atrofi serebri

14
KEJANG PARSIAL KONTINUA PADA STROKE ISKEMIK Sep 23, '05 6:35 PM untuk semuanya dr Hesti Pendahuluan Stroke menurut WHO didefinisikan sebagai suatu keadaan klinis yang terjadi secara mendadak akibat gangguan fungsi otak fokal atau global dengan kelainan yang menetap selama 24 jam atau lebih serta mempunyai kecendrungan memburuk, bahkan menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain faktor vaskuler. 1,2 Jenis stroke yang paling sering terjadi adalah stroke iskemik (80%) yang disebabkan oleh trombosis atau emboli. Data di bagian Neurologi RSCM tahun 2002 didapatkan jumlah penderita stroke sebanyak 706 kasus, terdiri dari stroke iskemik 375 (53,1%) dan stroke hemoragik 331 (46,9%). Pada tahun 2003 jumlah penderita stroke menurun sebanyak 522 kasus, terdiri dari stroke iskemik 361 (69,1%) dan stroke hemoragik 161 (30,9%).rekam medis 2002-2003. Bagian neurologi FKUI/RSUPNCM Jakarta.

Upload: fuad-amir-jr

Post on 14-Sep-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

LP atrofi serebri

TRANSCRIPT

KEJANG PARSIAL KONTINUA PADA STROKE ISKEMIK Sep 23, '05 6:35 PMuntuk semuanya

dr Hesti PendahuluanStroke menurut WHO didefinisikan sebagai suatu keadaan klinis yang terjadi secara mendadak akibat gangguan fungsi otak fokal atau global dengan kelainan yang menetap selama 24 jam atau lebih serta mempunyai kecendrungan memburuk, bahkan menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain faktor vaskuler.1,2Jenis stroke yang paling sering terjadi adalah stroke iskemik (80%) yang disebabkan oleh trombosis atau emboli. Data di bagian Neurologi RSCM tahun 2002 didapatkan jumlah penderita stroke sebanyak 706 kasus, terdiri dari stroke iskemik 375 (53,1%) dan stroke hemoragik 331 (46,9%). Pada tahun 2003 jumlah penderita stroke menurun sebanyak 522 kasus, terdiri dari stroke iskemik 361 (69,1%) dan stroke hemoragik 161 (30,9%).rekam medis 2002-2003. Bagian neurologi FKUI/RSUPNCM Jakarta.Stroke iskemik berulang terjadi paling banyak pada bulan pertama (4%) dan tahun pertama (12%) setelah stroke. Kejadian Stroke iskemik berulang sekitar 5% per tahun.Kejang parsialis kontinua(KPK) adalah keadaan somatomotorik parsial yang ditandai oleh kontraksi otot klonik berulang yang reguler, interval pendek, pada satu bagian tubuh selama satu periode waktu, berjam-jam, berhari-hari, atau berminggu-minggu. Atau oleh Thomas et al didefinisikan sebagai kontraksi otot klonik reguler atau irreguler yang mengenai bagian tertentu dari tubuh, terjadi selama minimal 1 jam dan berulang dalam interval < 10 detik. Cockerell et al membatasi definisi EPC sebagai kontraksi otot kontinyus akibat lesi di kortikal.Prevalensi KPK kurang dari 1 persejuta. Ada beberapa penyebab KPKseperti ensefalitis, abses, granuloma, infark, perdarahan, sub dural hematoma, neoplasma, multiple sklerosis, trauma, ensefalopati metabolik, sindrome Rasmussens, hiperglikemi dan penyakit Jacob creutzfelt. Ensefalitis dan penyakit vaskuler merupakan penyebab terbanyak pada orang tua.Pada makalah ini akan dibahas kasus kejang parsial kontinua sebagai manifestasi kejang simptomatik akut pada seorang wanita berusia 67 tahun dengan stroke iskemik dengan menekankan diagnosis dan tatalaksana kejang akut.Ilustrasi KasusPasien dibawa ke RS dengan keluhan utama kejang sejak 2 hari SMRS. Saat itu pasien terbangun dari tidurnya lalu muntah, menyemprot. pasien kemudian tiba-tiba kejang pada anggota tubuh sebelah kanan selama +1/2 jam, kejang berupa kaku pada lengan dan tungkai kanan, dengan posisi lengan dan tungkai menekuk dan kelojotan, mata melirik ke kanan atas, mulut dan wajah mencong ke kanan. Mulut berbuih (-). Bila dipanggil atau diajak bicara pasien tidak menyahut. Setelah kejang berhenti pasien terlihat bingung dan tersenyum. Pasien sulit diajak bicara, bila bicara sedikit dan tidak dapat dimengerti. Pasien juga terlihat lebih aktif menggunakan lengan kiri daripada kanan. Tidak terlihat mulut mencong dan pasien tidak tersedak bila minum air. Setengah jam kemudian lengan dan tungkai kanan pasien mulai menyentak-nyentak 1-2x setiap 10-30 detik. Saat itu pasien tetap sadar dan bisa minum dengan dibantu. Pasien tidak bisa tidur karena kejang berlangsung terus. Mulut mencong(-). Kejang seperti ini berlangsung sampai dibawa ke rumah sakit.Riwayat hipertensi diketahui sejak 1 tahun yang lalu, tidak berobat teratur, terdapat riwayat dirawat di RS 3x, pertama tahun 1999, pasien kejang seluruh tubuh berupa kaku, tidak kelojotan lama 1/2 jam, hanya 1x, tekanan darah 180/?, di ct scan kepala, dikatakan ada pembengkakan otak, dirawat 10 hari, dan sepulangnya sudah bisa beraktifitas seperti biasa. Kedua tahun 2002, pasien sesak nafas, tidak ada keluhan kelemahan atau kesemutan sesisi, dikatakan menderita penyakit jantung. Sepulang dari perawatan pasien dapat beraktifitas kembali seperti sebelumnya. Yang terakhir bulan oktober 2004, pasien dengan kelemahan lengan dan tungkai kanan, mulut mencong, bicara pelo, dan sesak nafas, dikatakan menderita stroke dan infeksi paru-paru, dirawat 10 hari. Sepulang dari rumah sakit pasien masih pelo sedikit, kelemahan sudah mulai membaik. Penyakit jantung diketahui sejak menderita stroke pertama dan kencing manis disangkal.Riwayat penyakit seperti ini dalam keluarga (-), penyakit tumor (-), TBC(-). Pasien seorang ibu rumah tangga, suku Padang, tinggal bersama anak laki-lakinya yang sudah berkeluarga, dan mempunyai kebiasaan makan makanan padang.Pemeriksaan Fisik UmumKesadaran composmentis, tekanan darah 160/90 mmHg kanan kiri, frekuensi nadi 120 x /menit, reguler, frekuensi pernapasan 24 x / menit, suhu 37,5 celsius. Konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik.JVP 5-2 cm H2O. Paru sonor, vesikuler, ditemukan ronkhi basah halus pada lapang paru kanan, tidak ditemukan wheezing. Bunyi jantung I dan II normal, tidak ditemukan murmur dan gallop. Abdomen datar, lemas, bising usus normal. Hepar dan lien tidak teraba. Akral hangat, tidak ada edema.Pemeriksaan Neurologis (saat di IGD tanggal 12-1-2005)GCS E4M5Vafasia, pupil bulat isokor diameter 3mm/3mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung +/+. Tidak ditemukan tanda rangsang meningeal. Tidak ditemukan paresis saraf kranialis. Motorik ditemukan kesan hemiparesis kanan, normotoni, atrofi(-). Refleks fisiologis biseps ++/++, trisep ++/++, APR ++/++ KPR ++/++ klonus -/-. Tidak didapatkan refleks patologis. Sensorik sulit dinilai. Otonom tidak didapati inkontinensia urin et alvi, Pemeriksaan funduskopi:FODS: papil batas tegas, cupping (+), A/V: 2/3, perdarahan (-), eksudat (-), crossing phenomen (-). Arteri carotis, temporalis, oftalmica: palpasi normal dan tidak dijumpai adanya bruit.Pemeriksaan penunjangLaboratorium (12-1-2005)Hemoglobin 11,5 g/dl Hematokrit 34% leukosit 13600 /uL, trombosit 399.000 /uL, ureum 90 mg/dl, kreatinin 2,2 mg/dl, GDS 1,4 mg/dl. Natrium 137 meq/l, kalium 3,9 meq/l, klorida 96 meq/l. Analisa gas darah: pH 7,511 pCO2 34,5 pO2 128,4 Sat O2 98,5% HCO3 27,4 TCO2 28,4 BE +4,6 Becf +4,3 Rontgen thorax: CTR 50% Infiltrat +/- EKG: SR, HR 100x/menit, LVH (-), RVH (-), ST depresi/elevasi(-), Tdepresi (-).Hasil konsul IPD (12-1-2005): pasien dengan masalah CVD stroke iskemik berulang, hipertensi derajat II, Pneumonia, ARF ec. Prerenal ec dehidrasi. Saran: O2 3 l/, ceftriaxon 1x2 gr, Tensivask 1x5 mg, inhalasi / 6 jam, UMU balans cairan.Diagnosa kerja:Susp. CVD stroke iskemik berulang + Kejang parsial dengan status epileptikus, Hipertensi, pneumonia, anemia ringan, ARF.Terapi:- elevasi kepala 30- O2 3 l/- NGT/ Catheter- IVFD NaCl 0,9% 1 kolf/ 12 jam- Bolus fenitoin 500 mg iv - Fenitoin tab 3x100 mg- Ceftriaxon 1 x 2 gr- Citicolin 2 x 500 mg- B6 B12 AF 2 x 1- Inhalasi/6 jamPemeriksaan penunjang Hasil laboratorium tanggal 14-1-2005 ureum 42 mg/dl, creatinin 1,0 mg/dl.Laboratorium tanggal 20-1-2005: LED 125 mm/jam Hb 10,2 g/dl Ht 28 % Leukosit 6200 /uL Trombosit 424000 /uL MCV 88 fl (82-92) MCH 29 pg (27-31) MCHC 33 g/dl (32-36) Ureum 12 mg/dl, Creatinin 0,9 mg/dl. SGOT 25 u/L SGPT 19 u/L Protein total 5,1 g/dl, Albumin 2,6 gr/dl, Globulin 2,5 gr/dl.Brain CT scan tgl 25-1-2005 kesan: infark luas lobus oksipitalis kiri, lobus temporalis bilateral dan infark lentikuler multiple di kedua hemisfer serebri. Atrofi serebri senilis. Tak tampak SOL.Laboratorium tanggal 27-1-2005: LED 65 mm/jam Hb 11,1 g/dl Ht 33,2 % eritrosit 3,85 juta/uL MCV 86,5 fl (82-92) MCH 32 pg (27-31) MCHC 37 g/dl (32-36) Leukosit 7000 /uL Trombosit 599000 /uL Hitung jenis 0/0/0/80/19/1 Ureum 22 mg/dl, Creatinin 0,7 mg/dl. SGOT 27 u/L SGPT 20 u/L Kolesterol total 272 mg/dl, Trigliserida 151 mg/dl, Kolesterol HDL 63mg/dl, Kolesterol LDL 130mg/dl. Asam urat 7,0 mg/dl. Glukosa puasa 104 mg/dl, Glukosa 2 jam PP 145 mg/dl.Laboratorium tanggal 3-2-2005: Hb 11,6 g/dl Ht 34 % eritrosit 3,88 juta/uL MCV 86,4 fl (82-92) MCH 30,2 pg (27-31) MCHC 35 g/dl (32-36) Leukosit 4300 /uL Trombosit 392000 /uL . PT 15,8 detik (11-14), PT kontrol 13,6 detik, APTT 26,5 detik (25,6-35,2), APTT kontrol 28,9 detik, INR 1,24; TT 16,7 detik (14-21), TT kontrol 19,8 detik, Fibrinogen 263 mg/dl (200-400), agregasi trombosit normal, D-dimer 500 ng/ml (0-300).Hasil pemeriksaan EEG tanggal 4-2-2005 kesan: EEG abnormal berupa cetusan gelombang delta 3 spd secara konsisten di frontoparietal kiri.Hasil pemeriksaan ekhokardiografi, kesan: mild diastolic dysfunction, fungsi sistolik LV baik (61,5%), trombus (-).Follow up:Selama perawatan pasien dalam keadaan kesadaran kompos mentis, tekanan darah sistolik berkisar 110-150 mmHg dan diastolik 90-100 mmHg, frekwensi nadi 84-96x/, pernafasan 20-24x/, suhu 36,5-37,6 C. GCS E4M5Vafasia sensorik, tidak terdapat tanda rangsang meningeal maupun kesan paresis saraf kranialis. Ditemukan kesan hemiparesis dekstra, normotoni dan normotrofi. Dilakukan pemeriksaan lab stroke lengkap, konsul URM untuk fisioterapi dan fungsi luhur untuk terapi wicara. Diberikan terapi inj. Ceftriakson 1x2 gr selama 7 hari, dilanjutkan ciprofloksasin 2x500 mg selama 5 hari, fenitoin 3x100mg, kaptopril 2x25mg, piracetam 2x1200mg, pentoxifilin 3x400mg, aspilet 1x80mg, simvastatin 1x10mg malam hari. DiagnosisDiagnosis klinis:Hemiparesis dekstra, afasia sensorik, kejang parsial kontinua, hipertensi derajat I, pneumonia, anemia ringan, dislipidemi Diagnosis topis:lobus oksipital kiri, temporal sinistra, paru-paruDiagnosis patologis:infark, infeksiDiagnosis etiologis:thrombosisPrognosisQuo ad vitam:bonamQuo ad fungsionam:dubia ad bonamQuo ad sanasionam:dubia ad bonam PembahasanKejang parsialis kontinua (KPK) adalah keadaan somatomotorik parsial yang ditandai oleh kontraksi otot klonik berulang yang reguler, interval pendek, pada satu bagian tubuh selama satu periode waktu, berjam-jam, berhari-hari, atau berminggu-minggu. Atau oleh Thomas et al didefinisikan sebagai kontraksi otot klonik reguler atau irreguler yang mengenai bagian tertentu dari tubuh, terjadi selama minimal 1 jam dan berulang dalam interval < 10 detik. Cockerell et al membatasi definisi KPK sebagai kontraksi otot kontinyu akibat lesi di kortikal. KPK pertama kali dikenalkan oleh Koshevnikov pada tahun 1895. KPK merupakan tipe yang jarang pada epilepsi motorik lokal, dengan angka prevalensi kurang dari 1 per sejuta. Ada beberapa penyebabKPK, antara lain: ensefalitis, abses, granuloma, infark, perdarahan, sub dural hematoma, neoplasma, multiple sklerosis, trauma, ensefalopati metabolik, sindrome Rasmussens, hiperglikemi dan penyakit Jacob creutzfelt. Ensefalitis dan penyakit vaskuler merupakan penyebab terbanyak pada orang tua.Berdasarkan gejala klinis dan EEG dapat dibagi atas 2 tipe. KPK Tipe 1 berupa gerakan pseudoritmik, intermiten, yang disebabkan oleh kontraksi satu atau beberapa kelompok otot, yang sering merupakan akibat lesi non progresif lokal di korteks sensorimotor sentral. Mioklonus dapat menyebar ke otot di sekitarnya dan bahkan menyebabkan kejang parsial kompleks dan kadang-kadang kejang umum sekunder. KPK Tipe 2, terjadi akibat lesi progresif di susunan saraf pusat, khususnya pada ensefalitis Rasmussens, keterlibatan kelompok otot sering terjadi secara bilateral dan dapat terlihat beberapa jenis kejang. Pada tipe 1 terdapat kelainan interiktal fokal tanpa korelasi antara spike, gelombang tajam dan gerakan mioklonik, sedangkan tipe 2 mempunyai latar belakang lambat dan aktifitas paroksismal ekstensif sering terjadi pada cetusan iktal subklinis.Pada suatu penelitian di India di dapatkan bahwa tubuh sisi kanan lebih sering terlibat (55%) dibanding kiri (45%), dan wajah, bahu, dan lengan lebih sering terlibat daripada kaki, bagian distal lebih dipengaruhi daripada proksimal. Perbandingan antara KPK tipe 1 dan tipe 2, tipe 1 55% dan tipe 2 45%. Tipe 1 berhubungan dengan usia >15 tahun, defisit kognitif lebih minimal, mempunyai respon lebih baik terhadap AED dan lebih besar kemungkinan remisi, penyebab terbanyak adalah stroke, ensefalitis dan meningitis tuberkulosis.Didapatkan EEG abnormal pada 84% pasien pada fase interiktal dan 82% pada fase iktal. Latar belakang EEG berupa perlambatan umum atau perlambatan fokal. EEG sangat membantu dalam membedakan KPK dari berbagai tipe gangguan gerakan paroksismal. Walaupun demikian EEG normal belum menyingkirkan diagnosis epilepsi ataupun adanya lesi di korteks. EEG dapat normal pada 1/5 pasien KPK. Pada pemeriksaan EEG pasien ini tampak secara konsisten cetusan gelombang lambat delta 3 spd amplitudo sedang-tinggi di frontoparietal kiri.Pemeriksaan neuroimejing sangat penting dalam menegakkan diagnosis KPK. MRI lebih superior dan 3x lebih sensitif (93%) daripada CT scan (38%). Walau demikian luasnya kerusakan serebral yang terlihat pada ct scan atau MRI tidak berhubungan dengan beratnya KPK. Misalnya pada ensefalitis dengan KPK berat, pada pencitraan hanya memiliki kelainan atrofi minimal atau bahkan normal, sedangkan pada infark serebri yang luas terjadi KPK ringan. Pada pasien ini tidak dilakukan MRI karena keterbatasan dana. Pemeriksaan Brain CT scan menunjukkan lesi hipodens luas pada lobus oksipitalis kiri, lobus temporalis kanan kiri dan lesi hipodens lentikuler tersebar pada kedua hemisfer serebri, disertai atrofi serebri senilis.Pada orang tua penyebab KPK tersering adalah ensefalitis dan kelainan vaskuler.Perjalanan penyakit dan prognosis KPK bervariasi tergantung usia, pola dan tipe kejang parsialnya, serta penyakit yang mendasari. Prognosis baik pada usia onset >15 tahun, KPK tipe 1, dan KPK yang terjadi dalam jangka waktu pendek. Prognosis buruk pada usia