asuhan keperawatan pada pasien dengan ppok

111
1 KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan : PPOK di Ruang 4 Paru RSPAD Gatot Soebroto Semester 1 /Profesi Ners Disusun oleh: 1. Fonie Widyowati 2. Muhammad Abdul Qodir 3. Rizky Witama 4. Titi Handayani

Upload: salwa-rahmawati-arrasy

Post on 04-Jan-2016

87 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

pembahasan kasus di ruang paru IV

TRANSCRIPT

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAHAsuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan : PPOK di Ruang 4 Paru RSPAD Gatot Soebroto

Semester 1 /Profesi NersDisusun oleh:

1. Fonie Widyowati2. Muhammad Abdul Qodir3. Rizky Witama4. Titi Handayani

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JAYAKARTA PKPJalan Raya PKP Kelapa Dua Wetan Jakarta Timur Telp. (021) 228522161

Periode 2015/201

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Shalawat beserta salam dilimpahkan kepada Junjungan besar Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa manusia dari alam Jahiliyah dengan tuntunannya menuju masyarakat baldatun thoyibal warobbul ghofur.Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi nilai mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah dengan materi: Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan : PPOK di Ruang 4 Paru RSPAD Gatot Soebroto.Dalam makalah ini menjelaskan tentang, pengertian penyakit PPOK, klasifikasi PPOK, etiologi PPOK, manifestasi klinis, patofisiologi, komplikasi, pemeriksaan penunjang, pencegahan, penatalaksanaan penyakit PPOK dan asuhan keperawatan penyakit PPOK.Disadari bahwa makalah ini masih banyak yang perlu disempurnakan, dengan harapan penyusun mudah-mudahan makalah ini dapat bermaanfaat khususnya untuk penyusun dan umumnya bagi orang lain. Tidak lupa penyusun sampaikan terima kasih kepada Dosen Ns,Dwi Agustina, S.Kep., Sp.Kep.MBsebagai koordinator mata ajar keperawatan Medikal Bedah dan Dosen Lusianah, S.KepM.Kep sebagai pembimbing materi asuhan keperawatan Medikal Bedah, yang telah berbagi ilmunya untuk kalangan mahasiswa STIKES JAYAKARTA.

Jakarta, Oktober 2015

Penyusun

DARTAR ISI

KATAPENGANTAR.....................................................................2

DAFTAR ISI.....................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................4

1.1 Latar Belakang.....................................................................5

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................5

1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................5

1.3.1 Tujuan Umum .....................................................................5

1.3.2 Tujuan Khusus .....................................................................5

1.4 Metode Penulisan.....................................................................5

1.5 Manfaat Penulisan .....................................................................5

BAB II TINJAUAN TEORI .....................................................................7

2.1 Definisi .....................................................................7

2.2 Etiologi.....................................................................7

2.3 Manifestasi.....................................................................8

2.4 Patofisiologi.....................................................................8

2.5 Pemeriksaan Penunjang .....................................................................10

2.6 Komplikasi .....................................................................11

2.7 Penatalaksanaan .....................................................................13

2.8 Asuhan Keperawatan .....................................................................16

2.8.1 Pengkajian .....................................................................16

2.8.2 Diagnosa Keperawatan .....................................................................19

2.8.3 Intervensi Keperawatan .....................................................................20

BAB III TINJAUAN KASUS.....................................................................26

3.1 Pengkajian .....................................................................27

3.1.1 Format Analisa Data .....................................................................27

3.2 Diagnosa Keperawatan.....................................................................31

3.3 Intervensi Keperawatan.....................................................................31

3.4 Impementasi.....................................................................35

3.5 Evaluasi .....................................................................38

BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................59

4.1 Pengkajian Keperawatan.....................................................................59

4.2 Diagnosa Keperawatan.....................................................................62

BAB V PENUTUP .....................................................................67

5.1 Kesimpulan.....................................................................67

5.2 Saran.....................................................................68

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................69

BAB IPENDAHULUAN

1.1 PendahuluanTerwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya oleh perorangan, tetapi juga oeh kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Sehat adalah suatu keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, pada tahun 2010 diperkirakan penyakit ini akan menempati urutan keempat sebagai penyebab kematian. Prevalensi terjadinya kematian akibat rokok pada penyakit penyakit paru obstruksi kronis pada tahun 2010 sebanyak 80-90 % (Kasanah, 2011).MenuruthasilpenelitianSetiyantodkk.(2008)diruang rawatinapRS.Persahabatan JakartaselamaApril2005sampaiApril2007menunjukkan bahwa dari 120 pasien, usia termuda adalah 40 tahun dan tertua adalah 81 tahun. Dilihat dari riwayat merokok, hampir semua klien adalah bekas perokok yaitu 10 penderita dengan proporsi sebesar 90,83%.KebanyakanpasienPPOK adalah laki-laki. Hal ini disebabkan lebih banyak ditemukan perokok pada laki-laki dibandingkan pada wanita. Hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001 menunjukkan bahwa sebanyak 62,2% penduduk laki-laki merupakan perokok dan hanya 1,3% perempuan yang merokok. Sebanyak 92,0% dari perokok menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah, ketika bersama anggota rumah tangga lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota rumah tangga merupakan perokok pasif.Maka dari itu,penulistertarik untuk mengangkat kasus ini dalam suatu asuhan keperawatan yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan : Penyakit Paru Obstruksi Kronis Di Ruang 4 Paru RSPAD Gatot Soebroto. Alasan penulis tertarik untuk mengambil kasus ini adalah karena penyakit ini memerlukan pengobatan dan perawatan yang optimal sehingga perawat memerlukan ketelatenan untuk dapat memelihara, mengembalikan fungsi paru dan kondisi pasien sebaik mungkin. Penyakit ini akan terus mengalami perkembangan yangprogresifdan belum ada penyembuhan secara total. Maka dari itu, perawat terfokus untuk melakukan perawatan yang meliputi terapi obat, perubahan gaya hidup, terapi pernafasan dan juga dukungan emosional bagi penderita penyakit paru obstruksi kronis (Reeves, 2001).

1.2 Rumusan MasalahRumusan masalah pada laporan kasus ini adalah BagaimanaAsuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan : Penyakit Paru Obstruksi Kronis Di Ruang 4 Paru RSPAD Gatot Soebroto.

1.3 Tujuan Penulisan1.3.1 Tujuan UmumMampu melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif pada klien denganPPOK.1.3.2 Tujuan KhususPenulisan makalah tentang Asuhan Keperawatan pada Klien dengan PPOK ini diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk:a. Memahami tentang definisi, etiologi,manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan diagnosa dan penatalaksanaan pada klien PPOK.b. Memahami asuhan keperawatan pada klien dengan PPOK.c. Mampu menganalisa dan mempraktekkan tindakan yang tepat, yang dapat dilakukan pada klien PPOK. 1.4 Metode PenulisanDalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan metode deskriptif dalam bentuk studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan yang dilakukan pada klien dengan gangguan Sistem Respirasi,sedangkan tekhnik pengumpulan data dilakukan melalui Studi Kepustakaan, yaitu studi melalui literatur dengan melihat dari buku sumber yang berkaitan dengan kasus yang diambil dalam pembuatan makalah.

1.5 Manfaat Penulisan1.5.1 Rumah SakitLaporan kasus ini dapat menjadi masukan untuk meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan pada pasien dengan PPOK1.5.2 Institusi PendidikanLaporan kasus ini di harapkan dapat menjadi bahan pustaka yang dapat memberikan gambaran pengetahuan mengenai PPOK.

1.5.3 Profesi PerawatLaporan kasus ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan bagi tenaga kesehatan untuk praktek asuhan keperawatan langsung kepada klien dan mengadakan penyuluhantentang kesehatan mengenai PPOK dan bahayanya.

BAB IITINJAUAN TEORI

2.1 DefinisiPenyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan suatu kelainan dengan ciri-ciri adanya keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible (Lyndon Saputra, 2010). Pada klien PPOK paru-paru klien tidak dapat mengembang sepenuhnya dikarenakan adanya sumbatan dikarenakan sekret yang menumpuk pada paru-paru.PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadappartikelatau gas yang berbahaya (GOLD, 2009). Selain itu menurut Arita Murwani (2011) Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan satu kelompok penyakit paru yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan napas di dalam paru, yang termasuk dalam kelompok ini adalah : bronchitis, emfisema paru, asma terutama yang menahun, bronkiektasis. PPOK/COPD(CRONICOBSTRUCTIONPULMONARY DISEASE) merupakan istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Price, Sylvia Anderson : 2005). Sedangkan menurut T.M.Marrelli, Deborah S.Harper (2008), Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah suatu kondisi kronis yang berkaitan dengan sekelompok penyakit : emfisema, asma dan bronchitis.Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa penyakit paru obstruktif kronis adalah suatu kelainan penyakit paru dengan ciri-ciri adanya keterbatasan udara yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan napas di dalam paru, yang termasuk dalam kelompok ini adalah : bronkhitis kronis, asma dan emfisema.

2.2 EtiologiFaktor faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Brashers (2007) adalah :a. Merokok merupakan > 90% resiko untuk PPOK dan sekitar 15% perokok menderita PPOK. Beberapa perokok dianggap peka dan mengalami penurunan fungsi paru secara cepat. Pajanan asap rokok dari lingkungan telah dikaitkan dengan penurunan fungsi paru dan peningkatan resiko penyakit paru obstruksi pada anak.b. Terdapat peningkatan resiko PPOK bagi saudara tingkat pertama perokok. Pada kurang dari 1% penderita PPOK, terdapat defek gen alfa satu antitripsin yang diturunkan yang menyebabkan awitan awal emfisema.c. Infeksi saluran nafas berulang pada masa kanak kanak berhubungan dengan rendahnya tingkat fungsi paru maksimal yang bisa dicapai dan peningkatan resiko terkena PPOK saat dewasa. Infeksi saluran nafas kronis seperti adenovirus dan klamidia mungkin berperan dalam terjadinya PPOK.d. Polusi udara dan kehidupan perkotaan berhubungan dengan peningkatan resiko morbiditas PPOK.

2.3 Manifestasi Klinis Manifestasi klinis pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Reeves (2001) adalah :Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK adalah malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang makin menjadi di saat pagi hari. Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut. Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin banyak.Biasanya pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan berat badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah tangga atau yang menyangkut tanggung jawab pekerjaannya. Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari.Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat badan yang cukup drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan (isolasi sosial) penurunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukupnya oksigenasi sel dalam sistem (GI) gastrointestinal. Pasien dengan PPOK lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernafasan.

2.4 PatofisiologiSaluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru.Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi.Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran napas.Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok.Komponen-komponenasaprokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus.Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas.Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen.Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan.Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat.Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD, 2009).Komponen-komponenasaprokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru.Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang.Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi.Dengan demikian, apabila tidak terjadirecoilpasif, maka udaraakanterperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009).Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh neutrofil.Asaprokok menginduksi makrofag untuk melepaskanNeutrophil Chemotactic Factorsdan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan (Kamangar, 2010).Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi.Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).

Sumber : http://dokumen.tips/documents/patofisiologi-55cac88875ac1.html

2.5 Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Doenges (2012) antara lain :a. Sinar x dada dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya diafragma, peningkatan area udara retrosternal, penurunan tanda vaskularisasi atau bula (emfisema), peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkhitis), hasil normal selama periode remisi (asma).b. Tes fungsi paru untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi misalnya bronkodilator.c. Peningkatan pada luasnya bronkhitis dan kadang-kadang pada asma, penurunan emfisema.d. Kapasitas inspirasi menurun pada emfisema.e. Volume residu meningkat pada emfisema, bronchitis kronis dan asma.f. Forced Expiratory Volume(FEV1) atau FVC. Rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada bronchitis dan asma.g. Analisa Gas Darah (AGD) memperkirakan progresi proses penyakit kronis misalnya paling sering PaO2menurun, dan PaCO2normal atau meningkat (bronkhitis kronis dan emfisema) tetapi sering menurun pada asma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asma).h. Bronkogram dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kolaps bronkhial pada ekspirasi kuat (emfisema), pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronkus.i. Hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma).j. Kimia darah antara lain alfa satu antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema primer.k. Sputum, kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen, pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.l. Elektrokardiogram (EKG). Deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat), disritmia atrial (bronchitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronchitis, emfisema), aksis vertikal QRS (emfisema).m. Elaktrokardiogram (EKG) latihan, tes stress membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan atau evaluasi program latihan.

2.6 KomplikasiKomplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Mansjoer (2002) adalah infeksi nafas yang berulang, pneumotoraks spontan, eritrositosis karena keadaan hipoksia kronik, gagal nafas dan kor pulmonal.Reeves (2001) menambahkan komplikasi pernafasan utama yang bisa terjadi pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis yaitu gagal nafas akut (Acute Respiratory Failure), pneumotoraks dan giant bullae serta ada satu komplikasi kardiak yaitu penyakit cor-pulmonale.

a. Acute Respiratory Failure (ARF).ARFterjadi ketika ventilasi dan oksigenasi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh saat istirahat. Analisa gas darah bagi pasien penyakit paru obstruksi menahun menunjukkan tekanan oksigen arterial PaO2sebesar 55 mm Hg atau kurang dan tekanan karbondioksida arterial (PaCO2) sebesar 50 mm Hg atau lebih besar. Jika pasien atau keluarganya membutuhkan alat-alat bantu kehidupan maka pasien tersebut dilakukan intubasi dan diberi sebuah respirator untuk ventilasi secara mekanik.b. Cor Pulmonale.Cor pulmonale atau dekompensasi ventrikel kanan merupakan pembesaran ventrikel kanan yang disebabkan olehoverloadingakibat dari penyakit pulmo. Komplikasi jantung ini terjadi sebagai mekanisme kompensasi sekunder bagi paru-paru yang rusak pada penderita penyakit paru obstruksi menahun.Cor pulmonary merupakan contoh yang tepat dari sistem kerja tubuh secara menyeluruh. Apabila terjadi malfungsi pada satu sistem organ maka hal ini akan merembet ke sistem organ lainnya. Pada penderita dengan penyakit paru obstruksi menahun, hipoksemia kronis menyebabkan vasokonstriksi kapiler paru-paru yang kemudian akan meningkatkan resistensi vaskuler pulmonari. Efek domino dari perubahan ini terjadi peningkatan tekanan dalam paru-paru mengakibatkan ventrikel kanan lebih kuat dalam memompa sehingga lama-kelamaan otot ventrikel kanan menjadi hipertrofi atau membesar.Perawatan penyakit jantung paru meliputi pemberian oksigen dosis rendah dibatasi hingga 2 liter per menit, diuretik untuk menurunkan edema perifer dan istirahat. Edema perifer merupakan efek domino yang lain karena darah balik ke jantung dari perifer atau sistemik dipengaruhi oleh hipertrofi ventrikel kanan. Digitalis hanya digunakan pada penyakit jantung paru yang juga menderita gagal jantung kiri.c. Pneumothoraks.Pneumotoraks merupakan komplikasi PPOM serius lainnya. Pnemo berarti udara sehingga pneumotoraks diartikan sebagai akumulasi udara dalam rongga pleural. Rongga pleural sesungguhnya merupakan rongga yang khusus yakni berupa lapisan cairan tipis antara lapisan viseral dan parietal paru-paruFungsi cairan pleural adalah untuk membantu gerakan paru-paru menjadi lancar dan mulus selama pernafasan berlangsung. Ketika udara terakumulasi dalam rongga pleural, maka kapasitas paru-paru untuk pertukaran udara secara normal, menjadi melemah dan hal ini menyebabkan menurunnya kapasitas vital dan hipoksemia.d. Giant Bullae.Pneumotoraks seringkali dikaitkan dengan komplikasi PPOM lainnya yaitu pembentukan giant bullae. Jika pneumotoraks adalah udara yang terakumulasi di rongga pleura. Tetapi bullae adalah timbul karena udara terperangkap di parenkim paru-paru. Sehingga alveoli yang menjadi tempat menangkapnya udara untuk pertukaran gas menjadi benar-benar tidak efektif. Bullae dapat menyebabkan perubahan fungsi pernafasan dengan cara 2 hal yaitu dengan menekan jaringan paru-paru, mengganggu berlangsungnya pertukaran udara. Jika udara yang terperangkap dalam alveoli semakin meluas maka semakin banyak pula kerusakan yang terjadi di dinding alveolar.

2.7 PenatalaksanaanPenatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Mansjoer (2002) adalah :1. Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara.2. Terapi eksasebrasi akut dilakukan dengan :a. Antibiotik, karena eksasebrasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenzae dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisillin 4 x 0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5 g/hari.b. Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenzae dan B. Catarhalis yang memproduksi beta laktamase.c. Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau doksisilin pada pasien yang mengalami eksasebrasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dam membantu mempercepat kenaikanpeak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksasebrasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotic yang lebih kuat.d. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.e. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.f. Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya golongan adrenergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratorium bromide 250 mikrogram diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25-0,5 g iv secara perlahan.3. Terapi jangka panjang dilakukan dengan :a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisillin 4 x 0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksasebrasi akut.b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.c. Fisioterapi.d. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.e. Mukolitik dan ekspektoran.f. Terapi jangka penjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas tipe II dengan PaO2