australia and papua new guinea-revisi

30
GEOGRAFI DAN MANAJEMEN ENERGI DI AUSTRALIA DAN PAPUA NUGINI Disusun oleh: Dea Amelia 361003/C Jauhari Wicaksono 361007/C M. Syaiful Arifin 361012/C TEKNOLOGI GAS III

Upload: dea-amelia

Post on 03-Jul-2015

100 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

GEOGRAFI DAN MANAJEMEN ENERGI DI AUSTRALIA DAN PAPUA NUGINIDisusun oleh: Dea Amelia Jauhari Wicaksono M. Syaiful Arifin 361003/C 361007/C 361012/C

TEKNOLOGI GAS III

PTK AKAMIGAS - STEM

GEOGRAFI DAN MANAJEMEN ENERGI DI AUSTRALIA DAN PAPUA NUGINI

E

nergi mempunyai peran yang sangat vital terhadap segala aktivitas industri di muka bumi ini. Berbagai kegiatan tanpa adanya energi sebagai penggerak maka kegiatan tersebut tidak akan jalan. Energi tersebut dapat berupa energi

terbarukan dan tidak terbarukan. Energi terbarukan dapat berupa energi panas bumi, sinar matahari, tenaga angin, biomassa, gelombang laut, air, bahan bakar bio cair (solid biomas dan biogas). Sedangkan energi tidak terbarukan merupakan energi yang sudah sangat umum kita ketahui dan jumpai dalam kehidupan sehari-hari, yaitu merupakan energi bahan bakar fosil. Bahan bakar fosil ini antara lain minyak bumi, gas alam, dan batu bara. Pembahasan ini akan ditekankan pada energi pada bahan bakar fosil yang meliputi energi minyak bumi, batu bara, dan gas alam terutama pada negara Australia dan Papua Nugini.

AUSTRALIAAustralia adalah negara sekaligus benua yang terletak di Oceania di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Negara Persemakmuran ini mempunyai luas wilayah 7.741.220 km2 dengan populasi 21.766.711 jiwa (perkiraan Juli 2011) yang didominasi etnis kulit putih. Australia memiliki sumber daya alam yang melimpah seperti batu bara, bijih besi, tembaga, bauksit, seng, intan, emas, perak, gas alam, minyak bumi, dan uranium, yang menjadi komoditas ekspor, serta sumber daya alam terbarukan.

Australia mempunyai cadangan minyak, gas alam, dan batu bara yang cukup besar. Australia tergabung dalam Organization for Economic Development total produksi Cooperationand (OECD) energi. yang Australia

mengekspor sekitar dua pertiga dari adalah negara eksportir batubara terbesar dunia dan negara keempat terbesar yang mengekspor LNG (Liquefied Natural Gas) pada tahun 2009 setelah Qatar, Malaysia, dan Indonesia. Prospek Australia untuk memperluas ekspor energi di masa depan sangat menjanjikan mengingat permintaan energi di sektor Asia baik dari batubara maupun LNG meningkat seiring dengan meningkatnya cadangan gas alam Australia yang telah terbukti. Australia juga mengekspor minyak mentah dan produk minyak olahan. Ekspor hidrokarbon menyumbang 19% dari pendapatan ekspor negara pada tahun 2009. Kondisi politik Australia yang stabil, cadangan hidrokarbon yang besar, dan kedekatan dengan pasar Asia menjadikan Australia menarik banyak investor asing untuk menanamkan sahamnya bagi industri energi di Australia.

MINYAK BUMI Menurut Oil and Gas Journal (OGJ), Australia mempunyai 3,3 miliar barel cadangan minyak pada 1 Januari 2010. Angka ini dua kali lipat lebih besar daripada estimasi OGJ pada tahun 2009 yang hanya 1,5 miliar barel. Peningkatan dalam estimasi cadangan ini dikarenakan adanya cadangan minyak tambahan, terutama gas alam cair, yang ditemukan pada pengeboran yang berlangsung pada cekungan atau

lapangan yang telah memproduksi minyak dan gas alam. Cadangan ini sebagian besar tersebar di lepas pantai Australia barat, Victoria, dan Northern Territory.

Produksi dan Konsumsi Pada tahun 2009, total produksi minyak Australia berada pada angka 589.200 barel per hari (bbl/d), dimana 81% nya (476 bbl/d) adalah minyak mentah. Produksi minyak tertinggi tercatat pada tahun 2000 yaitu 828 bbl/d dan terus menurun. Menurut Australian Petroleum Production and Exploration Association (APPEA), penurunan yang berkelanjutan pada produksi minyak ini diharapkan akan berakhir pada tahun 2020. Batas eksplorasi minyak Australia dalam beberapa tahun terakhir ini telah bergerak menuju daerah laut dalam pada laut Timor, meskipun Carnavon Basin (cekungan Carnavon) yang terletak di lepas pantai Australia Barat tetap merupakan daerah dengan pekerjaan pengeboran minyak tersibuk. Setelah lonjakan aktivitas pada dekade terakhir ini, beberapa penemuan besar sekarang sedang dalam proses untuk dikomersialkan. Salah satu produksi terbesar berasal dari The Pyreness dan Van Gogh yang berlokasi di lepas pantai Australia barat. The Pyrenees mempunyai kapasitas produksi sebesar 96.000 bbl/d sedangkan kapasitas produksi Van Gogh sebesar 150.000 bbl/d. Konsumsi minyak bumi Australia pada tahun 2009 adalah sebesar 946.300 bbl/d. Angka ini lebih besar dari jumlah produksinya, sehingga kekurangan ini diatasi dengan mengimpor minyak bumi.

Jaringan Perpipaan Australia mempunyai jaringan perpipaan untuk minyak Operator dan gas yang berkembang dengan baik. terbesarnya adalah Australian Pipeline Trust yang mengoperasikan 6200 mil jaringan pipa. Epic Energy sebagai terbesar kedua dengan panjang jaringan 2500 mil. Santos mengoperasikan dua jaringan pipa domestik utama yang mengalirkan minyak mentah dan produk minyak, meliputi jalur pipa dari Jackson ke Brisbane yang terbentang sepanjang 500 mil, dan dari Mereenie ke Alice Springs yang mencakup 167 mil. Perusahaan lainnya adalah Esso Australia Ltd. yang mengoperasikan jaringan pipa sepanjang 115 mil dari Longford sampai Long Island Point.

Ekspor dan Impor Pada tahun 2009, estimasi EIA (US Energy Information and Administration) menyebutkan bahwa Australia mengimpor minyak sekitar 360.000 bbl/d. Angka ini mendekati 40% dari konsumsi dalam negeri yang sebesar 946.000 bbl/d. Tingginya proporsi impor ini dikarenakan oleh mayoritas lokasi produksi minyak Australia berada di lepas pantai barat laut. Lokasi ini lebih dekat dengan kilang Asia daripada kilang dalam negeri Australia, yang terletak di pantai timur. Sebaliknya, sebagian besar kilang Australia terletak dekat dengan pasar utama atau konsumen domestik yang berada di pantai timur.

Australia mengimpor minyak mentah dan kondensat terutama dari Asia Tenggara. Vietnam saat ini merupakan sumber terbesar, sedangkan Australia paling banyak mengimpor produk olahan minyak dari Singapura. Menurut perkiraan EIA, pada tahun 2008 Australia mengekspor 249.000 bbl/d minyak mentah, yaitu sekitar 42% dari total produksi minyak. Negara tujuan ekspor adalah Asia, terutama Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan. Sedangkan untuk produk hasil olahan minyak, Australia mengekspor 62.800 bbl/d, sekitar 11% dari total produksi minyak. Pasar terbesarnya adalah Selandia Baru dan Singapura.

Unit Pengolahan OGJ mencatat pada bulan Januari 2010, Australia memiliki tujuh buah kilang pengolahan minyak besar, dengan kapasitas sebesar 725.000 bbl/d, naik dari 696.000 bbl/d pada tahun 2008. Bahan baku minyak mentah untuk kilang ini terutama berasal dari minyak yang diproduksi di Selat Bass lepas pantai Australia tenggara serta impor minyak mentah terutama dari Asia Tenggara.

GAS ALAM Berdasarkan sumber dari OGJ, Australia mempunyai 110 trillion cubic feet (Tcf) cadangan gas alam yang telah terbukti per Januari 2010. Angka ini tiga kali lebih besar dari perkiraan tahun 2009 yaitu 30 Tcf. Kenaikan ini sebagian besar merupakan hasil dari meningkatnya eksplorasi dan pengembangan sumber gas unconventional seperti pada sumber gas conventional. Sumber gas conventional merupakan gas alam yang ditemukan pada reservoir gas baik sebagai associated gas maupun unassociated gas. Dilaporkan bahwa cadangan gas unconventional, yaitu lapisan batubara dan lapisan batuan yang mengandung gas, telah menjadi komponen cadangan gas yang besar karena kemajuan teknologi. Australia merupakan negara terbesar kedua belas di dunia yang memiliki cadangan gas alam pada Januari 2010.

Produksi dan Konsumsi Produksi gas alam Australia mencapai 1,5 Tcf pada tahun 2009 dan terus berada pada tren yang meningkat, sedangkan konsumsi gas alam pada tahun 2009 adalah sebesar 22,3 miliar m3. Queensland dan New South Wales adalah sumber utama dari gas batubara (Coal Seam Bed atau CSG), yang mencapai 13% dari produksi gas pada tahun 2009. Untuk produksi gas alam sebagian besar terletak di cekungan Carnavon di lepas pantai utara Australia Barat. Sebagian besar produksi gas alam Australia dikonversikan ke LNG untuk keperluan ekspor dan konsumsi dalam negeri. Sejumlah projek besar LNG baru sedang dalam pembangunan seiring dengan perkembangan pasar LNG di Asia.

Yang termasuk dalam proyek LNG konvensional baru antara lain adalah : 1. Proyek Pluto, terletak dekat Karratha lepas pantai Barat Australia. Proyek ini sedang dalam pembangunan. Woodside Energy memiliki saham sebanyak 90% yang didukung dengan kontrak selama 15 tahun oleh Kansai Electric dan Tokyo Gas yang memiliki saham sebesar 5%. Proyek ini mencakup sebuah platform lepas pantai yang menghubungkan lima sumur bawah laut dan jaringan perpipaan sepanjang 112 mil menuju fasilitas LNG di darat yang berada pada Semenanjung Burrup. Diharapkan

pada bulan Maret 2011 plant ini sudah mulai beroperasi dengan kapasitas baru diperkirakan 200 (billion cubic feet) Bcf LNG/tahun. 2. Proyek Gorgon, dipimpin oleh Chevron dengan kepemilikan saham sebesar 50%, bersama dengan Shell dan ExxonMobil masing-masing memiliki saham 25%. Saat ini proyek ini juga dalam tahap pembangunan. Lapangan gas Gorgon yang terletak sekitar 80-124 mil dari lepas pantai barat laut, diyakini mengandung 40 Tcf gas alam dan merupakan lapangan gas alam terbesar yang berada di Australia. Proyek ini meliputi pengembangan lapangan gas Gorgon dengan jaringan pipa bawah laut menuju Pulau Barrow dimana pulau ini memiliki fasilitas untuk pemrosesan gas dengan kapasitas produksi 700 Bcf/tahun dimana pada awalnya terdiri dari tiga bagian utama, 234 Bcf/tahun kapal LNG, fasilitas pengiriman untuk menyalurkan produk ke pasar internasional, serta manajemen gas rumah kaca melalui injeksi karbon dioksida menuju formasi yang dalam dibawah Pulau Barrow. 3. Proyek Icthys, masih dalam tahap perencanaan. Dipimpin oleh Japans INPEX dengan kepemilikan saham sebesar 74% dan sisanya dimilki oleh Total. Proyek ini terletak di lepas pantai disebelah barat laut pantai Browse Basin. Diharapkan nantinya akan menghasilkan LNG, LPG, dan kondensat untuk diekspor ke Jepang dan daerah lainnya melalui jaringan perpipaan bawah laut sepanjang 528 mil yang menghubungkan lapangan ke terminal LNG baru yang dibangun di dekat Darwin. Ketika proyek mulai beroperasi pada tahun 2016, produksi diharapkan paling tidak 377 Bcf/tahun. 4. Proyek Wheatstone, masih dalam tahap perencanaan. Dipimpin oleh Chevron dengan kepemilikan saham sebesar 75% dan Apache sebesar 25% serta didukung oleh kontrak LNG dengan Tepco dan Kogas. Ketika proyek telah selesai dirancang, dilaporkan bahwa kapasitas LNG ekspor yang direncanakan akan 1.177 Bcf/tahun dan akan direncanakan pula sebagian kecil untuk konsumsi dalam negeri.

Unconventional perencanaan, meliputi:

proyek

produksi

LNG

yang

baru

masih

dalam

tahap

1. Proyek Gladstone, yang akan menjadi CSG yang pertama di dunia untuk operasi LNG. Proyek ini terletak di daratan Queensland, yang merupakan Santos untuk proyek antara (60%) dan gabungan/patungan perusahaan dengan masih Shell tetap dua

Petronas (40%), meskipun diskusi mengambil sepertiga saham ekuitas dilaporkan berlangsung. LNG plant dengan Gladstone memiliki rencana untuk membangun kapasitas masing-masing 175 Bcf. 2. Proyek Arrow, yang masih

dalam tahap perencanaan, juga terletak di Queensland. Proyek ini merencanakan pembangunan sampai dengan empat plant pengolahan LNG, masing-masing dengan kapasitas 195 Bcf/tahun.

Ekspor LNG Karena jarak antara Australia dan pasar-pasar ekspor gas alam utamanya di Asia terbilang sangat jauh, maka tidak ekonomis jika ekspor menggunakan jalur perpipaan. Oleh karena itu, semua ekspor gas alam dalam bentuk LNG. Selama dekade terakhir, ekspor LNG Australia telah meningkat sebesar 48% dan diharapkan terus meningkat. Menurut Cedigaz, pada tahun 2009, Australia mengekspor 856 Bcf LNG, naik dari 755 Bcf yang telah dilaporkan oleh EIA pada tahun 2008. Jepang merupakan negara tujuan utama ekspor LNG Australia, selain China, Korea Selatan, India, dan Taiwan.

Australia saat ini memiliki dua perusahaan pengekspor LNG. Yang terbesar adalah North West Shelf Venture (NWSV), yang merupakan sebuah konsorsiun enam perusahaan energi (Woodside, Shell, BP, Chevron, Japan Australia LNG, dan BHP Billiton), yang mengoperasikan lima kapal LNG dengan total kapasitas 761 Bcf/tahun. Sebagian besar LNG yang dihasilkan oleh NWSV diekspor ke Jepang dengan kontrak jangka panjang. Berikutnya adalah Darwin LNG, sebuah konsorsium dari ConocoPhillips, Santos, Eni, SPA, dan INPEX. Darwin LNG memiliki satu kapal produksi dengan kapasitas 140 Bcf/tahun dan ekspor LNG atas kontrak Tokyo Gas Corp dan Tokyo Electric. Darwin LNG terletak di pantai utara Australia dan suplai gas alam berasal dari lapangan gas di Laut Timor. Meskipun demikian, karena fasilitas LNG baru akan mulai dengan proyek Pluto, maka ekspor LNG Australia diproyeksikan akan semakin berkembang.

BATUBARA Pada awal tahun 2009, Australia memiliki 76 billion short tons (BST) cadangan batu bara. Australia adalah penghasil batu bara terbesar keempat di dunia setelah China, Amerika Serikat, dan India, dan Australia juga merupakan pengekspor terbesar batu bara. Australia memiliki 107 tambang batu bara swasta di seluruh negeri. Sekitar 74% produksi batu bara berasal dari operasi tambang terbuka, dan sisanya berasal dari tambang bawah tanah. Perusahaan internasional seperti BHP Billiton, Anglo American (Inggris), Rio Tinto (Australia-Inggris), dan Xstrata (Swiss) memainkan peran penting dalam industri batu bara di Australia.

Produksi dan Konsumsi Pada tahun 2009, Australia memproduksi 450 million short tons (MMST) batu bara dengan jumlah konsumsi sebesar sekitar 125 MMST. Selama dua puluh tahun terakhir, produksi batu bara di Australia tumbuh sebesar 34%, dengan tetap berlangsungnya proyek-pyoyek baru setiap tahunnya. Negara bagian Queensland dan

New South Wales memiliki 97% dari produksi batu bara hitam di Australia. Produksi batu bara hitam telah meningkat dengan rata-rata kenaikan sebesar 3,2%/tahun antara tahun fiskal 2003-2004 dan 2008-2009. Dengan penambahan kapasitas baru, maka diharapkan produksi batu bara akan terus meningkat dalam jangka waktu menengah. Australia juga memiliki batu bara coklat pada daerah Australia Barat, Victoria, dan Tasmania dimana batu bara ini digunakan untuk pembangkit listrik domestik.

Ekspor Australia mengekspor sekitar 66% batu bara pada tahun 2009, atau sekitar 300 MMST, dan merupakan 28% ekspor batu bara di dunia. Berdasarkan Australian Coal Association, Jepang merupakan tujuan ekspor batu bara Australia dengan nilai diatas 40% dari seluruh ekspor batu bara terhitung pada tahun fiskal 2008-2009. Pangsa pasar lain yang juga penting adalah Korea Selatan dengan 15%, Taiwan 10%, serta India dan China masing-masing 9,5%. Sedangkan sekitar 8% dari ekspor batu bara Australia dikirim ke benua Eropa. Industri ekspor batu bara difasilitasi dengan sembilan terminal batu bara yang terletak di Queensland dan New South Wales. Pada bulan Juni 2009, terminal-terminal

ini menangani batu bara dengan kapasitas 364 kaki kubik/tahun. Beberapa proyek pelabuhan baru sedang dalam tahap pembangunan dan diperkirakan akan menambah sekitar 130 MST untuk kapasitas ekspor batu bara tiap tahunnya pada tahun 2014.

PAPUA NUGINI

Papua Nugini adalah negara yang terletak di kawasan Oceania yang masih satu pulau dengan Propinsi Papua. Secara astronomis, Papua Nugini terletak pada 9.30o Lintang Selatan dan 147.10o Bujur Timur. Secara geografis, Papua Nugini berbatasan dengan Indonesia di sebelah barat. Sebelah utara dan timur berbatasan dengan Samudra Pasifik, serta sebelah selatan berbatasan dengan Australia. Negara berpenduduk 6,1 juta orang (perkiraan Juli 2011) ini merupakan salah satu negara terbesar di kawasan Oceania, dimana penduduknya terdiri dari bermacam-macam suku dan komunitas dan termasuk salah satu negara dengan tingkat heterogenitas penduduk terbanyak di dunia. Negara yang dipimpin oleh perdana menteri ini pada awalnya merupakan jajahan dua negara. Bagian utara dikuasai oleh Jerman dan bagian selatan dikuasai oleh Inggris. Kemudian pada tahun 1902, Papua Nugini menjadi persemakmuran Australia sampai diberi kemerdekaan oleh Australia pada 16 September 1975.

Papua Nugini memiliki sumber daya alam yang cukup besar, namun belum dieksploitasi secara maksimal. Dari total populasi penduduk, 85% diantaranya bekerja pada bidang agrikultur, sedangkan sisanya bekerja pada sektor-sektor informal serta sedikit pada bidang pertambangan maupun perminyakan. Sektor pertambangan yang menjadi tulang punggung perekonomian negara tersebut adalah tembaga, emas dan minyak, dimana nilainya menyumbang dua pertiga dari total nilai ekspor negara tersebut.

Cadangan Energi& Penggunaannnya Papua Nugini memiliki cadangan sumber daya alam yang cukup besar untuk ukuran negara yang cukup kecil. Cadangan gas yang dimiliki diperkirakan mencapai 227 Bcf, namun dari nilai tersebut baru diproduksi sekitar 5 Bcf yang semuanya digunakan untuk konsumsi domestik. Nilai produksi ini menduduki peringkat 75 dunia, sedangkan tingkat konsumsi gas Papua Nugini menduduki peringkat 100 dunia. Pada tahun 2009, Papua Nugini memproduksi sebanyak 35,05 ribu bbl/d minyak bumi. Tiga puluh ribu dari produksi tersebut digunakan untuk konsumsi dalam negeri, sedangkan sisanya untuk kepentingan ekspor. Dalam ranking negara penghasil minyak, Papua Nugini menduduki peringkat 66 dunia, sedangkan untuk peringkat konsumsi minyak pada ranking 105 dunia. Beberapa lapangan minyak yang masih produktif antara lain adalah lapangan Moran, Gobe dan Kutubu. Sedangkan untuk produksi gas, berasal dari lapangan Hides. Sebagian besar dari energi yang dihasilkan, digunakan untuk kepentingan domestik dimana sebagian besar digunakan untuk bahan bakar. Mahalnya biaya pembangunan infrastruktur sedikit banyak turut berperan dalam kurang berkembangnya eksplorasi maupun eksploitasi sumber daya alam di bidang pertambangan dan perminyakan tersebut. Lebih khusus lagi dibidang eksploitasi gas alam. Dengan belum adanya LNG plant, maka produksi gas alam hanya digunakan untuk konsumsi domestik tanpa ada yang diekspor.

Kebijakan Bidang Energi Dari data yang dirilis oleh BP, produksi crude oil Papua Nugini dalam kurun waktu 2003-2010 mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan buruknya tingkat eksplorasi khususnya dalam pengeboran eksplorasi. Untuk menanggulangi hal tersebut, pemerintah setempat membuat kebijakan untuk menurunkan tingkat pajak menjadi hanya 30% dari yang sebelumnya mencapai 50%. Diharapkan dengan lebih rendahnya tingkat pajak yang dibebankan kepada perusahaan eksplorasi, semakin banyak perusahaan yang berminat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi di negara tersebut. Pada tahun 2008, sebuah konsorsium perusahaan Amerika-Australia

menandatangani kontrak kerja sama senilai US$ 10 miliar dengan pemerintah Papua Nugini untuk membangun LNG plant. Konsorsium yang dipimpin oleh ExxonMobil ini akan memproses gas dari sumur gas di lapangan Juha, Hides, serta beberapa lapangan di sekitarnya. Proyek yang diperkirakan akan memulai pengiriman LNG pada tahun 2014 tersebut diproyeksikan mampu untuk mengekspor LNG sebanyak 6 MTPA (million tones per annum). Konsorsium yang dipimpin oleh ExxonMobil dari ini adalah beberapa gabungan

perusahaan transnasional seperti Santos, AGL, Oil Search, Nippon Oil, Eda Oil, dengan pembagian saham adalah ExxonMobil sebesar 41,5% , Oil Search 34%, Santos 17,7%, AGL 3%, Nippon Oil 1,8%, Eda Oil 0,2% serta Landowner sebesar 1,2% saham. LNG plant ini direncanakan akan dibangun di dekat Port

Moresby (ibukota negara). Sedangkan jalur pengiriman dari sumur di Juha-Hides ke Port Moresby akan dilewatkan pipa yang sebagian diantaranya melewati laut. Rencana pembangunan LNG plant tersebut dapat dilihat pada gambar di atas. Pemerintah Papua Nugini diperkirakan akan mendapatkan arus kas bersih sebesar US$ 31,7 miliar selama 30 tahun. Kesepakatan ini adalah salah satu dari sejumlah proyek baru yang diluncurkan di Papua Nugini. Negara Pasifik tersebut telah menjadi sebuah negara yang semakin menarik untuk pertambangan minyak transnasional dan perusahaan yang ingin mengeksploitasi cadangan emas, tembaga, minyak, gas alam dan sumber daya lainnya mengingat cadangan sumber daya alamnya yang cukup besar namun belum diolah secara maksimal. Di sisi lain, pemerintah setempat juga sedang gencar-gencarnya menarik investor untuk menanamkan modalnya di negara tersebut.

STATISTIK ENERGI DI INDONESIA, AUSTRALIA, DAN PAPUA NUGINI 1. Perbandingan Cadangan Energi a. Minyak Bumi

2006Indonesia Australia Papua Nugini 4,301 1,437 0,24

20074,3 1,59179 0,24

20084,37 1,5 0,088

20093,99 1,5 0,088

20103,99 3,318 0,088

b. Gas Alam

2006Indonesia Australia Papua Nugini 97,786 27,64 12,2

200797,78 30,37 12,2

200893,9 30 8

2009106 30 8

2010106 110 8

c. Batu Bara

2008Indonesia Australia Papua Nugini 6094,68 84216,59 0

200958600 76200 0

Dari statistik di atas kita dapat melihat bahwa Indonesia dan Australia memiliki cadangan energi yang cukup besar untuk minyak bumi, gas alam serta batu bara. Namun keberhasilan Australia mencari cadangan minyak bumi serta gas baru membuat cadangan minyak bumi dan gas Australia dari rentang waktu 2006-2010 mengalami kenaikan. Indonesia sendiri, cadangan minyak relatif turun meskipun cadangan gas mengalami kenaikan. Sedangkan untuk Papua Nugini, cadangan minyak dan gas alam mengalami penurunan, hal ini terkait dengan minimnya kegiatan eksplorasi di negara tersebut.

2. Perbandingan Konsumsi Energi a. Minyak Bumi

2006Indonesia Australia Papua Nugini 1279,15 930,4491 25,07973

20071256,492 930,2166 26,52887

20081226,943 942,3785 26,43784

20091256 954,7118 28

20101268 947,2192 30

b. Gas Alam

2006

2007

2008

2009

2010

Indonesia Australia Papua Nugini

719,0134 1008,561 3,5315

992,3515 1031,057 4,9441

1223,665 1063,37 4,80284

1200,004 1121,463 4,59095

1297,473 1093,988 4,59095

c. Batu Bara

2006Indonesia Australia Papua Nugini 45351,29 147951,1 0

200756781,16 148919 0

200866076,95 149364,3 0

200971497,02 157896,2 0

201071071,52 149671,8 0

Untuk perbandingan tingkat konsumsi minyak bumi, ketiga negara relatif tetap dalam konsumsi minyak bumi. Penggunaan energi yang mengalami kenaikan tingkat konsumsi adalah penggunaan gas, seiring dengan tren penggunaan energi dunia yang mulai beralih kepada gas sebagai energi yang ramah lingkungan. Hal ini didukung pula dengan rencana dibangunnya LNG plant baru di Australia maupun Papua Nugini serta LNG receiving terminal di Indonesia. Untuk konsumsi batu bara, meskipun mengalami kenaikan namun relatif kecil.

3. Perbandingan Ekspor-Impor Energi a. Minyak Bumi

Tabel Ekspor Indonesia Australia Papua Nugini

20080 0 10,3

20090 0 5,05

Tabel Impor Indonesia Australia Papua Nugini

2008208,31 371,24 0

2009245,14 361,53 0

b. Gas Alam

Tabel Ekspor Indonesia Australia Papua Nugini

20061281,581 490,3135 0

20071206,714 578,3891 0

20081198,591 706,5825 0

20091272,046 710,0434 0

20101259,686 714,1399 0

Tabel Impor Indonesia Australia Papua Nugini

20060 0 0

20070 49,441 0

20080 200,907 0

20090 189,7828 0

20100 223,6852 0

c. Batu Bara

Tabel Ekspor Indonesia Australia Papua Nugini

20061281,581 490,3135 0

20071206,714 578,3891 0

20081198,591 706,5825 0

20091272,046 710,0434 0

20101259,686 714,1399 0

Tabel Impor Indonesia Australia Papua Nugini

2006108,0265 0 0

2007122,3566 56,21788 0

200874,95717 48,5017 0

2009123,4589 7,71618 0

2010117,9473 0 0

Seperti telah kita ketahui, Indonesia saat ini menjadi salah satu negara pengimpor minyak. Konsumsi minyak nasional yang semakin bertambah tidak diimbangi dengan kemampuan lifting minyak nasional yang mengalami penurunan. Demikian pula dengan Australia, negara tersebut juga harus impor minyak untuk memenuhi kebutuhan nasional, dimana sebagain besar impor berasal dari negaranegara Asia Tenggara. Berbeda dengan Indonesia dan Australia, Papua Nugini mampu mengekspor minyaknya meskipun dalam jumlah yang relatif kecil. Dalam bidang gas alam, Indonesia dan Australia menjadi negara pengekspor LNG utama dengan pangsa pasar utama kawasan Asia Timur. Demikian pula dengan batubara, produksi yang relatif besar dan konsumsi dalam negeri yang relatif kecil, membuat Indonesia dan Australia mampu mengekspor batu bara. Sedangkan Papua Nugini, produksi gas alam hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri tanpa diekspor, karena belum dimilikinya LNG plant. Rencana pembangunan LNG plant yang diproyeksikan mulai beroperasi tahun 2014, diharapkan mampu mengekspor LNG sebesar 6 MTPA.

HAL YANG BISA DIPELAJARI OLEH INDONESIA Australia sebagai salah satu negara dengan cadangan energi yang cukup besar adalah salah satu potret negara yang mampu mensinergikan penggunaan berbagai macam jenis energi. Penggunaan energi yang tidak hanya mengandalkan minyak, namun juga mendayagunakan gas dan batubara terbukti ampuh dalam mengatasi kebutuhan energi nasional. Pengkombinasian penggunaan berbagai macam energi yang didukung infrastruktur yang berkembang dengan baik, dengan lebih dari 8000 mil panjang jaringan pipa serta dimilikinya 7 buah kilang minyak besar menjadikan Australia menjadi negara yang mampu memenuhi kebutuhan energi nasional. Ditambah lagi, dengan adanya proyek-proyek LNG plant yang baru, menjadikan Australia sebagai negara yang selain dapat memenuhi kebutuhan energi nasional juga mampu menjadi negara pengekspor utama energi khususnya LNG dan batubara. Hal ini terbukti dengan tren positif ekspor gas dan batubara dari tahun 1990-2009. Hal inilah yang perlu dipelajari dan dicontoh oleh Indonesia. Bagaimana mengkombinasikan berbagai macam cadangan energi yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan energi nasional dengan tidak bergantung secara penuh kepada salah satu jenis energi. Ketergantungan bangsa Indonesia dalam menggunaan minyak bumi harus diturunkan secara perlahan-lahan untuk digantikan dengan energi lain, mengingat saat ini Indonesia telah menjadi negara pengimpor minyak mentah serta lifting minyak nasional yang semakin menurun dari tahun-ketahun. Pembangunan LNG receiving terminal adalah salah satu alternatif penggunaan gas untuk memenuhi kebutuhan energi nasional, mengingat sebagian besar cadangan gas besar berada di luar Jawa sedangkan permintaan energi terbesar berada di Jawa. Pembangunan jaringan pipa yang menghubungkan kota-kota besar terutama di Jawa, juga merupakan salah satu hal penting untuk mendukung penyaluran gas. Dengan minimnya jaringan pipa yang ada, para pemilik sumur gas tentu akan enggan menyalurkan gasnya. Alternatif lain yang mungkin bisa dilakukan pemerintah adalah mencontoh seperti apa yang dilakukan oleh pemerintah Papua Nugini. Untuk meningkatkan

produksi minyak, pemerintah Papua Nugini menurunkan pajak untuk kegiatan eksplorasi. Diharapkan dengan turunnya tingkat pajak, maka para investor akan berminat melakukan kegiatan eksplorasi di negara tersebut.

Sumber: http://www.eia.doe.gov/countries/country-data.cfm?fips=AS http://www.eia.doe.gov/countries/country-data.cfm?fips=ID https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/pp.html https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/as.html http://www.eia.doe.gov/countries/country-data.cfm?fips=PP http://www.bp.com/productlanding.do?categoryId=6929&contentId=7044622 http://www.upstreamonline.com/live/article155336.ece?mobile=&lots=SITE http://www.mbendi.com/indy/oilg/au/pg/p0005.htm http://en.wikipedia.org/wiki/PNG_Gas