumpal. Gerakan
angin tersebut menyebabkan gumpalan awan semakin membesar dan saling
bertumpang-tindih. Akhirnya gumpalan awan berhasil mencapai atmosfer yang
bersuhu lebih dingin. Di sinilah butiran-butiran air dan es mulai terbentuk. Karena
terlalu berat dan tidak mampu lagi ditopang oleh angin dan akhirnya awan yang
sudah berisi air ini mengalami presipitasi (proses jatuhnya air kepermukaan
bumi). Karena semakin rendah, mengakibatkan suhu semakin naik maka es/salju
akan mencair, namun jika suhunya sangat rendah, maka akan turun tetap menjadi
salju. hubungan antara angin dan hujan yang diketahui bahwa angin yang
menggerakkan awan. Namun penemuan ilmu meteorologi modern telah
menunjukkan peran mengawinkan oleh angin dalam pembentukan hujan.31
Di atas permukaan laut dan samudera, gelembung udara yang tak terhitung
jumlahnya terbentuk akibat pembentukan buih. Pada saat gelembung-gelembung
ini pecah ribuan partikel kecil terlempar ke udara. Partikel-partikel ini yang
dikenal sebagai aerosol, bercampur dengan debu-debu daratan yang terbawa oleh
angin dan selanjutnya terbawa ke lapisan atas atmosfer. Partikel-partikel ini
dibawa naik lebih tinggi oleh angin dan bertemu dengan uap air disana. Uap air
mengembun disekitar partikel ini dan berubah menjadi butiran air. Butiran air ini
mula-mula berkumpul membentuk awan kemudian jatuh ke bumi dalam bentuk
30Zaghlul an-Najjar Tafsir ayatul kauniyah fi tafsir al-quran al-karim,h.46431Zaghlul an-Najjar Tafsir ayatul kauniyah fi tafsir al-quran al-karim ,466
76
hujan. Jadi angin berperan mengawinkan uap air yang melayang di udara dengan
partikel-partikel yang dibawanya dari laut sehingga membantu pembentukan awan
hujan32.
Pemanasan air laut oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus
hidrologi. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk
hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut. Air
hujan berasal dari air dari bumi seperti air laut, air sungai, air danau, air waduk.
“Dialah Allah Yang mengirimkan angin…” یاح الذي یرسل الر هللا
Gelembung-gelembung udara yang jumlahnya tak terhitung yang dibentuk dengan
pembuihan di lautan, pecah terus-menerus dan menyebabkan partikel-partikel air
tersembur menuju langit. Partikel-partikel ini, yang kaya akan garam, lalu
diangkut oleh angin dan bergerak ke atas di atmosfir. Partikel-partikel ini, yang
disebut aerosol, membentuk awan dengan mengumpulkan uap air di
sekelilingnya, yang naik lagi dari laut, sebagai titik-titik kecil dengan mekanisme
yang disebut “perangkap air”.
Air pada umumnya mengalami proses penguapan atau evaporasi akibat
adanya bantuan panas matahari. Air yang menguap atau menjadi uap melayang
ke udara dan akhirnya terus bergerak menuju langit yang tinggi bersama uap-uap
air yang lain. Di langit yang tinggi uap tersebut mengalami proses pemadatan atau
kondensasi sehingga membentuk awan.
32 Zaghlul an-Najjar Tafsir ayatul kauniyah fi tafsir al-quran al-karim (Jakarta: amzah,2006), hal. 464
77
ماء كیف یشاء ویجعلھ كسفا فتثیر سحابا فیبسطھ في الس
Lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit
menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal
Awan-awan terbentuk dari uap air yang mengembun di sekeliling butir-butir
garam atau partikel-partikel debu di udara. Karena air hujan dalam hal ini sangat
kecil (dengan diamter antara 0,01 dan 0,02 mm), awan-awan itu bergantungan di
udara dan terbentang di langit. Jadi, langit ditutupi dengan awan-awan.
Dengan bantuan angin, awan-awan tersebut dapat bergerak kesana-kemari
baik vertikal, horizontal dan diagonal. Akibat angin atau udara yang bergerak pula
awan-awan saling bertemu dan membesar menuju langit atau atmosfer bumi yang
suhunya rendah atau dingin dan akhirnya membentuk butiran es dan air.
فترى الودق یخرج من خاللھ “lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya”
Karena berat dan tidak mampu ditopang angin akhirnya butiran-butiran air
atau es tersebut jatuh ke permukaan bumi (proses presipitasi). Karena suhu udara
semakin tinggi maka es atau salju yang terbentuk mencair menjadi air, namun jika
suhunya sangat rendah maka akan turun tetap sebagai salju.
Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb. kemudian akan
menguap ke angkasa atmosfer dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan
jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan
turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.
78
C. Pembentukan Sarang Lebah
1. Penafsiran Thnantāwī Jauhārī
ا یعرشون وأوحى ربك إلى النحل أن اتخذي من الجبال بیوتا ومن الشجر ومم
من بطونھا شراب ) ثم كلي من كل الثمرات فاسلكي سبل ربك ذلال یخرج 68(
رون ( 69مختلف ألوانھ فیھ شفاء للناس إن في ذلك آلیة لقوم یتفك )
Artinya: Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang dibukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat yang dibikin manusia." [QS. An-Nahl : 68]. "Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dantempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itukeluar minuman yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obatmenyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda kebesaran Tuhan bagi orang yang memikirkan." [QS. An-Nahl : 6933
Penafsiran Lebah dalam Kitab Jawahir fi Tafsir al-Qur’an
Allah berfirman: (Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah
sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat yang dibikin
manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah
jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar
minuman yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat
menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda kebesaran Tuhan bagi orang yang memikirkan. Maka lihatlah
bagaimana lebah membangun rumahnya digunung, dipohon-pohon, dan ditempat
33 Al-Qur’an terjemah perkata, hal. 274
79
yang disediakan manusia yang disebut “الخالیا”, ia menghasilkan minuman yang
bermacam-macam warnanya dan dapat menyembuhkan segala penyakit.34
Tantowi jauhari menyatakan lebah adalah hewan yang sangat gigih dalam
membangun rumah mereka dengan susunan yang sangat rapi dan menakjubkan.
Allah mengilhamkan kepadanya agar membangun rumahnya dalam bentuk
persegi enam, supaya tidak rusak dan tidak berlubang. Para pekerja itu juga
bertugas membersihkan rumah dan mengibaskan sayapnya untuk membantu
menguatkannya, disamping memperhatikan kerajaan dan melindunginya dari
serangan musuh, seperti semut, lalat dan sebagian burung.35
Penjelasan tentang “الخالیا” yakni tempat yang disediakan manusia, yakni tempat
yang disebut dengan “المربع” yakni potongan kayu yang berbentuk segi empat
panjang ( berbentuk balok) dan kemudian disusun dengan susunan bertingkat-
tingkat.
Beliau mengatakan bahwa dalam sarang lebah atau “ itu ada yang namanya ”الشكل
“ lilin lebah (propolis). yang dimaksud dengan ”الشمع“ ,madu ”العسل“ sarang ”الشكل
lebah adalah garis dari atas kebawah yang mengambil berbetuk segi enam, dan
membentuk Rumah/bangunan yang dapat menyimpan semuannya. Propolis adalah
material lengket berwarna gelap tedapat pada sarang lebah. Ia dibuat oleh lebah
dari hasil pencarian dan usaha mereka dalam mengumpulkan intisari/getah dari
semua tumbuhan. Propolis ini berguna untuk membangun sarang lebah. Dengan
34Tantowi Jauhari, tafsir al-jawahir Jilid 4. Hal 14735 Tantowi Jauhari, tafsir al-jawahir Jilid 4. Hal 148
80
bangunan yang bersegi enam dan bertingkat-tingkat, Sarang lebah ini dapat di
qiyaskan kepada hal yang lebih besar yakni susunan langit dan bumi.
Lebah-lebah pekerja menghisap serbuk bunga-bunga, lalu serbuk itu turun
dan berkumpul dalam sebuah kantong yang ada di dalam perutnya. Disanalah
serbuk itu bercampur dengan cairan khusus, lalu berubah menjadi madu. Lebah
memetik nektar lalu mengeluarkannya melalui air liurnya sebagai madu murni
(yang belum diperas dari lilinnya). Kemudian lebah kembali kerumahnya untuk
mengeluarkannya untuk mengeluarkan madu dari mulutnya di rumah-rumah lilin
yang dikhususkan untuk menyimpan madu. Setiap kali rumah itu penuh, lebah
menutupinya dengan lapisan lilin, dan berpindah kerumah lain.
Penjelasan "خناثى النحل" yaitu lebah yang tidak perempuan dan juga tidak
laki-laki. Jumlah mereka sangat banyak dari 20.000-30.000 dalam satu qobilah
atau sarang. Tugasnya adalah menjaga telur, menetaskannya, dan memetik intisari
bunga dan menyimpannya dalam perutnya, dan mengeluarkan madu dari
mulutnya untuk memberi makan lebah muda.
Penjelasan selanjutnya mengenai lebah pekerja “الشغالة” Lebah pekerja
adalah kelompok yang jumlahnya paling banyak dalam koloni atau dalam sarang.
Lebah pekerja juga berasal dari sel telur yang dibuahi. Ovariumnya tidak
berkembang sempurna sehingga tidak dapat bertelur. Lebah pekerja
bertanggungjawab kesejahteraan koloni. Kecuali tugas reproduksi, semua
pekerjaan pada koloni lebah madu sepenuhnya dilakukan oleh lebah pekerja.
Tugas lebah pekerja sesuai dengan perkembangan umur. Dari mulai menetas
81
sampai umur tiga hari sebagai petugas kebersihan. Umur 3-12 hari bertugas
sebagai perawat larva. Sejak hari ke 13-18 bertugas membuat dan memoles sisiran
sarang. Dari umur 18 sampai 20 bertindak sebagai pengawal dan menjaga
kesegaran udara di dalam sarang. Mulai hari ke-20 sampai datangnya kematian
lebah bertugas mengumpulkan nektar, polen, propolis dan air. Dimasa tuanya
lebah pekerja berperan sebagai pemandu bagi lebah muda untuk mencari lokasi
pengumpulan nektar, polen, propolis dan air.
Penjelasan tentang ) (الیعسوب النحل. Sesungguhnya ia ((الیعسوب hinggap dan
memakan intisari dari segala bunga dari pohon-pohon. Apa yang disimpan
didalam perutnya itu menghasilkan minuman yang sangat manis dan didalamnya
terdapat obat bagi manusia sebagaimana firman Allah diatas. bentuknya, berbadan
sedang, dan mempunyai dua sayap agak pendek.36 Lebah ratu merupakan
pemimpin koloni dan bertanggung jawab terhadap keutuhan dan kekompakkan
koloni. Tugas utamanya adalah menghasilkan telur untuk perkembangan koloni
yang telur itu menghasilkan “الشغالة” atau “"العاملة. Di dalam satu koloni hanya ada
seekor ratu yang mampu yang mana ia bertelur setiap 3 minggu sekali, jumlah
telurnya 6000-12000 telur. Pada satu musim kawin, ratu kawin dengan beberapa
lebah jantan. Perkawinan terjadi beberapa kali dengan lebah jantan yang lain
sampai ratu merasa cukup memperoleh spermatozoa dan menyimpannya di dalam
spermateka (kantong sperma pada serangga). Dua sampai tiga hari kemudian ratu
mulai bertelur secara terus menerus sampai umur 3 - 5 tahun atau sampai habisnya
simpanan sperma.
36Thantawi Jauhary, tafsirAl-Jawaahir fi Tafsir Al-Qur’anil Kariim (Dar al-Fikr: Beirut,tt.), hal 150
82
Penjelasan tentang al-dzakar ( atau Lebah jantan, ia berasal dari telur (الذكر
yang tidak dibuahi. Lebah ini berfungsi sebagai lebah pemacek, yakni mengawini
ratu muda. Jika beruntung, seekor lebah jantan hanya dapat kawin sekali selama
hidupnya, karena setelah berhasil mengawini ratu, lebah ini akan mati. Karena
sifatnya yang pemalas, pada saat krisis makanan, banyak lebah jantan dibunuh
oleh lebah pekerja. Jumlah mereka dalam satu qobilah sekitar 500-1.000 ekor
tidak lebih.37
2. Penafsiran Zaghlul-al-Najjār
ا یعرشون وأوحى ربك إلى النحل أن اتخذي من الجبال بیوتا ومن الشجر ومم
) ثم كلي من كل الثمرات فاسلكي سبل ربك ذلال یخرج من بطونھا شراب 68(
رون (مختلف ألوانھ 69فیھ شفاء للناس إن في ذلك آلیة لقوم یتفك )
Artinya:
Dan Tuhamu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit,di pohon-pohonkayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia." (16: 68)Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalanTuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman(madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yangmenyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan. (16:69)
Artinya: “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-
sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin
manusia". Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan
tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu
37Thantawi jauhari ayat-ayat kauniyah ,h 145
83
ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat
obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang
memikirkan”.(Al-Qur’an, al-Nahl 16: 68)
Dalam ayat di atas terdapat ungkapan “awha” (diwahyukan). Perkataan
wahyu memiliki dua makna yang asli, yaitu tersembunyi dan cepat. Karena itu,
ada yang mengatakan bahwa wahyu adalah memberi petunjuk secara tersembunyi
dan cepat, yang khusus kepada penerima wahyu itu, tanpa diketahui oleh yang
lain. Secara bahasa, wahyu mempunyai beberapa makna, di antaranya: ilham,
isyarat yang cepat sebagai petunjuk, bisikan, perintah-perintah yang diberikan
Allah S.W.T. kepada para malaikatNya untuk dilaksanakan.38
ibn Kathir mengemukakan bahwa wahyu dalam ayat tersebut bermaksud
ilham, petunjuk atau irshad (bimbingan). Sedangkan menurut al-Qurtubi bahwa
semua hewan pun mendapat ilham daripada Allah S.W.T. supaya mereka dapat
mencari maslahahnya, mengatur hidupnya secara berdisiplin dan tertib
danmenjauhi sesuatu yang akan memudaratkannya dengan kata lain agar mereka
dapat mempertahankan hidupnya. Selain itu, benda yang tidak bernyawa pun
mendapat ilham dari Allah S.W.T., sebagaimana yang berlaku kepada bumi. Jadi
perkataan wahyu dalam ayat 68 surah al-Nahl, bermakna ilham, petunjuk atau
bimbingan, maksudnya Allah S.W.T. memberi ilham dan petunjuk kepada lebah
madu dan menetapkan dalam dirinya, supaya membuat sarang di sebagian bukit-
38Zaghlul an-Najjar Tafsir ayatul kauniyah fi tafsir al-quran al-karim (Jakarta:AMZAH, 2006), hal. 495
84
bukit, pohon-pohon dan juga di sebagian tempat-tempat yang dibangun oleh
manusia. Selain itu, diilhamkan juga untuk memakan semua al- Thamarat (buah-
buahan) sesuai dengan yang dikehendakinya, dan menghasilkan madu yang dapat
berfungsi sebagai obat bagi manusia. zaghlul an-Najar mengemukakan bahwa
Allah S.W.T. telah memberikan ilham kepada lebah dengan cara menetapkan
dalam hatinya dan mengajarkannya dalam bentuk yang hanya Allah S.W.T. saja
yan lebih mengetahuinya, tidak ada seseorang pun yang dapat melakukannya
sehingga lebah sangat cermat dalam binaannya dan sangat cerdas dalam mengurus
urusannya serta melakukan apa yang menjadi masalah baginya, sebagai bukti
yang sangat jelas bahwa Allah S.W.T. yang telah memberikan ilmu dan
kecerdasan tersebut kepadanya. Sedangkan menurut Sayyid Qutub, lebah-lebah
itu bekerja secara fitrah sesuai dengan ilham yang diberikan oleh Allah S.W.T.
Ilham itu mendorong lebah bekerja mengikut perintahNya. Proses kerjanya yang
sistematis dan berkualitas tinggi, melemahkan akal yang berfikir untuk bekerja
sehalus itu, baik di dalamcara-cara pembagian kerja di antara kumpulan-kumpulan
atau cara ia mengeluarkan madu yang bersih.39
Dalam kamus Lisan Arab, kata al-Nahl (bentuk mufradnya al-Nahlah) adalah
serangga penghasil madu. Abu Ishaq al-Zajjaj mengatakan, dinamakan dengan al-
Nahl (lebah madu), karna Allah S.W.T. telah mengkurniakan madu kepada
manusia yang keluar dari perutnya. Sedangkan yang lain mengatakan bahwa al-
Nahl boleh menjadi mudhakkar dan mu`annath. Ia menjadi mu`annathdalam
bahasa Hijaz, kerana itu ia dimu`annathkan oleh Allah S.W.T.Lebah madu yang
39Zaghlul an-Najjar, Tafsīr Al-āyātul Kauniyyah fīl Qur’ānil Karīm, (al-Qāthirah:Maktabah as-Syarqiyyah ad-Dauliyyah, 2007), jil. 3, h. 467.
85
dimaksudkan dalam Al-Qur’an, hidup di dalam kelompok atau masyarakat yang
berdisiplin, rapi dan tertib. Kerana itu, nama surat tersebut yakni al-Nahl, dengan
menggunakan lafaz jama (yang menunjukkanbanyak). Lebah madu memiliki
penduduk yang banyak, bahkan kadangkala di dalam satu koloni dapat mencapai
40,000 hingga 80,000 lebah madu betina, lebih kurang 200 lebah madu jantan dan
seekor lebah ratu. Jadi kehidupan lebah dan aktivitasnya mengandung hikmah dan
berbagaikeajaiban yang menakjubkan, yang apabila mau dikaji dan difahami
maka akan ditemukan lebih banyak lagi keajaiban yang terungkap dan diketahui
sifat-sifat yang yang dimiliki oleh lebah yang dapat dijadikan sebagai pengajaran
bagi manusia di dalam menjalani kehidupan.40
D. Perbedaan dan Persamaan Penafsiran Thantāwī Jauharī Dan Zaghlul
Al-Najjār
1 . Perbedaan Penafsiran
Salah satu nama besar ahli tafsir di era modern yang menggunakan corak
ilmu pengetahuan dan sains ialah syaikh Thantawi Jauhari dan Zaghlul al-Najjar
kedua toko tersebut ketika menafsirkan al-quran dengan menggunakan
pendekatan menjurus pada sains modern. Hal ini terbukti pada karyakaryanya
yaitu al-jawahir fi tafsir al-quran al-karim dan tafsir ayatul kauniyah fi tafsir al-
quran al-karim karya zaghlul al-najar. Dalam kitab tafsirnya beliau menunjukkan
40 Zaghlul an-Najjar Tafsir ayatul kauniyah fi tafsir al-quran al-karim (Jakarta:AMZAH, 2006), hal. 498
86
bahwa pengetahuan sains pada hakekatnya merujuk pada al-quran, namun
keduanya mempunyai perbedaan penafsiran masing masing. Hal ini terlihat pada
saat menafsirkan ayat al-quran surat al-rum ayat 41
Perbedaan penafsiran thantawi jauhari pada surat al-rum ayat 41. Beliau
membagi bentuk kerusakan yang berasal dari manusia dan alam lalu menguraikan
keduanya; dan menjelaskan macam-macam penyakit yang ditimbulkan akibat
kerusan alam. Lebih lanjut thantawi Jauhari menjelaskan akibat kerusakan yang
terjadi di laut akibat serangan kapal-kapal perang dengan menggunakan rudal
torpedo. angkatan bersenjata pesawat tempur, sedangkan kerusan di darat atau
bumi di sebakan angkatan bersenjata pesawat tempur.
Sedangkan Zaglul al-Najjar ketika menafsirkan surat al-rum ayat 41 lebih
cenderung terlihat kajian ilmu sainsya . hal ini terlihat ketika menjelaskan Gas
yang ada di darat, laut dan udara lalu menjelaskan bahaya gas dari masing –
masing tempat.
Penafsiran thantawi Jauhari dan zaghlul al-najar Surat al-rum ayat 48
Penafsiran Thantawi Jauahri pada surat al-rum ayat 48 beliau memulai
penafsiranya dengan kata سحابا yang artinya menggerakkan kemudian menjelaskan
dengan pendekatan sains hal ini terlihat Setelah awan yang bergerak itu
terkumpul, timbullah mega yang mendung dan hitamlah dia karena mengandung
hujan, maka keluarlah hujan dari celah-celah awan itu. Turunlah segumpalan
awan raksasa laksana gunung, mengandung air.Ditumpahkannya ke suatu tempat
yang Dia kehendaki. hujan merupakan gumpalan besar yang luasnya bisa berkisar
87
20 hingga 260 m² dan memiliki ketebalan antara 9.000 hingga 12.000 m. Akibat
dimensi yang luar biasa ini, bagian bawah awan hujan gelap. Sinar matahari tidak
bisa menembusnya karena kandungan air dan partikel es di dalamnya sangat rapat.
Akibatnya, sangat sedikit energi surya yang mencapai bumi melalui awan-awan
tampak gelap bagi orang yang memandang dari bawah.
Penafsiran zaghlul al-najjar Surat al-rum ayat 48
Zaghlul al-najar sebelum menafsirka ayat یاح الذي یرسل الر هللا terlebih dahulu
menjelaskan proses turunya hujan dengan pendekatan sains. Hujan terjadi akibat
adanya pengaruh konveksi di atmosfer bumi dan lautan. Konveksi merupakan
sebuah proses pemindahan panas oleh gerak massa suatu fluida dari suatu daerah
ke daerah yang lainnya. Massa atmosfer bagian bawah dihangatkan oleh radiasi
matahari dan oleh panas yang diradiasikan dari bumi. Air akan menjadi uap
melalui penguapan (evaporasi). Uap air juga bisa berasal dari transpirasi
tumbuhan, dan respirasi hewan dan manusia. Uap air di atmosfer dibawa oleh
angin dalam jarak yang jauh. Uap air yang naik terkumpul di udara menjadi
dingin dan mengalami proses pemadatan (kondensasi). Dari hasil kondensasi akan
menghasilkan awan. Awan-awan itu akan bergerak ke tempat yang berbeda
dengan bantuan hembusan angin baik secara vertikal, diagonal, maupun
horizontal
Lalu menafsirkan kalimat یاح الذي یرسل الر هللا Gelembung-gelembung udara
yang jumlahnya tak terhitung yang dibentuk dengan pembuihan di lautan, pecah
terus-menerus dan menyebabkan partikel-partikel air tersembur menuju langit.
88
Partikel-partikel ini, yang kaya akan garam, lalu diangkut oleh angin dan bergerak
ke atas di atmosfir. Partikel-partikel ini, yang disebut aerosol, membentuk awan
dengan mengumpulkan uap air di sekelilingnya, yang naik lagi dari laut, sebagai
titik-titik kecil dengan mekanisme yang disebut “perangkap air
Penafsiran surat al-Nahl ayat 58-59
Thantawi Jauhari dalam menafsirkan ayat tentang sarang ini sangat detail
sekali yang dimulai dengan pembentukan sarang lebah dalam segi enam yang
menggambarkan seperti langit selanjutnya Thantawi Jauhari menjelaskan tentang
pembagian tugas lebah masing masing sesuai umur. Umur 3-12 hari bertugas
sebagai perawat larva. Sejak hari ke 13-18 bertugas membuat dan memoles sisiran
sarang. Dari umur 18 sampai 20 bertindak sebagai pengawal dan menjaga
kesegaran udara di dalam sarang. Mulai hari ke-20 sampai datangnya kematian
lebah bertugas mengumpulkan nektar, polen, propolis dan air.. Ada yang mencari
atau mengumpulkan intisari atau getah dari tumbuhan lalu dikumpulkanlah. Lebih
lanjut thantawi menjelaskan bahwa dalam satu sarang lebah terdapat 20.000-
30.000 Qabilah. Tugasnya menjaga telur, menetaskanya dan memetik intisari
bumi dan menyimpanya di perut.
Sedang Zaghlul al-Najjar ketika menafsirkan ayat tersebut bahwa Allah
S.W.T. telah memberikan ilham kepada lebah dengan cara menetapkan dalam
hatinya dan mengajarkannya dalam bentuk yang hanya Allah S.W.T. saja yan
lebih mengetahuinya, tidak ada seseorang pun yang dapat melakukannya sehingga
lebah sangat cermat dalam binaannya dan sangat cerdas dalam mengurus
89
urusannya serta melakukan apa yang menjadi maslahah baginya, sebagai bukti
yang sangat jelas bahwa Allah S.W.T. yang telah memberikan ilmu dan
kecerdasan tersebut kepadanya.
Lebah madu memiliki penduduk yang banyak, bahkan kadangkala di
dalam satu koloni dapat mencapai 40,000 hingga 80,000 lebah madu betina, lebih
kurang 200 lebah madu jantan dan seekor lebah ratu. Jadi kehidupan lebah dan
aktivitasnya mengandung hikmah dan berbagai keajaiban yang menakjubkan,
2. Persamaan
Sebagaimana dalam kitab Tafsīr Al-āyātul Kauniyyah fīl Qur’ānil Karīm,
dan tafsīr al-jawāhīr fī tasīr al-qurān al-karīm. ketika keduanya menafsirkan
sebuah ayat, pertama kali yang di jelaskan adalah dari segi kebahasaan. Dalam
bahasa, kata فسد yang berarti rusak. Dan المفسد isim fail الفسد yaitu sumber, sebab
kerusakan.
Adapun cara keduanya dalam menerangkan tafsirnya, di setiap awal surat,
beliau terlebih dahulu menjelaskan poin-poin kandungan isyarat ilmiah yang
terdapat dalam surat dan yang berkaitan dengan ayat yang akan dibahas.
Selanjutnya, keduanya menafsirkan ayat tertentu dengan memaparkan pandangan
secara umum yang berdasarkan tafsir lafdzi atau yang berkaitan dengan
kebahasaan. Setelah itu, keduanya menafsirkan berdasarkan pandangan ilmiah
sebagaimana dengan latar belakang masing-masing. Dalam beberapa pembahasan
keduanya juga mencantumkan hadits-hadits yang mendukung, dan dalam akhir
90
pembahasan beliau juga menyuguhkan dan memberi keterangannya dengan
menggunakan gambar-gambar yang sesuai dengan ayat yang dibahas.
91
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia telah diperingatkan Allah swt dan Rasul-Nya agar jangan
melakukan kerusakan di bumi, akan tetapi manusia mengingkarinya. Allah swt
berfirman “Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah membuat kerusakan di
muka bumi, mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang
mengadakan perbaikan.” (Keingkaran mereka disebabkan karena keserakahan
mereka dan mereka mengingkari petunjuk Allah swt dalam mengelola bumi ini.
Sehingga terjadilah bencana alam dan kerusakan di bumi karena ulah tangan
manusia. Allah swt berfirman :
Setelah mengikuti uraian panjang pemikiran Thanthāwī Jauharī dan Zaglul
al-Najjār dalam menafsirkan ayat-ayat tentang ekologi yang penulis jadikan objek
penelitian dalam skripsi ini dan kontekstualisasi penafsirannya dalam sistem
keseimbangan alam, Thanthāwī Jauharī dan Zaglul al-Najjār dalam menafsirkan
ayat-ayat tentang kerusakan alam , keduanya menjelaskan hal-hal berbeda terkait
ilmu sains, baik dalam satu ayat tertentu maupun gabungan antar ayat yang
berbeda. Mengenai penafsiran kerusakan ekosistem alam zaglul al-Najjar terlihat
lebih kental pada sains sedangkan, Thanthawi Jauhari ketika menafsirkan
ekositem alam beliau lebih banyak menjelaskan mengenai penyakit yang di
timbulkan, sehingga menekankan satu hal yang penting, bagaimana manusia bisa
menjaga dan melestarikan alam. Begitu juga ketika keduanya menafsirkan ayat
tentang proses terjadinya turun hujan. Kedua tokoh tersebut terlihat menggunakan
92
pendekatan sains nya untuk menafsirkan ayat. Namun Zaglul al-Najjar lebih
terlihat ilmu sainsnya di banding Thanāwī Jauharī
Thanāwī Jauahrī juga menjelaskan tentang tugas manusia sebagai Khalifah
di bumi untuk menjaga dan melestarikan alam, bahwa setiap manusia diharuskan
menjaga dan melestarikan alam supaya tidak terjadi kerusan alam dan
menimbulkan berbagai penyakit yang di akibatkan kerusan lingkungan
B. Saran-saran
Berdasarkan dari kesimpulan di atas dan guna meningkatkan kajian-kajian
di bidang tafsir ilmy di masa mendatang, maka perlu kiranya diperbanyak kajian-
kajian tentang naskah kitab-kitab tafsir baik yang klasik maupun yang
kontemporer yang jumlahnya sangat banyak, sehingga pembahasan mengenai ayat
–ayat kauniyah tentang lingkungan tersebut dapat di pahami dengan muda dan di
buktikan dengan ilmu sains dengan sebaik-baiknya, dan menjadi sumber kajian
yang tidak ada habisnya di masa yang akan datang.
Terlebih lagi karya-karya ulama nusantara, sehingga ketokohan dan buah
pemikiran mereka dapat diangkat ke permukaan, baik di lingkup kawasan regional
dan internasional. Ulama nusantara yang punya kiprah internasional jumlahnya
sangat banyak, akan tetapi sumber bacaan atau informasi yang membahas tentang
mereka sangat sedikit. Pada gilirannya hal ini akan memberikan motivasi yang
sangat besar terhadap para pelajar dan mahasiswa lokal yang menekuni bidang ini.
93
DAFTAR PUSTAKA
Asākir, ‘Abdurraḥmān bin. Kitāb al-Arba‘īn al-Buldānīyah. Beirut: Dār al-Fikr,
1992.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta:
Rinneka Cipta, 2002), 114
Asy‘arī, Hasyim, Arba‘īn Ḥadītsan Tata‘allaq bi Mabādī‘ Jam‘iyyah Nahḍah al-
‘Ulamā, t.t.
Azami, MM. Metodologi Kritik Hadis. Jakarta:Pustaka Hidayah, 1992.
Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
Abad XVII dan XVIII. Bandung: Penerbit Mizan, 1995.
Alavi, Khālid. A Brief Survey of Arba’in Literature. In Journal Islamic Studies,
Azra, Azyumardi. Ulama Indonesia di Haramain. Ulumul Qur’an, III, 3, 1992.
al Qur’an dari Abad XVII Sekarang), Jurnal Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an-Hadis,
Vol. 05, No. 01, (Januari 2004).
Bakry, Shadruddîn. Al-Arba‘ūn Ḥadīthan, al-Arba‘ūn min Arba‘īn ‘an Arba‘īn.
Beirut: Dār al-Gharb al-Islāmī, 2005.
Bruinnesen, Martin Van. Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat. Bandung: Mizan,
1995.
Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai,
Jakarta: LP3ES, 1994,
Dimyati, Ayat. Hadits Arba’in, Masalah Aqidah, Syariah dan Ahklaq. Bandung:
Penerbit Marja, 2001.
Al-Fādānī, Muḥammad Yāsīn. al-Arba‘ūn al-Buldānīyah. Beirut: Dār al-Basyā`ir
al-Islāmīyah, 1986.
------------. al-Arba‘ūn Ḥadīthan. Beirut: Dār al-Basyā’ir al-Islāmīyah, 1983.
------------. Iṭāf al-Mustafīd bi Gharar al-Asānid. Beirut: Dār al-Basyā`ir al-
Islāmīyah, 1983.
94
------------. Kifayah al-Mustafīd Lima ‘Alā min al-Asānīd. Beirut: Dār al-Basyā`ir
al-Islāmiyah, 1987.
Al-Falimbani, Mukhtāruddin. Bulūgh al-Amānī. Beirut: Dār al-Qutaybah, 1988.
Al-Fathani, Ibnu. “Syaykh Yasin Isa al-Fadani (1916-1990),” (Online),
http://ibnufathani.blogspot.com, diakses: 21 Oktober 2009
Fathullah, Ahmad Lutfi, 40 Hadis Mudah Dihafal Sanad dan Matan, Jakarta: al-
Mughni Press, 2014.
Hartati, Membumikan Hadits Dan Meningkatkan Pemahaman Agama, Ciputat:
Cinta Buku Media, 2015.
Hāsyim, ‘Umar, Al-Sunnah al-Nabawiyyah. Mesir: Maktabah Gharib, t.t. 1984.
Ismail, Hasan, Ke-hujjah-an Hadis Dasar-dasar NU (Nahdhatul ‘Ulama) dalam
kitab; Arba‘īn Ḥadīthan Tata‘allaq bi Mabādī‘ Jam‘iyyah Nahḍah al-
‘Ulamā: Karya KH. Hasyim Asy‘ari, (Skripsi Ushuluddin, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta; 2013).
Hernedi Ma’ruf, Bencana Alam dan Kehidupan Manusia dalam Perspektif al-Qur’an,
Ikhtiyar Van Hoeve, 1993),
------------. The Concept of Arba’in and Its Basis in The Islamic Tradition. In
Journal Islamic Studies, 1983.
Ismail, M. Syuhudi, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis; Telaah Kritis dan Tinjauan
dengan Pendekatan Ilmu Sejarah, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005)
Itr, Nur al-Dīn Manhaj al-Naqd fī ‘Ulūm al-Ḥadīth, Beirut: Dār al-Fikr, 1979.
Al-Kattānī, Muḥammad Ibn Ja’far. Al-Risālah al-Mustaṭrafah. Beirut: Dār al-
Basyā’ir al-Islāmīyah, 1986.
Khalīfah, Hāji, Kasyf Al-Zhunūn. Istanbul: 1941.
Makluf, Louis, Qāmus al-Munjid fi al-‘Ilmi wa al-A‘lam. Beirut: Dār al-Masyariq,
t.t.
Masyhuri, Ahmad Aziz, 99 Kiai Kharismatik Indonesia, Yogyakarta; Kutub,
2008.
95
Muhajirin, Transmisi Hadis Di Nusantara; Peran Ulama Hadis Muhammad
Mahfūzh al-Tarmasi, (Disertasi sekolah pasca sarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta: 2009).
Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan,
Jakarta: Bulan Bintang, 2003.
Nata, Abuddin , Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.
Nawadi, Solah, “Syaykh Yasin Isa al-Fadani (1916-1990),” (Online)
http://solahnawadi.blogspot.com, diakses: 21 Oktober 2009.
Al-Nawawī, Yaḥya & Ibnu Rajab, Sejarah Hadits Khomsin Nawawījah dan
Syihabiyah, terj.Moh. Abdai Rathomy. Bandung: PT Alma’arif, 1969.
Al-Nawawī, Yahya, Al-Arba‘īn Al-Nawawīyah. Surabaya: Penerbit Miftah, t.t.
Rahmadi dan Husaini Abbas, Islam Banjar Genealogi dan Referensi Intelektual
Dalam Lintasan Sejarah, Banjarmasin: IAIN Antasari Press, 2012.
Riduwan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula.
Bandung: Alfabeta, 2008.
Rosyad, Sabilur, “Syaykh Yasin Al-Fadani.”(Online), http://sabilurrosyad.
blogspot.com, diakses 21 Januari 2009.
Sachrony, “Syech Yasin Al-Fadani Ulama Mekkah Keturunan Indonesia,”
(Online) http://sachrony.wordress.com, diakses 05 Agustus 2009.
Sumantri, Jujun Suria. Penelitian Ilmiah, Kefilsafatan dan Keagamaan: Mencari
Paradigma Kebersamaan. Jakarta: 1992.
Suparta, Munzir & Ranuwijaya, Utang. Ilmu Hadis. Jakarta: Rajawali Pers, 1993.
Syariati, Ali. Sosiologi Islam. Yogyakarta: Ananda, 1982.
Ṭaḥḥān, Maḥmūd, Ushūl al-Takhrīj wa Dirāsat al-Asānīd, Riyadh: Maktabah al-
Rusyd, 1978.
Tasrif, Muhammad, Studi al-Quran di Indonesia (Telaah Historis terhadap Studi
Shaukat, Jamila, “Classification of Hadits Literature,” Islamic Studies 3 (Autumn
1985).
96
Al-Tirmasī, Muḥammad Maḥfūẓ, al-Minḥah al-Khairiyah, (Demak: Hafîdz al-
Mu’allif Harir Ibn Muhammad Maḥfūẓ al-Tirmasī, 1990.
Unus, Syukeri, 40 Hadis Kelebihan Ilmu dan Ulama, Banjar: Yayasan Islam
Nurul Hidayah Yasin.
Ya’kub, Ali Mustafa, Kritik Hadis, Jakarta : Pustaka Firdaus, 1995.
Yūsuf al-Nabhāni, Risālah al-Ahādīth al-Arba‘īn min Amthāl Afṣah al-‘Ālamīn.
Kuwait: Maktabah Dār al-Ghurūbah, 1988.
Zahroh, Abu. Al-Hadīth wa al-Muḥaddithūn. Riyadh: Idārat al-Buhūts al-
‘Ilmīyah, 1984.