atlas hutan aceh - aceh green

30
Selayang Pandang ATLAS HUTAN ACEH Selayang Pandang ATLAS HUTAN ACEH ACEH GREEN SUSTAINABILITY. EQUITY Pemerintah Propinsi Aceh 9 786029 573008 ISBN 9786029573008 Buku Selayang Pandang ATlas Hutan Aceh ini disusun dan dibagi dalam bab-bab yang sesuai dengan isu-isu lingkungan yang terkait dengan tata kelola hutan di Aceh. Semua informasi di dalamnya dipadukan dengan peta, foto dan data lainnya, sehingga tercipta informasi yang utuh. Bab Satu: Hutan Aceh Kini Menampilkan informasi kondisi hutan Aceh kini, termasuk sejarah perubahan dan tata kelola hutan Aceh. Bab DUa: Wajah Bumi Aceh Berisi beragam informasi mengenai fisiologi dan geografi Aceh serta kawasan karst Aceh. Bab Tiga: Aceh Mega Biodiversity Menampilkan informasi keanekaragaman hayati Aceh dan sebarannya. Bab EMpat: Harta Karun Lahan Gambut Berisi kondisi dan informasi lain mengenai lahan gambut. Bab Lima: Bakau Penjaga Pesisir Menampilkan data dan informasi mengenai hutan bakau di Aceh beserta peta sebaran dan kondisinya. Sekilas Aceh Green Aceh Green adalah sebuah visi progresif mengenai arah baru pembangunan Aceh pascakonflik dan bencana tsunami, terutama dengan sumberdaya alam terbarukan sebagai pijakan utama. Gagasan ini muncul dari Irwandi Yusuf saat terpilih sebagai Gubernur Aceh pada tahun 2006. Setelah terpilih, Gubernur Irwandi Yusuf langsung menetapkan pembangunan Aceh harus berlandaskan pada pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan untuk kepentingan generasi mendatang. Dan, hasil- hasilnya dapat dinikmati secara adil oleh masyarakat. Konsep Aceh Green ini kemudian oleh Gubernur Irwandi Yusuf dikembangkan sebagai sebuah visi strategis dalam upaya membangkitkan perekonomian masyarakat Aceh. Konsep ini mencakup bidang kehutanan, energi terbarukan, bidang perikanan dan kelautan, infrastruktur publik dan penataan kembali tata ruang Aceh serta aktivitas lain terkait pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Bidang-bidang dalam Aceh Green ini dikoordinasikan oleh sebuah wadah yang dikenal dengan nama Sekretariat Aceh Green. Tugas Sekretariat Aceh reen ini adalah memastikan semua agenda mendasar yang ditetapkan Gubernur Aceh berjalan dan terintegrasi dengan seluruh tahapan perencanaan pembangunan Aceh. Baik di tingkat Propinsi atau Pemerintah Kota dan Kabupaten. Selain itu, Sekretariat Aceh Green juga menjadi pusat informasi bersama tentang gagasan, ide dan kebijakan pembangunan ekonomi Aceh secara berkelanjutan demi terwujudnya cita-cita masyarakat Aceh yang sejahtera dan berkeadilan. Visi Aceh Green Menjaga, memelihara dan mempertahankan sumberdaya Alam Aceh demi mewujudkan pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui strategi investasi hijau untuk Aceh. Misi Aceh Green Terwujudnya pengelolaan sumberdaya alam terbarukan, dengan cara menghabiskan tidak lebih cepat dari kemampuan alam itu tumbuh kembali Terwujudnya pengelolaan sumberdaya alam tak terbarukan, yakni dengan cara menghabiskan tidak lebih cepat dari kecepatan sumber daya terbarukan dapat menggantikannya. Terwujudnya pengelolaan limbah, dengan cara tidak boleh lebih cepat dari kemampuan alam untuk memurnikan kembali limbah tersebut. Aktifitas Aceh Green Penyusunan Rencana Tata Ruang Aceh Penyusunan Renstra Perikanan dan Kelautan Aceh Tim Transisi Kehutanan Aceh Merancang Pemanfaatan Jasa Lingkungan Evaluasi Konsesi Sekretariat Aceh Green Kantor Gubernur Aceh Lt. 4 Jl. T.Nyak Arief No. 219 Banda Aceh Telp. 0651 - 51377, 51452 Fax. 0651 - 23214 www.acehgreen.or.id [email protected] Sejarah Tata Kelola Hutan Aceh 1912 1915 1945 2001 2006 Jauh sebelum perhatian masyarakat dunia tertuju pada isu lingkungan, pada 1900-an, masalah hutan Aceh sudah mendapat perhatian khusus. Dalam buku Sejarah Kehutanan Indonesia I, tercatat setidaknya 8 organisasi yang membawa isu hutan Aceh. Dalam kelembagaan adat Aceh, pemimpin tertinggi di setiap wilayah disebut Imam Mukim. Pada Mu- kim yang berbatasan dengan hutan, Imam Mukim, dibantu Panglima Uteun. Panglima Uteun bertugas: 1. Menjaga adat Glee dalam pengelolaan hutan adat (meuglee). Panglima Uteun atau Pawang Glee (pem- bantu Panglima Uteun atau Kejruen Glee) memberi aturan normatif apa yang boleh dan tidak boleh di- lakukan dalam pengelolaan hutan. 2. Mengawasi penerapan larangan adat Glee. Mis- alnya pelarangan memotong pohon tualang, ke- muning, keutapang, dan beringin tempat bersarang lebah. Ada juga larangan memotong kayu meudang . Panglima Uteun Didirikan di Bogor, 12 Juli 1922 oleh dr. S.H. Koorders, tokoh botani yang dikenal sebagai pendata jenis-jenis pohon dari Jawa. Memberikan dampak besar dalam mempertahankan cagar alam termasuk di Aceh, dan mengajukan permohonan pada pemerintah untuk izin cagar alam di luar Jawa. Nederlandsch Indische Vereeniging tot Natuurbescherming (Perkumpulan Perlindungan Alam Hindia Belandaa) Ringo Tyuoo Zimusyo Dibentuk pada 14 Juni 1942 di Jakarta. Meski tidak banyak terlibat dalam pen- gelolaan hutan secara langsung, namun berpengaruh dalam pembuatan kebi- jakan kehutanan Aceh. Pejabat di Bengkulu dan Aceh me- nyatakan perlindungan bagi Raffle- sia Arnoldi di Bengkulu serta Tanah Gayo. Perlindungan yang diberikan menyangkut juga hutan di mana Raf- flesia arnoldi tumbuh dan berkem- bang. Pemberlakuan Moratorium Logging oleh Guber- nur Abdullah Puteh, pada 7 Maret 2001. Namun, kebijakan ini tidak memuat larangan penebangan hutan bagi pemilik Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dan sejenisnya. Langkah ini merupakan pener- tiban administrasi Hak Pengelolaan Hutan (HPH), tanpa ada konsep reformasi kebijakan kehutanan. 11 1907-1954 Perkumpulan VABINOI (Perkumpulan Pegawai Jawatan Kehu- tanan Hindia Belanda) Didirikan pada 29 Desember 1907 oleh para houtvester Boschwezen Hindia Belanda. Anggotanya hanya orang Belanda dan Eropa Memberikan gagasan pada pemerintah untuk kemajuan ilmu kehutanan, organisasi dan cara kerja Jawatan Kehutanan. Gubernur Irwandi Yusuf terpilih dalam Pemilihan Kepala Daerah Aceh secara langsung. Ide pertama setelah dilantik adalah mencetuskan Visi Aceh Green. Sebuah visi progresif mengenai arah baru pembangunan Aceh pascakon- flik dan bencana tsunami, terutama dengan sumberdaya alam terbarukan sebagai pijakan utama. Visi ini mencakup bidang kehutanan, energi terbarukan, bidang perikanan dan kelautan, infrastruktur publik dan penataan kembali tata ruang Aceh serta aktivitas lain terkait pengelolaan sumberdaya alam secara berkelan- jutan. Komposisi Litologi Batuan Batuan Gamping dan Dolomit Jenis ini terbentuk dari proses sedimentasi di dasar laut yang terangkat ke permukaan hing- ga menjadi daratan. Sebagian dari jenis batuan gamping tersebut mengalami karstifikasi dan ekosistem karst. Aliran air yang mengikis batuan gamping tersebut membangun sebuah system sungai bawah tanah sehingga memben- tuk gua-gua panjang di kawasan karst. Jenis batuan ini rawan mengalami kerusakan karena gangguan vegetasi di atasnya. Sehingga humus hilang karena erosi, air tidak lagi cu- kup untuk disaring ke dalam sistem hidrologi bawah tanah. Dalam jangka waktu panjang, kejadian ini berdampak pada pengurangan volume air di sungai dan waduk bawah ta- nah. Akibatnya, cadangan air bersih yang tak ternilai menjadi terkikis. Gangguan lainnya adalah penambangan untuk bahan baku bagi semen dan marmer. Batuan Beku Batuan beku disebut malihan. Terdiri dari granit, diorit, gabro, sekis, batu sabak dan kuarsik. Umumnya, memiliki tingkat porosi- tas yang sangat rendah. Batuan beku terben- tuk dari magma yang mengalami pengerasan. Pengerasannya menghasilkan batuan ekstrusif (vulkanik) dan intrusive (plutonik). Batuan Sedimen Padu dan Gu- nung Api Tua Jenis ini terdiri dari breksi, konglomerat dan lava yang mengalami perlibatan. Umumnya memiliki porositas rendah dan sedang. Tipe inilah yang mendominasi daratan Aceh dan beberapa pulau di sekitarnya. Batuan Gunung Api Muda Batuan ini terjadi dari tuf, aglomerat, breksi volkanik, lava dan endapan lahar yang tak teruraikan. Sisa debu vulkanik dan batuan lava yang mengalami pelapukan memberikan kontribusi unsur hara dalam tanah sehingga di kawasan sekitar batuan gunung api muda memiliki tingkat kesuburan yang tinggi. Seperti kawasan sekitar gunung api aktif lain- nya di dunia, kawasan dengan batuan gunung api muda menjadi area pengembangan perke- bunan karena tingkat kesuburan yang tinggi dan beriklim sejuk. Resikonya, kawasan sep- erti ini umumnya rawan bencana alam. Sedimen Lepas Sedimen lepas terbentuk karena proses sedi- mentasi tanah akibat erosi melalui sungai-sun- gai utama. Topografi kawasan berbatu sedimen lepas yang datar, kaya kandungan unsur hara dan air. Sehingga kawasan ini menjadi pilihan utama sebagai pemukiman dan pertanian. Salah satunya adalah pertanian padi. 18 Batuan Gunung Api Muda Ada di sekitar gunung api yang masih aktif seperti Seulawah di Kabupaten Aceh Besar, Peut Sago di Kabupaten Pidie, Borne Telong di Kabupaten Bener Meriah dan Gunung Leuser di Kabupaten Gayo Lues. Sebaran Jenis Batuan Batuan Gamping dan Dolomit Tersebar di sepanjang pantai barat, mulai dari ujung utara, Lhok Nga, Aceh Besar hingga Ka- bupaten Aceh Selatan. Batuan Beku Membujur dari utara hingga selatan sepanjang pegunungan Bukit Barisan Batuan Sedimen Padu dan Gunung Api Tua Mendominasi wilayah Aceh dengan luas kawasan- nya mencapai lebih dari 60%, termasuk Pulau Sim- elue, Pulau Aceh dan Pulau Weh. Tersebar dari da- taran rendah tepi pantai hingga dataran tinggi dan pegunungan. Harimau Sumatera Harimau Sumatera merupakan satu-satunya subspesies Panthera tigris, yang masih ada di Indonesia. Di Aceh, yang merupakan hunian sebagian besar harimau Sumatera, sampai dengan pertengahan 2009, diperkirakan tinggal 400 ekor saja. Legenda Distribusi Harimau Kabupaten Daerah Konflik Batas Wilayah Hutan Hulumasen Kondisi Harimau Sumatera saat ini terancam punah, sebanding dengan dengan wilayah habitatnya yang semakin berkurang. Habitat Harimau Sumatera di Aceh ada di hutan dataran rendah, hutan bergunung dan separuh bergunung serta hutan-hutan dalam wilayah lahan gambut. Habitat Harimau Sumatera di Aceh merupakan lahan perkebunan baru dan pembalakan liar. Hal ini yang menyebabkan konflik manusia dan harimau semakin mencemaskan di beberapa daerah di Aceh. Peta Sebaran Harimau & Daerah Konflik NO TANGGAL TEMPAT KEJADIAN KERUGIAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Data Konflik Harimau 28 KLASIFIKASI GAMBUT Dalam klasifikasi tanah, tanah gambut dikenal sebagai Organosol atau Histosols. Yaitu tanah yang memiliki lapisan bahan organik dengan berat jenis dalam keadaan lembab < 0,1 g cm 3 dengan tebal > 60 cm atau lapisan organik dengan BD > 0,1 g cm3 dengan tebal > 40 cm. Dari tingkat kematangannya, lahan gambut dibedakan menjadi: Gambut Saprik (matang), merupakan gambut yang sudah me- lapuk lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, bila diremas kandungan seratnya < 15%. Gambut Hemik (setengah matang), merupakan gambut seten- gah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, ber- warna coklat dan bila diremas bahan seratnya 15-75%. Gambut fibrik (mentah), merupakan gambut yang belum me- lapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat dan bila diremas > 75% seratnya masih tersisa. Berdasarkan tingkat kesuburannya, gambut dibedakan menjadi: Gambut eutrofik, merupakan gambut yang kaya akan bahan mineral dan basa-basa serta unsur hara lainnya. Gambut yang relative subur biasanya adalah gambut yang tipis dan dipen- garuhi oleh sediment sungai atau laut Mesotrofik, merupakan gambut yang agak subur karena memiliki kandungan mineral dan basa-basa sedang. Gambut Oligitrofik, merupakan gambut tidak subur karena miskin mineral dan basa-basa. Bagian kubah gambut tebal yang jauh dari pengaruh lumpur sungai biasanya termasuk gambut oligotrofik. Berdasarkan pembentukannya, maka gambut dibedakan kepada: Gambut ombrogen, merupakan gambut yang terbentuk pada lingkungan yang dipengaruhi oleh air hujan Gambut topogen yang terbentuk di lingkungan yang menda- pat pengayaan air pasang. Karena itu gambut ini lebih kaya mineral dan lebih subur dibandingkan gambut ombrogen. Berdasarkan kedalamannya, gambut dibedakan atas: Gambut dangkal ( 50-100 cm) Gambut sedang (100-200 cm) Gambut dalam (200-300 cm) Gambut sangat dalam (> 300 cm) Berdasarkan proses dan lokasinya, gambut dibagi menjadi: Gambut pantai, merupakan gambut yang terbentuk dekat pantai laut dan mendapatkan pengayaan mineral dari air laut Gambut pedalaman, merupakan gambut yang terbentuk di daerah yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut na- mun hanya oleh air hujan Gambut transisi merupakan gambut yang terbentuk di antara kedua wilayah diatas, yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh air pasang laut. Khusus di Indonesia, lahan gambut yang ditemukan tergolong mesotrofik, oligotrofik dan memiliki kandungan lignin yang lebih tinggi karena terbentuk dari pohon-pohonan. LOKASI SEBARAN LAHAN GAMBUT Tripa di Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat Daya (50,000 ha) Meulaboh Di kawasan Pantai Barat Sumatera, masih ada beberapa peninggalan lahan gambut yang ter- sisa. Namun dalam kondisi terancam karena beberapa hal. Misalnya: 1 2 3 48 56 57 MANFAAT HUTAN Mangrove Habitat Satwa Langka Lebih dari 100 jenis burung hidup di kawasan mangrove dan daratan lumpur di sekitarnya. Juga menjadi tempat singgah burung migran, seperti Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus) Pelindung Bencana Vegetasi hutan bakau dapat menyaring badai dari lautan yang bermuatan garam, termasuk menahan laju gelombang tsunami Pengendapan Lumpur Sifat fisik tanaman pada hutan bakau membantu proses pengendapan lumpur. Partikel lumpur yang mengendap bisa mengikat racun dan unsur hara air. Sehingga kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi. Penambah Unsur Hara Sifat fisik hutan bakau cenderung memperlambat aliran air dan memungkinkan pengendapan. Sehingga unsur hara yang berasal dari berbagai sumber di daratan bisa tertahan. Penambat Racun Selain tertahan oleh lumpur, beberapa spesies tertentu dalam hutan bakau membantu proses pengikatan racun secara aktif . Memelihara Iklim Mikro Perubahan air menjadi uap permukaan tanah dalam hutan bakau mampu menjaga ketembaban dan curah hujan di sekitarnya, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga. Transportasi Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara yang paling efisien dan paling sesuai dengan lingkungan. Sumber Plasma Nutfah Hutan bakau menjadi habitat bagi beraneka spesies yang bisa menjadi sumber plasma nutfah. Rekreasi dan Pariwisata Karena nilai keindahan dan kekayaan spesies yang dimiliki, hutan bakau bisa menjadi tujuan wisata atau rekresi masyarakat. Sarana Pendidikan dan Penelitian Hutan bakau bisa menjadi laboratorium lapangan, baik untuk isu lingkungan maupun isu sosial kemasyarakatan. Memelihara Proses dan Sistem Alami Dalam hutan bakau, proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi bisa berlangsung dengan lancar. Penyerapan Karbon Proses fotosentesis -dari karbon anorganik (C02) menjadi karbon organik dan oksigen- berlangsung dengan bantuan tumbuhan di dalam hutan bakau. Hutan bakau juga mengandung bahan organik yang tidak membusuk. Karena itu, bisa berfungsi sebagai penyerap karbon aktif. Sumber Alam In-Situ dan Ex-Situ Hasil alam dalam kawasan (in-situ) mencakup semua fauna dan hasil mineral yang dapat dimanfaatkan langsung di dalam kawasan. Sedangkan sumber alam luar kawasan (ex-situ) meliputi produk alamiah di hutan mangrove. Kemudian bisa digunakan masyarakat di daerah tersebut. Baik sebagai sumber makanan atau penambahan luas pantai karena sedimentasi. Mencegah Pengembangan Tanah Sulfat Masam. Keberadaan hutan bakau dapat mencegah masuknya oksigen dalam lapisan pirit yang membahayakan kehidupan. Inisiatif Bakau oleh Masyarakat Di Desa Lam Ujong, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar, seorang bapak bernama Azhar Idris sempat dianggap aneh oleh warga sekitarnya. Hal ini bermula dari kebiasaannya mengumpulkan biji bakau, pasca kehilangan rumah akibat tsunami. Biji-biji bakau itu kemudian disemaikan Azhar. Tak terasa, sudah 35 ha pesisir Lam Ujong yang ditanami mangrove oleh Azhar. Itu semua berasal dari 3 bulan perjalannya hingga ke Pidie, 100 KM dari rumahnya, untuk mengumpulkan biji-biji bakau. Azhar membawa pulang 30.000 biji dalam ikatan 100 biji per ikat. Pada tahun 2008, bakau yang ditanam Azhar mulai menampakkan hasil. Masyarakat Lam Ujong sudah bisa menikmati tangkapan ikan, udang hingga kepiting di penanaman mangrove Azhar. Prestasi Azhar ini mengantarkannya menjadi pembawa obor Olimpiade Beijing 2008. Kini, Azhar hidup sederhana dengan bakau yang membawa kemakmuran bagi lingkungan sekitarnya.

Upload: suwandi-ahmad

Post on 20-Jun-2015

2.442 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Buku Atlas Hutan Aceh yang diterbitkan Aceh Green

TRANSCRIPT

Page 1: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green

Selayang Pandang ATLAS

HUTAN ACEH

Sela

yang

Pan

dang

ATL

AS

HU

TAN

AC

EH

ACEH GREENSUSTAINABILITY. EQUITY

Pemerintah Propinsi Aceh

9 786029 573008

ISBN 9786029573008

Buku Selayang Pandang ATlas Hutan Aceh ini disusun dan dibagi dalam bab-bab yang sesuai dengan isu-isu lingkungan yang terkait dengan tata kelola hutan di Aceh. Semua informasi di dalamnya dipadukan dengan peta, foto dan data lainnya, sehingga tercipta informasi yang utuh.

Bab Satu: Hutan Aceh KiniMenampilkan informasi kondisi hutan Aceh kini, termasuk sejarah perubahan dan tata kelola hutan Aceh.

Bab DUa: Wajah Bumi AcehBerisi beragam informasi mengenai fisiologi dan geografi Aceh serta kawasan karst Aceh.

Bab Tiga: Aceh Mega BiodiversityMenampilkan informasi keanekaragaman hayati Aceh dan sebarannya.

Bab EMpat: Harta Karun Lahan GambutBerisi kondisi dan informasi lain mengenai lahan gambut.

Bab Lima: Bakau Penjaga PesisirMenampilkan data dan informasi mengenai hutan bakau di Aceh beserta peta sebaran dan kondisinya.

Sekilas Aceh GreenAceh Green adalah sebuah visi progresif mengenai arah baru pembangunan Aceh pascakonflik dan bencana tsunami, terutama dengan sumberdaya alam terbarukan sebagai pijakan utama.

Gagasan ini muncul dari Irwandi Yusuf saat terpilih sebagai Gubernur Aceh pada tahun 2006. Setelah terpilih, Gubernur Irwandi Yusuf langsung menetapkan pembangunan Aceh harus berlandaskan pada pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan untuk kepentingan generasi mendatang. Dan, hasil-hasilnya dapat dinikmati secara adil oleh masyarakat.

Konsep Aceh Green ini kemudian oleh Gubernur Irwandi Yusuf dikembangkan sebagai sebuah visi strategis dalam upaya membangkitkan perekonomian masyarakat Aceh. Konsep ini mencakup bidang kehutanan, energi terbarukan, bidang perikanan dan kelautan, infrastruktur publik dan penataan kembali tata ruang Aceh serta aktivitas lain terkait pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan.

Bidang-bidang dalam Aceh Green ini dikoordinasikan oleh sebuah wadah yang dikenal dengan nama Sekretariat Aceh Green.

Tugas Sekretariat Aceh reen ini adalah memastikan semua agenda mendasar yang ditetapkan Gubernur Aceh berjalan dan terintegrasi dengan seluruh tahapan perencanaan pembangunan Aceh. Baik di tingkat Propinsi atau Pemerintah Kota dan Kabupaten.

Selain itu, Sekretariat Aceh Green juga menjadi pusat informasi bersama tentang gagasan, ide dan kebijakan pembangunan ekonomi Aceh secara berkelanjutan demi terwujudnya cita-cita masyarakat Aceh yang sejahtera dan berkeadilan.

Visi Aceh GreenMenjaga, memelihara dan mempertahankan sumberdaya Alam Aceh demi mewujudkan

pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui strategi investasi hijau untuk Aceh.

Misi Aceh GreenTerwujudnya pengelolaan sumberdaya alam

terbarukan, dengan cara menghabiskan tidak lebih cepat dari kemampuan alam itu tumbuh kembaliTerwujudnya pengelolaan sumberdaya alam tak

terbarukan, yakni dengan cara menghabiskan tidak lebih cepat dari kecepatan sumber daya terbarukan

dapat menggantikannya. Terwujudnya pengelolaan limbah, dengan cara

tidak boleh lebih cepat dari kemampuan alam untuk memurnikan kembali limbah tersebut.

Aktifitas Aceh GreenPenyusunan Rencana Tata Ruang Aceh

Penyusunan Renstra Perikanan dan Kelautan AcehTim Transisi Kehutanan Aceh

Merancang Pemanfaatan Jasa LingkunganEvaluasi Konsesi

Sekretariat Aceh GreenKantor Gubernur Aceh Lt. 4

Jl. T.Nyak Arief No. 219Banda Aceh

Telp. 0651 - 51377, 51452Fax. 0651 - 23214

[email protected]

Sejarah Tata Kelola Hutan Aceh

1912 1915 1945

1947

2001 2006

2006

Jauh sebelum perhatian masyarakat dunia tertuju pada isu lingkungan, pada 1900-an, masalah hutan Aceh sudah mendapat perhatian khusus. Dalam buku Sejarah Kehutanan Indonesia I,

tercatat setidaknya 8 organisasi yang membawa isu hutan Aceh.

1930

Dibentuk pada 28 Januari 1930

Memperjuangkan kepentingan pedagang kayu melalui jalur hukum demi penyehatan perdagangan kayu di Hindia Belanda.

Bond van Boschpersoneel in Nederlandsch Indie (Perhimpunan Pedagang dan Kontraktan Penyerahan Kayu T.P.K di Hindia Belanda)

Dalam kelembagaan adat Aceh, pemimpin tertinggi di setiap wilayah disebut Imam Mukim. Pada Mu-kim yang berbatasan dengan hutan, Imam Mukim, dibantu Panglima Uteun. Panglima Uteun bertugas:1. Menjaga adat Glee dalam pengelolaan hutan adat (meuglee). Panglima Uteun atau Pawang Glee (pem-bantu Panglima Uteun atau Kejruen Glee) memberi aturan normatif apa yang boleh dan tidak boleh di-lakukan dalam pengelolaan hutan.2. Mengawasi penerapan larangan adat Glee. Mis-alnya pelarangan memotong pohon tualang, ke-muning, keutapang, dan beringin tempat bersarang lebah. Ada juga larangan memotong kayu meudang

Tipereska dibentuk dengan mandat merumuskan dokumen Rencana Strategis Pengelolaan Hutan Aceh yang dapat diimplementasikan guna mewujudkan pengelolaan hutan lestari dan kemakmuran sebesar-besarnya bagi rakyat Aceh. Tipereska terdiri atas Dewan Pengarah, yang diketuai Gubernur Aceh dan beranggotakan badan atau dinas yang terkait dengan isu kehutan-an di Aceh, perwakilan Multi Donor Fund, perwakilan Leuser Interna-tional Foundation, Fauna & Flora International, Food and Agriculture Organization, Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, dan Instutute for Natural Resources serta Environmental and Forestry Analysis.Tipereska dibiayai oleh Multi Donor Fund di bawah Aceh Forest and Environment Project (AFEP).

Panglima Uteun Sekilas Tipereska

Didirikan di Bogor, 12 Juli 1922 oleh dr. S.H. Koorders, tokoh botani yang dikenal sebagai pendata jenis-jenis pohon dari Jawa.Memberikan dampak besar dalam mempertahankan cagar alam termasuk di Aceh, dan mengajukan permohonan pada pemerintah untuk izin cagar alam di luar Jawa.

Nederlandsch Indische Vereeniging tot Natuurbescherming(Perkumpulan Perlindungan Alam Hindia Belandaa)

Ringo Tyuoo Zimusyo Dibentuk pada 14 Juni 1942 di Jakarta.Meski tidak banyak terlibat dalam pen-gelolaan hutan secara langsung, namun berpengaruh dalam pembuatan kebi-jakan kehutanan Aceh.

Pejabat di Bengkulu dan Aceh me-nyatakan perlindungan bagi Ra�e-sia Arnoldi di Bengkulu serta Tanah Gayo. Perlindungan yang diberikan menyangkut juga hutan di mana Raf-�esia arnoldi tumbuh dan berkem-bang.

Jawatan Kehutanan Sumatera dibentuk pada 12 Agustus 1947 ber-dasarkan Surat Keputusan Wakil Presiden RI No. 1/WKP/SUM/47. Jawatan yang berpusat di Bukittinggi ini terbagi atas:

Daerah Pengawasan Kehutanan Sumatera Utara di Taru-tung yang meliputi Karesidenan Aceh, Sumatera Timur, dan Tapanuli.Daerah Pengawasan Kehutanan Sumatera Tengah di Bukittinggi yang meliputi Karesidenan Sumatera Barat, Riau dan Jambi.Daerah Pengawasan Kehutanan Sumatera Selatan di Lubukling-gau yang meliputi Karesidenan Palembang, Bengkulu dan Lampung.

Badan Pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dibentuk berdasarkan ditetapkan dalam Keppres No. 33/1998. Pengelolaan KEL termasuk mandat melakukan tata batas dan membentuk zona-zona kawasan untuk dasar manajemen pengelolaan. KEL ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 190/KPT.s-II/2001 tentang Pengesahan Batas KEL, dan diperkuat dengan Pergub No. 52/2006 tentang Pembentukan Badan Pengelola KEL (BPKEL) Wilayah Aceh.

Pemberlakuan Moratorium Logging oleh Guber-nur Abdullah Puteh, pada 7 Maret 2001. Namun, kebijakan ini tidak memuat larangan penebangan hutan bagi pemilik Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dan sejenisnya. Langkah ini merupakan pener-tiban administrasi Hak Pengelolaan Hutan (HPH), tanpa ada konsep reformasi kebijakan kehutanan.

11 12 13

ara, merbau, dan kayu besar untuk perahu, kecuali seizin Raja. Larangan lainnya adalah mengambil kayu yang sudah ditumpuk dan ada batu di atasnya. Batu ini adalah tanda bahwa kayu yang bertumpuk itu sudah ada yang punya. 3. Pemungut cukai (Wasee Glee), yang meliputi cula badak, madu, gading, getah rambung, sarang burung, rotan, kayu untuk dijual, damar, dan seba-gainya. Wasee sebesar 10% disetorkan ke kerajaan.4. Hakim perselisihan dan pelanggaran adat Glee. Dalam suatu perundingan, Panglima Uteun wajib mendengar keterangan pawang-pawang glee, sebe-lum memberi hukum atau keputusan.

Untuk mewujudkan mandat tersebut, sasaran yang harus dicapai oleh Tim Penyusun Rencana Strategis Pengelolaan Hutan Aceh adalah: 1. Terumuskannya visi, misi dan tujuan pengelolaan hutan Aceh yang

dapat diterima semua pihak;2. Terumuskannya kerangka pikir dan nilai-nilai pengelolaan hutan

Aceh yang mampu mempertahankan nilai-nilai spesi�k ekosistem hutan Aceh, nilai-nilai budaya masyarakat Aceh dan mendorong tumbuh-kembangnya sektor ekonomi kehutanan (sektor riil) yang sehat;

3. Terumuskannya kebijakan dan kelembagaan pengelolaan hutan Aceh yang mampu menyediakan kondisi pemungkin (enabling condition) bagi pengelolaan hutan lestari berdasarkan prinsip kelestarian fungsi

Gubernur Irwandi Yusuf mengeluarkan Moratorium Logging pada 6 Juni 2007, yang menjadi awal menata kembali (redesain) strategi pengelolaan hutan Aceh, penanaman kembali hutan (reforestasi), dan menekan laju kerusakan hutan (reduksi deforestasi). Sasaran moratorium adalah:

Penghentian sementara seluruh penebangan kayu dari hutan alam. Pemberian izin penebangan pohon hanya diperbolehkan pada pohon yang berasal dari kebun masyarakat yang tergolong jenis-jenis kayu kampung. Penebangan pohon konsesi Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dalam rangka pembersihan lahan perkebunan dan transmigrasi yang berada di luar kawasan hutan, akan diatur setelah dilakukan pengka-jian dan evaluasi.Kayu tebangan sebelum moratorium dengan izin sah, dapat dimanfaat-kan untuk diolah dan dipasarkan di Propinsi Aceh.

1907-1954

Perkumpulan VABINOI (Perkumpulan Pegawai Jawatan Kehu-tanan Hindia Belanda)

Didirikan pada 29 Desember 1907 oleh para houtvester Boschwezen Hindia Belanda.

Anggotanya hanya orang Belanda dan Eropa

Memberikan gagasan pada pemerintah untuk kemajuan ilmu kehutanan, organisasi dan cara kerja Jawatan Kehutanan.

2007 2008

2007 2007

Sekretariat Aceh Green dibentuk oleh Gubernur Aceh. Tu-gasnya adalah mengkoordinir semua bidang yang terkait dengan visi Aceh Green. Selain itu, Sekretariat Aceh Green juga menjadi pusat infor-masi bersama tentang gagasan, ide dan kebijakan pembangu-nan ekonomi Aceh secara berkelanjutan demi terwujudnya cita-cita masyarakat Aceh yang sejahtera dan berkeadilan.

Tim Perumus Rencana Strategis Hutan Aceh (Tipereska) dibentuk oleh Gubernur Aceh melalui Surat Keputusan No.5222.1/534/2007, yang dikeluarkan pada 31 Oktober 2007.

Gubernur Irwandi Yusuf terpilih dalam Pemilihan Kepala Daerah Aceh secara langsung. Ide pertama setelah dilantik adalah mencetuskan Visi Aceh Green. Sebuah visi progresif mengenai arah baru pembangunan Aceh pascakon-�ik dan bencana tsunami, terutama dengan sumberdaya alam terbarukan sebagai pijakan utama. Visi ini mencakup bidang kehutanan, energi terbarukan, bidang perikanan dan kelautan, infrastruktur publik dan penataan kembali tata ruang Aceh serta aktivitas lain terkait pengelolaan sumberdaya alam secara berkelan-jutan.

Gubernur Aceh mencanangkan 1000 Jagawana. Seribu orang Jagawana atau Pengaman Hutan (Pamhut) akan disiapkan untuk menjaga hutan Aceh dan mengamank-an visi Aceh Green.

ekologi, kelestarian fungsi sosial dan kelestarian fungsi ekonomi/produksi hutan;

4. Terumuskannya strategi dan program yang realistis dalam jangka waktu 5 tahun ke depan, termasuk rancang ulang (redesign) kawasan hutan Aceh, reforestasi/restorasi kawasan hutan terdegradasi, serta menghentikan dan/atau menurunkan laju deforestasi;

5. Terumuskannya Atlas Hutan Aceh sebagai dasar perumusan kebi-jakan, kelembagaan, strategi dan program, serta sinkronisasi tata ruang wilayah propinsi; 6. Terhimpunnya data/informasi dasar yang memadai dan akurat bagi penetapan kebijakan dan pengambilan keputusan pengelolaan hutan Aceh, sebagai cikal bakal sistem informasi kehutanan Aceh.

Visi Tipereska adalah: Aceh menjadi wilayah yang mampu mendayagunakan ekosistem hutan secara lestari bagi pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Misi Tipereska adalah:1. Menyediakan basis data kehutanan yang dijadikan acuan dalam

perencanaan dan implementasi pengelolaan seluruh sumberdaya alam serta pemanfaatan ruang/lahan di Aceh;

2. Menyediakan kondisi pemungkin (enabling condition) pengelolaan hutan Aceh secara berkeadilan sosial dan lestari;

3. Mewujudkan tata kelola kehutanan yang baik di Aceh; 4. Mewujudkan pengelolaan hutan lestari bagi para pelaku pembangu-

nan di Aceh.

Komposisi Litologi Batuan

Batuan Gamping dan Dolomit Jenis ini terbentuk dari proses sedimentasi di dasar laut yang terangkat ke permukaan hing-ga menjadi daratan. Sebagian dari jenis batuan gamping tersebut mengalami karsti�kasi dan ekosistem karst. Aliran air yang mengikis batuan gamping tersebut membangun sebuah system sungai bawah tanah sehingga memben-tuk gua-gua panjang di kawasan karst. Jenis batuan ini rawan mengalami kerusakan karena gangguan vegetasi di atasnya. Sehingga humus hilang karena erosi, air tidak lagi cu-kup untuk disaring ke dalam sistem hidrologi bawah tanah. Dalam jangka waktu panjang, kejadian ini berdampak pada pengurangan volume air di sungai dan waduk bawah ta-nah. Akibatnya, cadangan air bersih yang tak ternilai menjadi terkikis. Gangguan lainnya adalah penambangan untuk bahan baku bagi semen dan marmer.

Batuan BekuBatuan beku disebut malihan. Terdiri dari granit, diorit, gabro, sekis, batu sabak dan kuarsik. Umumnya, memiliki tingkat porosi-tas yang sangat rendah. Batuan beku terben-tuk dari magma yang mengalami pengerasan. Pengerasannya menghasilkan batuan ekstrusif (vulkanik) dan intrusive (plutonik).

Batuan Sedimen Padu dan Gu-nung Api TuaJenis ini terdiri dari breksi, konglomerat dan lava yang mengalami perlibatan. Umumnya memiliki porositas rendah dan sedang. Tipe inilah yang mendominasi daratan Aceh dan beberapa pulau di sekitarnya.

Batuan Gunung Api MudaBatuan ini terjadi dari tuf, aglomerat, breksi volkanik, lava dan endapan lahar yang tak

teruraikan. Sisa debu vulkanik dan batuan lava yang mengalami pelapukan memberikan kontribusi unsur hara dalam tanah sehingga di kawasan sekitar batuan gunung api muda memiliki tingkat kesuburan yang tinggi. Seperti kawasan sekitar gunung api aktif lain-nya di dunia, kawasan dengan batuan gunung api muda menjadi area pengembangan perke-bunan karena tingkat kesuburan yang tinggi dan beriklim sejuk. Resikonya, kawasan sep-erti ini umumnya rawan bencana alam.

Sedimen LepasSedimen lepas terbentuk karena proses sedi-mentasi tanah akibat erosi melalui sungai-sun-gai utama. Topogra� kawasan berbatu sedimen lepas yang datar, kaya kandungan unsur hara dan air. Sehingga kawasan ini menjadi pilihan utama sebagai pemukiman dan pertanian. Salah satunya adalah pertanian padi.

18 19

Batuan Gunung Api MudaAda di sekitar gunung api yang masih aktif seperti Seulawah di Kabupaten Aceh Besar, Peut Sago di Kabupaten Pidie, Borne Telong di Kabupaten Bener Meriah dan Gunung Leuser di Kabupaten Gayo Lues.

Sebaran Jenis Batuan

Sedimen Lepas Di utara, ada di sepanjang Sungai Krueng Aceh, Kabu-paten Aceh Besar. Di timur, banyak terdapat di Sigli, Ka-bupaten Pidie dan sekitarnya. Kemudian menyambung hingga Kabupaten Aceh Tamiang, tepatnya di lahan basah dan hutan mangrove di Aceh Utara dan Tamiang.Di pantai barat terdapat di Leupung dan Lhoong, Kabu-paten Aceh Besar, serta di Lamno, Kabupaten Aceh Jaya. Sedimen lepas juga ditemui di muara Sungai Teunom, Aceh Jaya hingga Kabupaten Nagan Raya. Di Nagan Raya, sedimen lepas ada di kawasan rawa gambut Tripa dan Rawa Singkil.

Batuan Gamping dan Dolomit Tersebar di sepanjang pantai barat, mulai dari ujung utara, Lhok Nga, Aceh Besar hingga Ka-bupaten Aceh Selatan.

Batuan Beku Membujur dari utara hingga selatan sepanjang pegunungan Bukit Barisan

Batuan Sedimen Padu dan Gunung Api TuaMendominasi wilayah Aceh dengan luas kawasan-nya mencapai lebih dari 60%, termasuk Pulau Sim-elue, Pulau Aceh dan Pulau Weh. Tersebar dari da-taran rendah tepi pantai hingga dataran tinggi dan pegunungan.

Harimau SumateraHarimau Sumatera merupakan satu-satunya subspesies Panthera tigris, yang masih ada di Indonesia. Di Aceh, yang merupakan hunian sebagian besar harimau Sumatera, sampai dengan pertengahan 2009, diperkirakan tinggal 400 ekor saja.

Legenda

Distribusi Harimau

Kabupaten

Daerah Kon�ik

Batas Wilayah Hutan Hulumasen

Kondisi Harimau Sumatera saat ini terancam punah,

sebanding dengan dengan wilayah habitatnya yang semakin berkurang.

Habitat Harimau Sumatera di Aceh ada di hutan dataran rendah, hutan bergunung dan separuh bergunung serta hutan-hutan dalam wilayah lahan gambut.

Habitat Harimau Sumatera di Aceh merupakan lahan perkebunan baru dan pembalakan liar. Hal ini yang menyebabkan kon�ik manusia dan harimau semakin mencemaskan di beberapa daerah di Aceh.

Peta Sebaran Harimau &Daerah Konflik

NO TANGGAL TEMPAT KEJADIAN KERUGIAN

1 19 Juni 2007 Desa Peunelop, Kecamatan Labuhan Haji Timur, Kabupaten Aceh Selatan 1 orang meninggal dunia

2 31 Juli 2007 Desa Sengko Meulat, Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar 1 orang meninggal dunia

3 1 Agustus 2007 Desa Alue Baron, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan 1 orang meninggal dunia

4 13 Agustus 2007 Desa Ketapang Indah, Kecamatan Singkil Utara, Kabupaten Aceh Singkil

Harimau sumatera ditemukan mati dalam keadaan kulit, daging dan tulang sudah membusuk

5 14 Agustus 2007 Desa Bukit Meuh, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan 1 orang meninggal dunia

6 23 September 2007 Desa Aur, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan 1 orang meninggal dunia

7 7 Oktober 2007 Desa Drien Jalak, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan 1 orang meninggal dunia

8 12 Oktober 2007 Desa Jambo Papeun, Kecamatan Meukek

Dilakukan penangkapan terhadap Harimau di sekitar pemukiman penduduk

9 19 Oktober 2007 Desa Jambo Papeun, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan 2 orang luka ringan

10 November 2007 Desa Jambo Papeun, Kecamatan Meukek

Dilakukan penangkapan terhadap harimau yang telah menyebabkan korban jiwa di seluruh Kabupaten Aceh Selatan

11 November 2007 Desa Ujong Tanoh, Kecamatan Samadua

Dilakukan penangkapan terhadap harimau yang telah menyebabkan korban jiwa di seluruh Kabupaten Aceh Selatan

12 7 November 2007 Desa Aceh, Kecamatan Meukek

13 18 November 2007 Desa Jambo Papeun, Kecamatan Meukek

Dilakukan penangkapan terhadap harimau yang telah menyebabkan korban jiwa di seluruh Kabupaten Aceh Selatan

14 25 November 2007 Desa Ujong Tanoh, Kecamatan Samadua

Dilakukan penangkapan terhadap harimau yang telah menyebabkan korban jiwa di seluruh Kabupaten Aceh Selatan

15 27 November 2007 Desa Bukit Mas, Kecamatan Meukek Dilakukan penangkapan terhadap harimau

16 24 Desember 2007 Desa Lawe Sawah, Kecamatan Kluet Timur, Kabupaten Aceh Selatan

Harimau Sumatera mati ditembak aparat keamanan karena telah menyerang warga hingga luka-luka (tangan, dada dan paha)

Data Konflik Harimau

28 29

KLASIFIKASI GAMBUTDalam klasi�kasi tanah, tanah gambut dikenal sebagai Organosol atau Histosols. Yaitu tanah yang memiliki lapisan bahan organik dengan berat jenis dalam keadaan lembab < 0,1 g cm �3 dengan tebal > 60 cm atau lapisan organik dengan BD > 0,1 g cm�3 dengan tebal > 40 cm.

Dari tingkat kematangannya, lahan gambut dibedakan menjadi:

Gambut Saprik (matang), merupakan gambut yang sudah me-lapuk lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, bila diremas kandungan seratnya < 15%.Gambut Hemik (setengah matang), merupakan gambut seten-gah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, ber-warna coklat dan bila diremas bahan seratnya 15-75%.Gambut �brik (mentah), merupakan gambut yang belum me-lapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat dan bila diremas > 75% seratnya masih tersisa.

Berdasarkan tingkat kesuburannya, gambut dibedakan menjadi:

Gambut eutro�k, merupakan gambut yang kaya akan bahan mineral dan basa-basa serta unsur hara lainnya. Gambut yang relative subur biasanya adalah gambut yang tipis dan dipen-garuhi oleh sediment sungai atau lautMesotro�k, merupakan gambut yang agak subur karena memiliki kandungan mineral dan basa-basa sedang.Gambut Oligitro�k, merupakan gambut tidak subur karena miskin mineral dan basa-basa. Bagian kubah gambut tebal yang jauh dari pengaruh lumpur sungai biasanya termasuk gambut oligotro�k.

Berdasarkan pembentukannya, maka gambut dibedakan kepada:

Gambut ombrogen, merupakan gambut yang terbentuk pada lingkungan yang dipengaruhi oleh air hujan Gambut topogen yang terbentuk di lingkungan yang menda-pat pengayaan air pasang. Karena itu gambut ini lebih kaya mineral dan lebih subur dibandingkan gambut ombrogen.

Berdasarkan kedalamannya, gambut dibedakan atas:

Gambut dangkal ( 50-100 cm)Gambut sedang (100-200 cm)Gambut dalam (200-300 cm)Gambut sangat dalam (> 300 cm)

Berdasarkan proses dan lokasinya, gambut dibagi menjadi:

Gambut pantai, merupakan gambut yang terbentuk dekat pantai laut dan mendapatkan pengayaan mineral dari air lautGambut pedalaman, merupakan gambut yang terbentuk di daerah yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut na-mun hanya oleh air hujanGambut transisi merupakan gambut yang terbentuk di antara kedua wilayah diatas, yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh air pasang laut.

Khusus di Indonesia, lahan gambut yang ditemukan tergolong mesotro�k, oligotro�k dan memiliki kandungan lignin yang lebih tinggi karena terbentuk dari pohon-pohonan.

LOKASI SEBARAN LAHAN GAMBUT

Singkil di Kabupaten Aceh Selatan dan Aceh Singkil (100,000 ha).

Kluet di Kabupaten Aceh Selatan (18,000 ha)

Tripa di Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat Daya (50,000 ha)

Meulaboh

Di kawasan Pantai Barat Sumatera, masih ada beberapa peninggalan lahan gambut yang ter-sisa. Namun dalam kondisi terancam karena beberapa hal. Misalnya:

Kebakaran gambut, Penebangan kayu, Rencana pembuatan jalan, Tidak ada perlindungan bagi lahan gam-but dengan ketebalan 3 meter ke atas.Pembukaan perkebunan kepala sawit yang tidak terkendali.Pembukaan areal pertambangan

1

2

3

Sumatera7,2 juta ha

Kalimantan6,8 juta ha

Papua4,6 juta ha

SEBARAN LAHAN GAMBUT DI INDONESIA

48 49

56 57

MANFAAT HUTAN Mangrove

Habitat Satwa LangkaLebih dari 100 jenis burung hidup di kawasan mangrove dan daratan lumpur di sekitarnya. Juga menjadi tempat singgah burung migran, seperti Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus)

Pelindung BencanaVegetasi hutan bakau dapat menyaring badai dari lautan yang bermuatan garam, termasuk menahan laju gelombang tsunami

Pengendapan LumpurSifat �sik tanaman pada hutan bakau membantu proses pengendapan lumpur. Partikel lumpur yang mengendap bisa mengikat racun dan unsur hara air. Sehingga kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.

Penambah Unsur HaraSifat �sik hutan bakau cenderung memperlambat aliran air dan memungkinkan pengendapan. Sehingga unsur hara yang berasal dari berbagai sumber di daratan bisa tertahan.

Penambat Racun Selain tertahan oleh lumpur, beberapa spesies tertentu dalam hutan bakau membantu proses pengikatan racun secara aktif .

Memelihara Iklim MikroPerubahan air menjadi uap permukaan tanah dalam hutan bakau mampu menjaga ketembaban dan curah hujan di sekitarnya, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.

TransportasiPada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara yang paling e�sien dan paling sesuai dengan lingkungan.

Sumber Plasma NutfahHutan bakau menjadi habitat bagi beraneka spesies yang bisa menjadi sumber plasma nutfah.

Rekreasi dan PariwisataKarena nilai keindahan dan kekayaan spesies yang dimiliki, hutan bakau bisa menjadi tujuan wisata atau rekresi masyarakat.

Sarana Pendidikan dan PenelitianHutan bakau bisa menjadi laboratorium lapangan, baik untuk isu lingkungan maupun isu sosial kemasyarakatan.

Memelihara Proses dan Sistem AlamiDalam hutan bakau, proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi bisa berlangsung dengan lancar.

Penyerapan KarbonProses fotosentesis -dari karbon anorganik (C02) menjadi karbon organik dan oksigen- berlangsung dengan bantuan tumbuhan di dalam hutan bakau. Hutan bakau juga mengandung bahan organik yang tidak membusuk. Karena itu, bisa berfungsi sebagai penyerap karbon aktif.

Sumber Alam In-Situ dan Ex-SituHasil alam dalam kawasan (in-situ) mencakup semua fauna dan hasil mineral yang dapat dimanfaatkan langsung di dalam kawasan. Sedangkan sumber alam luar kawasan (ex-situ) meliputi produk alamiah di hutan mangrove. Kemudian bisa digunakan masyarakat di daerah tersebut. Baik sebagai sumber makanan atau penambahan luas pantai karena sedimentasi.

Mencegah Pengembangan Tanah Sulfat Masam. Keberadaan hutan bakau dapat mencegah masuknya oksigen dalam lapisan pirit yang membahayakan kehidupan.

Inisiatif Bakau oleh Masyarakat Di Desa Lam Ujong, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar, seorang bapak bernama Azhar Idris sempat dianggap aneh oleh warga sekitarnya. Hal ini bermula dari kebiasaannya mengumpulkan biji bakau, pasca kehilangan rumah akibat tsunami. Biji-biji bakau itu kemudian disemaikan Azhar. Tak terasa, sudah 35 ha pesisir Lam Ujong yang ditanami mangrove oleh Azhar. Itu semua berasal dari 3 bulan perjalannya hingga ke Pidie, 100 KM dari rumahnya, untuk mengumpulkan biji-biji bakau. Azhar membawa pulang 30.000 biji dalam ikatan 100 biji per ikat.Pada tahun 2008, bakau yang ditanam Azhar mulai menampakkan hasil. Masyarakat Lam Ujong sudah bisa menikmati tangkapan ikan, udang hingga kepiting di penanaman mangrove Azhar. Prestasi Azhar ini mengantarkannya menjadi pembawa obor Olimpiade Beijing 2008. Kini, Azhar hidup sederhana dengan bakau yang membawa kemakmuran bagi lingkungan sekitarnya.

Page 2: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green

Selayang Pandang ATLAS

HUTAN ACEH

Sela

yang

Pan

dang

ATL

AS

HU

TAN

AC

EH

ACEH GREENSUSTAINABILITY. EQUITY

Pemerintah Propinsi Aceh

9 786029 573008

ISBN 9786029573008

Buku Selayang Pandang ATlas Hutan Aceh ini disusun dan dibagi dalam bab-bab yang sesuai dengan isu-isu lingkungan yang terkait dengan tata kelola hutan di Aceh. Semua informasi di dalamnya dipadukan dengan peta, foto dan data lainnya, sehingga tercipta informasi yang utuh.

Bab Satu: Hutan Aceh KiniMenampilkan informasi kondisi hutan Aceh kini, termasuk sejarah perubahan dan tata kelola hutan Aceh.

Bab DUa: Wajah Bumi AcehBerisi beragam informasi mengenai fisiologi dan geografi Aceh serta kawasan karst Aceh.

Bab Tiga: Aceh Mega BiodiversityMenampilkan informasi keanekaragaman hayati Aceh dan sebarannya.

Bab EMpat: Harta Karun Lahan GambutBerisi kondisi dan informasi lain mengenai lahan gambut.

Bab Lima: Bakau Penjaga PesisirMenampilkan data dan informasi mengenai hutan bakau di Aceh beserta peta sebaran dan kondisinya.

Sekilas Aceh GreenAceh Green adalah sebuah visi progresif mengenai arah baru pembangunan Aceh pascakonflik dan bencana tsunami, terutama dengan sumberdaya alam terbarukan sebagai pijakan utama.

Gagasan ini muncul dari Irwandi Yusuf saat terpilih sebagai Gubernur Aceh pada tahun 2006. Setelah terpilih, Gubernur Irwandi Yusuf langsung menetapkan pembangunan Aceh harus berlandaskan pada pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan untuk kepentingan generasi mendatang. Dan, hasil-hasilnya dapat dinikmati secara adil oleh masyarakat.

Konsep Aceh Green ini kemudian oleh Gubernur Irwandi Yusuf dikembangkan sebagai sebuah visi strategis dalam upaya membangkitkan perekonomian masyarakat Aceh. Konsep ini mencakup bidang kehutanan, energi terbarukan, bidang perikanan dan kelautan, infrastruktur publik dan penataan kembali tata ruang Aceh serta aktivitas lain terkait pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan.

Bidang-bidang dalam Aceh Green ini dikoordinasikan oleh sebuah wadah yang dikenal dengan nama Sekretariat Aceh Green.

Tugas Sekretariat Aceh reen ini adalah memastikan semua agenda mendasar yang ditetapkan Gubernur Aceh berjalan dan terintegrasi dengan seluruh tahapan perencanaan pembangunan Aceh. Baik di tingkat Propinsi atau Pemerintah Kota dan Kabupaten.

Selain itu, Sekretariat Aceh Green juga menjadi pusat informasi bersama tentang gagasan, ide dan kebijakan pembangunan ekonomi Aceh secara berkelanjutan demi terwujudnya cita-cita masyarakat Aceh yang sejahtera dan berkeadilan.

Visi Aceh GreenMenjaga, memelihara dan mempertahankan sumberdaya Alam Aceh demi mewujudkan

pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui strategi investasi hijau untuk Aceh.

Misi Aceh GreenTerwujudnya pengelolaan sumberdaya alam

terbarukan, dengan cara menghabiskan tidak lebih cepat dari kemampuan alam itu tumbuh kembaliTerwujudnya pengelolaan sumberdaya alam tak

terbarukan, yakni dengan cara menghabiskan tidak lebih cepat dari kecepatan sumber daya terbarukan

dapat menggantikannya. Terwujudnya pengelolaan limbah, dengan cara

tidak boleh lebih cepat dari kemampuan alam untuk memurnikan kembali limbah tersebut.

Aktifitas Aceh GreenPenyusunan Rencana Tata Ruang Aceh

Penyusunan Renstra Perikanan dan Kelautan AcehTim Transisi Kehutanan Aceh

Merancang Pemanfaatan Jasa Lingkungan.Evaluasi Konsesi

Sekretariat Aceh GreenKantor Gubernur Aceh Lt. 4

Jl. T.Nyak Arief No. 219Banda Aceh

Telp. 0651 - 51377, 51452Fax. 0651 - 23214

[email protected]

Sejarah Tata Kelola Hutan Aceh

1912 1915 1945

1947

2001 2006

2006

Jauh sebelum perhatian masyarakat dunia tertuju pada isu lingkungan, pada 1900-an, masalah hutan Aceh sudah mendapat perhatian khusus. Dalam buku Sejarah Kehutanan Indonesia I,

tercatat setidaknya 8 organisasi yang membawa isu hutan Aceh.

1930

Dibentuk pada 28 Januari 1930

Memperjuangkan kepentingan pedagang kayu melalui jalur hukum demi penyehatan perdagangan kayu di Hindia Belanda.

Bond van Boschpersoneel in Nederlandsch Indie (Perhimpunan Pedagang dan Kontraktan Penyerahan Kayu T.P.K di Hindia Belanda)

Dalam kelembagaan adat Aceh, pemimpin tertinggi di setiap wilayah disebut Imam Mukim. Pada Mu-kim yang berbatasan dengan hutan, Imam Mukim, dibantu Panglima Uteun. Panglima Uteun bertugas:1. Menjaga adat Glee dalam pengelolaan hutan adat (meuglee). Panglima Uteun atau Pawang Glee (pem-bantu Panglima Uteun atau Kejruen Glee) memberi aturan normatif apa yang boleh dan tidak boleh di-lakukan dalam pengelolaan hutan.2. Mengawasi penerapan larangan adat Glee. Mis-alnya pelarangan memotong pohon tualang, ke-muning, keutapang, dan beringin tempat bersarang lebah. Ada juga larangan memotong kayu meudang

Tipereska dibentuk dengan mandat merumuskan dokumen Rencana Strategis Pengelolaan Hutan Aceh yang dapat diimplementasikan guna mewujudkan pengelolaan hutan lestari dan kemakmuran sebesar-besarnya bagi rakyat Aceh. Tipereska terdiri atas Dewan Pengarah, yang diketuai Gubernur Aceh dan beranggotakan badan atau dinas yang terkait dengan isu kehutan-an di Aceh, perwakilan Multi Donor Fund, perwakilan Leuser Interna-tional Foundation, Fauna & Flora International, Food and Agriculture Organization, Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, dan Instutute for Natural Resources serta Environmental and Forestry Analysis.Tipereska dibiayai oleh Multi Donor Fund di bawah Aceh Forest and Environment Project (AFEP).

Panglima Uteun Sekilas Tipereska

Didirikan di Bogor, 12 Juli 1922 oleh dr. S.H. Koorders, tokoh botani yang dikenal sebagai pendata jenis-jenis pohon dari Jawa.Memberikan dampak besar dalam mempertahankan cagar alam termasuk di Aceh, dan mengajukan permohonan pada pemerintah untuk izin cagar alam di luar Jawa.

Nederlandsch Indische Vereeniging tot Natuurbescherming(Perkumpulan Perlindungan Alam Hindia Belandaa)

Ringo Tyuoo Zimusyo Dibentuk pada 14 Juni 1942 di Jakarta.Meski tidak banyak terlibat dalam pen-gelolaan hutan secara langsung, namun berpengaruh dalam pembuatan kebi-jakan kehutanan Aceh.

Pejabat di Bengkulu dan Aceh me-nyatakan perlindungan bagi Ra�e-sia Arnoldi di Bengkulu serta Tanah Gayo. Perlindungan yang diberikan menyangkut juga hutan di mana Raf-�esia arnoldi tumbuh dan berkem-bang.

Jawatan Kehutanan Sumatera dibentuk pada 12 Agustus 1947 ber-dasarkan Surat Keputusan Wakil Presiden RI No. 1/WKP/SUM/47. Jawatan yang berpusat di Bukittinggi ini terbagi atas:

Daerah Pengawasan Kehutanan Sumatera Utara di Taru-tung yang meliputi Karesidenan Aceh, Sumatera Timur, dan Tapanuli.Daerah Pengawasan Kehutanan Sumatera Tengah di Bukittinggi yang meliputi Karesidenan Sumatera Barat, Riau dan Jambi.Daerah Pengawasan Kehutanan Sumatera Selatan di Lubukling-gau yang meliputi Karesidenan Palembang, Bengkulu dan Lampung.

Badan Pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dibentuk berdasarkan ditetapkan dalam Keppres No. 33/1998. Pengelolaan KEL termasuk mandat melakukan tata batas dan membentuk zona-zona kawasan untuk dasar manajemen pengelolaan. KEL ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 190/KPT.s-II/2001 tentang Pengesahan Batas KEL, dan diperkuat dengan Pergub No. 52/2006 tentang Pembentukan Badan Pengelola KEL (BPKEL) Wilayah Aceh.

Pemberlakuan Moratorium Logging oleh Guber-nur Abdullah Puteh, pada 7 Maret 2001. Namun, kebijakan ini tidak memuat larangan penebangan hutan bagi pemilik Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dan sejenisnya. Langkah ini merupakan pener-tiban administrasi Hak Pengelolaan Hutan (HPH), tanpa ada konsep reformasi kebijakan kehutanan.

11 12 13

ara, merbau, dan kayu besar untuk perahu, kecuali seizin Raja. Larangan lainnya adalah mengambil kayu yang sudah ditumpuk dan ada batu di atasnya. Batu ini adalah tanda bahwa kayu yang bertumpuk itu sudah ada yang punya. 3. Pemungut cukai (Wasee Glee), yang meliputi cula badak, madu, gading, getah rambung, sarang burung, rotan, kayu untuk dijual, damar, dan seba-gainya. Wasee sebesar 10% disetorkan ke kerajaan.4. Hakim perselisihan dan pelanggaran adat Glee. Dalam suatu perundingan, Panglima Uteun wajib mendengar keterangan pawang-pawang glee, sebe-lum memberi hukum atau keputusan.

Untuk mewujudkan mandat tersebut, sasaran yang harus dicapai oleh Tim Penyusun Rencana Strategis Pengelolaan Hutan Aceh adalah: 1. Terumuskannya visi, misi dan tujuan pengelolaan hutan Aceh yang

dapat diterima semua pihak;2. Terumuskannya kerangka pikir dan nilai-nilai pengelolaan hutan

Aceh yang mampu mempertahankan nilai-nilai spesi�k ekosistem hutan Aceh, nilai-nilai budaya masyarakat Aceh dan mendorong tumbuh-kembangnya sektor ekonomi kehutanan (sektor riil) yang sehat;

3. Terumuskannya kebijakan dan kelembagaan pengelolaan hutan Aceh yang mampu menyediakan kondisi pemungkin (enabling condition) bagi pengelolaan hutan lestari berdasarkan prinsip kelestarian fungsi

Gubernur Irwandi Yusuf mengeluarkan Moratorium Logging pada 6 Juni 2007, yang menjadi awal menata kembali (redesain) strategi pengelolaan hutan Aceh, penanaman kembali hutan (reforestasi), dan menekan laju kerusakan hutan (reduksi deforestasi). Sasaran moratorium adalah:

Penghentian sementara seluruh penebangan kayu dari hutan alam. Pemberian izin penebangan pohon hanya diperbolehkan pada pohon yang berasal dari kebun masyarakat yang tergolong jenis-jenis kayu kampung. Penebangan pohon konsesi Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dalam rangka pembersihan lahan perkebunan dan transmigrasi yang berada di luar kawasan hutan, akan diatur setelah dilakukan pengka-jian dan evaluasi.Kayu tebangan sebelum moratorium dengan izin sah, dapat dimanfaat-kan untuk diolah dan dipasarkan di Propinsi Aceh.

1907-1954

Perkumpulan VABINOI (Perkumpulan Pegawai Jawatan Kehu-tanan Hindia Belanda)

Didirikan pada 29 Desember 1907 oleh para houtvester Boschwezen Hindia Belanda.

Anggotanya hanya orang Belanda dan Eropa

Memberikan gagasan pada pemerintah untuk kemajuan ilmu kehutanan, organisasi dan cara kerja Jawatan Kehutanan.

2007 2008

2007 2007

Sekretariat Aceh Green dibentuk oleh Gubernur Aceh. Tu-gasnya adalah mengkoordinir semua bidang yang terkait dengan visi Aceh Green. Selain itu, Sekretariat Aceh Green juga menjadi pusat infor-masi bersama tentang gagasan, ide dan kebijakan pembangu-nan ekonomi Aceh secara berkelanjutan demi terwujudnya cita-cita masyarakat Aceh yang sejahtera dan berkeadilan.

Tim Perumus Rencana Strategis Hutan Aceh (Tipereska) dibentuk oleh Gubernur Aceh melalui Surat Keputusan No.5222.1/534/2007, yang dikeluarkan pada 31 Oktober 2007.

Gubernur Irwandi Yusuf terpilih dalam Pemilihan Kepala Daerah Aceh secara langsung. Ide pertama setelah dilantik adalah mencetuskan Visi Aceh Green. Sebuah visi progresif mengenai arah baru pembangunan Aceh pascakon-�ik dan bencana tsunami, terutama dengan sumberdaya alam terbarukan sebagai pijakan utama. Visi ini mencakup bidang kehutanan, energi terbarukan, bidang perikanan dan kelautan, infrastruktur publik dan penataan kembali tata ruang Aceh serta aktivitas lain terkait pengelolaan sumberdaya alam secara berkelan-jutan.

Gubernur Aceh mencanangkan 1000 Jagawana. Seribu orang Jagawana atau Pengaman Hutan (Pamhut) akan disiapkan untuk menjaga hutan Aceh dan mengamank-an visi Aceh Green.

ekologi, kelestarian fungsi sosial dan kelestarian fungsi ekonomi/produksi hutan;

4. Terumuskannya strategi dan program yang realistis dalam jangka waktu 5 tahun ke depan, termasuk rancang ulang (redesign) kawasan hutan Aceh, reforestasi/restorasi kawasan hutan terdegradasi, serta menghentikan dan/atau menurunkan laju deforestasi;

5. Terumuskannya Atlas Hutan Aceh sebagai dasar perumusan kebi-jakan, kelembagaan, strategi dan program, serta sinkronisasi tata ruang wilayah propinsi; 6. Terhimpunnya data/informasi dasar yang memadai dan akurat bagi penetapan kebijakan dan pengambilan keputusan pengelolaan hutan Aceh, sebagai cikal bakal sistem informasi kehutanan Aceh.

Visi Tipereska adalah: Aceh menjadi wilayah yang mampu mendayagunakan ekosistem hutan secara lestari bagi pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Misi Tipereska adalah:1. Menyediakan basis data kehutanan yang dijadikan acuan dalam

perencanaan dan implementasi pengelolaan seluruh sumberdaya alam serta pemanfaatan ruang/lahan di Aceh;

2. Menyediakan kondisi pemungkin (enabling condition) pengelolaan hutan Aceh secara berkeadilan sosial dan lestari;

3. Mewujudkan tata kelola kehutanan yang baik di Aceh; 4. Mewujudkan pengelolaan hutan lestari bagi para pelaku pembangu-

nan di Aceh.

Komposisi Litologi Batuan

Batuan Gamping dan Dolomit Jenis ini terbentuk dari proses sedimentasi di dasar laut yang terangkat ke permukaan hing-ga menjadi daratan. Sebagian dari jenis batuan gamping tersebut mengalami karsti�kasi dan ekosistem karst. Aliran air yang mengikis batuan gamping tersebut membangun sebuah system sungai bawah tanah sehingga memben-tuk gua-gua panjang di kawasan karst. Jenis batuan ini rawan mengalami kerusakan karena gangguan vegetasi di atasnya. Sehingga humus hilang karena erosi, air tidak lagi cu-kup untuk disaring ke dalam sistem hidrologi bawah tanah. Dalam jangka waktu panjang, kejadian ini berdampak pada pengurangan volume air di sungai dan waduk bawah ta-nah. Akibatnya, cadangan air bersih yang tak ternilai menjadi terkikis. Gangguan lainnya adalah penambangan untuk bahan baku bagi semen dan marmer.

Batuan BekuBatuan beku disebut malihan. Terdiri dari granit, diorit, gabro, sekis, batu sabak dan kuarsik. Umumnya, memiliki tingkat porosi-tas yang sangat rendah. Batuan beku terben-tuk dari magma yang mengalami pengerasan. Pengerasannya menghasilkan batuan ekstrusif (vulkanik) dan intrusive (plutonik).

Batuan Sedimen Padu dan Gu-nung Api TuaJenis ini terdiri dari breksi, konglomerat dan lava yang mengalami perlibatan. Umumnya memiliki porositas rendah dan sedang. Tipe inilah yang mendominasi daratan Aceh dan beberapa pulau di sekitarnya.

Batuan Gunung Api MudaBatuan ini terjadi dari tuf, aglomerat, breksi volkanik, lava dan endapan lahar yang tak

teruraikan. Sisa debu vulkanik dan batuan lava yang mengalami pelapukan memberikan kontribusi unsur hara dalam tanah sehingga di kawasan sekitar batuan gunung api muda memiliki tingkat kesuburan yang tinggi. Seperti kawasan sekitar gunung api aktif lain-nya di dunia, kawasan dengan batuan gunung api muda menjadi area pengembangan perke-bunan karena tingkat kesuburan yang tinggi dan beriklim sejuk. Resikonya, kawasan sep-erti ini umumnya rawan bencana alam.

Sedimen LepasSedimen lepas terbentuk karena proses sedi-mentasi tanah akibat erosi melalui sungai-sun-gai utama. Topogra� kawasan berbatu sedimen lepas yang datar, kaya kandungan unsur hara dan air. Sehingga kawasan ini menjadi pilihan utama sebagai pemukiman dan pertanian. Salah satunya adalah pertanian padi.

18 19

Batuan Gunung Api MudaAda di sekitar gunung api yang masih aktif seperti Seulawah di Kabupaten Aceh Besar, Peut Sago di Kabupaten Pidie, Borne Telong di Kabupaten Bener Meriah dan Gunung Leuser di Kabupaten Gayo Lues.

Sebaran Jenis Batuan

Sedimen Lepas Di utara, ada di sepanjang Sungai Krueng Aceh, Kabu-paten Aceh Besar. Di timur, banyak terdapat di Sigli, Ka-bupaten Pidie dan sekitarnya. Kemudian menyambung hingga Kabupaten Aceh Tamiang, tepatnya di lahan basah dan hutan mangrove di Aceh Utara dan Tamiang.Di pantai barat terdapat di Leupung dan Lhoong, Kabu-paten Aceh Besar, serta di Lamno, Kabupaten Aceh Jaya. Sedimen lepas juga ditemui di muara Sungai Teunom, Aceh Jaya hingga Kabupaten Nagan Raya. Di Nagan Raya, sedimen lepas ada di kawasan rawa gambut Tripa dan Rawa Singkil.

Batuan Gamping dan Dolomit Tersebar di sepanjang pantai barat, mulai dari ujung utara, Lhok Nga, Aceh Besar hingga Ka-bupaten Aceh Selatan.

Batuan Beku Membujur dari utara hingga selatan sepanjang pegunungan Bukit Barisan

Batuan Sedimen Padu dan Gunung Api TuaMendominasi wilayah Aceh dengan luas kawasan-nya mencapai lebih dari 60%, termasuk Pulau Sim-elue, Pulau Aceh dan Pulau Weh. Tersebar dari da-taran rendah tepi pantai hingga dataran tinggi dan pegunungan.

Harimau SumateraHarimau Sumatera merupakan satu-satunya subspesies Panthera tigris, yang masih ada di Indonesia. Di Aceh, yang merupakan hunian sebagian besar harimau Sumatera, sampai dengan pertengahan 2009, diperkirakan tinggal 400 ekor saja.

Legenda

Distribusi Harimau

Kabupaten

Daerah Kon�ik

Batas Wilayah Hutan Hulumasen

Kondisi Harimau Sumatera saat ini terancam punah,

sebanding dengan dengan wilayah habitatnya yang semakin berkurang.

Habitat Harimau Sumatera di Aceh ada di hutan dataran rendah, hutan bergunung dan separuh bergunung serta hutan-hutan dalam wilayah lahan gambut.

Habitat Harimau Sumatera di Aceh merupakan lahan perkebunan baru dan pembalakan liar. Hal ini yang menyebabkan kon�ik manusia dan harimau semakin mencemaskan di beberapa daerah di Aceh.

Peta Sebaran Harimau &Daerah Konflik

NO TANGGAL TEMPAT KEJADIAN KERUGIAN

1 19 Juni 2007 Desa Peunelop, Kecamatan Labuhan Haji Timur, Kabupaten Aceh Selatan 1 orang meninggal dunia

2 31 Juli 2007 Desa Sengko Meulat, Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar 1 orang meninggal dunia

3 1 Agustus 2007 Desa Alue Baron, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan 1 orang meninggal dunia

4 13 Agustus 2007 Desa Ketapang Indah, Kecamatan Singkil Utara, Kabupaten Aceh Singkil

Harimau sumatera ditemukan mati dalam keadaan kulit, daging dan tulang sudah membusuk

5 14 Agustus 2007 Desa Bukit Meuh, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan 1 orang meninggal dunia

6 23 September 2007 Desa Aur, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan 1 orang meninggal dunia

7 7 Oktober 2007 Desa Drien Jalak, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan 1 orang meninggal dunia

8 12 Oktober 2007 Desa Jambo Papeun, Kecamatan Meukek

Dilakukan penangkapan terhadap Harimau di sekitar pemukiman penduduk

9 19 Oktober 2007 Desa Jambo Papeun, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan 2 orang luka ringan

10 November 2007 Desa Jambo Papeun, Kecamatan Meukek

Dilakukan penangkapan terhadap harimau yang telah menyebabkan korban jiwa di seluruh Kabupaten Aceh Selatan

11 November 2007 Desa Ujong Tanoh, Kecamatan Samadua

Dilakukan penangkapan terhadap harimau yang telah menyebabkan korban jiwa di seluruh Kabupaten Aceh Selatan

12 7 November 2007 Desa Aceh, Kecamatan Meukek

13 18 November 2007 Desa Jambo Papeun, Kecamatan Meukek

Dilakukan penangkapan terhadap harimau yang telah menyebabkan korban jiwa di seluruh Kabupaten Aceh Selatan

14 25 November 2007 Desa Ujong Tanoh, Kecamatan Samadua

Dilakukan penangkapan terhadap harimau yang telah menyebabkan korban jiwa di seluruh Kabupaten Aceh Selatan

15 27 November 2007 Desa Bukit Mas, Kecamatan Meukek Dilakukan penangkapan terhadap harimau

16 24 Desember 2007 Desa Lawe Sawah, Kecamatan Kluet Timur, Kabupaten Aceh Selatan

Harimau Sumatera mati ditembak aparat keamanan karena telah menyerang warga hingga luka-luka (tangan, dada dan paha)

Data Konflik Harimau

28 29

KLASIFIKASI GAMBUTDalam klasi�kasi tanah, tanah gambut dikenal sebagai Organosol atau Histosols. Yaitu tanah yang memiliki lapisan bahan organik dengan berat jenis dalam keadaan lembab < 0,1 g cm �3 dengan tebal > 60 cm atau lapisan organik dengan BD > 0,1 g cm�3 dengan tebal > 40 cm.

Dari tingkat kematangannya, lahan gambut dibedakan menjadi:

Gambut Saprik (matang), merupakan gambut yang sudah me-lapuk lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, bila diremas kandungan seratnya < 15%.Gambut Hemik (setengah matang), merupakan gambut seten-gah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, ber-warna coklat dan bila diremas bahan seratnya 15-75%.Gambut �brik (mentah), merupakan gambut yang belum me-lapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat dan bila diremas > 75% seratnya masih tersisa.

Berdasarkan tingkat kesuburannya, gambut dibedakan menjadi:

Gambut eutro�k, merupakan gambut yang kaya akan bahan mineral dan basa-basa serta unsur hara lainnya. Gambut yang relative subur biasanya adalah gambut yang tipis dan dipen-garuhi oleh sediment sungai atau lautMesotro�k, merupakan gambut yang agak subur karena memiliki kandungan mineral dan basa-basa sedang.Gambut Oligitro�k, merupakan gambut tidak subur karena miskin mineral dan basa-basa. Bagian kubah gambut tebal yang jauh dari pengaruh lumpur sungai biasanya termasuk gambut oligotro�k.

Berdasarkan pembentukannya, maka gambut dibedakan kepada:

Gambut ombrogen, merupakan gambut yang terbentuk pada lingkungan yang dipengaruhi oleh air hujan Gambut topogen yang terbentuk di lingkungan yang menda-pat pengayaan air pasang. Karena itu gambut ini lebih kaya mineral dan lebih subur dibandingkan gambut ombrogen.

Berdasarkan kedalamannya, gambut dibedakan atas:

Gambut dangkal ( 50-100 cm)Gambut sedang (100-200 cm)Gambut dalam (200-300 cm)Gambut sangat dalam (> 300 cm)

Berdasarkan proses dan lokasinya, gambut dibagi menjadi:

Gambut pantai, merupakan gambut yang terbentuk dekat pantai laut dan mendapatkan pengayaan mineral dari air lautGambut pedalaman, merupakan gambut yang terbentuk di daerah yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut na-mun hanya oleh air hujanGambut transisi merupakan gambut yang terbentuk di antara kedua wilayah diatas, yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh air pasang laut.

Khusus di Indonesia, lahan gambut yang ditemukan tergolong mesotro�k, oligotro�k dan memiliki kandungan lignin yang lebih tinggi karena terbentuk dari pohon-pohonan.

LOKASI SEBARAN LAHAN GAMBUT

Singkil di Kabupaten Aceh Selatan dan Aceh Singkil (100,000 ha).

Kluet di Kabupaten Aceh Selatan (18,000 ha)

Tripa di Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat Daya (50,000 ha)

Meulaboh

Di kawasan Pantai Barat Sumatera, masih ada beberapa peninggalan lahan gambut yang ter-sisa. Namun dalam kondisi terancam karena beberapa hal. Misalnya:

Kebakaran gambut, Penebangan kayu, Rencana pembuatan jalan, Tidak ada perlindungan bagi lahan gam-but dengan ketebalan 3 meter ke atas.Pembukaan perkebunan kepala sawit yang tidak terkendali.Pembukaan areal pertambangan

1

2

3

Sumatera7,2 juta ha

Kalimantan6,8 juta ha

Papua4,6 juta ha

SEBARAN LAHAN GAMBUT DI INDONESIA

48 49

56 57

MANFAAT HUTAN Mangrove

Habitat Satwa LangkaLebih dari 100 jenis burung hidup di kawasan mangrove dan daratan lumpur di sekitarnya. Juga menjadi tempat singgah burung migran, seperti Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus)

Pelindung BencanaVegetasi hutan bakau dapat menyaring badai dari lautan yang bermuatan garam, termasuk menahan laju gelombang tsunami

Pengendapan LumpurSifat �sik tanaman pada hutan bakau membantu proses pengendapan lumpur. Partikel lumpur yang mengendap bisa mengikat racun dan unsur hara air. Sehingga kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.

Penambah Unsur HaraSifat �sik hutan bakau cenderung memperlambat aliran air dan memungkinkan pengendapan. Sehingga unsur hara yang berasal dari berbagai sumber di daratan bisa tertahan.

Penambat Racun Selain tertahan oleh lumpur, beberapa spesies tertentu dalam hutan bakau membantu proses pengikatan racun secara aktif .

Memelihara Iklim MikroPerubahan air menjadi uap permukaan tanah dalam hutan bakau mampu menjaga ketembaban dan curah hujan di sekitarnya, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.

TransportasiPada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara yang paling e�sien dan paling sesuai dengan lingkungan.

Sumber Plasma NutfahHutan bakau menjadi habitat bagi beraneka spesies yang bisa menjadi sumber plasma nutfah.

Rekreasi dan PariwisataKarena nilai keindahan dan kekayaan spesies yang dimiliki, hutan bakau bisa menjadi tujuan wisata atau rekresi masyarakat.

Sarana Pendidikan dan PenelitianHutan bakau bisa menjadi laboratorium lapangan, baik untuk isu lingkungan maupun isu sosial kemasyarakatan.

Memelihara Proses dan Sistem AlamiDalam hutan bakau, proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi bisa berlangsung dengan lancar.

Penyerapan KarbonProses fotosentesis -dari karbon anorganik (C02) menjadi karbon organik dan oksigen- berlangsung dengan bantuan tumbuhan di dalam hutan bakau. Hutan bakau juga mengandung bahan organik yang tidak membusuk. Karena itu, bisa berfungsi sebagai penyerap karbon aktif.

Sumber Alam In-Situ dan Ex-SituHasil alam dalam kawasan (in-situ) mencakup semua fauna dan hasil mineral yang dapat dimanfaatkan langsung di dalam kawasan. Sedangkan sumber alam luar kawasan (ex-situ) meliputi produk alamiah di hutan mangrove. Kemudian bisa digunakan masyarakat di daerah tersebut. Baik sebagai sumber makanan atau penambahan luas pantai karena sedimentasi.

Mencegah Pengembangan Tanah Sulfat Masam. Keberadaan hutan bakau dapat mencegah masuknya oksigen dalam lapisan pirit yang membahayakan kehidupan.

Inisiatif Bakau oleh Masyarakat Di Desa Lam Ujong, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar, seorang bapak bernama Azhar Idris sempat dianggap aneh oleh warga sekitarnya. Hal ini bermula dari kebiasaannya mengumpulkan biji bakau, pasca kehilangan rumah akibat tsunami. Biji-biji bakau itu kemudian disemaikan Azhar. Tak terasa, sudah 35 ha pesisir Lam Ujong yang ditanami mangrove oleh Azhar. Itu semua berasal dari 3 bulan perjalannya hingga ke Pidie, 100 KM dari rumahnya, untuk mengumpulkan biji-biji bakau. Azhar membawa pulang 30.000 biji dalam ikatan 100 biji per ikat.Pada tahun 2008, bakau yang ditanam Azhar mulai menampakkan hasil. Masyarakat Lam Ujong sudah bisa menikmati tangkapan ikan, udang hingga kepiting di penanaman mangrove Azhar. Prestasi Azhar ini mengantarkannya menjadi pembawa obor Olimpiade Beijing 2008. Kini, Azhar hidup sederhana dengan bakau yang membawa kemakmuran bagi lingkungan sekitarnya.

Page 3: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green
Page 4: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green

Selayang Pandang ATLAS

HUTAN ACEH

Sela

yang

Pan

dang

ATL

AS

HU

TAN

AC

EH

Page 5: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green

Secara geografis, Provinsi Aceh yang luasnya 5.736.557 ha terletak di ujung Barat Indonesia. Tepatnya antara 2°-6° LU dan 95°-98° BT. Sekitar 57% wilayah Aceh

tertutup hutan, sebuah potensi dunia yang sangat penting. Namun, perlahan tapi pasti, potensi ini

semakin berkurang tahun demi tahun.Satu

: H

uta

n A

ceh

Kin

i

6 7

Page 6: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green

HUTAN ACEH KINIDengan 57% wilayahnya masih ditutupi hutan, Aceh memegang peranan penting dalam siklus udara bersih dunia yang makin terbatas belakangan ini. Apalagi, Indonesia yang menduduki peringkat kedua area hutan terluas di dunia setelah Brazil, kebanyakan hutannya ada di Aceh.Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 170/Kpts-II/2000 mengenai Kawasan Hutan dan Perairan di Aceh, luas keseluruhan kawasan hutan di Aceh adalah 3.549.813 ha. Termasuk kawasan berhutan dalam Area Penggunaan Lain, wilayah Pulau Simeulue dan Kepulauan Banyak seluas 3.306.315 ha.

PETA PERUBAHAN HUTAN ACEHLuas hutan Aceh telah

banyak berkurang dan

semakin pesat terjadi

sejak tahun 2000-an.

1945 1980 1990 2000 2006

Luas Hutan :4.908.019 Ha

Luas Hutan :4.085.741 ha

Luas Hutan :3.702.305 ha

Kehilangan :822.278 Ha

Luas Hutan :3.355.879 ha

Luas Hutan :3.171.319 ha

383.436 Ha

346.426 Ha

184.560 Ha

Peta tutupan hutan pada tahun 1945 menunjukkan bahwa sebagian besar daratan Aceh diselimuti hutan hujan tropis. Kegiatan manusia terbatas pada wilayah pesisir timur dan wilayah di sekitar sungai-sungai yang layak untuk pertanian. Di daerah pegunungan terdapat beberapa komunitas kecil dan terpencil yang hidup dalam enklav di dalam hutan. Sebagian besar penduduk Aceh tinggal di dataran aluvial di pantai timur

Dari perubahan tutupan hutan di Aceh, terlihat bahwa selama tahun 1960an dan

1970an terjadi pembukaan lahan dan penebangan hutan di beberapa wilayah,

terutama di hutan dataran rendah di pantai barat dan pantai timur. Penduduk

bertambah sehingga terjadi perluasan pertanian di dataran aluvial tetapi sampai

tahun 1970 tutupan hutan masih sangat luas. Pada tahun 1970an mulai pembukaan

hutan di dataran aluvial di pantai barat.

Pembukaan hutan paling luas terjadi antara tahun 1980 sampai awal tahun

2000-an. Selama dua dekade itu beberapa HPH mulai mengusahakan hutan sehingga disusul pembukaan

lahan untuk pengembangan perkebunan skala besar (terutama

sawit). Maka dari luas hutan sekitar 4,085 juta ha yang ada pada tahun

1980, tinggal kurang dari 3,2 juta ha pada tahun 2006

Semua hutan yang hilang sejak tahun 1980,

74% (sekitar 700.000 ha) adalah hutan dataran

rendah (di ketinggian 0 -5 00m dpl). Padahal

hutan dataran rendah merupakan hutan yang

paling kaya baik dari segi potensi kayu maupun

dari segi keanekaragaman hayati, dan mem-

punyai peran yang sangat penting untuk satwa

besar (megafauna) seperti gajah, harimau,

badak dan orangutan yang menjadi lambang

kekayaan alam Aceh.

LEGENDA

HUTAN

Degradasi

Non Hutan

Peta HUTAN Aceh 1980

Peta HUTAN Aceh 2002

Peta HUTAN Aceh 2005

Lebih dari itu, dari hutan dataran rendah

yang tersisa (sekitar 877.000 ha), 63% telah

terdegradasi akibat penebangan, terutama di

konsesi HPH pada tahun 1990an. Maka hutan

dataran rendah yang masih tergolong primer

tinggal kurang dari 325.000 ha, dan sangat

terfragmentasi.

PETA PERUBAHAN HUTAN ACEH

Peringkat 2 Dunia12% spesies mamalia dunia, atau 515 spesies, ada di Indonesia. 39% diantaranya endemik.

TErcepat di IndonesiaPada 2006, tingkat deforestasi dan degradasi hutan Aceh mencapai sekitar 200 ribu ha. Dan sekitar 60% terjadi di kawasan hutan konservasi dan lindung.

Peringkat 4 Dunia7,3% spesies reptil dunia, atau 511 spesies, ada di Indonesia. 150 spesies diantaranya endemik.

Terbanyak di Sumatera80% hutan yang ada di Sumatera ada di Aceh.

Peringkat 6 Dunia270 spesies ampibi dunia hidup di Indonesia, 100 spesies diantaranya merupakan endemik.

Terbesar di ASia TenggaraCadangan karbon hutan Aceh terbesar di Asia Tenggara.

Peringkat 4 Dunia35 jenis primata dunia ada di Indonesia., 18 spesies di-antaranya adalah endemik. Belum termasuk kekayaan berupa 2827 spesies invertebrata, 121 spesies kupu kupu yang 44% diantaranya adalah endemik. Indo-nesia merupakan negara setelah Brazil dan Colombia yang memiliki keanekaragaman ikan terbesar.

Terpadat Kawasan dengan tingkat hunian mamalia besar terpadat ada di Aceh.

Peringkat 5 Dunia7% spesies burung dunia, atau 1531 spesies, ada di Indonesia. 397 diantaranya endemik.

Terluas di DuniaTaman Nasional Gunung Leuser di Aceh lu-asnya 2,65 juta ha, atau seluas negara Belgia. Luas ini 3 kali lebih besar dari pada Taman Nasional Yellowstone di US.

Hutan Aceh

Hutan Indonesia

8 9 10

Page 7: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green

Sejarah Tata Kelola Hutan Aceh

1912 1915 1945

1947

2001 2006

2006

Jauh sebelum perhatian masyarakat dunia tertuju pada isu lingkungan, pada 1900-an, masalah hutan Aceh sudah mendapat perhatian khusus. Dalam buku Sejarah Kehutanan Indonesia I,

tercatat setidaknya 8 organisasi yang membawa isu hutan Aceh.

1930

Dibentuk pada 28 Januari 1930

Memperjuangkan kepentingan pedagang kayu melalui jalur hukum demi penyehatan perdagangan kayu di Hindia Belanda.

Bond van Boschpersoneel in Nederlandsch Indie (Perhimpunan Pedagang dan Kontraktan Penyerahan Kayu T.P.K di Hindia Belanda)

Dalam kelembagaan adat Aceh, pemimpin tertinggi di setiap wilayah disebut Imam Mukim. Pada Mu-kim yang berbatasan dengan hutan, Imam Mukim, dibantu Panglima Uteun. Panglima Uteun bertugas:1. Menjaga adat Glee dalam pengelolaan hutan adat (meuglee). Panglima Uteun atau Pawang Glee (pem-bantu Panglima Uteun atau Kejruen Glee) memberi aturan normatif apa yang boleh dan tidak boleh di-lakukan dalam pengelolaan hutan.2. Mengawasi penerapan larangan adat Glee. Mis-alnya pelarangan memotong pohon tualang, ke-muning, keutapang, dan beringin tempat bersarang lebah. Ada juga larangan memotong kayu meudang

Tipereska dibentuk dengan mandat merumuskan dokumen Rencana Strategis Pengelolaan Hutan Aceh yang dapat diimplementasikan guna mewujudkan pengelolaan hutan lestari dan kemakmuran sebesar-besarnya bagi rakyat Aceh. Tipereska terdiri atas Dewan Pengarah, yang diketuai Gubernur Aceh dan beranggotakan badan atau dinas yang terkait dengan isu kehutan-an di Aceh, perwakilan Multi Donor Fund, perwakilan Leuser Interna-tional Foundation, Fauna & Flora International, Food and Agriculture Organization, Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, dan Instutute for Natural Resources serta Environmental and Forestry Analysis.Tipereska dibiayai oleh Multi Donor Fund di bawah Aceh Forest and Environment Project (AFEP).

Panglima Uteun Sekilas Tipereska

Didirikan di Bogor, 12 Juli 1922 oleh dr. S.H. Koorders, tokoh botani yang dikenal sebagai pendata jenis-jenis pohon dari Jawa.Memberikan dampak besar dalam mempertahankan cagar alam termasuk di Aceh, dan mengajukan permohonan pada pemerintah untuk izin cagar alam di luar Jawa.

Nederlandsch Indische Vereeniging tot Natuurbescherming(Perkumpulan Perlindungan Alam Hindia Belandaa)

Ringo Tyuoo Zimusyo Dibentuk pada 14 Juni 1942 di Jakarta.Meski tidak banyak terlibat dalam pen-gelolaan hutan secara langsung, namun berpengaruh dalam pembuatan kebi-jakan kehutanan Aceh.

Pejabat di Bengkulu dan Aceh me-nyatakan perlindungan bagi Raffle-sia Arnoldi di Bengkulu serta Tanah Gayo. Perlindungan yang diberikan menyangkut juga hutan di mana Raf-flesia arnoldi tumbuh dan berkem-bang.

Jawatan Kehutanan Sumatera dibentuk pada 12 Agustus 1947 ber-dasarkan Surat Keputusan Wakil Presiden RI No. 1/WKP/SUM/47. Jawatan yang berpusat di Bukittinggi ini terbagi atas:

Daerah Pengawasan Kehutanan Sumatera Utara di Taru-tung yang meliputi Karesidenan Aceh, Sumatera Timur, dan Tapanuli.Daerah Pengawasan Kehutanan Sumatera Tengah di Bukittinggi yang meliputi Karesidenan Sumatera Barat, Riau dan Jambi.Daerah Pengawasan Kehutanan Sumatera Selatan di Lubukling-gau yang meliputi Karesidenan Palembang, Bengkulu dan Lampung.

Badan Pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dibentuk berdasarkan ditetapkan dalam Keppres No. 33/1998. Pengelolaan KEL termasuk mandat melakukan tata batas dan membentuk zona-zona kawasan untuk dasar manajemen pengelolaan. KEL ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 190/KPT.s-II/2001 tentang Pengesahan Batas KEL, dan diperkuat dengan Pergub No. 52/2006 tentang Pembentukan Badan Pengelola KEL (BPKEL) Wilayah Aceh.

Pemberlakuan Moratorium Logging oleh Guber-nur Abdullah Puteh, pada 7 Maret 2001. Namun, kebijakan ini tidak memuat larangan penebangan hutan bagi pemilik Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dan sejenisnya. Langkah ini merupakan pener-tiban administrasi Hak Pengelolaan Hutan (HPH), tanpa ada konsep reformasi kebijakan kehutanan.

11 12 13

ara, merbau, dan kayu besar untuk perahu, kecuali seizin Raja. Larangan lainnya adalah mengambil kayu yang sudah ditumpuk dan ada batu di atasnya. Batu ini adalah tanda bahwa kayu yang bertumpuk itu sudah ada yang punya. 3. Pemungut cukai (Wasee Glee), yang meliputi cula badak, madu, gading, getah rambung, sarang burung, rotan, kayu untuk dijual, damar, dan seba-gainya. Wasee sebesar 10% disetorkan ke kerajaan.4. Hakim perselisihan dan pelanggaran adat Glee. Dalam suatu perundingan, Panglima Uteun wajib mendengar keterangan pawang-pawang glee, sebe-lum memberi hukum atau keputusan.

Untuk mewujudkan mandat tersebut, sasaran yang harus dicapai oleh Tim Penyusun Rencana Strategis Pengelolaan Hutan Aceh adalah: 1. Terumuskannya visi, misi dan tujuan pengelolaan hutan Aceh yang

dapat diterima semua pihak;2. Terumuskannya kerangka pikir dan nilai-nilai pengelolaan hutan

Aceh yang mampu mempertahankan nilai-nilai spesifik ekosistem hutan Aceh, nilai-nilai budaya masyarakat Aceh dan mendorong tumbuh-kembangnya sektor ekonomi kehutanan (sektor riil) yang sehat;

3. Terumuskannya kebijakan dan kelembagaan pengelolaan hutan Aceh yang mampu menyediakan kondisi pemungkin (enabling condition) bagi pengelolaan hutan lestari berdasarkan prinsip kelestarian fungsi

Gubernur Irwandi Yusuf mengeluarkan Moratorium Logging pada 6 Juni 2007, yang menjadi awal menata kembali (redesain) strategi pengelolaan hutan Aceh, penanaman kembali hutan (reforestasi), dan menekan laju kerusakan hutan (reduksi deforestasi). Sasaran moratorium adalah:

Penghentian sementara seluruh penebangan kayu dari hutan alam. Pemberian izin penebangan pohon hanya diperbolehkan pada pohon yang berasal dari kebun masyarakat yang tergolong jenis-jenis kayu kampung. Penebangan pohon konsesi Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dalam rangka pembersihan lahan perkebunan dan transmigrasi yang berada di luar kawasan hutan, akan diatur setelah dilakukan pengka-jian dan evaluasi.Kayu tebangan sebelum moratorium dengan izin sah, dapat dimanfaat-kan untuk diolah dan dipasarkan di Propinsi Aceh.

1907-1954

Perkumpulan VABINOI (Perkumpulan Pegawai Jawatan Kehu-tanan Hindia Belanda)

Didirikan pada 29 Desember 1907 oleh para houtvester Boschwezen Hindia Belanda.

Anggotanya hanya orang Belanda dan Eropa

Memberikan gagasan pada pemerintah untuk kemajuan ilmu kehutanan, organisasi dan cara kerja Jawatan Kehutanan.

2007 2008

2007 2007

Sekretariat Aceh Green dibentuk oleh Gubernur Aceh. Tu-gasnya adalah mengkoordinir semua bidang yang terkait dengan visi Aceh Green. Selain itu, Sekretariat Aceh Green juga menjadi pusat infor-masi bersama tentang gagasan, ide dan kebijakan pembangu-nan ekonomi Aceh secara berkelanjutan demi terwujudnya cita-cita masyarakat Aceh yang sejahtera dan berkeadilan.

Tim Perumus Rencana Strategis Hutan Aceh (Tipereska) dibentuk oleh Gubernur Aceh melalui Surat Keputusan No.5222.1/534/2007, yang dikeluarkan pada 31 Oktober 2007.

Gubernur Irwandi Yusuf terpilih dalam Pemilihan Kepala Daerah Aceh secara langsung. Ide pertama setelah dilantik adalah mencetuskan Visi Aceh Green. Sebuah visi progresif mengenai arah baru pembangunan Aceh pascakon-flik dan bencana tsunami, terutama dengan sumberdaya alam terbarukan sebagai pijakan utama. Visi ini mencakup bidang kehutanan, energi terbarukan, bidang perikanan dan kelautan, infrastruktur publik dan penataan kembali tata ruang Aceh serta aktivitas lain terkait pengelolaan sumberdaya alam secara berkelan-jutan.

Gubernur Aceh mencanangkan 1000 Jagawana. Seribu orang Jagawana atau Pengaman Hutan (Pamhut) akan disiapkan untuk menjaga hutan Aceh dan mengamank-an visi Aceh Green.

ekologi, kelestarian fungsi sosial dan kelestarian fungsi ekonomi/produksi hutan;

4. Terumuskannya strategi dan program yang realistis dalam jangka waktu 5 tahun ke depan, termasuk rancang ulang (redesign) kawasan hutan Aceh, reforestasi/restorasi kawasan hutan terdegradasi, serta menghentikan dan/atau menurunkan laju deforestasi;

5. Terumuskannya Atlas Hutan Aceh sebagai dasar perumusan kebi-jakan, kelembagaan, strategi dan program, serta sinkronisasi tata ruang wilayah propinsi; 6. Terhimpunnya data/informasi dasar yang memadai dan akurat bagi penetapan kebijakan dan pengambilan keputusan pengelolaan hutan Aceh, sebagai cikal bakal sistem informasi kehutanan Aceh.

Visi Tipereska adalah: Aceh menjadi wilayah yang mampu mendayagunakan ekosistem hutan secara lestari bagi pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Misi Tipereska adalah:1. Menyediakan basis data kehutanan yang dijadikan acuan dalam

perencanaan dan implementasi pengelolaan seluruh sumberdaya alam serta pemanfaatan ruang/lahan di Aceh;

2. Menyediakan kondisi pemungkin (enabling condition) pengelolaan hutan Aceh secara berkeadilan sosial dan lestari;

3. Mewujudkan tata kelola kehutanan yang baik di Aceh; 4. Mewujudkan pengelolaan hutan lestari bagi para pelaku pembangu-

nan di Aceh.

Page 8: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green

Du

a : W

ajah

Bu

mi

Ac

eh

Kontur Aceh sangat beraneka. Mulai dari gunung berapi aktif, lembah, ngarai, perbukitan

hingga lautan. Demikian juga dengan jenis batuan dan

mineral di dalamnya. Semuanya adalah hasil proses alamian berjuta tahun lampau yang

masih bisa dilihat hingga saat ini.

14 15

Page 9: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green

Pembentukan Rupa Bumi

Kelahiran Sumatera Peta Pegunungan Aceh

Sekilas Gunung Leuser

Sementara lipatan kerak bumi tersebut juga mengakibatkan terangkatnya sedimen bawah laut ke permukaan yang membentuk formasi karst. Batuan karst atau gamping tampak jelas terutama di bagian utara Aceh mulai dari daer-ah Lhok Nga hingga di Aceh Selatan. Topografi pegunungan yang membentang hampir tepat di tengah-tengah Aceh, kemu-dian mengalami proses erosi melalui sungai-sungai yang mengalir dari pegunungan ke laut. Sedimen hasil erosi tersebut kemudian

Pergeseran lempeng bumi mengakibatkan beberapa daratan bergerak secara perlahan dan membentuk benua dan pulau-pulau yang sekarang ini ada. Pergerakan lempeng bumi ini juga mengaki-batkan lipatan. Lipatan-lipatan yang terbentuk dipercaya membentuk pegunungan Hima-laya di India dan Pegunungan Bukit Barisan di daratan Sumatera. Pegunungan Bukit Barisan, bisa membentang dari Lampung di sebelah selatan hingga Aceh di sebelah utara.Peta bumi saat ini pun masih terus berubah seiring dengan pergerakan lempeng bumi. Sebab, pergerakan lempeng bumi hingga kini masih belum tuntas.

Tekanan

Samudra Hindia

Pegunungan Bukit Barisan Selat Malaka

Selama proses pemisahan benua-benua baru yang terjadi selama jutaan tahun tersebut, karakteristik bentang alam di Aceh mulai ter-bentuk. Pegunungan Bukit Barisan yang be-rasal dari lipatan kerak bumi telah menghasil-kan rangkaian gunung berapi mulai Sabang, Seulawah, Peut Sago, Borne Telong hingga Leuser. Proses erupsi gunung berapi tersebut telah menghasilkan batuan-batuan vulkanik dan debu vulkanis yang memberikan sumban-gan kesuburan tanah di Aceh.

membentuk dataran-dataran rendah alluvial di sepanjang pantai timur dan barat Aceh. Pergerakan lempeng India-australia menim-bulkan tekanan ke arah utara terhadap lem-peng Eurasia. Tekanan tersebut juga memberi-kan kontribusi terhadap terjadinya patahan Semangko (Semangko Fault) di sepanjang pu-lau Sumatra. Hingga kini, Patahan Semangko merupakan patahan aktif yang terus menga-lami pergerakan dan acapkali menjadi pemicu timbulnya gempa vulkanik di Sumatra.

Permian225 juta tahun lalu

Triassic200 juta tahun lalu

Jurassic135 juta tahun lalu

Cretaceous65 juta tahun lalu

Saat ini

Awalnya, seluruh dunia hanya terdiri atas satu benua saja. Namanya Pangaea atau Super Benua. Kemudian, Super Benua pecah dan bergerak menjadi benua-benua baru pada zaman Trias. Yakni masa mezozoikum, 230 juta tahun yang lalu. Proses pemisahan benua-benua baru ini, turut berpengaruh pada daratan yang kita kenal kini sebagai SUmatera. Sumatra sendiri terpisah dari daratan induksnya, antara 500.000 hingga 20.000 tahun yang lalu.

Gunung Leuser (+ 3404 mdpl)

G. Kemiri(3314 mdpl)

G. Geureudong(2856 mdpl)

G. Abeungabeueng(2886 mdpl)

G. Arul Relem(33374 mdpl)

G. Kemiri(3314 mdpl)

G. Bandahara(3010 mdpl)

G. Gamut(1913 mdpl)

G. Leunop(2065 mdpl)

G. Kemiku(1800 mdpl)

G. Hulumasen(2315 mdpl)

Pulau Simeuleu

Lipatan lempeng bumi yang membentuk Pe-gununungan Bukit Barisan, juga membentuk beberapa gunung yang menjulang tinggi di Sumatera. Misalnya Gunung Leuser (+ 3404 mdpl), Gu-nung Kerinci (+ 3805 mdpl), termasuk Gu-nung Borne Telong di Aceh Tengah. Lipatan “kecil” lainnya membentuk gugusan pulau. Mulai dari Pulau Simeulue di sebelah utara, Kepulauan Mentawai, hingga Pulau Enggano di selatan.Meskipun tidak tampak di permukaan, namun laut juga mengalami perubahan. Mulai ter-bentuknya palung hingga munculnya daratan baru.

Warna Ketinggian

> 1800 m

> 1500 m

> 1000 m

< 500 m

Penampang melintang daratan dan pegunungan di Aceh.

16 17

Leuser, dalam Bahasa Gayo berarti luas. Gunung Leuser bukan dikenal karena wilayahnya yang luas. tapi karena ketinggiannya. Dengan tinggi 3,404 mdpl, Gunung Leuser merupakan gunung tertinggi di Aceh. Ta-man Nasional Gunung Leuser masuk dalam wilayah administratif Ka-

bupaten Aceh Tenggara, Kabupaten Aceh Selatan,dan Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh serta Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Gunung Leuser terletak di dalam Taman Nasional Gunung Le-user yang mengambil nama gunung ini sebagai namanya. Taman Nasional Gunung Leuser merupakan salah satu yang ditetap-kan oleh UNESCO sebagai Cagar Biosfir. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 276/Kpts-VI/1997, luasnya 1.094.692 ha. Di sini terdapat Daun Payung Raksasa (Johannesteijsmannia altifrons), Bunga Raflesia (Rafflesia atjehensis dan Rafflesia micropylora) serta Rhizanthes zippelnii, bunga terbesar dengan diameter 1,5 m. Selain itu, terdapat tumbuhan ara atau tumbuhan pencekik.Satwa langka di dalamnya antara lain Orangutan (Pongo abelii), Sia-mang (Hylobates syndactylus syndactylus), Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), Kambing Hutan (Capricornis sumatraensis), Rangkong (Buceros bi-cornis), Rusa Sambar (Cervus unicolor), dan Kucing Hutan Sumatera (Prionailurus bengalensis sumatrana).

Page 10: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green

Komposisi Litologi Batuan

Batuan Gamping dan Dolomit Jenis ini terbentuk dari proses sedimentasi di dasar laut yang terangkat ke permukaan hing-ga menjadi daratan. Sebagian dari jenis batuan gamping tersebut mengalami karstifikasi dan ekosistem karst. Aliran air yang mengikis batuan gamping tersebut membangun sebuah system sungai bawah tanah sehingga memben-tuk gua-gua panjang di kawasan karst. Jenis batuan ini rawan mengalami kerusakan karena gangguan vegetasi di atasnya. Sehingga humus hilang karena erosi, air tidak lagi cu-kup untuk disaring ke dalam sistem hidrologi bawah tanah. Dalam jangka waktu panjang, kejadian ini berdampak pada pengurangan volume air di sungai dan waduk bawah ta-nah. Akibatnya, cadangan air bersih yang tak ternilai menjadi terkikis. Gangguan lainnya adalah penambangan untuk bahan baku bagi semen dan marmer.

Batuan BekuBatuan beku disebut malihan. Terdiri dari granit, diorit, gabro, sekis, batu sabak dan kuarsik. Umumnya, memiliki tingkat porosi-tas yang sangat rendah. Batuan beku terben-tuk dari magma yang mengalami pengerasan. Pengerasannya menghasilkan batuan ekstrusif (vulkanik) dan intrusive (plutonik).

Batuan Sedimen Padu dan Gu-nung Api TuaJenis ini terdiri dari breksi, konglomerat dan lava yang mengalami perlibatan. Umumnya memiliki porositas rendah dan sedang. Tipe inilah yang mendominasi daratan Aceh dan beberapa pulau di sekitarnya.

Batuan Gunung Api MudaBatuan ini terjadi dari tuf, aglomerat, breksi volkanik, lava dan endapan lahar yang tak

teruraikan. Sisa debu vulkanik dan batuan lava yang mengalami pelapukan memberikan kontribusi unsur hara dalam tanah sehingga di kawasan sekitar batuan gunung api muda memiliki tingkat kesuburan yang tinggi. Seperti kawasan sekitar gunung api aktif lain-nya di dunia, kawasan dengan batuan gunung api muda menjadi area pengembangan perke-bunan karena tingkat kesuburan yang tinggi dan beriklim sejuk. Resikonya, kawasan sep-erti ini umumnya rawan bencana alam.

Sedimen LepasSedimen lepas terbentuk karena proses sedi-mentasi tanah akibat erosi melalui sungai-sun-gai utama. Topografi kawasan berbatu sedimen lepas yang datar, kaya kandungan unsur hara dan air. Sehingga kawasan ini menjadi pilihan utama sebagai pemukiman dan pertanian. Salah satunya adalah pertanian padi.

18 19

Batuan Gunung Api MudaAda di sekitar gunung api yang masih aktif seperti Seulawah di Kabupaten Aceh Besar, Peut Sago di Kabupaten Pidie, Borne Telong di Kabupaten Bener Meriah dan Gunung Leuser di Kabupaten Gayo Lues.

Sebaran Jenis Batuan

Sedimen Lepas Di utara, ada di sepanjang Sungai Krueng Aceh, Kabu-paten Aceh Besar. Di timur, banyak terdapat di Sigli, Ka-bupaten Pidie dan sekitarnya. Kemudian menyambung hingga Kabupaten Aceh Tamiang, tepatnya di lahan basah dan hutan mangrove di Aceh Utara dan Tamiang.Di pantai barat terdapat di Leupung dan Lhoong, Kabu-paten Aceh Besar, serta di Lamno, Kabupaten Aceh Jaya. Sedimen lepas juga ditemui di muara Sungai Teunom, Aceh Jaya hingga Kabupaten Nagan Raya. Di Nagan Raya, sedimen lepas ada di kawasan rawa gambut Tripa dan Rawa Singkil.

Batuan Gamping dan Dolomit Tersebar di sepanjang pantai barat, mulai dari ujung utara, Lhok Nga, Aceh Besar hingga Ka-bupaten Aceh Selatan.

Batuan Beku Membujur dari utara hingga selatan sepanjang pegunungan Bukit Barisan

Batuan Sedimen Padu dan Gunung Api TuaMendominasi wilayah Aceh dengan luas kawasan-nya mencapai lebih dari 60%, termasuk Pulau Sim-elue, Pulau Aceh dan Pulau Weh. Tersebar dari da-taran rendah tepi pantai hingga dataran tinggi dan pegunungan.

Page 11: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green

Kandungan gas CO2 terlarut dalam proses pelarutan bersumber dari atmosfer, kemudian diperkaya faktor biologis dan kegiatan geologi. Misalnya variasi jenis batuan, struktur geologi, vegetasi, suhu udara, angin serta curah hujan.Semuanya mempengaruhi variasi bentang alam karst di alam mejadi variatif.Diperkirakan, proses penyebaran batu gamp-ing di Aceh diawali proses uplit yang perlahan dan merata di kawasan batu gamping ditun-jang proses tektonik pelipatan di beberapa tempat. Sehingga membentuk struktur antik-lin dan sinklin. Proses ini diikuti pembentukan struktur kekar dan sesar serta relief morfologi ratusan juta ta-hun yang lalu. Adanya aktifitas air pada selang waktu yang lama melalui retakan dan patahan tersebut menyebabkan pelarutan batu gam-ping. Pelarutan yang berlangsung selama seja-rah geologi telah membuat rongga pada batu gamping, dan akhirnya membentuk gua.

Kawasan karst sangat peka terhadap peruba-han lingkungan karena daya dukungnya ren-dah dan sukar diperbaiki jika terlanjur rusak. Potensi yang umum dikenal di kawasan karst hanyalah sumber bahan baku semen. Padahal, ada banyak potensi jangka panjang lainnya yang memiliki resiko kerusakan relatif sedikit.Salah satu potensinya adalah cadangan air. Per-mukaan kawasan karst yang tampak tandus, di dalamnya senantiasa menyimpan cadangan air berlimpah ruah. Air karst, yang tersimpan aman di bawah permukaan kawasan karst se-bagai akuifer, ibarat tangki air alamiah. Bersih dan bebas dari proses pemanasan global. Di samping itu, kawasan karst mempunyai po-tensi keanekaragaman hayati, sarang burung walet, objek wisata geologi, dan nilai ilmiah maupun budaya. Yang tak kalah pentingnya adalah potensi ekologisnya untuk menjaga keseimbangan ekosistem di lingkungan seki-tarnya.

20 21

SI Putih Sejuta Potensi Sebaran Gua di Kawasan Karst

KOMPONEN GEOLOGI

Kawasan karst -secara sederhana- seringkali hanya diartikan sebagai kawasan batuan kapur saja. Padahal, secara luas, kawasan karst ada-lah kawasan dengan bentang alam khas yang dibentuk oleh proses pelarutan batuan. U-mumnya batuan tersebut adalah batu gamping dan dolomit.

Kawasan karst Naga Umbang terbentang dengan pada ketinggian 50-1000 mdpl. Komponen geologi kawasan ini terletak pada Formasi Raba den-gan batu gamping terumbu yang bersifat baik terhadap proses karstifikasi. Ketinggian bukit karst bervariasi dari <10 m – >80 m. Selain bentuk me-nara, bentuk kerucut juga banyak ditemukan di kawasan ini. Berdasarkan analisa spasial untuk kemiringan lereng, kawasan yang memiliki nilai tertinggi dan berpotensi untuk revitalisasi air adalah kemiringan lereng >15%. Kemiringan lereng bukit kerucut berkisar antara 33%-55%, sedangkan kemiringan bukit menara sangat terjal hingga hampir vertikal. Hasil tumpang tindih dan analisa spasial komponen geologi yang menunjukkan batas kawasan karst penting seluas 120 ha ini dapat dili-hat pada gambar di samping.

Kemiringan Rating

>18% 1

>12% dan <18% 2

>6% dan <12% 3

>2% dan <6% 4

≤2% 5

Kawasan karst terdapat di sepanjang Pantai Ba-rat dan beberapa wilayah di Pidie, Aceh Timur, Aceh Tengah, serta di Kawasan Ekosistem Le-user. Kelompok Karst Aceh berhasil memeta-kan beberapa gua dalam kawasan karst Naga Umbang di Aceh Besar dengan standar Grade 3A British Cave Research Association (BCRA). Total panjang lorong gua yang telah terpeta-kan sejak tahun 2003 adalah 97,17 km.

KAWASAN KARST NAGA UMBANGKawasan ini berjarak 15 km dari Banda Aceh. Nama Naga Umbang berasal dari nama desa yang terdapat di kawasan ini, yaitu Desa Naga Umbang. Kawasan ini dibatasi Desa Lambaro Kueh dan Aneuk Paya di sebelah utara, dengan Krueng Raba di sebelah barat dan selatan, dan daerah perbukitan di sebelah timur. Sebagian besar masyarakat Naga Umbang bergerak di bidang pertanian, perdagangan, jasa, sektor pertanian. Sistem pertaniannya tadah hujan, dan penanaman padi hanya berlangsung pada musim penghujan saja. Pada musim kemarau petani Naga Umbang menanam palawija.

Lokasi : LhoongPanjang : 24,9 km

Lokasi : LamnoPanjang : 7,9 km

Lokasi : Mata IePanjang : 30,03 km

Lokasi : Lhok NgaPanjang : 30,03 km

Lokasi : LampuukPanjang : 4,45 km

Page 12: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green

Kom-p o n e n keanekara-gaman hayati dibagi dalam beberapa kriteria. Yaitu biospeleologi, vegetasi, dan fauna. Meskipun dalam satu kawasan yang sama, setiap gua karst memiliki keaneka-ragamanhayati yang berbeda-beda. Misalnya sejenis ngengat di zona peralihan dengan motif sayap menyerupai burung hantu yang ditemukan kelompok Karst Aceh. Jenis ini hanya ditemukan di dalam gua dalam kawasan Naga Umbang. Ngengat ini tidak ditemukan di gua lain dalam satu jaringan gua.

Menurut bentuk dan fungsinya sebagai revital-isasi air, gua dibagi dalam 3 jenis. Yaitu freatic (gua air), vadose (gua basah), dan fossil (gua kering). Gua freatic dan vadose merupakan bentang alam pendukung bagi permeabilitas dan hidrologi. Rata-rata gua di Aceh Besar, berjarak kurang dari 5 km dari pabrik semen. Air di kawasan karst Naga Umbang sebagian besar dijumpai dalam bentuk sungai-sungai bawah tanah. Jaringan sungai bawah tanah membawa air keluar ke permukaan sebagai danau karst di sekitar lereng perbukitan dan gua-gua freatic yang telah ditemukan. Walet

Di Gua Uleue atau Gua Sarang, terdapat pop-ulasi Burung Walet (Collocalia esculenta) yang mampu memproduksi sarang walet sebanyak 400 kg tiap panen pada akhir 90-an.Setiap tahun, industri sarang walet memberi-kan kontribusi bagi Pendapatan Asli daerah Kabupaten Aceh Besar sebanyak Rp. 600 juta per tahun. Bagi masyarakat Aceh Besar, ke-beradaan gua sarang walet di Desa Naga Um-bang merupakan lapangan pekerjaan. dalam industri sarang burung walet.

Fauna dan VegetasiDari hasil inventarisasi di kawasan karst

Aceh Besar, terdapat 16 jenis burung, 6 mama-lia, 4 reptil, dan 6 jenis serangga. Populasi vegetasi pada hutan primer kawasan karst Naga Umbang adalah 49 jenis dan 74 jenis pada hutan sekunder. Khusus untuk jangkrik merah, diidentifikasi kelompok Karst Aceh sebagai satwa endemik kawasan karst Naga Umbang, Lhok Nga.Potensi lain yang dimiliki kawasan karst Naga Umbang adalah kandungan mineral. beberapa mineral yang ditemukan di antaranya trass, batu gamping, marmer, molibdenum, kalsit, fosfat dan pasir besi. Persentase mineral terbe-sar di kawasan karst ini adalah batu gamping dan trass.

Fenomena geologi ini dapat dilihat pada Pu-cok Krueng dan beberapa gua-gua di kawasan tersebut yang membentuk lorong sungai bawah tanah. Penambangan karst umumnya dilakukan den-gan memotong bukit karst. Sehingga dapat mengganggu sistem hidrologi kawasan karst Naga Umbang, karena keberadaan tandon air kawasan karst justru berada di bagian atas. Selain itu, arah gerakan geologi batuan pada lorong-lorong Pucok Krueng mengarah ke se-latan, paralel dengan lokasi quarry pabrik se-men yang tak jauh dari kawasan ini.

Gua Dan HIDROLOGI Keindahan di Kegelapan

Perbandingan Makrominerologi

54 55

Di kawasan Danau Pucok Krueng, air yang keluar menuju Krueng Raba terlihat jernih. Untuk menjaganya supaya tetap demikian, diperlukan perlindungan dan penelitian serta identifikasi jaringan sungai bawah tanah. Salah satunya dengan metode water tracing menggu-nakan bahan fluorescence.

22 23

KelelawarDi luar gua karst, banyak ditemukan kele-lawar penyerbuk buah Flying Fox (Pteropus hypomelanus) yang tinggal di pohon-pohon. Sedangkan di dalam gua karst, kelelawar yang ditemukan adalah Lesser False Vampire (Megaderma spasma) dan The Pouched Tomb Bat (Taphozous saccolaimus). Berdasarkan analisis spasial, daerah jelajah kelelawar dalam radius 45 km berpeluang be-bas dari hama serangga dan menjadi kawasan potensial penyerbukan durian secara alami. Ada empat kecamatan di Aceh Besar, yang masuk dalam radius ini. Yakni Leupung, Darul Imarah, Simpang Tiga, dan Darul Kamal. Guano atau kotoran keleawar mengandung fosfat tinggi yang merupakan pupuk alami bagi berbagai jenis tanaman. pertanian.

36%

28%

4%4%

12%

8%8%

Trass

Batu Gamping

Marmer

Molibdenum

Kalsit

Fosfat

Pasir Besi

Page 13: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green

Wilayah hutan Aceh di Kawasan Hulumasen, menyimpan kekayaan keanekaragamanhayati.

Kawasan di bagian barat Aceh ini diapit lima Kabupaten (Aceh Barat, Aceh Besar, Aceh Jaya, Pidie dan Pidie Jaya).

Luas Kawasan Hulumasen mencapai 738.856 Ha. Di dalamnya tercatat 1.990 spesies burung,

termasuk 20 endemik Sumatera dan 6 endemik Aceh. Juga 773 spesies ampibi dan reptil,

termasuk 15 endemik Aceh.Seluruhnya hidup dalam keterancaman

akibat laju kerusakan hutan Aceh.Tig

a : A

ceh

Meg

abio

div

ersi

ty

24 25

Page 14: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green

Gajah merupakan hewan mamalia terbesar dan salah satu peninggalan masa purbakala yang masih ada. Sebagian besar habitat gajah terdapat di benua Afrika dan Asia. Untuk Gajah Asia, dari tiga sub-spesies yang ada, salah satunya adalah Gajah Sumatra yang hanya ditemukan di Aceh , Sumatra Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung.

Gajah Sumatera

Spesies Gajah Asia di Sumatra dan Kalimantan saat ini men-

galami tingkat kepunahan yang mencemaskan. Tak salah jika kemudian Gajah

Sumatera masuk dalam red list book International Union for Con-servation of Nature (IUCN), dengan status terancam punah. Penyebab utamanya adalah pengurangan daerah habitat untuk konversi lahan perkebunan dalam skala besar. Hilangnya habitat membuat gajah kehilangan orientasi, tersesat dalam blok-blok kecil hutan yang tidak cukup untuk menyokong kehidupan jangka panjang. Ujungnya, konflik antara

MamaliaMamalia merupakan binatang menyusui yang termasuk dalam kelas vertebrata. Dicirikan dengan adanya kelenjar susu pada betina yang menjadi sumber makanan bagi anaknya, memiliki rambut dan berdarah panas. Namun, begitupun tidak semua mamalia melahirkan keturunannya, karena ada beberapa jenis mamalia golongan monotremata yang bertelur.

Daerah Hunian Gajah di Hutan Hulumasen

FAU

NA Sebaran Gajah (Jenis Hutan)

Rasio Daerah Hunian gajah

Tu

tupa

n L

ahan

0.0 0.2 0.4 0.6

Hutan Primer

Hutan Sekunder

Hutan Tanah Pertanian

sumber: Fauna & Flora International

Berdasarkan penelitian terbatas oleh Fauna & Flora International (FFI), di kawasan hutan Hulumasen pada tahun 2008, ditemukan bahwa daerah hunian gajah terbesar ada di hutan bukit tak terdegradasi di Jeumjeum. Tingkat penemuan jejak gajah sangat tinggi di hutan terdegradasi dan area konversi di hutan primer. Hal ini disebabkan beberapa hal. Yakni gajah

mencari sumber makanan baru, sisa populasi telah terisolasi oleh fragmentasi habitat atau survei dilakukan dalam

satu musim. Karena itu, pola pergerakan sensor tidak terhitung.

26 27

Distribusi Gajah

Pemukiman

Habitat Gajah

Kabupaten

Rute Gajah

Legenda

6

3

2

Lokasi Jantho

Jenis tanahBukit tak terdegredasi

Lokasi Kr. Sabe

Jenis tanahDataran rendah

terdegradasiLokasi Lageun

Jenis tanahDataran rendah

terdegradasi

Lokasi Lamno

Jenis tanahDataran rendah

karst tak terdegradasi

Lokasi LamjeuJenis tanahSub-pegunungan terdegradasi

1

4

5Lokasi Lamno

Jenis tanahDataran rendah

karst tak terdegradasi

Peta Hunian Gajah Di Hutan Hulumasen

manusia dengan gajah tak terhindarkan lagiUntuk melindungi habitat gajah di hutan Aceh dan mencegah konflik lebih lanjut, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Yakni perencanaan tataguna lahan di Aceh harus memperhatikan kompleksitas pemilihan habitat spesies, bukan hanya menetapkan suatu area berdasarkan ukuran dari satu ciri habitat, misalnya aspek ketinggian saja.

Page 15: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green

Harimau SumateraHarimau Sumatera merupakan satu-satunya subspesies Panthera tigris, yang masih ada di Indonesia. Di Aceh, yang merupakan hunian sebagian besar harimau Sumatera, sampai dengan pertengahan 2009, diperkirakan tinggal 400 ekor saja.

Legenda

Distribusi Harimau

Kabupaten

Daerah Konflik

Batas Wilayah Hutan Hulumasen

Kondisi Harimau Sumatera saat ini terancam punah,

sebanding dengan dengan wilayah habitatnya yang semakin berkurang.

Habitat Harimau Sumatera di Aceh ada di hutan dataran rendah, hutan bergunung dan separuh bergunung serta hutan-hutan dalam wilayah lahan gambut.

Habitat Harimau Sumatera di Aceh merupakan lahan perkebunan baru dan pembalakan liar. Hal ini yang menyebabkan konflik manusia dan harimau semakin mencemaskan di beberapa daerah di Aceh.

Peta Sebaran Harimau &Daerah Konflik

NO TANGGAL TEMPAT KEJADIAN KERUGIAN

1 19 Juni 2007 Desa Peunelop, Kecamatan Labuhan Haji Timur, Kabupaten Aceh Selatan 1 orang meninggal dunia

2 31 Juli 2007 Desa Sengko Meulat, Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar 1 orang meninggal dunia

3 1 Agustus 2007 Desa Alue Baron, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan 1 orang meninggal dunia

4 13 Agustus 2007 Desa Ketapang Indah, Kecamatan Singkil Utara, Kabupaten Aceh Singkil

Harimau sumatera ditemukan mati dalam keadaan kulit, daging dan tulang sudah membusuk

5 14 Agustus 2007 Desa Bukit Meuh, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan 1 orang meninggal dunia

6 23 September 2007 Desa Aur, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan 1 orang meninggal dunia

7 7 Oktober 2007 Desa Drien Jalak, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan 1 orang meninggal dunia

8 12 Oktober 2007 Desa Jambo Papeun, Kecamatan Meukek

Dilakukan penangkapan terhadap Harimau di sekitar pemukiman penduduk

9 19 Oktober 2007 Desa Jambo Papeun, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan 2 orang luka ringan

10 November 2007 Desa Jambo Papeun, Kecamatan Meukek

Dilakukan penangkapan terhadap harimau yang telah menyebabkan korban jiwa di seluruh Kabupaten Aceh Selatan

11 November 2007 Desa Ujong Tanoh, Kecamatan Samadua

Dilakukan penangkapan terhadap harimau yang telah menyebabkan korban jiwa di seluruh Kabupaten Aceh Selatan

12 7 November 2007 Desa Aceh, Kecamatan Meukek

13 18 November 2007 Desa Jambo Papeun, Kecamatan Meukek

Dilakukan penangkapan terhadap harimau yang telah menyebabkan korban jiwa di seluruh Kabupaten Aceh Selatan

14 25 November 2007 Desa Ujong Tanoh, Kecamatan Samadua

Dilakukan penangkapan terhadap harimau yang telah menyebabkan korban jiwa di seluruh Kabupaten Aceh Selatan

15 27 November 2007 Desa Bukit Mas, Kecamatan Meukek Dilakukan penangkapan terhadap harimau

16 24 Desember 2007 Desa Lawe Sawah, Kecamatan Kluet Timur, Kabupaten Aceh Selatan

Harimau Sumatera mati ditembak aparat keamanan karena telah menyerang warga hingga luka-luka (tangan, dada dan paha)

Data Konflik Harimau

28 29

Page 16: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green

PrimataOrang Utan

Orang utan atau dalam Bahasa Melayu berarti Orang Hutan merupakan hewan mamalia langka yang habitatnya tersebar di wilayah hutan hujan tropis Asia Tenggara, yaitu di pulau Borneo dan Sumatera di wilayah bagian negara Indonesia dan Malaysia. Salah satu yang langka adalah orang-utan Sumatera (Pongo abeli) yang hanya terdapat di wilayah Sumatera. Saat ini hampir semua orangutan Sumatera hanya ditemukan di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh.

Makhluk yang tergolong pemalu ini memiliki sifat sosialisasi dengan sesamanya cukup tinggi dan mereka juga terbiasa untuk menggunakan peralatan dalam ‘kegiatannya’. Kebiasaan penggunaan peralatan ini hanya ditemui di ketiga hutan rawa ini dan tidak ditemukan di wilayah lain di Sumatera, atau di sekitar Borneo.

Primata lainnya

Selain orang utan, khusunya di wilayah hutan rawa gambut Tripa, Singkil dan Kluet terdapat dua jenis spesies kera, di-antaranya Siamang, Owa Tangan Putih, dan beberapa jenis primata lain seperti Lutung (Thomas Leaf Monkey), Lu-tung Kelabu (Silvery Leaf Monkey), Kera ekor panjang and Beruk dan binatang malam Kukang Abu-Abu juga dapat ditemui di rawa ini.

Ironisnya, karena keserakahan manusia yang merusak habitat tempat tinggal Orang-utan dan adanya penjualan bayi-bayi mereka secara ilegal, populasi orang-utan Sumatra setiap tahunnya menurun drastis, selain itu timbulnya berbagai penyakit juga menjadi salah satu ancaman bagi orang-utan. Sedangkan kondisi Rawa Tripa, Singkil dan Kluet semakin mengkhawatirkan dengan banyaknya perkebunan sawit, pembalakan liar.

Keberadaan Orang utan dilindungi Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang

Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan digolongkan sebagai ‘Critically Endangered’ oleh IUCN.

Penelitian di hutan-hutan yang rusak perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana orangutan bisa dapat bertahan hidup pada kondisi habitat yang kurang layak dan tidak punah.

Orangutan di Sumatera hanya menempati bagian utara pulau itu, mulai dari Timang Gajah, Aceh Tengah sampai Sitinjak di Tapanuli Selatan.

Kepunahan Orang Utan dan Penyelamatannya

LOKASI SEBARAN ORANG UTAN SUMATERAPopulasi orangutan terbesar di Sumatera dijumpai di Leuser Barat dan Leuser Timur, serta Rawa Singkil. Populasi orang utan terpadat di dunia bahkan terdapat

di wilayah hutan rawa gambut di pesisir barat Provinsi Aceh, tepatnya di Tripa, Kluet dan Singkil. Berdasar penelitian hal ini disebabkan karena

di daerah rawa terdapat persediaan makanan yang lebih banyak dibandingkan dengan hutan di daerah tinggi.

Aceh Tengah bagian BaratJumlah : 103

Persentase : 1.55 %

Rawa Singkil TimurJumlah : 160

Persentase : 2.42 %

Aceh Tengah bagian TimurJumlah : 337

Persentase : 5.09 %

Leuser BaratJumlah : 2.508

Persentase : 37.86 %

Leuser TimurJumlah : 1.052

Persentase : 15.88 %

Rawa TripaJumlah : 280

Persentase : 4.23 %

30 31

Page 17: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green

Ampibi

Fungsi ampibi adalah pengendali hama pertanian dan penghasil sumber protein. Ampibi aquatik –sperti halnya ular- juga merupakan bio indikator untuk mengukur kesehatan lingkungan aquatik. Karena kedua jenis fauna tersebut sangat sensitif terhadap polusi dan kehilangan habitat aquatik. Peranan ampibi juga penting dalam rantai makanan. Banyak mamalia karnifora dan raptor menggantungkan hidupnya terhadap ketersedian kedua kelas tersebut.

Megophrys nasuta Bufo asper Leptophryne borbonica

Rhacophorus nigropalmatus

Meristogenys kampeni

Rana erythraea Rana glandulosa

Rhacophorus dulitensis

Hydrophylax labialis

Pelophryne sp.

Rana hosii

Pulchrana debussy Kaloula baleata

Bufo juxtasper Bufo parvus

Huia sumatrana

Rhacohporus appendiculatus

Pemanfaatan ampibi sebagai penghasil sumber protein, khususnya pada dua spesies ampibi, Rana

chalconota dan Rana nicobariensis di Cagar Alam Telaga Patengan (Rustama & Wenno, 1974),

menjadikannya bernilai tinggi di pasar dunia. Sehingga beresiko terjadi kepunahan secara

lokal.

Rana nicobariensis

Lokasi : KEM CIKO 2Bufo juxtasper, Leptophryne borbonica, Huia sumatrana, Merystogenis

kampeni, Philautus sp, Rhacophorus barisani, R. poecilonatus.

Lokasi : ALUE RHEKLeptophryne borbonica, Megophrys nasuta, Huia sumatrana, Limnonectes blythi, L. kuhlii, Rana hosii,

R. kampeni, R. debussyi, Nyctyxalus pictus, Philautus aurifasciatus

Lokasi : KRUENG TEUNOM Bufo asper, Pelophryne signata, Limnonectes blythi, Limnonectes kuhlii, Megophrys nasuta

Lokasi : KRUENG INONG Bufo asper, B. parvus, Pelophryne signata, Megophrys nasuta, Fejervarya

limnocharis, Huia sumatrana, Rana chalconota, R. debussyi, Rhacophorus achantharrhena, R. nigropalmatus.

Lokasi : CA JANTHOBufo asper, B. parvus, Fejervarya cancrivora, F. limnocharis, Huia sumatrana, Rana chalconota, R. hosii, R. nicobariensis, R. Nigrovitata, Polypedates leucomystax.

Lokasi : GUNUNG TUTUNGBufo juxtasper, Leptophryne borbonica, Huia sumatrana, Merystogenis kampeni, Philautus sp, Rhacophorus barisani, R. poecilonatus

Lokasi : PUCUK MPLAMBufo juxtasper, Microhyla sp, Limnonectes cf laticeps, Merystogenis kampeni, R. debussyi, Philautus sp.

Lokasi : DESA MEDEN Bufo asper, B. parvus, Megophrys nasuta, Fejervarya limnocharis,

Limnonectes kuhlii, Rana nicobariensis, R. debussyi, Polypedates colletti, P. leucomystax

Lokasi : ALUR MANCANGBufonidae (Bufo melanostictus, Pelophryne signata), Ichthyophidae

(Ichthyophis sp), Megophrydae (Megophrys nasuta), Microhylidae (Microhyla heymonsii), Ranidae (Limnonectes blythi, Limnonectes

kecil, Limnonectes kuhlii, Pulchrana debussy, Hydrophylax labialis)

Lokasi : ALUR LABINGBufonidae (Pelophryne signata), Megophrydae (Megophrys nasuta),

Ranidae (Limnonectes blythi, Pulchrana debussy, Hydrophylax labialis, Rana hosii), Agamidae (Aphaniotis fusca, Gonocephalus

grandis), Gekkonidae (Cyrtodactylus sp1_grute, Cyrtodactylus quadrilineatus), Colubridae (Ahaetulla fasciolata).

Kawasan Hulumasen merupakan rangkaian ekosistem dari hutan dataran rendah sampai hutan pegunungan dan menjadi habitat terpenting bagi konservasi ampibi. Berdasarkan survei yang dilakukan Fauna & Flora Internasional pada tahun 2007, dalam Kawasan Hulumasen terdapat 37 spesies ampibi.

LOKASI SEBARAN AMPIBI

32 33

Page 18: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green

Reptil

Bangsa Reptilia yang berfungsi sebagai pe-nyeimbang alam, di Aceh banyak ditemui. Di Kawasan Hulumasen, terdapat keluarga reptilia yang terdiri atas 28 spesies, 4 fami-li, 14 genus dari 252 individu Lacertilia (bunglon, cicak, kadal dan buaya). Sedan-gkan Testudinata (kura-kura), ditemukan 2 spesies, 2 famili, 2 genus dari 2 individu. Serta sub-ordo Ophidia (ular) 20 spesies, 2 famili, 16 genus dari 32 individu.

Aplopeltura boa

Popea barati

Tropidolaemus wagleriGenochrophis trianguligera

Gekko smithi

Gonocephalus grandis

Cyrtodactylus sp1_grute

Draco sumatranus

Lokasi : KEM CIKO 2Cyrtodactylus sp., Gonocephalus chamaeliontinus.

Lokasi : ALUE RHEKCyrtodactylus consobrinus, Cyrtodactylus sp., Ordo

Ophidia (ular) Lepturophis albofuscus

Lokasi : KRUENG TEUNOM Aphaniotis acutirosris, Draco melanopogon, Gonocephalus beyschlagi, Gonocephalus cf

chamaeleontinus, Gonocephalus grandis, Cyrtodactylus lateralis, Hemidactylus frenatus, Mabuya multifasciata, Sphenomorphus anomalophus, Sphenomorphus sp., Varanus salvator,

Boiga drapiezi, Dendrelaphis caudolineatus, Trimeresurus sp.

Lokasi : KRUENG INONG Aphaniotis acutirostris, Draco melanopogon, D. sumatranus, Cyrtodac-

tylus lateralis, Gekko smithi, Dasia olivacea, Varanus salvator, Dendrela-phis caudolineatus, Tropidolaemus wagleri, Manouria emys,

Lokasi : CA JANTHOBronchela hayeki, Draco melanopogon, Cyrtodactylus sp., Ahaetulla prasina, Dendrelaphis formosus, D. pictus, Dryophiops rubescens, Pareas malaccanus, Ptyas korros, Xenochrophis trianguligera

Lokasi : DESA MEDEN Aphaniotis acutirostris, Bronchocella hayeki, Draco melanopogon,

Draco sp., D. sumatranus, Gonocephalus beyschlagi, Gonocephalus cf locunosus, Phoxophrys tuberculata, Cyrtodacttylus sp.,, Cyrtodacttylus

sp., C. lateralis, C. quadrilineatus, Hemidactylus frenatus, Dasia olivaceae, Mabuya multifasciata, M. rugifera, Ahaetulla fasciolata,

Aphlopeltura boa, Boiga cynodon, Dendrelaphis coudolineatus, Lep-turophis albofuscus, Psammodynastes pictus, Tropidolaemus wagleri,

Heosemys spinosa

Lokasi : ALUR MANCANGAgamidae (Draco melanopogon), Gekkonidae (Cnemaspis kandi-

anus, Cyrtodactylus sp., Cyrtodactylus quadrilineatus, Luperosaurus brooksi), Scincidae (Eutropis multifasciata, Sphenomorphus

multisquamatus), Varanidae (Varanus rudicollis), Colubridae (Boiga dendrophila)

Lokasi : G. SEULAWAHbunglon (Gonocephalus chamaeliontinus)

Rana erythraea Rana glandulosa Rana nicobariensis Rana hosii

Lokasi : GEUMPANGCyrtodactylus sp., ular Rhabdophis chrysargos.

Bangsa reptilia ini semakin hari se-makin berkurang jumlahnya. Hal ini

dapat disebabkan karena punah-nya habitat hingga pemanfaatan-nya untuk industri obat-obatan,

seperti tokek yang belakangan terkenal dengan tingginya permintaan pasar ber-barengan dengan harga yang mahal.

Buaya muara, Labi-labi (Soft Shelled

Turtle) yang masuk dalam red list book IUCN dapat ditemukan

di sekitar rawa-rawa . Di Aceh, biasa dijumpai di rawa-rawa Tripa, Singkil dan Kluet.

LOKASI SEBARAN REPTIL

34 35

Page 19: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green

Di wilayah lain, yakni Lamie, Nagan Raya, merupakan hutan rawa paling kaya untuk jenis burung. ditemukan

setidaknya 108 jenis burung yang diantaranya keba-nyakan burung semak belukar. Sekitar 10 % spesies

burung di Lamie merupakan burung migrasi yang berasal dari bumi belahan utara.

Namun dari banyaknya jenis burung di wilayah Lamie, sangat jarang ditemukan burung jenis pemangsa maupun burung

jenis pemakan buah-buahan. Diperkirakan sekitar 13 jenis burung di Lamie terancam

punah. Burung Rampeuneu Rayeuk (Treron Capellei), Tangkar Kambing dan Julang Jambul

Hitam adalah beberapa jenis burung yang terancam punah.

Nama Umum Nama IlmiahStatus

End RRS Aceh RL

Puyuh Bukit Sumatra Arborophila sumatrana LC

Kuaukerdil Sumatera Polyplectron chalcurum Y LC

Luntur Sumatera Apalharpactes mackloti Y Y LC

Cica-Daun Sumatera Chloropsis venusta Y Y NT

Cucak Mutiara Pycnonotus tympanistrigus Y NT

Berencet dada karat Napothera rufipectus Y Y LC

Ciung-batu Sumatera Myophonus melanurus Y Y NT

Murai Gelak Sumatra Myophonus castaneus Y Y VU

Srigunting Sumatran* Garrulax bicolour Y Y NT

Tangkar-Uli Sumatra Dicrurus sumatranus Y Y LC

Puyuh berparuh merah Dendrocitta occipitalis Y Y LC

Punai Salung Arborophila rubrirostris? NT

Celepuk Raja Treron oxyurus Y LC

Cabak Gunung Otus brookii Y NT

Takor Api Caprimulgus pulchellus Y LC

Cucak Gunung Psilopogon pyrolophus Y LC

Brinji Gunung Pycnonotus bimaculatus Y LC

Cingcoang Biru Hypsipetes virescens Y LC

Meninting kecil Cinclidium diana Y LC

Poksai Mantel Sunda Enicurus velatus Y LC

Poksai hitam Garrulax palliatus Y LC

Kacamata topi hitam Garrulax lugubris Y LC

Bangau tongtong Zosterops atricapilla Y VU

Elang Wallace Leptoptilos javanicus Y VU

Puyuh rupa putih Spizaetus nanus VU

Raja-udang kalung-biru Arborophila orientalis VU

Cucak Rawa Alcedo euryzona VU

Bubut Pycnonotus zeylanicus VU

Itik Kapas Centropus rectunguis (?) Y LC

Ayam Hutan Merah Nettapus coromandelianus Y LC

Tikusan merah Gallus gallus Y LC

Burung Hantu Merah Porzana fusca Y NT

Segan Jawa Otus rufescens Y LC

Sambar Batu Batrachostomus javensis Y NT

Layang-layang Himalaya (?) Aerodramus brevirostris (?) ? NT

Di Kawasan Hulumasen ditemukan sedikitnya 17 spesies burung yang hidup di lereng curam. Selain itu, juga tercatat 21 spesies dengan sebaran terbatas atau Restricted Range Species (RRS) yang sebarannya sebagian besar terbatas di Area Endemis Burung di Sumatra dan Semenanjung Malaysia. Dari 21 spesies tersebut, 7 di antaranya bergantung pada hutan dataran rendah.

Burung

Tabel 1.2. Endemis (‘End’), sebaran terbatas (‘RSS’), catatan spesies burung baru di Aceh (‘Aceh’) dan status daftar merah atau red list (‘RL’)

Burung King Fisher (Raja Udang)

Selain satu spesies burung penangkap serangga dan satu spesies burung pengicau, jenis burung migran yang ditemukan di Kawasan Hulumasen adalah Elang madu (Pernis ptilorhynchus). Dari seluruh burung yang ditemukan di Kawasan Hulumasen, terdapat 36 spesies langka di Sumatra dan 6 burung yang baru ditemukan di Aceh.

Beberapa jenis burung seperti Murai Batu (Cop-sychus malabaricus), Cucak Rawa (Pycnonotus

zeylanicus) dan Murai Gelak Sumatra (Garru-lax bicolour) menjadi incaran para kolektor burung. Sebagian besar pembalakan liar di Aceh

terjadi di area dataran rendah tempat burung dataran rendah seperti burung Bayan (Puling Psittinus cyanurus) dan Gagak Kambing (Platysmurus leucopterus).

36 37

Page 20: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green

Manfaat GanjaBiji GanjaPada biji ganja terdapat sumber makanan ber-gizi dengan protein kualitas tinggi, bahkan-lebih tinggi dari kacang kedelai. Buah GanjaIni bisa digunakan sebagai bahan bakar, biasa secara langsung atau bisa juga diolah melalui proses pirolisis menjadi batu bara, metana, metanol, dan bensin. Minyak ganja lebih baik daripada minyak bumi karena bersih dari un-sur logam dan belerang, sangat aman dan ra-mah lingkungan. Akar, Batang, dan RantingBagian seratnya merupakan bahan istimewa untuk pembuatan kertas dan kain. Karena ta-naman ganja tidak rumit, pada jenis tanaman ganja membutuhkan sangat sedikit pestisida dari bahan kapas. itulah istimewanya dan ini juga ramah lingkunganDelta-9-tetrahydrocannabinol (THC)Delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) juga terdapat pada tanaman ganja. Ini merupakan jenis senyawa yang dapat mencegah penyakit pembuluh darah atherosclerosis.

Bunga “Rafflesia” adalah jenis (genus) tanaman bunga para-sit. Pertama kali diketemukan tahun 1818 pada di hutan hu-jan (rain forest) di pulau Sumatera, Indonesia, oleh seorang pemandu (guide) Indonesia yang bekerja pada Dr. Joseph Arnold, salah satu anggota team expedisi yang dipimpin oleh Sir Thomas Stamford Raffles. Tanaman bunga ini ke-mudian dinamakan bunga Rafflesia. Jenis Bunga Raflesia ini diperkirakan kurang lebih ada 22 jenis ( dan yang terbesar adalah jenis Raflesia Arnoldi, ber-diameter 91 cm (3 kaki), tebal 1,9 cm(3/4 inci) dan berat sekitar 10 sampai 11 kg. Raflesia adalah tumbuhan parasit yang tidak berakar, tidak berdaun dan tidak bertangkai.

Tumbuhan ganja telah dikenal manusia sejak lama dan digunakan sebagai bahan pembuat kantung karena serat yang dihasilkannya kuat. Selain itu ganja juga memiliki jenis kayu yang dapat menghasilkan kertas dengan kualitas baik. Dan di Aceh daun ganja biasanya dijadikan un-tuk komponen sayuran yang umum disajikan.

Bunga mempunyai lima daun mahkota yang mengelilingi bagian yang terlihat seperti mu-lut gentong. Bagian tengah bunga memiliki semacam duri yang fungsinya belum diketahui tetapi banyak menyimpan nektar (sari bunga). Hewan penyerbuk bunga ini adalah lalat yang tertarik dengan bau busuk yang dikeluarkan oleh bunga. Bunganya hanya berumur sekitar satu minggu (5-7 hari) dan setelah itu layu dan mati.Bunga Raflesia nampak seperti duduk diatas tanah baik jantan maupun betina (betina agak langka dijumpai). Berbeda dengan jenis Amorphophallus titani-um. Jenis ini tumbuh tinggi besar dan memiliki tangkai bunga, kelopak serta bongkol yang ber-bentuk tugu ditengah-tengahnya.Bunga raflesia dapat ditemukan pada keting-gian antara 500 – 700 mdpl di dalam hutan tro-

Bunga Raflesia

Ganja

38 39

pis yang hangat dengan kelembaban mencapai 100% pada malam hari.Raflesia Micropylora merupakan jenis Raflesia yang hanya terdapat (endemik) di Aceh dan Su-matera Utara (Indonesia), dengan ukuran jauh lebih kecil dari ukuran Raflesia Arnoldi.

FLORAProvinsi Aceh memiliki hutan terbesar di Asia Tenggara, luas keseluruhan hutan di Aceh sebesar 3.549.813 Ha (berdasar SK Menhutbun 170/Kpts-II/2000 mengenai Kawasan Hutan dan Perairan di Aceh) dengan kawasan berhutan (termasuk APL, dan wilayah Pulau Simeulue dan Kepulauan Banyak) seluas 3.306.315 ha (data 2006). Hutan inilah yang menjadi tempat tumbuh dan berkembang biaknya berbagai macam species tumbuh-tumbuhan.

Ganja juga dikenal sebagai sumber narkotika, karena itu keberadaannya dilarang oleh negara. Sehingga keberadaanya tersembunyi. Meski demikian, karena banyak permintaan pasar, ganja diperdagangkan dengan nilai yang cukup tinggi.

Page 21: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green

PandanTanaman pandan merupa-kan tanaman yang tergolong tumbuhan monokotil yang berasal dari genus pan-danus. Sebagian besar dari jenis ini merupakan tumbu-han yang hidup di sepanjang pantai-pantai daerah tropika, salah satunya provinsi Aceh. Pandan ini memiliki ciri, daun memanjang menyerupai daun palem atau rumput dan pada bagian tepi daun memiliki gerigi seperti duri. Daunnya se-lalu berwarna hijau yang dikenal dengan

KEUPULABunga keupula atau bunga tanjung ter-masuk kedalam salah satu jenis bunga yang menghiasi Taman Ghairah, taman pada masa kerajaan Sultan Iskandar Thani. Tana-man ini tergolong kedalam tanaman yang memiliki aroma khas dan wangi. Menurut kitab Bustanussalatin pohon bunga keupula merupakan jenis bunga wangi dari pohon yang besar, namun bunga keupula yang ada di Aceh saat ini adalah bunga keupula yang berasal dari pohon yang kecil.

Pohon keupula ini ketika dewasa dapat mencapai ting-gi lebih dari 15 meter, berdaun tunggal dengan warna hijau tua dan bagian tepi atau pinggir daun bergelom-bang. Pohon keupula ini selain memiliki bunga-bunga yang kecil dan wangi berwarna putih kekuningan, juga menghasilkan buah berwarna merah kekuningan dengan rasa yang manis. Meski pohon ini sudah mulai langka, namun masi dapat di jumpai di sekitar wilayah perkuliahan Unsyiah, Banda Aceh.

Bunga termasuk kedalam tumbuh-tumbuhan divisi Magnoliophyta. Pada bunga terdapat organ reproduk-si, yaitu benang sari dan putik. Kedua organ ini merupakan bagian ter-penting dalam proses pembuahan/reproduksi. Bunga memiliki fungsi utama untuk menghasilkan biji, proses penyerbukan dan pembuahan berlangsung pada bunga yang nanti-nya bunga akan berkembang men-jadi buah. Buah inilah yang nantinya membawa biji.

Bunga

Anggrek bulan termasuk dalam tanaman anggrek monopodial yang menyukai sedikit cahaya matahari sebagai penunjang hidupnya. Daunnya berwarna hijau dengan bentuk memanjang. Akar-akarnya berwarna putih dan berbentuk bulat memanjang serta terasa berdaging. Bunganya memiliki sedikit keharuman dan waktu mekar yang lama serta dapat tumbuh hingga diameter

10 cm lebih.Anggrek bulan termasuk dalam genus Phalaenopsis, dan tergolong kedalam jenis anggrek epifit, yaitu jenis anggrek yang hidup dengan cara menempel pada batang atau cabang pohon dan tumbuh subur

hingga 600 meter di atas permukaan laut. Anggrek ini telah muncul di Aceh sejak ratusan tahun yang lalu, dalam kitab Bustanussalatin yang ditulis pada tahun 1637, kitab tersebut menceritakan keberadaan tanaman ini bersama tanaman bunga lainnya menghiasi taman disekitar kolam sungai Darul Ishki. Keberadaan Anggrek jenis ini sampai saat ini masih dapat dijumpai di setiap desa di Aceh.

Tanaman anggrek jenis ini sering disebut masyarakat Aceh dengan sebutan anggrek Meuh. Anggrek hutan ini termasuk kedalam jenis epifit yang me-nyukai suhu yang panas sampai sedang tetapi teduh. Daunnya berbentuk elips dan tunggal, kuat dan berkulit dengan panjang rata-rata sampai 18 cm. Bunganya berwarna kuning berbentuk mahkota bunga yang mekar kebawah. Jenis ang-grek ini sudah sangat jarang dijumpai, karenanya jenis anggrek ini sudah tergolong dalam jenis ang-grek hutan yang langka.

istilah hijau abadi (evergreen). Tumbuhan yang memiliki akar tun-jang ini memiliki buah yang hampir menyerupai nenas tersusun dalam rimbunan daunnya yang berjuntai. Ukuran tumbuhan pandan ini ber-variasi, mulai dari 50 cm hingga 5 me-

ter. Tumbuhan pandan ini oleh masyarakat Aceh yang bermukim dikawasan pesisir dimanfaatkan sebagai sumber matapencarian, yaitu dengan mengolah daun pandan dan menganyamnya menjadi tikar dan topi dengan berbagai macam motif.

Pasca tsunami yang melanda Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 tumbuhan pandan ini semakin langka di beberapa kawasan pesisir Aceh, salah satunya Pidie. Tumbuhan yang telah lama menjadi sumber mata pencarian masyarakat dibeberapa daerah pesisir Aceh saat ini menjadi barang langka

Seulanga (Cananga odorata)Seulanga atau dalam bahasa Indonesia di-sebut dengan kenanga. Bunga Seulanga atau kenanga ini merupakan tanaman asli Indone-sia yang tergolong dalam genus Cananga. Po-hon kenanga ini dapat tumbuh dengan cepat, tingginya dapat mencapai 25 meter. Tumbu-han ini menyukai sinar matahari yang penuh atau sebagian, dan lebih menyukai tanah yang memiliki kandungan asam didalam hutan aslinya di da-lam hutan tadah hujan. Batang pohon kenanga yang lurus, memiliki kayu yang keras, co-cok digunakan seba-gai batang korek api. Kulit kayu kenanga sering dimanfaatkan sebagai obat kudis.

Kenanga ini memiliki aroma yang khas, daunnya yang berwarna kuning kehijauan menjuntai menggulung seperti bintang laut dengan panjang mencapai 2 cm dan memiliki aroma yang wangi. Daun bunga kenanga berbentuk oval-panjang, halus dan berkilau. Masyarakat Aceh selalu me-nyertakan bunga ini dalam setiap upacara

adat maupun upacara perkawinan. Sesuatu yang sangat disayang-

kan, meski bunga ini sangat kental dan akrab dengan

masyarakat Aceh, ke-beradaannya mulai lang-ka dan jarang dijumpai.

Anggrek Bulan

Anggrek

Anggrek Hutan

Suku anggrek-anggrekan yang biasa disebut juga dengan istilah Orchidaceae merupakan suku tumbuhan berbunga yang memiliki anggota jenis terbanyak. Jenis-jenis anggrek banyak dijumpai di daerah tropika hingga wilayah sirkumpolar, meski demikian kebanyakan dari jenis anggrek ditemukan di wilayah tropis. Anggrek menyukai lingkungan tempat hidup yang memiliki tingkat kelembaban yang tidak berlebihan. Dengan kondisi suhu rata-rata Provinsi Aceh sekitar 300 C, membuat tanaman ini mudah hidup dan berkembang biak.

Dari sisi flora atau keber-agaman tanaman, Indonesia menempati peringkat ke lima

di dunia dengan lebih dari 38.000 spesies yang 55% dian-

taranya endemik. Untuk jenis palem saja, Indonesia menempati peringkat pertama di dunia, dengan 477 spesies dan 225 diantaranya endemik.

40 41

Page 22: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green

Buah merupakan perkembangan lanjutan dari bakal buah (ovari-um). Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat mengenal buah sebagai pangan, yang mengandung berbagai macam manfaat, serat dan vitamin. Sebagian besar species buah-buahan hampir mengalami kepunahan.

Buah Jambu Air

Pisang

Jambu Air merupakan jenis tum-buhan yang tergolong dalam suku jambu-jambuan atau Myrtaceae. Pada umumnya bagian-bagian pada tumbuhan jambu air ini beru-kuran lebih kecil dan kurang berbau aromatis. Umumnya jambu air berupa perdu dengan ketinggian rata-rata 3-10 meter, dengan kayu yang kokoh dah berca-bang-cabang mulai dari pangkal pohon, dan kadang-kadang gemangnya mencapai 50 cm. Memiliki daun tunggal yang terletak berhada-pan, bertangkai kurang lebih 0,5–1,5 cm. He-laian daunnya berbentuk panjang dan sedikit lonjong.Pohon jambu air ini pada mulanya mengeluar-kan karangan bunga pada ujung ranting atau pada ketiak daun yang telah gugur, bunga ini-lah yang nantinya akan menjadi buah jambu air. Bunga ini berbentuk mahkota bundar yang pada pangkal ujungnya seperti kerucut, dan pada bagian ujungnya terdapat benang sari dan tangkai putik.

Rujak Aceh

Pisang merupakan tanaman bersirip panjang yang tergolong dalam suku Musaceae. Tumbu-han ini dapat hidup di daerah yang tanahnya asin. Tinggi pohon pisang rata-rata mencapai 2-9 meter. Buahnya tersusun dalam tandan den-gan kelompok-kelompok yang tersusun menjari, biasa disebut dengan sisir. Masyarakat Aceh cukup akrab dengan buah pisang. Buah pisang diolah menjadi makanan olahan. Daerah Bireuen, penduduk setempat mengolah buah pisang menjadi makanan cemi-lan yang disebut dengan keripik pisang, daerah Aceh Timur mengolah pisang menjadi pisang sale. Selain buah pisang dapat di konsumsi lang-sung atauapun diolah terlebih dahulu, ternyata pohon pisang memiliki banyak khasiat dalam pengobatan berbagai penyakit.

Buah Jambu Air bertipe buah buni, berbentuk gasing dengan pangkal yang kecil dan pada bagian ujung melebar, berdaging dan melengkung. Daging buah jambu ini berwarna putih dan banyak mengandung air, memiliki rasa yang sedikit asam manis bahkan terkadang sepat, pada bagian luarnya berwarna putih kemerahan bahkan ada yang berwarna merah. Biji jambu air berukuran kecil. Buah jambu air ini mulai jarang dijumpai di daerah kota (Banda Aceh).

Tumbuhan belimbing wuluh atau yang lazimnya oleh masyarakat Aceh dikenal dengan sebutan Limèng atau selimèng. Belimbing wuluh merupakan jenis pohon kecil yang diperkirakan berasal dari Kepulauan Maluku dan tumbuh dengan bebas serta dikembangbiakkan di Indonesia, khususnya Aceh.Pohon belimbing wuluh tergolong kedalam pohon tahunan yang berukuran sedang dengan tinggi mencapai 5-10 meter. Memiliki batang utama yang rendah dan bercabang. Daun pohon belimbing wuluh ini majemuk, berselang-seling dengan panjang 30-60 cm dan memiliki kelopak di ujung cabang. Bunga tumbuhan belimbing wuluh berukuran kecil, dengan mahkota lima,berwarna putih, kuning atau lila. Buag belimbing wuluh berukuran kecil, berbentuk lonjong menyerupai torpedo dan panjang sekitar 4-6 cm. Buah belimbing wuluh atau limèng memiliki berbagai macam manfaat bagi manusia. Masyarakat Aceh mengolah buah belimbing ini menjadi asam sunti dengan menjemurnya hingga kering memanfaatkan sinar panas matahari, asam sunti merupakan salah satu bumbu masakan yang terpenting dalam masakan khas daerah Aceh

Belimbing WuluhManggaTanaman Mangga termasuk dalam marga Mangifera. Genus mangifera memiliki 62 spesies, hanya 16 spesies yang memiliki buah dengan rasa yang enak. Pohon mangga termasuk golongan tumbuhan tingkat tinggi, struktur batangnya tergolong kelompok arboreus, tinggi pohon mangga bisa mencapai 10-40 meter dan umurnya bisa bertahan hingga lebih dari 10 tahun. Daunnya terdiri dari dua bagian, yaitu tangkai daun dan badan daun. Badan daun bertulang dan berurat-urat, antara tulang dan urat tertutup daging daun. Daging daun terdiri dari kumpulan sel-sel yang tak terhingga

banyaknya. Daun letaknya bergantian, tidak berdaun penumpu. Panjang tangkai daun bervariasi dari 1,25-12,5 cm, bagian pangkalnya membesar dan pada sisi sebelah atas ada alurnya. Aturan letak daun pada batang biasanya 3/8, tetapi makin mendekati ujung, letaknya makin berdekatan sehingga nampaknya seperti dalam lingkaran. Pohon mangga memiliki macam-macam bentuk daun, diantaranya; berbentuk lonjong dan pada bagian ujung runcing seperti mata tombok, dan segi empat dengan bagian ujung yang membulat.

Jambu Air ini sering di jadikan bahan dalam pembuatan makan khas aceh, yaitu Rujak Aceh.

42 43

Page 23: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green

Empa

t: H

AR

TA

KA

RU

N L

AH

AN

GA

MB

UT

Selain kaya keanekaragamanhayati, Pulau Sumatera juga menyimpan harta karun lain. Yakni lahan gambut.

Lahan gambut di Sumatera terluas di Indonesia, yang kaya akan tanaman rimba dan tanaman budidaya.

Lahan gambut di Aceh yang tersebar di beberapa titik dalam kawasan Pantai Barat Sumatera,

kini terancam karena pembukaan lahan, kebakaran hutan hingga pembukaan jalan baru.

Padahal, lahan gambut bisa memberikan keuntungan yang sangat besar secara material dan non material bagi

rakyat Aceh.

44 45

Page 24: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green

Di seluruh dunia, total luas lahan gambut diperkirakan mencapai 240 juta ha. Sedangkan di Indonesia, terdapat 20 juta ha lahan gambut (Driessen and Dudal, 1989). Meskipun luas lahan gambut hanya meliputi 3% dari luas daratan di seluruh dunia, namun sanggup menyimpan 550 gigaton karbon. Nilai ini setara dengan 30% karbon tanah, atau 75% dari seluruh karbon atmosfer. Bah-kan setara dengan seluruh karbon yang dikandung massa total makhluk hidup daratan dan setara dengan dua kali simpanan karbon semua hutan di dunia. Lahan gambut di Indonesia dilindungi dalam Surat Keputusan Presiden No. 32 tahun 1990 mengenai Kawasan Lindung.

46 47

Gambut terbentuk dari material atau bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat mampat dan tidak atau hanya sedikit mengalami perombakan. Kemudian terdekomposisi secara lambat, lebih lambat dari laju pe-nambahan bahan organik penyusunnya.Lahan gambut memiliki pH rendah, kes-uburan kimia yang jelek, serta hanya sedikit memiliki mikroorganisme.

Perbandingan Stok Karbon di Lahan Gambut Sumatera dan Kalimantan

Kontribusi Stok Karbon Indonesia di Dunia

Luas lahan gambut di Pulau Sumatra mencapai 7,2 juta ha. Stok karbon yang disimpan di dalamnya sebesar 22,283 Mt (below ground carbon) atau sekitar 3,093 Mg C ha-1. Sebagai perbandingan, lahan gambut di Kalimantan yang luasnya 5,77 juta ha menyumbangkan karbon sebesar11,274 Mt (below ground carbon) atau sekitar 1,954 Mg ha-1.

Sumatra Kalimantan

Di sisi lain, keberadaan lahan gambut di Indonesia, ikut berperan dalam menempat-kan Indonesia dalam tiga besar penghasil polusi. Di bawah Amerika Serikat dan China. Hingga tahun 2009, Indonesia ter-catat mengahsilkan 3,014 metrikton karbon tiap tahun.Dalam proses perubahan lahan gambut menjadi area perkebunan kelapa sawit yang marak di Indonesia, emisi yang dihasilkan mencapai antara 3,1 dan 4,6 miliar ton kar-bon. Setara 46 sampai 68 kali pengurangan emisi karbon yang diharapkan Uni Eropa dengan menggunakan biofuel. Produksi minyak sawit dari konversi lahan gambut tropis Indonesia, memerlukan 420 tahun produksi biofuel untuk membayar kembali hutang karbon yang telah terpapas oksigen akibat pembukaan lahan gambut.

Selain menjadi habitat bagi berbagai spesies fauna dan tanaman, lahan gambut juga me-nyimpan harta karun yang luar biasa. Yakni sebagai penyimpan karbon dan penahan air dalam jumlah sangat besar. Karena itulah, lahan gambut menjadi penyangga hidrologi areal sekelilingnya. Lahan gambut sanggup menyerap air sebesar 13 kali bobotnya sendiri.

Malaysia6.4%

Africa13.6%

Asia (Mainland)0.3%

Indonesia56.2%

SE Asia67.8%

Amerika Selatan12.8%

Pasifik0.2%

Amerika Tengah5.2%

Papua New Guinea4.3%

Vietnam0.4%

Thailand0.2%

Filipina0.3%

Brunei Darusalam0.1%

3,093 Mg C ha-1. 1,954 Mg C ha-1.

Luas Lahan Gambut di dunia

240 juta ha

20 juta ha

Luas Lahan Gambut di Indonesia

Page 25: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green

KLASIFIKASI GAMBUTDalam klasifikasi tanah, tanah gambut dikenal sebagai Organosol atau Histosols. Yaitu tanah yang memiliki lapisan bahan organik dengan berat jenis dalam keadaan lembab < 0,1 g cm ֿ³ dengan tebal > 60 cm atau lapisan organik dengan BD > 0,1 g cmֿ³ dengan tebal > 40 cm.

Dari tingkat kematangannya, lahan gambut dibedakan menjadi:

Gambut Saprik (matang), merupakan gambut yang sudah me-•lapuk lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, bila diremas kandungan seratnya < 15%.Gambut Hemik (setengah matang), merupakan gambut seten-•gah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, ber-warna coklat dan bila diremas bahan seratnya 15-75%.Gambut fibrik (mentah), merupakan gambut yang belum me-•lapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat dan bila diremas > 75% seratnya masih tersisa.

Berdasarkan tingkat kesuburannya, gambut dibedakan menjadi:

Gambut eutrofik, merupakan gambut yang kaya akan bahan •mineral dan basa-basa serta unsur hara lainnya. Gambut yang relative subur biasanya adalah gambut yang tipis dan dipen-garuhi oleh sediment sungai atau lautMesotrofik, merupakan gambut yang agak subur karena •memiliki kandungan mineral dan basa-basa sedang.Gambut Oligitrofik, merupakan gambut tidak subur karena •miskin mineral dan basa-basa. Bagian kubah gambut tebal yang jauh dari pengaruh lumpur sungai biasanya termasuk gambut oligotrofik.

Berdasarkan pembentukannya, maka gambut dibedakan kepada:

Gambut ombrogen, merupakan gambut yang terbentuk pada •lingkungan yang dipengaruhi oleh air hujan Gambut topogen yang terbentuk di lingkungan yang menda-•pat pengayaan air pasang. Karena itu gambut ini lebih kaya mineral dan lebih subur dibandingkan gambut ombrogen.

Berdasarkan kedalamannya, gambut dibedakan atas:

Gambut dangkal ( 50-100 cm)•Gambut sedang (100-200 cm)•Gambut dalam (200-300 cm)•Gambut sangat dalam (> 300 cm)•

Berdasarkan proses dan lokasinya, gambut dibagi menjadi:

Gambut pantai, merupakan gambut yang terbentuk dekat •pantai laut dan mendapatkan pengayaan mineral dari air lautGambut pedalaman, merupakan gambut yang terbentuk di •daerah yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut na-mun hanya oleh air hujanGambut transisi merupakan gambut yang terbentuk di antara •kedua wilayah diatas, yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh air pasang laut.

Khusus di Indonesia, lahan gambut yang ditemukan tergolong mesotrofik, oligotrofik dan memiliki kandungan lignin yang lebih tinggi karena terbentuk dari pohon-pohonan.

LOKASI SEBARAN LAHAN GAMBUT

Singkil di Kabupaten Aceh Selatan dan Aceh Singkil (100,000 ha).

Kluet di Kabupaten Aceh Selatan (18,000 ha)

Tripa di Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat Daya (50,000 ha)

Meulaboh

Di kawasan Pantai Barat Sumatera, masih ada beberapa peninggalan lahan gambut yang ter-sisa. Namun dalam kondisi terancam karena beberapa hal. Misalnya:

Kebakaran gambut, •Penebangan kayu, •Rencana pembuatan jalan, •Tidak ada perlindungan bagi lahan gam-•but dengan ketebalan 3 meter ke atas.Pembukaan perkebunan kepala sawit •yang tidak terkendali.Pembukaan areal pertambangan•

1

2

3

Sumatera7,2 juta ha

Kalimantan6,8 juta ha

Papua4,6 juta ha

SEBARAN LAHAN GAMBUT DI INDONESIA

48 49

Page 26: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green

MANFAAT LAHAN GAMBUT

1. Benteng alami penahan tsunami Yang menjadi perhatian penting dalam “Master plan for the rehabi-

litation and reconstruction for the region and people of the province of Nanggroe Aceh Darussalam and Nias Island”

2. Kontribusinya dalam mencegah perubahan iklim melalui penyera-pan CO2 dan penyimpanan karbon sesuai dengan “Kyoto protocol” yang sudah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia

Beberapa pendekatan yang dapat ditempuh untuk konservasi lahan gambut diantaranya:Menanggulangi kebakaran hutan dan lahan gambut. •Penanaman kembali dengan tanaaman penambat karbon tinggi (tanaman pohon-poho-•nan).Pengaturan tinggi muka air tanah.•Memanfaatkan perundang-undangan dan pengawasan penggunaan dan pengelolaan lahan •gambut.Pemberian insentif dalam konservasi gambut.•

Perlindungan lahan gambut, khususnya di Aceh sangat penting. Konversi lahan gambut untuk perkebunan kelapa sawit di Aceh mengakibatkan penebangan dan pembakaran lahan gambut semakin merajalela. Misalnya di Singkil dan Kluet, banyak ditemukan illegal logging untuk pen-ebangan kayu bermutu tinggi, seperti mahoni merah. Selain itu kurangnya mata pencaharian bagi masyarakat sekitar juga turut andil dalam berkurangnya hutan gambut di Aceh.

PERLINDUNGAN DAN KONSERVASI GAMBUT

3. Kontribusinya kepada tujuan “Convention on Biological Diver-sity”, telah diratifikasi Pemerintah Indonesia dengan tar-get untuk Menghentikan Kehilangan Keanekaragaman Hayati pada tahun 2010, karena hutan rawa gambut ini adalah salah satu yang sangat berharga di dunia karena keunikan dan kekayaan flora dan faunanya

Bagi masyarakat sekitar lahan gambut, keberadaan lahan gambut memberikan dampak secara lang-sung. Selain sebagai waduk alami air bersih, lahan gambut juga merupakan tempat pembiakan ikan.

4. Dapat melestarikan sebagian besar populasi orangutan sumatera yang tersisa (35% dari 7000 di dunia) yang sekarang berstatus

“critically endangered”. Penyelamatan spesies ini adalah tujuan utama oleh Pemerintah Indo-

nesia, ketika menandatangani “the Kinshasa Great Apes Declaration” pada bulan Sep-tember 2005

50 51

Page 27: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green

Lim

a: B

akau

Pen

jag

a P

esis

ir

Sebagai salah satu komponen vegetasi daerah tropis khususnya untuk kawasan pesisir, hutan bakau atau

mangrove memiliki fungsi yang sangat penting untuk menyeimbangkan kualitas lingkungan dan

menetralisir bahan-bahan pencemar.

52 53

Page 28: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green

Kebutuhan ekonomi jangka pendek menyebabkan hutan bakau kian terancam. Banyak upaya dilakukan untuk meraih keuntungan dengan mengubah hutan menjadi areal persawahan, pertambakan, pemukiman, dan pemanfaatan kayu bakau sebagai material bangunan serta bahan baku arang untuk kebutuhan industri. Akibatnya terjadi penurunan jumlah luas hutan mangrove, yang disertai dengan penurunan kualitas dan kuantitas keanekaragamanhayati. Sehingga memiliki pengaruh buruk pada hajat hidup masyarakat pesisir. Hal ini ditandai dengan semakin

LOKASI SEBARAN Mangrove

MANGROVE DALAM ANCAMAN

Lokasi: Kabupaten Aceh Timur Luas: 323.236,38 ha

Lokasi: Teluk Langsa Luas: 2.533,03 ha

Sebaran mangrove di Aceh, sebenarnya tidak terbatas pada bagian tertentu saja. Dari Sabang hingga perbatasan dengan Sumatera Utara, banyak ditemui hutan mangrove dalam skala kecil. Namun, secara kuantitas, hanya di beberapa daerah saja, hutan mangrove bisa dijumpai dalam skala yang relatif besar.Yakni di wilayah Kabupaten Aceh Timur dan Teluk Langsa. Keduanya berada dalam deretan pesisir timur Aceh. Di pesisir barat Aceh, banyak hutan mangrove yang habis diterjang tsunami akhir 1004.

54 55

Hutan mangrove di Indonesia dihuni 202 jenis flora. Terdiri dari 89 jenis pohon, 5 palem, 19 liana, 44 epifit dan 1 sikas. Namun demikian hanya terdapat kurang lebih 47 jenis bakau sejati dalam 4 famili penting. Yaitu Rhizophoraceae, Sonneratiaceae, Avicenniaceae dan Meliaceae.

Secara teoritis, hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dengan dominasi beberapa jenis mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2000). Untuk lebih spesifik, pengertian hutan bakau dapat ditinjau dari segi fisik, biologi, vegetasi dan ekosistemnya. Secara fisik rawa bakau adalah salah satu jenis tanah rawa di wilayah pantai dengan sifat unik. Salah satu manfaat terbesar dari rawa bakau adalah menunjang produksi makanan laut dan sebagai daerah asuhan untuk berbagai jenis udang-udangan (crustaceae) dan ikan.Dari sisi biologi, istilah mangrove mengacu pada jenis tumbuhan yang hidup di pantai berlumpur dan menyesuaikan diri terhadap keadaan lingkungan yang asin.Sedangkan dari sisi ekosistem, ekosistem bakau didefinisikan sebagai daerah pantai pasang surut yang berlumpur, teluk, muara dan delta. Ekosistem ini didominasi halophyta (tumbuhan yang hidup di air asin), berkayu dan beradaptasi tinggi, yang berkaitan dengan

Hutan Mangrove

berkurangnya tangkapan nelayan. Selain secara ekonomis, menciutnya hutan mangrove , juga memiliki dampak negatif bagi kehidupan manusia dari ancaman alam.Dengan wilayah hutan mangrove yang semakin sedikit, maka pertahanan daratan menjadi lemah. Terutama bila berhadapan dengan badai besar atau tsunami.Berkurangnya hutan mangrove, berbanding terbaik dengan intensitas erosi serta salinitas air. Semakin sedikit hutan mangrove, semakin besar intensitas erosi dan semakin tinggi pula salinitas air. Terutama di kawasan pesisir pantai.

Di Propinsi Aceh, yang pernah mengalami kerusakan luar biasa akibat tsunami pada akhir 2004, dan rawan tsunami, keberadaan benteng pertahanan di pesisir sangat penting.Kini, perlahan tapi pasti, mengingat keberadaannya yang penting, mangrove di Aceh mulai mendapat perhatian lebih. Beberapa lembaga yang bergerak di bidang konservasi, mengadakan program pengembangan kawasan mangrove, bersamaan dengan masa rehabilitasi dan rekonstruksi pasca tsunami.

anak sungai, rawa bersama-sama dengan populasi hewan dan tumbuhan. Fungsi hutan bakau secara lebih spesifik dalam tinjauan siklus biomassa, hutan mangrove memberikan masukan unsur hara terhadap ekosistem air, menyediakan tempat berlindung dan tempat asuhan bagi anak-anak ikan, tempat kawin/pemijahan, dan lain-lain. Sumber makanan utama bagi organisme air di daerah mangrove adalah dalam bentuk partikel bahan organik (detritus) yang dihasilkan dari dekomposisi serasah mangrove (seperti daun, ranting dan bunga). Selama proses dekomposisi, serasah mangrove berangsur-angsur meningkat kadar proteinnya dan berfungsi sebagai sumber makanan bagi berbagai organisme pemakan deposit seperti moluska, kepiting dang cacing polychaeta. Konsumen primer ini menjadi makanan bagi konsumen tingkat dua, biasanya didominasi oleh ikan-ikan buas berukuran kecil selanjutnya dimakan oleh juvenil ikan predator besar yang membentuk konsumen tingkat tiga. Singkatnya, hutan mangrove berperan penting dalam menyediakan habitat bagi aneka ragam jenis-jenis komoditi penting perikanan baik dalam keseluruhan maupun sebagian dari siklus hidupnya.

Page 29: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green

56 57

MANFAAT HUTAN Mangrove

Habitat Satwa LangkaLebih dari 100 jenis burung hidup di kawasan mangrove dan daratan lumpur di sekitarnya. Juga menjadi tempat singgah burung migran, seperti Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus)

Pelindung BencanaVegetasi hutan bakau dapat menyaring badai dari lautan yang bermuatan garam, termasuk menahan laju gelombang tsunami

Pengendapan LumpurSifat fisik tanaman pada hutan bakau membantu proses pengendapan lumpur. Partikel lumpur yang mengendap bisa mengikat racun dan unsur hara air. Sehingga kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.

Penambah Unsur HaraSifat fisik hutan bakau cenderung memperlambat aliran air dan memungkinkan pengendapan. Sehingga unsur hara yang berasal dari berbagai sumber di daratan bisa tertahan.

Penambat Racun Selain tertahan oleh lumpur, beberapa spesies tertentu dalam hutan bakau membantu proses pengikatan racun secara aktif .

Memelihara Iklim MikroPerubahan air menjadi uap permukaan tanah dalam hutan bakau mampu menjaga ketembaban dan curah hujan di sekitarnya, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.

TransportasiPada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara yang paling efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.

Sumber Plasma NutfahHutan bakau menjadi habitat bagi beraneka spesies yang bisa menjadi sumber plasma nutfah.

Rekreasi dan PariwisataKarena nilai keindahan dan kekayaan spesies yang dimiliki, hutan bakau bisa menjadi tujuan wisata atau rekresi masyarakat.

Sarana Pendidikan dan PenelitianHutan bakau bisa menjadi laboratorium lapangan, baik untuk isu lingkungan maupun isu sosial kemasyarakatan.

Memelihara Proses dan Sistem AlamiDalam hutan bakau, proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi bisa berlangsung dengan lancar.

Penyerapan KarbonProses fotosentesis -dari karbon anorganik (C02) menjadi karbon organik dan oksigen- berlangsung dengan bantuan tumbuhan di dalam hutan bakau. Hutan bakau juga mengandung bahan organik yang tidak membusuk. Karena itu, bisa berfungsi sebagai penyerap karbon aktif.

Sumber Alam In-Situ dan Ex-SituHasil alam dalam kawasan (in-situ) mencakup semua fauna dan hasil mineral yang dapat dimanfaatkan langsung di dalam kawasan. Sedangkan sumber alam luar kawasan (ex-situ) meliputi produk alamiah di hutan mangrove. Kemudian bisa digunakan masyarakat di daerah tersebut. Baik sebagai sumber makanan atau penambahan luas pantai karena sedimentasi.

Mencegah Pengembangan Tanah Sulfat Masam. Keberadaan hutan bakau dapat mencegah masuknya oksigen dalam lapisan pirit yang membahayakan kehidupan.

Inisiatif Bakau oleh Masyarakat Di Desa Lam Ujong, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar, seorang bapak bernama Azhar Idris sempat dianggap aneh oleh warga sekitarnya. Hal ini bermula dari kebiasaannya mengumpulkan biji bakau, pasca kehilangan rumah akibat tsunami. Biji-biji bakau itu kemudian disemaikan Azhar. Tak terasa, sudah 35 ha pesisir Lam Ujong yang ditanami mangrove oleh Azhar. Itu semua berasal dari 3 bulan perjalannya hingga ke Pidie, 100 KM dari rumahnya, untuk mengumpulkan biji-biji bakau. Azhar membawa pulang 30.000 biji dalam ikatan 100 biji per ikat.Pada tahun 2008, bakau yang ditanam Azhar mulai menampakkan hasil. Masyarakat Lam Ujong sudah bisa menikmati tangkapan ikan, udang hingga kepiting di penanaman mangrove Azhar. Prestasi Azhar ini mengantarkannya menjadi pembawa obor Olimpiade Beijing 2008. Kini, Azhar hidup sederhana dengan bakau yang membawa kemakmuran bagi lingkungan sekitarnya.

Page 30: Atlas Hutan Aceh - Aceh Green

Selayang Pandang ATLAS

HUTAN ACEH

Sela

yang

Pan

dang

ATL

AS

HU

TAN

AC

EH

ACEH GREENSUSTAINABILITY. EQUITY

Pemerintah Propinsi Aceh

9 786029 573008

ISBN 9786029573008

Buku Selayang Pandang ATlas Hutan Aceh ini disusun dan dibagi dalam bab-bab yang sesuai dengan isu-isu lingkungan yang terkait dengan tata kelola hutan di Aceh. Semua informasi di dalamnya dipadukan dengan peta, foto dan data lainnya, sehingga tercipta informasi yang utuh.

Bab Satu: Hutan Aceh KiniMenampilkan informasi kondisi hutan Aceh kini, termasuk sejarah perubahan dan tata kelola hutan Aceh.

Bab DUa: Wajah Bumi AcehBerisi beragam informasi mengenai fisiologi dan geografi Aceh serta kawasan karst Aceh.

Bab Tiga: Aceh Mega BiodiversityMenampilkan informasi keanekaragaman hayati Aceh dan sebarannya.

Bab EMpat: Harta Karun Lahan GambutBerisi kondisi dan informasi lain mengenai lahan gambut.

Bab Lima: Bakau Penjaga PesisirMenampilkan data dan informasi mengenai hutan bakau di Aceh beserta peta sebaran dan kondisinya.

Sekilas Aceh GreenAceh Green adalah sebuah visi progresif mengenai arah baru pembangunan Aceh pascakonflik dan bencana tsunami, terutama dengan sumberdaya alam terbarukan sebagai pijakan utama.

Gagasan ini muncul dari Irwandi Yusuf saat terpilih sebagai Gubernur Aceh pada tahun 2006. Setelah terpilih, Gubernur Irwandi Yusuf langsung menetapkan pembangunan Aceh harus berlandaskan pada pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan untuk kepentingan generasi mendatang. Dan, hasil-hasilnya dapat dinikmati secara adil oleh masyarakat.

Konsep Aceh Green ini kemudian oleh Gubernur Irwandi Yusuf dikembangkan sebagai sebuah visi strategis dalam upaya membangkitkan perekonomian masyarakat Aceh. Konsep ini mencakup bidang kehutanan, energi terbarukan, bidang perikanan dan kelautan, infrastruktur publik dan penataan kembali tata ruang Aceh serta aktivitas lain terkait pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan.

Bidang-bidang dalam Aceh Green ini dikoordinasikan oleh sebuah wadah yang dikenal dengan nama Sekretariat Aceh Green.

Tugas Sekretariat Aceh reen ini adalah memastikan semua agenda mendasar yang ditetapkan Gubernur Aceh berjalan dan terintegrasi dengan seluruh tahapan perencanaan pembangunan Aceh. Baik di tingkat Propinsi atau Pemerintah Kota dan Kabupaten.

Selain itu, Sekretariat Aceh Green juga menjadi pusat informasi bersama tentang gagasan, ide dan kebijakan pembangunan ekonomi Aceh secara berkelanjutan demi terwujudnya cita-cita masyarakat Aceh yang sejahtera dan berkeadilan.

Visi Aceh GreenMenjaga, memelihara dan mempertahankan sumberdaya Alam Aceh demi mewujudkan

pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui strategi investasi hijau untuk Aceh.

Misi Aceh GreenTerwujudnya pengelolaan sumberdaya alam

terbarukan, dengan cara menghabiskan tidak lebih cepat dari kemampuan alam itu tumbuh kembaliTerwujudnya pengelolaan sumberdaya alam tak

terbarukan, yakni dengan cara menghabiskan tidak lebih cepat dari kecepatan sumber daya terbarukan

dapat menggantikannya. Terwujudnya pengelolaan limbah, dengan cara

tidak boleh lebih cepat dari kemampuan alam untuk memurnikan kembali limbah tersebut.

Aktifitas Aceh GreenPenyusunan Rencana Tata Ruang Aceh

Penyusunan Renstra Perikanan dan Kelautan AcehTim Transisi Kehutanan Aceh

Merancang Pemanfaatan Jasa Lingkungan.Evaluasi Konsesi

Sekretariat Aceh GreenKantor Gubernur Aceh Lt. 4

Jl. T.Nyak Arief No. 219Banda Aceh

Telp. 0651 - 51377, 51452Fax. 0651 - 23214

[email protected]

Sejarah Tata Kelola Hutan Aceh

1912 1915 1945

1947

2001 2006

2006

Jauh sebelum perhatian masyarakat dunia tertuju pada isu lingkungan, pada 1900-an, masalah hutan Aceh sudah mendapat perhatian khusus. Dalam buku Sejarah Kehutanan Indonesia I,

tercatat setidaknya 8 organisasi yang membawa isu hutan Aceh.

1930

Dibentuk pada 28 Januari 1930

Memperjuangkan kepentingan pedagang kayu melalui jalur hukum demi penyehatan perdagangan kayu di Hindia Belanda.

Bond van Boschpersoneel in Nederlandsch Indie (Perhimpunan Pedagang dan Kontraktan Penyerahan Kayu T.P.K di Hindia Belanda)

Dalam kelembagaan adat Aceh, pemimpin tertinggi di setiap wilayah disebut Imam Mukim. Pada Mu-kim yang berbatasan dengan hutan, Imam Mukim, dibantu Panglima Uteun. Panglima Uteun bertugas:1. Menjaga adat Glee dalam pengelolaan hutan adat (meuglee). Panglima Uteun atau Pawang Glee (pem-bantu Panglima Uteun atau Kejruen Glee) memberi aturan normatif apa yang boleh dan tidak boleh di-lakukan dalam pengelolaan hutan.2. Mengawasi penerapan larangan adat Glee. Mis-alnya pelarangan memotong pohon tualang, ke-muning, keutapang, dan beringin tempat bersarang lebah. Ada juga larangan memotong kayu meudang

Tipereska dibentuk dengan mandat merumuskan dokumen Rencana Strategis Pengelolaan Hutan Aceh yang dapat diimplementasikan guna mewujudkan pengelolaan hutan lestari dan kemakmuran sebesar-besarnya bagi rakyat Aceh. Tipereska terdiri atas Dewan Pengarah, yang diketuai Gubernur Aceh dan beranggotakan badan atau dinas yang terkait dengan isu kehutan-an di Aceh, perwakilan Multi Donor Fund, perwakilan Leuser Interna-tional Foundation, Fauna & Flora International, Food and Agriculture Organization, Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, dan Instutute for Natural Resources serta Environmental and Forestry Analysis.Tipereska dibiayai oleh Multi Donor Fund di bawah Aceh Forest and Environment Project (AFEP).

Panglima Uteun Sekilas Tipereska

Didirikan di Bogor, 12 Juli 1922 oleh dr. S.H. Koorders, tokoh botani yang dikenal sebagai pendata jenis-jenis pohon dari Jawa.Memberikan dampak besar dalam mempertahankan cagar alam termasuk di Aceh, dan mengajukan permohonan pada pemerintah untuk izin cagar alam di luar Jawa.

Nederlandsch Indische Vereeniging tot Natuurbescherming(Perkumpulan Perlindungan Alam Hindia Belandaa)

Ringo Tyuoo Zimusyo Dibentuk pada 14 Juni 1942 di Jakarta.Meski tidak banyak terlibat dalam pen-gelolaan hutan secara langsung, namun berpengaruh dalam pembuatan kebi-jakan kehutanan Aceh.

Pejabat di Bengkulu dan Aceh me-nyatakan perlindungan bagi Ra�e-sia Arnoldi di Bengkulu serta Tanah Gayo. Perlindungan yang diberikan menyangkut juga hutan di mana Raf-�esia arnoldi tumbuh dan berkem-bang.

Jawatan Kehutanan Sumatera dibentuk pada 12 Agustus 1947 ber-dasarkan Surat Keputusan Wakil Presiden RI No. 1/WKP/SUM/47. Jawatan yang berpusat di Bukittinggi ini terbagi atas:

Daerah Pengawasan Kehutanan Sumatera Utara di Taru-tung yang meliputi Karesidenan Aceh, Sumatera Timur, dan Tapanuli.Daerah Pengawasan Kehutanan Sumatera Tengah di Bukittinggi yang meliputi Karesidenan Sumatera Barat, Riau dan Jambi.Daerah Pengawasan Kehutanan Sumatera Selatan di Lubukling-gau yang meliputi Karesidenan Palembang, Bengkulu dan Lampung.

Badan Pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dibentuk berdasarkan ditetapkan dalam Keppres No. 33/1998. Pengelolaan KEL termasuk mandat melakukan tata batas dan membentuk zona-zona kawasan untuk dasar manajemen pengelolaan. KEL ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 190/KPT.s-II/2001 tentang Pengesahan Batas KEL, dan diperkuat dengan Pergub No. 52/2006 tentang Pembentukan Badan Pengelola KEL (BPKEL) Wilayah Aceh.

Pemberlakuan Moratorium Logging oleh Guber-nur Abdullah Puteh, pada 7 Maret 2001. Namun, kebijakan ini tidak memuat larangan penebangan hutan bagi pemilik Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dan sejenisnya. Langkah ini merupakan pener-tiban administrasi Hak Pengelolaan Hutan (HPH), tanpa ada konsep reformasi kebijakan kehutanan.

11 12 13

ara, merbau, dan kayu besar untuk perahu, kecuali seizin Raja. Larangan lainnya adalah mengambil kayu yang sudah ditumpuk dan ada batu di atasnya. Batu ini adalah tanda bahwa kayu yang bertumpuk itu sudah ada yang punya. 3. Pemungut cukai (Wasee Glee), yang meliputi cula badak, madu, gading, getah rambung, sarang burung, rotan, kayu untuk dijual, damar, dan seba-gainya. Wasee sebesar 10% disetorkan ke kerajaan.4. Hakim perselisihan dan pelanggaran adat Glee. Dalam suatu perundingan, Panglima Uteun wajib mendengar keterangan pawang-pawang glee, sebe-lum memberi hukum atau keputusan.

Untuk mewujudkan mandat tersebut, sasaran yang harus dicapai oleh Tim Penyusun Rencana Strategis Pengelolaan Hutan Aceh adalah: 1. Terumuskannya visi, misi dan tujuan pengelolaan hutan Aceh yang

dapat diterima semua pihak;2. Terumuskannya kerangka pikir dan nilai-nilai pengelolaan hutan

Aceh yang mampu mempertahankan nilai-nilai spesi�k ekosistem hutan Aceh, nilai-nilai budaya masyarakat Aceh dan mendorong tumbuh-kembangnya sektor ekonomi kehutanan (sektor riil) yang sehat;

3. Terumuskannya kebijakan dan kelembagaan pengelolaan hutan Aceh yang mampu menyediakan kondisi pemungkin (enabling condition) bagi pengelolaan hutan lestari berdasarkan prinsip kelestarian fungsi

Gubernur Irwandi Yusuf mengeluarkan Moratorium Logging pada 6 Juni 2007, yang menjadi awal menata kembali (redesain) strategi pengelolaan hutan Aceh, penanaman kembali hutan (reforestasi), dan menekan laju kerusakan hutan (reduksi deforestasi). Sasaran moratorium adalah:

Penghentian sementara seluruh penebangan kayu dari hutan alam. Pemberian izin penebangan pohon hanya diperbolehkan pada pohon yang berasal dari kebun masyarakat yang tergolong jenis-jenis kayu kampung. Penebangan pohon konsesi Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dalam rangka pembersihan lahan perkebunan dan transmigrasi yang berada di luar kawasan hutan, akan diatur setelah dilakukan pengka-jian dan evaluasi.Kayu tebangan sebelum moratorium dengan izin sah, dapat dimanfaat-kan untuk diolah dan dipasarkan di Propinsi Aceh.

1907-1954

Perkumpulan VABINOI (Perkumpulan Pegawai Jawatan Kehu-tanan Hindia Belanda)

Didirikan pada 29 Desember 1907 oleh para houtvester Boschwezen Hindia Belanda.

Anggotanya hanya orang Belanda dan Eropa

Memberikan gagasan pada pemerintah untuk kemajuan ilmu kehutanan, organisasi dan cara kerja Jawatan Kehutanan.

2007 2008

2007 2007

Sekretariat Aceh Green dibentuk oleh Gubernur Aceh. Tu-gasnya adalah mengkoordinir semua bidang yang terkait dengan visi Aceh Green. Selain itu, Sekretariat Aceh Green juga menjadi pusat infor-masi bersama tentang gagasan, ide dan kebijakan pembangu-nan ekonomi Aceh secara berkelanjutan demi terwujudnya cita-cita masyarakat Aceh yang sejahtera dan berkeadilan.

Tim Perumus Rencana Strategis Hutan Aceh (Tipereska) dibentuk oleh Gubernur Aceh melalui Surat Keputusan No.5222.1/534/2007, yang dikeluarkan pada 31 Oktober 2007.

Gubernur Irwandi Yusuf terpilih dalam Pemilihan Kepala Daerah Aceh secara langsung. Ide pertama setelah dilantik adalah mencetuskan Visi Aceh Green. Sebuah visi progresif mengenai arah baru pembangunan Aceh pascakon-�ik dan bencana tsunami, terutama dengan sumberdaya alam terbarukan sebagai pijakan utama. Visi ini mencakup bidang kehutanan, energi terbarukan, bidang perikanan dan kelautan, infrastruktur publik dan penataan kembali tata ruang Aceh serta aktivitas lain terkait pengelolaan sumberdaya alam secara berkelan-jutan.

Gubernur Aceh mencanangkan 1000 Jagawana. Seribu orang Jagawana atau Pengaman Hutan (Pamhut) akan disiapkan untuk menjaga hutan Aceh dan mengamank-an visi Aceh Green.

ekologi, kelestarian fungsi sosial dan kelestarian fungsi ekonomi/produksi hutan;

4. Terumuskannya strategi dan program yang realistis dalam jangka waktu 5 tahun ke depan, termasuk rancang ulang (redesign) kawasan hutan Aceh, reforestasi/restorasi kawasan hutan terdegradasi, serta menghentikan dan/atau menurunkan laju deforestasi;

5. Terumuskannya Atlas Hutan Aceh sebagai dasar perumusan kebi-jakan, kelembagaan, strategi dan program, serta sinkronisasi tata ruang wilayah propinsi; 6. Terhimpunnya data/informasi dasar yang memadai dan akurat bagi penetapan kebijakan dan pengambilan keputusan pengelolaan hutan Aceh, sebagai cikal bakal sistem informasi kehutanan Aceh.

Visi Tipereska adalah: Aceh menjadi wilayah yang mampu mendayagunakan ekosistem hutan secara lestari bagi pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Misi Tipereska adalah:1. Menyediakan basis data kehutanan yang dijadikan acuan dalam

perencanaan dan implementasi pengelolaan seluruh sumberdaya alam serta pemanfaatan ruang/lahan di Aceh;

2. Menyediakan kondisi pemungkin (enabling condition) pengelolaan hutan Aceh secara berkeadilan sosial dan lestari;

3. Mewujudkan tata kelola kehutanan yang baik di Aceh; 4. Mewujudkan pengelolaan hutan lestari bagi para pelaku pembangu-

nan di Aceh.

Komposisi Litologi Batuan

Batuan Gamping dan Dolomit Jenis ini terbentuk dari proses sedimentasi di dasar laut yang terangkat ke permukaan hing-ga menjadi daratan. Sebagian dari jenis batuan gamping tersebut mengalami karsti�kasi dan ekosistem karst. Aliran air yang mengikis batuan gamping tersebut membangun sebuah system sungai bawah tanah sehingga memben-tuk gua-gua panjang di kawasan karst. Jenis batuan ini rawan mengalami kerusakan karena gangguan vegetasi di atasnya. Sehingga humus hilang karena erosi, air tidak lagi cu-kup untuk disaring ke dalam sistem hidrologi bawah tanah. Dalam jangka waktu panjang, kejadian ini berdampak pada pengurangan volume air di sungai dan waduk bawah ta-nah. Akibatnya, cadangan air bersih yang tak ternilai menjadi terkikis. Gangguan lainnya adalah penambangan untuk bahan baku bagi semen dan marmer.

Batuan BekuBatuan beku disebut malihan. Terdiri dari granit, diorit, gabro, sekis, batu sabak dan kuarsik. Umumnya, memiliki tingkat porosi-tas yang sangat rendah. Batuan beku terben-tuk dari magma yang mengalami pengerasan. Pengerasannya menghasilkan batuan ekstrusif (vulkanik) dan intrusive (plutonik).

Batuan Sedimen Padu dan Gu-nung Api TuaJenis ini terdiri dari breksi, konglomerat dan lava yang mengalami perlibatan. Umumnya memiliki porositas rendah dan sedang. Tipe inilah yang mendominasi daratan Aceh dan beberapa pulau di sekitarnya.

Batuan Gunung Api MudaBatuan ini terjadi dari tuf, aglomerat, breksi volkanik, lava dan endapan lahar yang tak

teruraikan. Sisa debu vulkanik dan batuan lava yang mengalami pelapukan memberikan kontribusi unsur hara dalam tanah sehingga di kawasan sekitar batuan gunung api muda memiliki tingkat kesuburan yang tinggi. Seperti kawasan sekitar gunung api aktif lain-nya di dunia, kawasan dengan batuan gunung api muda menjadi area pengembangan perke-bunan karena tingkat kesuburan yang tinggi dan beriklim sejuk. Resikonya, kawasan sep-erti ini umumnya rawan bencana alam.

Sedimen LepasSedimen lepas terbentuk karena proses sedi-mentasi tanah akibat erosi melalui sungai-sun-gai utama. Topogra� kawasan berbatu sedimen lepas yang datar, kaya kandungan unsur hara dan air. Sehingga kawasan ini menjadi pilihan utama sebagai pemukiman dan pertanian. Salah satunya adalah pertanian padi.

18 19

Batuan Gunung Api MudaAda di sekitar gunung api yang masih aktif seperti Seulawah di Kabupaten Aceh Besar, Peut Sago di Kabupaten Pidie, Borne Telong di Kabupaten Bener Meriah dan Gunung Leuser di Kabupaten Gayo Lues.

Sebaran Jenis Batuan

Sedimen Lepas Di utara, ada di sepanjang Sungai Krueng Aceh, Kabu-paten Aceh Besar. Di timur, banyak terdapat di Sigli, Ka-bupaten Pidie dan sekitarnya. Kemudian menyambung hingga Kabupaten Aceh Tamiang, tepatnya di lahan basah dan hutan mangrove di Aceh Utara dan Tamiang.Di pantai barat terdapat di Leupung dan Lhoong, Kabu-paten Aceh Besar, serta di Lamno, Kabupaten Aceh Jaya. Sedimen lepas juga ditemui di muara Sungai Teunom, Aceh Jaya hingga Kabupaten Nagan Raya. Di Nagan Raya, sedimen lepas ada di kawasan rawa gambut Tripa dan Rawa Singkil.

Batuan Gamping dan Dolomit Tersebar di sepanjang pantai barat, mulai dari ujung utara, Lhok Nga, Aceh Besar hingga Ka-bupaten Aceh Selatan.

Batuan Beku Membujur dari utara hingga selatan sepanjang pegunungan Bukit Barisan

Batuan Sedimen Padu dan Gunung Api TuaMendominasi wilayah Aceh dengan luas kawasan-nya mencapai lebih dari 60%, termasuk Pulau Sim-elue, Pulau Aceh dan Pulau Weh. Tersebar dari da-taran rendah tepi pantai hingga dataran tinggi dan pegunungan.

Harimau SumateraHarimau Sumatera merupakan satu-satunya subspesies Panthera tigris, yang masih ada di Indonesia. Di Aceh, yang merupakan hunian sebagian besar harimau Sumatera, sampai dengan pertengahan 2009, diperkirakan tinggal 400 ekor saja.

Legenda

Distribusi Harimau

Kabupaten

Daerah Kon�ik

Batas Wilayah Hutan Hulumasen

Kondisi Harimau Sumatera saat ini terancam punah,

sebanding dengan dengan wilayah habitatnya yang semakin berkurang.

Habitat Harimau Sumatera di Aceh ada di hutan dataran rendah, hutan bergunung dan separuh bergunung serta hutan-hutan dalam wilayah lahan gambut.

Habitat Harimau Sumatera di Aceh merupakan lahan perkebunan baru dan pembalakan liar. Hal ini yang menyebabkan kon�ik manusia dan harimau semakin mencemaskan di beberapa daerah di Aceh.

Peta Sebaran Harimau &Daerah Konflik

NO TANGGAL TEMPAT KEJADIAN KERUGIAN

1 19 Juni 2007 Desa Peunelop, Kecamatan Labuhan Haji Timur, Kabupaten Aceh Selatan 1 orang meninggal dunia

2 31 Juli 2007 Desa Sengko Meulat, Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar 1 orang meninggal dunia

3 1 Agustus 2007 Desa Alue Baron, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan 1 orang meninggal dunia

4 13 Agustus 2007 Desa Ketapang Indah, Kecamatan Singkil Utara, Kabupaten Aceh Singkil

Harimau sumatera ditemukan mati dalam keadaan kulit, daging dan tulang sudah membusuk

5 14 Agustus 2007 Desa Bukit Meuh, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan 1 orang meninggal dunia

6 23 September 2007 Desa Aur, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan 1 orang meninggal dunia

7 7 Oktober 2007 Desa Drien Jalak, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan 1 orang meninggal dunia

8 12 Oktober 2007 Desa Jambo Papeun, Kecamatan Meukek

Dilakukan penangkapan terhadap Harimau di sekitar pemukiman penduduk

9 19 Oktober 2007 Desa Jambo Papeun, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan 2 orang luka ringan

10 November 2007 Desa Jambo Papeun, Kecamatan Meukek

Dilakukan penangkapan terhadap harimau yang telah menyebabkan korban jiwa di seluruh Kabupaten Aceh Selatan

11 November 2007 Desa Ujong Tanoh, Kecamatan Samadua

Dilakukan penangkapan terhadap harimau yang telah menyebabkan korban jiwa di seluruh Kabupaten Aceh Selatan

12 7 November 2007 Desa Aceh, Kecamatan Meukek

13 18 November 2007 Desa Jambo Papeun, Kecamatan Meukek

Dilakukan penangkapan terhadap harimau yang telah menyebabkan korban jiwa di seluruh Kabupaten Aceh Selatan

14 25 November 2007 Desa Ujong Tanoh, Kecamatan Samadua

Dilakukan penangkapan terhadap harimau yang telah menyebabkan korban jiwa di seluruh Kabupaten Aceh Selatan

15 27 November 2007 Desa Bukit Mas, Kecamatan Meukek Dilakukan penangkapan terhadap harimau

16 24 Desember 2007 Desa Lawe Sawah, Kecamatan Kluet Timur, Kabupaten Aceh Selatan

Harimau Sumatera mati ditembak aparat keamanan karena telah menyerang warga hingga luka-luka (tangan, dada dan paha)

Data Konflik Harimau

28 29

KLASIFIKASI GAMBUTDalam klasi�kasi tanah, tanah gambut dikenal sebagai Organosol atau Histosols. Yaitu tanah yang memiliki lapisan bahan organik dengan berat jenis dalam keadaan lembab < 0,1 g cm �3 dengan tebal > 60 cm atau lapisan organik dengan BD > 0,1 g cm�3 dengan tebal > 40 cm.

Dari tingkat kematangannya, lahan gambut dibedakan menjadi:

Gambut Saprik (matang), merupakan gambut yang sudah me-lapuk lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, bila diremas kandungan seratnya < 15%.Gambut Hemik (setengah matang), merupakan gambut seten-gah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, ber-warna coklat dan bila diremas bahan seratnya 15-75%.Gambut �brik (mentah), merupakan gambut yang belum me-lapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat dan bila diremas > 75% seratnya masih tersisa.

Berdasarkan tingkat kesuburannya, gambut dibedakan menjadi:

Gambut eutro�k, merupakan gambut yang kaya akan bahan mineral dan basa-basa serta unsur hara lainnya. Gambut yang relative subur biasanya adalah gambut yang tipis dan dipen-garuhi oleh sediment sungai atau lautMesotro�k, merupakan gambut yang agak subur karena memiliki kandungan mineral dan basa-basa sedang.Gambut Oligitro�k, merupakan gambut tidak subur karena miskin mineral dan basa-basa. Bagian kubah gambut tebal yang jauh dari pengaruh lumpur sungai biasanya termasuk gambut oligotro�k.

Berdasarkan pembentukannya, maka gambut dibedakan kepada:

Gambut ombrogen, merupakan gambut yang terbentuk pada lingkungan yang dipengaruhi oleh air hujan Gambut topogen yang terbentuk di lingkungan yang menda-pat pengayaan air pasang. Karena itu gambut ini lebih kaya mineral dan lebih subur dibandingkan gambut ombrogen.

Berdasarkan kedalamannya, gambut dibedakan atas:

Gambut dangkal ( 50-100 cm)Gambut sedang (100-200 cm)Gambut dalam (200-300 cm)Gambut sangat dalam (> 300 cm)

Berdasarkan proses dan lokasinya, gambut dibagi menjadi:

Gambut pantai, merupakan gambut yang terbentuk dekat pantai laut dan mendapatkan pengayaan mineral dari air lautGambut pedalaman, merupakan gambut yang terbentuk di daerah yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut na-mun hanya oleh air hujanGambut transisi merupakan gambut yang terbentuk di antara kedua wilayah diatas, yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh air pasang laut.

Khusus di Indonesia, lahan gambut yang ditemukan tergolong mesotro�k, oligotro�k dan memiliki kandungan lignin yang lebih tinggi karena terbentuk dari pohon-pohonan.

LOKASI SEBARAN LAHAN GAMBUT

Singkil di Kabupaten Aceh Selatan dan Aceh Singkil (100,000 ha).

Kluet di Kabupaten Aceh Selatan (18,000 ha)

Tripa di Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat Daya (50,000 ha)

Meulaboh

Di kawasan Pantai Barat Sumatera, masih ada beberapa peninggalan lahan gambut yang ter-sisa. Namun dalam kondisi terancam karena beberapa hal. Misalnya:

Kebakaran gambut, Penebangan kayu, Rencana pembuatan jalan, Tidak ada perlindungan bagi lahan gam-but dengan ketebalan 3 meter ke atas.Pembukaan perkebunan kepala sawit yang tidak terkendali.Pembukaan areal pertambangan

1

2

3

Sumatera7,2 juta ha

Kalimantan6,8 juta ha

Papua4,6 juta ha

SEBARAN LAHAN GAMBUT DI INDONESIA

48 49

56 57

MANFAAT HUTAN Mangrove

Habitat Satwa LangkaLebih dari 100 jenis burung hidup di kawasan mangrove dan daratan lumpur di sekitarnya. Juga menjadi tempat singgah burung migran, seperti Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus)

Pelindung BencanaVegetasi hutan bakau dapat menyaring badai dari lautan yang bermuatan garam, termasuk menahan laju gelombang tsunami

Pengendapan LumpurSifat �sik tanaman pada hutan bakau membantu proses pengendapan lumpur. Partikel lumpur yang mengendap bisa mengikat racun dan unsur hara air. Sehingga kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.

Penambah Unsur HaraSifat �sik hutan bakau cenderung memperlambat aliran air dan memungkinkan pengendapan. Sehingga unsur hara yang berasal dari berbagai sumber di daratan bisa tertahan.

Penambat Racun Selain tertahan oleh lumpur, beberapa spesies tertentu dalam hutan bakau membantu proses pengikatan racun secara aktif .

Memelihara Iklim MikroPerubahan air menjadi uap permukaan tanah dalam hutan bakau mampu menjaga ketembaban dan curah hujan di sekitarnya, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.

TransportasiPada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara yang paling e�sien dan paling sesuai dengan lingkungan.

Sumber Plasma NutfahHutan bakau menjadi habitat bagi beraneka spesies yang bisa menjadi sumber plasma nutfah.

Rekreasi dan PariwisataKarena nilai keindahan dan kekayaan spesies yang dimiliki, hutan bakau bisa menjadi tujuan wisata atau rekresi masyarakat.

Sarana Pendidikan dan PenelitianHutan bakau bisa menjadi laboratorium lapangan, baik untuk isu lingkungan maupun isu sosial kemasyarakatan.

Memelihara Proses dan Sistem AlamiDalam hutan bakau, proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi bisa berlangsung dengan lancar.

Penyerapan KarbonProses fotosentesis -dari karbon anorganik (C02) menjadi karbon organik dan oksigen- berlangsung dengan bantuan tumbuhan di dalam hutan bakau. Hutan bakau juga mengandung bahan organik yang tidak membusuk. Karena itu, bisa berfungsi sebagai penyerap karbon aktif.

Sumber Alam In-Situ dan Ex-SituHasil alam dalam kawasan (in-situ) mencakup semua fauna dan hasil mineral yang dapat dimanfaatkan langsung di dalam kawasan. Sedangkan sumber alam luar kawasan (ex-situ) meliputi produk alamiah di hutan mangrove. Kemudian bisa digunakan masyarakat di daerah tersebut. Baik sebagai sumber makanan atau penambahan luas pantai karena sedimentasi.

Mencegah Pengembangan Tanah Sulfat Masam. Keberadaan hutan bakau dapat mencegah masuknya oksigen dalam lapisan pirit yang membahayakan kehidupan.

Inisiatif Bakau oleh Masyarakat Di Desa Lam Ujong, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar, seorang bapak bernama Azhar Idris sempat dianggap aneh oleh warga sekitarnya. Hal ini bermula dari kebiasaannya mengumpulkan biji bakau, pasca kehilangan rumah akibat tsunami. Biji-biji bakau itu kemudian disemaikan Azhar. Tak terasa, sudah 35 ha pesisir Lam Ujong yang ditanami mangrove oleh Azhar. Itu semua berasal dari 3 bulan perjalannya hingga ke Pidie, 100 KM dari rumahnya, untuk mengumpulkan biji-biji bakau. Azhar membawa pulang 30.000 biji dalam ikatan 100 biji per ikat.Pada tahun 2008, bakau yang ditanam Azhar mulai menampakkan hasil. Masyarakat Lam Ujong sudah bisa menikmati tangkapan ikan, udang hingga kepiting di penanaman mangrove Azhar. Prestasi Azhar ini mengantarkannya menjadi pembawa obor Olimpiade Beijing 2008. Kini, Azhar hidup sederhana dengan bakau yang membawa kemakmuran bagi lingkungan sekitarnya.